Anda di halaman 1dari 514

ASKEP BBLR

Usman Mubarok
14023
DEFINISI
• BBLR Merupakan bayi (neonatus) yang lahir
dengan memiliki berat badan kurang dari 2500
gram atau sampai dengan 2499 gram. (Hidayat,
2005).
• Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah
bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari
2.500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi
(Wong, 2009).
Klasifikasi BBLR

Ada dua golongan BBLR, yaitu :

• Prematuritas murni
• Bayi small for gestational age (SGA)
Etiologi BBLR

• Komplikasi obstetrik
• Komplikasi obstetrik
• Faktor ibu
Beberapa faktor yang mempengaruhi
BBLR antara lain :
• Pengaruh umur ibu saat hamil terhadap kejadian BBLR
• Pengaruh pendidikan ibu terhadap kejadian BBLR
• Pengaruh paritas terhadap risiko kejadian BBLR
• Pengaruh umur kehamilan terhadap risiko kejadian
BBLR
• Pengaruh status gizi ibu terhadap kejadian BBLR
• Pengaruh kadar haemogloin ibu terhadap kejadian
BBLR
• Pengaruh penyakit yang diderita ibu terhadap kejadian
BBLR
Lanjutan.....

• Pengaruh faktor kehamilan ganda terhadap


kejadian BBLR
• Pengaruh sosial ekonomi terhadap kejadian BBLR
• Pengaruh pelayanan antenatal terhadap kejadian
BBLR
• Pengaruh kebiasaan merokok dan minum alkohol
terhadap kejadianBBLR
• Pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian BBLR
• Pengaruh Riwayat Melahirkan BBLR
Sebelumnya Terhadap KejadianBBLR
Patofisiologi

• Menurunnya simpanan zat gizi. Hampir semua


lemak, glikogen, dan mineral, seperti zat besi,
kalsium, fosfor dan seng dideposit selama 8
minggu terakhir kehamilan. Dengan demikian
bayi preterm mempunyai peningkatan potensi
terhadap hipoglikemia, rikets dan anemia.
Meningkatnya kkal untuk bertumbuh. BBLR
memerlukan sekitar 120 kkal/ kg/hari,
dibandingkan neonatus aterm sekitar 108
kkal/kg/hari
Manifestasi Klinik
• Berat badan lahir < 2500 gram, panjang badan ≤ 45 Cm,
lingkar dada < 30 Cm, lingkar kepala < 33 Cm.
• Masa gestasi < 37 minggu.
• Penampakan fisik sangat tergantung dari maturitas atau
lamanya gestasi; kepala relatif lebih besardari badan, kulit
tipis, transparan, banyak lanugo, lemak sub kutan sedikit,
osifikasi tengkoraksedikit, ubun-ubun dan sutu lebar,
genetalia immatur, otot masih hipotonik sehingga
tungkaiabduksi, sendi lutut dan kaki fleksi, dan kepala
menghadap satu jurusan.
• Lebih banyak tidur daripada bangun, tangis lemah,
pernafasan belum teratur dan sering terjadi apnea, refleks
menghisap, menelan, dan batuk belum sempurna.
Komplikasi
Menurut Mitayani, 2009 yaitu :

• Sindrom aspirasi mekonium (menyebabkan


kesulitan bernapas pada bayi)
• Hipoglikemia simptomatik
• Penyakit membran hialin
• Asfiksia neonetorum
• Hiperbilirubinemia
Pengkajian
• Aktivitas/Istirahat
• Riwayat kehamilan
• Penentuan usia kehamilan
• Pemeriksaan fisik
• Neurosensori Pemeriksaan Refleks
• Sistem pernafasan
• Sirkulasi
• Makanan / cairan
• Eliminasi
• Integumen
Diagnosa Yang Sering Muncul
• Pola nafas tidak efektif b/d imaturitas organ pernafasan
• Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d obstruksi jalan nafas
oleh penumpukan lendir, reflek batuk
• Risiko ketidakseimbangan temperatur tubuh b/d BBLR,
usia kehamilan kurang, paparan lingkungan dingin/panas.
• Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b/d ketidakmampuan ingest/digest/absorb
• Ketidakefektifan pola minum bayi b/d prematuritas
• Hipotermi b/d paparan lingkungan dingin
• Resiko infeksi b/d ketidakadekuatan system kekebalan
tubuh
ASUHAN KEPERERAWATAN PADA
HEMORAGIK POSTPARTUM
( HPP )

NAMA : Kelvin Noya


NIM : 14007
Definisi

Menurut Willams & Wilkins (1988) perdarahan paska persalinan adalah


perdarahan yang terjadi pada masa post partum yang lebih dari 500 cc
segera setelah bayi lahir. Tetapi menentukan jumlah perdarahan pada saat
persalinan sulit karena bercampurnya darah dengan air ketuban serta
rembesan dikain pada alas tidur. POGI, tahun 2000 mendefinisikan
perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa
post partum yang menyebabkan perubahan tanda vital seperti klien
mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, dalam pemeriksaan fisik
hiperpnea, sistolik < 90 mmHg, nadi > 100 x/menit dan kadar Hb < 8 gr
%.
• Pendarahan pasca persalinan (post partum) adalah pendarahan

pervaginam 500 ml atau lebih sesudah anak lahir. Perdarahan

merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%)

kematian ibu melahirkan di Indonesia. Pendarahan pasca

persalinan dapat disebabkan oleh atonia uteri, sisa plasenta,

retensio plasenta, inversio uteri dan laserasi jalan lahir .


 Etiologi

Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan perdarahan post partum adalah sebagai berikut : 

a. Atonia uteri

Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan

sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu

menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya

pendarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada

bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan. Miometrium

terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal

kontraksi untuk menghentikan pendarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan tengah

tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh darah.


b. Robekan jalan lahir

Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari

perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan

atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang

berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina. 

c. Retensio plasenta

Keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit setelah

bayi lahir. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta


Manifestasi Klinik Perdarahan Post Partum

a. Tanda-tanda perdarahan post partum secara umum:

1) Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan

menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan

syok. Atau dapat berupa perdarahan yang merembes perlahan-lahan tapi terjadi

terus menerus sehingga akhirnya menjadi banyak dan menyebabkan ibu lemas

ataupun jatuh kedalam syok.

2) Pasien mengeluh lemah,limbung, berkeringat dingin, menggigil

3) Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan

tekanan darah (sistolik <90 mmHg) nadi (>100x/menit) dan napas cepat, pucat

(Hb <8%), extremitas dingin, sampai terjadi syok. (Ambar, 2010)


Patofisiologi Perdarahan Post Partum

Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih

terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum

spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.

Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan

menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga

perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus,

akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang

banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska

persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan

servix, vagina dan perinium.


Klasifikasi Perdarahan Post Partum

a. Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage, atau

Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera).

Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab

utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta,

sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam

pertama.

b. Perdarahan Masa Nifas (PPH kasep atau Perdarahan Persalinan Sekunder

atau Perdarahan Pasca Persalinan Lambat, atau Late PPH). Perdarahan

pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca

persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak

baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.


 Pemeriksaan diagnostik

•Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan :

a. Pemeriksaan Laboratorium

•Kadar Hb, Ht, Masa perdarahan dan masa pembekuan.

b. Pemeriksaan USG

•Hal ini dilakukan bila perlu untuk menentukan adanya sisa jaringan konsepsi intrauterine.

c. Kultur uterus dan vaginal

•Menentukan efek samping apakah ada infeksi yang terjadi.

d. Urinalisis

•Memastikan kerusakan kandung kemih.

e. Profil Koagulasi

•Menentukan peningkatan degradasi kadar produk fibrin, penurunan fibrinogen, aktivasi masa

tromboplastin dan masa tromboplastin parsial.

 
 Penatalaksanaan Medis

Terapi Medis yang dapat digunakan:

1) Methergine 0,2 mg peroral setiap 4 jam sebanyak 6 dosis. Dukung

dengan analgesik bila terjadi kram.

2) Pitocin 10-20 unit dalam 1000 cc cairan IV

3) Methergine 0,2 mg IM bila tidak ada riwayat hipertensi

4) Prostin supositoria pervagina, uterus atau rectum

5) Bila perdarahan terus berlanjut beri Hernabate 1 ampul per IM setiap

5 menit sebanyak tiga kali. Berikan dosis pertama 10 menit setelah

pemberian Prostin.( Geri Morgan, 2009)


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
 Pengkajian

a. Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun.

b. Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar

keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.

c. Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi dalam kehamilan,

preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnion, grandmulti gravida,

primimuda, anemia, perdarahan saat hamil. Persalinan dengan tindakan, robekan

jalan lahir, partus precipitatus, partus lama / kasep, chorioamnionitis, induksi

persalinan, manipulasi kala II dan III.

d. Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi


 Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan

jumlah haemoglobin dalam darah, perdarahan pasca persalinan.

b. Resiko syok hipovolemik b/d perdarahan aktif pasca

persalinan, berkurangnya jumlah cairan intravaskuler.

c. Nyeri akut b/d terputusnya kontinuitas jaringan, luka

pasca operasi.

d. Resiko infeksi b/d luka pasca operasi.


 Intervensi Keperawatan

a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan jumlah haemoglobin dalam darah,
perdarahan pasca persalinan .

1) Monitor keadaan umum, dan TTV

2) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap

panas/dingin/tajam/tumpul

3) Monitor adanya paretese.

4) Monitor adanya tanda-tanda hipoksia.

5) Batasi aktivitas / anjurkan untuk bedrest.

6) Berikan cairan parenteral : infuse.

7) Kolaborasi pemberian obat sesuai advis.


b. Resiko syok hipovolemik b/d perdarahan aktif pasca persalinan, berkurangnya jumlah cairan
intravaskuler.

1) Monitor keadaan umum, dan TTV

2) Monitor tanda-tanda awal syok.

3) Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan.

4) Monitor nilai input dan output (balance cairan).

5) Monitor adanya tanda-tanda hipoksia.

6) Pantau nilai laborat : Hb. Ht, AGD, elektrolit.

7) Pertahankan kepatenan jalan napas.

8) Batasi aktivitas / anjurkan untuk bedrest.

9) Berikan cairan parenteral : infuse.

10) Kolaborasi pemberian obat sesuai advis.


c) Nyeri akut b/d terputusnya kontinuitas jaringan, luka pasca
operasi.

1) Lakukan pengkajian nyeri dengan PQRST.

2) Monitor keadaan umum, dan TTV.

3) Monitor skala nyeri.

4) Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi.

5) Kolaborasi pemberian obat analgetik sesuai advis.


Penatalaksanaan

Penanganan perdarahan pasca persalinan pada prinsipnya adalah hentikan perdarahan,

cegah/atasi syok, ganti darah yang hilang dengan diberi infus cairan (larutan garam

fisiologis, plasma ekspander, Dextran-L, dan sebagainya), transfusi darah, kalau perlu

oksigen. Walaupun demikian, terapi terbaik adalah pencegahan. Mencegah atau sekurang-

kurangnya bersiap siaga pada kasus kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah

penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai

sejak ibu hamil dengan melakukan "antenatal care" yang baik. Ibu-ibu yang mempunyai

predisposisi atau riwayat perdarahan post partum sangat dianjurkan untuk bersalin di

Rumah Sakit. Di Rumah Sakit, diperiksa kadar fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan

darah, dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalianan,

dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim.


 Implementasi Keperawatan

a.Melakukan semua tindakan keperawatan yang telah

direncanakan sesuai dengan prioritas masalah dan kondisi pasien.

b.Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya Perdarahan Post

Partum adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara

legeartis. Apabila persalinan diawasi oleh dokter spesialis

obstetric-ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan

suntikan ergometrik secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan

untuk mengurangi perdarahan yang terjadi.


 Evaluasi

Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :

a.Tanda vital dalam batas normal :

b. Kadar Hb : 12-16 gr%.

c. Gas darah dalam batas normal.

d. Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang komplikasi dan

pengobatan yang dilakukan.

e. Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam mengungkapkan perasaan

psikologis dan emosinya.

f. Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari.

g. Klien tidak merasa nyeri.

h. Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya.

 
Kesimpulan
Perdarahan post partum adalah pendarahan yang terjadi sampai 24 jam setelah
kelahiran dan biasanya melibatkan kehilangan banyak darah melalui saluran genital.
Perdarahan postpartum dibagi menjadi dua yaitu perdarahan postpartum primer,
yang terjadi dalam 24 jam setelah bayi lahir dan perdarahan postpartum sekunder
yang terjadi lebih dari 24 jam sampai dengan 6 minggu setelah kelahiran bayi.

Tanda dan gelaja perdarahan postpartum secara umum antara lain perdarahan yang
hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam
keadaan syok. Pasien mengeluh lemah,limbung, berkeringat dingin, menggigil. Pada
perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan darah
(sistolik <90 mmHg) nadi (>100x/menit) dan napas cepat, pucat (Hb <8%),
extremitas dingin, sampai terjadi syok.
Laporan pendahuluan dan askep mioma uteri

Claresta Rahajeng Cikita


14005
Latar belakang
Mioma uteri adalah tumor jinak yang tumbuh pada
rahim. Disebut fibromioma uteri, leiomioma, atau
uterine fibroid dalam istilah kedokterannya.
Mioma uteri merupakan tumor kandungan yang
terbanyak pada organ reproduksi wanita.
Kejadiannya lebih tinggi pada usia di atas 35
tahun, yaitu mendekati angka 40%. Tingginya
kejadian mioma uteri antara usia 35-50 tahun,
menunjukkan adanya hubungan mioma uteri
dengan estrogen.
definisi

Mioma uteri adalah tumor jinak yang paling


umum pada daerah rahim atau lebih tepatnya
otot rahim dan jaringan ikat disekitarnya.
mioma uteri juga sering disebut dengan
Leiomioma, Fibromioma atau Fibroid, hal ini
mungkin karena memang otot uterus atau
rahimlah yang memegang peranan dalam
terbentuknya tumor ini. Mioma uteri
merupakan neoplasma jinak yg paling umum
dan sering dialami oleh wanita.
Klasifikasi mioma uteri

Berdasarkan letaknya mioma uteri diklasifikasikan menjadi 3 bagian


yaitu : a. Mioma uteri submukosa
Lokasi tumor menempati lapisan dibawah
endometrium dan menonjol ke dalam
(kavum uteri).
b. Mioma Uteri Intramural
Mioma yg berkembang diantara miometrium
c. Mioma uteri subserosa
Mioma yg tumbuh dibawah lapisan serosa
uterus dan dapat bertumbuh keluar dan juga
bertangkai
Penyebab pasti mioma uteri tidak diketahui
secara pasti. Mioma sangat dipengaruhi oleh
hormon reproduksi dan hanya bermanifestasi
selama usia produktif.
Faktor resiko mioma uteri
a. Usia Penderita
Kejadian mioma uteri sebesar 20-40% pada
wanita yg berusia lebih dari 35 tahun.
b. Hormone Endogen
Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada
specimen yg diambil dari hasil histerektomi
wanita yg telah menopause, diterangkan
bahwa hormone estrogen endogen wanita
menopause pada kadar yg rendah.
c. Riwayat keluarga
Penderita mioma yg mempunyai riwayat
keluarga penderita mioma uteri mempunyai
resiko 2 kali lipat kekuatan ekspresi dari
vegf-a (a myoma-related growth factor)
dibandingkan dengan penderita mioma yg
tidak mempunyai riwayat keluarga
penderita mioma uteri.
d. Etnik
Golongan etnik Afrika-Amerika mempunyai
kemungkinan resiko menderita mioma uteri
setinggi 2.9 kali berbanding wanita etnik
caucasia.
e. Berat badan
Resiko menderita mioma uteri adalah
setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10
kg berat badan dan dengan peningkatan
indeks masa tubuh. Dikarenakan
terjadinya peningkatan estrogen secara
biological.
Manifestasi klinis

- Perdarahan abnormal
Gangguan yg terjadi umumnya ialah
hipermenore (perdarahan haid yang jumlahnya
banyak), menorgia (haid berlebihan), dan dapat
juga metroragia (pendarahan diluar haid).
- Rasa nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yg khas tetapi dapat
timbul karena gangguan sirkulasi pada sarang
mioma, yg disertai nekrosis setempat dan
peradangan.
- Gejala dan tanda penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat
mioma uteri :
• Penekanan kandung kemih “Poliuri”
• Penekanan uretra “Retensio urin”
• Penekanan ureter “Hidroureter dan Hidronefrosis”
• Penekanan rektum “Obstipasi dan Tenesmia”
• Penekanan pembuluh darah dan pembuluh limfe di
panggul “edema tungkai dan nyeri panggul”
ETIOLOGI
Etiologi pasti belum diketahui
Peningkatan reseptor estorgen-progesteron pada
jaringan mioma uteri mempengaruhi
pertumbuhan tumor.
Faktor predisposisi yg bersifat herediter, telah
diidentifikasi kromosom yg membawa 145 gen yg
diperkirakan berpengaruhi pada pertumbuhan
fibroid. Sebagian ahli mengatakan bahwa fibroid
uteri diwariskan dari gen sisi paternal.
Mioma biasanya membesar pada saat kehamilan
dan mengecil setelah menaupose jarang
ditemukan sebelum menarke (crum, 2005)
patofisiologi
Ammature muscle cell nest dalam miometrium
akan berproliferasi hal tersebut diakibatkan oleh
rangsangan hormon estrogen. Ukuran myoma
sangat bervariasi. Sangat sering ditemukan pada
bagian body uterus (corporeal) tapi dapat juga
terjadi pada servik. Bila tumbuh dengan sangat
besar tumor ini dapat menyebabkan pengahambat
terhadap uterus dan menyebabkan perubahan
rongga uterus. Myoma pada badan uterus dapat
menyebabkan aborsi secara spontan, dan hal ini
menyebabkan kecilnya pembukaan cervik yg
membuat bayi lahir sulit.
Tanda dan gejala
Gejala yg timbul sangat tergantung pada tempat
mioma, besarnya tumor, perubahan dan
komplikasi yg terjadi. Gejala yg mungkin timbul
Diantaranya :
 perdarahan abnormal, berupa hipermenore,
menoragia dan metroragia. Faktor-faktor yg
menyebabkan perdarahan antara lain :
- Terjadinya hiperplasia edometrium sampai
adenokarsinoma endometrium karena
pengaruh ovarium
- Permukaan endometrium yg lebih luas dari
pada biasanya
- Atrofi endometrium di atas mioma submukosa
- Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena
adanya mioma diantara serabut miometrium
 Rasa nyeri yg mungkin timbul karena gangguan
sirkulasi darah pada sarang mioma, yg di sertai
nekrosis setempat dan peradangan. Nyeri terutama
saat menstruasi.
 Pembesaran perut bagian bawah
 Uterus membesar merata
 Infertilitas & Poliuri
 Disminore & Abortus berulang
 Konstipasi serta edema tungkai dan nyeri
panggul
Komplikasi
Komplikasi yg dapat terjadi pada mioma uteri
secara umum, yaitu :
a. Degenerasi ganas
Kecurigaan akan keganasan uterus apabila
mioma uteri cepat membesar dan apabila
terjadi pembesaran sarang mioma dan
menopause.
b. Torsi (Putaran tangkai)
Sarang mioma yg bertangkai dapat mengalami
torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga
mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadi
sindrom abdomen akut
Diagnosa banding

Diagnosa banding yg harus dipikirkan


dengan adanya mioma uteri adalah
kehamilan, neoplasma ovarium,
adenomiosis, keganasan uterus.
penatalaksanaan
Penanganan mioma menurut usia, paritas, lokasi
dan ukuran tumor. Penanganan mioma uteri
tergantung pada usia, paritas, lokasi dan ukuran
tumor, dan terbagi atas.
a. Penanganan konservatif, yaitu dengan cara :
- Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara
periodik setiap 3-6 bulan
- Monitor keadaan HB
- Pemberian zat besi
b. Penggunaan agonis Gnrh
c. Penanganan operatif
Intervensi operasi/pembedahan pada penderita
mioma uteri adalah
• Perdarahan uterus abnormal yg menyebabkan
penderita anemia
• Nyeri pelvis yg hebat
• Ketidak mampuan u/mengevaluasi adneksa
(biasanya karena mioma berukuran kehamilan 12
minggu/sebesar tinju dewasa)
• Gangguan buang air kecil (retensi urin)
• Pertumbuhan mioma setelah menopause
• Infertilitas & meningkatnya pertumbuhan mioma
Jenis operasi yg dilakukan pada mioma
uteri dapat berupa :
• Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang
mioma tanpa pengangkatan rahim atau
uterus secara umum.
• Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan
operatif yg dilakukan u/mengangkat
rahim, baik sebagian (subtotal) tanpa
serviks uteri ataupun seluruhnya
(total) berikut serviks uteri.
 
INDIKASI PELaksanaan operasi
mioma uteri
Tindakan operasi yg dilakukan jika penyakit mioma uteri
mengalami pembesaran, dan jika muncul suatu gejala
penekanan serta nyeri dan pendarahan yg berkepanjangan. Jika
memang tidak ada rencana untuk hamil lagi, atau miomektomi
atau mengngkat mioma saja di usia reproduksi atau masih
rencana kehamilan. Dengan kriteria :
1. Dilakukan bila masih menginginkan keturunan
2. Syaratnya harus dilakukan kuretage dulu, u/menghilangkan
kemungkinan keganasan
3. Kerugiannya : - Melemahkan dinding uterus
- Rupture uteri pada waktu hamil
- Menyebabkan perlekatan
Dan jika masa tumor besar atau juga bentuknya luas, maka
kadang tidak memungkinkan dilakukan suatu pengangkatan
massa tumor, sehingga tetap harus dilakukan histerektomi.
Mioma harus diangkat dengan kriteria :
1. Bila ukurannya lebih besar dari ukuran kehamilan usia 14
minggu
2. Bila mengganggu keadaan umum, misalnya perdarahnnya
banyak sampai perlu transfuse
3. Bila pembesarannya cepat, misalnyan3 bulan lalu masih 2 cm,
sekarang sudah 6 cm
4. Pada wanita muda sebaiknya ditinggalkan satu atau dua
ovarium, maksudnya untuk (menjaga jangan terjadi menopuse
sblm waktunya, dan menjaga gangguan coronair/aterisklerosis
umum)
5. Umur ibu 35 tahun atau lebih
Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan darah lengkap (Hb turun, Leokosit turun atau
meningkat, Eritrosit turun)
 USG (terlihat masa pada daerah uterus)
 Vaginal toucher (didapatkan perdarahan
pervaginam, teraba masaa, konsistensi dan ukurannya
 Sitologi (menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma
tersebut)
 Rontgen (U/mengetahui kelainan yg mungkin
ada yg dapat menghambat tindakan operasi)
 Histeroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya
mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil serta
bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat
diangkat.
prognosis
Prognosis baik jika ditemukan mioma berukuran
kecil, tidak cenderung membesar dan tidak
memicu keluhan yg berarti, cukup dilakukan
pemerikasaan rutin setiap 3-6 bulan sekali
termasuk pemeriksaan USG. Menopause dapat
mengehentikan pertumbuhan mioma uteri. 55%
dari semua mioma uteri tidak membutuhkan
suatu pengobatan dalam bentuk apapun. Jika
tumor membesar, timbul gejala penekanan, nyeri
hebat, dan perdarahan dari kemaluan yg terus
menerus, tindakan operasi sebaiknya dilakukan.
Asuhan keperawatan

A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam
menghimpun informasi (data2) dari klien. Data yg
didapat dikumpulkan pada klien sesudah
pembedahan total Abdominal Hysterektomy dan
Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-BSO)
adalah sebagai berikut :
- Usia  Mioma biasanya terjadi pada usia
reproduktif, paling sering ditemukan pada usia 35
tahun keatas.
 Makin tua usia maka toleransi terhadap nyeri akan berkurang
 Orang dewasa mempunyai dan mengetahui cara efektif dalam
menyesuaikan diri terutama terhadap perubahan yg terjadi pada
dirinya akibat tindakan TAH-BSO.
2. Keluhan Utama
Keluhan yg timbul pada hampir tiap jenis operasi adalah rasa
nyeri karena terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan organ.
Rasa nyeri setelah bedah biasanya berlangsung 24-48 jam.
Adapun yg perlu dikaji pada rasa nyeri tersebut adalah : - Lokasi
nyeri
- Intesitas nyeri
- Waktu dan durasi
- Kwalitas nyeri
3. Riwayat Reproduksi
a. Haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan
haid terakhir, sebab mioma uteri tidak per
ditemukan sebelum menarche dan
mengalami atrofi pada masa menaupause.
b. Hamil dan Persalinan
- Kehamilan mempengaruhi
pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri
tumbuh cepat pada masa hamil ini
dihubungkan dengan hormon estrogen, pada
masa dihasilkan dalam jumlah yg besar.
- Jumlah kehamilan dan anak yg hidup
mempengaruhi psikologi klien dan keluarga
terhadap hilangnya organ kewanitaan.
4. Data Psikologi
Pengangkatan organ reproduksi dapat sangat
berpengaruh terhadap emosional klien dan
diperlukan waktu u/memulai perubahan yg
terjadi. Organ reproduksi merupakan komponen
kewanitaan, wanita melihat fungsi menstruasi
sebagai lambang feminitas, sehingga
berhentinya menstruasi biasa dirasakan sebagai
hilangnya perasaan kewanitaan.
5. Status Respiratori
Respirasi biasa meningkat/menurun. Pernafasan yg
ribut dapat terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan
akibat lidah jatuh kebelakang/akibat terdapat secret.
Suara paru yg kasar merupakan gejala terdapat secret
pada saluran nafas. Usaha batuk dan bernafas dalam
dilaksanakan segera pada klien yg memakai anestesi
general.
6. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan
sederhana yg harus dijawab oleh klien/disuruh
u/melakukan perintah. Variasi tingkat kesadaran dimulai
dari siuman sampai ngantuk, harus diobservasi dan
penuruan tingkat kesadaran merpakan gejala syok.
7. Status Urinaria
Retensi urine paling umum terjadi setelah
pembedahan ginekologi, klien yg hidrasinya
baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam
setelah pembedahan. Jumlah autput urine yg
sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat
operasi, muntah akibat anestesi.
B. Diagnosa
1. Perubahan nutris < dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia, keletihan
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d kerusakan
jaringan otot dan system saraf akibat
penyempitan kanalis servikalis oleh myoma
3. Gangguan eliminasi urin (Retensio) b.d
penekanan oleh masa jaringan neoplasma pada
daerah sekitarnya
4. Kurang pengetahuan b.d tidak mengenal
sumber informasi, keterbatasan kognitif.
C. Intervensi
Dx ke-1 “Perubahan nutrisi < dari kebutuhan
tubuh”
Tujuan : Nafsu makan meningkat
KH : Berat badan stabil, penambahan
berat badan kearah normal,
berpartisipasi dalam merangsang
nafsu makan
Langkah-langkah Rasional

1. Pantau masukan Mengidentifikasi kekuatan atau defisiensi


makanan/hari nutrisi

2. Ukur tinggi, berat badan, Memantau dlm indentifikasi malnutrisi


pastikan jumlah khususnya berat badan < dari normal
penurunan berat badan

3. Dorong klien makan diet Kebutuhan metabolik ditingkatkan begitu juga


tinggi kalori kaya nutrien, cairan
dengan masukan cairan
adekuat

4. Kontrol faktor lingkungan Dapat mencegah mual muntah


(mis ; bau tdk sedap),
kebisingan, hindari,
makanan berlemak dan
pedas
Dx ke-2 “Gangguan rasa nyaman (nyeri)”
Tujuan : Klien dapat mengontrol nyerinya,
nyeri hilang/berkurang
KH : Mampu mengidentifikasi cara
mengurangi
Langkah-langkah Rasional

1. Observasi adanya nyeri dan Memudahkan tindakan keperawatan


tingkat nyeri

2. Ajarkan dan catat tipe nyeri Meningkatkan persepsi klien terhadap


serta tindakan u/mengatasi nyeri yg dialaminya
nyeri

3. Ajarkan teknik relaksasi Meningkatkan kenyamanan klien

4. Anjurkan u/menggunakan Membantu mengurangi nyeri dan


kompres hangat meningkatkan kenyamanan klien

5. Kolaborasi pemberian Mengurangi nyeri


analgetik
Dx ke-3 “Gangguan eliminasi urin (retensio) “
Tujuan : Pola eliminasi urin klien kembali
normal
KH : Klien memahami terjadinya retensi
urine

Langkah-langkah Rasional
1. Catat pola miksi dan monitor Melihat perubahan pola eliminasi klien
pengeluaran urin

2. Lakukan palpasi pada kandung Menentukan tingkat nyeri yg dirasakan


kemih, observasi adanya oleh klien
ketidaknyamanan dan rasa
nyeri

3. Anjurkan klien u/merangssang Mencegah terjadinya retensi urine


miksi dengan pemberian air
hangat, mengatur posisi,
mengalirkan air keran.
Dx ke-4 “Kurang pengetahuan”
Tujuan : Mengetahui penyakit, prognosis,
pengobatan.
Kh : Mengungkapkan informasi yang akurat
tentang diagnosa, aturan pengobatan.

