Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN


HOMECARE TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU
GAYA HIDUP PENDERITA HIPERTENSI
DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS
TAHUN 2022

Disusun Oleh :
Agum Satrio
Nim. 18220001

YAYASAN PENDIDIKAN DAN KESEHATAN KADER BANGSA


UNIVERSITAS KADER BANGSA PALEMBANG
PROGRAM/FAKULTAS KEBIDANAN &
KEPERAWATAN PROGRAM STUDI
S-1 KEPERAWATAN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovasukular dimana
penderita memiliki tekanan darah diatas normal. Hipertensi adalah keadaan
seseorang yang mengalami peningkatan tekanan angka morbiditas maupun
mortalitas, tekanan darah fase sistolik 140 mmHg menunjukan fase darah yang
sedang dipompa oleh jantung kefase diastole 90 mmHg menunjukan fase darah
yang Kembali kejantung (Triyanto, 2014). Sedangkan menurut WHO tekanan
darah tinggi terjadi ketika tekanan darah terlalu tinggi. Tekanan darah seseorang
meliputi tekanan darah sistolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik adalah
tekanan darah saat jantung berdetak. Tekanan darah diastolik adalah tekanan
darah saat jantung dalam keadaan istirahat. Tekanan darah normalnya adalah
140/90 mmHg (WHO,2020). Gejala umum yang biasanya dialami oleh penderita
hipertensi adalah sakit kepala, kelelahan, leher tidak nyaman, penglihatan
berputar, detak jantung tidak teratur, dan tinitus (Goleman & Boyatzis, 2018).
Hipertensi dapat menyebabkan gagal ginjal, penyakit jantung koroner penyakit
jantung, dan stroke. Jika tidak dideteksi sejak dini dan diperlakukan secara
memadai (Tackling & Borhade, 2021). Penyakit hipertensi dibedakan menjadi
dua macam yaitu hipertensi primer (esensial), dan hipertensi sekunder. Hipertensi
primer (esensial) merupakan jenis hipertensi yang tidak ditemukan penyabab dari
peningkatan tekanan darah tersebut. Hipertensi primer mampu dikatakan penyakit
multifaktorial yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan yang memicu
naiknya tekanan darah yang dimana akan diperparah oleh adanya diabetes,
obesitas, stres, dan kebiasaan pola hidup buruk lainnya. Sedangkan pada
hipertensi sekunder yang dapat disebabkan oleh penyakit gagal ginjal,
hiperaldosteonisme, renovaskular, penyakit endokrin, dan penyebab lainnya
(Anggriani, 2016).
Homecare adalah layanan Kesehatan yang dilakukan oleh professional
ditempat tinggal pasien (dirumah) dengan tujuan membantu memenuhi
kebutuhan pasien dalam mengatasi masalah Kesehatan yang dilaksanakan oleh
tim Kesehatan professional yang melibatkan anggota keluarga sebagai
pendukung didalam proses perawatan dan penyembuhan pasien sehingga
keluarga bisa mandiri dalam mengatasi masalah kesehatanya (Parellanggi, 2015).
Tujuan dari pelayanan homecare adalah untuk meningkatkan, mempertahankan
atau memaksimalkan tingkat kemandirian, serta meminimalkan dampak dari
penyakit untuk mencapai kemampuan individu secara optimal dalam jangka
waktu yang lama secara komperhensif dan berkesinambungan (Triwibowo,2012).
Gaya hidup merupakan faktor resiko terpenting yang mempengaruhi
kejadian hipertensi. Meningkatnya kasus hipertensi ini dipengaruhi oleh gaya
hidup yang tidak sehat (Nisa, 2012). Gaya hidup sehat menjadi bagian yang
penting dalam penanganan hipertensi dengan mengurangi berat badan untuk
individu yang gemuk, mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop
Hypertension), melakukan aktifitas fisik/olahraga, menghindari alkohol, kafein
dan kebiasaan merokok agar tidak menimbulkan hipertensi berat yang mungkin
disertai dengan komplikasi yang berbahaya (Triyanto, 2014). Gaya hidup yang
modern cenderung membuat berkurangnya aktivitas fisik (olahraga), konsumsi
alkohol tinggi, minum kopi dan merokok serta stress yang berkepanjangan.
Semua perilaku tersebut merupakan pemicu tekanan darah tinggi.Upaya untuk
menekan kejadian hipertensi ataupun komplikasi yang terjadi akibat hipertensi,
maka perlu dilakukan modifikasi gaya hidup seperti mengatur pola makan
dengan membatasi asupan garam, lemak, alkohol, berhenti merokok, dan
mengontrol berat badan, melakukan aktivitas fisik, istirahat dan tidur. Bagi
penderita hipertensi ini berarti mau tidak mau harus meninggalkan gaya hidupnya
yang lama dan menyesuaikan diri dengan gaya hidup yang baru menjaga agar
tekanan darahnya tetap normal (Hanata, 2011). Meningkatkan perilaku sehat dan
mengurangi perilaku yang berisiko terhadap kesehatan adalah tantangan utama
yang dihadapi para profesional kesehatan. Berikut adalah strategi perubahan
perilaku kesehatan yang dapat digunakan oleh tenaga kesehatan untuk dapat
mengubah perilaku kesehatan klien mereka (Pender, Murdaugh and Parsons,
2019), yaitu meningkatkan kesadaran,mengevaluasi diri sendiri, menetapkan
tujuan untuk berubah, mempromosikan efikasi diri, meningkatkan manfaat dari
adanya perubahan, mengelola hambatan untuk berubah, dan menggunakan clue
untuk melakukan perubahan.
Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemahaman tentang
hipertensi salah satunya yaitu dengan dilakukan pendidikan/penyuluhan
kesehatan. Pendidikan kesehatan merupakan suatu upaya yang direncanakan
untuk menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak
hanya sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu
anjuran yang diharapkan untuk meningkatkan status kesehatan, mencegah
timbulnya penyakit, meningkatkan derajat Kesehatan, mempertahankan derajat
kesehatan, memaksimalkan fungsi dan peran penderita selama sakit, membantu
penderita dan keluarga mengatasi masalah kesehatan (Purwati, et al., 2014).
Pendidikan Kesehatan adalah suatu proses yang dapat meningkatkan derajat
Kesehatan seseorang, Pendidikan Kesehatan dapat diberikan kepada seluruh
