Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)
dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung
koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat
pengobatan yang memadai. Hipertensi berdasarkan ada-tidaknya penyebab di bagi
menjadi 2 yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer adalah
hipertensi yang penyebabnya tidak di ketahui (idiopatik). Faktor resiko penyebab
hipertensi primer antara lain adalah kurangnya aktivitas fisik, dan pola makan yang
tidak sehat. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang di ketahui penyebabnya atau
terjadi karena adanya penyakit penyerta, misalnya penyakit ginjal, kelainan hormon
(penyakit endokrin), dan penyakit jantung.
World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2012 sedikitnya
sejumlah 839 juta kasus hipertensi, dan diperkirakan menjadi 1,15 milyar pada
tahun 2025 atau sekitar 29% dari total penduduk dunia, dimana penderitanya lebih
banyak pada wanita 30% di banding pria 29%. Sekitar 80% kenaikan kasus
hipertensi terjadi terutama di negara-negara berkembang.
Menurut American Heart Association (AHA), penduduk Amerika yang
berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta
jiwa, namun hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi
merupakan silent killer dimana gejala dapat bervariasi pada masing-masing individu
dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya. Gejala-gejalanya itu adalah sakit
kepala/rasa berat di tengkuk, mumet (vertigo), jantung berdebar-debar, mudah lelah,
penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus), dan mimisan.

Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan atau masalah besar di
Indonesia. Hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan
kesehatan primer kesehatan. Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan
prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 26,5%, sesuai dengan data Riskesdas 2013. Di

1
samping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun obat-obatan yang
efektif banyak tersedia (Kemenkes, 2014).
Keberhasilan dalam pengobatan pada pasien hipertensi dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satu di antaranya adalah kepatuhan dalam mengonsumsi
obat, sehingga pasien hipertensi dapat mengendalikan tekanan darah dalam
batas normal. Tetapi 50% dari pasien hipertensi tidak mematuhi anjuran petugas
kesehatan untuk mengonsumsi obat, yang menyebabkan banyak pasien hipertensi
yang tidak dapat mengendalikan tekanan darah dan berujung pada kematian pasien
(Morisky & Munter, 2009).

Terkait proses pengobatan banyak masalah yang terjadi, khususnya pada


penyakit kronis seperti masalah fisiologis yaitu pemakaian obat jangka panjang
dapat menyebabkan terjadinya efek samping berupa kerusakan- kerusakan organ
seperti pada hati, ginjal maupun organ lain. Selanjutnya masalah psikologis yaitu
pemakaian obat jangka panjang membuat pasien penyakit kronis mengalami rasa
tertekan. Hal ini dikarenakan pasien diwajibkan untuk mengonsumsi obat setiap hari
dan adanya efek samping yang ditimbulkan obat yang dikonsumsi. Selain itu,
masalah lingkungan keluarga ataupun masyarakat, yaitu seringkali keluarga atau
masyarakat yang cenderung tidak mampu menerima keadaan pasien saat didiagnosis
mengalami penyakit kronis. Masalah-masalah yang telah diuraikan di atas
merupakan penyebab pasien penyakit kronis cenderung banyak yang tidak mematuhi
proses pengobatan sesuai yang dianjurkan dan diberikan oleh tim medis, yang pada
akhirnya memutuskan untuk berhenti mengonsumsi obat (Lailatusifah, 2012).
Ada dua terapi yang dilakukan untuk mengobati hipertensi yaitu terapi
farmakologis dan terapi non farmakologis. Terapi farmakologis yaitu dengan
menggunakan obat-obatan antihipertensi yang terbukti dapat menurunkan tekanan
darah, sedangkan terapi non farmakologis atau disebut juga dengan modifikasi gaya
hidup yang meliputi berhenti merokok, mengurangi kelebihan berat badan,
menghindari alkohol, modifikasi diet serta yang mencakup psikis antara lain
mengurangi stress, olah raga, dan istirahat (Kosasih dan Hassan, 2013).
Dari penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang “
GAMBARAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN RAWAT JALAN
PENDERITA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KANATANG
PERIODE 16 JANUARI 2017 – 4 FEBRUARI 2017”