Langkah-langkah Rasional
1.Tinjau ualng pasien / orang Memvalidasi tingkat pemahaman saat
terdekat tentang pemahaman ini
diagnosa, pengobatan

2. Beri informasi yang akurat/jelas Membantu penilaian diagnosa kanker,


dalam cara yang nyata memberikan informasi yang diperlukan

3. Minta pasien umpan balik verbal Kesalahan konsep tentang kanker lebih
dan perbaiki kesalahan konsep mengganggu dari pada kenyataan dan
mempengaruhi pengobatan
IMPLEMENTASI

Implementasi merupakan tahap ketiga dalam


proses asuhan keperawatan yang merupakan
perwujudan dari rencana tindakan yang telah
disusun dalam tahap perencanaan,
Implementasi akan dilaksanakan pada kasus
nyata serta sesuai dengan kondisi klien.
Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses


asuhan keperawatan untuk menilai tentang
kriteria hasil yang dicapai, apakah sesuai
dengan rencana atau tidak. Dalam evaluasi
dilakukan dengan pendekatan SOAP.
15. Kesimpulan
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang sering
terjadi pada wanita berusia lebih dari 35 tahun
yaitu sekitar 20 hingga 30% Hampir separuh dari
kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan
pada pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita
memang tidak mempunyai keluhan apa-apa dan
tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung
satu tumor dalam uterus. Karenanya sangat
penting untuk melakukan deteksi pribadi secara
dini untuk menghindari dan mencegah timbulnya
penyakit ini.
ATONIA UTERI

Disusun oleh :
Nama : Lenih
Nim : 14008
Pengertian
• Atonia uteri ( relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak
berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan
pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (Depkes
Jakarta;2002 )
• Atonia Uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot
miometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek.
• Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana terjadinya
kontraksi otot rahinm yang menyebabkan pembuluh
darah pada bekas implantasi plasenta terbuka sehingga
menimbulkan perdarahan.
Etiologi
Penyebab tersering kejadian pada ibu dengan atonia uteri antara lain :
• Overdistention uterus seperti :
1. Gemeli
2. Makrosomia
3. Polihidramnion atau paritas tinggi
4. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua
5. Multipara dengan jarak kelahiran pendek
6. Partus lama/partus terlantar
7. Malnutrisi
8. Salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta sedangkan
sebenarnya belum terlepas dari uterus
• Grandemultipara seperti :
1. Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak besar
(BB>4000gr)
2. Kelainan uterus ( uterus bicornis, mioma uteri,bekas operasi)
3. Plasenta previa dan solutio plasenta (perdarahan antepartum)
4. Partus lama (exhausted mother)
5. Partus precipitates
6. Hipertensi dalam kehamilan (gestosis)
7. Infeksi uterus
8. Anemia
9. Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan ( induksi partus)
10.Riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya atau riwayat plasenta
manual
11.Pimpinan kala III yang salah dengan memijit-mijit dan mendorong-
dorong uterus sebelum plasenta terlepas
12.IUFD yang sudah lama, penyakit hati,emboli air ketuban ( koagulopati)
13.Tindakan operatif dengan anestesi umum yang terlalu lama
Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang khas pada antonia uteri adalah
• Uterus tidak berkontraksi dan lembek
• Perdarahan segera setelah anak lahir ( post partum
primer)
• Gejala klinis umum yang terjadi ialah kehhilangan
darah dalam jumlah banyak  > 500 ml ), nadi lemah,
pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah,
letih dan dapat terjadi syol hipovolemik, tekanan
darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
Pencegahan
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat
mengurangi risiko perdarahan pospartum
lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi
kebutuhan obat tersebut sebagai terapi.
Manejemen aktif kala III dapat mengurangi
jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia,
dan kebutuhan transfusi darah.
Penatalaksanaan
• kenali dan tegakan diagnosis kerja atonia uteri
• masase uterus
• Kompresi bimanual eksternal
• Kompresi bimanual internal
• Kompresi aorta abdominalis
• prostaglandin F2a
• Laparotomi
• histerektomi
ASUHAN KEPERAWATAN ATONIA UTERI
Pengkajian
1. Data Subjektif
a. Biodata
b. Keluhan
c. Riwayat perkawinan
d. Riwayat Menstruasi
e. Riwayat obstetric yang lalu
f. Riwayat kehamilan sekarang
g. Riwayat kontrasepsi
h. Riwayat kesehatan
2. Data Objektif
• Pemeriksaan umum
• PEMERIKASAAN FISIK
• PEMERIKASAAN PENUNJANG
Diagnosa
• Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan vaskuler yang berlebihan
• Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
hipovalemia
• Ancietas berhubungan dengan ancaman
perubahan pada status kesehatan atau kematian.
• Nyeri berhubungan dengan trauma atau distensi
jaringan.
Intervensi
DX INTERVENSI RASIONAL
1. 1. Tinjau ulang catatan kehamilan dan 1. Membantu dalam membuat rencana
persalinan/kelahiran, perhatikan faktor- perawatan yang tepat dan memberikan
faktor penyebab atau pemberat pada kesempatan untuk mencegah dan
situasi hemoragi (misalnya laserasi, membatasi terjadinya komplikasi.
fragmen plasenta tertahan, sepsis, 2. Perkiraan kehilangan darah, arteial
abrupsio plasenta, emboli cairan amnion versus vena, dan adanya bekuan-
atau retensi janin mati selama lebih dari bekuan membantu membuat diagnosa
5 minggu) banding dan menentukan kebutuhan
2. Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi penggantian.
perdarahan; timbang dan hitung 3. Derajat kontraktilitas uterus membantu
pembalut, simpan bekuan dan jaringan dalam diagnosa banding. Peningkatan
untuk dievaluasi oleh perawat. kontraktilitas miometrium dapat
3. Kaji lokasi uterus dan derajat menurunkan kehilangan darah.
kontraksilitas uterus. Dengan perlahan Penempatan satu tangan diatas
masase penonjolan uterus dengan satu simphisis pubis mencegah
tangan sambil menempatkan tangan kemungkinan inversi uterus selama
kedua diatas simpisis pubis. masase.
DX INTERVENSI RASIONAL
1 4. Perhatikan hipotensi atau 4. Tanda-tanda ini menunjukan hipovolemi dan
takikardi, perlambatan terjadinya syok. Perubahan pada tekanan darah
pengisian kapiler atau sianosis tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah
dasar kuku, membran mukosa menurun sampai 30 - 50%. Sianosis adalah tanda
dan bibir. akhir dari hipoksia.
5. Pantau masukan dan keluaran, 5. Bermanfaat dalam memperkirakan
perhatikan berat jenis urin. luas/signifikansi kehilangan cairan. Volume
6. Mulai Infus I atau 2 i.v dari perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukan dengan
cairan isotonik atau elektrolit keluaran 30 – 50 ml/jam atau lebih besar.
dengan kateter 18 G atau 6. Perlu untuk infus cepat atau multipel dari cairan
melalui jalur vena sentral. atau produk darah untuk meningkatkan volume
Berikan darah lengkap atau sirkulasi dan mencegah pembekuan.
produk darah (plasma, 7. Membantu dalam menentukan kehilangan darah.
kriopresipitat, trombosit) Setiap ml darah membawa 0,5 mg Hb.
sesuai indikasi.
7. Pantau pemeriksaan
laboratotium sesuai indikasi :
Hb dan Ht.
DX INTERVENSI RASIONAL
2 1. Perhatikan Hb/Ht sebelum dan 1. Nilai bandingan membantu menentukan
sesudah kehilangan darah. Kaji beratnya kehilangan darah. Status yang ada
status nutrisi, tinggi dan berat sebelumnya dari kesehatan yang buruk
badan. meningkatkan luasnya cedera dari kekurangan
2. Pantau tanda vital; catat oksigen.
derajat dan durasi episode 2. Luasnya keterlibatan hipofisis dapat
hipovolemik. dihubungkan dengan derajat dan durasi
3. Perhatikan tingkat kesadaran hipotensi. Peningkatan frekuensi pernapasan
dan adanya perubahan prilaku dapat menunjukan upaya untuk mengatasi
4. Kaji warna dasar kuku, mukosa asidosis metabolik.
mulut, gusi dan lidah, 3. Perubahan sensorium adalah indikator dini
perhatikan suhu kulit. dari hipoksia, sianosis, tanda lanjut dan
5. Beri terapi oksigen sesuai mungkin tidak tampak sampai kadar PO2 turun
kebutuhan dibawah 50 mmHg.
6. Pasang jalan napas; penghisap 4. Pada kompensasi vasokontriksi dan pirau organ
sesuai indikasi vital, sirkulasii pada pembuluh darah perifer
diperlukan yang mengakibatkan sianosis dan
suhu kulit dingin.
5. Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk
transpor sirkulasi kejaringan.
6. Memudahkan pemberian oksigen.
DX INTERVENSI RASIONAL

3 1. Evaluasi respon psikologis serta 1. Membantu dalam menentukan rencana


persepsi klien terhadap kejadian perawatan. Persepsi klien tentang kejadian
hemoragi pasca partum. mungkin menyimpang, memperberat
Klarifikasi kesalahan konsep ancietasnya.
2. Evaluasi respon fisiologis pada 2. Meskipun perubahan pada tanda vital
hemoragik pasca partum; mungkin karena respon fisiologis, ini dapat
misalnya tachikardi, tachipnea, diperberat atau dikomplikasi oleh faktor-
gelisah atau iritabilitas. faktor psikologis.
3. Sampaikan sikap tenang, empati 3. Dapat membantu klien mempertahankan
dan mendukung. kontrol emosional dalam berespon terhadap
4. Bantu klien dalam perubahan status fisiologis. Membantu
mengidentifikasi perasaan dalam menurunkan tranmisi ansietas antar
ancietas, berikan kesempatan pribadi.
pada klien untuk 4. Pengungkapan memberikan kesempatan
mengungkapkan perasaan untuk memperjelas informasi, memperbaiki
kesalahan konsep, dan meningkatkan
perspektif, memudahkan proses pemecahan
masalah.
DX INTERVENSI RASIONAL
4 1. Tentukan karakteristik, tipe, 1. Membantu dalam diagnosa banding dan
lokasi, dan durasi nyeri. Kaji klien pemilihan metode tindakan. Ketidaknyamanan
terhadap nyeri perineal yang berkenaan dengan hematoma, karena tekanan
menetap, perasaan penuh pada dari hemaoragik tersembunyi kevagina atau
vagina, kontraksi uterus atau jaringan perineal. Nyeri tekan abdominal
nyeri tekan abdomen. mungkin sebagai akibat dari atonia uterus atau
2. Kaji kemungkinan penyebab tertahannya bagian-bagian placenta. Nyeri
psikologis dari ketidaknyamanan. berat, baik pada uterus dan abdomen, dapat
3. Berikan tindakan kenyamanan terjadi dengan inversio uterus.
seperti pemberian kompres es 2. Situasi darurat dapat mencetuskan rasa takut
pada perineum atau lampu dan ansietas, yang memperberat persepsi
pemanas pada penyembungan ketidaknyamanan.
episiotomi. 3. Kompres dingan meminimalkan edema, dan
4. Berikan analgesik, narkotik, atau menurunkan hematoma serta sensasi nyeri,
sedativa sesuai indikasi panas meningkatkan vasodilatasi yang
memudahkan resorbsi hematoma.
4. Menurunkan nyeri dan ancietas, meningkatkan
relaksasi
Implementasi
• Lakukan masase pada fundus uteri segera setelah placenta lahir.
• Mengeluarkan semua darah beku atau selaput yang menyumbat jalan lahir
(uterus).
• Lakukan kompresi bimanual interna 1 – 2 menit, jika tak berkontraksi
lanjutnya sampai dengan 5 menit.
• Jika uterus sudah berkontraksi tarik tangan keluar. Observasi tiap 5 menit.
• Jika uterus tak berkontraksi setelah 5 menit suruh anggota keluarga untuk
melakukan kompresi bimanual eksternal.
• Berikan Matergin 0,2 mg IM jika tidak hipertensi. Infus RL + 20 iu Oksitoksin.
• Jika atonia uteri tidak teratasi setelah enam langkah pertama lanjutkan
kompresi bimanual interna.
• Rujuk segera ke RS.
• Teruskan cairan i.v. hingga ibu mencapai tempat.
Evaluasi
• Tidak terjadi perdarahan
• Terjadi kontraksi uterus
• Tanda-tanda vital normal
• Tidak kekurangan volume cairan
ASUHAN KEPERAWATAN
KEHAMILAN EKTOPIK

DI SUSUN OLEH
STELLA SOUHUWAT
14021
Definisi

Kehamilan ektopik adalah implantasi dan


pertumbuhan hasil konsepsi diluar endometrium
kavum uteri.
Kehamilan ektopik adalah setiap implantasi yang
telah dibuahi di luar Kavum uteri.Implantasi dapat
terjadi di tuba falopi, ovarium, serviks, dan
abdomen. Namun,kejadian kehamilan ektopik
yang terbanyak adalah di tuba falopi(Murria,2002).
Etiologi

Kehamilan etropik terjadi bila telur yang


dibuahi  berimplatasi dan tumbuh diluar endometrium
kavum uteri.
Gangguan ini adalah terlambatnya transport ovum karena
obstruksi mekanis pada jalan yang melewati tuba uteri.
Kehamilan tuba terutama di ampula, jarang terjadi
kehamilan di ovarium.
Tanda dan Gejala

Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering


unilateral (abortus tuba) hebat dan akut (Rupture tube),
ada nyeri tekan abdomen yang jelas dan menyebar. Kavum
douglas menonjol dan sensitive terhadap tekanan. Jika ada
perdarahan intra abdominal, gejalanya sebagai berikut :
 Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah , lebih
jarang pada abdomen bagian atas.
 Abdomen tegang.
 Mual
 Nyeri bahu
 Membran mukosa anemis.
Jika terjadi syok, akan ditemukan nadi lemah
dan cepat, tekanan darah di bawah 100 mmHg.
Wajah tampak kurus dan bentuknya menonjol.
Terutama hidung. Keringat dingin,ekstermitas
pucat, kuku kebiruan,dan mungkin terjadi
gangguan kesadaran.
Diagnosis

Di tegakan melalui adanya amenore 3-10 minggu.


Jarang lebih lama,perdarahan per
vagina tidak teratur (tidak selalu).
Pemeriksaan Penunjang

 Tes laboratorium: Ht dan Hb menurun


a.Urine
1. Protein: Hasil negative menunjukkan keadaan yang normal
2. Glukosa: adanya glukosa dalam urine ibu hamil harus dianggap sebagai gejala
DM,kecuali  dapat membuktikan bahwa hal-hal lain menyebabkannya 
3.Pemeriksaan sedimen : untuk melihat adanya gangguan pada ginjal

b.      Darah:
1.       HB: 5 gr %
2.      Eritrosit: 3,5 juta/mm3
3.    Leukosit: 8000-10.000 mm3

c. HCG :
Terdapat kuman chorionic gonadotropin dalam urine dihasilkan oleh tropulus ketika ovum yang
dibuahi terbenam dalam endemetrium.

d  Pemeriksaan USG:
Beberapa variabel janin dan plasenta lebih jelas dan lebih detail dan tidak ada kontraindikasi
pemeriksaan USG dalam kehamilan
 Penanganan

 Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.


 Pada laparatomi perdarahan selekas mungkin di hentikan dengan menjepit
bagian dari yang menjadi sumber perdarahan.
 Keadaan umum penderita terus di perbaiki dan dalam rongga perut sebanyak
mungkin di keluarkan. 
 Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus di pertimbangkan yaitu :
 Kondisi penderita pada saat itu
 Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya.
 Lokasi kehamilan ektopik.
 Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan
bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan
terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian HCG yang berlangsung terus
menerus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat.
Terapi

Terapi untuk gangguan ini adalah dengan infuse


ekspander plasma (Haemaccel, Macrodex) 1000 ml
atau merujuk ke rumah sakit secepatya.
Pengkajian

Anamnesa :
1.   Menstruasi terakhir.
Riwayat menstruasi yang lengkap diperlukan untuk menetukan
taksiran persalinan (TP).TP ditentukan berdasarkan hari pertama haid
terakhir (HPHT).Untuk menentukan TP berdasrkan HPHT dapat
digunakan rumus Naegle, yaitu hari ditambah tujuh, bulan dikurang
tiga, tahun disesuaikan.
2.   Adanya bercak darah yang berasal dari vagina.
3.   Nyeri abdomen: kejang, tumpul.
4.   Jenis kontrasepsi.
Beberapa bentuk kontrasepsi dapat berakibatkan buruk pada janin,
ibu, atau keduanya.Riwayat kontrasepsi yang lengkap harus didaptkan
pada saat kunjungan pertama.Penggunaan kontrasepsi oral sebelum
kelahiran dan berlanjut saat kehamilan yang tidak dikatahui dapat
berakibat buruk pada pembentukan organ seksual janin.
5.   Riwayat gangguan tuba sebelumnya.
Kondisi kronis (menahun/terus-menerus) seperti diabetes
melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal bisa berefek buruk
pada kehamilan.Oleh karena itu, adanya riwayat infeksi,
prosedur operasi dan trauma pada persalinan sebelumnya
harus didokumentasikan.
6.   Tanda-tanda vital.
Pemeriksaan fisik lengkap pada ibu hamil diperlukan untuk
mendeteksi masalah fisik yang dapat dipengaruhi
kehamilan.
a. Tekanan Darah
b. Nadi
c. Frekuensi nafas
d. Suhu
Diagnosa Keperawatan   

1.Devisit volume yang berhubungan dengan rupture pada


lokasi implantasi sebagai efek tindakan pembedahan.
2.Nyeri yang berhubungan dengan rupture tuba falopi,
perdarahan intraperitoneal.
3.Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan
kurang pemahaman tidak mengenal sumber-sumber
informasi.
4.Ansietas yang berhubungan dengan kritisituasi,
ancaman yang dirasakan dari kesejahteraan maternal
yang ditandai dengan pasien mengatakan sulit tidur.
 
Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1: Devisit volume cairan yang


berhubungan dengan rupture lokasi implantasi
sebagian efek dari tindakan pembedahan.
Kriteria hasil:
Ibu menunjukan kestabilan /perbaikan
keseimbangan cairan yang di buktikan oleh tanda-
tanda vital yang stabil, pengisian kapiler cepat,
sensorium tepat, serta frekuensi dan berat jenis
urine adekuat. 
Intervensi :

1.Monitor tanda tanda vital


Rasional : monitor tanda tanda vital akan mengetahui keadaan dan
perkembangan.
2.Kaji pendarahan (jumlah,warna,gumpalan)
Rasional : Mengkaji pendarahan ,jumlah,warna,gumpalan akan
mengetahui gejala-gejala syok
3.Cek Hemoglobin
Rasional : Cek hemoglobin akan mengetahui keadaan hb klien
4.Berikan tranfusi darah
Rasional : memberikan transfuse darah akan menggantikan banyaknya
darah yang keluar.
5.Kolaborasi dengan Dokter mengenai pemeriksaan golongan darah
Rasional : pemeriksaan memudahkan melakukan transfusi
 
Diagnosa 2 : Nyeri yang berhubungan dengan
rupture tuba falopi, perdarahan intraperitoneal

Kriteria Hasil :
a. Nyeri  yang di rasakan berkurang
b. Skala nyeri : 3
c. Klien tampak rileks
Intervensi :
1.Kaji tingkat dan skala nyeri
Rasional : Untuk mengetahui keadaan klien dalam menghadapi nyeri
2.Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi (tarik nafas
dalam )
Rasional : Dengan melakukan teknik relaksasi rasa nyeri yang di
rasakan menjadi berkurang.
3.Ajarkan klien untuk melakukan teknik distraksi
Rasional : Dengan teknik distraksi itu untuk melancarkan peredaran
darah merenggangkan otot-otot yang kaku.
4.Kolaborasi dengan Dokter untuk pemberian obat anti analgetik
sesuai indikasi
Rasional : Obat analgetik memberikan rasa nyeri menjadi berkurang.
•  
Diagnosa 3 :  Kurangnya pengetahuan yang
berhubungan dengan kurang pemahaman atau
tidakmengenal sumber-sumber informasi

Kriteria hasil : ibu berpartisipasi dalam proses


belajar, mengungkapkan dalam istilah sederhana,
mengenai patofisiologi dan implikasi klinis. 
Intervensi :

1.Jelaskan tindakan yang rasional yang ditentukan untuk kondisi hemoragia.


Rasional : memberikan informasi, menjelaskan kesalahan konsep pikiran ibu
mengenai prosedur yang akan dilakukan dan menurunkan stress yang
berhubungan dengan prosedur yang di berikan.
2.Berikan kesempatan bagi ibu untuk mengajukan pertanyaan dan
mengungkapkan kesalahan konsep.
Rasional : memberikan klasifikasi dari konsep yang salah, identifikasi masalah
masalah dan kesempatan untuk memulai mengembangkan ketrampilan
penyesuaian (koping).
3.Diskusikan kemungkinan implikasi jangka pendek pada ibu atau janin dari
keadaan pendarahan.
Rasional : memberikan informasi tentang kemungkinan komplikasi dan
meningkatkan harapan realita dan kerja sama dengan aturan tindakan.
4.Tinjau ulang implikasi jangka panjang terhadap situasi yang memerlukan
evaluasi dan tindakan tambahan.
Rasional : ibu dengan kehamilan ektopik dapat memahami kesulitan
mempertahankan setelah pengangkatan tuba atau ovarium yang sakit.
Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tindakan yang sesuai


dengan yang telah direncanakan, mencangkup
tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan
berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat,
dan bukan atas petunjuk data petugas kesehatan
lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan
yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama
seperti dokter atau petugas kesehatan lain.
Evaluasi Keperawatan

Merupakan hasil perkembangan ibu dengan


berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak
dicapai.
KESIMPULAN

Kehamilan ektopik terganggu adalah suatu


kehamilan ektopik yang mengalami abortus
ruptur pada dinding tuba.
Faktor yang berhubungan dengan penyebab
kehamilan terganggu yaitu :
a.Faktor mekanis
b.Faktor fungsional
c.Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba
terhadap ovum yang di buahi.
ABORTUS INSIPIENS

Disusun Oleh:
Bella Valencia
14004
Definisi
Abortus Adalah berakhirnya suatu
kehamilan sebelum kehamilan berusia 20
minggu atau kehamilan belum mampu untuk
hidup diluar kandungan. Sarwono,2002.
Lanjutan...
Abortus Insipiens adalah peristiwa
terjadinya perdarahan dari rahim pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dengan
adanya pembukaan leher rahim, namun janin
masih berada di dalam rahim. Pada tahapan
ini terjadi perdarahan dari rahim dengan
kontraksi yang semakin lama semakin kuat
dan semakin sering, diikuti dengan
pembukaan leher rahim.
Tanda dan Gejala
1. Gejala utama
 Pendarahan pervagina, keluar gumpalan darah
 Rasa mules atau keram perut, nyeri karena kontraksirahim
kuat
 Pembukaan osteum uteri, Servile terbuka den terabaketuban

2. Gambaran klinik 
 Terdapat keterlambatan datang bulan
 Terjadi perdarahan
 Disertai sakit perut
 Dapat diikuti oleh pengeluaran hasil konsepsi
 Pemeriksaan hasil tes hamil dapat masih positif atau sudah
negative
Etiologi
Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui
secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor sebagai
berikut :
1. Faktor Pertumbuhan Hasil Konsepsi
Kelainan pertumbuhan ha sil konsepsi dapat
menimbulkan kematian janin dan cacat bawaan yang
menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan. Gangguan
pertumbuhan hasil konsepsi dapat terjadi karena :
a. Faktor kromosom→ Gangguan terjadi sejak semula
pertemuan kromosom termasuk kromosom sex
Lanjutan...
b. Faktor Lingkungan Endometrium→
 Endometrium yang belum siap untuk menerima
implantasi hasil konsepsi
 Gizi ibu kurang karena anemia atau terlalu pendek
jarak kehamilan.
c. Pengaruh Luar→
o Infeksi endometrium, endometrium tidak siap
menerima hasil konsepsi
o Hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan radiasi
menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi
terganggu.
2. Kelainan pada Plasenta
a. Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab,
sehingga plasenta tidak dapat berfungsi
b. Gangguan pembuluh darah plasenta,
diantaranya pada diabetes melitus      
c. Hipertensi menyebabkan gangguan
peredaran darah plasenta sehingga
menimbulkan keguguran.
3. Penyakit Ibu
a. Penyakit infeksi seperti pneumonia, tyfus
abdominalis, malaria, sifilis
b. Anemia ibu, melalui gangguan nutrisi dan
peredaran O2menunjukkan sirkulasi
retroplasenta.
c. Penyakit menahun ibu seperti hipertensi,
penyakit ginjal, penyakit hati, penyakit DM
4. Kelainan yang Terdapat dalam Rahim
Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya
janin dijumpai keadaan abnormal dalam
mioma uteri, uterus arkuatus, uterus septus,
retrofleksia uteri, seviks inkompeten, bekas
operasi pada serviks ( konasisasi, amputasi
serviks ), robekan serviks post partum.
Faktor penyebab
1. Kelainan ovum
 Abortus spontan yang dikarenakan kelainan ovum
berkurang kemunngkinannya jika kehamilan lebih dari 1
bulan, artinya makin muda kehamilan saat terjadinya
abortus, makin besar kemungkinan disebabkan oleh
kelainan ovum.
2. Kelainan genetalia ibu
Misalnya pada ibu yang menderita :
• Anomaly kongital (hipoplasia uteri)
• Kelainan letak dari uterus, seperti retrofleksi uteri
fiksata
Lanjutan...
3. Gangguan sirkulasi plasenta
Di jumpai pada ibu yang menderita penyakit seperti
hipertensi, nefritis
4. Penyakit-penyakit ibu, misalnya: penyakit infeksi yang
dapat menyebabkan demam tinggi seperti tipoid,
pneumonia
5. Antagonis rhesus
Yaitu pada antogonis rhesus darah ibu yang melalui
plasenta merusak darah fetus sehingga terjadi anemia
pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus
6. Rangsangan pada ibu yang menyebabkan
uterus berkontraksi, misal: terkejut, ketakutan,
obat-obatan dan lain-lain.
7. Penyakit bapak : umur lanjut, penyakit kronis
seperti TBC, anemi dan lain-lain.
Faktor risiko / predisposisi yang (diduga) berhubungan dengan terjadinya abortus

1. Usia ibu yang lanjut


2. Riwayat obstetri / ginekologi yang kurang baik
3. Riwayat infertilitas
4. Penyakit yang menyertai kehamilan ( diabetes,
  penyakitgh Imunologi s istemik dsb).
5. Berbagai macam infeksi (variola, CMV, toxoplasma, dsb)
6. Paparan dengan berbagai macam zat kimia (rokok,
obat2an, alkohol, radiasi, dsb)
7. Trauma abdomen / pelvis pada trimester pertama
8. Kelainan kromosom (trisomi / monosomi)
Asuhan yang dilakukan
Planning :
1. Berikan Informent consent
2. Tes urine hasil positif (+)
3. Kolaborasi dengan dokter untuk Pemeriksaan USG
4. Perhatikan keadaan umum pasien dan perubahan keadaan
hemodinamik yang terjadi  dan lakukan  segera tindakan
evakuasi / pengeluaran hasil konsepsi disusul kuretase jika
perdarahan banyak.
5. Berikan uterotonika.
6. Pasca tindakan perlu perbaikan keadaan umum, pemberian
uterotonika dan antibiotik profilaksis.
Penanganan abortus insipiens :
• Bila perdarahan tidak banyak, tunggu
terjadinya abortus spontan tanpa pertolongan
selama 36 jam dengan diberikan morfin
• Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang
biasanya disertai perdarahan, tangani dengan
pengosongan uterus memakai kuret vakum
atau cunam abortus, disusul dengan kerokan
memakai kuret tajam. Suntikkan ergometrin
0,5 mg intramuskular.
• Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10
IU dalam deksrtose 5% 500 ml dimulai 8 tetes per menit dan
naikkan sesuai kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplit.
• Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus
dengan aspirasi
 vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan :
1. Berikan ergometrin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang
setelah 15 menit bila
perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang
sesudah 4 jam bila
perlu).
2. Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi
dari uterus.
• Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :
a. Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu
evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi.
b. Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam
500 ml cairan intravena
(garam fisiologik atau larutan ringer laktat)
dengan kecepatan 40 tetes per
menit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.
• Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu
setelah penanganan.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan
kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang
perlu dikaji adalah :
• Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang
meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan
ke- , lamanya perkawinan dan alamat
• Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar
dan adanya perdarahan pervaginam berulang
pervaginam berulang
• Riwayat kesehatan , yang terdiri atas :
a. Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai
saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat
pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar
siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari
usia kehamilan.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
• Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan
yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan ,
kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
• Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya
penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM
, jantung , hipertensi , masalah ginekologi/urinary ,
penyakit endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya.
• Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji
melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat
diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan
penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
• Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang
mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya,
sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe
serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta
keluahan yang menyertainya
• Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji
bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam
kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan
anaknya.
• Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien,
jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang
menyertainya.
• Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-
obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat
lainnya.
• Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan
dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur,
hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit
2. Diagnose Keperawatan
• Devisit Volume Cairan s.d perdarahan
• Gangguan Aktivitas s.d kelemahan, penurunan
sirkulasi
• Gangguan rasa nyaman: Nyeri s.d kerusakan
jaringan intrauteri
• Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva
lembab
• Cemas s.d kurang pengetahuan 
3. Rencana Tindakan
I. Devisit Volume Cairan s.d Perdarahan
Tujuan : Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake
dan output baik jumlah maupun kualitas.
Intervensi :
• Kaji kondisi status hemodinamika
Rasional : Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus
memiliki karekteristik bervariasi
• Ukur pengeluaran harian
Rasional : Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian
ditambah dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal
• Berikan sejumlah cairan pengganti harian
Rasional : Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan
massif
• Evaluasi status hemodinamika
Rasional : Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui
pemeriksaan fisik
II. Gangguan Aktivitas s.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan : Klien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya
komplikasi
Intervensi :
• Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
Rasional : Mungkin klien tidak mengalami perubahan
berarti, tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai untuk
menccegah kondisi klien lebih buruk
• Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi
uterus/kandungan
Rasional : Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi
dan pulsasi organ reproduksi
• Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
sehari-hari
Rasional : Mengistiratkan klilen secara optimal
• Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai
dengan kemampuan/kondisi klien
Rasional : Mengoptimalkan kondisi klien, pada
abortus imminens, istirahat mutlak sangat diperlukan
• Evaluasi perkembangan kemampuan klien
melakukan aktivitas
Rasional : Menilai kondisi umum klien
III. Gangguan rasa nyaman : Nyeri s.d Kerusakan jaringan intrauteri
Tujuan : Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
Intervensi :
• Kaji kondisi nyeri yang dialami klien
Rasional : Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan
skala maupun dsekripsi.
• Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya
Rasional : Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance
mengatasi nyeri
• Kolaborasi pemberian analgetika
Rasional : Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan
dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam
spectrum luas/spesifik
IV. Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva lembab
Tujuan : Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan
Intervensi :
• Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau
Rasional : Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat
dischart keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak
enak mungkin merupakan tanda infeksi
• Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa
perdarahan
Rasional : Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital
yang lebih luar
• Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart
Rasional : Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart
• Lakukan perawatan vulva
Rasional : Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat
dapat menyebabkan infeksi.
• Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi
Rasional : Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda
nonspesifik infeksi; demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin
merupakan gejala infeksi
• Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan
senggama se;ama masa perdarahan
Rasional : Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk
kebaikan ibu; senggama dalam kondisi perdarahan dapat
memperburuk kondisi system reproduksi ibu dan sekaligus
meningkatkan resiko infeksi pada pasangan.
V. Cemas s.d kurang pengetahuan
Tujuan : Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga
terhadap penyakit meningkat

Intervensi :
• Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga terhadap penyakit
Rasional : Ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa cemas 
• Kaji derajat kecemasan yang dialami klien
Rasional : Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan
penialaian objektif klien tentang penyakit
• Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan
Rasional : Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan
merupakan support yang mungkin berguna bagi klien dan meningkatkan
kesadaran diri klien
• Asistensi klien menentukan tujuan perawatan
bersama
Rasional : Peningkatan nilai objektif terhadap
masalah berkontibusi menurunkan kecemasan
• Terangkan hal-hal seputar aborsi yang perlu
diketahui oleh klien dan keluarga
Rasional : Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi
klien untuk meningkatkan pengetahuan dan
membangun support system keluarga; untuk
mengurangi kecemasan klien dan keluarga.
4. Evaluasi
• Kebutuhan cairan tercukupi
• Dapat melakukan aktivitas
• Nyeri dapat terkontrol
• Infeksi tidak terjadi
• Tidak terjadi cemas
Kesimpulan
Abortus insipiens adalah peristiwa terjadinya perdarahan
dari rahim pada kehamilan sebelum 20 minggu, dengan
adanya pembukaan leher rahim, namun janin masih berada
di dalam rahim. Pada tahapan ini terjadi perdarahan dari
rahim dengan kontraksi yang semakin lama semakin kuat
dan semakin sering, diikuti dengan pembukaan leher rahim.
Tanda dan gejalanya yaitu  pendarahan pervagina, keluar
gumpalan darah,rasa mules atau keram perut, nyeri karena
kontraksirahim kuat,pembukaan osteum uteri, Servik
terbuka dan teraba ketuban.
HYPERMESIS GRAVIDARUM

DI SUSUN OLEH :
Agustina Yunita
Pengertian

• Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang


berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu
pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi
memburuk, karena terjadi dehidrasi (Esti, 2009).
 
• Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi sampai
usia kehamilan 20 minggu, begitu hebat dimana segala apa
yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga
mempengaruhi keadaan umum dan pekerjaan sehari-hari,
berat badan menurun, dehidrasi, terdapat aseton dalam
urine, bukan karena penyakit (Maidun, 2009).
ETIOLOGI

• Penyabab Hiperemesis gravidarum  belum


diketahu secara pasti
• Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan
oleh faktor tosik juga tidak ditemukan kelainan
biokimia, perubahan2 anatomik yang
terjadinpada otak, jantung, hati dan susunan
saraf disebabkan oleh kekurangan vitamin
serta zat2 lain akibat kelemahan tubuh karena
tidak makan dan minum.
Faktor predisposisi antara lain :

• sering terjadi pada primigravida, mola hidatidosa,


diabetes, kehamilan ganda akibat peningkatan
kadar HCG dan wanita yang sebelum hamil sudah
menderita gangguan lambung spesifik (Sarwono,
2005).

•  Faktor psikologik keretakan rumah tangga,


kehilangan pekerjaan, rasa takut terhadap
kehamilan dan pesalinan Faktor endokrin lainnya
hipertiroid, diabetes (Esti, 2009).
• Hormon yang terbentuk dalam tubuh ibu saat
minggu-minggu awal kehamilan membuat ibu
merasa menderita saat hormon-hormon
tersebut mempengaruhi perut, selera makan
dan pusat khusus diotak yang dapat memicu
respon muntah (Esti, 2009).

• Faktor endokrin lainnya hipertiroid, diabetes


(Esti, 2009).
PATOHFISIOLOGI

• Ada yang menyatakan bahwa perasaan mual adalah akibat


dari meningkatnya kadae estrogen, terjadi pada trismester
pertama.

• meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung


bebulan-bulan (Wiknjosastro 2005).

• Hiperemesis gravidarum dapat mengakibatkan cadangan


karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi.
• Karena oksidasi lemak yang tak sempurna,
terjadilah ketosis. Kekurangan cairan yang
diminum dan kehilangan cairan karena
muntah menyebabkan dehidrasi, sehmgga
cairan ekstraselurer dan plasma berkurang

• Kekurangan Kalium sebagai akibat dari muntah


dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal,
bertambahnya frekuensi muntah-muntah yang
lebih banyak, dapat merusak hati.
(Cunningham 2006).
GEJALA DAN TINGKAT PADA HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Tingkat I : Ringan
•  Mual muntah
• Nafsu makan berkurang
• Berat badan turun
• Rasa nyeri di epigastrium
• Turgor kulit kurang
•  Lidah kering
Tingkat II : Sedang
•  Mual dan muntah
• Lemah
• Apatis
• Turgor kulit mulai jelek
• Nadi kecil dan cepat
• Suhu badan naik (dehidrasi)
• Ikterus ringan
• Mata cekung
• Tensi turun
• Hemokonsentrasi
• Oliguri dan konstipasi
Tingakat III : Berat
• Keadaan umum jelek
• Kesadaran sangat menurun
•  Samnolen sampai koma
• Nadi kecil, halus dan cepat
• Dehidrasi hebat
• Suhu badan naik
• Tensi turun sekali
• Ikterus (Esti, 2009).
DIAGNOSIS

• Umumnya tidak sukar untuk menegakkan


diagnosa hiperemesis gravidarum. Harus
ditentukan adanya kehamilan muda dengan
mual dan muntah yang terus-menerus,
sehingga berpengaruh terhadap keadaan
umum dan menyebabkan kekurangan
makanan yang dapat mempengaruhi
perkembangan janin sehingga pengobatan
perlu segera diberikan. (Rukiyah, 2010).
PENCEGAHAN
• Prinsip pencegahan adalah mengobati mual dan
muntah agar tidak terjadi hiperemesis
gravidarum dengan cara
1. Terapi nutrisi makan sedikit tapi sering
2. Hindari makanan yang dapat membuat anda merasa
sakit
3. Hindari minum teh atau kopi berlebihan.
4. Hindari memakai pakaian ketat.
5. Konsultasi ke dokter kandungan jika muntah berlanjut.
6. Suplemen B6 dan zinc juga khrom dapat sangat efektif,
7. Pengobatan herbal, coba the
kamomil atau spearmint, atau teh jahe parut yang
direbus dalam air mendidih, atau kapsul jahe yang
tersedia di gerai-gerai makanan sehat

8. Pengobatan bach flower gunakan rescue
remedy jika anda merasa cemas, khususnya jika
kecemasan tersebut membuat mual dan muntah
semakin parah.

9. Aromaterapi minyak esensial seperti minyak sitrus


aman dan lembut digunakan pada saat ini.
PENATALAKSANAAN

• Pengobatan yang baik pada mual dan muntah


sehingga dapat mencegahhiperemesis
gravidarum
1. Melakukan isolasi
2. Therapy psikologik
3. Pemberian cairan parenteral
4. Obat-obat yang diberikan (Maidun, 2009).
5. Penghentian kehamilan (Windy, 2009).
6. Diet
6. Diet
• Diet hiperemesis I diberikan makanan hanya berupa roti
kering dan buah-buhan.

• Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah


berkurang. Secara berangsur mulai diberikan makanan
yang bergizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersama
makanan.

• Diet hieremesis III diberikan kepada penderita


dengan hiperemesis ringan. Minuman boleh diberikan
bersama makanan. Makanan ini cukup dalam semua zat
gizi kecuali kalsium (Rukiyah, 2010).
Faktor-faktor Ibu Yang Mengalami Hiperemesis Gravidarum
1. Jumlah Paritas
Hiperemesi ssering terjadi pada multigravida dari pada primigravida. Hal
ini disebabkan karena kerja hormon, meningkatnya kadar estrogen dan
HCG dalam serum yang dapat menyebabkan perasaan mual hingga
muntah (Sarwono, 2005).

2. Usia Kehamilan
Usia kehamilan adalah jumlah minggu lengkap dari hari pertama
menstruasi sampai terakhir bayi lahir, biasanya tanggal persalinan
diperoleh dengan menambahkan 7 hari ke hari pertama menstruasi
terakhir dan menghitung mundur 3 bulan

3. Pekerjaan merupakan kegiatan formal yang dilakukan dalam kehidupan


sehri-hari. Pekerjaan ibu hamil juga berpengaruh
terhadap hiperemesis gravidarum.
KOPMPLIKASI

• Komplikasi yang terjadi akibat hiperemesis


gravidarum :
1. Komplikasi ringan
2. Komplikasi yang mengancam kehidupan
Asuhan Keperawatan Pada Hiperemesis Gravidarum

A. Pengkajian
1.Data Subjektif (pengertian yang dirasakan dan dilaporkan
pasien):
• Mual, muntah yang sering dan menganggu aktivitas yang
terjadi pada trimester 1
• Mulut terasa asam, bibir kering, rasa haus dan kulit kering.
• Hipersalivasi, muntah yang kadang bercampur darah.
• Tidak nafsu makan, badan terasa lemas.
• Berat badan menurun
• Urine berkurang dan warna menjadi lebih gelap
• Konstipasi
• Sakit kepala
2. Data Obyektif (hasil observasi atau yang dapat diperiksa):
• Muntah terus-menerus dengan frekuensi dan volume
yang dapat diobservasi dan dicatat baik pagi, siang
maupun malam hari.
• Pasien sering membuang air liur (hipersalivasi), volume
juga dapat dikumpulkan dalam wadah tertutup dan diukur
• Volume urin berkurang (oliguria) dan konsentrasi tinggi
• Berat badan menurun, tekanan darah menurun dan
takikardia >100 x/menit
• Suhu badan meningkat
• Apatis, kacau dan bingung
• Turgor kulit berkurang
3. Data Riwayat Kesehatan
Pada riwayat kesehatan sekarang terdapat
keluhan yang dirasakan oleh ibu sesuai dengan
gejala-gejala pada hiperemesis gravidarum,
yaitu : mual dan muntah yang terus menerus,
merasa lemah dan kelelahan, merasa haus
dan terasa asam di mulut, serta konstipasi dan
demam. Selanjutnya dapat juga ditemukan
berat badan yang menurun. Turgor kulit yang
buruk dan gangguan elektrolit. Terjadinya
oliguria, takikardia, mata cekung, dan ikterus.
Riwayat kesehatan dahulu
• kemungkinan ibu pernah mengalami
hiperemesis gravidarum sebelumnya.
• kemungkinan ibu pernah mengalami penyakit
yang berhubungan dengan saluran
pencernaan yang menyebabkan mual muntah.

Riwayat kesehatan keluarga


• Kemungkinan adanya riwayat kehamilan
ganda pada keluarga.
Data Fisik biologis
• mamae yang membengkak, hiperpigmentasi
pada areola mamae, terdapat kloasma
garvidarum, mukosa membran dan bibir
kering, turgor kulit buruk, mata cekung dan
sedikit ikterik, ibu tampak pucat dan lemah,
takikardi, hipotensi, serta pusing dan
kehilangan kesadaran.
Riwayat Menstruasi
• Kemungkinan menarkhe usia 12-14 tahun.
• Siklus 28-30 hari.
• Lamanya 5-7 hari.
• Banyaknya 2-3 kali ganti duk/hari.
• Kemungkinan ada keluhan waktu haid seperti
nyeri, sakit kepala, dan muntah.
Riwayat perkawinan
• Kemungkinan terjadi pada perkawian usia muda.

Riwayat kehamilan dan persalinan.


• Hamil muda : ibu pusing, mual dan muntah, serta
tidak ada nafsu makan.
• Hamil tua : pemeriksaan umum terhadap ibu
mengenai kenaikan berat badan, tekanan darah,
dan tingkat kesadaran.
 
Data psikologi
• Riwayat psikologi sangat penting dikaji agar
dapat diketahui keadaan jiwa ibu sehubungan
dengan perilaku terhadap kehamilan. Keadaan
jiwa ibu yang labil, mudah marah, cemas,
takut akan kegagalan persalinan, mudah
menangis, sedih, serta kekecewaan dapat
memperberat mual muntah.
Data sosial ekonomi
• Hiperemesis gravidarum bisa terjadi pada
semua golongan ekonomi, namun pada
umumnya terjadi pada tingkat ekonomi
menengah kebawah

Data penunjang
• Data penunjang didapat dari hasil
laboratorium, pemeriksaan darah dan urine.
 
Diagnosis keperawatan

Dari pengkajian yang telah diuraikan, maka ada beberapa


kemugkinan diagnosis keperawatan yang dapat ditegakan.
1. Kekurangan cairan dan elektrolit yang berhubungan dengan
muntah yang berlebihan dan pemasukan yang tidak adekuat.
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan mual dan muntah terus menerus.
3. Nyeri pada epigastrum yang berhubungan dengan muntah
yang berulang.
4.Tidak efektifnya pola pertahanan diri yang berhubungan
dengan efek psikologis terhadap kehamilan dan perubahan
peran sebagai ibu
 
Diagnosis keperawatan

1. Kekurangan cairan dan elektrolit yang berhubungan dengan


muntah berlebihan dan pemasukan yang tidak adekuat.
• istirahatkan ibu ditempat yang nyaman.
Rasional : Istirahat akan menurunkan kebutuhan energi
kerja yang membuat metabolisme tidak meningkat, sehingga
tidak merangsang terjadinya mual dan muntah.

• Pantau tanda2 vital & dehidrasi.


Rasional : Dengan mengobservasi tanda-tanda kekurangan
cairan dapat diketahui sejauhmana keadaan umum dan
kekurangan cairan pada ibu. TD turun, suhu meningkat, &
nadi meningkat merupakan tanda2dehidrsi & hipokalemia.
• Pantau tetes cairan infus.
Rasional : Jumlah tetesan infus yang tidak tepat dapat
menyebabkan

• terjadinya kelebihan dan kekurangan cairan di dalam


sistem sirkulasi. Catat intake dan output.
Rasional:Dengan mengetahui intake dan output
cairan diketahui keseimbangan cairan di dalam tubuh.

• Setelah 24 jam anjurkan untuk minum tiap jam.


Rasional : Minum yang sering dapat menambah
pemasukan cairan melalui oral.
b. Perubahan nutrisi kurang kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan muntah
yang terus-menerus.
• Kaji kebutuhan nutrisi ibu.
Rasional : Dengan mengetahui kebutuhan nutrisi ibu dapat dinilai sejauh
mana kekurang nutrisi pada ibu dan menetukan langkah selanjutnya.
 
• Observasi tanda2kekurangan nutrisi.
Rasional : Untuk mengetahui sejauhmana kekurangnn nutrisi akibat muntah
yang berlebihan.
 
• Setelah 24 jam pertama beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Makanan dalam proses kecil dapat memenuhi pemenuhan lambung
dan mengurangi kerja peristaltik usu serta memudahkan proses penyerapan.
 
• Berikan makanan dalam keadaan hangat dan berfariasi.
Rasional : Makanan yang hangat diharapkan dapat mengurangi rasa mual dan
makanan yang berfariasi untuk menambah nafsu makan ibu, sehingga
diharapkan kebutuhan nutrisinya bisa terpenuhi.
• Berikan makanan yang tidak berlemak dan berminyak.
Rasional : Makanan yang tidak berlemak dan berminyak mengurangi rangsangan
saluran pencernaan, sehingga diharapkan mual dan muntah berkurang.
 
• Anjurkan klien untuk memakan makanan yang kering dan tidak merangsang
pencernaan (roti kering dan biskuit).
Rasional : Makanan kering tidak merangsang pencernaan & mengurangi
perasaan mual.
 
• Berikan ibu motivasi agar mau memberikan makanan.
Rasional : Ibu merasa diperhatikan dan berusaha menghabiskan makanannya.
 
• Timbang BB ibu.
Rasional : Dengan menimbang BB bisa diketahui keseimbangan BB sesuai usia
kehamilan dan pengaruh nutrisi.
 
c. Nyeri pada epigastrium yang berhubungan dengan muntah berulang.
• Kaji tingkat nyeri.
Rasional : Dengan mengkaji dapat diketahui tingkat nyeri pada ibu dan menentukan
tindakan selanjutnya.
 
• Atur posisi ibu dengan kepala lebih tinggi selama 30 menit setelah makan.
Rasional : Dengan posisi kepala lebih tinggi dapat mengurangi tekanan pada
gastrointestinal, sehingga dapat mencegah muntah yang berulang.

• Perhatikan kebersihan mulut ibu sesudah & sebelum makan.


Rasional : Kebersihan mulut yang baik & terpelihara bisa menimbulkan rasa nyaman
juga diharapkan dapat mengurangi mual & muntah.
 
• Alihkan perhatian ibu pada hal yang menyenangkan.
Rasional : Dengan mengalihkan perhatian diharapkan ibu bisa melupakan rasa nyeri
akibat muntah ynag berulang. 
• Anjurkan ibu untuk istirahat dan batasi pengunjung.
Rasional : Dengan istirahat yang cukup & membatasi
pengunjung, dapat menambah ketenangan pada ibu
 
• Kolaborasi :
• Kolaborasi dalam pemberian anti metik dan sedatif
dengan dokter.
Rasional : Obat anti emetik mengurangi muntah sedatif
membuat ibu tenang, sehingga dapat mengurangi nyeri
yang dirasakan oleh ibu.
d. Tidak efektifnya pola pertahanan diri yang berhubungan dengan efek
psikologis terhadap kehamilan dan perubahan peran sebagai ibu

• Bantu ibu untuk mengungkapkan perasaannya secara langsung terhadap


kehamilannya.
Rasional : Dengan mengungkapkan perasaannya, dapat diketahui reaksi
ibu terhadap kehamilannya.
 
• Dengarkan keluhan ibu dengan penuh perhatian.
Rasional : Ibu merasa diperhatikan dan tidak sendiri dalam menghadapi
masalahnya.
 
• Diskusikan dengan ibu tentang masalah yang dihadapi & pemecahan
masalah yang bisa dilakukan.
Rasional : Melalui diskusi dapat diketahui koping ibu dalam menghadapi
masalahnya.
• Bantu ibu untuk memecahkan masalahnya, terutama yg
berhubungan dengan kehamilannya.
Rasional : Dengan membantu memecahkan masalah ibu, maka
perawat dapat menemukan pola koping ibu yang efektif.
 
• Dukung ibu dalam menemukan pemecahan masalah yg
konstruktif.
Rasional : Dukungan dapat menambah rasa percaya diri ibu
dlm menemukan pemecahan masalah.

• Libatkan keluarga dalam kehamilan ibu.


Rasional : Keluarga bisa diajak kerjasama dalam memberikan
dukungan pada ibu terhadap kehamilannya.
Implementasi keperawatan
Setelah intervensi keperawatan, selanjutnya
rencana tindakan tersebut ditetapkan dalam
situasi yg nyata untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan Tindakan keperawatan harus
mendetail. Agar semua tenaga kep dap
menjalankan tugasnya dengan baik dalam
jangka waktu yg telah ditetapk kan.
Evaluasi
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan
pedoman kepada hasil dan tujuan yang
hendak dicapai. Evaluasi dari proses
keperawatan adalah menilai hasil yg
diharapkan terhadap perubahan perilaku ibu
untuk mengetahui sejau mana masalah ibu
teratasi. Disitu juga dilakukan umpan balik
atau pengkajian ulang jika ditetapkan belum
tercapai dan proses kep segera
dimodifikasikan
KESIMPULAN
• Hiperemesis Gravidarum adalah suatu keadaan pada ibu hamil
yang ditandai dengan muntah-muntah yang berlebihan (muntah
berat) dan terus menerus pada minggu kelima sampai dengan
minggu kedua belas, jadi mual-muntah yang berlebihan disaat
kehamilan yang mengganggu aktivitas sehari-hari.

• Menurut berat ringannya gejala hyperemesis dibagi 3 tingkatan


yaitu :
• Tingkatan 1  :  Ringan, mual muntah sehingga penderita lemah
• Tingkatan 2  :  Sedang, mual dan muntah yang hebat keadaan
penderita lebih parah
• Tingkatan 3  :  Berat, keadaan wanita makin menurun dari
tingkatan 2
Asuhan Keperawata Maternitas
Dengan Mastitis

Disusun Oleh :
Madaan Karina
14009
A. Konsep Dasar Penyakit

1.      Definisi
Mastitis adalah infeksi peradangan pada mammae,
terutama pada primipara yang biasanya
disebabkan oleh staphylococcus aureus, infeksi
terjadi melalui luka pada putting susu, tetapi
mungkin juga mungkin juga melalui peredaran
darah (Prawirohadjo, 2005 : 701).
Mastitis adalah reaksi sistematik seperti demam,
terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai
komplikasi sumbatan saluran air susu (Masjoer,
2001 : 324).
• Pada mastitis biasanya yang selalu dikeluhkan adalah payudara membesar,
keras, nyeri, kulit merah dan membisul (abses) dan yang pada akhirnya
pecah menjadi borok disertai dengan keluarnya nanah bercampur air susu,
dapat disertai dengan suhu badan naik, menggigil. Jika sudah ditemukan
tanda-tanda seperti ini maka pemberian ASI pada bayi jangan dihentikan,
tetapi sesering mungkin diberikan.
2.1 Gambar pada penykit Matitis
2.Etiologi
• Pada umumnya yang dianggap porte d’entrée dari kuman
penyebab ialah putting susu yang luka atau lecet, dan
kuman per kontinuitatum menjalar ke duktulus-duktulus
dan sinus. Sebagian besar yang ditemukan pada
pembiakan pus ialah stafilokokus aureus.
• Mastitis terjadi akibat invasi jaringan payudara ( misalnya :
glandular, jaringan ikat, areolar, lemak ) oleh organisme
infeksius atau adanya cidera payudara. Organisme yang
umum termasuk S. aureus, streptococci, dan H.
parainfluenzae. Cidera payudara mungkin disebabkan
memar karena manipulasi yang kasar, pembesaran
payudara, statis air susu ibu dalam duktus, atau pecahnya
atau fisura putting susu. Mastitis dapat disebabkan oleh :
a. Bakteri dapat bersal dari beberapa sumber, seperti tangan ibu,
tangan orang yang merawat ibu atau bayi, bayi, duktus laktiferus
darah sirkulasi.
b.  Infeksi jamur pada payudara juga dapat terjadi jika bayi mengalami
sariawan, atau jika ibu mengalami infeksi jamur vagina
persisten. Jika putting susu cidera, atau jika ibu menggunakan antibiotic
yang mempengaruhi flora normal kulit, jamur payudara cenderung terjadi.
Infeksi ini dapat diidentifikasi dengan awitan akut nyeri tajam, menusuk
pada putting susu jika bayi menyusu. Penyebab utama mastitis adalah statis
ASI dan infeksi.
c.  Statis ASI, Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan
efisien dari payudara. Hal ini terjadi jikapayudara terbendung segera setelah
melahirkan, atau setiap saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi
yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan
frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang
sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih.
d.   Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis, yaitu:
1)      Umur
Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada wanita di
bawah usia 21        tahun      atau di atas 35 tahun.
2)      Paritas
Mastitis lebih banyak diderita oleh primipara.
3)      Serangan sebelumnya
Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan
akibat teknik menyusui yang buruk  yang tidak diperbaiki.
4)      Melahirkan
Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis, walupun
penggunaan oksitosin tidak meningkatkan resiko.
5)      Gizi
Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi
terjadinya mastitis. Antioksi dan dari vitamin E, vitamin A dan selenium dapat
mengurangi resiko mastitis.
6)   Faktor kekebalan dalam ASI
Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan
dalam payudara.
7)   Stres dan kelelahan
Wanita yang merasa nyeri dan demam sering merasa lelah dan ingin
istirahat, tetapi tidak jelas apakah kelelahan dapat menyebabkan keadaan ini
atau tidak. Stress dan keletihan dikaitkan dengan mastitis. Hal ini masuk akal
karena stress dan keletihan dapat menyebabkan kecerobohan dalam teknik
penanganan, terutama saat mencuci tangan, atau melewatkan waktu
menyusui, atau mengubah frekuensi menyusui yang dapat menyebabkan
pembesaran dan stasis.
8)   Pekerjaan di luar rumah
Ini diakibatkan oleh statis ASI karena interval antar menyusui yang panjang
dan kekurangan waktu dalam pengeluaran ASI yang adekuat.
9)   Trauma
Trauma pada payudara karena penyabab apapun dapat merusak jaringan
kelenjar dan saluran susu dan hal ini dapat menyebabkan mastitis.
3. Anatomi Fisiologi Payudara
Payudara (buah dada) atau kelenjar mammae adalah salah satu
organ reproduksi pada wanita dan mengeluarkan air susu.
Payudara berfungsi memproduksi ASI terdiri dari lobules-lobulus
yaitu kelenjar yang menghasilkan ASI, tubulus atau duktus yang
menghantarkan ASI dari kelenjar sampai pada puting susu
(nipple). Kelenjar mammae merupakan cirri pembeda pada
semua mamlia. Payudara manusia berbentuk kerucut tapi sering
berukuran tidak sama.
Payudara terletak pada hermithoraks kanan dan kiri dengan
batas-bata yang tampak dari sebagai berikut:
-          Superior : iga II atau III
-          Inferior: iga VI atau VII
-          Medial: pinggir sternum
-          Lateral: garis aksillars anterior
• Kulit puting susu berpigmen banyak yang tidak berambut. Papilla dermis
mengandug banyak kelenjar sabasea. Kulit areola juga berpigmen banyak
tetapi berbeda dengan kulit puting susu, ia kadang-kadan mengandung
folikel rambut. Kelenjar sebaseanya biasanya terlihat sebagai nodulus
kecil pada permukaan areola dan disebut kelenjar Montgomery.
• Payudara dibagi menjadi empat kuadran. Dua gari khayalan ditarik
melalui puting susu, masing-masing saling tegak luru. Jika payudara
dibayangkan sebgai piring sebug jam, satu gari menghubungkan “jam 12
dengan jam 6” dan garis lainnya menghubungkan “ jam 3 dengan jam 9”.
Empat kuadra yang dihasilkannya adalah kuadran atas luar (supero
lateral)atas adalam (supero medial), bawah luar (infero lateral), dan
bawah dalam (infro medial). Ekor payudara merupakan perluasan
kuadran atas luar (supero lateral). Ekor payudara memanjang sampai ke
aksilla dan cenderung lebih tebal ketimbang payudara lainnya. Kuadran
luar atas ini mengandung masa jaringan kelenjar mammae yang lebih
banyak atau langsung di belakang areola dan sering menajdi tempat
neoplasia.
Pada kuadran media atas da lateral bawah, jaringa kelenjar
lebih sedikit jumlahnya, dan paling minimal adalah yang
dikuadran medial bawah. Jaringan kelenjar payudara
tambahan dapat terjadi disepanjang garis susu yang
membentang dari lipatan garis aksillaris anterior, menurun
hingga lipatan paha. Payudara normal mengandung jaringan
kelenjar, duktus, jaringan otot penyokong lemak, pembuluh
darah, saraf dan pembuluh limfe. Jaringan kelenjar, duktus dan
jaringan penyokong. Jaringan kelenjar terdiri dari 15-25 lobus
yang tersebar radier mengelilingi puting. Tiap-tiap segmen
mempunyai satu aliran yang akan berdilatasi, sesamspainya di
belakang areola. Pada retro areola. Pada retro areolar ini ,
duktus yang berdilatasi itu mejadi lembut kecual ibu selama
masa menyusui, ia akan mengalami distensi.
Masing-masiang duktus ini tak berisi, dan mempunyai
satu bukaan kea rah puting (duktus eksretorius). Tiap lobus
dibagi menjadi 50-57 lobulus, yang bermuara ke dalam
suatu duktus yang mengalirkan isinya ke dalam duktus
aksretorius labus itu. Setiap loblus atas sekelompok alveolus
yang bermuar ake adalam laktiferus (saluran airu susu) yang
bergabung dengan duktus-duktus linnya untuk membentuk
saluran yang lebih besr dan berakhir dalam saluran
sekretorik. Ketika saluran-saluran ini mendekati puting,
membesar untuk wasah penampungan air susu (yang disebut
sinus laktiferus) kemudia salura-saluran itu tersebut
menyempit lagi dan menembus puting dan bermuara di atas
permukaannya.
Payudara (mammae, susu) adalah kelenjar yang terletak di bawah kulit, di atas otot
dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu untuk nutrisi bayi. Manusia
mempunyai sepasang kelenjar payudara, yang beratnya kurang lebih 200 gram, saat
hamil 600 gram dan saat menyusui 800 gram.
Pada payudara terdapat tiga bagian utama, yaitu :
a.       Korpus (badan), yaitu bagian yang membesar
-  Alveolus, yaitu unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian dari alveolus
adalah sel Aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot polos dan pembuluh
darah.Lobulus, yaitu kumpulan dari alveolus.
-  Lobus, yaitu beberapa lobulus yang berkumpul menjadi 15-20 lobus pada
tiap payudara.
-  ASI dsalurkan dari alveolus ke dalam saluran kecil (duktulus), kemudian
beberapa duktulus bergabung membentuk saluran yang lebih besar
(duktus laktiferus).
b.      Areola (bagian yang kehitaman di tengah)
- Sinus laktiferus, yaitu saluran di bawah areola yang besar
melebar, akhirnya memusat ke dalam puting dan bermuara ke
luar. Di dalam dinding alveolus maupun saluran-saluran terdapat
otot polos yang bila berkontraksi dapat memompa ASI keluar.
 
c.       Papilla atau puting, yaitu bagian yang menonjol di puncak
payudara. Bentuk puting ada empat, yaitu bentuk yang normal,
pendek/ datar, panjang dan terbenam (inverted).

Payudara mengalami tiga perubahan yang dipengaruhi


hormon. Perubahan pertama ialah mulai dari masa hidup anak
melalui masa pubertas, masa fertilitas, sampai ke klimakterium
dan menopause.
Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan daur
menstruasi. Sekitar hari kedelapan menstruasi payudara jadi
lebih besar dan pada beberapa hari sebelum menstruasi
berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Kadang-kadang
timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama beberapa
hari menjelang menstruasi payudara menjadi tegang dan nyeri
sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak mungkin
dilakukan.
Perubahan ketiga terjadi waktu hamil dan menyusui. Pada
kehamilan payudara menjadi besar karena epitel duktus lobul
dan duktus alveolus berproliferasi, dan tumbuh duktus baru.
Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu
laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi
asinus, kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu.
2.2 Gambar Anatomi pada Payudara
4.      Patofisiologi
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di
dalam duktus (saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera
dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan
mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar
dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat.
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus
laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar
limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran
hematogen  pembuluh darah). Organisme yang paling sering
adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan
Streptococcus. Kadangkadang ditemukan pula mastitis
tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita
tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian
mastitis tuberkulosis mencapai 1%.
• Stasis ASI  peningkatan tekanan duktus  jika ASI
tidak segera dikeluarkan  peningkatan tegangan
alveoli yang berlebihan  sel epitel yang memproduksi
ASI menjadi datar dan tertekan  permeabilitas
jaringan ikat meningkatàbeberapa
komponen(terutama protein dan kekebalan tubuh dan
natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan jaringan
sekitar sel  memicu rrespon imun  respon inflmasi
dan kerusakan jaringan yang mempermudah terjadinya
infeksi (Staohylococcus aureus dan Sterptococcus) 
dari port d’ entry yaitu: duktus laktiferus ke lobus
sekresi dan putting yang retak ke kelenjar limfe sekitar
duktus/ periduktal dan secara hematogen.
5.      Komplikasi
a.      Galaktokele
b.      Kelainan puting susu
c.       Kelainan dalan keluarnya air susu
d.      Penghentian laktasi

6.      Manfestasi Klinis


a.       Nyeri payudara dan tegang atau bengkak, terlihat membesar
b.      Kemerahan dengan batas jelas
c.       Biasanya hanya satu payudara
d.      Terjadi antara 3-4 minggu pasca persalinan
e.       Teraba keras dan benjol-benjol
f.       Merasa lesu
g.      Suhu badan meningkat, suhu lebih dari 38 0C
 
7. Klasifikasi Mastitis
Macam-macam mastitis dibedakan berdasarkan
tempatnya serta berdasarkan penyebab dan kondisinya.
Mastitis berdasarkan tempatnya dibedakan menjadi 3,
yaitu:
a. Mastitis yang menyebabkan abses di bawah
areola mammae
b. Mastitis di tengah-tengah mammae yang
menyebabkan abses di tempat itu.
c. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari
kelenjar-kelenjar yang menyebabkan abses
antara mammae dan otot-otot di bawahnya.
Sedangkan pembagian mastitis menurut penyebab dan kondisinya dibagi pula
menjadi 3, yaitu :
a.  Mastitis periductal
Mastitis periductal biasanya muncul pada wanita di usia menjelang
menopause, penyebab utamanya tidak jelas diketahui. Keadaan ini
dikenal juga dengan sebutan mammary duct ectasia, yang berarti
peleburan saluran karena adanya penyumbatan pada saluran di
payudara.
b.      Mastitis puerperalis/lactational
Mastitis puerperalis banyak dialami oleh wanita hamil atau menyusui.
Penyebab utama mastitis puerperalis yaitu kuman yang menginfeksi
payudara ibu, yang ditransmisi ke puting ibu melalui kontak langsung.
c.       Mastitis supurativa
Mastitis supurativa paling banyak dijumpai. Penyebabnya bisa dari kuman
Staphylococcus, jamur, kuman TBC dan juga sifilis. Infeksi kuman
TBC memerlukan
penanganan yang ekstra intensif. Bila penanganannya tidak tuntas, bisa
menyebabkan pengangkatan payudara/mastektomi.
8. Pencegahan
Perawatan puting susu pada waktu laktasi merupakan usaha penting
untuk mencegah mastitis. Perawatan terdiri atas membersihkan
puting susu dengan sabun sebelum dan sesudah menyusui untuk
menghilangkan kerak dan susu yang sudah mengering. Selain itu
yang memberi pertolongan kepada ibu yang menyusui bayinya harus
bebas dari infeksi stapilococus. Bila ada kerak atau luka pada puting
sebaiknya bayi jangan menyusu pada mamae yang bersangkutan
sampai luka itu sembuh. Air susu ibu dikeluarkan dengan pijatan.
Dan ibu tau cara tahnik menyusui dengan benar
a.      Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui
-        Menyusui sidini mungkin setelah melahirkan
-        Menyusui dengan posisi yang benar 
-        Memberikan ASI On Demand dan memberikan ASI eklusif
-        Makan dengan gizi yang seimbang
Hal-hal yang mengaggu proses menyusui, membatasi, mengurangi isapan
proses menyusui dan meningkatkan statis ASI antara lain :
>        Pengunaan dot, pemberian minuman lain pada bayi pada bulan-
bulan pertama
>        Tindakan melepaskan mulut bayi dari payudara pertama sebelum ia
siap untuk menghisap payudara yang lain.
>        Beban kerja yang berat atau penuh tekanan 
>        Kealpaan menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang malam 
>        Trauma payudara karena tindakan kekerasan atau penyebab lain.

b. Penatalaksaan yang efektif pada payudara


yang penuh dan kencang
c. Perhatian dini terhadap semua tanda statis
ASI
d. Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain
e. Pengendalian infeksi
• POSISI MENYUSUI YANG BENAR
Posisi bayi saat menyusui sangat menentukan kebersihan pemberian ASI
dan mencegah lecet punting susu, pastikan ibu memeluk bayinya dengan
benar berikan bantuan dan dukungan jika ibu memerlukannya. Terutama
jika ibu pertama kali menyusui atau ibu berusia sangat muda.
 
