Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Intrapartum adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi
cukup bulan/hampir cukup bulan, disertai dengan pengeluaran plasenta dan selaput
janin dari tubuh ibu. (Sulaiman Sastrawinata).
Perdarahan post partum merupakan perdarahan yang terjadi karena
hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih dari organ-organ reproduksi setelah
selesainya kala dua persalinan. Perdarahan post partum merupakan salah satu
penyebab langsung kematian ibu dan menempati persentase tertinggi sebesar
28%. Di berbagai negara, paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu
disebabkan oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10-60%.1
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia yaitu perdarahan sebesar
28%, eklampsia sebesar 24%, infeksi sebesar 11%, komplikasi nifas sebesar
11%, abortus sebesar 5%, partus lama sebesar 5% dan penyebab lainnya adalah
sebesar 11%.2
Perdarahan post partum terjadi secara mendadak dan lebih berbahaya
apabila terjadi pada wanita yang menderita komplikasi kehamilan. Seorang ibu
dengan perdarahan dapat meninggal dalam waktu kurang dari satu jam. Kondisi
kematian ibu secara keseluruhan diperberat oleh tiga terlambatan yaitu
terlambat dalam pengambilan keputusan, terlambat mencapai tempat rujukan
dan terlambat mendapatkan pertolongan yang tepat di fasilitas kesehatan.3
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya perdarahan post partum
salah satu yang menjadi penyebab terjadinya perdarahan post partum adalah
atonia uteri, retensio plasenta, laserasi jalan lahir, plasenta res dan penyakit
pembekuan darah.4
Pada dasarnya perdarahan post partum merupakan penjelasan suatu
kejadian dan bukan diagnosis. Perdarahan post partum dapat dicegah atau
diantisipasi jika tenaga kesehatan telah memperkirakan resiko kejadian tersebut

1
dengan cara menganamnesa saat masa kehamilan apakah ibu memiliki faktor
resiko mengalami perdarahan post partum.5
Perdarahan post partum dapat ditangani dengan perawatan kebidanan
dasar, namun keterlambatan dapat mengakibatkan komplikasi lebih lanjut
sehinggamemerlukan pelayanan kebidanan darurat yang komprehensif. Bukti
dan penelitian menunjukkan bahwa penanganan aktif pada persalinan kala III
dapat menurunkan insidensi dan tingkat perdarahan post partum. Tindakan
pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun juga dimulai sejak
ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Semua ibu hamil harus
didorong untuk mempersiapkan kelahiran dan kesiagaan terhadap komplikasi
agar melahirkan dengan bantuan seorang bidan yang dapat memberikan
perawatan pencegahan perdarahan postpartum.5
Berdasarkan latar belakang yang didapatkan penulis tertarik untuk
menjelaskan tentang evaluasi dan penatalaksanaan perdarahan postpartum.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penulisan
ini sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan perdarahan postpartum ?
2. Bagaiamana menentukan diagnosis perdarahan postpartum ?
3. Bagaimana penatalaksanaan perdarahan postpartum ?
4. Apa saja faktor penyebab perdarahan postpartum ?
5. Bagaimana penyelesaian pada kasus perdarahan postpartum ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui tentang evaluasi dan
penatalaksanaan perdarahan postpartum.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui penjelasan tentang perdarahan postpartum
2. Mengetahui cara menentukan diagnosa perdarahan postpartum
3. Mengetahui penatalaksanaan perdarahan postpartum

2
4. Mengetahui faktor penyebab perdarahan postpartum

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perdarahan Postpartum


2.1.1 Pengertian
Perdarahan adalah peristiwa keluarnya darah dari pembuluh darah
karena mengalami kerusakan yang disebabkan oleh benturan fisik,
sayatan, atau pecahnya pembuluh darah yang tersumbat.
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut
masa nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan
untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post
partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil.
Masa nifas dibagi dalam 3 periode yaitu:8
a Post partum dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan
berdiri, berjalan- jalan. Dalam agama Islam dianggap telah bersih
dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b Post partum intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat
genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
c Post partum terlambat (remote peurperium) yaitu waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama
hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi untuk sehat
sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang segera terjadi
setelah persalinan melebihi 500 cc yang dibagi menjadi dua bentuk yaitu
perdarahan post partum primer dan perdarahan post partum sekunder.9
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml
setelah bayi lahir. Pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah
perdarahan sebanyak itu, sebab menghentikan perdarahan lebih dini
akan memberikan prognosis lebih baik.5