sasaran namun harus menggunakan metode yang tepat agar informasi dapat
diberikan dengan baik (Notoadmojo,2012). Pengetahuan tentang hipertensi pada
seseorang akan berdampak dengan salahnya dalam tatalaksana penanganan
hipertensi yang akan bisa menyebabkan komplikasi dari hipertensi serta menjadi
salah satunya penyebab tidak terkontrolnya tekanan darah (Hikmah, 2017).
Dampak dari kurangnya pengetahuan mengenai hipertensi Sebagian besar
penderita tidak mengetahui berapa tekanan darah yang disebut hipertensi dan
penderita juga tidak mengetahui penyebab hipertensi atau diet yang baik bagi
penderita hipertensi, selain itu juga banyak penderita yang tidak mengetahui
komplikasi dari hipertensi (Maryam, 2019). Dalam hal ini penyuluhan atau
Pendidikan Kesehatan sangatlah penting bagi masyarakat penderita hipertensi
agar lebih memahami tentang penyakit tersebut dan dapat merubah pola hidupnya
demi tercapainya hidup sehat. Semakin meningkatnya pengetahuan penderita
tentang hipertensi akan mendorong seseorang untuk berperilaku yang lebih baik
dalam mengontrol hipertensi sehingga tekanan darahnya tetap terkendali (Riana,
2014).
Ada pengaruh Pendidikan Kesehatan hipertensi terhadap sikap penderita
(p=0,014). Pendidikan Kesehatan hipertensi berpengaruh terhadap perubahan
perilaku gaya hidup beresiko yaitu Riwayat merokok (p=0,005), pola makanan
asin (p=0,008) dan frekuensi olahraga (p=0,001) sedangkan Pendidikan
Kesehatan hipertensi tidak mempunyai pengaruh yang secara signifikan terhadap
perubahan perilaku beresiko yaitu stress (p=0,322) dan IMT (P=0,502). Hasil uji
statistik menunjukkan ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang hipertensi
dengan p Value = 0.001 <α 0.050. Pendidikan kesehatan akan mampu
meningkatkan perilaku gaya hidup yang lebih baik bagi klien hipertensi dalam
proses penyembuhan penyakit hipertensi di Puskesmas.
Berdasarkan data dari WHO (World Health Organization) dan International
Society Of Hypertension (ISH) pada tahun 2014 terdapat sekitar 600juta penderita
hipertensi diseluruh dunia. Pravalensi tertinggi terjadi diwilayah Afrika yaitu
sebesar 30% dan pravalensi terendah terdapat diwilayah Amerika sebesar 18%,
secara umum laki – laki memiliki pravalensi hipertensi lebih tinggi disbanding
Wanita (WHO, 2015). Dan pada tahun 2015 WHO (World health organization)
menunjuk sekitar 1.13 miliar orang didunia menderita hipertensi, artinya 1 dari 3
orang didunia terdiagnosis menderita hipertensi, hanya 36,8% diantaranya yang
minum obat, jumlah penderita hipertensi didunia terus meningkat setiap tahunya,
diperkirakan pada tahun 2025 akan ada1,5 miliar orang terkena hipertensi
diperkirakan setiap tahunyajuga ada 9,3.
Pravalensi penyakit menular mengalami penurunan sedangkan penyakit
tidak menular (PTM) seperti hipertensi cenderung mengalami peningkatan
(Tjekyan dan Zulkarnain, 2017). Penyakit tidak menular (PTM) merupakan
penyebab kematian didunia 68% dari 56 juta kematian yang terjadi pada tahun
2012 (Uguy et al, 2019). Riskesdes 2018 menyatakan pravalensi hipertensi
berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia >18 tahun sebesar 34,1%
tertinggi dikalimantan selatan (44,1%), sedangkan terendah dipapua sebesar
(22,2%), estimasi jumlah kasus hipertensi diindonesia sebesar 63.309.620 orang,
sedangkan angka kematian diindonesia akibat hipertensi sebesar 427.218
kematian (Riskesdes, 2018). Dari pravalensi hipertensi 34,1% diketahui bahwa
sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis
hipertensi tidak mium obat serta 32,3% tidak rutin minum obat, hal ini
menunjukan bahwa Sebagian besar penderita hipertensi tidak mengetahui bahwa
dirinya hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan (Kemenkes,2019).
Berdasarkan dari dinas Kesehatan sumatera selatan pada tahun 2016 sebesar
2016 sebesar 204.213 jiwa, tahun 2017 sebanyak 229.365 jiwa. Provinsi sumatera
selatan sendiri, menurut laporan Riskesdes tahun 2018 menempati posisi ke 14
dari 34 provinsi yang dilakukan pengukuran hipertensi pada usia >18 tahun.
Berdasarkan data profil dinas Kesehatan kota Palembang, angka kejadian
hipertensi yang terjadi 3 tahun terakhir mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Persentasi angka kejadian hipertensi dikota paembang dari 1.668.848 jiwa
penduduk kota Palembang, 225.449 penduduk yang diukur tekanan darahnya dan
146.220 orang (57,2%) yang mendapatkan pelayanan Kesehatan tekanan darah
tinggi (hipertensi) sesuai standar, persentasi kejadian hipertensi dikota
Palembang dalam tiga tahun terakhir pada tahun 2018 sebesar (22,5%) pada
tahun 2019 sebesar (54,2%) dan pada tahun 2020 sebesar (57,2%) (Dinkes Kota
Palembang, 2020).
Pesentase cakupan pelayanan kesehatan penderita hipertensi sesuai standar
di Kota Palembang pada tahun 2018 dengan pesentase tertinggi yaitu Puskesmas
Merdeka sebesar 100%, Puskesmas 1 Ulu sebesar 50,7% dan Puskesmas
Pembina sebesar 50% dan yang terendah yaitu Puskesmas Nagasuidak 1,2%,
Puskesmas Sekip3,4% dan Puskesmas Sematang Borang 3,4%, pada tahun 2019
pesentase tertinggi dirai Puskesmas Plaju 100%, Puskesmas Merdeka 100% dan
Puskesmas Nagasuidak, 100% yang terendah adalah Puskesmas Padang Selasa
11%, Puskeesmas Sematang Borang 12%, dan puti kayu 15%, sedangkan
pesentase di tahun 2020 yang tertinggi Puskesmas Puti Kayu 100%, Talang
Betutu 98% dan Sukarami 98% yang terendah Puskesmas Makrayu 10%, Gandus
15 % dan Pembina 16%. (Dinkes Palembang, 2020).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti ingin
melakukan penelitian mengenai pengaruh pendidikan kesehatan dalam pelayanan
homecare terhadap perubahan perilaku gaya hidup penderita hipertensi
dipuskesmas.

