HOMECARE TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU GAYA HIDUP PENDERITA HIPERTENSI DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS TAHUN 2022
Disusun Oleh : Agum Satrio Nim. 18220001
YAYASAN PENDIDIKAN DAN KESEHATAN KADER BANGSA
UNIVERSITAS KADER BANGSA PALEMBANG PROGRAM/FAKULTAS KEBIDANAN & KEPERAWATAN PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN 2022 BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovasukular dimana penderita memiliki tekanan darah diatas normal. Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan tekanan angka morbiditas maupun mortalitas, tekanan darah fase sistolik 140 mmHg menunjukan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung kefase diastole 90 mmHg menunjukan fase darah yang Kembali kejantung (Triyanto, 2014). Sedangkan menurut WHO tekanan darah tinggi terjadi ketika tekanan darah terlalu tinggi. Tekanan darah seseorang meliputi tekanan darah sistolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah saat jantung berdetak. Tekanan darah diastolik adalah tekanan darah saat jantung dalam keadaan istirahat. Tekanan darah normalnya adalah 140/90 mmHg (WHO,2020). Gejala umum yang biasanya dialami oleh penderita hipertensi adalah sakit kepala, kelelahan, leher tidak nyaman, penglihatan berputar, detak jantung tidak teratur, dan tinitus (Goleman & Boyatzis, 2018). Hipertensi dapat menyebabkan gagal ginjal, penyakit jantung koroner penyakit jantung, dan stroke. Jika tidak dideteksi sejak dini dan diperlakukan secara memadai (Tackling & Borhade, 2021). Penyakit hipertensi dibedakan menjadi dua macam yaitu hipertensi primer (esensial), dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer (esensial) merupakan jenis hipertensi yang tidak ditemukan penyabab dari peningkatan tekanan darah tersebut. Hipertensi primer mampu dikatakan penyakit multifaktorial yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan yang memicu naiknya tekanan darah yang dimana akan diperparah oleh adanya diabetes, obesitas, stres, dan kebiasaan pola hidup buruk lainnya. Sedangkan pada hipertensi sekunder yang dapat disebabkan oleh penyakit gagal ginjal, hiperaldosteonisme, renovaskular, penyakit endokrin, dan penyebab lainnya (Anggriani, 2016). Homecare adalah layanan Kesehatan yang dilakukan oleh professional ditempat tinggal pasien (dirumah) dengan tujuan membantu memenuhi kebutuhan pasien dalam mengatasi masalah Kesehatan yang dilaksanakan oleh tim Kesehatan professional yang melibatkan anggota keluarga sebagai pendukung didalam proses perawatan dan penyembuhan pasien sehingga keluarga bisa mandiri dalam mengatasi masalah kesehatanya (Parellanggi, 2015). Tujuan dari pelayanan homecare adalah untuk meningkatkan, mempertahankan atau memaksimalkan tingkat kemandirian, serta meminimalkan dampak dari penyakit untuk mencapai kemampuan individu secara optimal dalam jangka waktu yang lama secara komperhensif dan berkesinambungan (Triwibowo,2012). Gaya hidup merupakan faktor resiko terpenting yang mempengaruhi kejadian hipertensi. Meningkatnya kasus hipertensi ini dipengaruhi oleh gaya hidup yang tidak sehat (Nisa, 2012). Gaya hidup sehat menjadi bagian yang penting dalam penanganan hipertensi dengan mengurangi berat badan untuk individu yang gemuk, mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension), melakukan aktifitas fisik/olahraga, menghindari alkohol, kafein dan kebiasaan merokok agar tidak menimbulkan hipertensi berat yang mungkin disertai dengan komplikasi yang berbahaya (Triyanto, 2014). Gaya hidup yang modern cenderung membuat berkurangnya aktivitas fisik (olahraga), konsumsi alkohol tinggi, minum kopi dan merokok serta stress yang berkepanjangan. Semua perilaku tersebut merupakan pemicu tekanan darah tinggi.Upaya untuk menekan kejadian hipertensi ataupun komplikasi yang terjadi akibat hipertensi, maka perlu dilakukan modifikasi gaya hidup seperti mengatur pola makan dengan membatasi asupan garam, lemak, alkohol, berhenti merokok, dan mengontrol berat badan, melakukan aktivitas fisik, istirahat dan tidur. Bagi penderita hipertensi ini berarti mau tidak mau harus meninggalkan gaya hidupnya yang lama dan menyesuaikan diri dengan gaya hidup yang baru menjaga agar tekanan darahnya tetap normal (Hanata, 2011). Meningkatkan perilaku sehat dan mengurangi perilaku yang berisiko terhadap kesehatan adalah tantangan utama yang dihadapi para profesional kesehatan. Berikut adalah strategi perubahan perilaku kesehatan yang dapat digunakan oleh tenaga kesehatan untuk dapat mengubah perilaku kesehatan klien mereka (Pender, Murdaugh and Parsons, 2019), yaitu meningkatkan kesadaran,mengevaluasi diri sendiri, menetapkan tujuan untuk berubah, mempromosikan efikasi diri, meningkatkan manfaat dari adanya perubahan, mengelola hambatan untuk berubah, dan menggunakan clue untuk melakukan perubahan. Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemahaman tentang hipertensi salah satunya yaitu dengan dilakukan pendidikan/penyuluhan kesehatan. Pendidikan kesehatan merupakan suatu upaya yang direncanakan untuk menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak hanya sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang diharapkan untuk meningkatkan status kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, meningkatkan derajat Kesehatan, mempertahankan derajat kesehatan, memaksimalkan fungsi dan peran penderita selama sakit, membantu penderita dan keluarga mengatasi masalah kesehatan (Purwati, et al., 2014). Pendidikan Kesehatan adalah suatu proses yang dapat meningkatkan derajat Kesehatan seseorang, Pendidikan Kesehatan dapat diberikan kepada seluruh sasaran namun harus menggunakan metode yang tepat agar informasi dapat diberikan dengan baik (Notoadmojo,2012). Pengetahuan tentang hipertensi pada seseorang akan berdampak dengan salahnya dalam tatalaksana penanganan hipertensi yang akan bisa menyebabkan komplikasi dari hipertensi serta menjadi salah satunya penyebab tidak terkontrolnya tekanan darah (Hikmah, 2017). Dampak dari kurangnya pengetahuan mengenai hipertensi Sebagian besar penderita tidak mengetahui berapa tekanan darah yang disebut hipertensi dan penderita juga tidak mengetahui penyebab hipertensi atau diet yang baik bagi penderita hipertensi, selain itu juga banyak penderita yang tidak mengetahui komplikasi dari hipertensi (Maryam, 2019). Dalam hal ini penyuluhan atau Pendidikan Kesehatan sangatlah penting bagi masyarakat penderita hipertensi agar lebih memahami tentang penyakit tersebut dan dapat merubah pola hidupnya demi tercapainya hidup sehat. Semakin meningkatnya pengetahuan penderita tentang hipertensi akan mendorong seseorang untuk berperilaku yang lebih baik dalam mengontrol hipertensi sehingga tekanan darahnya tetap terkendali (Riana, 2014). Ada pengaruh Pendidikan Kesehatan hipertensi terhadap sikap penderita (p=0,014). Pendidikan Kesehatan hipertensi berpengaruh terhadap perubahan perilaku gaya hidup beresiko yaitu Riwayat merokok (p=0,005), pola makanan asin (p=0,008) dan frekuensi olahraga (p=0,001) sedangkan Pendidikan Kesehatan hipertensi tidak mempunyai pengaruh yang secara signifikan terhadap perubahan perilaku beresiko yaitu stress (p=0,322) dan IMT (P=0,502). Hasil uji statistik menunjukkan ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang hipertensi dengan p Value = 0.001 <α 0.050. Pendidikan kesehatan akan mampu meningkatkan perilaku gaya hidup yang lebih baik bagi klien hipertensi dalam proses penyembuhan penyakit hipertensi di Puskesmas. Berdasarkan data dari WHO (World Health Organization) dan International Society Of Hypertension (ISH) pada tahun 2014 terdapat sekitar 600juta penderita hipertensi diseluruh dunia. Pravalensi tertinggi terjadi diwilayah Afrika yaitu sebesar 30% dan pravalensi terendah terdapat diwilayah Amerika sebesar 18%, secara umum laki – laki memiliki pravalensi hipertensi lebih tinggi disbanding Wanita (WHO, 2015). Dan pada tahun 2015 WHO (World health organization) menunjuk sekitar 1.13 miliar orang didunia menderita hipertensi, artinya 1 dari 3 orang didunia terdiagnosis menderita hipertensi, hanya 36,8% diantaranya yang minum obat, jumlah penderita hipertensi didunia terus meningkat setiap tahunya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada1,5 miliar orang terkena hipertensi diperkirakan setiap tahunyajuga ada 9,3. Pravalensi penyakit menular mengalami penurunan sedangkan penyakit tidak menular (PTM) seperti hipertensi cenderung mengalami peningkatan (Tjekyan dan Zulkarnain, 2017). Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyebab kematian didunia 68% dari 56 juta kematian yang terjadi pada tahun 2012 (Uguy et al, 2019). Riskesdes 2018 menyatakan pravalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia >18 tahun sebesar 34,1% tertinggi dikalimantan selatan (44,1%), sedangkan terendah dipapua sebesar (22,2%), estimasi jumlah kasus hipertensi diindonesia sebesar 63.309.620 orang, sedangkan angka kematian diindonesia akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian (Riskesdes, 2018). Dari pravalensi hipertensi 34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak mium obat serta 32,3% tidak rutin minum obat, hal ini menunjukan bahwa Sebagian besar penderita hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan (Kemenkes,2019). Berdasarkan dari dinas Kesehatan sumatera selatan pada tahun 2016 sebesar 2016 sebesar 204.213 jiwa, tahun 2017 sebanyak 229.365 jiwa. Provinsi sumatera selatan sendiri, menurut laporan Riskesdes tahun 2018 menempati posisi ke 14 dari 34 provinsi yang dilakukan pengukuran hipertensi pada usia >18 tahun. Berdasarkan data profil dinas Kesehatan kota Palembang, angka kejadian hipertensi yang terjadi 3 tahun terakhir mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Persentasi angka kejadian hipertensi dikota paembang dari 1.668.848 jiwa penduduk kota Palembang, 225.449 penduduk yang diukur tekanan darahnya dan 146.220 orang (57,2%) yang mendapatkan pelayanan Kesehatan tekanan darah tinggi (hipertensi) sesuai standar, persentasi kejadian hipertensi dikota Palembang dalam tiga tahun terakhir pada tahun 2018 sebesar (22,5%) pada tahun 2019 sebesar (54,2%) dan pada tahun 2020 sebesar (57,2%) (Dinkes Kota Palembang, 2020). Pesentase cakupan pelayanan kesehatan penderita hipertensi sesuai standar di Kota Palembang pada tahun 2018 dengan pesentase tertinggi yaitu Puskesmas Merdeka sebesar 100%, Puskesmas 1 Ulu sebesar 50,7% dan Puskesmas Pembina sebesar 50% dan yang terendah yaitu Puskesmas Nagasuidak 1,2%, Puskesmas Sekip3,4% dan Puskesmas Sematang Borang 3,4%, pada tahun 2019 pesentase tertinggi dirai Puskesmas Plaju 100%, Puskesmas Merdeka 100% dan Puskesmas Nagasuidak, 100% yang terendah adalah Puskesmas Padang Selasa 11%, Puskeesmas Sematang Borang 12%, dan puti kayu 15%, sedangkan pesentase di tahun 2020 yang tertinggi Puskesmas Puti Kayu 100%, Talang Betutu 98% dan Sukarami 98% yang terendah Puskesmas Makrayu 10%, Gandus 15 % dan Pembina 16%. (Dinkes Palembang, 2020). Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai pengaruh pendidikan kesehatan dalam pelayanan homecare terhadap perubahan perilaku gaya hidup penderita hipertensi dipuskesmas.
