PENDAHULUAN
Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan atau masalah besar di
Indonesia. Hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan
kesehatan primer kesehatan. Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan
prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 26,5%, sesuai dengan data Riskesdas 2013. Di
1
samping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun obat-obatan yang
efektif banyak tersedia (Kemenkes, 2014).
Keberhasilan dalam pengobatan pada pasien hipertensi dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satu di antaranya adalah kepatuhan dalam mengonsumsi
obat, sehingga pasien hipertensi dapat mengendalikan tekanan darah dalam
batas normal. Tetapi 50% dari pasien hipertensi tidak mematuhi anjuran petugas
kesehatan untuk mengonsumsi obat, yang menyebabkan banyak pasien hipertensi
yang tidak dapat mengendalikan tekanan darah dan berujung pada kematian pasien
(Morisky & Munter, 2009).
2
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah gambaran kepatuhan minum obat pasien rawat jalan
penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kanatang periode
16 Januari 2017 – 4 Februari 2017?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui gambaran kepatuhan minum obat pasien rawat jalan
penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kanatang periode
16 Januari 2017 – 4 Februari 2017
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Pemerintah
Membantu Pemerintah Kabupaten Sumba Timur dalam
mengembangkan dan meningkatkan kualitas program kesehatan
dalam bidang penyembuhan penyakit dan pelayanan kesehatan
(pengobatan) sehingga dapat mencegah berkembangnya penyakit
kearah komplikasi dan menurunkan angka kematian yang
disebabkan oleh hipertensi.
1.4.2 Bagi Puskesmas Kanatang
Membantu tim kerja Puskesmas Kanatang dalam mengembangkan
dan meningkatkan program puskesmas dalam bidang
penyembuhan penyakit dan pelayanan kesehatan (pengobatan)
khususnya mencegah berkembangnya penyakit kearah komplikasi
dan menurunkan angka kematian yang disebabkan oleh hipertensi.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Memberikan pengetahuan tentang pentingnya mengkonsumsi obat
dalam upaya menurunkan angka kejadian komplikasi dan angka
kematian akibat hipertensi.
1.4.4 Pengembangan Keilmuan
1. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai
gambaran tingkat kepatuhan minum obat pasien rawat jalan
penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kanatang.
2. Digunakan sebagai dasar penelitian lanjut bagi pengembangan
ilmu kedokteran dan kesehatan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Pengertian
4
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat :
4) Komunikasi Terapeutik
Kualitas instruksi antara pasien dengan tenaga kesehatan menentukan
tingkat kepatuhan seseorang, karena dengan kualitas interaksi yang tinggi, maka
seseorang akan puas dan akhirnya meningkatkan kepatuhannya terhadap anjuran
kesehatan dalam hal perawatan hipertensi, sehingga dapat dikatakan salah satu
penentu penting dari kepatuhan adalah cara komunikasi tentang bagaimana anjuran
diberikan (Purwanto, 2006).
5) Psikososial
Variabel ini meliputi sikap pasien terhadap tenaga kesehatan serta
5
menerima terhadap penyakitnya. Sikap seseorang terhadap perilaku kepatuhan
menentukan tingkat kepatuhan. Kepatuhan seseorang merupakan hasil dari proses
pengambilan keputusan orang tersebut, dan akan berpengaruh pada persepsi dan
keyakinan orang tentang kesehatan. Selain itu keyakinan serta budaya juga ikut
menentukan perilaku kepatuhan. Nilai seseorang mempunyai keyakinan bahwa
anjuran kesehatan itu dianggap benar maka kepatuhan akan semakin baik
(Sutanto, 2010).
6) Dukungan Keluarga
1) Pemberian obat dalam waktu yang panjang. Informan tidak patuh minum
obat karena lupa, lebih memilih meninggalkan makanan yang dapat
memicu hipertensi sehingga tidak perlu minum obat kalau tekanan darah
sudah dalam batas normal.
2) Persepsi terhadap obat. Persepsi informan terhadap obat bahwa minum
obat hipertensi dihentikan setelah tekanan darah sudah dalam batas
normal karena mereka berpendapat hipertensi itu dikarenakan stres, obat
adalah racun, serta efek panjang dalam minum obat yang dapat
menimbulkan penyakit lain.
3) Persepsi terhadap penyakit. Informan tidak patuh karena gejala dari
hipertensi sudah hilang seperti kaku di tengkuk dan pusing sehingga
menghentikan minum obat hipertensi.
6
1. Pemahaman tentang instruksi.
Sebagian besar pasien tidak memahami instruksi yang diberikan oleh karena
kegagalan professional kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap,
penggunaan istilah-istilah medis dan banyaknya instruksi yang harus diingat oleh
pasien.
