Anda di halaman 1dari 12

FAKTOR –FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SELF CARE PADA

PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LALANG

OLEH

DERFINA MARIA BAHAGIA IDU

NPM; 1714. 2010.06

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NURSE


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KHATOLIK SANTU PAULUS RUTENG
2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hipertensi dapat didefenisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan darah sistoliknya ≥ 140MmHg dan tekanan diastolik ≥ 90MmHg. Hipertensi
merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke dan gagal ginjal. Hipertensi disebut
sebagai “silent Killer” karena dengan orang hipertensi sering tidak menampakan tanda
dan gejala (Brunner & Suddart, 2013). Hipertensi merupakan penyakit heterogeneous
group of disease yang bisa di derita oleh berbagai usia, terutama yang paling rentan
adalah usia lanjut. Hipertensi adalah faktor risiko penyakit kardiovaskuler dan gagal
ginjal. Hipertensi dapat menyebabkan resiko morbiditas atau mortalitas dini, yang
akan terjadi saat kondisi tekanan sistolik dan diastolik meningkat. Peningkatan
tekanan darah dalam jangka waktu yang panjang dapat merusak pembuluh darah di
organ (jantung, ginjal, otak, dan mata) (Brunner & Suddarth, 2016).
Data World Health Organization (WHO) Tahun 2018 juga mencatat satu
milyar orang di dunia menderita hipertensi dan diperkirakan tahun 2025 terjadi
peningkatan penderita hipertensi dari 972 juta (26,4%) orang menjadi 29,2% serta 30
% penderita ini berada di negara berkembang. Tiga perempat pasien hipertensi (639
juta) tinggal di negara berkembang dengan sumber daya terbatas, memiliki sedikit
pengetahuan tentang hipertensi dan kontrol kondisi yang buruk (World Health
Organization, 201 4). Dalam (Gusty & & Merdawati, 2020). Prevalensi hipertensi di
dunia bervariasi, World Health Organization (WHO) mencatat wilayah Afrika
memiliki prevalensi hipertensi tertinggi (27%) sedangkan Amerika memiliki
prevalensi hipertensi terendah (18%). Keadaan saat ini menunjukkan bahwa jumlah
orang dewasa dengan hipertensi meningkat dari 594 juta pada tahun 1975 menjadi
1,13 miliar pada tahun 2015, dimana peningkatan tersebut sebagian besar terlihat di
negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Peningkatan tersebut utamanya
disebabkan oleh peningkatan faktor risiko hipertensi pada populasi tersebut (WHO,
2019) dalam (Manangkot & Suindrayasa, 2020)
Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada
umur ≥18 tahun sebesar 25, 8%, tertinggi di Bangka Belitung (30, 9%), diikuti
Kalimantan Selatan (30, 8%), Kalimantan Timur (29, 6%) dan Jawa Barat (29, 4%).
Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga
kesehatan sebesar 9, 4 %, Jadi, ada 0, 1 persen yang minum obat sendiri. Pervalensi
hipertensi di Indonesia dapat diketahui dari hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS)
tahun 2018 yang mengalami peningkatan sebesar 34.1%. Angka ini lebih tinggi
dibandingkan hasil Riskesdas tahun 2013 sebesar 25.8% dengan Prevalensi hipertensi
yang paling tinggi pada perempuan 36,9 % dan pada pasien berusia 60 tahun ke atas.
Di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan prevalensi hipertensi dari 25, 8%
menjadi 34, 1 % (Kemenkes RI, 2018).
Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Tahun (2018)
penyakit hipertensi di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mencapai angka 7,2%
atau 76.130 kasus. Tingginya prevalensi hipertensi menyebabkan angka kematian dan
resiko komplikasi semakin meningkat dari tahun ketahun. Strategi diharapkan secara
sustansial memberikan hasil nyata terhadap penurunan prevalensi, mengurangi resiko
komplikasi, dan mengurangi faktor resiko penyakit kardiovaskuler. Penanggulangan
hipertensi diharapkan dapat diterapkan secara optimal oleh penderita dan tim
kesehatan serta merupakan strategi yang hemat biaya.
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik menunjukkan
hasil >140 mmHg dan tekanan darah diastolik menunjukkan hasil >90 mmHg
(Smeltzer & Bare, 2011). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeratif.
Umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan dengan bertambahnya umur.
Resiko untuk penderita hipertensi pada populasi >55 Tahun yang tadinya kenanan
darahnya normal 90%. Hipertensi dibedakan menjadi dua tipe yaitu hipertensi primer
dan hipertensi sekunder, berdasarkan ada tidaknya penyebab yang dapat
teridentifikasikan. Hipertensi sering disebut sebagai "silent killer". Sebagian besar
pasien dengan hipertensi tidak menyadari karena tidak disertai dengan gejala yang
khas sebelum memasuki fase komplikasi. Gejala yang seringkali muncul, antara lain
sakit kepala di pagi hari, mimisan, perubahan irama jantung menjadi tidak teratur,
perubahan penglihatan, dan telinga berdengung. Hipertensi berat dapat menyebabkan
kelelahan, mual, muntah, kecemasan, nyeri dada, dan tremor (WHO, 2019). Dalam
(Manangkot & Suindrayasa, 2020)
Tanda dan gejala hipertensi pada pemeriksaan fisik yaitu tekanan darah yang
tinggi 140/Mmhg. Manifestasi klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-
tahun, dan berupa nyeri kepala saat terjaga, kadang disertai mual dan muntah,
penglihatan kabur, nokturia dan8 edema kaki atau lengan (Brunner & Suddart,2013).
Dampak dari hipertensi dapat menyebabkan risiko terjadinya kerusakan pada