4
2.1.2 Klasifikasi4
Klasifikasi perdarahan post partum:
1. Perdarahan postpartum primer (Early Postpartum Hemmorrhage),
yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama dengan jumlah
500 cc atau lebih.
2. Perdarahan postpartum sekunder (Late Postpartum Hemorrhage),
yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama dengan jumlah
perdarahan 500 cc atau lebih.
2.1.3 Etiologi4
Penyebab umum perdarahan post partum, antara lain:
1. Atonia uteri
2. Retensio plasenta
3. Sisa palaenta dan selaput ketuban (plasenta res)
4. Trauma atau perlukaan jalan lahir
5. Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah, misalnya afibrinogenemia atau
hipofrinogenia.
2.1.4 Faktor predisposisi10
Terdapat hal hal yang di curigai yang dapat menimbulkan perdarahan
post partum, yaitu:
1. Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya
a Riwayat perdarahan pada persalianan yang terdahulu
b Grandemultiparitas (lebih dari 4 anak)
c Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari 2 tahun)
d Bekas operasi sectio secaria
e Pernah abortus sebelumnya
2. Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
a Persalinan kala dua yang terlalu cepat, misalnya setelah
persalinan dengan bantuan forcep dan ekstra vakum
b Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan

5
kembar dan anak besar
c Uterus yang kelelahan, persalinan lama
d Uterus yang lembek akibat anestesia yang dalam
e Inversio uteri primer dan sekunder.
2.1.5 Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi uterus. Atonia uteri dan sub-involusi uterus
menyebabkan kontraksi uterus menurun, sehingga pembuluh darah yang
melebar tersebut tidak menutup dengan sempurnah, sehingga
perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti episiotomi
yang lebar, laserasi perineum dan ruptur uteri juga menyebabkan
perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu,
misalnya afibrinogenemia dan hipofibrinogenemia karena tidak ada
ataukurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga
merupakan penyebab dari perdarahan post partum.11
2.1.6 Gejala Klinis
Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak
10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-
gejala baru tampak pada kehilangan darah sebanyak 20%. Gejala klinis
umum yang biasa terjadi pada perdarahan post partum adalah
kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (lebih dari 500 cc), nadi
lemah, pucat, ekstremitas dingin, lochia berwarna merah, haus, pusing,
gelisa, mual, tekanan darah lemah dan dapat terjadi syok hipovolemik.8
2.2 Diagnosa Perdarahan Post Partum
Diagnosa perdarahan post partum yaitu timbul perdarahan banyak dalam
waktu yang cepat, tanpa disadari pasien telah kehilangan banyak darah sebelum
ia tampak pucat. Nadi dan pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah
menurun. Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak
10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik. Gejala-gejala baru
tampak pada kehilangan darah 20%. Jika perdarahan berlangsung terus menerus

6
dan meniimbulkan syok.11
Perdarahan post partum dapat di cegah apabila setelah anak lahir secara
rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam sesudahnya. Apabila
terjadi perdarahan post partum dan plasenta belum lahir, perlu diusahakan
untuk melahirkanplasenta segera. Jika plasenta sudah lahir, perlu di cari
penyebabnya perdarahan tersebut di akibat oleh atonia uteri atau perdarahan
karena perlukaan jalan lahir.8
Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada
palpasi, sedangkan pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir, uterus
berkontraksi dengan baik. Pada persalinan di rumah sakit, dengan fasilitas yang
baik untuk melakukan transfusi darah, seharusnya kematian akibat perdarahan
post partum dapat dicegah, terutama apabila penderita masuk rumah sakit
dalam keadaan syok karena sudah kehilangan banyak darah. Karena persalinan
di Indonesia sebagian besar terjadi di luar rumah sakit, perdarahan post partum
merupakan sebab utama kematian dalam persalinan.8
Diagnosis perdarahan post partum:8
1. Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
2. Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak.
3. Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari:
a Sisa plasenta atau selaput ketuban
b Robekan rahim
c Plasenta suksenturiata
4. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang
pecah.
5. Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clot Observation
Test).
Perdarahan post partum merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan
hingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok.
Perdarahantersebut akan membahayakan ibu karena perdarahan akan berjumlah
banyak, ibu menjadi lemas dan juga jatuh dalam presyok dan syok. Karena itu