1.2. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas penderita hipertensi baik diseluruh dunia mapun Indonesia selalu mengalami peningkatan. Di Indonesia Sebagian penderita hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya mengidap hipertensi dan tidak menjalani pengobatan dan juga gaya hidup yang modern cenderung tidak sehat. Penderita hipertensi harus diberi Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan homecare seperti penyuluhan. Dari uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh pendidikan kesehatan dalam pelayanan homecare terhadap perubahan gaya hidup penderita hipertensi khususnya dipuskesmas.
1.3. PEMBATASAN MASALAH
Berdasarkan identifikasi masalah diatas penelitian hanya berfokus pada pengaruh Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan homecare terhadap perubahahan perilaku gaya hidup penderita hipertensi.
1.4. RUMUSAN MASALAH
1.4.1.Secara Keseluruhan/Simultan Apakah ada pengaruh Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan homecare terhadap perubahan perilaku gaya hidup penderita hipertensi di puskesmas? 1.4.2.Secara Parsial 1) Adakah pengaruh keluarga terhadap penderita hipertensi setelah diberikan Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan homecare? 2) Adakah pengaruh petugas Kesehatan terhadap penderita hipertensi setelah diberikan Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan homecare? 3) Adakah pengaruh pengetahuan dan Pendidikan terhadap penderita hipertensi setelah diberikan Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan homecare? 4) Adakah pengaruh perubahan perilaku gaya hidup pada penderita hipertensi setelah diberikan Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan homecare?
1.5. TUJUAN PENELITIAN
1.5.1.Tujuan Umum Untuk mengetahui Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan homecare tentang hipertensi dan pengaruhnya terhadap perubahan perilaku gaya hidup penderita. 1.5.2.Tujuan Khusus 1) Mengidentifikasi pengaruh perubahan perilaku gaya hidup pada penderita hipertensi setelah diberikan Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan homecare. 2) Mengidentifikasi pengaruh keluarga pada penderita hipertensi setelah diberikan Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan homecare. 3) Mengidentifikasi pengaruh petugas kesehatan pada penderita hipertensi setelah diberikan Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan homecare.. 4) Mengidentifikasi pengaruh pengetahuan dan Pendidikan pada penderita hipertensi setelah diberikan Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan homecare.
1.6. MANFAAT PENELITIAN
1.6.1.Secara Teoritis Diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengatuan, serta dijadikan referensi bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian terhadap pengaruh Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan homecare terhadap perubahan perilaku gaya hidup penderita hipertensi diwilayah kerja puskesmas. 1.6.2.Secara Praktis 1) Bagi Instansi Pendidikan Sebagai bahan acuan referensi pengaruh Pendidikan Kesehatan dalam pelayanan homecare terhadap perubahan gaya hidup penderita hipertensi. 2) Bagi Peneliti lain Sebagai bahan masukan bagi para peneliti yang akan mengadakan penelitian yang lebih dalam. 3) Bagi Masyarakat Diharapkan menambah pengetahuan masyarakat mengenai hipertensi dan penyebabnya. 4) Bagi Pembaca Dapat memberikan pengetahuan, mengenai penyakit hipertensi. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP HIPERTENSI
2.1.1 Pengertian Hipertensi merupakan peningkatan pada tekanan darah baik sistolik maupun diastolik. Penyakit hipertensi tidak hanya berisiko tinggi pada penderita penyakit jantung tetapi juga ada penderita lain seperti penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah. Hipertensi memiliki beberapa faktor risiko seperti keturunan, usia, konsumsi garam berlebih, kolestrol, kafein, kebiasaan merokok, kurang aktifitas fisik, obesitas, dan sebagainya (Nurmalasari, Mustofa dan Pradana, 2021). Hipertensi merupakan salah satu penyakit system kardiovaskuler yang paling banyak ditemui dibandingkan penyakit system kardiovaskuler lainya, penyakit ini sering disebut sebagai pembunuh gelap/silent killer karena kebanyakan kasus hipertensi yang terjadi hanya terdeteksi saat dilakukan pemeriksaan fisik karena alas an penyakit tertentu dan tanpa disadari oleh penderita mengalami komplikasi pada organ-organ vitalt (Tryanto,2014). Tekanan darah tinggi terjadi ketika tekanan darah terlalu tinggi. Tekanan darah seseorang meliputi tekanan darah sistolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah saat jantung berdetak. Tekanan darah diastolik adalah tekanan darah saat jantung dalam keadaan istirahat. Tekanan darah normalnya adalah 140/90 mmHg (WHO,2020). Secara umum, hipertensi atau hipertensi diukur dua kali dengan interval lima menitdi bawah istirahat yang cukup. Tekanan darah sistolik meningkat lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik meningkat lebih dari 90 mmHg (Andri et al., 2021; Harsismanto et al., 2020; Whelton, 2018). Hipertensi secara umum dapat didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolic lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah manusia secara alami berfluktuasi sepanjang hari. Tekanan darah tinggi menjadi masalah hanya bila tekanan darah tersebut persisten. Tekanandarah tersebut membuat sistem sirkulasi dan organ yang mendapat suplai darah (termasuk jantung dan otak) menjadi tegang (Manuntung and Kep, 2019). 