kardiovaskular, otak, dan ginjal sehingga menyebabkan terjadinya komplikasi
beberapa penyakit, seperti stroke, infark miokard, gagal ginjal, dan gagal jantung.
Kerusakan pada organ terjadi karena tingginya tekanan darah yang tidak dipantau
dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah di
seluruh tubuh dan menyebabkan perubahan pada organ-organ tersebut.
Pasien hipertensi, harus memiliki kemampuan dalam merawat dirinya secara
mandiri, berupa meminum obat yang diresepkan, melakukan kontrol tekanan darah
secara berkala, memodifikasi diet, menurunkan berat badan, serta meningkatkan
aktivitas. Perilaku yang baik menjadi hal utama dalam keberhasilan perawatan
mandiri pasien hipertensi. Perilaku yang rendah, erat kaitannya dengan peningkatan
kekambuhan pasien, pasien akan menjalani rawat inap, penurunan kemampuan
fungsional, penurunan kualitas hidup, dan kematian yang lebih awal.
Tingginya jumlah pasien dengan hipertensi dan beratnya potensi komplikasi
hipertensi, memerlukan komitmen dalam upaya penatalaksanaan penyakit hipertensi.
Sebagai salah satu penyakit kronis, perawatan pasien dengan hipertensi bersifat
berkelanjutan baik secara farmakologis maupun nonfarmakologis (Smeltzer & Bare,
2011). Oleh sebab itu diperlukan perilaku kesehatan yang adekuat, yang dapat disebut
sebagai self care behaviour. Self care behaviour optimal merupakan salah satu
komponen mencapai keberhasilan pengobatan pasien hipertensi.
Self Care pada pasien hipertensi merupakan salah satu bentuk usaha positif
klien untuk mengoptimalkan kesehatan dari klien, mengontrol dan memanagemen
tanda dan gejala yang muncul, mencegah terjadinya komplikasi dan meminimalkan
gangguan yang timbul pada fungsi tubuh (Akhter, 2010). Self care merupakan suatu
kegiatan yang dibuat dan dilakukan oleh individu itu sendiri guna mempertahankan
kehidupan untuk mempertahankan kehidupan yang sejahtera baik itu dalam keadaan
sehat ataupun sakit (Susriyanti, 2014). Seseorang memiliki hak untuk melakukan self
care terhadap dirinya kecuali bagi mereka yang tidak mampu melakukannya sendiri
(Akhter, 2010). Intervensi keperawatan pada penderita hipertensi berfokus pada
pengajaran kepada pasien dan keluarganya tentang faktor-faktor resiko yang dapat
menimbulkan tekanan darah pada pasien hipertensi menjadi tidak terkontrol (Marry
dkk, 2008). Dalam (Nurwijayanti3, 2010)
(Bujawati, 2021) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
dukungan keluarga dengan self care behaviour penderita hipertensi. Jenis penelitian
ini merupakan penelitian kuantitatif dengan tipe analitik menggunakan cross sectional
study. Populasi penelitian terdiri dari 144 penderita di Kelurahan Rappang dengan
106 sampel yang ditentukan menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan
data menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukan dukungan penghargaan,
dukungan emosional, dan dukungan instrumental responden cenderung baik;
dukungan informasi responden cukup serta self care behaviour yang cukup.
Dukungan emosional (p=0.000, RP=2.65), dukungan penghargaan (p=0.001,
RP=2.83), dukungan informasi (p=0.000, RP=4.27), dan dukungan instrumental
(p=0.000, RP=12.7), memiliki hubungan bermakna terhadap self care behavior
penderita. Diharapkan kepada pihak puskesmas agar dapat melibatkan keluarga dalam
peningkatan kepatuhan pasien dalam menjalani perawatan dan pengobatannya seperti
melibatkan dukungan keluarga sebagai strategi promosi kesehatan pada pasien
hipertensi. Maka dapat disimpulakan ada pengaruh dukungan keluarga terhadap
perilaku self carepada pasien hipertensi.
(Romadhon et al., 2020) dalam penelitian yang berjudul Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Self-care Behavior pada Klien dengan Hipertensi di Komunitas,
tujuan untuk melihat adanya faktor-faktor yang mempengaruhi selfcare behavior pada
klien dengan hipertensi. Metode: database digunakan untuk mengidentifikasi artikel
yang sesuai diperoleh dari Scopus, ProQuest dan Google Scholar terbatas untuk
publikasi 5 tahun terakhir dari 2014 hingga 2019, bahasa inggris, dan fulltex article.
Tinjauan literatur menggunakan kata kunci “factors of self-care behavior,
Hypertension”. Dalam pencarian artikel menggunakan "AND". Hanya 12 artikel yang
memenuhi kriteria inklusi. Ulasan ini berasal dari 12 artikel tersebut. Hasil: self-care
behavior pada klien hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu dukungan
keluarga, self-efficacy, faktor personal, dan spiritualitas. Simpulan: faktor-faktor yang
terkait dengan self-care behavior dan jalurnya dapat membantu penyedia layanan
kesehatan mengembangkan dan mendesain intervensi berbasis bukti pada klien
dengan hipertensi. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara faktor-faktor yang mempengaruhi self care terhadap pasien hipertensi.
(Gusty & & Merdawati, 2020) Praktek perawatan diri hipertensi sangat
penting untuk kontrol tekanan darah dan pengurangan komplikasi hipertensi.
Penilaian perilaku perawatan diri hipertensi individu dapat memberikan informasi
penting kepada dokter dan praktisi mengenai cara mengontrol hipertensi. Judul
penelitian “Perilaku Perawatan Diri Dan Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Pasien Hipertensi Di Padang” Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong
lintang dengan rancangan proportional random sampling pada 260 pasien hipertensi.
Aktivitas perawatan diri diukur menggunakan efek tingkat aktivitas perawatan diri