Posisi menyusui yang benar :
a.       Lengan ibu menopang kepala, leher dan seluruh badan bayi (kepala
dan tubuh berada pada satu garis lurus) muka bayi menghadap ke
payudara ibu. Hidung bayi didepan putting susu ibu, posisi bayi harus
sedemikian rupa sehingga perut bayi ketubuh ibunya.
b.      Ibu mendekatkan bayi ketuban ibunya (maka bayi kepayudara ibu)
dan mengamati bayi siap menyusu, membuka mulut, bergerak mencari
dan menoleh.
c.       Ibu menyentuhkan putting susu kebibir bayi, menunggu hingga mulut
bayi terbuka lebar kemudian mengarahkan mulut bayi ke putting susu ibu
sehingga bibir bayi dapat menangkap putting susu sendiri.
Tanda-tanda posisi bayi menyusu dengan baik :
a.       Dagu menyentuh payudara ibu.
b.      Mulut terbuka lebar.
c.       Hidung bayi mendekati dan kadang-kadang
menyentuh payudara ibu.
d.      Mulut bayi mencakup sebanyak mungki areola
(tidak hanya putting saja). Lingkar areola atas
terlihat lebih banyak dibandingkan lingkar areola
bawah.
e.       Lidah bayi menopang putting dan areola bagian bawah.
f.       Bibir bawah bayi melengkung keluar.
g.      Bayi menghisap kuat dan dalam secara perlahan dan
kadang-kadang disertai berhenti sesaat
.
2.3 Gambar Cara Posisi Menyusui yang benar
7.  Penatalaksanaan
Segera setelah mastitis ditemukan, pemberian susu kepada bayi dari mamae yang
sakit dihentikan dan diberi antibiotika. Dengan tindakan ini terjadinya abses sering
kali dapat dicegah karena biasanya infeksi disebabkan oleh Stapilococus aureus.
Penicilin dalam dosis cukup tinggi dapat diberikan. Sebelum pemberian penicilin
dapat diadakan pembiakan air susu, supaya penyebab mastitis benar-benar
diketahui. Bila ada abses dan nanah dikeluarkan sesudah itu dipasang pipa ke
tengah abses agar nanah dapat keluar terus. Untuk mencegah kerusakan pada
duktus laktiferus sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-duktus itu.
a.     Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling nyeri dan membuat frustasi,
dan membuat banyak wanita merasa sakit. Selain dalam penanganan yang
efektif dan pengendalian nyeri, wanita membutuhkan dukungan emosional.
b.    Pengeluaran ASI dengan efektif
Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain :
-       Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya
-       Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki, tanpa
pembatasan
-       Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai menyusui
dapat dimulai lagi
c.     Terapi antibiotic
Terapi antibiotik diindikasikan pada :
-       Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan infeksi
-       Gejala berat sejak awal
-       Terlihat puting pecah-pecah
-       Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki
-       Bantulah ibu agar tetap menyusui
-       Bebat/sangga payudara
-       Kompres dingin sebelum meneteki untuk mengurangi bengkan dan nyeri
-       Berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam
-       Antibiotik laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Staphylococcus
aureus.
Untuk organisme gram negatif, sefaleksin/amoksisillin mungkin paling tepat. Jika mungkin, ASI
dari payudara yang sakit sebaiknya dikultur dan sensivitas bakteri antibiotik ditentukan.
Antibiotik Dosis
-          Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
-          Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam
-          Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral
-          Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam
-          Sefaleksin 250-500 mg setiap 6 jam
d. Terapi simtomatik
-   Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesic. Ibuprofen
dipertimbangkan sebagai obat yang paling efektif dan
dapat membantu mengurangi inflamasi dan nyeri.
Parasetamol merupakan alternatif yang paling tepat.
Istirahat sangat penting, karena tirah baring dengan
bayinya dapat meningkatkan frekuensi menyusui, sehingga
dapat memperbaiki pengeluaran susu.
-   Tindakan lain yang dianjurkan adalah penggunaan kompres
dengan air dingin pada
payudara yang akan menghilangkan nyeri dan membantu
aliran ASI, dan yakinkan
bahwa ibu cukup minum cairan.
 
B. Asuhan Keperawatan

1.  Pengkajian
a. Identitas 
b. Keluhan utama
Biasanya pasien dengan mastitis mengeluh adanya benjolan yang menekan
payudara, adanya ulkus, kulit berwarna merah dan mengeras, bengkak, nyeri. 

c. Riwayat Kesehatan
-          Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengeluh nyeri pada payudara, payudara terlihat bengkak dan berwarna merah,
ada luka lecet pada putting susu, pada saat pengkajian.

-    Riwayat Sesehatan Dahulu


·         Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya.
·         Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama .
-          Riwayat Kesehatan Keluarga
·         Apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama.
 
d. Pengkajian Data Dasar Pengkajian Fisik

- Tanda-tanda Vital
- Persepsi dan Pemeliharaan - Kulit
Kesehatan
- Kepala
- Pola Nutrisi / Metabolik - Wajah
- pola Eliminasi - Mata
- Pola Aktivitas dan Latihan - Hidung
- Pola Tidur dan Istirahat - Mulut
- Pola Kognitif dan - Telinga
Perseptual - Tenggorokan
- Pola Seksual dan - Leher
Reproduksi - Kelenjar Getah Bening
- Pola Peran dan Hubungan - Payudara
- Toraks
e. Jantung
• Inspeksi: iktus kordis tidak tampak
• Palpasi: iktus kordis tidak kuat angkat
• Perkusi: batas jantung kesan tidak melebar
• Auskultasi: BJ I-II intensitas normal, regular

 Paru-paru
• Inspeksi: pengembangan dada kanan=kiri simetris
• Palpasi: fremitus raba dada kanan=kiri
• Perkusi: sonor diseluruh lapang paru
• Auskultasi: vesikuler (+/+)

 Abdomen
• Inspeksi: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada karena post parturn
sehingga pembesaran fundus masih terlihat.
• Auskultasi: BU (+) normal
• Perkusi: tympani
• Palpasi: supel, hepar dan lien tidak teraba. 
2.   Diagnosa Keperawatan
a.   Nyeri akut berhubungan dengan proses
inflamasi
b.   Gangguan Peningkatan suu tubuh
berhubungan dengan proses nfeksi
c.   Resiko infeksi pada bayi berhubungan
dengan terjadi abses pada mamae
d.   Keidakefektifan pemberian asi
Berhubungan dengan terhentiny menyusui
skunder akibat ibu yang sakit,bayi tidak mau
menyusui
3.      Intervensi Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses infeksi : mastitis


Tujuan : 1. Nyeri berkurang/hilang
2. Ibu dapat menyusui bayinya dengan nyaman
3. Ibu dapat beraktifitas dengan normal

Intervensi Rasional
1. Ajarkan teknik relasksasi 1.Teknik relaksasi akan sangat membantu
mengurangi rasa nyeri

2. Kompres hangat pada area nyeri 2.Kompres hangat akan membantu


melancarkan peredaran darah pada area
nyeri

3.Kolaborasi pemberian obat analgetik 3.Pemberian obat analgetik bekerja


mengurangi rasa nyeri
2. Gangguan peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan Proses Infeksi
Tujuan
1.      Suhu tubuh normal
2.      Tidak da peningkatan suhu

Intervesi Rasional
1. Beri penjelasan kepada pasien dan 1. Agar pasien dan keluarga mengetahui
keluarga terhadap peningkatan suhu sebab peningkatan suhu tubuh dan dapat
tubuh pasien mengurangi kecemasan

2. Obserpasi TTV 2. TTV merupakan acuan utama untuk


mengetahui keadaan umum pasien

3.Beri kompres hangat 3.Untuk membantu menurunkan suhu


tubuh

4. Kolaberasi dalam pemberian obat 4. Antibiotik untuk mengurangi infeksi dan


antibiotik dan obat antipiretik antipiretik untuk menurunkan suhu
3.   Resiko infeksi pada bayi berhubungan dengan terjadi abses pada mamae
Tujuan
1.      Tidak ditemukannya tanda infeksi
2.      Pasien tidak demam dan menggigil
Intervesi Rasional
1. Kaji adanya tanda tanda Infeksi 1. Mengetahui ada atau tidaknya
Tanda-tanda Infeksi

2.Lakukan cuci tangan yang baik sebelum 2. Mencegaah transmisi Microorganisme


tindakan keperawatan.

3.Gunakan teknik aseptik pada prosedur 3. Mencegah renjatan infeksi


perawatan.

4.Monitor tanda-tanda vital dan kadar


haemoglobin serta leukosit. 4. Mengetahui keadaan umun pasien

5. Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan 5. Menghindari terjadinya infeksi


diri dan lingkungan

6. Kolaborasi dengan medis untuk pemberian 6. Untuk mengurangi Infeksi


Antibiotika
4. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan terhentinya menyusui
sekunder akibat ibu yang sakit, bayi tidak mau menyusui

Tujuan : Pemberian ASI pada bayi efektif.


Intervensi Rasional
1. Anjurkan ibu untuk mengoleskan baby 1. Mencegah terjadinya lecet pada Puting
oil pada puting sebelum dan sesudah Susu
menyusui.  
   
2. Ajarkan cara menyusui yang tepat agar 2. Menanmbah pengetahuan tentang cara
tidak terjadi luka pada putting menyusui yang benar
   
3. Lakukan perawatan payudara dan 3. Menstimulasi Pengeluaran asi agar lancar
anjurkan ibu untuk melakukan perawatan  
payudara secara tepat.  
   
4. Anjurkan ibu menyusui dengan 4. Memudahkan bayi saat menyusui pada
menggunakan putting susu secara ibunya
perlahan-lahan.  
4.Implementasi
1. Menjelaskan pada ibu dan keluarga tentang
keadaan ibu saat ini
2.  Menjelaskan pada ibu cara mengurangi
rasa nyeri sebelum dan sesudah menyusui
3. Jelaskan pada ibu cara perawatan payudara
selama menyusui
4. Menjelaskan pada ibu tentang teknik
menyusui yang benar
5. Memberikan obat-obatan antipiretik untuk
menghilangkan rasa nyeri
5. EVALUASI
1.      Ibu mengerti keadaanya saat ini
2.      Ibu mengerti dengan penjelasan yang
diberikan bidan
3.      Ibu berjanji akan melakukan atau
menjelaskan semua anjuran yang
diberikan
oleh bidan.
4.      Ibu bisa melakukan perawatan payudara
selama menyusui
5.      Ibu bisa melakukan teknik menyusui yang
benar
A. Kesimpulan
Mastitis merupakan infeksi terjadi melalui luka pada puting susu,
tetapi mungkin juga melalui peredaran darah. Kadang-kadang
keadaan ini bisa menjadi fatal bila tidak diberi tindakan yang
adekuat. Abses payudara, penggumpalan nanah lokal di dalam
payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis.
Mastitis terjadi akibat invasi jaringan payudara ( misalnya :
glandular, jaringan ikat, areolar, lemak ) oleh organisme infeksius
atau adanya cidera payudara. Adapun gejala yang timbul pada
penderita mastitis diantaranya yaitu nyeri payudara dan tegang
atau bengkak, terlihat membesar, kemerahan dengan batas
jelas, biasanya hanya satu payudara, teraba keras dan benjol-
benjol, suhu badan meningkat, suhu lebih dari 38 0C.
Segera setelah mastitis ditemukan, pemberian susu kepada bayi
dari mamae yang sakit dihentikan dan diberi antibiotika. Dengan
tindakan ini terjadinya abses sering kali dapat dicegah karena
biasanya infeksi disebabkan oleh Stapilococus aureus. Penicilin
dalam dosis cukup tinggi dapat diberikan.
B. Saran
Setelah membaca makalah ini, seharusnya
kita bisa lebih paham lagi tentang mastitis.
Perawatan puting susu pada waktu laktasi
merupakan usaha penting untuk mencegah
mastitis. Perawatan terdiri atas membersihkan
puting susu dengan sabun sebelum dan
sesudah menyusui untuk menghilangkan kerak
dan susu yang sudah mengering. Kelompok
berharap pembaca dapat memahami isi
makalah ini dan bermanfaat dalam penerapan
ilmu keperawatan.
Daftar Pustaka
• Doenges M. 2000.  Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi
3. EGC : Jakarta
• Dixon M., dkk. 2005. Kelainan Payudara, Cetakan I.
Dian Rakyat : Jakarta
• Prawirohadjo, S., 2001, Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal, Jakarta.
• Lisnawati, Lilis. Modul Pembelajaran Asuhan
Kebidanan Patologi.Tim Penerbit. Jakarta. 2010
• Pedoman Praktik Keperawatan .Sandra M. Nettina.
Jakarta : EGC 2010
• https://www.google.co.id/search?
q=gambar+mastitis&biw=1366&bih=657&source=lnms
&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwil9_K96r3NAhWFto8K
HRTPCOwQ_AUIBigB
ASUHAN KEPERAWATAN
EKLAMSIA

Disusu Oleh :
Poppy Eriska
3. PATOFISIOLOGI

Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini menyebabkan prostaglandin
plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus. Keadaan iskemia pada uterus , merangsang
pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan
tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis menyebabkan pelepasan tromboplastin.
Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi / agregasi
trombosit deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme
sedangkan aktivasi/ agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi intravaskular
yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati
mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan faal
hemostasis. Renin uterus yang di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan
bersama- sama angiotensinogen menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi angiotensin II.
Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme. Vasospasme
menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit menyebabkan lumen
hanya dapat dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen
mencukupi kebutuhab sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan
vasospasme, angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan
aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular akan menyebabkan gangguan
perfusi darah dan gangguan multi organ.
• Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah,
paru- paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan
terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi
serebral , nyeri dan terjadinya kejang sehingga menimbulkan diagnosa
keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi enditheliosis menyebabkan sel
darah merah dan pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah akan
menyebabkan terjadinya pendarahan,sedangkan sel darah merah yang pecah akan
menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada paru- paru, LADEP akan
meningkat menyebabkan terjadinya kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan
sehingga akan mengakibatkan terjadinya oedema paru. Oedema paru akan
menyebabkan terjadinya kerusakan pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi
pembuluh darah menyebabkan akan menyebabkan gangguan kontraktilitas
miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa
keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron,
terjadi peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat
menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan diagnosa
keperawatan kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol pada ginjal
akan meyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas terrhadap protein akan
meningkat.
• Penurunan GFR tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga
menyebabkan diuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri
atau anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urin. Permeabilitas
terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi
glomerulus dan menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola
selanjutnya menyebabkan oedem diskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat menyebabkan
terjadinya diplopia dan memunculkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada plasenta
penurunan perfusi akan menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan
pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation
serta memunculkan diagnosa keperawatan risiko gawat janin.
• Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis akan meningkat.
Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada
traktus gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion
H menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya
akan terjadi akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga
muncul diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada
ektrimitas dapat terjadi metabolisme anaerob menyebabkan ATP diproduksi dalam jumlah
yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dan
sedikitnya ATP yang diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah sehingga
muncul diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan mengakibatkan
seseorang kurang terpajan informasi dan memunculkan diagnosa keperawatan kurang
pengetahuan.
• KLASIFIKASI
• Pre-Eklampsia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :
• a. Pre-Eklampsia Ringan
• Bila disertai keadaan sebagai berikut:
• 1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring
terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg
atau lebih .Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak
periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
• 2) Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg atau lebih per
minggu.
• 3) Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 + pada urin
kateter atau midstream.
• b. Pre-Eklampsia Berat
• 1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
• 2) Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
• 3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
• 4) Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada epigastrium.
• 5) Terdapat edema paru dan sianosis.
• Eklampsia dibagi menjadi 3 golongan, yaitu sebagai berikut :
• a. Eklampsia Gravidarum
• 1) kejadian 150 % sampai 60 %
• 2) serangan terjadi dalam keadaan hamil
• b. Eklampsia Parturientum
• 1) Kejadian sekitar 30 % sampai 35 %
• 2) Saat sedang inpartu
• 3) Batas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan
terutama saat mulai inpartu.
• c. Eklampsia Puerperium
• 1) Kejadian jarang
• 2) Terjadinya serangan kejang atau koma setelah persalinan
berakhir.
• . GEJALA KLINIS
• Diagnosis eklampsia ditegakkan berdasarkan gejala-gejala preaklampsia
disertai kejang atau koma, sedangkan bila terdapat gejala preeklampsia
berat disertai salah satu gejalanya, yaitu sebagai berikut:
• a. Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang
diikuti dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala
tersebut terus menerus dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin
atau obat sakit kepala lain
• b. Gangguan penglihatan pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya,
pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara.
• c. Iritabel ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara
berisik atau gangguan lainnya
• d. Nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah
• e. Gangguan pernafasan sampai cyanosis
• f. Terjadi gangguan kesadaran
• . PEMERIKSAAN PENUNJANG
• a) Pemeriksaan Laboratorium
• 1) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
• a. Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )
• b. Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% )
• c. Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3)
• 2) Urinalisis
• Ditemukan protein dalam urine.
• 3) Pemeriksaan Fungsi hati
• a. Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
• b. LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
• c. Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
• d. Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45 u/ml )
• e. Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l )
• f. Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
• 4) Tes kimia darah
• Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )
• b) Radiologi
• 1) Ultrasonografi
• Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan
volume cairan ketuban sedikit.
• 2) Kardiotografi
• Diketahui denyut jantung janin bayi lemah.
• DIAGNOSA
• Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
• a. Gambaran Klinik
• Pertambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi,
dan timbul proteinuria
• b. Gejala Subyektif
• Sakit kepala didaerah fromtal, nyeri epigastrium; gangguan
visus; penglihatan kabur, skotoma, diplopia; mual dan muntah.
• c. Gangguan Serebral Lainnya
• Refleks meningkat, dan tidak tenang
• d. Pemeriksaan
• Tekanan darah tinggi, refleks meningkat dan proteinuria pada
pemeriksaan laboratorium
• . TERAPI/TINDAKAN PENANGANAN
• a) Penatalaksanaan Pre-Eklamsia
• 1) Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Ringan
• a. Dapat dikatakan tidak mempunyai risiko bagi ibu maupun janin
• b. Tidak perlu segera diberikan obat antihipertensi atau obat lainnya, tidak perlu dirawat
kecuali tekanan darah meningkat terus (batas aman 140-150/90-100 mmhg).
• c. Istirahat yang cukup (berbaring / tiduran minimal 4 jam pada siang hari dan minimal 8
jam pada malam hari)
• d. Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari bila tidak bisa tidur
• e. Pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 1 x 80 mg/hari.
• f. Bila tekanan darah tidak turun, dianjurkan dirawat dan diberi obat antihipertensi :
metildopa 3 x 125 mg/hari (max.1500 mg/hari), atau nifedipin 3-8 x 5-10 mg/hari, atau
nifedipin retard 2-3 x 20 mg/hari, atau pindolol 1-3 x 5 mg/hari (max.30 mg/hari).
• g. Diet rendah garam dan diuretik tidak perlu
• h. Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa tiap 1 minggu
• i. Indikasi rawat : jika ada perburukan, tekanan darah tidak turun setelah 2
minggu rawat jalan, peningkatan berat badan melebihi 1 kg/minggu 2 kali
berturut-turut, atau pasien menunjukkan tanda-tanda pre-eklampsia berat.
Berikan juga obat antihipertensi.
• j. Jika dalam perawatan tidak ada perbaikan, tatalaksana sebagai pre-
eklampsia berat. Jika perbaikan, lanjutkan rawat jalan
• k. Pengakhiran kehamilan : ditunggu sampai usia 40 minggu, kecuali
ditemukan pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, solusio plasenta,
eklampsia, atau indikasi terminasi lainnya. Minimal usia 38 minggu, janin
sudah dinyatakan matur.
• l. Persalinan pada pre-eklampsia ringan dapat dilakukan spontan, atau
dengan bantuan ekstraksi untuk mempercepat kala II.
• 2) Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Berat
• Dapat ditangani secara aktif atau konservatif. Aktif berarti : kehamilan
diakhiri / diterminasi bersama dengan pengobatan medisinal. Konservatif berarti
: kehamilan dipertahankan bersama dengan pengobatan medisinal. Prinsip :
Tetap PEMANTAUAN JANIN dengan klinis, USG, kardiotokografi !!!
• ) Penatalaksanaan Eklampsia
• 1) Tujuan Terapi Eklampsia
• a. Menghentikan berulangnya serangan kejang
• b. Menurunkan tensi, dengan vasosporus
• c. Menawarkan hasmokonsentrasi dan memperbaiki diveres dengan pemberian glucose 5%-10%
• d. Mengusahakan supaya O2 cukup dengan mempertahankan kebebasan jalan nafas.
• 2) Penanganan Kejang
• a. Beri obat anti konvulsan
• b. Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedeka, sedotan, masker O2 dan tabung O2 )
• c. Lindungi pasien dengan keadaan trauma
• d. Aspirasi mulut dan tonggorokkan
• e. Baringkan pasien pada posisi kiri, trendelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi
• f. Beri oksigen 4-6 liter / menit
• 3) Penanganan Umum
• a. Jika tekanan diastolic > 110 mmHg, berikan hipertensi sampai tekanan diastolic diantara 90-100 mmHg.
• b. Pasang infuse RL dengan jarum besar (16 gauge atau lebih)
• c. Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload
• d. Kateterisasi urine untuk mengeluarkan volume dan proteinuric
• e. Jika jumlah urine kurang dari 30 ml / jam
• f. Infus cairan dipertahankan 1 1/8 ml/jam
• g. Pantau kemungkinan oedema paru
• h. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.
• i. Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung setiap jam
• j. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedema paru. Jika ada oedema paru hentikan pemberian cairan dan
berikan diuretic
• k. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan beadside
• l. Dosis awal : beri MgSO4 (4 gram) per IV sebagai larutan 20%,
selama 5 menit. Diikuti dengan MgSO4 (50%) 5 gr 1ml dengan 1 ml
lignokain 2% (dalam setopril yang sama) pasien akan merasa agar
panas sewaktu pemberian MgSO4
• m. Dosis pemeliharaan : MgSO4 (50%) 5 gr + lignokain 2% (1ml) 1
m setiap 4 jam kemudian dilanjutkan sampai 24 jam pasca
persalinan atau kejang terakhir
• n. Sebelum pemberian MgSO4 periksa : frekuensi pernafasan
minimal 16 / menit. Refleks Patella (+), urin minimal 30 ml / jam
dalam 4 jam terakhir
• o. Stop pemberian MgSO4, jika : frekuensi pernafasan < / >
• p. Siapkan antidotlim jika terjadi henti nafas, Bantu dengan
ventilator. Beri kalsium glukonat 2 gr ( 20 ml dalam larutan 10%) IV
perlahan-lahan sampai pernafasan mulai lagi.
• 10. KOMPLIKASI
• Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi
antara lain:
• 1. Pada Ibu
• a. Eklapmsia
• b. Solusio plasenta
• c. Pendarahan subkapsula hepar
• d. Kelainan pembekuan darah ( DIC )
• e. Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated, liver,enzymes dan low platelet count )
• f. Ablasio retina
• g. Gagal jantung hingga syok dan kematian.
• 2. Pada Janin
• a. Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
• b. Prematur
• c. Asfiksia neonatorum
• d. Kematian dalam uterus
• e. Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal
• KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

• 1. PENGKAJIAN
• Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan pre eklampsia adalah :
• a. Data subyektif :
• 1) Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35
tahun
• 2) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema,
pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
• 3) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
• 4) Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion
serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
• 5) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun
selingan
• 6) Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
• b. Data Obyektif :
• 1) Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
• 2) Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
• 3) Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
• 4) Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika
refleks+)
• 5) Pemeriksaan penunjang :
• 1) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan
interval 6 jam
• 2) Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar
hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid
biasanya > 7 mg/100 ml
• 3) Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
• 4) Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
• 5) USG ; untuk mengetahui keadaan janin
• 6) NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
• DIAGNOSA KEPERAWATAN
• 1) Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan kardiak out put sekunder
terhadap vasopasme pembuluh darah.
• 2) Resiko terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2
dan nutrisi kejaringan plasenta sekunder terhadap penurunan cardiac out put.
• 3) Kelebihan volume cairan b/d peningkatan retensi urine dan edema
berkaitan dengan hipertensi pada kehamilan
• 4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d masukan tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik dan menggantikan kehilangan.
• 5) Risiko kejang pada ibu b/d penurunan fungsi organ (vasospasme dan
peningkatan tekanan darah).
• 6) Nyeri akut b/d peningkatan tekanan vaskuler cerebral akibat hipertensi
• 7) Risiko cedera ibu b/d edema / hipoksia jaringan.
• 8) Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d
misinterpretasi informasi
• 9) Pola nafas tidak efektif b/d penurunann ekspansi paru.
• INTERVENSI KEPERAWATAN
• 1) Gangguan Perfusi Jaringan b/d Penurunan Kardiak Out Put
Sekunder Terhadap Vasopasme Pembuluh Darah
• Tujuan :
• Perfusi jaringan otak adekuat danTercapai secara optimal.
• Kriteria Hasil :
• - Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang
diharapkan
• - Menunjukkan fungsi sesori motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran membaik, tidak ada gerakan involunter
• Intervensi:
• a. Monitor perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu
( cemas bingung, letargi, pingsan )
• b. Obsevasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/ lembab,
cacat kekuatan nadi perifer.
• Kaji tanda Homan ( nyeri pada betis dengan posisi
dorsofleksi ) eritema, edema
• d. Dorong latihan kaki aktif / pasif
• e. Pantau pernafasan
• f. Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus,
muntah/ mual, distaensi abdomen, kontipasi
• g. Pantau masukan dan perubahan keluaran
• 2) Resiko Terjadi Gawat Janin Intra Uteri (Hipoksia) b/d
Penurunan Suplay O2 dan Nutrisi Kejaringan Plasenta
Sekunderterhadap Penurunan Cardiac Out Put.
• Tujuan:
• Gawat janin tidak terjadi, bayi Dapat dipertahankan sampai
Umur 37 minggu dan atau BBL ≥ 2500 g.
• Intervensi:
• a. Anjurkan penderita untuk tidur miring ke kiri
• b. Anjurkan pasien untuk melakukan ANC secara teratur sesuai dengan masa
kehamilan:
• 1) 1 x/bln pada trisemester I
• 2) 2 x/bln pada trisemester II
• 3) 1 x/minggu pada trisemester III
• c. Pantau DJJ, kontraksi uterus/his gerakan janin setiap hari
• d. Motivasi pasien untuk meningkatkan fase istirahat
• 3) Kelebihan Volum Cairan b/d Peningkatan Retensi Urine Dan Edema Berkaitan
Dengan Hipertensi Pada Kehamilan
• Tujuan :
• Kelebihan volume cairan teratasi.
• Kriteria hasil :
• - Bebas dari edema dan effuse
• - Bunyi nafas bersih tidak ada dispneu/ortopneu
• - Terbebas dari distensi vena jugularis
• Intervensi:
• a. Auskultasi bunyi nafas akan adanya krekels.
• b. Catat adanya DVJ, adanya edema dependen
• c. Ukur masukan atau keluaran, catat
penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung
keseimbangan cairan.
• d. Pertahankan pemasukan total cairan 2000
cc/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
• e. Berikan diet rendah natrium atau garam.
• ) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d masukan tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolik dan menggantikan kehilangan.
• Tujuan :
• - Status nutrisi normal
• - Berat badan meningkat
• - Tidak ada tanda malnutrisi
• Kriteria Hasil:
• - Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
• - Berat badan ideal seuai dengan tinggi badan
• - Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
• - Tidak terjadi malnutrisi
• - Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
• - Tidak ada tand penurunan berat badan
• Intervensi:
• 1. Kaji alergi makanan
• 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhakan pasien
• 3. Anjurkan pasien untuk meningkatka intake Fe
• 4. Anjurka pasien untu meningkatkan protein dan vitamin c
• 5. Berikan substansi gula
• 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung serat tinggi untik mencegah konstipasi
• 7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasiskan dengan ahli gisi)
• 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
• 9. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
• 10. Kaji kemampuan pasien mendapatkan nutrisi
• Risiko kejang pada ibu b/d penurunan fungsi organ (vasospasme dan peningkatan tekanan
darah).
• Tujuan :
• Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi kejang pada ibu
• Kriteria Hasil :
• a. Kesadaran : compos mentis, GCS : 15 ( 4-5-6 )
• b. Tekanan Darah normal
• Intervensi :
• a. Monitor tekanan darah tiap 4 jam
• R/. Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan indikasi dari PIH
• b. Catat tingkat kesadaran pasien
• R/. Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak
• c. Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan
nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )
• R/. Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal, jantung dan paru
yang mendahului status kejang
• d. Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus
• R/. Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan terjadinya
persalinan
• e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi dan SM
• R/. Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dan SM untuk mencegah terjadinya
kejang
• Nyeri akut b/d peningkatan tekanan vaskuler cerebral akibat hipertensi
• Tujuan :
• - Nyeri mendekati normal
• - Nyeri terkontrol
• - Pasien merasa nyaman
• Kriteria hasil :
• - Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri , mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)
• - Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
• - Mampu mengenali nyeri ( skala, intensitas, frekuensi dan tanda )
• - Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

• Intervensi :
• 1. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
• 2. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
• 3. Kaji penyebab nyeri
• 4. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
• 5. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan control nyeri masa lampau
• 6. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
• 7. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan ,pencahayaan dan kebisingan
• 8. Kurangi factor prepitasi nyeri
• 9. Pilih dan lakukan penanganan nyeri ( farmakologi , non farmakologi, dan inter personal )
• 10. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
• 11. Ajarkan teknik relaksasi
• 12. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
• 13. Evaluasi keefektifan control nyeri
• 14. Tingkatkan istirahat
• 15. Kolaborasikan dengan dokter atau medis lain jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
• 16. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
• ) Resiko cedera ibu b.d edema / hipoksia jaringan.
• Tujuan : Ibu tidak mengalami risiko cedera karena mengalami edema
• Kriteria Hasil :
• a. Berpartisipasi dalam tindakan atau modifikasi lingkungan untuk melindungi diri dan
meningkatkan keamanan.
• b. Bebas dari tanda2 iskemia serebral( gangguan penglihatan, sakit kepala, perubahan pada
mental)
• c. Menunjukan kadar faktorpembekuan dan kadar enzim hepar normal.