1.2. IDENTIFIKASI MASALAH


Berdasarkan latar belakang diatas penderita hipertensi baik diseluruh dunia
mapun Indonesia selalu mengalami peningkatan. Di Indonesia Sebagian penderita
hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya mengidap hipertensi dan tidak
menjalani pengobatan dan juga gaya hidup yang modern cenderung tidak sehat.
Penderita hipertensi harus diberi Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan
homecare seperti penyuluhan. Dari uraian diatas maka peneliti tertarik untuk
meneliti tentang pengaruh pendidikan kesehatan dalam pelayanan homecare
terhadap perubahan gaya hidup penderita hipertensi khususnya dipuskesmas.

1.3. PEMBATASAN MASALAH


Berdasarkan identifikasi masalah diatas penelitian hanya berfokus pada
pengaruh Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan homecare terhadap
perubahahan perilaku gaya hidup penderita hipertensi.

1.4. RUMUSAN MASALAH


1.4.1.Secara Keseluruhan/Simultan
Apakah ada pengaruh Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan
homecare terhadap perubahan perilaku gaya hidup penderita hipertensi di
puskesmas?
1.4.2.Secara Parsial
1) Adakah pengaruh keluarga terhadap penderita hipertensi setelah
diberikan Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan homecare?
2) Adakah pengaruh petugas Kesehatan terhadap penderita hipertensi
setelah diberikan Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan
homecare?
3) Adakah pengaruh pengetahuan dan Pendidikan terhadap penderita
hipertensi setelah diberikan Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan
homecare?
4) Adakah pengaruh perubahan perilaku gaya hidup pada penderita
hipertensi setelah diberikan Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan
homecare?

1.5. TUJUAN PENELITIAN


1.5.1.Tujuan Umum
Untuk mengetahui Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan homecare
tentang hipertensi dan pengaruhnya terhadap perubahan perilaku gaya
hidup penderita.
1.5.2.Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi pengaruh perubahan perilaku gaya hidup pada
penderita hipertensi setelah diberikan Pendidikan Kesehatan dalam
pelayanan homecare.
2) Mengidentifikasi pengaruh keluarga pada penderita hipertensi setelah
diberikan Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan homecare.
3) Mengidentifikasi pengaruh petugas kesehatan pada penderita
hipertensi setelah diberikan Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan
homecare..
4) Mengidentifikasi pengaruh pengetahuan dan Pendidikan pada
penderita hipertensi setelah diberikan Pendidikan Kesehatan
dalam pelayanan homecare.

1.6. MANFAAT PENELITIAN


1.6.1.Secara Teoritis
Diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu
pengatuan, serta dijadikan referensi bagi pihak lain yang ingin
melakukan penelitian terhadap pengaruh Pendidikan Kesehatan dalam
pelayanan homecare terhadap perubahan perilaku gaya hidup penderita
hipertensi diwilayah kerja puskesmas.
1.6.2.Secara Praktis
1) Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai bahan acuan referensi pengaruh Pendidikan Kesehatan
dalam pelayanan homecare terhadap perubahan gaya hidup
penderita hipertensi.
2) Bagi Peneliti lain
Sebagai bahan masukan bagi para peneliti yang akan mengadakan
penelitian yang lebih dalam.
3) Bagi Masyarakat
Diharapkan menambah pengetahuan masyarakat mengenai
hipertensi dan penyebabnya.
4) Bagi Pembaca
Dapat memberikan pengetahuan, mengenai penyakit hipertensi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP HIPERTENSI


