DISUSUN OLEH :
FATMAWATI
19.04.039
STIKES PANAKKUKANG
MAKASSAR
2020
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan atau hilangnya darah
sebanyak lebih dari 500cc yang terjadi setelah anak lahir baik sebelum,
selama, atau sesudah kelahiran plasenta. Menurut waktu kejadiannya,
perdarahan postpartum sendiri dapat dibagi atas perdarahan postpartum
primer yang terjadi dalam 24 jam setelah bayi lahir, dan perdarahan
postpartum sekunder yang terjadi lebih dari 24 jam sampai dengan 6
minggu setelah kelahiran bayi (Manuaba, 2007).
Perdarahan pascapersalinan adalah perdarahan melebihi 500 ml
pasca persalinan setelah bayi lahir (Erawati, 2010). Perdarahan post
partum adalah pendarahan yang terjadi sampai 24 jam setelah kelahiran
dan biasanya melibatkan kehilangan banyak darah melalui saluran genital
(Vicky Chapman, 2006). Perdarahan pasca partum adalah perdarahan yang
terjadi setelah kelahiran bayi, sebelum, selama dan sesudah keluarnya
plasenta (Harry Oxorn, 2010).
B. Klasifikasi
Perdarahan post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
a. Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage,
atau perdarahan postpartum primer, atau perdarahan pasca persalinan
segera). Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam
pertama. Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah
atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan
inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
b. Perdarahan masa nifas (perdarahan pos partumsekunder atau
perdarahan pasca persalinan lambat, atau Late PPH). Perdarahan
pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan
pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan
rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.
C. Etiologi
Banyak faktor yang dapat menyebabkan perdarahan post partum, antara
lain 4T (Tone dimished, Trauma, Tissue, Thrombin
1. Tone Dimished : Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus tidak mampu
untuk berkontraksi dengan baik dan mengecil sesudah janin keluar dari
rahim. Perdarahan postpartum secara fisiologis di kontrol oleh
kontraksi serat - serat myometrium terutama yang berada disekitar
pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan
plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat
berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar
dan lembek pada palpusi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah
penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan
mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang
sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan
penyebab utama perdarahan postpartum.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri:
a. Manipulasi uterus yang berlebihan.
b. General anestesi (pada persalinan dengan operasi), Anestesi yang
dalam.
c. Uterus yang teregang berlebihan.
d. Kehamilan kembar.
e. Fetal macrosomia (berat janin antara 4500 - 5000 gram).
f. Polyhydramnion.
g. Kehamilan lewat waktu, Partus lama.
h. Grande multipara (fibrosis otot-otot uterus).
i. Infeksi uterus (chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia).
j. Plasenta previa, Solutio plasenta (Mochtar, 2012).
2. Tissue
a. Retensio plasenta
b. Sisa plasenta
c. Plasenta acreta dan variasinya.
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal
itu dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena:
plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas
akan tetapi belum dilahirkan. Jika plasenta belum lepas sama sekali,
tidak terjadi perdarahan, tapi apabila terlepas sebagian maka akan
terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena:
a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta
adhesiva)
b. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis
menembus desidva sampai miometrium - sampai dibawah
peritoneum (plasenta akreta- perkreta)
c. Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum
keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau
karena salah penanganan kala III. Sehingga terjadi lingkaran
konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya
plasenta (inkarserasio plasenta). Sisa plasenta yang tertinggal
merupakan penyebab 20 - 25 % dari kasus perdarahan postpartum.
(Mochtar, 2012).
3. Trauma
Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma
jalan lahir akibat:
a. Ruptur uterus
b. Inversi uterus
c. Perlukaan jalan lahir
d. Vaginal hematom
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa
menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat
operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oxytosin.
Repture uterus sering terjadi akibat jaringan parut section secarea
sebelumnya.
Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan
biasanya terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan
pervaginam dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacum
atau forcep, walaupun begitu laserasi bisa terjadi pada sembarang
persalinan. Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan
vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan dan
dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa
jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok.
Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika
mengenai artery atau vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada
penundaan antara episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan
antara persalinan dan perbaikan episitomi.