7
penting pada setiap ibu yang bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara
rutin, serta pengawasan tekanan darah, nadi, pernafasan ibu, dan periksa juga
kontraksi uterus perdarahan selama 1 jam.8
2.3 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan untuk pasien dengan perdarahan post partum, yaitu:9
1. Sejak masa antenatal, atasi anemia dengan nutrisi, zat besi, vitamin dan
mineral.
2. Pada ibu dengan riwayat perdarahan post partum sebelumnya, persalinan
harus berlangsung di rumah sakit.
3. Tdak boleh memijat dan mendorong uterus kebawa sebelum plasenta lepas.
4. Penaganan: segera setelah diketahui perdarahan post partum, harus
ditentukan adanya syok.
5. Bila dijumpai adanya syok, maka segera berikan infus cairan, transfusi
darah, kontrol perdarahan dan pemberian oksigen.
6. Bila tidak ada syok atau syok sudah teratasi, segera lakukan pemeriksaan
untuk menemukan etiologinya.
2.4 Faktor Faktor Penyebab Perdarahan Post Partum4
Menurut Yulianingsih (2012) faktor yang menyebabkan perdarahan post
partum adalah atonia uteri, retensio plasenta, laserasi jalan lahir, plasenta res,
dan penyakit pembekuan darah.
1. Atonia Uteri
a Pengertian
Atonia uteri merupakan perdarahan post partum yang dapat terjadi
karena terlepasnya sebagian plasenta dari uterus dan sebagian lagi
belum terlepas.Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi
rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan
terbukan dari tempat implamentasi plasenta setelah bayi dan plasenta
lahir.

8
b Etiologi
Faktor faktor penyebab atonia uteri meliputi beberapa hal berikut :
1) Regangan rahim berlebihan karena kehamilan gemeli,
polihidramnion, dan anak terlalu besar
2) Kelelahan karena persalinan lama
3) Kehamilan grandemultipara (>5 anak)
4) Ibu dengan kedaan umum yang jelek, anemis, atau menderita
penyakit menahun
5) Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim
6) Infeksi uteri (koriomnionitis)
7) Riwayat pernah atonia uteri sebelumnya
8) Preeklamsia dan eklamsia
c Penyebab
Atonia uteri terjadi karena uterus tidak berkontraksi dengan
sempurnah setelah anak lahi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam 15
detik setelah dilakukan rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri.
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol
perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan
mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol
oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi
pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta.
Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak
berkontraksi.
d Penatalaksanaannya :
Jika uterus tidak segera berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan
rangsangan taktil ( masase ) fundus uteri maka patut diduga telah
terjadi Atonia Uteri :
1) Segera lakukan kompresi bimanual internal ( KBI ) :
a) Pakai sarung tangan DTT atau steril, kemudian secara hati-
hati masukkan satu tangan secara obstetrik (menyatukan

9
kelima ujung jari) melalui introitus ke dalam vagina.
b) Periksa vagina dan serviks. Jika ada bekuan darah pada
kavum uteri maka segera keluarkan karena kondisi ini dapat
menyebabkan uterus tak dapat berkontraksi secara efektif.
c) Setelah melewati introitus dan berada di dalam vagina maka
kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior.
Dengan dataran jari-jari tangan dalam, tekan dinding
anterior segmen bawah uterus ke arah tangan luar yang
sedang mendorong dinding posterior uterus ke arah depan
sehingga uterus dijepit dari arah depan dan belakang.
d) Aplikasikan tekanan yang kuat pada uterus di antara kedua
tangan. Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung
pada pembuluh darah yang berjalan diantara miometrium
dan juga merangsang miometrium untuk segera
berkontraksi.
e) Evaluasi keberhasilan:
- Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang,
teruskan melakukan KBI selama dua menit, kemudian
perlahan-lahan keluarkan tangan dan pantau ibu secara
melekat selama kala IV.
- Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan masih
berlangsung, periksa ulang perineum, vagina dan
serviks apakah terjadi laserasi. Jika demikian, segera
lakukan penjahitan untuk menghentikan perdarahan.
- Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit,
ajarkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual
eksternal (KBE), kemudian lakukan langkah-langkah
penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Jika penolong
bekerja secara berkelompok maka tidak perlu dilakukan
tindakan KBE karena penolong dapat melanjutkan KBI