2. Kualitas interaksi.
Kualitas interaksi antara professional kesehatan dan pasien merupakan
bagian penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Keterampilan interpersonal
yang mempengaruhi kepatuhan terhadap pengobatan menunjukkan pentingnya
sensitifitas dokter terhadap komunikasi verbal dan nonverbal pasien serta empati
terhadap perasaan pasien yang kemudian akan menghasilkan suatu kepatuhan.
3. Isolasi sosial dan keluarga
Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan
keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menentukan tentang program
pengobatan yang dapat mereka terima. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat
keputusan mengenai perawatan dari anggota keluarga yang sakit.
4. Keyakinan, sikap dan kepribadian
Ciri-ciri kepribadian seperti mengalami depresi, ansietas, memiliki kekuatan ego
yang lemah dan memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri menyebabkan seseorang
cenderung tidak patuh (drop out) dari program pengobatannya
7
terhadap perilaku baru tersebut.
3. Faktor kognitif diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan. Penderita perlu
mengembangkan perasaan mampu, bisa mengontrol diri dan percaya kepada diri
sendiri agar tidak menimbulkan pernyataan negatif dari dalam dirinya yang dapat
merusak program pengobatannya.
4. Dukungan sosial, baik dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga,
teman, waktu, dan uang merupakan faktor penting dalam kepatuhan terhadap
program medis. Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi ansietas yang
disebabkan oleh penyakit, menghilangkan godaan pada ketidaktaatan serta
menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan.
5. Dukungan dari professional kesehatan merupakan faktor lain yang
mempengaruhi perilaku kepatuhan. Dukungan tersebut mempengaruhi perilaku
penderita dengan cara menyampaikan antusias mereka terhadap suatu tindakan
tertentu dari penderita dan terus-menerus memberukan penghargaan kepada
penderita yang mampu beradaptasi dengan program pengobatannya.
8
untuk meningkatkan kepatuhan minum obat.
2. Hipertensi
a. Pengertian
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan
darahyang sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah
9
0
terjadinyakelainan organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg,
dikategorikan sebagai hipertensi emergensi atau hipertensi urgensi. Padahipertensi
emergensi tekanan darah meningkat ekstrim disertaidengan kerusakanorgan target
akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harusditurunkan segera
(dalam hitungan menit – jam) untuk mencegah kerusakan organtarget lebih lanjut
(Muchid, 2006:6)
c. Jenis Hipertensi
d. Patofisiologi Hipertensi
10
1
1. Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terkena tekanan darah.
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran
darah ke daerah-daerah yang dipendarahinya berkurang. Arteri-arteri otak
yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma (suatu dilatasi dinding arteri, akibat
kongenital atau perkembangan yang lemah pada dinding pembuluh).
2. Dapat terjadi infrak miokardium apabila arteri koroner yang aterosklerotik
tidak menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut.
3. Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
11
2
12
3
BAB III
METODE PENELITIAN
1.
2.
3.
3.1 Jenis Penelitian
13
4
1.
2.
3.
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6 Teknik Pengambilan Data
14
5
1.
2.
3.
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7 Analisis Data Penelitian
Tingkat kepatuhan minum obat antihipertensi dinilai melalui kuesioner yang diisi
oleh responden, dimana kuesioner tersebut berisi pertanyaan dari Morisky Modifikasi Scale
(MMS). Untuk mengetahui gambaran karakteristik responden pada kuesioner juga terdapat
identitas pasien berupa umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, lama didiagnosis penyakit
hipertensi, dan lama mengkonsumsi obat antihipertensi. Teknik analisis data menggunakan
teknik analisis univariat.
Penilaian skor kepatuhan dari kuesioner Morisky Modifikasi Scale (MMS) didapat
dari jumlah seluruh skor pasien dari pertanyaan nomor 1-8 dengan range skor 0-8.
Tabel 2. Skoring kuesioner tingkat kepatuhan
15
6
16
7
1.
2.
3.
4.
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di wilayah kerja Puskesmas Kanatang yang terletak di
Kecamatan Kanatang, Kabupaten Sumba Timur. Puskesmas Kanatang memiliki luas
wilayah kerja 284 Km2 yang terbagi atas 5 kelurahan wilayah kerja yaitu Kelurahan
Ndapayami, Kelurahan Temu, Kelurahan Kuta, Kelurahan Hamba Praing, dan
Kelurahan Mondu. Berdasarkan Profil Kesehatan Puskesmas Kanatang tahun 2016,
jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kanatang sebanyak 9972 jiwa. Pelayanan
yang terkait dengan hipertensi di Puskesmas Kanatang yaitu Prolanis (Program
Pengelolaan Penyakit Kronis) yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali pada minggu
ke-1. Prolanis diperuntukan pada pasien yang menderita penyakit kronis (termasuk
hipertensi). Pelaksanaan prolanis berupa pengukuran tekanan darah, pemeriksaan gula
darah, senam, penyuluhan dan pemberian obat (Puskesmas Kanatang, 2016).