2.1.1 Pengertian
Hipertensi merupakan peningkatan pada tekanan darah baik sistolik
maupun diastolik. Penyakit hipertensi tidak hanya berisiko tinggi pada
penderita penyakit jantung tetapi juga ada penderita lain seperti penyakit
saraf, ginjal, dan pembuluh darah. Hipertensi memiliki beberapa faktor
risiko seperti keturunan, usia, konsumsi garam berlebih, kolestrol, kafein,
kebiasaan merokok, kurang aktifitas fisik, obesitas, dan sebagainya
(Nurmalasari, Mustofa dan Pradana, 2021). Hipertensi merupakan salah
satu penyakit system kardiovaskuler yang paling banyak ditemui
dibandingkan penyakit system kardiovaskuler lainya, penyakit ini sering
disebut sebagai pembunuh gelap/silent killer karena kebanyakan kasus
hipertensi yang terjadi hanya terdeteksi saat dilakukan pemeriksaan fisik
karena alas an penyakit tertentu dan tanpa disadari oleh penderita
mengalami komplikasi pada organ-organ vitalt (Tryanto,2014).
Tekanan darah tinggi terjadi ketika tekanan darah terlalu tinggi.
Tekanan darah seseorang meliputi tekanan darah sistolik dan diastolik.
Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah saat jantung berdetak.
Tekanan darah diastolik adalah tekanan darah saat jantung dalam
keadaan istirahat. Tekanan darah normalnya adalah 140/90 mmHg
(WHO,2020).
Secara umum, hipertensi atau hipertensi diukur dua kali dengan
interval lima menitdi bawah istirahat yang cukup. Tekanan darah sistolik
meningkat lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik meningkat
lebih dari 90 mmHg (Andri et al., 2021; Harsismanto et al., 2020;
Whelton, 2018). Hipertensi secara umum dapat didefinisikan sebagai
tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolic lebih dari 90
mmHg. Tekanan darah manusia secara alami berfluktuasi sepanjang hari.
Tekanan darah tinggi menjadi masalah hanya bila tekanan darah tersebut
persisten. Tekanandarah tersebut membuat sistem sirkulasi dan organ
yang mendapat suplai darah (termasuk jantung dan otak) menjadi tegang
(Manuntung and Kep, 2019).
2.1.2 Etiologi
Menurut Smeltzer (2013), berdasarkan penyebab terjadinya, hipertensi
terbagi atas dua bagian, yaitu:
1. Hipertensi Primer (Esensial) Hipertensi primer sering terjadi pada
populasi dewasa antara 90%- 95%. Hipertensi primer, tidakmemiliki
penyebab klinis yangdapat diidentifikasi, dan jugakemungkinan
kondisi ini bersifat multifaktor. Hipertensi primer tidakbisa
disembuhkan, akan tetapi bisadikontrol dengan terapi yang tepat.
Dalam hal ini, faktor genetikmungkin berperan penting
untukpengembangan hipertensi primer dan bentuk tekanan darah
tinggi yang cenderung berkembang secarabertahap selama bertahun-
tahun(Bell, Twiggs, & Olin, 2015).
2. Hipertensi Sekunder Hipertensi sekunder memiliki ciri dengan
peningkatan tekanan darahdan disertai penyebab yang spesifik,
seperti penyempitan arteri renalis, kehamilan, medikasi tertentu,
danpenyebab lainnya. Hipertensi sekunder juga bisa bersifat menjadi
akut, yang menandakan bahwaadanya perubahan pada curahjantung
(Ignatavicius, Workman, &Rebar, 2017)
2.1.3 Faktor Resiko Hipertensi
Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dibagi dalam
dua kelompok besar yaitu faktor yang melekat atau tidak dapat diubah
seperti jenis kelamin, umur, genetik dan faktor yang dapat diubah seperti
pengetahuan, kebiasaan olahraga, dan pola makan. Untuk terjadinya
hipertensi perlu peran faktor risiko tersebut secara bersama-sama (Arif. et
al., 2013).
2.1.4 Klasifikasi
Tabel 1
Tekanan Darah Tekanan Darah
Kategori
Sistolik Diastolik

Normal Dibawah 130 Dibawah 85


Normal tinggi 130-139 85-89
Stadium 1 (Ringan) 140-159 90-99
Stadium 2 (Sedang) 160-179 100-109
Stadium 3 (Berat) 180-209 110-119
Stadium 4 (Maligna) 210 atau lebih 120 atau lebih
Sumber : 2017, Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi
Secara Terpadu