2.1.2 Etiologi Menurut Smeltzer (2013), berdasarkan penyebab terjadinya, hipertensi terbagi atas dua bagian, yaitu: 1. Hipertensi Primer (Esensial) Hipertensi primer sering terjadi pada populasi dewasa antara 90%- 95%. Hipertensi primer, tidakmemiliki penyebab klinis yangdapat diidentifikasi, dan jugakemungkinan kondisi ini bersifat multifaktor. Hipertensi primer tidakbisa disembuhkan, akan tetapi bisadikontrol dengan terapi yang tepat. Dalam hal ini, faktor genetikmungkin berperan penting untukpengembangan hipertensi primer dan bentuk tekanan darah tinggi yang cenderung berkembang secarabertahap selama bertahun- tahun(Bell, Twiggs, & Olin, 2015). 2. Hipertensi Sekunder Hipertensi sekunder memiliki ciri dengan peningkatan tekanan darahdan disertai penyebab yang spesifik, seperti penyempitan arteri renalis, kehamilan, medikasi tertentu, danpenyebab lainnya. Hipertensi sekunder juga bisa bersifat menjadi akut, yang menandakan bahwaadanya perubahan pada curahjantung (Ignatavicius, Workman, &Rebar, 2017) 2.1.3 Faktor Resiko Hipertensi Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dibagi dalam dua kelompok besar yaitu faktor yang melekat atau tidak dapat diubah seperti jenis kelamin, umur, genetik dan faktor yang dapat diubah seperti pengetahuan, kebiasaan olahraga, dan pola makan. Untuk terjadinya hipertensi perlu peran faktor risiko tersebut secara bersama-sama (Arif. et al., 2013). 2.1.4 Klasifikasi Tabel 1 Tekanan Darah Tekanan Darah Kategori Sistolik Diastolik
Normal Dibawah 130 Dibawah 85
Normal tinggi 130-139 85-89 Stadium 1 (Ringan) 140-159 90-99 Stadium 2 (Sedang) 160-179 100-109 Stadium 3 (Berat) 180-209 110-119 Stadium 4 (Maligna) 210 atau lebih 120 atau lebih Sumber : 2017, Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara Terpadu
2.1.5 Manifestasi Klinis
Gejala yang dialami pada hipertensi adalah dengan adanya peningkatan tekanan darah atau tergantung pada tinggi rendahnya tekanan darah. Gejala hipertensi yang timbul bisa berbeda, bahkan terkadang penderita hipertensi tidak memiliki keluhan. Namun karena sering kali penderita hipertensi tidak menyadari adanya gejala, hal tersebut dapat timbulnya keluhan pada saat sudah terjadinya komplikasi yang spesifik pada organ seperti otak, mata, ginjal, jantung, pembuluh darah, atau organ vital lainnya (Tiara, 2020). Gejala umum yang biasanya dialami oleh penderita hipertensi adalah sakit kepala, kelelahan, leher tidak nyaman, penglihatan berputar, detak jantung tidak teratur, dan tinitus (Goleman & Boyatzis, 2018). 2.1.6 Patofisiologi Hipertensi terjadi dipengaruh oleh keadaan tekanan darah. Tekanan darah dipengaruhi oleh volume dan peripheral resistance. Sehingga, apabila terjadi peningkatan dari salah satu variabel tersebut secara tidak normal yang akan memengaruhi tekanan darah tinggi maka disitulah akan timbul hipertensi (Sylvestris, 2014). Patofisiologi hipertensi diawali terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh Angiotensin I converting enzyme (ACE). Darah memiliki kandungan angiotensinogen yang mana angiotensinogen ini diproduksi di organ hati. Angiotensinogen akan diubah dengan bantuan hormon renin, perubahan tersebut akan menjadi angiotensin I. Selanjutnya angiotensin I akan diubah menjadi angiotensin II melalui bantuan enzym yaitu Angiotensin I converting enzym (ACE) yang terdapat di paru-paru. Peran angiotensin II yaitu memegang penting dalam mengatur tekanan darah (Sylvestris, 2014). Angiotensin II pada darah memiliki dua pengaruh utama yang mampu meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh pertama ialah vasokonstriksi akan timbul dengan cepat. Vasopresin yang disebut juga Antidiuretic Hormone (ADH) merupakan bahan vasokonstriksi yang paling kuat di tubuh. Bahan ini terbentuk di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengarut osmolalitas dan volume urin. ADH juga diangkut ke pusat akson saraf ke glandula hipofise posteiror yang nanti akan diseksresi ke dalam darah. ADH akan berpengaruh pada urin, meningkatnya ADH membuat urin akan sangat sedikit yang dapat diekskresikan ke luar tubuh sehingga osmolitas tinggi. Hal ini akan membuat volume cairan ekstraseluler ditingkatkan dengan cara menarik cairan instraseluler, maka jika hal itu terjadi volume darah akan meningkat yang akan mengakibatkan hipertensi (Sylvestris, 2014). Pengaruh kedua berkaitan dengan aldosteron. Aldosteron merupakan hormon steroid yang disekresikan oleh sel-sel glomerulosa pada korteks adrenal, hal ini merupakan suatu regulator penting bagi reabsopsi natrium (Na+ ) dan sekresi kalium (K+ ) oleh tubulus ginjal. Mekanisme aldosteron akan meningkatkan reabsorbsi natrium, kemudian aldosteron juga akan meningkatkan sekresi kalium dengan merangsang pompa natrium-kalium ATPase pada sisi basolateral dari membran tubulus koligentes kortikalis. Aldosteron juga akan meningkatkan permebialitas natrium pada luminal membran. Natrium ini berasal dari kandungan garam natrium. Apabila garam natrium atau kandungan NaCl ini meningkat maka perlu diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler, yang dimana peningkatan volume cairan ekstraseluler akan membuat volume tekanan darah meningkat sehingga terjadi hipertensi (Sylvestris, 2014). 