10
dan petugas lain diminta untuk memasang infus. Minta
keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan.
Alasan: Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan
KBI, jika KBI tidak berhasi dalam waktu 5 menit maka
diperlukan berbagai upaya lainnya.
f) Berikan 0,2 mg ergometrin IM atau misoprostol 600 mcg
per rektal. Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan
hipertensi karena ergometrin dapat menaikkan tekanan
darah.
g) Gunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18),
pasang infus larutan kristaloid untuk restorasi cairan secara
cepat dan berikan oksitosin 20 IU dalam 500 cc Ringer
Laktat dengan kecepatan 30 tetes/menit (pastikan oksitosin
drsimpan secara benar dan masih efektif.
Alasan: Jarum berdiameter besar memungkinkan
pemberian larutan lV secara cepat dan dapat dipakai
untuk transfusi darah (jika diperlukan). Pemberian
oksitosin secara intravena dengan tetesan yang tepat
dapat merangsang kontraksi uterus. Oksitosin dosis besar
tak boleh diberikan secara bolus intravena karena dapat
menyebabkan hipotensi. Oksitosin dalam larutan kristaloid
tidak boleh diguyur karena setelah 3 liter cairan kristaloid
dan 40 IU oksitosin intravena dapat terjadi edema serebri
dan ibu mengalami kejang.
h) Pakai sarung tangan DTT/Steril kemudian ulangi KBI
Alasan: KBI dengan ergometrin dan oksitosin akan
membantu uterus berkontraksi.
i) Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2
menit, segera rujuk ibu karena hal ini bukan atonia uteri
sederhana. Ibu membutuhkan tindakan gawatdarurat di

11
fasilitas kesehatan rujukan yang mampu melakukan
tindakan operasi dan transfusi darah.
j) Sambil membawa ibu ke tempat rujukan, teruskan
pemberian infus dan uterotonika, juga KBI/KBE/Kompresi
Aorta/Tampon Kondom-Kateter hingga ibu mencapai
tempat rujukan.
- Jika ibu pre-syok, ganti cairan darah yang hilang dengan
kristaloid 1000 ml dalam 15 menit pertama. Jika syok,
berikan kristaloid 1500-2000 ml dalam 15 menit
pertama.
- Berikan tambahan 750-1500 ml (tergantung kondisi ibu)
dalam 30-45 menit berikutnya. Jika setelah itu ternyata
belum sampai ditempat rujukan maka lanjutkan dengan
jumlah yang sama untuk 45-60 menit berikutnya.
- Pemberian cairan restorasi pada jam kedua dan
selanjutnya harus dikombinasi dengan koloid dengan
perbandingan 3:1. Jika konsentrasi hemoglobin darah
ibu berada dibawah 6 g% maka ibu memerlukan
tambahan transfusi darah.
2) Cara Melakukan Kompresi Bimanual Eksternal
a. Letakkan satu tangan pada dinding abdomen, di dinding
depan korpus uteri dan di atas simfisis pubis.
b. Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding
belakang korpus uteri, sejajar dengan dinding depan korpus
uteri. Usahakan untuk mencakup/ memegang bagian
belakang uterus seluas mungkin.
c. Lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan
tangan depan dan belakang pembuluh darah di dalam
anyaman miometrium dijepit secara manual. Cara ini dapat
menjepit pembuluh darah uterus dan membantu uterus

12
untuk berkontraksi.
3) Cara Melakukan Kompresi Aorta Abdominalis
a. Lakukan perabaan pulsasi arteri femoralis yang berada
pada perpotongan garis imajiner yang melalui tepi atas
simfisis dan lipat paha (inguinal).
b. Setelah ditemukan maka sisihkan uterus ke arah bawah
(simfisis), kemudian tekan umbilikus dengan tangan lain
yang membentuk tinju hingga mencapai dataran depan
kolumna vertebralis.
c. Jika pulsasi arteri femoralis melemah atau hilang maka
kompresi Aorta Abdominalis berjalan efektif. Jika belum
hilang maka permukaan jari-jari yang menekan Aorta
Abdominalis ke kiri atau kanan hingga pulsasi arteri
femoralis terhenti danpertahankan hingga kontraksi
membaik dan perdarahan berhenti.