2
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah gambaran kepatuhan minum obat pasien rawat jalan
penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kanatang periode
16 Januari 2017 – 4 Februari 2017?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui gambaran kepatuhan minum obat pasien rawat jalan
penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kanatang periode
16 Januari 2017 – 4 Februari 2017
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Pemerintah
Membantu Pemerintah Kabupaten Sumba Timur dalam
mengembangkan dan meningkatkan kualitas program kesehatan
dalam bidang penyembuhan penyakit dan pelayanan kesehatan
(pengobatan) sehingga dapat mencegah berkembangnya penyakit
kearah komplikasi dan menurunkan angka kematian yang
disebabkan oleh hipertensi.
1.4.2 Bagi Puskesmas Kanatang
Membantu tim kerja Puskesmas Kanatang dalam mengembangkan
dan meningkatkan program puskesmas dalam bidang
penyembuhan penyakit dan pelayanan kesehatan (pengobatan)
khususnya mencegah berkembangnya penyakit kearah komplikasi
dan menurunkan angka kematian yang disebabkan oleh hipertensi.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Memberikan pengetahuan tentang pentingnya mengkonsumsi obat
dalam upaya menurunkan angka kejadian komplikasi dan angka
kematian akibat hipertensi.
1.4.4 Pengembangan Keilmuan
1. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai
gambaran tingkat kepatuhan minum obat pasien rawat jalan
penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kanatang.
2. Digunakan sebagai dasar penelitian lanjut bagi pengembangan
ilmu kedokteran dan kesehatan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kepatuhan minum obat

a. Pengertian

Kepatuhan pasien dalam minum obat atau medication adherence


didefinisikan sebagai tingkat ketaatan pasien untuk mengikuti anjuran
pengobatan yang diberikan. Kepatuhan minum obat sangat penting terutama bagi
pasien penyakit kronis. Kepatuhan minum obat dapat dipengaruhi oleh faktor
demografi, faktor pasien, faktor terapi dan hubungan pasien dengan tenaga
kesehatan. Salah satu indikator dari kepatuhan pasien minum obat antihipertensi
adalah pengendalian tekanan darah (Anhony J, 2011).
Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan
dalam dan perilaku yang disarankan. Pengertian dari kepatuhan adalah menuruti
suatu perintah atau suatu aturan. Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam
melaksanakan perawatan, pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh
perawat, dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Kepatuhan (compliance atau
adherence) mengambarkan sejauh mana pasien berperilaku untuk melaksanakan
aturan dalam pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh tenaga kesehatan
(Sutanto, 2010).
1) Kepatuhan konsumsi obat antihipertensi
Penderita dengan obat antihipertensi kemungkinan besar akan terus
mengkonsumsi seumur hidup, karena penggunaan obat antihipertensi
dibutuhkan untuk mengendalikan tekanan darah sehingga komplikasi dapat
dikurangi dan dihindari. Penderita yang patuh berobat adalah yang
menyelesaikan pengobatan secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama
minimal 6 bulan sampai dengan 9 bulan (Depkes RI, 2006).
2) Kepatuhan Pemeriksaan Rutin
Pemeriksaan rutin merupakan suatu kegiatan penderita hipertensi
untuk melakukan perawatan, pengendalian dan pengobatan, dapat diamati
secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Pemeriksaan
rutin merupakan salah satu manajemen hipertensi yang perlu dilakukan
untuk pengelolaan hipertensi. Pemeriksaan rutin hipertensi sebaiknya
dilakukan minimal sebulan sekali, guna tetap menjaga atau mengontrol
tekanan darah agar tetap dalam keadaan normal (Purwanto, 2006)

4
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat :

Menurut Purwanto (2006) ada beberapa variabel yang mempengaruhi


tingkat kepatuhan seseorang yaitu demografi, penyakit, pengetahuan,
komunikasi terapeutik, psikososial, dukungan keluarga.
1) Demografi
Meliputi usia, jenis kelamin, suku bangsa, status sosio- ekonomi dan
pendidikan. Umur merupakan faktor yang penting dimana anak-anak terkadang
tingkat kepatuhannya jauh lebih tinggi daripada remaja. Tekanan darah pria
umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Faktor kognitif serta
pendidikan seseorang dapat juga meningkatkan kepatuhan. terhadap aturan
perawatan hipertensi (Purwanto, 2006).
2) Penyakit
Faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan adalah beratnya gejala
penyakit yang dialami pasien, tingkat ketidakmampuan pasien baik fisik,
psikologi, sosial ataupun vokasional, progresifitas dan keparahan penyakit, serta
ketersediaan terapi (Purwanto, 2006).
3) Pengetahuan
Pengetahuan pasien tentang kepatuhan pengobatan yang rendah yang dapat
menimbulkan kesadaran yang rendah akan berdampak dan berpengaruh pada pasien
dalam mengikuti tentang cara pengobatan, kedisiplinan pemeriksaan yang akibatnya
dapat terjadi komplikasi berlanjut (Purwanto, 2006).