2.1.5 Manifestasi Klinis


Gejala yang dialami pada hipertensi adalah dengan adanya
peningkatan tekanan darah atau tergantung pada tinggi rendahnya
tekanan darah. Gejala hipertensi yang timbul bisa berbeda, bahkan
terkadang penderita hipertensi tidak memiliki keluhan. Namun karena
sering kali penderita hipertensi tidak menyadari adanya gejala, hal
tersebut dapat timbulnya keluhan pada saat sudah terjadinya komplikasi
yang spesifik pada organ seperti otak, mata, ginjal, jantung, pembuluh
darah, atau organ vital lainnya (Tiara, 2020). Gejala umum yang biasanya
dialami oleh penderita hipertensi adalah sakit kepala, kelelahan, leher
tidak nyaman, penglihatan berputar, detak jantung tidak teratur, dan
tinitus (Goleman & Boyatzis, 2018).
2.1.6 Patofisiologi
Hipertensi terjadi dipengaruh oleh keadaan tekanan darah. Tekanan
darah dipengaruhi oleh volume dan peripheral resistance. Sehingga,
apabila terjadi peningkatan dari salah satu variabel tersebut secara tidak
normal yang akan memengaruhi tekanan darah tinggi maka disitulah
akan timbul hipertensi (Sylvestris, 2014). Patofisiologi hipertensi diawali
terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh Angiotensin I
converting enzyme (ACE). Darah memiliki kandungan angiotensinogen
yang mana angiotensinogen ini diproduksi di organ hati.
Angiotensinogen akan diubah dengan bantuan hormon renin, perubahan
tersebut akan menjadi angiotensin I. Selanjutnya angiotensin I akan
diubah menjadi angiotensin II melalui bantuan enzym yaitu Angiotensin I
converting enzym (ACE) yang terdapat di paru-paru. Peran angiotensin II
yaitu memegang penting dalam mengatur tekanan darah (Sylvestris,
2014). Angiotensin II pada darah memiliki dua pengaruh utama yang
mampu meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh pertama ialah
vasokonstriksi akan timbul dengan cepat. Vasopresin yang disebut juga
Antidiuretic Hormone (ADH) merupakan bahan vasokonstriksi yang
paling kuat di tubuh. Bahan ini terbentuk di hipotalamus (kelenjar
pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengarut osmolalitas dan volume
urin. ADH juga diangkut ke pusat akson saraf ke glandula hipofise
posteiror yang nanti akan diseksresi ke dalam darah. ADH akan
berpengaruh pada urin, meningkatnya ADH membuat urin akan sangat
sedikit yang dapat diekskresikan ke luar tubuh sehingga osmolitas tinggi.
Hal ini akan membuat volume cairan ekstraseluler ditingkatkan dengan
cara menarik cairan instraseluler, maka jika hal itu terjadi volume darah
akan meningkat yang akan mengakibatkan hipertensi (Sylvestris, 2014).
Pengaruh kedua berkaitan dengan aldosteron. Aldosteron merupakan
hormon steroid yang disekresikan oleh sel-sel glomerulosa pada korteks
adrenal, hal ini merupakan suatu regulator penting bagi reabsopsi natrium
(Na+ ) dan sekresi kalium (K+ ) oleh tubulus ginjal. Mekanisme
aldosteron akan meningkatkan reabsorbsi natrium, kemudian aldosteron
juga akan meningkatkan sekresi kalium dengan merangsang pompa
natrium-kalium ATPase pada sisi basolateral dari membran tubulus
koligentes kortikalis. Aldosteron juga akan meningkatkan permebialitas
natrium pada luminal membran. Natrium ini berasal dari kandungan
garam natrium. Apabila garam natrium atau kandungan NaCl ini
meningkat maka perlu diencerkan kembali dengan cara meningkatkan
volume cairan ekstraseluler, yang dimana peningkatan volume cairan
ekstraseluler akan membuat volume tekanan darah meningkat sehingga
terjadi hipertensi (Sylvestris, 2014).
2.1.7 Pengobatan Dan Pencegahan
Pengobatan pada hipertensi saat ini sudah beragam, dengan cara
farmakologis dan nonfarmakologis. Adapun beberapa cara atau metode
yang dilakukan untuk pengobatan hipertensi sebagai berikut:
1. Terapi Antioksidan, Terapi antioksidan ternyata merupakan strategi
yang baik dalam pengobatan hipertensi. Antioksidan pada pembuluh
darah akan mengurangi resistensi vaskular dan mampu menghambat
penggumpalan sel darah yang menyebabkan terproduksinya nitrit
oksida yang berfungsi mampu melebarkan pembuluh darah sehingga
nantinya akan membuat tekanan darah menjadi menurun (Sorriento
et al., 2018).
2. Terapi Vitamin D, Hal ini berkaitan dengan suplementasi vitamin D.
Vitamin D merupakan anti-efektor hipertensi melalui aktivasi
antioksidan. Studi klinis menunjukkan bahwa terapi vitamin D di
negara barat banyak memengaruhi tekanan darah pada tubuhnya.
Meningkatnya suplementasi vitamin D pada tubuh dipercaya sangat
efektif dijadikan terapi untuk hipertensi. Hal ini dikarenakan dengan
melalukan terapi suplementasi vitamin D akan membuat kinerja
ventrikel kanan membaik dan mampu mengatur dan membuat
tekanan darah pada darah menjadi normal sehingga tidak terjadi
hipertensi (Sorriento et al., 2018).
3. Terapi Kombinasi Agen Antihipertensi, Untuk melakukan terapi
kombinasi perlu memperhatikan pula kondisi pasien. Terapi
kombinasi harus dimulai pada pasien dengan tekanan sistolik 20
mmHg di atas target atau tekanan diastolik 10 mmHG di atas target.
Kebanyakan terapi kombinasi agen antihipertensi baik dalam
penurunan tekanan darah dibandingkan dengan monoterapi. Hal ini
disebabkan bekerjanya dua agen antihipertensi yang membuat
cepatnya terkontrol tekanan darah pada tubuh, sehingga tidak
memicu hipertensi. Dengan terapi kombinasi juga mampu
menghalangi jalur peningkatan tekanan darah. Akan tetapi ada syarat
kombinasi agen antihipertensi tersebut yaitu diuretik dengan
penghambat aksi angiotensin-renin atau angiotensin-kalsium, agen
antihipertensi mampu menghambat sumbu angiotensin renin dengan
diuretik atau angiotensin-kalsium, dan mampu menghambat beta-
adrenergik dengan dihidropirirdin antagonis kalsium
(GuerreroGarcía & Rubio-Guerra, 2018).
4. Meminum Obat Hipertensi, Setiap penyakit akan dicirikan pada
pengobatan farmakologis yang didasarkan uji klinis medis yang
didasari aturan dokter yaitu dengan menggunakan obat. Pada
penyakit hipertensi ada beberapa tingkatan obat yang bisa digunakan
dalam pengobatan penyakit hipertensi beberapa di antaranya yaitu
diuretik seperti obat tiazid, renin penghambat sistem angiotensin,
antagonis saluran kalsium, penghambat reseptor alfa-adregenik,
penghambat reseptor beta-adregenik, vasodilator sentral, dan
antagonis reseptor aldosteron. Adapun jenis obatnya seperti
propanolol, atenolol, captopril, enalapril, losartan, candesartan,
amlodipin, nifedipin, doxazosin, hydrochlorothiazide, dan masih
banyak lagi (Hameed & Dasgupta, 2019).
Adapun beberapa cara pencegahan yang dapat dilakukan sebagai
tahap awal atau sebagai tahap pencegahan agar terhindar dari hipertensi
sebagai berikut:
1. Aktivitas Fisik (Olahraga) Aktivitas fisik merupakan aktivitas yang
sangat bermanfaat bagi kesehatan baik itu kesehatan fisik maupun
mental, salah satu aktivitas fisik yaitu berolahraga. Dengan
berolahraga maka tubuh akan menjadi sehat sehingga jenis-jenis
penyakit pun tidak mudah menyerang tubuh, akumulasi yang baik
pada individu yang terkena hipertensi atau pun yang belum terkenan
hipertensi dalam berolahraga sekitar 30-60 menit latihan sedang atau
bisa juga durasi yang sangat disarankan untuk pencegahan hipertensi
yaitu aktivitas fisik selama minimal 150 menit/minggu dengan
minimal 5 hari atau lebih dalam seminggu. Orang yang lebih sering
berolahraga atau melakukan aktivitas fisik akan lebih mudah
terhindar dari penyakit hipertensi dan penyakit kronis lainnya
(Cristanto et al., 2021).
2. Menurunkan Berat Badan Menurunkan berat badan merupakan
strategi yang baik juga untuk terhindar dari hipertensi. Apabila berat
badan melebihi kapasitas normal maka akan memengaruhi sirkulasi
darah, jantung bekerja tidak teratur dan penyempitan pembuluh
darah, dan juga akan mampu memicu kolestrol tinggi yang membuat
tekanan darah tinggi hingga menjadi hipertensi. Maka dari itu perlu
diterapkan metode menurunkan berat badan untuk mencegah
timbulnya hipertensi dengan melakukan diet sehat, dan aktivitas fisik
atau berolahraga (Nerenberg et al., 2018)
3. Mengurangi Konsumsi Makanan Mengandung Natrium Makanan
yang mengandung natrium tinggi akan memicu tekanan darah tinggi
hingga hipertensi karena membuat diameter arteri mengecil. Maka
dari itu baik jika dalam mengonsumsi makanan hendaklah tidak
terlalu tinggi natrium (Fitri et al., 2018).
2.1.8 Komplikasi
Hipertensi yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan tidak
terkontrol akan menimbulkan komplikasi pada organ lain.komplikasi
yang dapat terjadi pada hipertensi adalah stroke, infark miokard, dan
gagal ginjal (Ulya et al., 2018). Hipertensi dapat menyebabkan gagal
ginjal, penyakit jantung koroner penyakit jantung, dan stroke. Jika tidak
dideteksi sejak dini dan diperlakukan secara memadai (Tackling &
Borhade, 2021).