2.1.7 Pengobatan Dan Pencegahan Pengobatan pada hipertensi saat ini sudah beragam, dengan cara farmakologis dan nonfarmakologis. Adapun beberapa cara atau metode yang dilakukan untuk pengobatan hipertensi sebagai berikut: 1. Terapi Antioksidan, Terapi antioksidan ternyata merupakan strategi yang baik dalam pengobatan hipertensi. Antioksidan pada pembuluh darah akan mengurangi resistensi vaskular dan mampu menghambat penggumpalan sel darah yang menyebabkan terproduksinya nitrit oksida yang berfungsi mampu melebarkan pembuluh darah sehingga nantinya akan membuat tekanan darah menjadi menurun (Sorriento et al., 2018). 2. Terapi Vitamin D, Hal ini berkaitan dengan suplementasi vitamin D. Vitamin D merupakan anti-efektor hipertensi melalui aktivasi antioksidan. Studi klinis menunjukkan bahwa terapi vitamin D di negara barat banyak memengaruhi tekanan darah pada tubuhnya. Meningkatnya suplementasi vitamin D pada tubuh dipercaya sangat efektif dijadikan terapi untuk hipertensi. Hal ini dikarenakan dengan melalukan terapi suplementasi vitamin D akan membuat kinerja ventrikel kanan membaik dan mampu mengatur dan membuat tekanan darah pada darah menjadi normal sehingga tidak terjadi hipertensi (Sorriento et al., 2018). 3. Terapi Kombinasi Agen Antihipertensi, Untuk melakukan terapi kombinasi perlu memperhatikan pula kondisi pasien. Terapi kombinasi harus dimulai pada pasien dengan tekanan sistolik 20 mmHg di atas target atau tekanan diastolik 10 mmHG di atas target. Kebanyakan terapi kombinasi agen antihipertensi baik dalam penurunan tekanan darah dibandingkan dengan monoterapi. Hal ini disebabkan bekerjanya dua agen antihipertensi yang membuat cepatnya terkontrol tekanan darah pada tubuh, sehingga tidak memicu hipertensi. Dengan terapi kombinasi juga mampu menghalangi jalur peningkatan tekanan darah. Akan tetapi ada syarat kombinasi agen antihipertensi tersebut yaitu diuretik dengan penghambat aksi angiotensin-renin atau angiotensin-kalsium, agen antihipertensi mampu menghambat sumbu angiotensin renin dengan diuretik atau angiotensin-kalsium, dan mampu menghambat beta- adrenergik dengan dihidropirirdin antagonis kalsium (GuerreroGarcía & Rubio-Guerra, 2018). 4. Meminum Obat Hipertensi, Setiap penyakit akan dicirikan pada pengobatan farmakologis yang didasarkan uji klinis medis yang didasari aturan dokter yaitu dengan menggunakan obat. Pada penyakit hipertensi ada beberapa tingkatan obat yang bisa digunakan dalam pengobatan penyakit hipertensi beberapa di antaranya yaitu diuretik seperti obat tiazid, renin penghambat sistem angiotensin, antagonis saluran kalsium, penghambat reseptor alfa-adregenik, penghambat reseptor beta-adregenik, vasodilator sentral, dan antagonis reseptor aldosteron. Adapun jenis obatnya seperti propanolol, atenolol, captopril, enalapril, losartan, candesartan, amlodipin, nifedipin, doxazosin, hydrochlorothiazide, dan masih banyak lagi (Hameed & Dasgupta, 2019). Adapun beberapa cara pencegahan yang dapat dilakukan sebagai tahap awal atau sebagai tahap pencegahan agar terhindar dari hipertensi sebagai berikut: 1. Aktivitas Fisik (Olahraga) Aktivitas fisik merupakan aktivitas yang sangat bermanfaat bagi kesehatan baik itu kesehatan fisik maupun mental, salah satu aktivitas fisik yaitu berolahraga. Dengan berolahraga maka tubuh akan menjadi sehat sehingga jenis-jenis penyakit pun tidak mudah menyerang tubuh, akumulasi yang baik pada individu yang terkena hipertensi atau pun yang belum terkenan hipertensi dalam berolahraga sekitar 30-60 menit latihan sedang atau bisa juga durasi yang sangat disarankan untuk pencegahan hipertensi yaitu aktivitas fisik selama minimal 150 menit/minggu dengan minimal 5 hari atau lebih dalam seminggu. Orang yang lebih sering berolahraga atau melakukan aktivitas fisik akan lebih mudah terhindar dari penyakit hipertensi dan penyakit kronis lainnya (Cristanto et al., 2021). 2. Menurunkan Berat Badan Menurunkan berat badan merupakan strategi yang baik juga untuk terhindar dari hipertensi. Apabila berat badan melebihi kapasitas normal maka akan memengaruhi sirkulasi darah, jantung bekerja tidak teratur dan penyempitan pembuluh darah, dan juga akan mampu memicu kolestrol tinggi yang membuat tekanan darah tinggi hingga menjadi hipertensi. Maka dari itu perlu diterapkan metode menurunkan berat badan untuk mencegah timbulnya hipertensi dengan melakukan diet sehat, dan aktivitas fisik atau berolahraga (Nerenberg et al., 2018) 3. Mengurangi Konsumsi Makanan Mengandung Natrium Makanan yang mengandung natrium tinggi akan memicu tekanan darah tinggi hingga hipertensi karena membuat diameter arteri mengecil. Maka dari itu baik jika dalam mengonsumsi makanan hendaklah tidak terlalu tinggi natrium (Fitri et al., 2018). 2.1.8 Komplikasi Hipertensi yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan tidak terkontrol akan menimbulkan komplikasi pada organ lain.komplikasi yang dapat terjadi pada hipertensi adalah stroke, infark miokard, dan gagal ginjal (Ulya et al., 2018). Hipertensi dapat menyebabkan gagal ginjal, penyakit jantung koroner penyakit jantung, dan stroke. Jika tidak dideteksi sejak dini dan diperlakukan secara memadai (Tackling & Borhade, 2021).