4) Komunikasi Terapeutik
Kualitas instruksi antara pasien dengan tenaga kesehatan menentukan
tingkat kepatuhan seseorang, karena dengan kualitas interaksi yang tinggi, maka
seseorang akan puas dan akhirnya meningkatkan kepatuhannya terhadap anjuran
kesehatan dalam hal perawatan hipertensi, sehingga dapat dikatakan salah satu
penentu penting dari kepatuhan adalah cara komunikasi tentang bagaimana anjuran
diberikan (Purwanto, 2006).
5) Psikososial
Variabel ini meliputi sikap pasien terhadap tenaga kesehatan serta

5
menerima terhadap penyakitnya. Sikap seseorang terhadap perilaku kepatuhan
menentukan tingkat kepatuhan. Kepatuhan seseorang merupakan hasil dari proses
pengambilan keputusan orang tersebut, dan akan berpengaruh pada persepsi dan
keyakinan orang tentang kesehatan. Selain itu keyakinan serta budaya juga ikut
menentukan perilaku kepatuhan. Nilai seseorang mempunyai keyakinan bahwa
anjuran kesehatan itu dianggap benar maka kepatuhan akan semakin baik
(Sutanto, 2010).
6) Dukungan Keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam


menentukan keyakinan dan nilai kesehatan bagi individu serta memainkan peran
penting dalam program perawatan dan pengobatan. Pengaruh normatif pada
keluarga dapat memudahkan atau menghambat perilaku kepatuhan (Sutanto,
2010).

c. Faktor – faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan minum obat :

1) Pemberian obat dalam waktu yang panjang. Informan tidak patuh minum
obat karena lupa, lebih memilih meninggalkan makanan yang dapat
memicu hipertensi sehingga tidak perlu minum obat kalau tekanan darah
sudah dalam batas normal.
2) Persepsi terhadap obat. Persepsi informan terhadap obat bahwa minum
obat hipertensi dihentikan setelah tekanan darah sudah dalam batas
normal karena mereka berpendapat hipertensi itu dikarenakan stres, obat
adalah racun, serta efek panjang dalam minum obat yang dapat
menimbulkan penyakit lain.
3) Persepsi terhadap penyakit. Informan tidak patuh karena gejala dari
hipertensi sudah hilang seperti kaku di tengkuk dan pusing sehingga
menghentikan minum obat hipertensi.

Niven (2012) menggolongkan empat faktor yang mempengaruhi


ketidakpatuhan. Faktor-faktor tersebut antara lain:

6
1. Pemahaman tentang instruksi.

Sebagian besar pasien tidak memahami instruksi yang diberikan oleh karena
kegagalan professional kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap,
penggunaan istilah-istilah medis dan banyaknya instruksi yang harus diingat oleh
pasien.
2. Kualitas interaksi.
Kualitas interaksi antara professional kesehatan dan pasien merupakan
bagian penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Keterampilan interpersonal
yang mempengaruhi kepatuhan terhadap pengobatan menunjukkan pentingnya
sensitifitas dokter terhadap komunikasi verbal dan nonverbal pasien serta empati
terhadap perasaan pasien yang kemudian akan menghasilkan suatu kepatuhan.
3. Isolasi sosial dan keluarga
Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan
keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menentukan tentang program
pengobatan yang dapat mereka terima. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat
keputusan mengenai perawatan dari anggota keluarga yang sakit.
4. Keyakinan, sikap dan kepribadian
Ciri-ciri kepribadian seperti mengalami depresi, ansietas, memiliki kekuatan ego
yang lemah dan memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri menyebabkan seseorang
cenderung tidak patuh (drop out) dari program pengobatannya

d. Cara meningkatkan kepatuhan

Sejumlah strategi telah dikembangkan untuk mengurangi ketidakpatuhan minum


obat. Berikut adalah lima titik rencana yang telah diusulkan oleh Niven (2012):

1. Untuk menumbuhkan kepatuhan syaratnya adalah mengembangkan tujuan


kepatuhan tersebut. Seseorang akan dengan senang hati mengemukakan
tujuannya mengikuti anjuran minum obat jika ia memiliki keyakinan dan sikap
positif terhadap program pengobatan.
2. Perilaku sehat yang baru perlu dipertahankan. Sikap pengontrolan diri
membutuhkan pemantauan terhadap diri sendiri, evaluasi diri dan penghargaan

