Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi masih merupakan salah satu penyakit yang menjadi yang

menjadi tantangan besar di Indonesia. Hal ini disebabkan karena sering

ditemukannya penyakit hipertensi pada pelayanan kesehatan primer. Sesuai

dengan data Riset kesehatan dasar (Riskesdas).

Pasien hipertensi memiliki tingkat kepatuhan pengobatan yang rendah. Hal

ini terjadi karena hipertensi termasuk penyakit yang tidak dapat disembuhkan,

sehingga pasien merasa jenuh untuk minum obat (Widyastuti et al, 2019). Efek

pengontrolan tekanan darah jangka panjang tidak akan tercapai dengan

mengkomsumsi obat anti hipertensi (Maryanti, 2017).

Bardasarkan penilitian qoni’ah (2017) didapatkan bahwa responden yang

tidak patuh disebabkan oleh minimnya pengetahuan pengobatan jangka panjang

yang dapat menghindari resiko komplikasi. Komplikasi hipertensi yang paling

banyak adalah stroke, penyakit jantung, dan gagal ginjal yang selain membebani

ekonomi keluarga juga memiliki angka kematian yang tinggi (Nuraini, 2015).

Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang menjadi masalah

kesehatan masyarakat di dunia baik di negara maju maupun negara berkembang.

Menurut data Global Status Report on Noncommunicable Diseases 2010 dari

WHO menyatakan bahwa 36% pengidap hipertensi tinggal di negara dengan

penghasilan menengah dan rendah (WHO, 2011).

1
Data World Health Organization (WHO) angka prevalensi hipertensi di

dunia dengan batasan berusia ≥ 25 tahun terdiagnosa hipertensi mengalami

peningkatan dari 600 juta pada tahun 2008 menjadi 1 miliar pada tahun 2013

(WHO, 2013).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013,

bahwa provinsi dengan prevalensi hipertensi ialah Sulawesi Utara (15,2%),

kemudian disusul Kalimantan Selatan (13,3%), dan DI Yogyakarta (12,9%),

sedangkan prevalensi terendah terdapat di Papua (3,3%), kemudian disusul oleh

Papua Barat (5,2%), dan Riau (6,1%). Kenaikan prevalensi tertinggi terdapat di

Sulawesi Barat, yakni (9,6%) pada 2013 dan penurunan prevalensi terbanyak

terdapat di Riau, yaitu (6,1%).

Kasus hipertensi di Sulawesi Utara tahun 2016 sebanyak 32.742 kasus

(Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, 2017)

Untuk mengatasi pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan

pasien tentang pencegahan hipertensi sehingga dapat mencegah terjadinya

komplikasi (Pramana, 2019). Berdasarkan penilitian yang dilakukan oleh Aulia

(2018), didapatkan bahwa terdapat pengaruh antar pengetahuan pasien hipertensi

dengan pencegahan pasien hipertensi. Hal tersebut dapat diartikan bahwa semakin

tinggi pengetahuan pasien, maka kepatuhan pencegahan dalam menjalankan terapi

juga semakin tinggi.

Dalam lingkup kesehatan kepatuhan pencegahan termasuk salah satu

komponen yang penting dalam pengobatan, terlebih pada penyakit kronis yang

membutuhkan terapi jangka panjang (Edi, 2014). Factor yang mempengaruhi

2
kepatuhan diantaranya adalah pengetahuan, motivasi dukungan keluarga, dan

dukungan petugas kesehatan (Annisa, 2013). Penelitian serupa yang dilakukan

Pratiwi (2017) menyimpulkan bahwa tingkat pengetahuan dan peran petugas

kesehatan berpengaruh terhadap kepatuhan pasien hipertensi mengkomsumsi obat

hipertensi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Busari (2010), penyebab

ketidakpatuhan dalam pencegahan pasien hipertensi adalah minimnya pemahaman

pasien terhadap pengobatan munculnya efek samping obat, harga obat yang tidak

dapat dijangkau pasien, budaya dan kepercayaan setempat, akses pelayanan

kesehatan dan pengunaan obat komplementer.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, peneliti tertarik dengan

melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh pendidikan kesehatan klien

terhadap pengetahuan klien tentang pengobatan hipertensi. Penelitian dilakukan di

UPTD puskesmas Molompar Dua, Kecamatan, Tombatu timur, Kabupaten,

Minahasa Tenggara”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penenilitian ini

adalah, apakah ada pengaruh pendidikan kesehatan klien terhadap pengetahuan

klien tentang pengobatan hipertensi di UPTD puskesmas Molompar Dua,

Kecamatan, Tombatu timur, Kabupaten, Minahasa Tenggara ?