2.2 KONSEP PENDIDIKAN KESEHATAN
2.2.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan merupakan suatu upaya yang direncanakan untuk menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak hanya sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang diharapkan untuk meningkatkan status kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, meningkatkan derajat Kesehatan, mempertahankan derajat kesehatan, memaksimalkan fungsi dan peran penderita selama sakit, membantu penderita dan keluarga mengatasi masalah kesehatan (Purwati, et al., 2014). Menurut Kozier dan Erbs tahun 2010, dalam penelitian Wahyuni dan Rezkiki, tahun 2015, Pendidikan Kesehatan merupakan aspek besar dalam praktik keperawatan dan bagian penting dari peran dan fungsi perawat. Pendidikan kesehatan sangat bermanfaat bagi keluarga pasien, karena keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam proses penyembuhan dari pasien, terutama pasien hipertensi. Notoatmodjo (2012) menyebutkan bahwa Pendidikan kesehatan adalah suatu proses yang dapat meningkatkan derajat Kesehatan seseorang. Pendidikan kesehatan dapat diberikan kepada seluruh sasaran, namun harus menggunakan metode yang tepat agar informasi yang diberikan dapat diterima dengan baik.
2.2.2 Prinsip Pendidikan Kesehatan
Dalam buku promosi Kesehatan dan perilaku Kesehatan (Martina Pakpahan, dkk, 2021) menyebutkan Prinsip pendidikan kesehatan yaitu : 1. Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas, tetapi merupakan kumpulan pengalaman dapat memengaruhi pengetahuan sikap dan kebiasaan sasaran pendidikan, 2. Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh seseorang kepada orang lain, karena pada akhirnya sasaran pendidikan itu sendiri yang dapat mengubah kebiasaan dan tingkah lakunya sendiri, 3. Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan sasaran agar individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dapat mengubah sikap dan tingkah lakunya sendiri, dan 4. Pendidikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran Pendidikan (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) sudah mengubah sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan 2.2.3 Tujuan Pendidikan Kesehatan Dalam buku promosi Kesehatan Pendidikan Kesehatan dalam keperawatan (Induniasih,S.Kp, M.Kes,Dkk, 2021) menyatakan tiga tujuan Pendidikan Kesehatan tersebut adalah : 1. Menjadikan Kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai dimasyarakat. Oleh karena itu pendidik Kesehatan harus bertanggung jawab mengarahkan car acara hidup sehat sehingga menjadi kebiasaan hidup masyarakat sehari hari. 2. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat. 3. Mendorongan pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan Kesehatan yang telah ada. Kadang kala pemanfaatan sarana pelayanan yang ada dilakukan secara berlebihan dan bahkan justru sebaliknya, seperti saat kondisi sakit tetapi tidak menggunakan sarana Kesehatan yang ada dengan semestinya. 2.2.4 Media Pendidikan Kesehatan Media pendidikan kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dan berubah perilakunya ke arah positif terhadap kesehatan. Dari berbagai media atau alat bantu pendidikan, Dalam buku promosi Kesehatan dan perilaku Kesehatan (Martina Pakpahan, dkk, 2021) menyebutkan media yang dugunakan dalam Pendidikan Kesehatanantara lain : 1. Media cetak a. Booklet: digunakan untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar. b. Leaflet: melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa gambar/tulisan ataupun keduanya. c. Flyer (selebaran) ; seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan. d. Flip chart (lembar Balik) ; pesan/informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku, di mana tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan di baliknya berisi kalimat sebagai pesan/informasi berkaitan dengan gambar tersebut. e. Rubrik/tulisan -tulisan: pada surat kabar atau majalah, mengenai bahasan suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan. f. Poster: merupakan suatu bentuk media cetak berisi pesan- pesan/informasi kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat - tempat umum, atau di kendaraan umum. g. Foto: digunakan untuk mengungkapkan informasi – informasi kesehatan. 2. Media elektronik a. Televisi: dapat dalam bentuk sinetron, sandiwara, forum diskusi/tanya jawab, pidato/ceramah, TV, quiz, atau cerdas cermat. b. Radio: bisa dalam bentuk obrolan/tanya jawab, ceramah.