7
terhadap perilaku baru tersebut.
3. Faktor kognitif diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan. Penderita perlu
mengembangkan perasaan mampu, bisa mengontrol diri dan percaya kepada diri
sendiri agar tidak menimbulkan pernyataan negatif dari dalam dirinya yang dapat
merusak program pengobatannya.
4. Dukungan sosial, baik dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga,
teman, waktu, dan uang merupakan faktor penting dalam kepatuhan terhadap
program medis. Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi ansietas yang
disebabkan oleh penyakit, menghilangkan godaan pada ketidaktaatan serta
menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan.
5. Dukungan dari professional kesehatan merupakan faktor lain yang
mempengaruhi perilaku kepatuhan. Dukungan tersebut mempengaruhi perilaku
penderita dengan cara menyampaikan antusias mereka terhadap suatu tindakan
tertentu dari penderita dan terus-menerus memberukan penghargaan kepada
penderita yang mampu beradaptasi dengan program pengobatannya.

e. Cara mengatasi ketidakpatuhan

Lailatushifah (2012) memaparkan cara-cara untuk mengatasi masalah


ketidakpatuhan sebagai berikut:
1) Memberikan informasi mengenai manfaat dan pentingnya kepatuhan
untuk mencapai keberhasilan pengobatan.
2) Meningatkan baik melalui telepon atau alat komuniasi lainnya, bahwa
dalam melakukan segala sesuatu harus dilakukan dalam rangka mencapai
keberhasilan pengobatan
3) Menunjukkan kemasan obat yang sebenarnya atau bentuk obat aslinya.
4) Memberikan keyakinan mengenai efektivitas obat untuk penyembuhan.
5) Memberikan informasi mengenai resiko atau dampak dari ketidakpatuhan
minum obat.
6) Menggunakan alat bantu kepatuhan seperti multikompartemen atau
sejenisnya.
7) Perlu adanya dukungan dari pihak keluarga, teman dan kerabat terdekat

8
untuk meningkatkan kepatuhan minum obat.

2. Hipertensi

a. Pengertian

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah diatas 140/90 mmHg.


Diagnosis hipertensi ditegakkan jika tekanan darah meningkat diatas 140/90
mmHg pada setidaknya tiga kali pengukuran atau diatas 125/80 pada
pemantauan tekanan darah 24 jam. Keadaan ini dapat merusak pembuluh
darah dan organ serta meningkatkan mortalitas (O'Challaghan, 2009).
Tekanan darah yaitu jumlah gaya yang diberikan oleh darah di bagian
dalam arteri saat darah dipompa ke seluruh sistem peredaran darah. Tekanan
darah tidak pernah konstan, tekanan darah dapat berubah drastis dalam
hitungan detik, menyesuaikan diri dengan tuntutan pada saat itu (Herbert
Benson, dkk, 2012).
Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan tekanan darah tinggi adalah
penyakit kronik akibat desakan darah yang berlebihan dan hampir tidak
konstan pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika
memompa darah. Hipertensi berkaitan dengan meningkatnya tekanan pada
arterial sistemik, baik diastolik maupun sistolik, atau kedua-duanya secara
terus-menerus (Sutanto, 2010).
b. Klasifikasi Hipertensi

Tabel 1. Klasifikasi pengkuruan tekanan darah menurut JNC-VII 2003


Klasifikasi Tekanan Tekanan darah sistolik Tekanan darah
Darah (mmHg) diastolic (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-90
Hipertensi ≥140 90
Hipertensi Stage 1 140-159 90-99
Hipertensi Stage 2 ≥160 ≥100
Sumber : Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI 2013:2

Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan
darahyang sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah

9
0

terjadinyakelainan organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg,
dikategorikan sebagai hipertensi emergensi atau hipertensi urgensi. Padahipertensi
emergensi tekanan darah meningkat ekstrim disertaidengan kerusakanorgan target
akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harusditurunkan segera
(dalam hitungan menit – jam) untuk mencegah kerusakan organtarget lebih lanjut
(Muchid, 2006:6)

c. Jenis Hipertensi

Menurut Herbert Benson, dkk, berdasarkan etiologinya hipertensi dibedakan


menjadi dua, yaitu:
1) Hipertensi esensial (hipertensi primer atau idiopatik) adalah hipertensi
yang tidak jelas penyebabnya, hal ini ditandai dengan terjadinya
peningkatan kerja jantung akibat penyempitan pembuluh darah tepi.
Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kelompok ini.
Penyebabnya adalah multifaktor, terdiri dari faktor genetik, gaya hidup,
dan lingkungan.
2) Hipertensi sekunder, merupakan hipertensi yang disebabkan oleh
penyakit sistemik lain yaitu, seperti renal arteri stenosis,
hyperldosteronism, hyperthyroidism, pheochromocytoma, gangguan
hormon dan penyakit sistemik lainnya. Prevalensinya hanya sekitar 5-
10% dari seluruh penderita hipertensi (Herbert Benson, dkk, 2012).

d. Patofisiologi Hipertensi

Banyak faktor yang turut berinteraksi dalam menentukan tingginya natrium


tekanan darah. Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung dan tahanan perifer,
tekanan darah akan meninggi bila salah satu faktor yang menentukan tekanan darah
mengalami kenaikan, atau oleh kenaikan faktor tersebut (Kaplan N.M, 2010).
1. Curah jantung
Peningkatan curah jantung dapat terjadi melalui 2 cara yaitu peningkatan volume
cairan (preload) dan rangsangan syaraf yang mempengaruhi kontraktilitas jantung. Bila

10
1

curah jantung meningkat tiba-tiba, misalnya rangsangan syaraf adrenergik, barorefleks


akan menyebabkan penurunan resistensi vaskuler dan tekanan darah akan normal,
namun pada orang tertentu, kontrol tekanan darah melalui barorefleks tidak adekuat,
ataupun kecenderungan yang berlebihan akan terjadi vasokonstriksi perifer,
menyebabkan hipertensi yang temporer akan menjadi hipertensi dan sirkulasi
hiperkinetik. Pada hipertensi yang menetap, terjadi peningkatan resistensi perifer,
sedangkan curah jantung normal atau menurun (Kaplan N.M, 2010).
2. Resistensi perifer
Peningkatan resistensi perifer dapat disebabkan oleh hipertrofi dan konstriksi
fungsional dari pembuluh darah, berbagai faktor yang dapat menyebabkan mekanisme
ini yaitu adanya:

1) promote pressure growth seperti adanya katekolamin, resistensi


insulin, angiostensin, hormon natriuretik, hormon pertumbuhan, dll
2) faktor genetik adanya defek transport natrim dan Ca terhadap sel
membran.
3) faktor yang berasal dari endotel yang bersifat vasokonstriktor seperti
endotelium, tromboxe A2 dan prostaglandin H2 (Kaplan N.M,
2010).
e. Komplikasi Hipertensi

1. Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terkena tekanan darah.
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran
darah ke daerah-daerah yang dipendarahinya berkurang. Arteri-arteri otak
yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma (suatu dilatasi dinding arteri, akibat
kongenital atau perkembangan yang lemah pada dinding pembuluh).
2. Dapat terjadi infrak miokardium apabila arteri koroner yang aterosklerotik
tidak menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut.
3. Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi

11
2

pada kapiler-kapiler ginjal, glomelurus. Dengan rusaknya glomelurus,


darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu
dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya
membran glomelurus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan
osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema.
4. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi
maligna. Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang
interstisium di seluruh susunan saraf pusat (Elizabeth Corwin, 2010)

12
3

BAB III
METODE PENELITIAN

1.
2.
3.
3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan mengambil


data primer menggunakan kuesioner yang diberikan kepada pasien rawat jalan penderita
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kanatang periode 16 Januari 2017 – 4 Februari
2017 untuk mengetahui gambaran kepatuhan minum obat pasien rawat jalan penderita
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kanatang periode 16 Januari 2017 – 4 Februari
2017.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian


Waktu pengumpulan data periode 16 Januari 2017 – 4 Februari 2017. Lokasi
penelitian bertempat di Puskesmas Kanatang.