2.2 KONSEP PENDIDIKAN KESEHATAN


2.2.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan merupakan suatu upaya yang direncanakan
untuk menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat
tidak hanya sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa
melakukan suatu anjuran yang diharapkan untuk meningkatkan status
kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, meningkatkan derajat
Kesehatan, mempertahankan derajat kesehatan, memaksimalkan fungsi
dan peran penderita selama sakit, membantu penderita dan keluarga
mengatasi masalah kesehatan (Purwati, et al., 2014).
Menurut Kozier dan Erbs tahun 2010, dalam penelitian Wahyuni dan
Rezkiki, tahun 2015, Pendidikan Kesehatan merupakan aspek besar
dalam praktik keperawatan dan bagian penting dari peran dan fungsi
perawat. Pendidikan kesehatan sangat bermanfaat bagi keluarga pasien,
karena keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam proses
penyembuhan dari pasien, terutama pasien hipertensi. Notoatmodjo
(2012) menyebutkan bahwa Pendidikan kesehatan adalah suatu proses
yang dapat meningkatkan derajat Kesehatan seseorang. Pendidikan
kesehatan dapat diberikan kepada seluruh sasaran, namun harus
menggunakan metode yang tepat agar informasi yang diberikan dapat
diterima dengan baik.

2.2.2 Prinsip Pendidikan Kesehatan


Dalam buku promosi Kesehatan dan perilaku Kesehatan (Martina
Pakpahan, dkk, 2021) menyebutkan Prinsip pendidikan kesehatan yaitu :
1. Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas, tetapi
merupakan kumpulan pengalaman dapat memengaruhi pengetahuan
sikap dan kebiasaan sasaran pendidikan,
2. Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh
seseorang kepada orang lain, karena pada akhirnya sasaran
pendidikan itu sendiri yang dapat mengubah kebiasaan dan tingkah
lakunya sendiri,
3. Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan
sasaran agar individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dapat
mengubah sikap dan tingkah lakunya sendiri, dan
4. Pendidikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran Pendidikan
(individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) sudah mengubah
sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
2.2.3 Tujuan Pendidikan Kesehatan
Dalam buku promosi Kesehatan Pendidikan Kesehatan dalam
keperawatan (Induniasih,S.Kp, M.Kes,Dkk, 2021) menyatakan tiga
tujuan Pendidikan Kesehatan tersebut adalah :
1. Menjadikan Kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai dimasyarakat.
Oleh karena itu pendidik Kesehatan harus bertanggung jawab
mengarahkan car acara hidup sehat sehingga menjadi kebiasaan
hidup masyarakat sehari hari.
2. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok
mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.
3. Mendorongan pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana
pelayanan Kesehatan yang telah ada. Kadang kala pemanfaatan
sarana pelayanan yang ada dilakukan secara berlebihan dan bahkan
justru sebaliknya, seperti saat kondisi sakit tetapi tidak menggunakan
sarana Kesehatan yang ada dengan semestinya.
2.2.4 Media Pendidikan Kesehatan
Media pendidikan kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk
menampilkan pesan informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator
sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya
diharapkan dan berubah perilakunya ke arah positif terhadap kesehatan.
Dari berbagai media atau alat bantu pendidikan, Dalam buku promosi
Kesehatan dan perilaku Kesehatan (Martina Pakpahan, dkk, 2021)
menyebutkan media yang dugunakan dalam Pendidikan Kesehatanantara
lain :
1. Media cetak
a. Booklet: digunakan untuk menyampaikan pesan dalam
bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.
b. Leaflet: melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa
gambar/tulisan ataupun keduanya.
c. Flyer (selebaran) ; seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk
lipatan.
d. Flip chart (lembar Balik) ; pesan/informasi kesehatan dalam
bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku, di mana
tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan di
baliknya berisi kalimat sebagai pesan/informasi berkaitan
dengan gambar tersebut.
e. Rubrik/tulisan -tulisan: pada surat kabar atau majalah,
mengenai bahasan suatu masalah kesehatan, atau hal-hal
yang berkaitan dengan kesehatan.
f. Poster: merupakan suatu bentuk media cetak berisi pesan-
pesan/informasi kesehatan, yang biasanya ditempel di
tembok-tembok, di tempat - tempat umum, atau di
kendaraan umum.
g. Foto: digunakan untuk mengungkapkan informasi –
informasi kesehatan.
2. Media elektronik
a. Televisi: dapat dalam bentuk sinetron, sandiwara, forum
diskusi/tanya jawab, pidato/ceramah, TV, quiz, atau cerdas
cermat.
b. Radio: bisa dalam bentuk obrolan/tanya jawab, ceramah.