2.3 KONSEP HOMECARE
2.3.1 Pengertian Homecare Homecare adalah layanan Kesehatan yang dilakukan oleh professional ditempat tinggal pasien (dirumah) dengan tujuan membantu memenuhi kebutuhan pasien dalam mengatasi masalah Kesehatan yang dilaksanakan oleh tim Kesehatan professional yang melibatkan anggota keluarga sebagai pendukung didalam proses perawatan dan penyembuhan pasien sehingga keluarga bisa mandiri dalam mengatasi masalah kesehatanya (Parellanggi, 2015). 2 2.1 2.2 2.3 2.3.1 2.3.2 Tujuan Homecare Menurut Parelanggi (2015), tujuan dari pelayanan homecare yaitu : 1. Umum, meningkatkan pelayanan Kesehatan kepada masyarakat secara komprehensif dan berkesinambungan. 2. Khusus a. Meningkatkan, mempertahankan, dan memulihkan Kesehatan. b. Mengoptimalkan tingkat kemandirian klien dan keluarganya. c. Meminimalkan akibat yang ditimbulkan dari masalah Kesehatan yang dialami klien. 2 2.1 2.2 2.3 2.3.1 2.3.2 2.3.3 Manfaat Homecare Manfaat homecare bagi pasien yaitu : 1. Pelayanan akan lebih sempurna, holistic, dan komprehensif. 2. Pelayanan lebih professional. 3. Pelayanan keperawatan mandiri bisa diaplikasikan dengan dibawah naungan legal dan etik keperawatan. 4. Kebutuhan pasien akan dapat terpenuhi sehingga pasien akan lebih nyaman dan puas dengan asuhan keperawatan yang professional (Triwibowo, 2012). 2.3.4 Jenis Pelayanan Homecare Menurut buku homecare nursing – aplikasi praktik berbasis evidence – based oleh (Ns Andi Parelenggi, S.Kep, M.Kep, M.H, 2018). Jenis kasus yang dapat dilayani pada perawatan Kesehatan dirumah meliputi kasus-kasus yang umum pascaperawatan dirumah sakit dan kasus-kasus khusus yang dijumpai dikomunitas. 2.4 KONSEP PERUBAHAN PERILAKU 2.4.1 Teori Perubahan Perilaku Dalam buku promosi Kesehatan Pendidikan Kesehatan dalam keperawatan (Induniasih,S.Kp, M.Kes,Dkk, 2021) menyatakan bahwa perilaku manusia sukar dibatasi karena perilaku adalah resultan atau sesuatu yang dihasilkan/diakibatkan dari beragam factor, baik internal maupun exsternal. Perilaku manusia sesungguhnya adalah refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, misalnya pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap, dan lain – lain. Pembentukan dan perubahan perilaku adalah hal yang penting dalam perilaku Kesehatan. Alasanya perubahan perilaku adalah tujuan adanya promosi Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan sebagai upaya penunjang berbagai program Kesehatan. 1. Teori Stimulus Organisme (SOR) Dasar teori ini adalah asumsi bahwa terjadinya perubahan perilaku disebabkan dan bergantung pada kualitas stimulus yang berkomunikasi pada klien, kualitas sumber komunikasi seperti gaya berbicara seseorang atau pemateri menentukan berhasil tidaknya perubahan perilaku seseorang, kelompok, dan masyarakat. Proses perubahan ini dijelaskan dalam beberapa poin antara berikut. a. Stimulus atau rangsangan diberikan kepada klien memiliki kemungkinan diterima ataupun ditolak. Jika stimulus ditolak, berarti stimulus tidak efektif untuk mempengaruhi perhatian individu.namun jika stimulus diterima, artinya ada perhatian dan individu dan stimulus yang diberikan dinilai efektif. b. Stimulus yang telah diterima dan mendapat perhatian, klien akan memahami stimulus dan akan berlanjut ketahap berikutnya. c. Proses berikutnya, klien akan mengolah stimulus menjadi kesediaan berperilaku sesuai stimulus yang diberikan olehpetugas Kesehatan. Klien akan berani mengambil sikap. d. Adanya fasilitas dan dukungan lingkungan akan membuat stimulus memiliki efek Tindakan dari individu tersebut dan terjadilah perubahan perilaku. 2. Teori Festinger (Dissonance Theory) Dalam buku promosi Kesehatan Pendidikan Kesehatan dalam keperawatan (Induniasih,S.Kp, M.Kes,Dkk, 2021) Teori dissonance (cognitive dissonance theory) diajukan oleh Festinger (1957) telah banyak pengaruhnya dalam psikologi sosial.Teori ini sebenarnya sama dengan konsep imbalance (ketidak seimbangan). Hal ini berarti bahwa keadaan cognitive dissonance merupakan ketidak seimbangan psikologi yang diliputi oleh ketengan diri yang berusaha untuk mencapai keseimbangan kembali. Apabila terjadi keseimbangan dalam diri individu, maka berarti sudah terjadi ketengan diri lagi, dan keadaan ini disebut consonance (keseimbangan) 23. Dissonance (ketidak seimbangan) terjadi karena dalam diri individu terdapat dua elemen kognisi yang saling bertentangan. Yang dimaksud elemen kognisi adalah pengetahuan, pendapat, atau keyakinan. Apabila individu mengalami suatu stimulus atau objek dan stimulus tersebut menimbulkan pendapat atau keyakinan yang berbeda/bertentangan di dalam diri individu itu sendiri, maka terjadilah dissonance. Ketidak seimbangan dalam diri sesorang yang akan menyebabkan perubahan perilaku dikarenakan adanya perbedaan jumlah elemen kognitif yang seimbang dengan jumlah elemen kognitif yang tidak seimbang dan sama – sama pentingnya. Hal ini menimbulkan konflik pada diri individu tersebut. 