3
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Pengaruh pendidikan kesehatan klien terhadap pengetahuan

klien tentang pencegahan hipertensi. Penelitian di UPTD puskesmas Molompar

Dua, Kecamatan, Tombatu timur, Kabupaten, Minahasa Tenggara.

2. Tujuan khusus

a. Mengenalisis karakterisik pasien penderita hipertensi di UPTD puskesmas

Molompar.

b. Menganalisis profil obat pasien penderita hipertensi di UPTD puskesmas

Molompar.

c. Menganalisi tingkat pengetahuan pasien penderita hipertensi di UPTD

puskesmas Molompar.

d. Menganalisis Hubungan pendidikan kesehatan pasien terhadap

pengetahuan pasien tentang pencegahan pasien di UPTD puskesmas

Molompar.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Lokasi Penelitian

Dapat memberikan masukan dan saran bagi petugas puskesmas untuk

memberikan penyuluhan kesehatan tentang pengobatan hipertensi kepada

masyarakat.

4
2. Bagi Institut Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bagi mahasiswa keperawatan

bagaimana. Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan klien tentang

pengobatan hipertensi.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat membantu dan mempermudah peneliti selanjutnya dalam melakukan

penelitian yang berkaitan dengan pengaruh pendidikan kesehatan terhadap

pengetahuan klien tentang pengobatan hipertensi.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi

1. Defenisi

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan

tekanan darah di atas normal (morbiditas) dan angka kematian mortalitas.

Tekanan darah 140/90 mmHg didasarkan pada dua fase dalam setiap denyut

jantung yaitu fase sistolik 140 menunjukkan fase darah yang sedang dipompa oleh

jantung dan fase diastolik 90 menunjukkan fase darah yang kembali ke jantung

(Endang Triyatno, 2014).

Hipertensi merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari seluruh lapisan

masyarakat karena dapat menimbulkan dampak jangka pendek maupun jangka

panjang (Ismarina dkk, 2015).

2. Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan JNC VII, tekanan darah untuk pasien umur >18 tahun berdasarkan

rata-rata pengukuran dua tekanan darah pada dua atau lebih kunjungan klinis.

Klasifikasi tekanan darah dibagi menjadi 4 kategori dengan nilai normal tekanan

sistolik < 120 mmHg < 80 mmHg untuk tekanan darah diastolic.

Table 1.1 Klasifikasi hipertensi

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolic (mmHg)


Normal < 120 < 80
Pre hipertensi 120-139 80-90

Hipertensi
Stage 1 140-159 90-99

6
Stage 2 >160 >100

3. Etiologi

Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan (Ardiansyah M,

2012) :

a. Hipertensi Primer (esensial)

Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau hipertensi yang 90%

tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga berkaitan

dengan berkembangnya hipertensi esensial diantaranya yaitu genetik, jenis

kelamin dan usia, Diet konsumsi tinggi garam atau kandungan lemak,

berat badan dan obesitas, gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol.

b. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang diketahui penyebabnya.

Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa penyakit, yaitu :

1) Coarctationaorta, yaitu penyempitan aorta congenital yang mungkin

terjadi beberapa tingkat pada aorta abdominal.

2) Penyakit parenkim dan vaksular ginjal. Penyakit ini merupakan

penyakit utama penyebab hipertensi sekunder.

3) Satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung membawa darah ke

ginjal. Sekitar 90% lesi arteri renal pada pasien dengan hipertensi

disebabkan oleh aterosklerosis atau fibrous dyplasia (pertumbuhan

abnormal jaringan fibrous).