Perdarahan yang terus terjadi (terutama merah menyala) dan
kontraksi uterus baik akan mengarah pada perdarahan dari laserasi
ataupun episitomi. Ketika laserasi cervix atau vagina diketahui sebagai
penyebab perdarahan maka repair adalah solusi terbaik.
Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kovum uteri,
sehingga tundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri.
Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta
keluar.
Inversio uteri dapat dibagi:
a. Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar
dari ruang tersebut.
b. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
c. Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar
terletak diluar vagina.
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat
crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada
tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Pada
penderita dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan
pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai.
Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas
servix uteri atau dalam vagina. Kelainan tersebut dapat menyebabkan
keadaan gawat dengan angka kematian tinggi (15 - 70 %). Reposisi
secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan
penderita. (Mochtar, 2012)
4. Thrombin : Kelainan pembekuan darah
Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit
keturunan ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :
a. Hipofibrinogenemia,
b. Trombocitopeni,
c. Idiopathic thrombocytopenic purpura,
d. HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes, and low
platelet count),
e. Disseminated Intravaskuler Coagulation,
f. Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari
8 unit karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen
fibrin dan trombosit sudah rusak. (Mochtar, 2012)
D. Tanda dan Gejala
1. Tanda - tanda perdarahan post partum secara umum :
a. Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan
menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam
keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang merembes
perlahan - lahan tapi terjadi terus menerus sehingga akhirnya
menjadi banyak dan menyebabkan ibu lemas ataupun jatuh kedalam
syok.
b. Pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil
c. Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala
penurunan tekanan darah (sistolik <90 mmHg) nadi (>100x / menit)
dan napas cepat, pucat (Hb <8%), extremitas dingin, sampai terjadi
syok (Ambarawati, 2010).
2. Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a. Atonia Uteri
1) Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek
dan perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan
postpartum primer).
2) Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah
rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin,
gelisah, mual dan lain-lain)
b. Robekan jalan lahir
1) Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar
mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik,
plasenta baik.
2) Gejala yang kadang - kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c. Retensio plasenta
1) Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit,
perdarahan segera, kontraksi uterus baik.
2) Gejala yang kadang - kadang timbul : tali pusat putus akibat
traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan
lanjutan
d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
1) Gejala yang selalu ada: plasenta atau sebagian selaput
(mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan
segera
2) Gejala yang kadang - kadang timbul: Uterus berkontraksi baik
tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
e. Inversio uterus
1) Gejala yang selalu ada : uterus tidak teraba, lumen vagina terisi
massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan
segera, dan nyeri sedikit atau berat.
2) Gejala yang kadang-kadang timbul : Syok neurogenik dan
pucat (Manuaba, 2007)
E. Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam
uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah
dalam stratum spongiosum sehingga sinus - sinus maternalis ditempat
insersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh
darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah
tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya
gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan
pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan
demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan.
Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix,
vagina dan perinium.
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar
untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atonia uteri dan subinvolusi uterus
menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah yang
melebar tadi tidak menutup sempura sehingga terjadi per darahan terus
menerus. Trauma jalan terakhir seperti epiostomi yang lebar, laserasi
perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena
terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya
afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada kurangnya fibrin
untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyabab dari
perdarahan dari postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa
mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Lepasnya plasenta tidak terjadi bersamaan sehingga sebagian
masih melekat pada tempat implementasinya yang akan menyebabkan
terganggunya retraksi dan kontraksi otot uterus, sehingga sebagian
pembuluh darah terbuka serta menimbulkan perdarahan. Perdarahan
placenta rest dapat diterangkan dalam mekanisme yang sama dimana akan
terjadi gangguan pembentukan thrombus di ujung pembuluh darah,
sehingga menghambat terjadinya perdarahan. Pemebentukan epitel akan
terganggu sehingga akan menimbulkan perdarahan berkepanjangan.
(Manuaba,2007).
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :
1. Biakan dan uji sensitivitas (pada luka, drainase atau urine) digunakan
untuk mendiagnosis infeksi
2. Venografi adalah metode yang paling akurat untuk mendiagnosis
thrombosis vena profunda
3. Ultrasonografi Doppler real-time dan Ultrasonografi Doppler berwarna
adalah metode diagnostik untuk mendiagnosis adanya tromboflebitis
dan thrombosis.