2 Retensio Plasenta
a. Pengertian
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga atau melebih waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hampir
sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh
gangguan kontraksi uterus.Retensio plasenta adalah bila plasenta tidak
lepas atau keluar lebih dari 30 menit setelah persalinan.
b. Jenis Retensio Plasenta
1) Plasenta adesiva
Plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam
(plasenta yang belum lahir dn masih melekat di dinding rahim
karena kontraksi rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta).
2) Plasenta inkreta
Vilikorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua

13
endometrium sampai ke miometrium.
3) Plasenta akreta
Vilikorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa
(plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim
karena vilikorialisnya menembus desidua sampai miometrium).
4) Plasenta perkreta
Vilikoriolis tumbuh menembus serosa atau perineum dinding
rahim
c. Etiologi
Retensio plasenta disebabkan oleh :
a. Faktor maternal
1) Gravida berusia lanjut
2) Multiparitas, plasenta akreta jarang dijumpai pada
primigravida
3) Faktor uterus
a) Bekas secsio cesaria, plasenta tertanam di uterus
b) Bekas curettage
c) Bekas pengeluaran plasenta secara manual
d) Bekas endometritis
e) Faktor faktor plasenta
4) Plasenta previa
5) Implantasi korneal
6) Plasenta sukar lepas karena:
a) Mempunyai inersi di sudut tuba
b) Berukuran sangat kecil atau plasenta anularis.
d. Penyebab
Retensio plasenta terjadi karena ada tidak terjadi pelepasan
plasenta selama lebih dari 30 menit, sehingga mengganggu kontraksi
dan retraksi, menyebabkan sinus- sinus tetap terbuka, dan
menimbulkan perdarahan postpartum.

14
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi
perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi
perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih dan rectum
penuh, oleh karena itu keduanya harus dikosongkan agar mempermuda
untuk pengeluarkan plasenta sehingga tidak terjadi perdarahan post
partum.
e. Penatalaksanaannya :
1) Segera setelah bayi lahir, cek bayi kedua. Setelah dipastikan
tidak ada bayi kedua, suntikkan oksitosin 10 IU secara Intra
Muskular di 1/3 paha atas lateral.
2) Lakukan Peregangan Tali Pusat Terkendali (PTT). 15 menit
setelah bayi lahir, plasenta belum lahir juga, suntikkan kembali
oksitosin dosis kedua 10 IU secara I.M di 1/3 paha atas lateral
sebelah lainnya.
3) Kembali lakukan PTT ulang ketika ada his. 15 menit plasenta
belum lahir juga, periksa perdarahan. Jika terdapat perdarahan
aktif diagnosa kasus tersebut adalahretensio plasenta. Jika tidak
terdapat perdarahan aktif, maka diagnosa kasus tersebut adalah
akreta plasenta.
4) Pasang infus RL 500cc + oksitosin 10 IU drip, 40 TPM. Berikan
propenit supp untuk meredakan nyeri. Gunakan sarung tangan
ginekologi (sarung tangan panjang).
5) Regangkan tali pusat dengan tangan kiri, tangan kanan meyusuri
tali pusat secara obstetrik masuk kedalam vagina. Setelah tangan
kanan sampai di serviks, minta asisten untuk memegang tali
pusat, dan tangan kiri penolong berada di fundus.
6) Tangan kanan terus menyusuri tali pusat hingga bertemu dengan
pangkal tali pusat (insersi tali pusat). Buka tangan seperti orang
bersalaman dengan ibu jari menempel jari telunjuk.

15
7) Carilah bagian plasenta yang sudah terlepas. Lepaskan plasenta
dengan cara menyisir mulai dari bagian plasenta yang terlepas
dengan sisi ulna (sisi kelingking). Setelah semua plasenta
terlepas, bawa plasenta sedikit kedepan.
8) Tangan kanan kembali kebelakang untuk mengeksplorasi ulang
apakah plasenta sudah terlepas semua. Jika teraba licin, berarti
plasenta sudah terlepas semua.
9) Keluarkan plasenta dengan tangan kanan. Tangan kiri pindah
diatas supra simpisis untuk menahan agar tidak terjadi inversio
uteri.
10) Setelah plasenta keluar dari uterus, tangan kiri mendorong uterus
di atas simpisis kearah dorso kranial untuk mengembalikan
posisi uterus ke tempat semula. Setelah plasenta keluar, segera
lakukan masase 15 kali searah jarum jam.