4) Penggunaan kontrasepsi hormonal (esterogen)

7
5) Gangguan endokrin

6) Kegemukan (obesitas) dan malas berolahraga

7) Stress

8) Kehamilan

9) Luka Bakar

10) Peningkatan tekanan vaskuler

11) Merokok

4. Patofisiologi

Hipertensi terjadi akibat peningkatan volume sekuncup atau total

peripheral resitansi yang tidak terkompensasi. Tubuh memiliki kemampuan untuk

mencegah perubahan tekanan darah secara akut dan mempertahankan kestabilan

tekanan darah jangkapanjang yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi. System

pengendalian tekanan darah sangat kompleks (Nuraini, 2015).

5. Terapi

Upaya pencegahan dan penanganan penyakit hipertensi dapat dilakukan

dengan terapi farmakologi dan nofarmakologi.

a. Terapi farmakologi

Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013) merupakan

penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :

8
1) Diuretik (Hidroklorotiazid)

Diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan berlebih dalam

tubuh sehingga daya pompa jantung menjadi lebih ringan.

2) Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin, dan Reserpin)

Obat-obatan jenis penghambat simpatetik berfungsi untuk

menghambat aktifitas saraf simpatis.

3) Betabloker (Metoprolol, Propanolol, Atenolol)

Fungsi dari obat jenis betabloker adalah untuk menurunkan daya

pompa jantung, dengan kontraindikasi pada penderita yang mengalami

gangguan pernafasan seperti asma bronkial.

4) Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)

Vasodilator bekerja secara langsung pada pembuluh darah dengan

relaksasi otot polos pembuluh darah.

5) Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor (Captopril)

Fungsi utama adalah untuk menghambat pembentukan zat angiotensin

II dengan efek samping penderita hipertensi akan mengalami batuk

kering, pusing, sakit kepala dan lemas.

6) Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)

Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika obat-obatan jenis

penghambat reseptor angiotensin II diberikan karena akan

menghalangi penempelan zat angiotensin II pada reseptor.

7) Antagonis Kalsium (Diltiasem dan Verapamil)

Kontraksi jantung (kontraktilitas) akan terhambat.

9
B. Pengetahuan

1. Defenisi

Pengetahuan merupakan hal yang diketahui oleh responden terkait sehat dan

sakit atau kesehatan (Notoatmojo, 2014).

2. Pengukuran pengetahuan

Pengetahuan dapat diukur berdasarkan jenis penelitian kualitatif atau kuantitatif

(Notoamojo, 2014):

a) Penelitian kualitatif

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab bagaimana atau mengapa suatu

fenomena itu dapat terjadi. metode pengukuran dengan cara:

a. Wawancara mendalam

Dilakukan dengan cara penelitian mengajukan suatu pertanyaan sebagai

pembuka yang akan mendorong responden untuk memeberikan jawaban sebanya-

banyaknya. Dari jawaban yang diberikan responden tersebut, diharapkan peneliti

dapat memperoleh informasi dengan jelas.

b. Diskusi kelompok terfokus (DKT)

Peneliti mendapat informasi dari beberapa respondent sekaligus dalam

kelompok dimana peneliti memberikan pertanyaan yang sama dan memperoleh

jawaban yang berbeda dari setiap responden dalam kelompok. Peserta dalam

diskusi kelompok terfokus berjumlah 6-10 orang

10
a. angket atas self administered

Sama halnya dengan wawancara, angket dibagi menjadi angket terbuka dan

angket tertutup. Media yang digunakan seperti wawancra dan responden

menjawab melalui tulisan.

C. Kepatuhan

1. Definisi

Kepatuhan adalah sejauh mana kesesuaian perilaku pasien dengan ketentuan

yang diberikan oleh tenaga professional (Widyastuti, 2016).

Kepatuhan merupakan bentuk perilaku yang muncul akibat adanya interaksi

antra tenaga kesehatn dengan pasien sehinga pasien mengetahui rencana beserta

konsekuensinya dan menyetujui rancana tersebut serta melaksanakannya

(Maryanti, 2017).

2. Penyebab ketidak patuhan

Factor penyebab ketidakpatuhan terhadap pengobatan menurut Padila (2012),

pasien tidak mengerti tentang pentingnya mengikuti aturan pongobatan yang

ditetapkan:

a) Kurang pahamnya pasien terhadap tujuan pengobatan. Hal ini menjadi alsan

utama untuk tidak patu karena pasien kurang mengerti tentang manfaat tentang

teapi obat beserta akibat yang mungkin dapat terjadi apabila obat tidak di

gunakan sesuai instruksi.

b) Mahalnya harga obat, obat dengan harga yang mahal membuat pasien merasa

enggan untuk mematuhi instruksi penggunaan obat,

11
c) Pasien memperoleh obat dari luar rumah sakit.