Tabel 4. Karakteristik pasien rawat jalan penderita hipertensi berdasarkan usia dan
jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas Kanatang periode 16 Januari 2017
– 4 Februari 2017
Kategori Umur Laki-laki Perempuan Frekuensi Persentase (%)
(tahun) (n=44) 100
46-55 3 4 7 15,90
56-65 14 13 27 61,36
66-75 3 7 10 22,72
17
8
Jumlah 20 24 44 100
Dari tabel 4 dapat dilihat karakteristik pasien menurut usia pasien dapat dibagi
menjadi 3 kategori yaitu 46-55 tahun, 56-65 tahun, dan 66-75 tahun. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi tertinggi terjadi pada kategori usia 56-65 tahun
(61,36%) sedangkan prevalensi hipertensi pada kategori usia 46-55 tahun dan usia 66-75
tahun masing-masing adalah 15,90%, dan 22,72%. Berdasarkan tabel 4 juga dapat diketahui
bahwa pasien hipertensi perempuan (54,54%) lebih banyak daripada pasien hipertensi laki-
laki (45,45%). Hal ini dikarenakan perempuan mengalami menopause dimana terjadi
perubahan hormonal yaitu penurunan perbandingan estrogen dan androgen yang
menyebabkan peningkatan pelepasan renin, sehingga dapat memicu peningkatan tekanan
darah (Coylewright et al., 2008). Kondisi tubuh yang semakin tua juga dapat memicu
serangan hipertensi, semakin tua usia maka pembuluh darah akan berkurang elastisitasnya
sehingga pembuluh darah cenderung menyempit akibatnya tekanan darah akan meningkat
(Khomsan A, 2005).
18
9
Pada tabel 5 memberikan gambaran tentang kepatuhan minum obat antihipertensi pasien
penderita hipertensi rawat jalan di wilayah kerja Puskesmas Kanatang periode 16 Januari 2017 –
4 Februari 2017 berdasarkan penilaian Morisky Modifikasi Scale (MMS). Ketidakpatuhan pasien
yang disebabkan oleh ketidaksengajaan lupa minum obat mencatatkan persentase tertinggi
(68,18%). Alasan ketidakpatuhan pasien berhenti meminum obat karena merasa keadaan
membaik menempati peringkat kedua (65,90%). Sedangkan peringkat ketiga alasan
ketidakpatuhan pasien adalah lupa minum obat saat perjalanan atau meninggalkan di rumah
(54,54%). Disusul oleh pasien yang sengaja mengurangi atau menghentikan penggunaan obat
tanpa memberi tahu dokter karena merasa kondisi tubuh menjadi lebih buruk atau tidak nyaman
(50%), dan merasa tidak nyaman meminum obat setiap hari (45,45%).
19
0
Berdasarkan penilaian Morisky Scale pada tabel 6, pasien yang sekali-sekali dan terkadang
lupa minum semua obat mencatatkan persentase terbesar yaitu 50% dan 31,81%.
Hasil dari pengukuran dalam penelitian ini, tingkat kepatuhan pasien ditunjukkan dari
skor kepatuhan yang diperoleh dari jawaban kuesioner pada 44 pasien hipertensi rawat jalan di
wilayah kerja Puskesmas Kanatang pada periode 16 Januari 2017 – 4 Februari 2017. Persentase
pasien yang masuk dalam tingkat kepatuhan kategori rendah menyumbangkan angka paling
tinggi (68,18%) dibandingkan dengan kategori sedang (20,45%) dan kategori tinggi (11,36%).
Penelitian ini kepatuhan diukur menggunakan kuesioner MMS-8. Metode ini dipilih
karena mudah, praktis dan efektif, dan sangat sesuai jika digunakan pada pasien rawat jalan di
pelayanan kesehatan. Skala MMS-8 menunjukkan kepatuhan pasien terhadap terapi. Skala kecil
(0) mengindikasi bahwa pasien patuh terhadap terapinya, skala 1 dan 2 menunjukkan tingkat
kepatuhan sedang, kemudian skala >2 mengidentifikasikan pasien tidak patuh terhadap terapi.
20
1
Pada tabel 8 ditunjukkan bahwa pada pasien yang lama mengkonsumsi obat
antihipertensi <3 tahun memiliki tingkat kepatuhan kategori rendah yang paling tinggi
persentasenya (85,6%) dibandingkan dengan pasien yang lama mengkonsumsi obat
antihipertensi 3-5 tahun (66,6%) dan >5 tahun (33,33%).
Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa pasien dengan pendidikan kuliah memiliki tingkat
kepatuhan kategori tinggi yang paling tinggi persentasenya (50%) dibanding pasien dengan
pendidikan yang lain dan memilki tingkat kepatuhan kategori rendah yang paling rendah
persentasenya (50%) dibandingkan pasien dengan pendidikan yang lain.
Dari penelitian ini diketahui mayoritas pasien hipertensi rawat jalan di wilayah kerja
Puskesmas Kanatang memiliki tingkat kepatuhan penggunaan obat antihipertensi yang rendah
yaitu 30 pasien (68,18%). Kepatuhan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti lupa minum obat,
perasaan (rasa takut efek samping obat) dan kondisi frekuensi (semakin tinggi frekuensi semakin
tinggi kepatuhan). Kelemahan dari penelitian ini adalah pengukuran juga tidak dapat
memastikan apakah pasien menjawab dengan jujur atau berbohong, lupa atau tidak. Pasien bisa
saja menjawab dengan jawaban yang menggambarkan bahwa mareka merupakan pasien yang
patuh terhadap terapinya.
21
2
BAB V
5.1 Kesimpulan
Tingkat kepatuhan minum obat pasien rawat jalan penderita hipertensi di wilayah
kerja Puskesmas Kanatang periode 16 Januari 2017 – 4 Februari 2017 masih
rendah. Kepatuhan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti lupa minum obat,
perasaan (rasa takut efek samping obat), berhenti meminum obat karena merasa
keadaan membaik, lupa minum obat saat perjalanan atau meninggalkan di rumah,
mengurangi atau menghentikan penggunaan obat tanpa memberi tahu dokter
karena merasa kondisi tubuh menjadi lebih buruk atau tidak nyaman, dan adanya
rasa tidak nyaman meminum obat setiap hari.
Penelitian ini menunjukkan gambaran bahwa pasien dengan pendidikan kuliah
memiliki tingkat kepatuhan minum obat yang lebih tinggi dibanding pasien
dengan pendidikan SD, SMP, dan SMA.
Penelitian ini menunjukkan gambaran bahwa pasien dengan lama mengkonsumsi
obat antihipertensi <3 tahun (lebih singkat) memiliki tingkat kepatuhan minum
obat yang lebih rendah dibanding pasien dengan lama mengkonsumsi obat
antihipertensi 3-5 tahun dan >5 tahun (lebih lama).
5.2 Saran
Perlu adanya penyuluhan oleh tenaga kesehatan tentang kepatuhan minum obat pada
pasien hipertensi dengan metode yang lebih sederhana, kreatif, dan mudah
dimengerti serta adanya sesi tanya jawab untuk meningkatkan keberhasilan terapi.
Diharapkan dengan adanya penyuluhan dengan metode dua arah dapat mengetahui
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan minum obat pada pasien dan
mencari metode penyelesaian untuk meminimalkan faktor tersebut.
Perlu adanya dukungan keluarga terhadap kepatuhan terapi pada pasien.
22
3
DAFTAR PUSTAKA
Anhony J, Frank P, Kravitz RL. Associations between pain control self-efficacy, self-
efficacy for communicating with physicians, and subsequent pain severity
among cancer patients, Patient Educ Couns. 2011;85(2):275– 80.
Cameron KA, Ross L, Clayman ML, Bergeron AR, Federman AD, Bailey SC, et al.
Measuring patients self-efficacy In understanding and using prescription
medication. Patient Educ Couns. 2010; 80(10):372–6
Depkes RI, 2006, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi, Direktorat Bina
Farmasi Komunitas Dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat
Kesehatan, Jakarta.
Kosasih dan Hassan, I., (2013), Patofisiologi Klinik, Jakarta: Binarupa Aksara Publisher.
Lailatushifah, S. (2012). Kepatuhan pasien yang menderita penyakit kronis dalam mengonsumsi
obat harian. Dipetik 6 November 2012:
fpsi.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/.../NoorKepatuhan...pdf
23
4
‘Morisky, D. & Munter, P. (2009). New medication adherence scale versus pharmacy fill
rates in senior with hipertention. American Jurnal Of Managed Care, 15(1):
59-66
Niven, N. (2012). Psikologi Kesehatan - Pengantar untuk Perawat dan Profesional Kesehatan
Lain (2 ed.). Jakarta: EGC.
Suparto, 2010, Faktor Risiko yang Paling Berperan terhadap Hipertensi pada
Masyarakat di Kecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar Tahun
2010,Tesis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Sutanto, 2010, Cekal (Cegah Dan Tangkal) Penyakit Modern, Yogyakarta, C.V Andi
Offset
Wahdah, Nurul 2011, Menaklukan hipertensi dan diabetes, Multi Solusindo, Yogyakarta
Yasin Dudella (2012), Analisis faktorfaktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum
obat pada pasien hipertensi di poliklinik jantung Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Saiful Anwar Malang, Surabaya
24
5
25