3. Teori Fungsi Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku seseorang adalah stimulus yang dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Dalam buku promosi Kesehatan Pendidikan Kesehatan dalam keperawatan (Induniasih,S.Kp, M.Kes,Dkk, 2021) Menurut Katz (1960) perilaku dilatar belakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Katz berasumsi bahwa: a. Perilaku memiliki funsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak (berperilaku) positif terhadap objek demi pemenuhan kebutuhannya. Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi kebutuhannya maka ia akan berperilaku negatif. Misalnya, orang mau membuat jamban apabila jamban tersebut benar – benar sudah menjadi kebutuhannya. b. Perilaku berfungsi sebagai defence mecanism atau sebagai pertahan diri dalam menghadapi lingkungannya. Artinya dengan perilakunya, dengan tindakan - tindakannya, manusia dapat melindungi ancaman – ancaman yang datang dari luar. Misalnya, orang dapat menghindari penyakit demam berdarah karena penyakit tersebut merupakan ancaman bagi dirinya. c. Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan pemberi arti. Dalam perannya dengan tindakan itu seseorang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan tindakan sehari – hari tersebut seseorang melakukan keputusan – keputusan sehubungan 3 3.1 3.2 3.3 3.4 3.4.1 3.4.2 Bentuk - Bentuk Perubahan Perilaku WHO Menyebutkan ada tiga jenis perubahan perilaku antara lain : 1. Perubahan Alami (Natural Change) Kita tidak dapat memungkiri bahwa perilaku manusia cenderung akan selalu berubah. Ada beberapa perubahan perilaku yang berubah secara alamiah. Namun ada juga perilaku yang mengalami perubahan karena pengaruh lingkungan fisik,sosial,budaya, dan ekonomi.lingkungan sekitar akan mempengaruhi perubahan perilaku didalam masyarakat. 2. Perubahan Terencana (Planned Change) Subjek dapat merencanakan perubahan perilaku, perubahan perilaku inisudah direncenakan dan diniatkan oleh subjek karena suatu alas an yang kuat. Misalnya seseorang yang perokok berat berusaha berhenti merokok karena menderita sakit paru. Dia bertekad untuk berhenti merokok dan berusaha mengurangi konsumsi rokok setiap hari dan sedikit demi sedikit berhenti merokok. 3. Kesediaan Untuk Berubah (Readiness To Change) Adanya suatu program – program Kesehatan dan inovasi dibidang Kesehatan yang terbaru dapat membuat Sebagian masyarakat menerimanya dan melakukan perubahan perilaku. Namun ada Sebagian masyarakat yang lain yang justru enggan dan lambat dalam menerima dan menerapkan perilaku Kesehatan yang baru dikenalkan tersebut.perbedaan tersebut terjadi karena adanya perbedaan kesediaan untuk berubah ditiap individu. Hal yang mungkin dapat dilakukan oleh petugas Kesehatan adalah memberikan pengarahan dan penyuluhan tentang perilaku sehat dengan sabar. 2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.4.1 2.4.2 2.4.3 Prinsip Perubahan Gaya Hidup Perubahan sikap dan perilaku individu menurut kelman Dalam buku promosi Kesehatan Pendidikan Kesehatan dalam keperawatan (Induniasih,S.Kp, M.Kes,Dkk, 2021) ada tiga tahap yaitu : 1. Dimulai Dari Kepatuhan?Keterpaksaan Pada awalnya, individu akan mematuhi instruksi dan anjuran dari petugas Kesehatan atau perawat tanpa dibarengi dengan kerelaan melakukanya. Mereka melakukan perubahan perilaku karena ingin menghindari hukuman jika tidak mematuhi dan mendapatkan penghargaan/hadiah apabilah mematuhinya. Perubahan perilaku yang seperti itu biasanya hanya sementara karena mereka mematuhi peraturan jika ada yang mengawasi. 2. Identifikasi/Keinginan Untuk Meniru Tahap pertama atau patuh karena tepaksa dapat menimbulkan sikap kepatuhan yang berbeda. Kepatuhan tersebut adalah kepatuhan agar bersedia menjaga hubungan yang baik dengan change agent. Proses kepatuhan tersebut disebut sebagai identifikasi atau seseorang individu mencontoh Tindakan tokoh tanpa memahami arti dan manfaat dari Tindakan yang ditirunya. Sikap patuh ini individu merasa kagum dan tertarik dengan tokoh yang memperkenalkan perilaku sehat. Terkadang seseorang yang sudah terlanjur kagum dengan tokoh tertentu akan meniru perilakunya. 3. Internalisasi/menghayati manfaatnya Individu akan mengalami internalisasi perilaku sehat sudah selaras atau sesuai dengan niali – niali hidupnya. Proses internalisasi perilaku dapat dicapai apabila seseorang sudah memahami arti dan manfaatnya bagi hidupnya. Selain itu diperlukan pula kesediaan individu dan masyarakat agar system nilai sesuai dengan system yang baru. Kehadiran petugas Kesehatan yang memiliki kredibilitas tinggi sangat penting agar individu dan masyarakat dapat memahami arti, manfaat, dan urgensi perilaku Kesehatan yang baru tersebut.