3. Laserasi Jalan Lahir


a. Pengertian
Laserasi jalan lahir adalah trauma yang diakibatkan oleh kelahiran
bayi yang terjadi pada serviks, vagiana, atau perineum.Laserasi yang
terjadi biasanya ringan (lecet laserasi), luka episiotomi, robekan
perineum spontan dari dari derajat ringan sampai ruptur perinci totalis
(sfingter ani terputus, robekan pada dinding vagina, forniks uteri,
serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra seperti rupture uteri).
Laserasi jalan Lahir memiliki derajat tertentu:
Tingkat I : Robekan terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau
tanpisan perineum.
Tingkat II :Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot
perineum aranseralis, tetapi tidak mengenai otot
sfingerani.
Tingkat III : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter

16
ani.
Tingkat IV : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter
ani
b. Etiologi
Faktor penyebab terjadiya laserasi jalan lahir:
1) Faktor Maternal
a) Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong
b) Pasien tidak mampu berhenti mengejan
c) Partusdiselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan
fundus yang berlebihan.
d) Edema dan kerapuhan pada perineum
e) Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum
f) Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit
pula sehingga menekan kepala bayi ke arah posterior
g) Peluasan episiotomi
2) Faktor-faktor janin :
a) Bayi yang besar
b) Posisi kepala yang abnormal, misalnya presentasi muka dan
occipitoposterior
c) Kelahiran bokong
d) Ekstrasksi forceps yang sukar
e) Dystocia bahu
f) Anomali congenital, seperti hydrocephalus.
c. Penyebab
Laserasi jalan lahir terjadi karena terjadi robekan jalan lahir yang
di akibatkan karena faktor maternal dan faktor janin, seperti partus
presipatus dan bayi makrosomia, sehingga terjadi perdarahan post
partum.
Perdarahan yang terjadi karena adanya laserasi jalan lahir
(perineum, vulva, vagina, portio, atau uterus). Robekan pada perineum,

17
vulva, vagina dan portio biasa terjadi pada persalinan pervaginam.
Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada
pertolongan persalinan oleh dukun karena tanpa dijahit. Oleh sebab itu
bidan diharapkan melaksanakan pertolongan persalinan melalui
polindes, sehingga peran dukun berangsur-angsur berkurang. Dengan
demikian komplikasi akibat robekan jalan lahir yang dapat
menimbulkan perdarahan akan dapat berkurang.
d. Penatalaksanaanya :
1) Lakukan pemeriksaan secara hati-hati.
2) Jika terjadi laserasi derajat I atau II lakukan penjahitan dengan
anestesi local, dan penerangan lampu yang cukup.
3) Jika terjadi laserasi derajat III atau IV pada robekkan serviks.
- Pasang infus dengan menggunakan jarum besar (ukuran 16
atau 18) dengan menggunakan cairan RL atau NS.
- Segera rujuk ibu kefasilitas dengan kemampuan gawat
darurat obstetrik.
- Damping ibu ketempat rujuk

4. Sisa Plasenta dan Selaput Ketuban (Plasenta Rest)


a. Pengertian
Plasenta rest adalah plasenta tidak lepas sempurna dan
meninggalkan sisa, dapat berupa fragmen plasenta atau selaput
ketuban tertahan. Retensio sisa plasenta disebabkan oleh plasenta
tertanam terlalu dalam sampai lapisan miometrium uterus. Sewaktu
suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus
tidakdapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat
menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah
perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak
berkurang.
Sisa plasenta adalah tertinggalnya potongan-potongan plasenta

18
seperti kotiledon dan selaput plasenta yang menyebabkan
terganggunya kontraksi uterus sehingga sinus-sinus darah tetap terbuka
dan menimbulkan perdarahan post partum. Perdarahan post partum
dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput
janin. Bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau di
kuratase dan pemberian obat uterotonika intravena.
b. Etiologi
1) His yang kurang baik
2) Penanganan kala III yang salah
Dengan pendorongan dan pemijatan uterus akan mengganggu
mekanisme pelepasan plasenta dan menyebabkan pemisahan
sebagian plasenta.
3) Abnormalitas plasenta (Abnormalitas plasenta meliputi bentuk
plasenta dan penanaman plasenta dalam uterus yang
mempengaruhi mekanisme pelepasan plasenta).
4) Kelahiran bayi yang terlalu cepat
Kelahiran bayi yang terlalu cepat akan mengganggu pemisahan
plasenta secara fisiologis akibat gangguan dari retraksi sehingga
dapat terjadi gangguan retensi sisa plasenta.
c. Penyebab
Plasenta rest terjadi karena ada sebagian selaput maupun plasenta
yang tertinggal dalam uterus sehingga mengganggu kontraksi uterus
dan retraksi, menyebabkan sinus-sinus tetap terbuka, dan
menimbulkan perdarahan postpartum.
Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta) merupakan
penyebab umum terjadinya perdarahan lanjut dalam masa nifas
(perdarahan pasca persalinan sekunder). Perdarahan post partum yang
terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-potongan kecil
plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus
menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus

19
harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan.
Apabila sebagian plasenta belum keluar (satu atau lebih lobus)
tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan
keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan.
d. Penatalaksanaanya :
1) Perbaikan keadaan umum ibu (pasang infus)
2) Kosongkan kandung kemih
3) Memakai sarung tangan steril
4) Desinfeksi genetalia eksterna
5) Tangan kiri melebarkan genetalia eksterna,tangan kanan
dimasukkan secara obstetri sampai servik
6) Lakukan eksplorasi di dalam cavum uteri untuk
mengeluarkan sisa plasenta
7) Lakukan pengeluaran plasenta secara digital
8) Setelah plasenta keluar semua diberikan injeksi uterus tonika.
9) Berikan antibiotik utk mencegah infeksi
10) Antibiotika ampisilin dosis awal 19 IV dilanjutkan dengan 3x1
gram. oral dikombinasikan dngan metronidazol 1 gr suppositoria
dilanjutkan dengan 3 x 500 mg oral.
11) Observasi tanda-tanda vital dan perdarahan.
12) Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.

2.5 Studi Kasus


2.5.1 Kasus12
Ada 6 orang pasien yang berusia kisaran ±33 tahun, multigravida ,
usia kehamilan 37-39 minggu, lahir dengan operasi sesar. menjalani
operasi sedikitnya kedua kali untuk PPH tetapi tidak dikontrol dengan
metode hemostatik klasik.Gambaran klinisnya syok hipovolemik karena
ruptur plasenta perkreta. Relaparotomi memiliki risiko berat untuk 6
pasien “hampir meninggal” ini. Oleh karena itu, untuk menciptakan

20
kompresi yang lebih efektif mengingat kompresi yang cukup tidak dapat
disediakan, metode packing baru(Karateke packing) dilakukan.
2.5.2 Diagnosa12
Diagnosis Operations Perdarahans Transfused Komplikasi Lama
etelahhister blood dirawat
ektomi products per hari
Preeclampsia, 1. B-lynch + 1300 mL/h RBC: 16 Acute 20
abruptio hypogastric FFP: 28 tubular
placenta artery Platelet: 100 necrosis +
-postpartum ligation WBC: 14 Sheehan’s
atony 2. Hysterectomy Fib: 20 syndrome
+ classic
abdominal
packing
Abruptio Hysterectomy + 1000 mL/h RBC: 5 - 6
placenta- hypogastric FFP: 8
postpartum artery Platelet: 8
atony ligation Fib: 4
Postpartum Hysterectomy + 1500 mL/h RBC: 12 Reversible 12
atony hypogastric FFP: 16 acute
artery Platelet: 32 tubular
ligation Fib: 16 necrosis
Abruptio Hysterectomy + 1000 mL/h RBC: 9 - - 10
placenta- hypogastric FFP: 12
postpartum artery Platelet: 10
atony ligation Fib: 16
Placenta Hysterectomy + 1000 mL/h RBC: 19 Maternal 3
percreta- hypogastricarter FFP: 20 death
uterine rupture y Platelet: 24
ligation Fib: 16
Postpartum Hysterectomy + 750 mL/h RBC: 8 - 6
atony hypogastric FFP: 10

21
artery Platelet: 9
ligation Fib: 16

2.5.3 Penatalaksanaan12
1. Dalam kemasan Karateke, sayatan 1 cm dilakukan di dinding vagina
posterior 1-2 cm dari jahitan. vagina, dan balon Bakri ditempatkan
ke perut dengan menarik melalui vagina. Enam sampai tujuhspon
direndam dan diperas di dekat spons panas yang dibungkus
melingkar mengelilingi balondan kemudian balon Bakri dipompa
dengan 500-1000 mL saline dan dimasukkan ke dalam traksi melalui
jalur vagina.
2. Balon memberikan tekanan pada spons yang mendasari dengan cara
traksi vagina dan oleh karena itu tekanan ditransfer ke semua
permukaan daerah bedah dengan kecepatan yang sama dan efisien.
Dengan cara ini, perdarahan berhenti di struktur vaskular dan
terjadihemostasis.
3. Bagian distal balon, di bawah traksi yang cukup, dipasang di kaki
pasien. Setelah itu, kulit ditutup tanpa menutup lapisan fasia perut.
Untuk mencegah sindrom Kompartemen dan kegagalan perfusi
ekstremitas bawah, perawatanperfusi diperbolehkan dengan
melepaskan ketegangan pada poros balon Bakri minimal dengan
interval 2 jam selamaperiode pasca operasi. Jika terjadi perdarahan
berlanjut, balon dipompa lebih banyak, lebih banyak traksi
diterapkan, dan kompresi pada spons yang mendasari meningkat.
Prosedur ini dilanjutkan sampai hemostasis baik.
4. Prosedur depacking dilakukan pada semua pasien setelah parameter
koagulasi kembali ke rentang normal dan penghentian perdarahan
intra-abdomen setelah penggantian darah. Parameter laboratorium
pra operasi dan pasca operasi padasemua pasien.