3. Faktor kepatuhan

Faktor yang mendukung kepatuhan menurut Faktul (2009):

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha, kegiatan manusia untuk meningkatakan

kepribadian atas proses perubahan perilaku menuju kedewasaan dan

penyempurnaan kehidupan manusia dengan jalan membina dan mengembangkan

potensi kepribadiaanya yang berupa rohani (cipta, rasa dan karsa) dan jasmani.

2) Akomodasi

Merupakan usaha yang di lakukan untuk memahami kepribadian pasien yang

mempengaruhi kepatuhan. Pasien yang mandiri harus di libatkan secara aktif

dalam pengobatan.

3) Modifikasi faktor lingkungan dan social

Membangun dukungan social dari keluarga dan teman sangat penting, karena

kolompok pendukung ini dapat membantu memahami kepatuhan dalam

pengobatan.

4) Perubahan model terapi

Program pengobatan harus di buat sesederhana mungki dan pasien terlibat aktif

dalam pengobatan tersebut.

5) Meningkatkan interaksi professional kesehatan dan pasien.

6) Memberikan umpan balik kepada pasien setelah mendapatkan diagnosis

12
4. Kepatuhan minum obat

Kepatuhan minum obat menurut (Maryanti, 2017) meliputi:

a) Tepat dosis

Pemberian obat dengan dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat dengan

rentang terapi yang sempit akan beresiko menimbulkan efek samping. Sebaliknya

jika obat diberikan dalam dosis yang kecil, maka tidak akan mencapi kadar terapi

yang diharapkan.

b) Cara pemberian obat

Dalam hal ini memerlukan pertimbangan farmakokinetik yaitu rute dengan cara

pemberian, besar dosis, frekuensi pemberian, sampai pada pemelihan cara

pengunaan yang paling muda diikuti pasien, aman dan efektif.

c) Waktu pemberian obat

Semakin sering frekuensi pemberian obat perhari maka akan semakin rendah

kepatuhan minum obat.

d) Periode minum obat

Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya.

1. Kuesioner Hill Bone

Hill Bone merupakan kuesioner yang banyak digunakan dalam mengukur

kepatuhan pasien dalam minum obat (Shima, 2015). Kuesioner hill bone sudah

banyak diterjemahkan dalam Bahasa Jerman, Bahasa Malaysia, Bahasa Turki dan

Bahasa Persia (Fauzia, 2019). Kuesioner Hill Bone dapat digunakan untuk menilai

perilaku pasien dalam pengobatan hipertensi, yaitu: perilaku mengurangi

13
komsumsi garam sebanyak 3 item pertanyaan, perilaku minum obat terdiri dari 9

item pertanyaan dan 2 pertanyaan terkait perilaku untuk berobat ulang yang dinilai

dengan skala likert (Kim, Hill, Bone, dan Levine 2000; Yogisutanti,

2018).terdapat 11 butir pertanyaan dengan format respon empat point: (4) selalu.

(3) sering, (2) kadang-kadang dan (1) tidak pernah. Jumlah skoring kepatuhan

minimum 8 hingga 32 maksimun (Fauzia, 2019).

2. Kuesioner Hypertension Knowledge-Level Scale (HK-LS)

Kuesioner HK-LS digunakan untuk menilai pengetahuan pasien hipertensi

mengenai: defenisi hipertensi terapi pengobatan, gaya hidup, komplikasi, diet dan

kepatuhan menggunakan obat. Terdapat 22 pertanyaan setiap item pertanyaan

memiliki jawaban benar atau salah. Jawaban benar bernilai 1 dan jawaban salah

bernilai 0. Jika nilai responden 18 – 22 point maka dikatakan pasien memiliki

tingkat pengetahuan tinggi.sedangkan responden memiliki tingkat pengetahuan

rendah bila jawaban <17 point (Mazur, 2016).

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI

OPERASIONAL

D. Kerangka Konsep

14
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian merupakan penelitian

15
B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan dilaksanakan pada bulan

16

Anda mungkin juga menyukai