hipertensi (H-Scale). Hasil: Rerata usia 60 tahun, perempuan (65,8%), tidak bekerja
(88,1%), SLTA (47,7%), lama menderita hipertensi 5-10 tahun (49,6%). 67,3%
indeks massa tubuh normal, 83,5% tidak merokok, 72,3% tidak mengalami obesitas
sentral. Ada empat komponen perawatan diri yang memiliki tingkat rendah. Mereka
adalah kepatuhan aktivitas fisik, menggunakan diet rendah garam, manajemen berat
badan, dan kepatuhan minum obat. Semua subjek berpantang alkohol dan 73,8% tidak
merokok. Hasil Chi-square menunjukkan bahwa IMT (p=0,002), obesitas sentral
(p=0,000) secara signifikan berhubungan dengan kepatuhan pengobatan; ada juga
hubungan yang bermakna antara pendidikan (p=0,005), IMT (p=0,002) dan obesitas
sentral (p=0,000) dengan kepatuhan diet; usia (p = 0,008), pendidikan (p = 0,014) dan
obesitas sentral (p = 0,000) dengan kepatuhan aktivitas fisik; jenis kelamin (p =
0,000), pekerjaan (p=0,000) dan pendidikan (p=0,025) dengan tidak merokok.
Kesimpulan: Sangat penting untuk menerapkan program yang dirancang dengan baik
untuk meningkatkan perilaku perawatan diri hipertensi.
Berdasarkan beberapa penelitian diatas, peningkatan angka kejadian hipertensi
setiap tahunnya dipengaruhi oleh gaya hidup. Hal yang mengakibatkan perubahan
perilaku masyarakat yang kurang sehat seperti mengonsumsi makanan cepat saji,
merokok, minum-minuman beralkohol, dan kurang berolah raga. Sehingga sifat
penyembuhan semakin lama dan menyebabkan komplikasi. beberapa penyakit, seperti
stroke, infark miokard, gagal ginjal, dan gagal jantung. Penyembuhan yang
berlangsung lama akan memakan biaya yang ditanggung klien, masyarakat dan
pemerintah akan semakin besar, sementara efektifitas dan efisiensi kerja menurun.
Sehingga diperlukan manajemen hipertensi dengan baik untuk mencapai Tujuan
pembangunan kesehatan yang berhasil.
Dengan meningkatnya kasus hipertensi di wilayah kerja puskesmas Lalang.
Dengan data yang didapat dari tahun 2020 didapatkan 63 pasien hipertensi dan data
pada tahun 2021 didapatkan 72 pasien hipertensi rawat jalan. Menggambarkan
sebenarnya masyarakat kurang mengontrol perilaku atau factor pencetus hipertensi.
yang ditandai dengan peningkatan kasus hipertensi. Hal ini kalau tidak menjadi
perhatian bagi kita tentunya merupakan suatu ancaman kesehatan yang cukup besar
terhadap pasien hipertensi, yang mana nantinya akan semakin banyak ditemukan
pasien hipertensi yang tidak terkontrol dengan resiko komplikasi dikemudian hari,
yang berdampak terhadap masa depan dan kualitas hidup dari pasien itu sendiri.
Meningkatnya pasien hipertensi dengan komplikasi, tentunya memberi dampak
terhadap umur harapan hidup, kualitas hidup pasien dihari depan serta dapat menjadi
beban bagi anggota keluarga akibat komplikasi yang diderita pasien tersebut.
Peneltian ini berfokus pada factor-faktor yang mempengaruhi perilaku self scare
terhadap pasien hipertensi.apakah factor yang mempengaruhi self care kerena faktor
personal yang meliputi kurangnya pengetahuan, tingkat pendidikan, usia, status
ekonomi, dan keyakinan diri (self efficacy) dan dukungan keluarga. Berdasarkan data
tersebut diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Factor-
Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Self Care Pada Pasien Hipertensi Diwilayah
Kerja Puskesmas Lalang”.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah yang akan diangkat
pada penelitian ini adalah Faktor-faktor yang mempengaruhi self care management
pada pasien Hipertensi di Wilayah kerja puskesmas Lalang.
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penelitian ini berdasarkan latar belakang diatas adalah
untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi perilaku self care
(perawatan diri) pada pasein hipertensi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan perilaku self care
pada pasien hipertensi
b. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku self
care pada pasien hipertensi
c. Untuk mengidentifikasi hubungan usia dengan perilaku self care pada
pasien hipertensi
d. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan perilaku self care
pada pasien hipertensi
e. Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan perilaku self
care pada pasien hipertensi
f. Untuk mengetahui hubungan Status ekomomi dengan perilaku self care
pada pasien hipetensi
g. Untuk mengetahui hubungan Keyakinan diri dengan perilaku self care
pada pasien hipertensi
h. Untuk mengetahui hubungan Dukungan sosial dengan perilaku self
care pada pasien hipetensi
D. MANFAAT PENULISAN
Maanfaat yang dapat diproleh dari penelitian ini adalah
1. Secara teoritis
Diharapkan melalu penelitian ini dapat menambah wawasan dalam bidang
keperawatan mengenai perawatan diri yang paling efektif pada pasien dan
perubahan setelah melakukan selfcare management
2. Secara praktik
a. Bagi penderita hipertensi
Memberikan informasi mengenai resiko ketika kita tidak melakukan
Perilaku self care , dengan adanya pengetahuan perilaku self care
pasien akan memahami dan melakukan dengan sendiri dan bantuan
petugas
b. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman mengenai factor yang
mempengaruhi perilaku self care pada pasien hipertensi
3. Bagi institusi pendidikan
Peneliti ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan acuan untuk
informasi awal tentang perilaku self care pasien hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC

Brunner, & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian RI tahun 2018.

Smeltzer, S. C., & Bare, B.G. (2011). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 12. Jakarta: EGC

Darnindro, N., & Sarwono, J. (2017). Prevalensi Ketidakpatuhan Kunjungan Kontrol pada
Pasien Hipertensi yang Berobat di Rumah Sakit Rujukan Primer dan Faktor-Faktor yang
Memengaruhi. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. https://doi.org/10.7454/jpdi.v4i3.138

Bujawati, E. (2021). Family Support Through Self Care Behavior for Hypertension Patients
Dukungan Keluarga Melalui Self Care Behaviour pada Penderita Hipertensi. 2(1), 1–8.
https://doi.org/10.24252/diversity.v2i1.23180

Gusty &, & Merdawati. (2020). Perilaku Perawatan Diri Dan Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Pasien Hipertensi Di Padang Self-Care Behaviour Practices and
Associated Factors Among Adult Hypertensive Patients in Padang. Jurnal Kepe, 11(1),
51–58.

Manangkot, M. V., & Suindrayasa, I. M. (2020). Gambaran Self Care Behaviour Pada Pasien
Hipertensi di Puskesmas Wilayah Kota Denpasar. Coping: Community of Publishing in
Nursing, 8(4), 410. https://doi.org/10.24843/coping.2020.v08.i04.p09

Nurwijayanti3, I. G. W. A. A. A. M. (2010). FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


DENGAN SELF CARE PADA ORANG DEWASA YANG MENGALAMI HIPERTENSI
DI PUSKESMAS KENDAL 01 KABUPATEN KENDAL. 46–53.

Romadhon, W. A., Aridamayanti, B. G., Syanif, A. H., & Sari, G. M. (2020). Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Self-care Behavior pada Klien dengan Hipertensi di Komunitas.
Jurnal Penelitian Kesehatan “SUARA FORIKES” (Journal of Health Research
“Forikes Voice”), 11(April), 37. https://doi.org/10.33846/sf11nk206

Anda mungkin juga menyukai