22
5. Pada pasien pertama kami yang menerima packing Karateke, ligasi
arteri hipogastrik bilateral,dan jahitan B-Lynch dilakukan melalui
laparotomi karena atonia uteri postpartum dan tidak adaperdarahan
intraoperatif. Histerektomi peripartum dilakukan dengan laparotomi
kedua karena 2.000 mL / jam perdarahan terjadi melalui saluran
pembuangan pasien di unit perawatan intensifpasca operasi. Setelah
kelanjutan perdarahan difus intra-abdomen, packing klasik
dilakukan secara perioperatif dengan 6 bantalan dan abdomen
ditutup. Pada jam 1 pasca operasi, volume cairan yang dikeringkan
total adalah 1500 cc dalam saluran pembuangandan laparotomi
ketiga dilakukan. Karateke packing dilakukan sebagai intervensi
terakhir karena tidak ada opsi bedah untuk mengendalikan
perdarahan pada operasi ketiga. Pada pasien ini, kehilangan darah
500 mL / 24 jam diamati melalui saluran di unit perawatan intensif
pasca operasi.
6. Histerektomi peripartum dan ligasi arteri hipogastrik dilakukan pada
tiga pasien karena postpartum atony dan histerektomi peripartum,
dan ligasi arteri hipogastrik bilateral dilakukan pada salah satu
pasien kami karena uterineatony dan hematoma ligamen yang luas.
Setelah pengamatan perdarahan berat melalui saluran drainase
pasien yang ditindak lanjutiunit perawatan intensif pasca operasi,
Karateke packing dilakukan pada operasi kedua.

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang segera terjadi setelah
persalinan melebihi 500 cc yang dibagi menjadi dua bentuk yaitu perdarahan
post partum primer (terjadi dalam 24 jam pertama) dan perdarahan post partum
sekunder (terjadi setelah 24 jam pertama).Penyebab umum perdarahan post
partum, yaitu Atonia uteri, Retensio plasenta, Sisa palaenta dan selaput ketuban
(plasenta res), Trauma atau perlukaan jalan lahir, Penyakit darah.
Diagnosa perdarahan post partum yaitu timbul perdarahan banyak dalam
waktu yang cepat, tanpa disadari pasien telah kehilangan banyak darah sebelum
ia tampak pucat. Nadi dan pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah
menurun. Gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah 20%. Jika
perdarahan berlangsung terus menerus dan menimbulkan syok.
Prinsip penatalaksanaan untuk pasien dengan perdarahan post partum, yaitu
(1) Sejak masa antenatal, atasi anemia dengan nutrisi, zat besi, vitamin dan
mineral. (2) Pada ibu dengan riwayat perdarahan post partum sebelumnya,
persalinan harus berlangsung di rumah sakit. (3) Tdak boleh memijat dan
mendorong uterus kebawa sebelum plasenta lepas.(4) Penaganan: segera setelah
diketahui perdarahan post partum, harus ditentukan adanya syok.(5) Bila
dijumpai adanya syok, maka segera berikan infus cairan, transfusi darah,
kontrol perdarahan dan pemberian oksigen.(6) Bila tidak ada syok atau syok
sudah teratasi, segera lakukan pemeriksaan untuk menemukan etiologinya.
3.2 Saran
Mahasiswadantenagakesehatandiharapkandapatmengenaliperdarahan
postpartum sertamengenaliparaibuhamil yang berisikotinggiterhadapperdarahan
postpartum sehinggadapatmelakukantindakandeteksi, pencegahan,
sertapenangananterhadapperdarahan postpartum.

24

Anda mungkin juga menyukai