2.3 KONSEP HOMECARE


2.3.1 Pengertian Homecare
Homecare adalah layanan Kesehatan yang dilakukan oleh professional
ditempat tinggal pasien (dirumah) dengan tujuan membantu memenuhi
kebutuhan pasien dalam mengatasi masalah Kesehatan yang
dilaksanakan oleh tim Kesehatan professional yang melibatkan anggota
keluarga sebagai pendukung didalam proses perawatan dan
penyembuhan pasien sehingga keluarga bisa mandiri dalam mengatasi
masalah kesehatanya (Parellanggi, 2015).
2
2.1
2.2
2.3
2.3.1
2.3.2 Tujuan Homecare
Menurut Parelanggi (2015), tujuan dari pelayanan homecare yaitu :
1. Umum, meningkatkan pelayanan Kesehatan kepada masyarakat
secara komprehensif dan berkesinambungan.
2. Khusus
a. Meningkatkan, mempertahankan, dan memulihkan
Kesehatan.
b. Mengoptimalkan tingkat kemandirian klien dan keluarganya.
c. Meminimalkan akibat yang ditimbulkan dari masalah
Kesehatan yang dialami klien.
2
2.1
2.2
2.3
2.3.1
2.3.2
2.3.3 Manfaat Homecare
Manfaat homecare bagi pasien yaitu :
1. Pelayanan akan lebih sempurna, holistic, dan komprehensif.
2. Pelayanan lebih professional.
3. Pelayanan keperawatan mandiri bisa diaplikasikan dengan
dibawah naungan legal dan etik keperawatan.
4. Kebutuhan pasien akan dapat terpenuhi sehingga pasien akan
lebih nyaman dan puas dengan asuhan keperawatan yang
professional (Triwibowo, 2012).
2.3.4 Jenis Pelayanan Homecare
Menurut buku homecare nursing – aplikasi praktik berbasis evidence
– based oleh (Ns Andi Parelenggi, S.Kep, M.Kep, M.H, 2018). Jenis
kasus yang dapat dilayani pada perawatan Kesehatan dirumah meliputi
kasus-kasus yang umum pascaperawatan dirumah sakit dan kasus-kasus
khusus yang dijumpai dikomunitas.
2.4 KONSEP PERUBAHAN PERILAKU
2.4.1 Teori Perubahan Perilaku
Dalam buku promosi Kesehatan Pendidikan Kesehatan dalam
keperawatan (Induniasih,S.Kp, M.Kes,Dkk, 2021) menyatakan bahwa
perilaku manusia sukar dibatasi karena perilaku adalah resultan atau
sesuatu yang dihasilkan/diakibatkan dari beragam factor, baik internal
maupun exsternal. Perilaku manusia sesungguhnya adalah refleksi dari
berbagai gejala kejiwaan, misalnya pengetahuan, keinginan, kehendak,
minat, motivasi, persepsi, sikap, dan lain – lain. Pembentukan dan
perubahan perilaku adalah hal yang penting dalam perilaku Kesehatan.
Alasanya perubahan perilaku adalah tujuan adanya promosi Kesehatan
dan Pendidikan Kesehatan sebagai upaya penunjang berbagai program
Kesehatan.
1. Teori Stimulus Organisme (SOR)
Dasar teori ini adalah asumsi bahwa terjadinya perubahan
perilaku disebabkan dan bergantung pada kualitas stimulus yang
berkomunikasi pada klien, kualitas sumber komunikasi seperti
gaya berbicara seseorang atau pemateri menentukan berhasil
tidaknya perubahan perilaku seseorang, kelompok, dan
masyarakat. Proses perubahan ini dijelaskan dalam beberapa
poin antara berikut.
a. Stimulus atau rangsangan diberikan kepada klien
memiliki kemungkinan diterima ataupun ditolak. Jika
stimulus ditolak, berarti stimulus tidak efektif untuk
mempengaruhi perhatian individu.namun jika stimulus
diterima, artinya ada perhatian dan individu dan stimulus
yang diberikan dinilai efektif.
b. Stimulus yang telah diterima dan mendapat perhatian,
klien akan memahami stimulus dan akan berlanjut
ketahap berikutnya.
c. Proses berikutnya, klien akan mengolah stimulus
menjadi kesediaan berperilaku sesuai stimulus yang
diberikan olehpetugas Kesehatan. Klien akan berani
mengambil sikap.
d. Adanya fasilitas dan dukungan lingkungan akan
membuat stimulus memiliki efek Tindakan dari individu
tersebut dan terjadilah perubahan perilaku.
2. Teori Festinger (Dissonance Theory)
Dalam buku promosi Kesehatan Pendidikan Kesehatan
dalam keperawatan (Induniasih,S.Kp, M.Kes,Dkk, 2021) Teori
dissonance (cognitive dissonance theory) diajukan oleh
Festinger (1957) telah banyak pengaruhnya dalam psikologi
sosial.Teori ini sebenarnya sama dengan konsep imbalance
(ketidak seimbangan). Hal ini berarti bahwa keadaan cognitive
dissonance merupakan ketidak seimbangan psikologi yang
diliputi oleh ketengan diri yang berusaha untuk mencapai
keseimbangan kembali. Apabila terjadi keseimbangan dalam
diri individu, maka berarti sudah terjadi ketengan diri lagi, dan
keadaan ini disebut consonance (keseimbangan) 23. Dissonance
(ketidak seimbangan) terjadi karena dalam diri individu terdapat
dua elemen kognisi yang saling bertentangan. Yang dimaksud
elemen kognisi adalah pengetahuan, pendapat, atau keyakinan.
Apabila individu mengalami suatu stimulus atau objek dan
stimulus tersebut menimbulkan pendapat atau keyakinan yang
berbeda/bertentangan di dalam diri individu itu sendiri, maka
terjadilah dissonance. Ketidak seimbangan dalam diri sesorang
yang akan menyebabkan perubahan perilaku dikarenakan
adanya perbedaan jumlah elemen kognitif yang seimbang
dengan jumlah elemen kognitif yang tidak seimbang dan sama –
sama pentingnya. Hal ini menimbulkan konflik pada diri
individu tersebut.