4. Urinalisis : Memastikan kerusakan kandung kemih
5. Profil koagulasi : Peningkatan degeradasi kadar produk fibrin/ produk
spilit fibrin (SDP/FSP)
6. Sonografi: Menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi Medis yang dapat digunakan
b. Methergine 0,2 mg peroral setiap 4 jam sebanyak 6 dosis. Dukung
dengan analgesik bila terjadi kram.
c. Pitocin 10 - 20 unit dalam 1000 cc cairan IV
d. Methergine 0,2 mg IM bila tidak ada riwayat hipertensi
e. Prostin supositoria pervagina, uterus atau rectum
f. Bila perdarahan terus berlanjut beri Hernabate 1 ampul per IM
setiap 5 menit sebanyak tiga kali. Berikan dosis pertama 10 menit
setelah pemberian Prostin.
2. Penatalaksanaan Keperawatan Penunjang Medis
a. Tekan bagian segmen uterus bagian bawah dan keluarkan bekuan
darah
b. Periksa konsistensi uterus
1) Bila terjadi atonia, pijat uterus
2) Bila tidak ada respon, lakukan kompresi bimanual
3) Berikan oksitoksik dan atau ergot, seperti berikut :
a) Pitocin 10 - 20 unit dalam 1000 cc cairan IV
b) Methergine 0,2 mg IM bila tidak ada riwayat hipertensi
c) Prostin supositoria pervagina, uterus, atau rectum
d) Bila perdarahan uterus berlanjut berikan Hernabate 1 ampul
per IM setiap 5 menit sebanyak tiga kali. Beri dosis
pertama 10 menit setelah pemberian prostin.
4) Lanjutkan kompresi bimanual
5) Pantau TTV dan tanda syok
c. Bila uterus terus berkontraksi dan perdarahan terus berlanjut,
perhatikan apakah ada laserasi.
1) Bila laserasi vagina atau perineum derajat pertama atau kedua,
segera perbaiki
2) Bila laserasi serviks atau laserasi vagina atau laserasi perineum
derajat tiga atau empat: jepit perdarahan dan lakukan perbaikan
bila terjadi hemostasis
d. Bila terjadi tanda - tanda syok:
1) Berikan infuse RL dengan cepat
2) Baringkan pasien dengan kaki sedikit dinaikkan
3) Berikan oksigen melalui masker
4) Jaga pasien agar tetap hangat, beri selimut
5) Pantau tanda - tanda vital
H. Komplikasi
Disamping menyebabkan kematian, perdarahan pascapersalinan
memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita
berkurang. Perdarahan banyak kelak bisa menyebabkan sindrom Sheehan
sebagai akibat nekrosis pada hipofisisis pars anterior sehingga terjadi
insufisiensi pada bagian tersebut. Gejalanya adalah asthenia, hipotensi,
anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan
fungsi seksual dengan atrofi alat alat genital, kehilangan rambut pubis dan
ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenore dan kehilangan
fungsi laktasi. (Oxorn,2010)
Merangsang
saraf simpatis
motorik
Nyeri
Akut
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Klien (meliputi: nama, umur, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, agama, suku, alamat, no cm, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, dan sumber informasi).
2. Keluhan Utama dan Alasan Dirawat
Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam
berulang
3. Riwayat Kehamilan
HPHT:................................... Taksiran Partus:...........................
BB sebelum hamil:................ TD sebelum hamil:......................
Riwayat ANC:....................... Obat yang di dapat:.......................
Keluhan saat hamil:.....................
4. Riwayat Nifas Yang Lalu dan Persalinan
No Tahun Jenis Penolong JK Keadaan Bayi Masalah
Laktasi Ket
Persalinan Waktu Lahir Kehamilan
D. Evaluasi
1. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah
tindakan dilakukan dan didokumentasikan pada catatan keperawatan.
2. Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur
sejauh mana pencapaian tujuan yang ditetapkan dan dilakukan pada
akhirkeperawatan.
DAFTAR PUSTAKA