• Intervensi :
• a. Kaji adanya masalah SSP ( mis; sakit kepala, peka rangsang ,gangguan penglihatan atau
perubahan pada pemeriksaan funduskopi )
• R/: Edema serebral dan vasokontriksi dapat diev aluasi dari masa perubahan gejala, prilaku atau
retina.
• b. Tekankan pentingnya klient melaporkan tanda2 dan gejala yang berhubungan dengan SSP.
• R/: Keterlambatan tindakan atau awitan progresif gejala-gejala yang dapat menga kibatkan kejang
tonik-klonik atau eklamsia.
• c. Perhatikan purubahan pada tingkat kesadaran.
• R/: Pada kemajuan HKK vasokonstriksi dan vasospasme pembuluh darah serebral menurunkan
konsumsi ogsigen 20% dan mengakibatkan iskemia serebral
• d. Kajia tanda2 eklamsia yang akan datang; hiperaktivitas (3+sampai 4+) dari
reflek tendon dalam, klonus pergelangan kaki, penurunan nadi dan
oernafasan , nyeri epegastrik, dan oliguria (kurang dari 50ml/jam ) .
• R/: Edema / vasokonstiksi umum, dimanifestasikan oleh masalah SSP berat dan
masalah ginjal hepar ,kardiovaskular dan pernapasan mendahului kejang .
• e. Implementasi tindakan pencegahan kejang perprotokol.
• R/: Menurunkan resiko cidera bila kejang terjadi.
• f. Pada kejadian kejang , miringkan klient; pasng jalan nafas/blok gigitan bila
mulut rileks; berikan oksigen lepaskan pakaian yang ketat ; jangan membatasi
gerakan ; dan dokumentasikan masalah motorik , durasi kejang , dan pereilaku
pascakejang.
• R/: Mempertahankan jalan nafas menurunkan resiko aspirasi dan mencegah
lidah menyumbat jalan nafas . memaksimalkan oksigenasi .(catatan ; waspada
dengan penggunaan jalan nafas / blok gigitan ; jangan mencoba bila rahang
keras karena dapat terjadi cidera).
• Kurang Pengetahuan Mengenai Penatalaksanaan Terapi dan Perawatan b/d
Misinterpretasi Informasi
• Tujuan :
• Kebutuhan pengetahuan terpenuhi secara adekuat.
• Kriteria Hasil :
• - Pasien dan keluarga menyatakan pemaham tentang penyakit, kondisi, prognosis
dan program pengobatan
• - Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya
• Intervensi:
• a. Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman atau situasi. Dorong
mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, takut dll.
• b. Mempertahankan kepercayaan pasien (tanpa adanya keyakinan yang salah)
• c. Terima tapi jangan beri penguatan terhadap penolakan
• d. Orientasikan klien atau keluarga terhadap prosedur rutin dan aktifitas, tingkatkan
partisipasi bila mungkin.
• e. Jawab pertanyaan dengan nyata dan jujur, berikan informasi yang konsisten, ulangi
bila perlu.
• f. Dorong kemandirian, perawatan diri, libatkan keluarga secara aktif dalam
perawatan
• Pola Nafas Tidak Efektif b/d Penurunann Ekspansi Paru.
• Tujuan :
• Pola nafas yang efektif.
• Kriteria Hasil :
• - Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas bersih , tidak ada
sianosis dan dispneu
• - Mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips
• - Tanda – tanda vital dalam batas normal
• Intervensi:
• a. Pantau tingkat pernafasan dan suara nafas.
• b. Atur posisi fowler atau semi fowler.
• c. Sediakan perlengkapan penghisapan atau penambahan aliran udara.
• d. Berikan obat sesuai petunjuk.
• e. Sediakan oksigen tambahan
4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi
keperawatan yang telah direncanakan.

5. EVALUSI
Hasil Evaluasi yang mungkin didapat adalah :
1. Tujuan tercapai seluruhnya, yaitu jika pasien menunjukkan
tanda atau gejala sesuai dengan kreteria hasil yang di
tetapkan.
2. Tujuan sebagian yaitu jika pasien menunjukan tanda dan
gejala sebagian dari kreteria hasil yang sudah ditetapkan.
3. Tujuan tidak tercapai, jika pasien tadak menunjukan tanda
dan gejala sesuai dengan kreteria hasil yang sudah
ditetapkan.
PLASENTA PREVIA

Disusun oleh :
Petra Donny Aldian
Pengertian

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya


abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus
sehingga dapat menutupi sebagian atau
seluruh pembukaan jalan lahir.

 
Etiologi
Vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi
pada dosi 2 akibat persalinan yang lampau yang
dapat menyebabkan plasenta previa tdk selalu
benar,karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta
previa di dapati untuk sebagian besar pada penderita
pada paritas fungsi. Plasenta yang letak nya normal
sekalipun akan meluaskan permukaan, sehingga
mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan
jalan lahir.
Gambaran klinis plasenta previa :
- Pendarahan tanpa nyeri
- Pendarahan berulang
- Warna pendarahan merah segar
- Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya
darah
- Timbulnya perlahan-lahan
- Waktu terjadinya saat hamil
- His biasanya tidak ada
- Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
- Denyut jantung janin ada
- Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
- Penurunan kepala tidak masuk PAP
- Presentasi abnormal
Diagnosis
Anamnesa
Pendarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu
berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida,
banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesa,
melainkan dari pada pemeriksaan hemotokrit
Pemeriksaan luar
Bagian bawah janjin biasanya belum masuk pintu atas panggul
persentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di PAP,
mengelak ke samping dan sulit di dorong ke dalam PAP
Pemeriksaan Inspekulo
Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan
berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri
eksternum, adanya plasenta previa harus di curigai.
Penentuan letak plasenta tidak langsung
Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan
radiografi, radio isotop, dan ultrasonografi. Ultrasonografi
penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat,
tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janin nya, dan
tidak menimbulkan rasa nyeri.
Pemeriksaan Ultrasonografi
Pemeriksaan ini dapat di tentukan inplantasi plasenta atau jarak
tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5 cm di sebut
plasenta letak rendah
Diagnosis plasenta previa secara defenitif
Dilakukan dengan PDMO yaitu melakukan perabaan secara
langsung melalui pembukaan serviks pada perdarahan yang
sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat, tidak
dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya melakukan
Diagnosis.
 
Klasifikasi

- Plasenta previa Totalis, apabila seluruh


pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta
- Plasenta previa parsialis, apabila sebagian
pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.
- Plasenta previa marginalis, apabila pinggir
plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan.
- Plasenta letak rendah, plasenta yang letaknya
abnormal pada segmen bawah uterus tetapi
belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir
Terapi

Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini


dilakukan di tempat peraktik. Pada kasus
pendarahan yang banyak, pengobatan syok
adalah dengan infuse makro DX, periston,
haemaccel, plasma gel, plasma fudin, pada
kasus pasien gelisa, diberikan 10 mg valium
(diazepan) IM/IV secara perlahan.
  Patofisiologi
Perdarahan anter partum akibat plasenta previa terjadi
sejak kehamilan 20 minggu saat sekmen uterus telah
terbentuk dan mulai melebar dan menipis. Umumnya
terjadi pada trimester ke tiga karena segmen bawah
uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran
sekmen bawah uterus dan pembukaan
servik menyababkan sinus uterus robek karena lepasnya
plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus
marginalis dari plasenta. Perdarahan tak dapat
dihindarkankarena adanya ketidakmampuan selaput otot
segmen bawah uterus untuk  berkontraksi seperti pada
plasenta letak normal
   Komplikasi
a. Plasenta abruptio. Pemisahan plasenta dari
dinding rahim
b. Perdarahan sebelum atau selama melahirkan
yang dapat menyebabkan histerektomi
(operasi pengangkatan rahim)
c. Plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta
perkreta
d. Prematur atau kelahiran bayi sebelum waktunya
(< 37 minggu)
e. Kecacatan pada bayi
    Pemeriksaan diagnostic

a.       Pemeriksaan darah : hemoglobin, hematokrit


b.      Pemeriksaan ultra sonografi, dengan
pemeriksaan ini dapat ditentukan plasenta
atau jarak tepi plasenta terhadap ostium
c.       Pemeriksaan inspekkulo secara hati-hati dan
benar, dapat menentukan sumber perdarahan
dari karnalis servisis atau
sumber lain (servisitis,polip,keganasan,
laserasi/troma)
 
Gejala Klinis
Perdarahan adalah gejala primer dari placenta previa dan terjadi pada
mayoritas (70%-80%) dari wanita-wanita dengan kondisi ini. Perdarahan
vagina setelah minggu ke 20 kehamilan adalah karakteristik dari placenta
previa. Biasanya perdarahan tidak menyakitkan, namun ia dapat
dihubungkan dengan kontraksi-kontraksi kandungan dan nyeri perut.
Perdarahan mungkin mencakup dalam keparahan dari ringan sampai parah.

Pemeriksaan ultrasound digunakan untuk menegakan diagnosis dari


placenta previa. Evaluasi ultrasound transabdominal (menggunakan probe
pada dinding perut) atau transvaginal (dengan probe yang dimasukan
kedalam vagina namun jauh dari mulut serviks) mungkin dilakukan,
tergantung pada lokasi dari placenta. Adakalanya kedua tipe-tipe dari
pemeriksaan ultrasound adalah perlu. Adalah penting bahwa pemeriksaan
ultrasound dilakukan sebelum pemeriksaan fisik dari pelvis pada wanita-
wanita dengan placenta previa yang dicurigai, karena pemeriksaan fisik
pelvic mungkin menjurus pada perdarahan yang lebih jauh.
Gejala paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan pervaginam
(yang keluar melalui vagina) tanpa nyeri yang pada umumnya terjadi
pada akhir triwulan kedua. Ibu dengan plasenta previa pada umumnya
asimptomatik (tidak memiliki gejala) sampai terjadi perdarahan
pervaginam.
Biasanya perdarahan tersebut tidak terlalu banyak dan berwarna
merah segar. Pada umumnya perdarahan pertama terjadi tanpa faktor
pencetus, meskipun latihan fisik dan hubungan seksual dapat menjadi
faktor pencetus.

Perdarahan terjadi karena pembesaran dari rahim sehingga


menyebabkan robeknya perlekatan dari plasenta dengan dinding
rahim. Koagulapati jarang terjadi pada plasenta previa. Jika didapatkan
kecurigaan terjadinya plasenta previa pada ibu hamil, maka
pemeriksaan Vaginal Tousche (pemeriksaaan dalam vagina) oleh
dokter tidak boleh dilakukan kecuali di meja operasi mengingat risiko
perdarahan hebat yang mungkin terjadi.
9. Konsep Asuhan Keperawatan

1.      Pengkajian
a.       Pengumpulan data
a)      Identitas klien: Data diri klien meliputi : nama, umur,
pekerjaan, pendidikan, alamat, medicalrecord dll.
b)      Keluhan utama : Gejala pertama; perdarahan pada
kehamilan setelah 28 minggu/trimester III.
-  Sifat perdarahan; tanpa sebab, tanpa nyeri, berulang
-  Sebab perdarahan; placenta dan pembuluh darah yang
robek; terbentuknya SBR, terbukanya osteum/ manspulasi
intravaginal/rectal.
- Sedikit banyaknya perdarahan; tergantung besar atau kecilnya
robekan pembuluh darah dan placenta.
c)    Inspeksi
-     Dapat dilihat perdarahan pervaginam banyak atau sedikit.
-      Jika perdarahan lebih banyak; ibu tampak anemia.
d)   Palpasi abdomen
-     Janin sering belum cukup bulan; TFU masih rendah.
-     Sering dijumpai kesalahan letak 
-    Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak
kepala biasanya kepala masih goyang/floating
 
2)  Riwayat Kesehatan
a)  Riwayat Obstetri
Memberikan imformasi yang penting mengenai kehamilan
sebelumnyaagar  perawat dapat menentukan kemungkinan masalah
pada kehamilansekarang. Riwayat obstetri meliputi:
-          Gravida, para abortus, dan anak hidup (GPAH)
-          Berat badan bayi waktu lahir dan usia gestasi
-          Pengalaman persalinan, jenis persalinan, tempat persalinan, dan
penolong persalinan
-          Jenis anetesi dan kesulitan persalinan
-          Komplikasi maternal seperti diabetes, hipertensi, infeksi,
dan perdarahan.
-          Komplikasi pada bayi
-          Rencana menyusui bayi
b)      Riwayat mensturasi
Riwayat yang lengkap di perlukan untuk menetukan taksiran
persalinan(TP). TP ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir
(HPHT). Untuk menentukan TP berdasarkan HPHT dapat digunakan
rumus naegle, yaitu hari ditambah tujuh, bulan dikurangi tiga, tahun
disesuaikan.
c)      Riwayat Kontrasepsi
Beberapa bentuk kontrasepsi dapat berakibat buruk pada janin,
ibu, ataukeduanya. Riwayat kontrasepsi yang lengkap harus
didapatkan pada saat kunjungan pertama. Penggunaan
kontrasepsi oral sebelum kelahiran dan berlanjut pada kehamilan
yang tidak diketahui dapat berakibat buruk pada pembentukan
organ seksual pada janin.
d)     Riwayat penyakit dan operasi:
Kondisi kronis seperti dibetes melitus, hipertensi, dan penyakit
ginjal bisa berefek buruk pada kehamilan. Oleh karena itu, adanya
riwayat infeksi, prosedur operasi, dan trauma pada persalinan
sebelumnya harus di dokumentasikan

3)      Pemeriksaan fisik


a)      Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil:
(1)   Rambut dan kulit
-          Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu
dan linea nigra.
-          Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen
dan paha.
-          Laju pertumbuhan rambut berkurang.Wajah
(2)   Mata : pucat, anemis
(3)   Hidung
(4)   Gigi dan mulut
(5)   Leher
(6)   Buah dada / payudara
-          Peningkatan pigmentasi areola putting susu
-          Bertambahnya ukuran dan noduler
(7)   Jantung dan paru
-          Volume darah meningkat
-          Peningkatan frekuensi nadi
-          Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembulu darah
pulmonal.
-          Terjadi hiperventilasi selama kehamilan.
-          Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas.
-          Diafragma meningga.
-          Perubahan pernapasan abdomen menjadi pernapasan dada.
(8)   Abdomen
-          Menentukan letak janin
-          Menentukan tinggi fundus uteri
(9)   Vagina
-          Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan (
tanda Chandwick)
-          Hipertropi epithelium
(10)  System musculoskeletal
-   Persendian tulang pinggul yang mengendur
-   Gaya berjalan yang canggung
-   Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis
dinamakan dengan diastasis rectal
b.      Khusus
(1)   Tinggi fundus uteri
(2)   Posisi dan persentasi janin
(3)   Panggul dan janin lahir
(4)   Denyut jantung janin

 
2.      Diagnosa keperawatan

a.   Penurunan cardiac output berhubungan dengan perdarahan


dalam jumlah yang besar.

b.   Ansietas yang berhubungan dengan perdarahan kurangnya


pengetahuan mengenai efek perdarahan dan menejemennya.

c.   Resiko tinggi cedera (janin) b/d Hipoksia jaringan / organ,


profil darah

abnormal, kerusakan system imun.


RENCANA KEPERAWATAN
DAN KRITERIA HASIL
No Diagnosa keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Penurunan kardiak Setelah dilakukkanya tindakan  1.   Kaji dan catat TTV, TD Pengkajian yang akurat
output berhubungan keperawatan 2 X 24 serta jumlah perdarahan. mengenai status
dengan perdarahan jam diharapkan penurunan kardiak hemodinamik
dalam jumlah yang besar output tidak terjadi atau teratasi merupakan dasar untuk
dengan kriteria hasil : perencanaan, intervensi,
o  Volume darah intravaskuler dan evaluasi.
kardiak output dapat diperbaiki
sampai nadi, tekanan darah, nilai    2. Bantu pemberian Kehilangan volume

hemodinamik, serta nilai pelayanan kesehatan atau darah harus diperbaiki

laboratorium menunjukkan tanda mulai sarankan terapi cairan IV untuk mencegah

normal atau terapi transfusi darah komplikasi seperti


sesuai kebutuhan. infeksi, gangguan janin
dan gangguan vital ibu
hamil.
2 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan  1.  Terapi bersama Kehadiran perawat dan
dengan kurangnya selama 3 x 24 diharapkan ansietas dapat pasangan dan pemahaman secara empati
pengetahuan efek berkurang dengan kriteria hasil : menyatakan perasaan. merupakan alat terapi
perdarahan dan 1.    Pasangan dapat mengungkapkan yang potensial
manejemennya. harapannya dengan kata-kata tentang
manajemen yang sudah direncanakan,
sehingga dapat mengurangi kecemasan 2.  Berikan informasi Hal yang diberikan perawat
pasangan. tentang manajemen yang akan memperkuat
sudah direncanakan. penjelasan dokter .
3. Resiko tinggi cedera (janin) Kriteria evaluasi : 1. Kaji jumlah darah yang Hemoragi berlebihan dan
b/d hipoksia jaringan/ Menunjukkan profil darah hilang. Pantau tanda/gejala menetap dapat mengancam
organ,profil darah dengan hitung SDP, Hb, syok hidup klien atau
abnormal,kerusakan system dan pemeriksaan koagulasi mengakibatkan infeksi
imun. DBN normal. pascapartum,

 2.  Catat suhu, hitung SDP, dan Kehilangan darah


bau serta warna rabas vagina, berlebihan dengan
dapatkan kultur bila penurunan Hb
dibutuhkan. meningkatkan risiko klien
untuk terkena infeksi.

3. Catat masukan/haluaran Penurunan perfusi ginjal


urin. Catat berat jenis urin. mengakibatkan penurunan
haluaran urin.
      Pelaksanaan

Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan


yang dilakukan sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan. Selama pelaksanaan
kegiatan dapat bersifat mandiri dan
kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan
perlu diawasi dan dimonitor kemajuan
kesehatan klien.

 
   Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan
tujuan yang telah ditetapkan dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya.
Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam
melaksanakan rencana kegiatan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan.
Penilaian keperawatan adalah mengukur keberhasilan dari
rencana dan pelaksanaan tindakan perawatan yang dilakukan
dalam memenuhi kebutuhan klien.
Evaluasi dapat berupa : masalah teratasi dan masalah teratasi
sebagian.
KESIMPULAN
Perdarahan yang salah satunya disebabkan oleh plasenta previa, dapat
menyebabkan kesakitan atau kematian baik pada ibu maupun pada janinnya.
Faktor resiko yang juga penting dalam terjadinya plasenta previa adalah
kehamilan setelah menjalani seksio sebelumnya ,kejadian plasenta previa
meningkat 1% pada kehamilan dengan riwayat seksio. Kematian ibu disebabkan
karena perdarahan uterus atau karena DIC (Disseminated Intravascular
Coagulopathy). Sedangkan morbiditas/ kesakitan ibu dapat disebabkan karena
komplikasi tindakan seksio sesarea seperti infeksi saluran kencing, pneumonia
post operatif dan meskipun jarang dapat terjadi embolisasi cairan amnion .

Terhadap janin, plasenta previa meningkatkan insiden kelainan kongenital dan


pertumbuhan janin terganggu sehingga bayi yang dilahirkan memiliki berat
yang kurang dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang tidak menderita
plasenta previa. Risiko kematian neonatal juga meningkat pada bayi dengan
plasenta previa
Daftar pustaka

 
• Caroline Bunker Rosdahi.buku ajar keperawatan
dasar edisi 10.jakarta:EGC,2014
• Elisabet siwi walyani,amd.keb.2015.Asuhan
kebidanan kegawat daruratan maternal dan
neonatal.Yogyakarta.hal 37
LAPORAN PENDAHULUAN
POSTPARTUM BLUES

DISUSUN OLEH :
MARIANA DEBORA
KONSEP TEORI
POSTPARTUM BLUES
A. DEFINISI
Baby blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak

nyaman setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi, atau

pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada saat persalinan, terjadi

perubahan hormon yang melibatkan endorphin, progesteron, dan estrogen dalam

tubuh ibu, yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan emosional ibu.

Perubahan tersebut merupakan perubahan psikologi yang normal terjadi pada

seorang ibu yang baru melahirkan. Namun, kadang-kadang terjadi perubahan

psikologi yang abnormal. Gangguan psikologi pascapartum dibagi menjadi tiga

kategori yaitu postpartum blues atau kesedihan pascapartum, depresi pascapartum

nonpsikosis, dan psikosis pascapartum.


B. ETIOLOGI
Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum diketahui.

Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya postpartum blues, antara lain:

1. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin

dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada

gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim

monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan

serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi.

2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.

3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.

4. Latar belakang psikososial ibu

5. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.


Ada beberapa hal yang menyebabkan post partum blues, diantaranya :
1. Lingkungan melahirkan yang dirasakan kurang nyaman oleh si ibu.

2. Kurangnya dukungan dari keluarga maupun suami.

3. Sejarah keluarga atau pribadi yang mengalami gangguan psikologis.

4. Hubungan sex yang kurang menyenangkan setelah melahirkan

5. Tidak ada perhatian dari suami maupun keluarga

6. Tidak mempunyai pengalaman menjadi orang tua dimasa kanak-kanak atau remaja.

Misalnya tidak mempunyai saudara kandung untuk dirawat.

7. Takut tidak menarik lagi bagi suaminya

8. Kelelahan, kurang tidur

9. Cemas terhadap kemampuan merawat bayinya

10. Kekecewaan emosional (hamil dan persalin)

11. Rasa sakit pada masa nifas awal


C. PATOFISIOLOGI
Sejarah kehamilan adalah factor utama yang bisa menimbulkan terjadinya baby

blues ini atau biasa dikenal dengan post partum blues. Riwayat seperti kehamilan

yang tidak di inginkan, adanya problem dengan orang tua atau mertua, kurangnya

biaya untuk persalinan, kurangnya perhatin yang diberikan pada si ibu dan factor

ari etiologi serta factor psikolog lainnya merupakan penyebab utama. Penurunan

kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional

pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine

oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi nonadrenalin dan

serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi.


Karena proses ini pula seorang ibu setelah melahirkan
mengalami perubahan pada tingkat emosional. Biasanya ibu
akan mengalami kenaikan dalam resons psikologisnya,
sensitive dan lebih membutuhkan perhatian, kasih sayang
dari orang di sekitarnya yang di anggap penting baginya.
Keabnormalitasan pada post partum blues ini
mengakibatkan rasa tidak nyaman, kecemasan yang
mendalam pada diri ibu, tek jarang terkadang seorang ibu
menangis tanpa sebab yang pasti. Khawatir pada bayinya
dengan kekhawatiran yang berlebihan.
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap seorang ibu. Gejala

tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau ke-6 hari setelah melahirkan. Beberapa

perubahan sikap tersebut diantaranya Ibu sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak

bahagia, penakut, tidak mau makan, tidak mau bicara, sakit kepala sering berganti

mood, mudah tersinggung (iritabilitas), merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan,

tidak bergairah, khususnya terhadap hal yang semula sangat diminati, tidak mampu

berkonsentrasi dan sangat sulit membuat keputusan, merasa tidak mempunyai ikatan

batin dengan si kecil yang baru saja di lahirkan , insomnia yang berlebihan. Gejala-gejala

itu mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu

antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun jika masih berlangsung beberapa

minggu atau beberapa bulan itu dapat disebut postpartum depression.


E. KOMPLIKASI
Masalah kesehatan jiwa dapat mengakibatkan komplikasi
selama periode kehamilan, kelahiran bayi dan priode pasca
partum, yaitu komplikasi emosional. Tidak ada satu faktorpun
dicurigai bertanggung jawab sebagai pencetus penyakit mental
pasca partum.
1. Gangguan mood
2. Depresi pasca partum
3. Psikosis pasca partum
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat

mendiagnosa secara langsung post partum blues. Secara medis,

dokter menyimpulkan beberapa symptom yang tampak dapat

disimpulkan sebagai gangguan depresi post partum blues bila

memenuhi kriteria gejala yang ada. Kekurangan hormon tyroid yang

ditemukan pada individu yang mengalami kelelahan luar biasa

(fatigue) ditemukan juga pada ibu yang mengalami post partum blues

mempunyai jumlah kadar tyroid yang sangat rendah.


G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda

dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu

yang mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang

sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang

sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga

kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan

kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi

yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan dan/atau

istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat pertolongan yang

praktis.
Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang
dengan menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur,
berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak
perfeksionis dalam hal mengurusi bayi, membicarakan rasa cemas dan
mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok
ibu-ibu baru. Dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum
blues dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan medis,
konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara
intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada
saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan
penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis
secara bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami,
keluarga dan juga teman dekatnya.
ASUHAN KEPERAWATAN
POSTPARTUM BLUES
A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada pasien post partum blues menurut Bobak dapat dilakukan pada pasien

dalam beradaptasi menjadi orang tua baru. Pengkajiannya meliputi:

1. Identitas klien

Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan

lain-lain.

2. Dampak pengalaman melahirkan

Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses kelahiran itu sendiri

dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam upaya retrospeksi diri (Konrad,

1987). Selama hamil, ibu dan pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana tertentu

tentang kelahiran anak mereka, hal-hal yang mencakup kelahiran pervagina dan beberapa

intervensi medis.
3. Citra diri ibu
Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan
seksualitas ibu. Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya
selama masa nifas dapat mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam
menjadi orang tua. Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat
mempengaruhi seksualitasnya.
4. Interaksi Orang tua – Bayi
Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi
interaksi orang tua dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran
anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladatif. Baik ibu maupun
ayah menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat ini kebanyakan riset
hanya berfokus pada ibu. Banyak orang tua baru mengalami kesulitan
untuk menjadi orang tua sampai akhirnya keterampilan mereka membaik.
5. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif

Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua terhadap kebutuhan

bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan mereka, respon sosial yang tidak matur, dan

ketidakberdayaannya. Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua tidak sesuai dengan

kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat merasakan kesenangan dari kontak fisik dengan anak

mereka. Bayi-bayi ini cenderung akan dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak merasa tertarik

untuk melihat anaknya. Tugas merawat anak seperti memandikan atau mengganti pakaian,

dipandang sebagai sesuatu yang menyebalkan.

6. Struktur dan fungsi keluarga

Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum blues ialah melihat komposisi

dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap perannya sebagai ibu sangat

dipengaruhi oleh hubungannya dengan pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan anak-anak

lain. Perawat dapat membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang dengan mengkaji

kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota keluarga dan membantu ibu

merencanakan strategi untuk mengatasi masalah tersebut sebelum keluar dari rumah sakit.
Sedangkan Pengkajian Dasar data klien menurut Marilynn E. Doenges
(2001) Adalah :

1. Aktivitas / istirahat Insomnia mungkin teramati.


2. Sirkulasi : Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari

3. Integritas Ego : Peka rangsang, takut/menangis (" Post partum blues "
sering terlihat kira-kira 3 hari setelah kelahiran).
4. Eliminasi : Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5

5. Makanan/cairan : Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan


mungkin hari – hari ke-3
5. Nyeri/ketidaknyamanan : Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat

terjadi diantara hari ke-3 sampai ke-5 pascapartum

6. Seksualitas : Uterus 1 cm diatas umbilikus pada 12 jam setelah

kelahiran, menurun kira-kira 1 lebar jari setiap harinya. Lokhia

rubra berlanjut sampai hari ke-2- 3, berlanjut menjadi lokhia serosa

dengan aliran tergantung pada posisi (misalnya ; rekumben versus

ambulasi berdiri) dan aktivitas (misalnya ; menyusui). Payudara :

Produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur,

biasanya pada hari ke-3; mungkin lebih dini, tergantung kapan

menyusui dimulai.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan pada pasien postpartum blues menurut Marilynn

E.Doenges adalah :

1. Nyeri akut / ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis edema /

pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.

2. Resiko gangguan proses menyusui berhubungan dengan tingkat

pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan,

struktur / karakteristik fisik payudara ibu.

3. Resiko terhadap perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan

pengaruh komplikasi fisik dan emosional.


4. Resiko perubahan emosional yang tidak stabil pada ibu berhubungan

dengan ketidakefektifan koping individu

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan psikologis (

sangat gembira, ansietas, kegirangan ), nyeri / ketidaknyamanan, proses

persalinan dan kelahiran melelahkan.

6. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi

berhubungan dengan kurang paparan informasi, kesalahan interprestasi,

tidak mengenal sumber-sumber.

7. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan

kecukupan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu dan tugas-tugas

adaptif memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.


C. INTERVENSI KEPERAWATAN
a) Nyeri akut/ketidaknyamanan berhubungan dengan teruma mekanis, edema/pembesaran

jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.

Tujuan : Mengidentifikasi kebutuhan dan mengunakan intervensi untuk mengatasi

ketidaknyamanan.

Intervensi Keperawatan :

1. Tentukan adanya, lokasi dan sifat ketidaknyamanan.

2. Inspeksi perbaikan perineum dan epiostomi.

3. Berikan kompres es pada perineum, khususnya selama 24 jam pertama setelah melahirkan.

4. Berikan kompres panas lembab ( misalnya : rendam duduk / bak mandi ).

5. Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan episiotomy.

6. Kolaborasi dalam pemberian obat analgesic 30-60 menit sebelum menyusui.


b) Resiko gangguan proses menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan,

pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur / karakteristik

fisik payudara ibu.

Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang proses / situasi menyusui mendemonstrasikan

teknik efektif dari menyusui, menunjukan kepuasan regimen menyusui satu sama lain.

Intervensi Keperawatan :

1. Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya.

2. Tentukan system pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan / keluarga.

3. Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui,

perawatan putting dan payudara, kebutuhan diet khusus, dan factor-faktor yang

memudahkan atau menganggu keberhasilan menyusui.

4. Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik-teknik menyusui .

5. Identifikasi sumber-sumber yang tersedia di masyarakat sesuai indikasi misalnya ; program

kesehatan ibu dan anak ( KIA )


c) Resiko terhadap perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan

pengaruh kompliksi fisik dan emosional.

Tujuan : Mengungkapkan masalah dan pertanyaan tentang menjadi orang tua,

mendiskusikan peran menjadi orang tua secara realistis, dan secara aktif mulai

melakukan tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat.

Intervensi Keperawatan :

1. Kaji kekuatan, kelemahan, usia , status perkawianan, ketersediaan sumber

pendukung dan latar belakang budaya.

2. Perhatikan respon klien/pasangan terhadap kelahiran dan peran menjadi orang tua.

3. Evaluasi sifat dari menjadi orang tua secara emosi dan fisik yang pernah dialami

klien/pengalaman selama kanak-kanak.


4. Tinjau ulang catatan intrapartum terhadap lamanya persalionan, adanya
komplikasi dan peran pasangan pada persalinan.

5. Ecaluasi status fisik masa lalu dan saat ini dan kejadian komplikasi prenatal,
intranatal dan pascapartal.

6. Evaluasi kondisi bayi ; komunikasikan dengan staf perawatan sesuai dengan


indikasi.

7. Pantau dan dokumentasikan interaksi klien/pasangan dengan bayi.

8. Anjurkan pasangan untuk mengunjungi dan mengendong bayi dan


berpartisipasi terhadap aktifitas perawatan bayi sesuai izin.

9. Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling bila keluarga beresiko tinggi


terhadap masalah menjadi orang tua atau bila ikatan positif diantara
klien/pasanngan dan bayi tidak terjadi.
d) Resiko perubahan emosional yang tidak stabil pada ibu berhubungan dengan

ketidakefektifan koping individu

Tujuan : Mengungkapkan ansietas dan respon emosional, mengidentifikasi kekuatan

individu dan kemampuan koping pribadi, mencari sumber-sumber yang tepat sesuai

kebutuhan.

Intervensi Keperawatan :

1. Kaji respon emosional klien selama prenatal dan periode inpartum dan persepsi

klien tentang penampilannya selama persalinan.

2. Anjurkan diskusi oleh klien / pasangan tentang persepsi pengalaman kelahiran.

3. Kaji terhadap gejala depresi yang fana ( perasaan sedih pascapartum ), pada hari ke-

2 sampai ke-3 pasca partum ( misalnya, ansietas, menangis, kesedihan, konsentrasi

yang buruk, dan depresi ringan atau berat ).


4. Evaluasi kemampuan koping masa lalu klien, latar belakang budaya,
system pendukung, dan rencana untuk bantuan domestic pada saat
pulang.

5. Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk


membantu klien mempelajari peran baru dan strategi untuk koping
terhadap bayi baru lahir.

6. Anjurkan pengungkapan raa bersalah, kegagalan pribadi, atau keragu-


raguan tentang kemampuan menjadi orang tua.

7. Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok


pendukungan menjadi orang tua, pelayanan social, kelompok
komunitas, atau pelayanan perawat berkunjung.
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien


dengan POSTPARTUM BLUES disesuaikan
dengan intervensi yang telah direncanakan.
E. EVALUASI HASIL

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses


asuhan keperawatan untuk menilai tentang
kriteria hasil yang dicapai, apakah sesuai
dengan rencana atau tidak. Dalam evaluasi
dilakukan pendekatan SOAP.
KASUS POSTPARTUM BLUES
Ny. “M” dengan kehamilan pertamanya telah melahirkan seorang

anak yang berjenis kelamin laki-laki di BPS Prita Yeni Surantiah

Pesisir Selatan dengan partus spontan dan normal.

Tetapi setelah  3 hari post partum ibu mengatakan kurang tidur

karena bayinya yang selalu menangis, ibu juga mengatakan bahwa ia

kurang percaya diri dalam merawat bayinya. Selain itu : suami ibu

juga mengatakan ibu sensitive dan mudah tersinggung dan juga

kurang menyayangi bayinya.


Penanganan:
Hal-hal yang disarankan pada ibu adalah sebagai berikut:
1. Minta bantuan suami atau keluarga jika ibu ingin istirahat
2. Beritahu suami tentang apa yang dirasakan oleh ibu
3. Buang rasa cemas dan khawatir akan kemampuan merawat bayi
4. Meluangkan waktu dan cari hiburan untuk diri sendiri

Komunikasikan segala permasalahan atau hal lain yang ingin di ungkapkan,bicarakan


rasa cemas yang dialami,bersikap tulus dan ikhlas dalam menerima aktivitas san peran
baru setelah melahirkan,bersikap fleksibel dan tidak terlalu perfectsionis dalam
mengurus bayi dan rumah tangga,belajar tenang dan menarik nafas panjang dan
meditasi,kebutuhan istirahat yang cukup,tidurlah ketika bayi sedang tidur,berolah raga
ringan,bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru,dukungan tenaga kesehatan,dukungan
suami,keluarga,teman,teman sesama ibu,konsultasikan pada dokter atau orang yang
professional agar dapat meminimalisir faktor resiko lainnya dan melakukan pengawasan.
Inti dari Asuhan yang diberikan mencakup perilaku, emosional, intelektual, sosial dan
psikologis klien secara bersamaan dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami,
keluarga dan juga teman dekatnya.
KESIMPULAN

Post partum blues adalah keadaan di mana seorang ibu


mengalami perasaan tidak nyaman (kesedihan atau
kemurungan)/gangguan suasana hati setelah persalinan, yang
berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan
dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada saat
persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan
endorphin, progesteron, dan estrogen dalam tubuh Ibu, yang
dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan emosional Ibu.
ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS
DENGAN PENYAKIT TETANUS
NEONATORUM

Disusun Oleh :
Widya Maria (14025)
DEFINISI
Penyakit tetanus neonatrum adalah penyakit tetanus yang
terjadi pada neonates (bayi berusia kurang 1 bulan) yang
disebabkan oleh clostridium tetani, yaitu kuman yang
mengeluarkantoksin (racun) dan menyerang sisem saraf pusat.
Spora kuman tersebut masuk kedalam tubuh bayi melalui pintu
masuk satu-satunya yaitu tali pusat, yang dapat terjadi pada
saat pemotongan tali pusat ketika bayi baru lahir maupun pada
saat perawatannya sebelum puput (terlepasnya tali pusat).
Masa inkubasi 3-28 hari, rata-rata 6 hari. Apabila masa
inkubasi kurang dari 7 hari, biasanya penyakit lebih parah dan
angka kematiannya tinggi.
Angka kematian kasus (Case Fatality Rate atau
CFR) sangat tinggi. Pada kasus tetanus
neonatorum yang tidak dirawat, angkanya
menekati 100%, terutama yang mempunyai
masa inkubasi kurang dari 7 hari. Angka
kematian kasus tetanus neonatorum yang
dirawat di rumah sakit di Indonesia bervariasi
dengan kisaran 10,8 – 55 %
Faktor risiko untuk terjadinya tetanus
neoatorum :
1. Pemberian imunisasi tetanus toksoid (TT)
pada ibu hamil tidak dilakukan atau tidak
lengkap, atau tidak sesuai dengan ketentuan
program
2. Pertolongan persalinan tidak memenuhi
syarat-syarat “3 bersih”
3. Perawatan tali pusat tidak memenuhi
persyaratan kesehatan.
TT akan merangsang pembentukan antibodi
spesifik yang mempunyai peranan penting
dalam perlindungan terhadap tetanus. Ibu
hamil yang mendapatkan imunisasi TT pada
tubuhnya akan membentuk antibodi tetanus.
Seperti difteri, antibodi tetanus termasuk dalam
golongan igG yang mudah melewati sawar
plasenta, masuk dan menyebar melalui aliran
darah janin ke seluruh tubuh janin, yang akan
mencegah terjadinya tetanus neonatorum.
• Imunisasi TT pada kehamilan sedini mungkin
akan memeberikan cukup waktu antara dosis
pertama dan dosis kedua, serta antara dosis
kedua dengan saat kelahiran.

• Interval imunisasi TT dosis pertama dengan


dosis kedua minimal 4 minggu.
ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh karena clostridium
tetani yang bersifat anaerob dimana kuman
tersebut berkembang tanpa adanya oksigen.
Tetanus pada bayi ini dapat disebabkan karena
tindakan pemotongan tali pusat yang kurang
steril, untuk penyakit ini masa inkubasinya
antara 5 – 14 hari (Hidayat, 2008)
PATOFISIOLOGI

Virus yang masuk dan berada dalam lingkungan


anaerobit berubah menjadi bentuk vegetatif dan
berkembang biak sambil menghasilkan toksin
dalam jaringan yang anaerobit ini terdapat
penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan
dan turunnya tekanan oksigen jaringan akibat
adanya pus, nekrosis jaringan, garam kalsium
yang dapat diionisasi.
Secara intra aksonal toksin disalurkan ke sel syaraf
yang memakan waktu sesuai dengan panjang
aksonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat
perubahan elektrik dan fungsi sel syaraf walaupun
toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sum-sum
tulang belakang toksin menjalar dari sel syaraf
lower motorneuron keluksinafs dari spinal
inhibitorineurin. Pada daerah inilah toksin
menimbulkan gangguan pada inhibitoritransmiter
dan menimbulkan kekakuan. ( Aang, 2011)
PENILAIAN MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinik tetanus neonatorum antara lain sebagai berikut :
1. Bayi yang semula dapat menyusu menjadi sulit menyusu
karena kejang otot rahang dan faring (tenggorok)
2. Mulut bayi mencucu seperti mulut ikan
3. Kejang terutama apabila terkena rangsang cahaya, suara dan
sentuhan
4. Kadang-kadang disertai sesak nafas dan wajah bayi membiru
5. Suhu tubuh dapat meningkat, leher kaku
6. Dinding abdomen keras
KOMPLIKASI
• Bronkopneumonia
• Asfiksia dan sianosis akibat obstruksi sekret pada saluran
pernafasan
• Sepsis neonatorum. (Ngastiyah, 1997)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.  Pemeriksaan laboratorium didapati peninggian leukosit
b.  Pemeriksaan cairan otak biasanya normal
c.  Pemeriksaan elektromiogram dapat memperlihatkan adanya
lepas muatan unit motorik secara terus-menerus . (Teddi, 2010)
Penatalaksanaan dan Pengobatan Tetanus
Neonatorum
Pengobatan tetanus ditujukan pada :
• Netralisasi tosin yang masih ada di dalam darah sebelum kontak
dengan sistem saraf, dengan serum antitetanus (ATS teraupetik)
• Membersihkan luka tempat masuknya kuman untuk
menghentikan produksi toksin
• Pemberian antibiotika penisilin atau tetrasiklin untuk membunuh
kuman penyebab
• Pemberian nutrisi, cairan dan kalori sesuai kebutuhan
• Merawat penderita ditempat yang tenang dan tidak terlalu terang
• Mengurangi serangan dengan memberikan obat pelemas otot dan
sesedikit mungkin manipulasi pada penderita. (Maryunani , 2010)
PENCEGAHAN
a. Imunisasi aktif
• Vaksinasi dasar dalam bentuk toksoid diberikan
bersama vaksin pertusis dan difteri ( vaksin DPT ). Kadar
proteksi antibodi bertahan selama 5 – 10 tahun
sesudah suntikan “ booster “. Tetanus toksoid (TT)
selanjunya diberikan 10 tahun kecuali bila mengalami
luka yang beresiko terinfeksi, diberikan toksoid bila
suntikan terakhir sudah lebih dari 5 tahun sebelumnya
atau bila belum pernah vaksinasi. Pada luka yang sangat
parah, suntikan toksoid diberikan bila vaksinasi terakhir
sudah lebih dari 1 tahun.
Untuk mencegah tetanus neonatorum, diberikan TT pada
semua wanita usia subur atau wanita hamil trimester III,
selain memberikan penyuluhan dan bimbingan pada
dukun beranak agar memotong dan merawat tali pusat
bayi dengan cara semestinya. Dapat terjadi
pembengkakan dan rasa sakit pada tempat suntikan
sesudah pemberian vaksin TT. (Maryunani, 2010)

b.) Imunisasi pasif


Diberikan serum antitetanus (ATS Profilaksis) pada
penderita luka yang beresiko terjadi infeksi tetanus,
bersama – sama dengan TT. (Maryunani, 2010)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN
TETANUS NEONATORUM
A.  Pengkajian
 Identitas :
– Identitas Bayi (klien)
– Identitas orang tua: Ayah , Ibu
– Identitas saudara kandung/keluarga
 Keluhan utama/alasan masuk RS.
 Riwayat Kesehatan
 Riwayat imunisasi pasien
 Ante natal care
 Natal
 Post natal care
 Riwayat kesehatan keluarga

 
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan penumpukan sputum pada trakea dan spame
otot pernafasan.
2) Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan
nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan.
3) Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan
dengan efeks toksin (bakterimia)
4) Risiko terjadi cedera berhubungan dengan sering
kejang
5) Risiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan intake yang kurang dan oliguria
INTERVENSI
Dx.1 : Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan sputum pada trakea dan spame otot pernafasan, ditandai
dengan ronchi, sianosis, dyspneu, batuk tidak efektif disertai dengan
sputum dan atau lendir, hasil pemeriksaan lab, Analisa Gas Darah
abnormal (Asidosis Respiratorik)
Tujuan : Jalan nafas efektif

Kriteria :
– Bayi tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada
– Pernafasan normal
– Tidak ada pernafasan cuping hidung
– Tidak ada tambahan otot pernafasan
– Hasil pemeriksaan laboratorium darah, Analisa Gas Darah dalam batas
normal (pH= 7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 mmHg, PO2 = 80-100 mmHg)
No Intervensi Rasional

Secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara


Bebaskan jalan nafas dengan untuk meluruskan rongga pernafasan sehingga proses
1
mengatur posisi kepala ekstensi respiransi tetap berjalan lancar dengan menyingkirkan
pembuntuan jalan nafas.

Pemeriksaan fisik dengan cara Ronchi menunjukkan adanya gangguan pernafasan akibat
auskultasi mendengarkan suara atas cairan atau sekret yang menutupi sebagian dari saluran
2
nafas (adakah ronchi) tiap 2-4 jam pernafasan sehingga perlu dikeluarkan untuk
sekali mengoptimalkan jalan nafas.
Bersihkan mulut dan saluran
Suction merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan
3 nafas dari sekret dan lendir
sekret, sehingga mempermudah proses respirasi
dengan melakukan suction

Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan


4 Oksigenasi memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah
terjadinya hipoksia.

Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan


Observasi tanda-tanda vital
5 nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul
tiap 2 jam
takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama.
Dx.2.Gangguan pola nafas berhubungan dengan
jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot
pernafasan, yang ditandai dengan kejang
rangsang, kontraksi otot-otot pernafasan, adanya
lendir dan sekret yang menumpuk.

• Tujuan : Pola nafas teratur dan normal

Kriteria :
– Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan
pemenuhan kebutuhan oksigen
– Tidak sesak, pernafasan normal
– Tidak ada sianosis.
No Intervensi Rasional

Indikasi adanya penyimpangan atau kelainan dari


Monitor irama pernafasan dan
1 pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis
respirati rate
pernafasan,kemampuan dan irama nafas.

Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan


2 Atur posisi luruskan jalan nafas.
proses respirasi dapat berjalan dengan lancar.

Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi


Observasi tanda dan gejala
3 ketidakadekuatan suply O2 pada jaringan tubuh
sianosis
perifer

Kolaborasi dalam pemeriksaan Kompensasi tubuh terhadap gangguan proses difusi


4
analisa gas darah. dan perfusi jaringan.
Dx.3.Peningkatan suhu tubuh (hipertermia)
berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia)
yang ditandai dengan suhu tubuh 38-40⁰C,
hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari
10.000 /mm3

• Tujuan: Suhu tubuh normal


• Kriteria Hasil : 36-37⁰C, hasil lab sel darah
putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3
NO Intervensi Rasional

Iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan


Atur suhu lingkungan yang
1 suhu tubuh bayi sebagai suatu proses adaptasi
nyaman.
melalui proses evaporasi dan konveksi.

Pantau suhu tubuh bayi tiap 2 Identifikasi perkembangan gejala-gajala ke arah


2
jam syok dan perubahan suhu

Cairan-cairan/ASI dpt membantu menyegarkan


Berikan hidrasi cairan atau ASI
3 badan dan merupakan kompresi badan dari dalam
yang cukup adequate
tubuh bayi.
Lakukan tindakan teknik Perawatan luka pada tali pusat mengeleminasi
4 aseptik dan antiseptik pada kemungkinan toksin yang masih berada disekitar
perawatan luka tali pusat. luka.

Berikan kompres bila tidak Kompres merupakan salah satu cara untuk
5 terjadi ekternal rangsangan menurunkan suhu tubuh dengan cara proses
kejang. konduksi.

Obat-obat antibakterial dapat mempunyai spektrum


Kolaborasi pelaksanakan
luas untuk mengobati bakteria gram positif atau
6 program pengobatan
bakteria gram negatif. Antipieretik bekerja sebagai
antibiotik dan antipieretik
proses termoregulasi untuk mengantisipasi panas.
Dx.4.Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas
kejang

Tujuan : Cedera tidak terjadi

kriteria hasil :
–   Bayi tidak ada cedera
–   Tidur dengan tempat tidur yang terpasang
pengaman
Intervensi Rasional

Identifikasi dan hindari faktor Menghindari kemungkinan terjadinya cedera


1
pencetus akibat dari stimulus kejang

Tempatkan bayi pada tempat tidur Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika
2
yang memakai pengaman terjadi kejang

Antisipasi dini pertolongan kejang akan


Sediakan disamping tempat tidur
3 mengurangi resiko yang dapat memperberat
tongue spatel
kondisi pada bayi

Mencegah terjadinya benturan/trauma yang


4 Lindungi bayi pada saat kejang
memungkinkan terjadinya cedera fisik
Dx.5 Defisit volume cairan berhubungan dengan
intake cairan tidak adekuat

Tujuan : Bayi tidak memperlihatkan kekurangan


volume cairan yang dengan

kriteria hasil:
- Membran mukosa lembab
- Turgor kulit baik
No. Intervensi Rasional

Kaji intake dan out put setiap 24 Memberikan informasi tentang status cairan
1
jam /volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian

Kaji tanda-tanda dehidrasi,


Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan
2 membran mukosa, dan turgor
hidrasi seluler
kulit setiap 24 jam

Berikan dan pertahankan intake


oral dan parenteral sesuai indikasi
3 Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh
dan disesuaikan dengan
perkembangan kondisi tubuh bayi

Monitor berat jenis urine dan Mempertahankan intake nutrisi untuk


4
pengeluarannya kebutuhan tubuh
IMPLEMENTASI
Lakukanlah apa yang harus anda lakukan pada saat itu. Dan catat apa yang
telah anda lakukan tindakan pada pasien
1) Melaksanakan tindakan kolaborasi memberikan suntikan anti kejang
untuk mengatasi kejang.
2) Menjaga jalan nafas tetap bebas dengan membersihkan jalan nafas
3) Memasang spatel lidah yang dibungkus kain untuk mecegah lidah
tergigit.
4) Memberikan tindakan kolaborasi dengan mengobati penyebab tetanus
dengan anti tetanus serum (ATS) dan anti biotika
5) Melaksanakan perawatan yang adekuat : Kebutuhan oksigen, Makanan,
Keseimbangan cairan dan elektrolit
6) Menempatkan bayi di ruangan yang terang dengan pencahayaan yang
kurang untuk mengurangi kejang pada bayi.
7) Menganjurkan kepada ibu untuk tetap memberikan ASI agar
tercukupinya kebutuhan nutrisi bayi.
EVALUASI
Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan
hasil mengacu pada kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada
masing-masing diagnosa keperawatan sehingga :
1. Klien memperlihatkan kepatenan jalan nafas, jalan nafas
bersih, tidak ada sekresi
2. Bayi tidak memperlihatkan kekurangan volume cairan,
membran mukosa lembab, turgor kulit baik
3. Tidak terjadi aspirasi, jalan nafas bersih dan tidak ada secret,
pernafasan teratur
4. Cedera tidak terjadi, klien tidak ada cedera, tidur dengan
tempat tidur yang terpasang pengaman
5. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit, tidak ada
kemerahan , lesi dan edema.
Evaluasi semua tindakan yang telah anda
berikan pada bayi tersebut. Jika dengan
tindakan yang diberikan bayi mengalami
perubahan menjadi lebih baik. Maka
tindakan dapat dihentikan. Jika sebaliknya
keadaan bayi menjadi lebih buruk,
kemungkinan besar tindakan harus
mengalami perubahan atau perbaikan.
KESIMPULAN
Penyakit tetanus neonatrum adalah penyakit tetanus
yang terjadi pada neonates (bayi berusia kurang 1 bulan)
yang disebabkan oleh clostridium tetani, yaitu kuman
yang mengeluarkantoksin (racun) dan menyerang sisem
saraf pusat.
Angka kematian kasus (Case Fatality Rate atau CFR)
sangat tinggi. Pada kasus tetanus neonatorum yang tidak
dirawat, angkanya mendekati 100%, terutama yang
mempunyai masa inkubasi kurang dari 7 hari. Angka
kematian kasus tetanus neonatorum yang dirawat di
rumah sakit di Indonesia bervariasi dengan kisaran 10,8 –
55 %.
Daftar Pustaka :

• Djoko Waspodo, dkk (2002) Buku Acuan


Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal Ed.1 Cet.3, Jakarta; YBP-SP
• Ngastiyah (2005) Perawatan Anak Sakit Ed. 2
Cet. 1, Jakarta ; EGC
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
MOLA HIDATIDOSA

Disusun Oleh :
Nama : Megalaura Silaban
Nim : 14011
Anatomi

Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah


pear, terletak dalam rongga panggul kecil di antara kandung
kemih dan anus, ototnya desebut miometrium dan selaput
lendir yang melapisi bagian dalamnya disebut endometrium.
Peritonium menutupi sebagian besar permukaan luar uterus,
letak uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan
anteversi (meliuk agak memutar ke depan) dengan
fundusnya terletak di atas kandung kencing. Bagian bawah
bersambung dengan vagina dan bagian atasnya tuba uterin
masuk ke dalamnya. Ligamentum latum uteri dibentuk oleh
dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat
ovarium dan tuba uterina.
Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu :
a).Fundus : bagian lambung di atas muara tuba
uterina
b).Badan uterus : melebar dari fundus ke serviks
c).Isthmus : terletak antara badan dan serviks
Bagian bawah serviks yang sempit pada uterus
disebut serviks. Rongga serviks bersambung dengan
rongga badan uterus melalui os interna (mulut
interna) dan bersambung dengan rongga vagina
melalui os eksterna
Ligamentum pada uterus :
a. Ligamentum teres uteri : ada dua buah kiri dan
kanan. Berjalan melalui annulus inguinalis, profundus
ke kanalis iguinalis. Setiap ligamen panjangnya 10 –
12,5 cm, terdiri atas jaringan ikat dan otot, berisi
pembuluh darah dan ditutupi peritoneum. Peritoneum di
antara kedua uterus dan kandung kencing di depannya,
membentuk kantong utero-vesikuler. Di bagian
belakang, peritoneum membungkus badan dan serviks
uteri dan melebar ke bawah sampai fornix posterior
vagina, selanjutnya melipat ke depan rectum dan
membentuk ruang retri-vaginal.
b. Ligamentum latum uteri : Peritoneum yang
menutupi uterus, di garis tengh badan uterus
melebar ke lateral membentuk ligamentum lebar,
di dalamnya terdapat tuba uterin, ovarium diikat
pada bagian posterior ligamentum latum yang
berisi darah dan saluran limfe untuk uterus
maupun ovarium.
Fisiologi
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama
perkembangan sebutir ovum, sesudah keluar dari overium
diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan
ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu
hamil yang secara normal berlangsung selama 40
minggu, uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi
lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar
pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus.
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan
lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalam kenyataannya
tidak selalu demikian.
Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin
yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan
patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama
kehamilan, berupa degenerasi hidrifik dari jonjot karion,
sehingga menyerupai gelembung yang disebut ”mola
hidatidosa”. Pada ummnya penderita ”mola hidatidosa
akan menjadi baik kembali, tetapi ada diantaranya yang
kemudian mengalami degenerasi keganasan yang berupa
karsinoma.
(Wiknjosastro, Hanifa, 2002 : 339)
Pengertian
Mola berasal dari bahasa latin yang berarti massa
dan hidatidosa berasal dari kata Hydats yang berarti
tetesan air. Mola hidatidosa (hamil anggur) adalah
suatu massa atau pertumbuhan di dalam rahim yang
terjadi pada awal kehamilan. Mola hidatidosa
adalah kehamilan abnormal, dimana seluruh villi
korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola
hidatidosa juga dihubungkan dengan edema
vesikular dari vili khorialis plasenta dan biasanya
tidak disertai fetus yang intak.
Secara histologist, ditemukan proliferasi trofoblast
dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia.
Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya
terdapat sedikit pembulh darah. Dalam hal demikian
disebut Mola Hidatidosa atau Complete mole
sedangkan bila disertai janin atau bagian janin disebut
sebagai Mola Parsialis atau Partial mole. Kehamilan
mola hidatidosa merupakan kelainan kehamilan yang
banyak terjadi pada multipara yang berumur 35-45
tahun.
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang
berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan
janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami
perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara
makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu
berupa gelembung- gelembung putih, tembus
pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran
bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2
cm. ( Sarwono Prawirohardjo, 2010).
Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion
(chorionic villi) yang tumbuh bergandang berupa
gelembung-gelembung kecil yang mengandung
banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur,
atau mata ikan karena itu disebut juga hamil anggur
atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma
trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar, 2000).
Mola Hidatidosa
Etiologi
Penyebab pasif mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi
faktor-faktor yang mungkin dapat menyebabkan dan
mendukung terjadinya mola,anatara lain:
• Faktor ovum,dimana ovum memang sudah patologik,
sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
• Imunoselektif dari trofoblast
• Keadaan sosial-ekonomi ang rendah
• Paritas tinggi
• Kekurangan protein
• Infeksi virus dan faktor kromosom yangbelum jelas .
Patofisiologi
Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan
kista-kista kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio.
Secara histo patologic kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada
plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda, yang
dimaksud dengan mola kehamilan ganda adalah : satu janin tumbuh dan
yang satu menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi,
mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. mola parsialis
adalah bila dijumpai janin dan gelembung - gelembung mola.
Secara mikroskopik terlihat trias :
1.    Proliferasi dari trofoblas.
2.    Degenerasi hidropik dari stroma villi.
3.    Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.
Komplikasi

Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa


komplikasi sebagai berikut:
• Perdarahan hebat sampai syok;
• Perdarahan berulang;
• Anemia;
• Infeksi sekunder;
• Perforasi karena tindakan dan keganasan, dan
• Keganasan apabila terjadi mola destruens/
koriokarsinoma
Klasifikasi

Sesuai dengan derajatnya, mola hidatidosa klasifikasikan


menjadi 2 jenis, yaitu mola komplit dan mola parsialis.
Mola Sempurna
Temuan Histologik ditandai oleh adanya,antara lain :
a. Degenerasi hidrofik dan pembengkakan stroma villi
b. Tidak terdapat pembuluh darah di dalam villi yang
bengkak
c. Proliferasi sel epitel trofoblas dengan derajat yang
beragam
d. Tidak terdapat janin dan amnion
Mola sempurna dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu :

1. Mola Sempurna Androgenetic


Homozygous
Merupakan 80% dari kejadian mola sempurna. Dua
komplemen kromosom paternal identik, didapatkan dari
duplikasi kromosom haploid seluruhnya dari ayah. Selalu
perempuan; 46, YY tidak pernah ditemukan.
Heterozygous
Merupakan 20% dari kejadian mola sempurna. Dapat laki-
laki atau perempuan. Semua kromosom berasal dari kedua
orang tua, kemungkinan besar terjadi karena pembuahan
dua sperma.
2. Mola sempurna Biparental

Mola sempurna Biparental jarang ditemukan. Bentuk rekumen mola


biparental ( yang merupakan famiial dan sepertinya diturunkan sebagai
autosomal resesif ) pernah ditemukan.
Presentasi klinis tipikal kehamilan mola sempurna dapat didiagnosis
pada trimester pertama sebelum onset gejala dan tanda muncul. Gejala
yang paling sering terjadi pada mola sempurna yaitu perdarahan vagina.
Jaringan mola terpisah dari desidua dan menyebabkan perdarahan.
Uterus dapat menjadi membesar akibat darah yang jumlahnya besar dan
cairan merah gelap dapat keluar dari vagina. Pasien juga melaporkan mual
dan muntah yang hebat. Ini diakibatkan peningkatan kadar human
chorionic gonadotropin (HCG). Sekitar 7% pasien juga datang dengan
takikardia, tremor, dan kulit hangat.
Mola Parsialis

Bila perubahan mola hanya lokal dan tidak berlanjut dan terdapat
janin atau setidaknya kantung amnion, keadaan tersebut
digolongkan mola hidatidosa partialis. Terdapat pembengkakan
villi yang kemajuannya lambat, sedangkan villi yang mengandung
pembuluh darah yang lain yang berperan dalam sirkulasi janin
placenta, jarang. Hiperflasi trofoplas hanya lokal tidak
menyeluruh
Secara epidemiologi mola komplit dapat meningkat bila wanita
kekurangan carotene dan defisiensi vitamin A. Sedangkan mola
parsialis lebih sering tejadi pada wanita dengan tingkat
pendidikan tinggi, menstruasi yang tidak teratur dan wanita
perokok.
Manifestasi Klinis

• Amenore dan tanda-tanda kehamilan.


• Pendarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat merupakan
gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama
berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan
anemia defesiensi berat.. Cairan yang keluar dari vagina bisa berwarna
coklat tua atau merah terang, bisa sedikit atau banyak. Pada keadaan
lanjut kadang keluar gelembung mola. Keadaan ini bisa berlangsung
beberapa hari saja atau secara intermitten selama beberapa minggu.
• Uterus sering membesar lebih cepat dan biasanya tidak sesuai usia
kehamilan.
• Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin maupun ballottement
pada palpasi dan tidak terdengar DJJ sekalipun uterus sudah membesar
setinggi pusar atau lebih.
• Pre-eklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
Pemeriksaan Penunjang

Untuk mengetahui secara pasti adanya mola hidatidosa,


maka pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :
• Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka
uji biologik dan uji imunologik ( galli mainini  dan planotest )
akan  positif setelah pengenceran (titrasi):
– Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa.
– Galli mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola
hidatidosa atau hamil kembar. Bahkan pada mola
hidatidosa, uji biologik atau imunologik cairan
serebrospinal dapat menjadi positif.
• Pemeriksaan dalam
• Pastikan besarnya uterus, uterus terasa lembek, tidak ada bagian -
bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis
servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan servik.
• Uji sonde : Sonde ( penduga rahim ) dimasukkan pelan - pelan dan
hati - hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak
ada tahanan, sonde  diputar  setelah  ditarik  sedikit, bila tetap  tidak 
ada tahanan kemungkinan mola ( cara Acosta- Sison).
• Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang - tulang janin (pada
kehamilan 3-4 bulan).
• Arteriogram khusus pelvis
• Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan
tidak terlihat janin.
Pelaksanaan

1. Perbaikan Keadaan Umum


Perbaikan keadaan umum pada pasien mola hidatidosa,
yaitu :
a. Koreksi dehidrasi.
b. Transfusi darah bila ada anemia, juga untuk
memperbaiki syok.
c. Bila ada gejala preeklamsia dan hiperemesis gravidarum
diobati sesuai protocol penanganannya.
d. Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis dikonsul ke bagian
penyakit dalam
2. . Kuretase isap (suction curettage)
Apabila pasien menginginkan keturunan di
kemudian hari, penanganan yang dipilih adalah
evakuasi jaringan mola dengan kuretase isap.
3. . Histerektomi abdominal
Pada mola ini merupakan suatu alternatif lain
bagi pasien yang tidak lagi menginginkan
kehamilan di kemudian hari.
4. Pengobatan lanjut:
Pemeriksaan tindak lanjut pada pasien molahidatidosa
meliputi:
1. Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut, sekurang-
kurangnya satu tahun.
2. Ukur kadar β hCG setiap 2 minggu, walaupun sebagian
menganjurkan pemeriksaan setiap minggu, belum terbukti
adanya manfaat yang nyata.
3. Tunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang.
4. Setelah kadar normal yaitu setelah mencapai batas bawah
pengukuran pemeriksaan dilakukan setiap 6 bulan, lalu setiap
2 bulan untuk total 1 tahun.
5. Tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan
setelah 1 tahun.
ASUHAN KEPERAWATAN MOLA HIDATIDOSA
PENGKAJIAN
• Biodata
• Keluhan utama
• Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
a)        Riwayat kesehatan sekarang
b)        Riwayat kesehatan masa lalu
• Riwayat pembedahan,
• Riwayat penyakit yang pernah dialami,
• Riwayat kesehatan keluarga
• Riwayat kesehatan reproduksi
• Riwayat kehamilan persalinan dan nifas
• Riwayat seksual
• Riwayat pemakaian obat
• Pola aktivitas sehari-hari, Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi
(BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat
sakit.
PEMERIKSAAN FISIK
• Inspeksi
• Palpasi
• Perkusi
• Auskultasi

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3.Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
4.Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses
infeksi
5.Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
6.Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual
muntah
7.Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
adanya perdarahan.
INTERVENSI

DIAGNOSA I
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan :
- Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang
Kriteria Hasil :
-Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
-Ekspresi wajah tenang
-TTV dalam batas normal
Intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan
klien
Rasional : Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga
dapat membantu menentukan intervensi yang tepat.
2.Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi
merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh
klien.
3.Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi
Rasional : Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit
nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap
nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan.
4.Beri posisi yang nyaman
Rasional : Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan
pada area luka/nyeri.
5.Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri
sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan.
DIAGNOSA II

Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan


Tujuan :
- Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri
Kriteria Hasil :
- Kebutuhan personal hygiene terpenuhi
- Klien nampak rapi dan bersih
Intervensi :
1.Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan
klien dalam merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam
memenuhi kebutuhan hygienenya.
2.Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
Rasional : Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat
klien ketergantungan pada perawat.
3.Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai
kemampuannya
Rasional : Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk
mengembalikan kekuatan secara bertahap dan menambah
kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya.
4.Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan
membantu memenuhi kebutuhan klien
Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak
terpenuhi secara mandiri.
DIAGNOSA III

Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri


Tujuan :
- Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu
Kriteria Hasil :
- Klien dapat tidur 7-8 jam per hari
- Konjungtiva tidak anemis
Intervensi :
1.Kaji pola tidur
Rasional : Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan
dalam menentukan intervensi selanjutnya.
2.Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat
3.Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur
Rasional : Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat
merangsang untuk tidur.
4.Batasi jumlah penjaga klien
Rasional : Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka
kebisingan di ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat
beristirahat.
5.Membatasi pengunjung
Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.
6.Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam
Rasional : Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga
klien dapat tenang dan mudah tidur. 
DIAGNOSA IV

Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi


Tujuan :
Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas
Kriteria Hasil :
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Klien tidak mengalami komplikasi
Intervensi :
1.Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaforesis
Rasional : Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi,
pola demam dapat membantu diagnosa.
2.Pantau suhu lingkungan
Rasional : Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus
mendekati normal.
3.Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang
banyak
Rasional : Minum banyak dapat membantu menurunkan
demam.
4.Berikan kompres hangat
Rasional : Kompres hangat dapat membantu penyerapan
panas sehingga dapat menurunkan suhu tubuh.
5.Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan
aksi pada hipothalamus.
DIAGNOSA V

Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

Tujuan :
- Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang

Kriteria Hasil :
- Ekspresi wajah tenang
- Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya

Intervensi :
1.Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional : Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu
klien.
2.Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga
mengurangi kecemasan.
3.Mendengarkan keluhan klien dengan empati
Rasional : Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka
klien akan merasa diperhatikan.
4.Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan
Rasional : Menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan
mengerti tentang penyakitnya.
5.Beri dorongan spiritual/support
Rasional : Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat
berkurang.
DIAGNOSA VI

Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual


muntah

Tujuan :
- Klien akan mengungkapkan nutrisi terpenuhi

Kriteria Hasil :
- Nafsu makan meningkat
- Porsi makan dihabiskan

Intervensi :
1.Kaji status nutrisi klien
Rasional : Sebagai awal untuk menetapkan rencana selanjutnya
2.Anjurkan makan sedikit demi sedikit tapi sering
Rasional : Makan sedikit demi sedikit tapi sering mampu membantu
untuk meminimalkan anoreksia.
3.Anjurkan untuk makan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
Rasional : Makanan yang hangat dan bervariasi dapat menbangkitkan
nafsu makan klien.
4.Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah
pemberian nutrisi.
5.Tingkatkan kenyamanan lingkungan termasuk sosialisasi saat makan,
anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai klien
Rasional : Sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman
dapat meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makanan.
DIAGNOSA VII

Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya


perdarahan.

Tujuan :
- Klien akan menunjukkan gangguan perfusi jaringan perifer tidak terjadi
Kriteria Hasil :
- Hb dalam batas normal (12-14 g%)
- Turgor kulit baik, vital sign dalam batas normal
- Tidak ada mual muntah

Intervensi :
1.Awasi tanda-tanda vital, kaji warna kulit/membran mukosa, dasar kuku
Rasional : Memberika informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi
jaringan dan membantu menentukan intervensi selanjutnya
2.Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing dan sakit kepala
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan ketidak adekuatan perfusi
serebral sebagai akibat tekanan darah arterial.
3.Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pegisian kapiler lambat
dan nadi perifer lemah
Rasional : Vasokonstriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan
volume sirkulasi dan dapat terjadi sebagai efek samping vasopressin.
4.Berikan cairan intravena, produk darah
Rasional : Menggantikan kehilangan daran, mempertahankan volume
sirkulasi.
5.Penatalaksanaan pemberian obat antikoagulan tranexid 500 mg 3×1
tablet
Rasional : Obat anti kagulan berfungsi mempercepat terjadinya
pembekuan darah / mengurangi perarahan.  
IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan yang dibuat disesuaikan dengan keadaan
pasien dan respon pasien.

EVALUASI
1.Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan teratasi
2.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan terpenuhi dan
kembali normal
3.Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri kembali normal
4.Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
kembali normal
5.Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan teratasi
6.Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
kembali normal sesuai kebutuhan.
7.Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya
perdarahan kembali normal.
KESIMPULAN

Mola berasal dari bahasa latin yang berarti massa dan hidatidosa berasal dari kata Hydats yang
berarti tetesan air. Mola hidatidosa adalah kehamilan yang berkembang tidak wajar (konsepsi yang
patologis) dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalalami perubahan
hidropik. Dalam hal demikian disebut Mola Hidatidosa atau Complete mole sedangkan bila
disertai janin atau bagian janin disebut sebagai Mola Parsialis atau Partial mole. Hamil Mola
adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak berkembang menjadi embrio
tetapi terjadi poliferasi dan vili korialis disertai dengan degenerasi hidropik. Kehamilan mola
hidatidosa merupakan kelainan kehamilan yang banyak terjadi pada multipara yang berumur 35-45
tahun.
Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh bergandang berupa
gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur,
atau mata ikan karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan
neoplasma trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar, 2000).
Menurut Prof. Rustam Moechtar dalam bukunya Sinopsis Obstetri, penyebab mola hidatidosa
belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab adalah:
1. Faktor ovum
2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah.
3. Paritas tinggi
4. Kekurangan protein
5. Infeksi virus
DAFTAR PUSTAKA

1.  Bagian obstetri dan Ginekologi FK UNPAD.


2006 .Obstetri Patologi, Bandung :Elstar
Offset halm.3.
2. Prawirohardjo, Sarwono.2009. Ilmu
Kandungan, Edisi Ketiga. Jakarta : PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
3. Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri.
Edisi 2. Jakarta: EGC.
ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS
DENGAN PENYAKIT KISTA OVARIUM

DISUSUN OLEH :
BELLA
(14003)
DEFINISI
•  Kista adalah kantong berisi cairan, kista
seperti balon berisi air, dapat tumbuh di mana
saja dan jenisnya bermacam-macam (Jacoeb,
2007).
•  Kista adalah suatu bentukan yang kurang
lebih bulat dengan dinding tipis, berisi cairan
atau bahan setengah cair (Soemadi, 2006).
JENIS - JENIS KISTA OVARIUM
Menurut etiologi, kista ovarium dibagi menjadi 2, yaitu :
• Kista non neoplasma. Disebabkan karena ketidak seimbangan hormon
esterogen dan progresterone diantaranya adalah :
• Kista non fungsional. Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epitelium
yang berkurang di dalam korteks.
• Kista fungsional
• Kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang menjadi ruptur atau
folikel yang tidak matang direabsorbsi cairan folikuler di antara siklus
menstruasi. Banyak terjadi pada wanita yang menarche kurang dari 12 tahun.
• Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi progesterone
setelah ovulasi.
• Kista tuba lutein, disebabkan karena meningkatnya kadar HCG terdapat pada
mola hidatidosa.
• Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar LH yang
menyebabkan hiperstimuli ovarium.
Kista neoplasma
• Kistoma ovarii simpleks adalah suatu jenis kista deroma
serosum yang kehilangan epitel kelenjarnya karena
tekanan cairan dalam kista.
• Kistodenoma ovarii musinoum. Asal kista ini belum
pasti, mungkin berasal dari suatu teratoma yang
pertumbuhanya I elemen mengalahkan elemen yang lain
• Kistadenoma ovarii serosum. Berasal dari epitel
permukaan ovarium (Germinal ovarium)
• Kista Endrometreid. Belum diketahui penyebab dan tidak
ada hubungannya dengan endometroid
• Kista dermoid. Tumor berasal dari sel telur melalui
proses patogenesis
ETIOLOGI
Kista ovarium terbentuk oleh bermacam
sebab. Penyebab inilah yang nantinya akan
menentukan tipe dari kista. Diantara beberapa
tipe kista ovarium,tipe folikuler merupakan
tipe kista yang paling banyak ditemukan. Kista
jenis ini terbentuk oleh karena pertumbuhan
folikel ovarium yang tidak terkontrol. Cairan
yang mengisi kista sebagian besar berupa
darah yang keluar akibat dari perlukaan yang
terjadi pada pembuluh darah kecil ovarium.
PATOFISIOLOGI
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk
beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff.
Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan
diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit
mature. Folikel yang rupture akan menjadi korpus
luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 –
2 cm dengan kista ditengah-tengah. Kista ovari yang
berasal dari proses ovulasi normal disebut kista
fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa
folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista
theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh
gonadotropin, termasuk FSH dan HCG.
TANDA DAN GEJALA
Sebagian besar kista ovarium tidak
menimbulkan gejala, atau hanya sedikit nyeri
yang tidak berbahaya. Tetapi adapula kista
yang berkembang menjadi besar dan
menimpulkan nyeri yang tajam. Pemastian
penyakit tidak bisa dilihat dari gejala-gejala
saja karena mungkin gejalanya mirip dengan
keadaan lain seperti endometriosis, radang
panggul, kehamilan ektopik (di luar rahim)
atau kanker ovarium.
Lanjutan…
Gejala-gejala berikut mungkin muncul bila anda mempunyai kista ovarium
• Perut terasa penuh, berat, kembung
• Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil)
• Haid tidak teratur
• Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar ke
punggung bawah dan paha.
• Nyeri sanggama
• Mual, ingin muntah, atau pengerasan payudara mirip seperti pada saat
hamil.
 
Gejala-gejala berikut memberikan petunjuk diperlukan penanganan
kesehatan segera:
• Nyeri perut yang tajam dan tiba-tiba
• Nyeri bersamaan dengan demam
• Rasa ingin muntah
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemastian diagnosis untuk kista ovarium dapat
dilakukan dengan pemeriksaan:

1. Ultrasonografi (USG)
Tindakan ini tidak menyakitkan, alat peraba
(transducer) digunakan untuk mengirim dan
menerima gelombang suara frekuensi tinggi
(ultrasound) yang menembus bagian panggul,
dan menampilkan gambaran rahim dan
ovarium di layar monitor.
2. Laparoskopi
Dengan laparoskopi (alat teropong ringan dan
tipis dimasukkan melalui pembedahan kecil di
bawah pusar) dokter dapat melihat ovarium,
menghisap cairan dari kista atau mengambil
bahan percontoh untuk biopsi.
3. Hitung darah lengkap
Penurunan Hb dapat menunjukkan anemia
kronis.
PENATALAKSANAAN MEDIS
• Pengobatan kista ovarium yang besar biasanya adalah
pengangkatan melalui tindakan bedah. Jika ukuran
lebar kiste kurang dari 5 cm dan tampak terisi oleh
cairan atau fisiologis pada pasien muda yang sehat,
kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan
aktivitas ovarium dan menghilangkan kiste.
• Perawatan paska operatif setelah pembedahan serupa
dengan perawatan pembedahan abdomen. Penurunan
tekanan intra abdomen yang diakibatkan oleh
pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada
distensi abdomen yang berat, komplikasi ini dapat
dicegah dengan pemakaian gurita abdomen yang ketat.
PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Tanpa memandang bentuk, proses penyembuhan luka adalah sama
dengan yang lainnya. Perbedaan terjadi menurut waktu pada tiap-tiap
fase penyembuhan dan waktu granulasi jaringan.
Fase-fase penyembuhan luka antara lain :
 1.      Fase I
Pada fase ini Leukosit mencerna bakteri dan jaringan rusak terbentuk
fibrin yang menumpuk mengisi luka dari benang fibrin. Lapisan dari
sel epitel bermigrasi lewat luka dan membantu menutupi luka,
kekuatan luka rendah tapi luka dijahit akan menahan jahitan dengan
baik.
 2.      Fase II
Berlangsung 3 sampai 14 hari setelah bedah, leukosit mulai
menghilang dan ceruk mulai kolagen serabut protein putih semua
lapisan sel epitel bergenerasi dalam satu minggu, jaringan ikat
kemerahan karena banyak pembuluh darah.
3.      Fase III
Kolagen terus bertumpuk, hal ini menekan
pembuluh darah baru dan arus darah menurun.
Luka sekarang terlihat seperti berwarna merah
jambu yang luas, terjadi pada minggu ke dua
hingga enam post operasi, pasien harus menjaga
agar tak menggunakan otot yang terkena.
4.      Fase IV
Berlangsung beberapa bulan setelah pembedahan,
pasien akan mengeluh, gatal disekitar luka, walau
kolagen terus menimbun, pada waktu ini menciut
dan menjadi tegang.
KOMPLIKASI
Beberapa ahli mencurigai kista ovarium bertanggung
jawab atas terjadinya kanker ovarium pada wanita diatas
40 tahun. Mekanisme terjadinya kanker masih belum jelas
namun dianjurkan pada wanita yang berusia diatas 40
tahun untuk melakukan skrining atau deteksi dini terhadap
kemungkinan terjadinya kanker ovarium.
Faktor resiko lain yang dicurigai adalah penggunaan
kontrasepsi oral terutama yang berfungsi menekan
terjadinya ovulasi. Maka dari itu bila seorang wanita usia
subur menggunakan metode konstrasepsi ini dan kemudian
mengalami keluhan pada siklus menstruasi, lebih baik
segera melakukan pemeriksaan lengkap atas kemungkinan
terjadinya kanker ovarium.
   PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1.      Identitas klien


Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama dan
alamat, serta data penanggung jawab
2.      Keluhan klien saat masuk rumah sakit
Biasanya klien merasa nyeri pada daerah perut dan terasa ada massa di daerah
abdomen, menstruasi yang tidak berhenti-henti.
3.      Riwayat Kesehatan
a.       Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan klien adalah nyeri pada daerah abdomen bawah, ada
pembengkakan pada daerah perut, menstruasi yang tidak berhenti, rasa mual
dan muntah.
b.      Riwayat kesehatan dahulu
Sebelumnya tidak ada keluhan.
c.       Riwayat kesehatan keluarga
Kista ovarium bukan penyakit menular/keturunan.
Dengan kehamilan dan persalinan/tidak, hal ini tidak mempengaruhi
untuk tumbuh/tidaknya suatu kista  ovarium.
  5.      Riwayat menstruasi
Klien dengan kista ovarium kadang-kadang terjadi digumenorhea
dan bahkan sampai amenorhea.
  6.      Pemeriksaan Fisik
Dilakukan mulai dari kepala sampai ekstremitas bawah secara
sistematis.
• a.       Kepala
• 1)      Hygiene rambut
• 2)      Keadaan rambut
• b.      Mata
• 1)      Sklera                  : ikterik/tidak
• 2)      Konjungtiva        : anemis/tidak
• 3)      Mata                    : simetris/tidak
• c.       Leher
• 1)      pembengkakan kelenjer tyroid
• 2)      Tekanan vena jugolaris.
• d.      Dada
• Pernapasan
• 1)      Jenis pernapasan
• 2)      Bunyi napas
• 3)      Penarikan sela iga
• e.       Abdomen
• 1)      Nyeri tekan pada abdomen.
• 2)      Teraba massa pada abdomen.
• f.       Ekstremitas
• 1)      Nyeri panggul saat beraktivitas.
• 2)      Tidak ada kelemahan.
• g.      Eliminasi, urinasi
• 1)      Adanya konstipasi
• 2)      Susah BAK
 7.      Data Sosial Ekonomi
Kista ovarium dapat terjadi pada semua golongan masyarakat dan
berbagai tingkat umur, baik sebelum masa pubertas maupun sebelum
menopause.
     8.      Data Spritual
Klien menjalankan kegiatan keagamaannya sesuai dengan
kepercayaannya.
     9.      Data Psikologis
Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita, dimana
ovarium sebagai penghasil ovum, mengingat fungsi dari ovarium
tersebut sementara pada klien dengan kista ovarium yang ovariumnya
diangkat maka hal ini akan mempengaruhi mental klien yang ingin
hamil/punya keturunan.
     10.  Pola kebiasaan Sehari-hari
Biasanya klien dengan kista ovarium mengalami gangguan dalam
aktivitas, dan tidur karena merasa nyeri
11.  Pemeriksaan Penunjang
Data laboratorium
a.       Pemeriksaan Hb
b.      Ultrasonografi
Untuk mengetahui letak batas kista.
 
DIAGNOSA KEPERAWATAN
            1.      Preoperasi
a.       Nyeri kronis b/d ageninjuri biologi
b.      Cemas b/d diagnosis dan rencana pembedahan
c.       PK perdarahan
           2.      Post operasi
a.       Nyeri akut b/d agen injuri fisik
b.      Resiko infeksi b/d tindakan invasif dan pembedahan
c.       Deficit perawatan diri b.d imobilitas (nyeri paska pembedahan
Rencana Keperawatan
• Diagnosa keperawatan
Pre operasi
1. Nyeri akut b.d agen injuri biologi
• Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan nyeri pasien berkurang
• Kriteria hasil : Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari
bantuan)
• Intervensi :
1. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
2. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien
3. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
4. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
5. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
Lanjutan…

6. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan


menemukan dukungan
7. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
8. Kurangi faktor presipitasi nyeri
9. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
2. Kecemasan bd diagnosis dan pembedahan
• Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24
jam diharapakan cemasi terkontrol
• Kriteria hasil : Klien mampu mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala cemas
• Intervensi :
1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
prosedur
4. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi
takut
5. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan
prognosis
Lanjutan…

6. Dorong keluarga untuk menemani anak


7. Lakukan back / neck rub
8. Dengarkan dengan penuh perhatian
9. Identifikasi tingkat kecemasan
10.Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
Post Operasi

1. Nyeri akut b.d agen injuri fisik


• Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri
pasien berkurang
• Kriteria hasil : Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
• Intervensi :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol
nyeri masa lampau
Lanjutan…

7. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi


nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
8. Kurangi faktor presipitasi nyeri
9. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
10. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
11. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
2. Resiko infeksi b.d penurunan pertahanan primer
• Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x
24 jam diharapakan infeksi terkontrol
• Kriteria hasil : Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
• intervensi :
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2. Pertahankan teknik isolasi
3. Batasi pengunjung bila perlu
4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan
Lanjutan…
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik
Kesimpulan
Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti
balon berisi air, dapat tumbuh di mana saja dan
jenisnya bermacam-macam (Jacoeb, 2007).
Kista ovarium adalah pertumbuhan sel yang
berlebihan/abnormal pada ovarium yang
membentuk seperti kantong. Kista ovarium
secara fungsional adalah kista yang dapat
bertahan dari pengaruh hormonal dengan siklus
mentsruasi. (Lowdermilk, dkk. 2005)
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA RETENSIO PLASENTA

DISUSUN OLEH :
NAMA : THERESIA ANGELINE
NIM : 14022
A. PENGERTIAN
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta

selama setengah jam setelah kelahiran bayi. Plasenta harus

dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi

karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata,

dapat terjadi polip plasenta dan terjadi degerasi ganas kario

karsioma. Gejala dan tanda yang bisa ditemukan adalah

perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak

berkurang. (prawirohardjo 2005).


B. ANATOMI PLASENTA
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15

sampai 20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. Beratnya rata-rata 500

gram. Tali-pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah

(insertio sentralis). Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan

lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh

kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari

sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang berasal dari

korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua

basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral

arteries yang berada di desidua basalis. Pada sistole darah

disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmhg seperti air mancur ke

dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal

dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua

vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmhg

ke vena-vena di desidua. Plasenta berfungsi: sebagai alat yang

memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa metabolisme

janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk

hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin.


C. FISIOLOGI PLASENTA
Klasifikasi plasenta merupakan proses fisiologis yang terjadi dalam kehamilan

akibat deposisi kalsium pada plasenta. Klasifikasi pada plasenta terlihat mulai

kehamilan 29 minggu. Selama kehamilan pertumbuhan uterus lebih cepat dari pada

pertumbuhan plasenta. Sampai usia kehamilan 20 minggu plasenta menempati

sekitar ¼ luas permukaan myometrium dan ketebalannya tidak lebih dari 2-3 cm,

menjelang kehamilan aterm plasenta menempati sekitar 1/8 luas permukaan

myometrium dan ketebalannya dapat mencapai 4-5 cm. plasenta yang menebal

(plasentomegali) dapat dijumpai pada ibu yang menderita diabetes mellitus, anemia,

kelainan kromosom,perdarahan plasenta. Plasenta yang menipis dapat dijumpai pada

pre eklampsia, pertumbuhan janin terhambat, infrak plasenta.


D. PATOFISIOLOGI PLASENTA

Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi.


Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini
pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium
tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal.
Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium
menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga
ukuran juga mengecil. Pengecian mendadak uterus ini disertai
mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta
yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus.
Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua
spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta
terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada
di antara seratserat oto miometrium yang saling bersilangan.
Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi
otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan
berhenti. Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan
menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah
membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan.
Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:

1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat

plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.

2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta

melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).

3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan

pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang

terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta

disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus

yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan

tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa


4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta

bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil

darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa

perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan

sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya

fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89%

plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya. Tanda-

tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang

mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat,

uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan

turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.
E. FISIOLOGIS PELEPASAN
PLASENTA
Pemisahan plasenta ditimbulka dari kontraksi dan retraksi myometrium

sehingga mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area plasenta.

Area plasenta menjadi lebih kecil, sehingga plasenta mulai memisahkan diri

dari dinding uterus dan tidak dapat berkontraksi pada area pemisahan bekuan

darah retro plasenta terbentuk.

Berat bekuan darah menambah pemisahan kontraksi uterus berikutnya akan

melepaskan keseluruhan plasenta dan uterus dan mendorongnya keluar vagina

disertai dengan pengeluaran selaput ketuban dan bekuan darah retroplasenta.


F. PENYEBAB RETENSIO PLASENTA

Secara fungsional dapat terjadi karena his kurang


kuat, dan plasenta sukar terlepas karena tempatnya
(insersi disudut tuba), bentuknya (plasenta
membranasea,plasenta anularis) dan ukurannya
(plasenta yang sangat kecil). Plasenta yang sukar
lepas karena penyebab diatas disebut plasenta
adhesive.
Tabel 7.

Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta

Gejala Separasi Plasenta inkarserata Plasenta akreta

Konsistensi uterus Kenyal Keras Cukup

tinggi fundus Sepusat 2 jari dibawah pusat Sepusat

Bentuk uterus Discoid Agak globuler Discoid

Perdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit/tidak ada

Talipusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur

Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka

Separasi plasenta Lepas sebagian Sudah lepas Melekat seluruhnya

Syok Sering jarang Jarang sekali


G. TANDA DAN GEJALA
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan

segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus

akibat traksi berlebihan,inversi uteri akibat tarikan,perdarahan lanjutan.

Retensio bisa di sebabkan oleh beberapa hal antara lain :

1. Plasenta adhesive adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga

menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.

2. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian

lapisan miometrium, perlekatan plasenta sebagian atau total pada dinding uterus.

Pada plasenta akreta vili chorialis menanamkan diri lebih dalam ke dalam dinding

rahim dari pada biasa ialah sampai kebatas atas lapisan otot rahim.
3. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot karion
plasenta hingga mencapai/melewati lapisan
miometrium.

4. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion


plasent yang menembus lapisan miometrium hingga
mencapai lapisan serosa dinding uterus.

5. Plasenta inkar serata adalah tertahannya plasenta di


dalam kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi
ostium uteri.
PENANGANAN RETENSIO PLASENTA dengan
SEPARASI PARSIAL
1. Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan

di ambil.

2. Pasang infuse oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes permenit.

Bila perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per rectal

3. Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta

secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan.

4. Lakukan transfuse darah apabila di perlukan.

5. Beri antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g IV/oral + metronidazol 1 g

supositoria/oral)

6. Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:

1. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang


dilakukan.

2. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi


dan penurunan perfusi organ.

3. Sepsis

4. Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk


memiliki anak selanjutnya.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin


(Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia,
serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan
infeksi, leukosit biasanya meningkat.

2. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung


protrombin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time
(aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau
Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan
perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA RETENSIO
PLASENTA
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien

2. Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat penyakit

keluarga, riwayat obstetrik (GPA, riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas), dan pola kegiatan

sehari-hari sebagai berikut :

a) Sirkulasi :

• Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkintidak tejadi sampai kehilangan darah bermakna)

• Pelambatan pengisian kapiler

• Pucat, kulit dingin/lembab

• Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa tertahan)

• Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan

• Haemoragi berat atau gejala syock diluar proporsi jumlah kehilangan darah.
b) Eliminasi : Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas

vagina

c) Nyeri/Ketidaknyamanan : Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan

abdominal (fragmen placenta tertahan) dan nyeri uterus lateral.

d) Keamanan : Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin

tersembunyi) dengan uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat pada

labia mayora/labia minora, dari muara vagina ke perineum; robekan luas dari

episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam kubah vagina, atau robekan pada serviks.

e) Seksualitas : Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol

(fragmen placenta yang tertahan

f) Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan obstetrik

(inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi).

g) Pemeriksaan laboratorium. (Hb 10 gr%)


B. DIAGNOSA & INTERVENSI
a) Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan melalui vaskuler

yang berlebihan.

1. Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan/kelahiran, perhatiakan faktor-faktor

penyebab atau pemberat pada situasi hemoragi.

Rasional : Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan memberikan

kesempatan untuk mencegah dan membatasi terjadinya komplikasi.

2. Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan; timbang dan hitung pembalut, simpan

bekuan dan jaringan untuk dievaluasi oleh perawat.

Rasional : Perkiraan kehilangan darah, arteial versus vena, dan adanya bekuan-bekuan

membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian.


3. Kaji lokasi uterus dan derajat kontraksilitas uterus. Dengan
perlahan masase penonjolan uterus dengan satu tangan
sambil menempatkan tangan kedua diatas simpisis pubis.

Rasional : Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam


diagnosa banding.

4. Perhatikan hipotensi atau takikardi, perlambatan pengisian


kapiler atau sianosis dasar kuku, membran mukosa dan bibir.

Rasional : Tanda-tanda ini menunjukan hipovolemi dan


terjadinya syok.
b) Resiko tinggi terjadi Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.

Intervensi :

1. Demonstrasikan mencuci tangan yang tepat dan teknik perawatan diri.


Tinjau ulang cara yang tepat untuk menangani dan membuang material
yang terkontaminasi misalnya pembalut, tissue, dan balutan.

Rasional : Mencegah kontaminasi silang/penyebaran organinisme


infeksious..

2. Perhatikan perubahan pada tanda vital atau jumlah SDP

Rasional : Peningkatan suhu dari 100,4 ºF (38ºC) pada dua hari beturut-
turut (tidak menghitung 24 jam pertama pasca partum), tachikardia, atau
leukositosis dengan perpindahan kekiri menandakan infeksi.
3. Perhatikan gejala malaise, mengigil, anoreksia, nyeri tekan uterus
atau nyeri pelvis.

Rasional : Gejala-gejala ini menandakan keterlibatan sistemik,


kemungkinan menimbulkan bakterimia, shock, dan kematian bila
tidak teratasi.
4. Selidiki sumber potensial lain dari infeksi, seperti pernapasan
(perubahan pada bunyi napas, batuk produktif, sputum purulent),
mastitis (bengkak, eritema, nyeri), atau infeksi saluran kemih
(urine keruh, bau busuk, dorongan, frekuensi, nyeri).
Rasional : Diagnosa banding adalah penting untuk pengobatan
yang efektif.
c) Nyeri berhubungan dengan trauma atau distensi jaringan.

1. Tentukan karakteristik, tipe, lokasi, dan durasi nyeri. Kaji

klien terhadap nyeri perineal yang menetap, perasaan penuh

pada vagina, kontraksi uterus atau nyeri tekan abdomen.

Rasional : Membantu dalam diagnosa banding dan pemilihan

metode tindakan.

2. Kaji kemungkinan penyebab psikologis dari ketidaknyamana.

Rasional : Situasi darurat dapat mencetuskan rasa takut dan

ansietas, yang memperberat persepsi ketidaknyamanan.


3. Berikan tindakan kenyamanan seperti pemberian kompres
es pada perineum atau lampu pemanas pada penyembungan
episiotomi.

Rasional : Kompres dingan meminimalkan edema, dan


menurunkan hematoma serta sensasi nyeri, panas
meningkatkan vasodilatasi yang memudahkan resorbsi
hematoma.