3. Teori Fungsi
Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku
individu tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa
stimulus yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku
seseorang adalah stimulus yang dapat dimengerti dalam konteks
kebutuhan orang tersebut.
Dalam buku promosi Kesehatan Pendidikan Kesehatan dalam
keperawatan (Induniasih,S.Kp, M.Kes,Dkk, 2021) Menurut
Katz (1960) perilaku dilatar belakangi oleh kebutuhan individu
yang bersangkutan. Katz berasumsi bahwa:
a. Perilaku memiliki funsi instrumental, artinya dapat berfungsi
dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang
dapat bertindak (berperilaku) positif terhadap objek demi
pemenuhan kebutuhannya. Sebaliknya bila objek tidak dapat
memenuhi kebutuhannya maka ia akan berperilaku negatif.
Misalnya, orang mau membuat jamban apabila jamban
tersebut benar – benar sudah menjadi kebutuhannya.
b. Perilaku berfungsi sebagai defence mecanism atau sebagai
pertahan diri dalam menghadapi lingkungannya. Artinya
dengan perilakunya, dengan tindakan - tindakannya,
manusia dapat melindungi ancaman – ancaman yang datang
dari luar. Misalnya, orang dapat menghindari penyakit
demam berdarah karena penyakit tersebut merupakan
ancaman bagi dirinya.
c. Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan pemberi arti.
Dalam perannya dengan tindakan itu seseorang senantiasa
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan tindakan
sehari – hari tersebut seseorang melakukan keputusan –
keputusan sehubungan
3
3.1
3.2
3.3
3.4
3.4.1
3.4.2 Bentuk - Bentuk Perubahan Perilaku
WHO Menyebutkan ada tiga jenis perubahan perilaku antara lain :
1. Perubahan Alami (Natural Change)
Kita tidak dapat memungkiri bahwa perilaku manusia
cenderung akan selalu berubah. Ada beberapa perubahan
perilaku yang berubah secara alamiah. Namun ada juga
perilaku yang mengalami perubahan karena pengaruh
lingkungan fisik,sosial,budaya, dan ekonomi.lingkungan sekitar
akan mempengaruhi perubahan perilaku didalam masyarakat.
2. Perubahan Terencana (Planned Change)
Subjek dapat merencanakan perubahan perilaku, perubahan
perilaku inisudah direncenakan dan diniatkan oleh subjek
karena suatu alas an yang kuat. Misalnya seseorang yang
perokok berat berusaha berhenti merokok karena menderita
sakit paru. Dia bertekad untuk berhenti merokok dan berusaha
mengurangi konsumsi rokok setiap hari dan sedikit demi
sedikit berhenti merokok.
3. Kesediaan Untuk Berubah (Readiness To Change)
Adanya suatu program – program Kesehatan dan inovasi
dibidang Kesehatan yang terbaru dapat membuat Sebagian
masyarakat menerimanya dan melakukan perubahan perilaku.
Namun ada Sebagian masyarakat yang lain yang justru enggan
dan lambat dalam menerima dan menerapkan perilaku
Kesehatan yang baru dikenalkan tersebut.perbedaan tersebut
terjadi karena adanya perbedaan kesediaan untuk berubah
ditiap individu. Hal yang mungkin dapat dilakukan oleh
petugas Kesehatan adalah memberikan pengarahan dan
penyuluhan tentang perilaku sehat dengan sabar.
2
2.1
2.2
2.3
2.4
2.4.1
2.4.2
2.4.3 Prinsip Perubahan Gaya Hidup
Perubahan sikap dan perilaku individu menurut kelman Dalam buku
promosi Kesehatan Pendidikan Kesehatan dalam keperawatan
(Induniasih,S.Kp, M.Kes,Dkk, 2021) ada tiga tahap yaitu :
1. Dimulai Dari Kepatuhan?Keterpaksaan
Pada awalnya, individu akan mematuhi instruksi dan anjuran
dari petugas Kesehatan atau perawat tanpa dibarengi dengan
kerelaan melakukanya. Mereka melakukan perubahan perilaku
karena ingin menghindari hukuman jika tidak mematuhi dan
mendapatkan penghargaan/hadiah apabilah mematuhinya.
Perubahan perilaku yang seperti itu biasanya hanya sementara
karena mereka mematuhi peraturan jika ada yang mengawasi.
2. Identifikasi/Keinginan Untuk Meniru
Tahap pertama atau patuh karena tepaksa dapat menimbulkan
sikap kepatuhan yang berbeda. Kepatuhan tersebut adalah
kepatuhan agar bersedia menjaga hubungan yang baik dengan
change agent. Proses kepatuhan tersebut disebut sebagai
identifikasi atau seseorang individu mencontoh Tindakan tokoh
tanpa memahami arti dan manfaat dari Tindakan yang ditirunya.
Sikap patuh ini individu merasa kagum dan tertarik dengan tokoh
yang memperkenalkan perilaku sehat. Terkadang seseorang yang
sudah terlanjur kagum dengan tokoh tertentu akan meniru
perilakunya.
3. Internalisasi/menghayati manfaatnya
Individu akan mengalami internalisasi perilaku sehat sudah
selaras atau sesuai dengan niali – niali hidupnya. Proses
internalisasi perilaku dapat dicapai apabila seseorang sudah
memahami arti dan manfaatnya bagi hidupnya. Selain itu
diperlukan pula kesediaan individu dan masyarakat agar system
nilai sesuai dengan system yang baru. Kehadiran petugas
Kesehatan yang memiliki kredibilitas tinggi sangat penting agar
individu dan masyarakat dapat memahami arti, manfaat, dan
urgensi perilaku Kesehatan yang baru tersebut.

Anda mungkin juga menyukai