4. Berikan analgesik, narkotik, atau sedativa sesuai indikasi.

Rasional : Menurunkan nyeri dan ancietas, meningkatkan


relaksasi.
KESIMPULAN
Dalam penanganan retensio plasenta seorang perawat harus memiliki keterampilan dan harus

bisa mendeteksi secara dini serta mengetahui tanda-tanda komplikasi terjadinya retensio

plasenta. Retensio plasenta jika tidak ditangani dengan sebaik-baiknya akan menyebabkan

kematian pada ibu. Retensio plasenta adalah tidak lahirnya plasenta lebih dari 30 menit dan hal

ini diakibatkan tertinggalnya sisa plasenta di tempat penanaman plasenta. Bisan bisa mencegah

dengan melakukan upaya promisi dengan penerimaan keluarga berencana sehingga

memperkecil retensio plasenta, meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan dengan

tenaga kesehatan yang terlatih, pada pertolongan persalinan kala III tidak diperkenankan untuk

melakukan masase dengan tujuan mempercepat proses persalinan plasenta. Masase yang tidak

tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi otot rahim dan mengganggu pelepasan plasenta.
ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS

Abortus imminens

ARASARI NABABAN
14002
PENGERTIAN

•     Abortus imminens adalah perdarahan vagina atau


bercak sebelum umur kehamilan 20 minggu
(Masjoer, 2001).
•     Abortus imminens adalah terjadinya bercak yang
menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan suatu
kehamilan (Saifuddin, 2002).
•    Abortus imminens adalah abortus yang
mengancam, perdarahannya bisa berlanjut beberapa
hari atau dapat berulang (Kusmiyati, 2009).
ETIOLOGI

• Menurut Cunningham (2005) hal-hal yang dapat


menyebabkan abortus, dikelompokkan menjadi 3 faktor yaitu :
a.        Faktor fetal
• Temuan morfologis yang paling sering terjadi dalam abortus dini
spontan adalah kelainan perkembangan zigot, embrio fase
awal janin, atau kadang-
kadang plasenta.Perkembangan janin yang abnormal, khususnya
dalam trimester pertama kehamilan, dapat diklasifikasikan
menjadi perkembanganjanin dengan kromosom yang jumlahnya
abnormal (aneuploidi) atau perkembangan janin dengan
komponen kromosom yang normal (euploidi).
• Laporan menyatakan bahwa abortus aneuploidi terjadi
pada atau sebelum kehamilan 8 minggu,
sedangkan abortus euploidi mencapai puncaknya sekitar
13 minggu. Insiden abortus euploidi akan meningkat
secara dramatis setelah usia maternal 35 tahun. Namun
sebab-sebab terjadinya peristiwa tersebut belum
diketahui secara pasti. Penyebab abortus
euploidi umumnya tidak diketahui,tetapi mungkin bisa
disebabkan oleh; kelainan genetik, berbagai faktor ibu,
mungkin beberapa faktor ayah.
•  Faktor Maternal
1)    Infeksi
• Beberapa infeksi kronis pernah terlibat atau sangat dicurigai sebagai
penyebab abortus,diantaranya Listeria monocytogenes dan Toxoplasma.
2)    Penyakit kronik
• Pada awal kehamilan, penyakit kronik yang menyebabkan penyusutan
tubuh, misalnya tuberculosis atau karsinomatosis jarang
menyebabkan abortus. Hipertensi jarang menyebabkan abortus di
bawah 20 minggu, tetapi dapat menyebabkan kematian janin dan
kelahiran preterm.
3)    Kelainan endokrin
• Auto antibodi tiroid dilaporkan menyebabkan peningkatan
insiden abortus walaupun tidak terjadi hipertiroidisme yang
nyata. Abortus spontan dan malformasi kongenital mayor meningkat
pada wanita dengan diabetes mellitus. Risiko ini berkaitan dengan
derajat kontrol metabolik pada trimester pertama.
• Defisiensi progesteron, karena kurangnya sekresi hormon progesteron tersebut
dari korpus luteum atau placenta, mempunyai kaitan dengan
insiden abortus.Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi
hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan
berperan dalam peristiwa kematian janin.
•   Nutrisi
• Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa defisiensi salah satu zat gizi merupakan
penyebababortus.Mual dan muntah yang timbul agak sering pada awal kehamilan,
dan semua penyakit yang dipicunya, jarang diikuti oleh abortus spontan.
5)    Pemakaian obat dan faktor lingkungan
• Berbagai zat dilaporkan berperan, tetapi belum dapat dipastikan sebagai penyebab
meningkatnya insidensi abortus seperti : tembakau, alkohol, kafein, sinar radiasi,
dll.
6)    Faktor imunologis
• Ada dua mekanisme utama pada abnormalitas imunologis yang berhubungan
dengan abortus,yaitu :mekanisme autoimun (imunitas terhadap tubuh sendiri)
dan mekanisme aloimun (imunitas terhadap orang lain).
7. Gamet yang menua
• Baik umur sperma atau ovum dapat mempengaruhi angka
insiden abortus spontan.Garnet yang bertambah tua
dalam traktus genitalis wanita sebelum fertilisasi, dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus.
•   Trauma fisik
• Trauma yang tidak menyebabkan terhentinya kehamilan sering
dilupakan.Yang di ingat hanya kejadian tertentu yang tampaknya
mengakibatkan abortus.
• c.       Faktor Paternal
• Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan
faktor paternal dalam proses timbulnya abortus
spontan. Translokasi kromosom dalam sperma dapat
menimbulkan zigot yang mendapat bahan kromosom terlalu
sedikit atau terlalu banyak, sehingga terjadi abortus
PATOFISIOLOGI
• uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing
tersebut.
• Pada kehamilan kurang dari Pada awal abortus terjadi
perdarahan desidua basalis diikuti nekrosis jaringan
sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas, dan
dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian  8
minggu, viii korialis belum menembus desidua secara
dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya.
Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah
Iebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna
dan menimbulkan banyak perdarahan.
• Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin
dikeluarkan lebih dahulu
daripada plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam
berbagai bentuk seperti kantong
kosong amnion atau benda kecil yang tak jelas
bentuknya (blighted ovum), janin lahir
mati,janin masih hidup, mola kruenta, fetus
kompresus (Masjoer, 2001
TANDA DAN GEJALA
a. Perdarahan vagina: merah terang (segar), atau coklat gelap dan dapat
terjadi terus menerus untuk beberapa hari sampai 2 minggu (Varney,
2002).
b.   Nyeri kram ringan yang mirip dengan menstruasi atau nyeri pinggang
bawah (Kusmiyati, 2009).
c.   Pemeriksaan ultrasuara yang menunjukkan cincin gestasi terbentuk
baik dengan gema dari embrio yang menunjukkan bahwa kehamilan paling
mungkin dianggap sehat (Cunningham, 2005).
d.   Pemeriksaan tes kehamilan positif (Saifuddin, 2002).
e.    Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum lemah, wajah
pucat, berkeringat banyak, tekanan darah menurun (Saifuddin, 2002).
f.    Pada Pemeriksaan dalam ditemukan flukus ada (sedikit), ostium uteri
tertutup (Kusmiyati, 2009).
penatalaksanaan
• Penatalaksanaan abortus imminens menurut Varney (2001) adalah sebagai berikut:
• a.       Trimester pertama dengan sedikit perdarahan, tanpa disertai kram:
• 1)      Tirah baring untuk meningkatkan aliran darah ke rahim dan mengurangi
rangsangan mekanis, terutama bagi yang pernah abortus sampai perdarahan benar-
benar berhenti.
• 2)      Istirahatkan panggul (tidak berhubungan seksual, tidak melakukan irigasi atau
memasukkan sesuatu ke dalam vagina).
• 3)      Tidak melakukan aktifitas seksual yang menimbulkan orgasme.
• 4)      Segera beritahu bidan bila terdapat:
• a)      Perdarahan meningkat
• b)      Kram dan nyeri pinggang meningkat
• c)      Semburan cairan dari vagina
• d)     Demam atau gejala mirip flu
• b.      Pemeriksaan pada hari berikutnya di rumah sakit
• 1)      Evaluasi tanda-tanda vital
• 2)      Pemeriksaan selanjutnya dengan spekulum: merupakan skrining
vaginitis dan servisitis; observasi pembukaan serviks, tonjolan kantong
ketuban, bekuan darah atau bagian-bagian janin.
• 3)      Pemeriksaan bimanual: ukuran uterus, dilatasi, nyeri
tekan, effacement, serta kondisi ketuban.
•    Jika pemeriksaan negatif, dapat dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan kelangsungan
hidup janin, tanggal kelahiran, dan jika mungkin untuk menenangkan wanita.
• d.      Jika pemeriksaan fisik dan ultrasonografi negatif, tenangkan ibu, kaji
ulang gejala bahaya dan pertahankan nilai normal.
• e.       Konsultasikan ke dokter jika terjadi perdarahan hebat, kram
meningkat, atau hasil pemeriksaan fisik dan ultrasonografi menunjukkan
hasil abnormal.
• Terapi yang di berikan menurut Masjoer (2001) adalah sedativa ringan
seperti Phenobarbital 3x30 mg dan menurut Manuaba (2007) diberikan
terapi hormonal yaitu progesteron, misalnya Premaston hingga perdarahan
berhenti.
Gejala klinis
  a.  Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20
minggu
b.    Terdapat perdarahan, disertai perut sakit.
c.    Pada pemeriksaan dijumpai besarnya rahim sama
dengan umur kehamilan dan terjadi kontraksi otot rahim.
d.   Hasil pemeriksaan dalam terdapat perdarahan dari
kanalis servikalis, kanalis servikalis masih tertutup, dapat
dirasakan kontrasi otot rahim.
e.    Hasil pemeriksaan tes hamil masih positif
Pemeriksaan penunjang
• .  Hasil USG menunjukkan:
• 1)   Buah kehamilan masih utuh, ada tanda kehidupan janin.
• 2)   Meragukan
• 3)   Buah kehamilan tidak baik, janin mati.
• (Kusmiyati, 2009:150)
• 4)   Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan negatif bila janin sudah mati
• 5)   pemeriksaan Dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
• 6)   pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion
• b. Data laboratorium:
• 1)   Tes urine
• 2)   hemoglobin dan hematokrit
• 3)   menghitung trombosit
• 4)   kultur darah dan urine
komplikasi
• a. Perdarahan (hemorrhage)
• b.      Perforasi: sering terjadi
sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan
oleh tenaga yang tidak ahli seperti bidan dan
dukun
• c.       Infeksi dan tetanus
• d.      Syok, pada abortus dapat disebabkan oleh:
perdarahan yang banyak dan infeksi atau sepsis.
 
Konsep asuhan keperawataan
• IDENTITAS
• Data yang perlu dikaji oleh perawat adalah :
• 1. Data dasar yang meliputi :
• - Aspek biologi
• - Aspek psikologis
• - Aspek sosial kultural
• - Aspek spritual
• 2. Data fokus yaitu : data yang sesuai dengan kondisi pasien saat ini yang
meliputi :
• - Riwayat kehamilan
• - Riwayat sebelumnya, penggunaan kontrasepsi dan jenisnya, riwayat kehamilan
sebelumnya, lahir hidup atau lahir mati, riwayat haid yang meliputi siklus haid,
lama haid dan akhir hair
• - Pengkajian fisik meliputi :
• Usia kehamilan saat ini, adanya tanda – tanda awal kehamilan
• • Perhatian pendarahan yang terjadi
• • Adanya infeksi
• • Rasa nyeri pada saat terjadi pendarahan
• • Ada riwayat masalah pengobatan
• • Aktivitas yang dilakukan selama kehamilan
• - Masalah psikologis
• - Adanya dukungan dari keluarga
• Pemeriksaan LAB : pemeriksaan test kehamilan, Hb, Ht
Leukosit.
• - Pemeriksaan USG untuk mengetahui pertubuhan janin
• - Monitor denyut jantung janin dan tinggi fundus uteri
Diagnosa keperawatan
1. Gangguan rasa nyeri akut berhubungan dengan adanya
kontraksi uterus dalam kehamilan muda
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya
pendarahan
3. Kecemasan berhubungan dengan kemungkinan akan
kehilangan janin
4. Keterbatasan aktifitas dalam memenuhi kebutuhan sehari –
hari berhubungan dengan tirah baring karena adanya gejala
keguguran.
5. Kurangnya pengetahuan sebab – sebab terjadinya keguguran
berhubungan dengan kurang informasi.
Perencanaan keperawatan
• DX. I
• Tujuan : Rasa nyeri pada pasien berkurang / hilang
• Intervensi :
• - Kaji rasa nyeri dan karakteristiknya, kualitas, frekuensi, lokasi dan intensitasnya
• - Observasi tanda – tanda ital seperti menurunnya tekanan darah, nadi dan
pernafasan
• - Jelaskan tentang rasa nyeri
• - Jelaskan tentang rasa nyeri
• - Ajarkan tehnik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri
•  
• - Berikan posisi yang nyaman, misalnya dengan menggunakan bantal hangat
• - Berikan analgetik sesuai dengan program.
• Rasionalisasi :
• - Untuk membantu mengidentifikasi sumber nyeri dan intervensi yang tepat
• - Untuk mengetahui perkembangan pasien
• Supaya pasien mengetahui tentang nyeri yang dirasakan
• - Untuk mengurangi rasa nyeri
• - Untuk mengurangi rasa nyeri
• - Untuk menghambat / Mengurangi nyeri
•  
• 2. DX. II
• Tujuan : Perfusi jaringan terpenuhi
• Intervensi :
• - Kaji keadaan kehamilan, status kesehatan, aktivitas yang dilakukan
dan tanda – tanda vital
• - Anjurkan pasien untuk bedrest
• Monitor perdarahan, catat jumlah dan karakteristik perdarahan
• - Observasi tanda – tanda syok, penurunan tekanan darah, nadi cepat,
pengeluaran urine berkurang, kulit dingin dan pucat, sakit kepala.
• Rasionalisasi :
• - Untuk mengetahui keadaan dan perkembangan kehamilan pasien
• - Untuk mempercepat proses penyembuhan
• - Untuk mengetahui banyaknya darah yang keluar
• - Untuk mengetahui perkembangan dan intervensi yang tepat
•  
• 3. DX. III
• Tujuan : Rasa cemas pasien akan berkurang atau hilang setelah
• diberi penjelasan
• Intervensi :
• - Adakan pendekatan dengan pasien, dengan cara menemani pasien dan
mendengarkan keluhan pasien
• - Kaji tingkat cemas pasien
• - Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya
• - Bantu pasien untuk memecahkan masalah dan beri penjelasan serta tanggapan
yang positif
• - Libatkan keluarga dalam membantu mengatasi masalah pasien
• Anjurkan pada pasien untuk mendekatikan diri pada Tuhan Yang Maha Esa.
• Rasionalisasi :
• - Untuk mengurangi rasa cemas / takut pasien
• - Untuk mengetahui sejauh mana kecemasan pasien
• - Supaya pasien tentang dan tidak memendam rasa takutnya
• - Agar pasien mengetahui masalah tentang penyakitnya
• - Agar dapat membantu mengatasi masalah tersebut
•  Supaya pasien sabar dalam menghadapi masalahnya
•  
• 4. DX. IV
• Tujuan : Perawatan diri pasien dapat terpenuhi
• Intervensi :
• - Kaji kebutuhan pasien yang tidak dapat terpenuhi secara mandiri dan
memerlukan bantuan dari perawat
• - Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari – hari seminimal mungkin
• - Jelaskan pada pasien hal – hal yang tidak boleh dilakukan ditempat tidur
• Rasionalisasi :
• - Agar kebutuhan pasien akan terpenuhi
• - Supaya pasien dapat memenuhi kebutuhannya
• - Agar pasien mengetahui hal – hal yang membahayakan pasien.
•  
• 5. DX. V
• Tujuan : Pengetahuan pasien meningkat
• Intervensi :
• - Kaji tingkat pengetahuan pasien
• - Jelaskan pada pasien tentang penyebab dari gangguan
kehamilan, misalnya adanya penyakit ibu, kelainan traktur
genitalis, trauma, gizi
• - Anjurkan untuk memeriksakan kehamilan secara
teratur.
• Rasionalisasi :
• - Untuk mengetahui pengetahuan pasien tentang
penyakitnya
• - Agar pasien mengetahui sebab adanya
gangguan dari kehamilan
• - Untuk mengetahui perkembangan kehamilan
pasien
ASUHAN KEPERAWATAN SOLUSIO
PLASENTA

Disusun Oleh
Ribka Risnawati
14017
Pendarahan Keluar Pendarahan Tersembunyi

1. Keadaan umum penderita 1. Keadaan penderita lebih


lebih baik jelek

2. Plasenta terlepas sebagian 2. Plasenta terlepas


otot inkomplit luas,uterus keras/tegang

3. Jarang berhubungan 3. Sering berkaitan dengan


dengan hipertensi hipertensi
2. Gambaran Klinis
A. Solusio Plasenta Ringan
1. Bila plasenta lepas kurang ¼ bagian luasnya.
2. Ibu dan Janin dalam keadaan masih banyak.
3. Pendarahan per vagina,warna kehitaman.
4. Perut sakit dan agak tegang.
B. Solutio Plasenta Sedang
1. Plasenta terlepas lebih ½ belum mencapai 2/3
bagian.
2. Pendarahan dengan rasa sakit
3. Perut terasa tegang
4. Gerak janin berkurang
5. Palpasi janin sulit diraba
6. Auskultasi jantung janin dengan asfiksia ringan dan sedang
7. VT ketuban menonjol
8. Dapat terjadi gangguan pembekuan darah
C. Solutio Plasenta Berat
1.Plasenta lepas >2/3 bagian
2. Terjadi sangat tiba-tiba
3. Ibu mengalami syok hipovolemik (Pendarahan)
4. Janin mati dengan uterus sangat tegang dan nyeri
Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui
secara pasti,namun ada beberapa faktor yang menjadi
predisposisi.
a. Faktor Kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik,Hipertensi essensials,Sindroma
preeklamsia dan eklamsia.Pada penelitian dari
parkland,ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada
separuh kasus solusio plasenta berat dan separuh dari
wanita yang berhipertensi kronik,sisanya hipertensi yang
disebabkan oleh kehamilan.Dapat terlihat solusio
plasenta cenderung berhubungan dengan adanya
hipertensi pada ibu.
b. Faktor Trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
- Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli
- Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan
janin
yang banyak/bebas,versi luar atau tindakan pertolongan
persalinan.
- Trauma langsung,spt jatuh,kena tending,dll
c.Faktor paritas ibu
Dijumpai pada multipara daripada primipara dan ibu dengan
paritas tinggi
d. Faktor usia ibu
Dikarenakan makin tua umur ibu dan makin tinggi frekuensi
hipertensi menahun.
• Leimioma uteri (Uterine leiomyoma) yang hamil akibat
solusio plasenta beimplantasi di atas bagian yang
mengandung leiomioma.
• Faktor penggunaan kokain
Mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan
pelepasan katekolamin yang menyebabkan terjadinya
vasospasme pembuluh darah uterus dan berakibat
terlepasnya plasenta.
• Faktor kebiasaan merokok
• Riwayat solusio plasenta sebelumnya
• Pengaruh lain seperti anemia,malnutrisi/defisiensi
gizi,tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan
pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan dll.
Komplikasi
Tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas,Usia kehamilan dan
lamanya solusio plasenta berlangsung.
a. Syok Pendarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum yang tidak dapat
dicegah.
b. Gagal Ginjal
Disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena pendarahan yang
terjadi.
c. Kelainan Pembekuan Darah
Disebabkan oleh hipofibrinogenemia.Kadar fibrinogen plasma
normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg,berkisar
antara 300-700 mg.Apabila kadar fibrinogen plasma kurang maka
akan terjadi pembekuan darah.
d. Apoflexi Uteroplasenta (Uterus couvelaine)
Terjadi pendarahan dalam otot-otot rahim dan
dibawah perimetrium dan ligamentum latum yang
menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan
warna uterus berubah menjadi biru atau ungun
yang biasa yang diset uterus couvelaire.
Tanda dan Gejala
Kehamilan yang lebih dari 22 minggu disertai dengan gejala :
a. Pendarahan Per vagina,syok
b. Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang
c. Gawat Janin (Palpasi janin sukar karena rahim
keras dan DJJ tidak terdengar)
d.Persalinan premator idiopatik
e. Kontraksi berfrekuensi tinggi
f. Uterus hiperionik
g. Kematian Janin
h. Fundus Uteri makin lama makin naik
i. Vaginal Touche (VT) ketuban tegang terus menerus (Karena isi
rahim bertambah)
Patofisiologi

Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya


pendarahan ke dalam desidua basalis dan
terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat
berasal dari pembuluh darah miometrium atau
plasenta,dengan berkembangnya hematom
subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan
pelepasan plasenta dari dinding uterus.
Pemeriksaan Penunjang
A. USG ; pendarahan antara plasenta dan
dinding rahim
B. Hb dan Ht menurun
C. Test Koagulasi : fibrinogen <150 mg/dL
Penatalaksanaan
a. Konservatif
Menunda pelahiran untuk janin masih imatur serta bila solution
plasenta ringan.
Memperbaiki hipovolemia,anemia dan hipoksia ibu sehingga
fungsi plasenta yang masih berimplantasi dapat
dipulihkan.Tokoluis harus dianggap kontraindikasi pada solution
plasenta yang nyata secara klinis.
b. Aktif
Tidak diperbolehkan ibu dalam melakukan seksio Caesar karena
hipovolemia berat dan koagulopati konsumtif pada ibu.
Dianjurkan untuk melakukan persalinan per vagina dengan
pendarahan yang stabil.
Frekuensi
Frekuensi solusio plasenta adalah sekitar 1 dari 200 pelahiran.
Intensitas solusio plasenta sering bervariasi tergantung pada seberapa
cepat wanita mendapat pertolongan.Angka kematian 25 %.Ketika
angka lahir mati akibat kausa lain telah berkurang secara bermakna
Angka kelahiran mati akibat solusio plasenta masih tetap menonjol.
Kasus solusio plasenta di RSCM antara tahun 1968-1971 solusio
plasenta terjadi pada kira-kira 2,1% dari seluruh persalinan yang
terdiri dari 14% solusio plasenta sedang dan 86% solusio plasenta
berat.Pengalaman di RSCM menunjukkan bahwa kejadian solusio
plasenta meningkat dan meningkatnya umur dan paritas ibu.Hal ini
dapat diterangkan karena makin tua umur ibu,makin tinggi penyakit
hipertensi menahun.Demikian pula,makin tinggi paritas ibu makin
kurang baik endomentriumnya.
Dirumah sakit RSCM 16,3 % Solusio Plasenta
disertai penyakit hipertensi menahun.15,5 %
disertai pre-eklamsia dan 1,2% disertai
trauma.Walaupun pernah dilaporkan tali pusat yang
pendek,tekanan pada vena kava inferior oleh uterus
yang membesar,dan difisiensi asam folik dan
merupakan etiologi solusio plasenta,akan tetapi
penyelidik lain tidak dapat membuktikannya
Prognosis
• Prognosis ibu tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari
dinding uterus,banyaknya pendarahan,derajat kelainan
pembekuan darah,ada tidaknya hipertensi menahun atau pre-
eklamsia,tersembunyi tidaknya pendarahannya,dan jarak waktu
antara terjadinya solusio plasenta sampai pengosongan uterus.
• Prognosis janin pada solusio plasenta berat hampir 100%
mengalami kematian.Pada solusio plasenta ringan dan sedang
kematian janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas
dari dinding uterus dan tuanya kehamilan
• Pendarahan yang lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan
kematian janin.Pada kasus solusio plasenta tertentu seksio
caesar dapat mengurangi angka kematian janin.Sebagaimana
pada setiap kasus pendarahan,persedian darah secukupnya akan
sangat membantu memperbaiki prognosis ibu dan janinnya
Asuhan Keperawatan pada Solusio Plasenta
A. Pengkajian
Anamnesa :
- Usia : Pada wanita tua merupakan faktor predisposisi solusio
plasenta,usia tua cenderung hipertensi.
- Keluhan Utama :
Hamil,nyeri perut mendadak,terus menerus,pendarahan
pervagina sedikit berwarna kehitaman
- Riwayat Obstetri :
Multipara merupakan faktor predisposisi terjadi pada trismester
III,riwayat trauma abdomen,adanya pendarahan
pervagina,bagaimana dengan pergerakan janin,keluhan pusing,BB
bertambah berlebihan,mual,nyeri episgastrik,gangguan
penglihatan,riwayat persalinan sebelumnya
Pemeriksaan Fisik pada Solusio Plasenta
Kondisi Ringan Sedang Berat
Keadaan umum Baik Pre Syok Syok
Tanda Vital Tensi,Nadi, Tensi menurun, Tensi menurun
Pernapasan,suhu Nadi dan sampai dengan
dalam batas normal pernapasan syok,Nadi dan
meningkat Pernapasan
meningkat

Muka Tidak pucat,Mungkin Normal atau agak Pucat,Sembab,


sembab,Konjungtiva pucat,Konjungtiva Anemis
palpebra tidak pucat,kadang ada
anemis pembengkakan jari

Ekstermitas Atas Kadang ada Kadang ada Kadang ada


pembengkakan jari pembengkakan jari pembengkakan jari

Thorax Pernapasan Normal Pernapasan Pernapasan


Meningkat Meningkat
Abdomen Dinding perut Dinding perut Perut seperti
supel, tegang,Nyeri papan,nyeri
Bagian janin tekan,Bagian tekan,bagian
masih bisa janin sulit janin sulit
diraba dengan diraba,Ada diraba,DJJ tidak
jelas,DJJ Baik peningkatan terdengar,
ukuran Janin Meninggal
uterus,DJJ lemah

Genitalia Pendarahan Pendarahan Pendarahan


warna warna warna
kehitaman kehitaman kehitaman
Periksa dalam Ketuban Ketuban Ketuban
normal,tidak Menonjol Menonjol
menonjol,tidak
tegang

Ekstermitas Mungkin ada Mungkin ada Mungkin ada


Bawah pembengkakan pembengkakan pembengkakan
Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan
ketegangan uterus dan adanya uterus couvelaire
Tujuan : Klien dapat beradaptasi dengan nyeri
Kriteria Hasil :
Klien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi
nyeri
Klien kooperatif dengan tindakan yang dilakukan
Rencana Tindakan :
1. Berikan suasana lingkungan yang tenang
Rasional : Suasana yang nyaman dan tenang dapat
mengalihkan perhatian klien pada nyeri yang
dirasakan
2. Kaji Nyeri,Frekuensi,Lokasi dan Intensitas Nyeri
Rasional : Menentukan tindakan keperawatan
selanjutnya
3. Berikan teknik relaksasi dan distraksi
Rasional : Dapat mengalihkan perhatian klien pada
rasa nyeri yang dirasakan
4. Kolaborasi dalam pemberian analgesik
Rasional :Pemberian Analgesik dapat membantu
mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
klien.
b. Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan
dengan pendarahan

Tujuan : Syok hipovolemik tidak terjadi dan Tidak terjadi


deficit volume cairan,seimbang antara intake dan output
baik jumlah maupun kualitas
Kriteria hasil :
Pendarahan berkurang sampa dengan berhenti
Tanda-tanda Vital dalam batas normal
Kesadaran kompos mentis
Kulit tidak pucat
Rencana Tindakan :
1. Bedrest,lebih baik miring ke kiri,kalau perlu tinggikan
tungkai 30 derajat
Rasional : Posisi miring mencegah penekanan pada vena cava
2. Kaji pendarahan setiap 30 menit
Rasional : Untuk mengetahui adanya gejala syok sedini mungkin
3. Observasi pendarahan : Jumlah,warna,frekuensi
Rasional : Untuk menentukan intervensi selanjutnya dan
mencegah syok sedini mungkin
4. Observasi TTV
Rasional : Untuk mengetahui keadaan pasien dan tanda
hipovolemi
5. Ukur TFU
Rasional : Untuk mengetahui pendarahan yang tersembunyi
6. Observasi DJJ
Rasional : Untuk mengetahui keadaan janin
7. Observasi kadar Hb dan Ht
Rasional : Untuk menghindari pendarahan yang
spontan karena poliferasi sel darah merah.
8. Monitor Faktor Pembekuan darah
Rasional : Untuk mengetahui tingkat pendarahan yang
telah terjadi
9. Kolaborasi dalam pemberian cairan IV, Transfusi
Darah
Rasional : Untuk mempertahankan keseimbangan
cairan dan elektrolit dan transfuse mungkin
diperlukan pada kondisi pendarahan massif
c. Resiko tinggi terjadinya fetal distres berhubungan
dengan perfusi darah ke placenta berkurang.
Tujuan : Tidak terjadi fetal distress
Kriteria hasil :
- DJJ normal / terdengar dan bisa berkoordinasi
- Adanya pergerakan bayi
- Bayi lahir selamat.
Rencana Tindakan :
1. Jelaskan resiko terjadinya disteress janin / kematian
janin pada ibu
Rasional : Kooperatif pada tindakan 
2. Hindari tidur terlentang dan anjurkan tidur ke posisi
kiri
Rasional : Tekanan uterus pada vena cava aliran darah
kejantung menurun sehingga terjadi perfusi jaringan
3. Observasi tekanan darah dan nadi klien
Rasional : Penurunan dan peningkatan denyut nadi
terjadi pad sindroma vena cava sehingga klien harus
di monitor secara teliti. 
4. Observasi perubahan frekuensi dan pola DJJ
Rasional : Penurunan frekuensi plasenta mengurangi
kadar oksigen dalam janin sehingga menyebabkan
perubahan frekuensi jantung janin.
5. Berikan O2 10 – 12 liter dengan masker jika terjadi
tanda-tanda fetal distress
Rasional : Meningkatkan oksigen pada janin
 
d. Gangguan psikologis (Cemas) berhubungan dengan
Keadaan yang dialami
Tujuan : Klien tidak cemas dan dapat mengerti tentang
keadaannya.
Kriteria Hasil : Penderita tidak cemas, penderita tenang, klien
tidak gelisah.
Rencana Tindakan :
1. Anjurkan klilen untuk mengemukakan hal-hal yang
dicemaskan.
Rasional : Dengan mengungkapkan perasaannya akan
mengurangi beban pikiran.
2. Ajak klien mendengarkan denyut jantung janin
Rasional : Mengurangi kecemasan klien tentag kondisi janin.
3. Beri penjelasan tentang kondisi janin
Rasional : Mengurangi kecemasan tentang kondisi / keadaan
janin.
•  
4. Beri informasi tentang kondisi klien
Rasional : Mengembalikan kepercayaan dan klien.
5. Anjurkan untuk manghadirkan orang-orang
terdekat
Rasional : Dapat memberi rasa aman dan nyaman bagi
klien.
6. Anjurkan klien untuk berdo’a kepada Tuhan
Rasional : Dapat meningkatkan keyakinan kepada
Tuhan tentang kondisi yang dilami.
7. Menjelaskan tujuan dan tindakan yang akan
diberikan
Rasional : Penderita kooperatif.
e. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan 
perdarahan
Tujuan : Perfusi jaringan pasien adekuat
Kriteria hasil :
- Conjunctiva tidak anemis
-  Akral hangat,
- Hb normal
- Muka tidak pucat, dan pasien tidak lemas.
Rencana Tindakan :
1. Monitor tanda tanda vital
Rasional : TD, frekuensi nadi yang rendah, frekuensi RR
dan suhu tubuh yang tinggi menunjukkan gangguan
sirkulasi darah
2. Observasi tingkat pendarahan setiap 15-20 menit
Rasional : Mengantisipasi terjadinya shock
3. Catat intake dan output
Rasional : Produksi urin yang kurang dari 30 ml/jam
menunjukkan penurunan fungsi ginjal.
4. Kolaborasi dalam pemberian terapi infuse isotonik
Rasional : Cairan infus isotonic dapat mengganti
volume darah yang hilang akibat pendarahan
5. Kolaborasi dalam pemberian tranfusi darah apabila
Hb rendah
Rasional : Tranfusi darah dapat menggan volume
darah yang hilang akibat pendarahan
Implementasi Keperawatan
• Implementasi keperawatan merupakan kegiatan
yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat
bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama
melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor
kemajuan kesehatan klien.
Evaluasi Keperawatan
a. Klien dapat mengontrol nyeri yang
dideritanya
b. Shock hipovolemik tidak terjadi
c. Fetal distress tidak terjadi
d. Cemas terjadi pada klien dapat teratasi
e. Perfusi jaringan tidak terjadi
Kesimpulan
Solusio Plasenta merupakan terlepasnya plasenta dari
tempat implantasinya kehamilan trismester III
(kehamilan 22 minggu dengan berat janin diatas 500
gram.
Beberapa jenis pendarahan akibat solusio plasenta
biasanya merembes diantara selaput ketuban dan uterus
dan kemudian keluar menyebabkan pendarahan
eksternal.Yang lebih jarang,darah tidak keluar dari tubuh
tetapi tertahan diantara plasenta yang terlepas dan uterus
serta menyebabkan pendarahan yang
tersembunyi.Solusio plasenta dapat total atau parsial.
• Gambaran Klinis Solusio Plasenta terbagi atas tiga :
Solusio Plasenta Ringan,Solusio Plasenta Sedang
dan Solusio Plasenta Berat.Etiologi dari Solusio
Plasenta adalah Kausa primer yang belum diketahui
tetapi terdapat beberapa kondisi terkait yaitu
trauma langsung thdp uterus,Trauma
kebidanan,dan kehamilan dengan tali pusat yang
pendek
Daftar Pustaka
• Buku Pintar Bidan ;Lilis Isnawati,S,St
M.Keb,TIM,2011
• Keperawatan Maternitas pada perawatan Antenatal
• Ilmu Kebidanan

Anda mungkin juga menyukai