3.3 Populasi dan sampel


3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien rawat jalan di wilayah
kerja Puskesmas Kanatang periode 16 Januari 2017 – 4 Februari 2017
3.3.2 Sampel
Sampel yang digunakan adalah semua pasien rawat jalan penderita
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kanatang periode 16 Januari 2017 – 4
Februari 2017
3.3.2.1 Kriteria Inklusi
 Pasien dengan riwayat didiagnosis hipertensi
 Pasien dengan riwayat mengkonsumsi obat antihipertensi
 Pasien yang bersedia menjadi responden penelitian

13
4

 Responden ada ditempat saat pengambilan data

3.3.2.2 Kriteria Eksklusi


Pasien menolak menjadi responden penelitian

3.4 Bahan dan Alat Penelitian


Alat yang digunakan adalah lembar pengumpul data yang memuat identitas pasien,
lama didiagnosis penyakit hipertensi, lama mengkonsumsi obat antihipertensi, dan kuesioner
berisi pertanyaan dari Morisky Modifikasi Scale (MMS).
1.
Bahan penelitian yang digunakan adalah rekam medis pasien hipertensi serta
pencatatan data-data rekam medis yang meliputi: jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir,
dan tekanan darah saat pengambilan data.

3.5 Prosedur Penelitian


1. Pemilihan pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
2. Pengambilan data melalui pengisian kuesioner, baik dilakukan secara
mandiri oleh pasien maupun dengan metode terpimpin.
3. Pengumpulan dan pengolahan data
4. Melakukan penyajian data

1.
2.
3.
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6 Teknik Pengambilan Data

14
5

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah


dilakukan uji validasi. Peneliti melakukan wawancara langsung terhadap subjek
penelitian berdasarkan pertanyaan pada setiap variable

1.
2.
3.
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7 Analisis Data Penelitian
Tingkat kepatuhan minum obat antihipertensi dinilai melalui kuesioner yang diisi
oleh responden, dimana kuesioner tersebut berisi pertanyaan dari Morisky Modifikasi Scale
(MMS). Untuk mengetahui gambaran karakteristik responden pada kuesioner juga terdapat
identitas pasien berupa umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, lama didiagnosis penyakit
hipertensi, dan lama mengkonsumsi obat antihipertensi. Teknik analisis data menggunakan
teknik analisis univariat.
Penilaian skor kepatuhan dari kuesioner Morisky Modifikasi Scale (MMS) didapat
dari jumlah seluruh skor pasien dari pertanyaan nomor 1-8 dengan range skor 0-8.
Tabel 2. Skoring kuesioner tingkat kepatuhan

15
6

Tabel 3. Klasifikasi tingkat kepatuhan penggunaan obat

3.8 Etika Penelitian


Isu etika yang terdapat pada penelitian ini adalah inform consent pasien untuk
mengisi kuisioner. Hal-hal yang dilakukan oleh peneliti untuk menanggulangi masalah
tersebut adalah :
1. Peneliti memberikan penjelasan mengenai tujuan serta prosedur penelitian kepada
pasien.
2. Informasi yang didapat dari kuisioner pasien untuk memenuhi kebutuhan
penelitian akan dijaga kerahasiannya.
BAB IV

16
7

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.
2.
3.
4.
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di wilayah kerja Puskesmas Kanatang yang terletak di
Kecamatan Kanatang, Kabupaten Sumba Timur. Puskesmas Kanatang memiliki luas
wilayah kerja 284 Km2 yang terbagi atas 5 kelurahan wilayah kerja yaitu Kelurahan
Ndapayami, Kelurahan Temu, Kelurahan Kuta, Kelurahan Hamba Praing, dan
Kelurahan Mondu. Berdasarkan Profil Kesehatan Puskesmas Kanatang tahun 2016,
jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kanatang sebanyak 9972 jiwa. Pelayanan
yang terkait dengan hipertensi di Puskesmas Kanatang yaitu Prolanis (Program
Pengelolaan Penyakit Kronis) yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali pada minggu
ke-1. Prolanis diperuntukan pada pasien yang menderita penyakit kronis (termasuk
hipertensi). Pelaksanaan prolanis berupa pengukuran tekanan darah, pemeriksaan gula
darah, senam, penyuluhan dan pemberian obat (Puskesmas Kanatang, 2016).

4.2 Karakteristik Dasar Responden Penelitian


Penelitian ini menggunakan data dari 44 responden pasien hipertensi rawat jalan
yang telah mengisi kuesioner di wilayah kerja Puskesmas Kanatang periode 16 Januari
2017 – 4 Februari 2017.

Tabel 4. Karakteristik pasien rawat jalan penderita hipertensi berdasarkan usia dan
jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas Kanatang periode 16 Januari 2017
– 4 Februari 2017
Kategori Umur Laki-laki Perempuan Frekuensi Persentase (%)
(tahun) (n=44) 100
46-55 3 4 7 15,90
56-65 14 13 27 61,36
66-75 3 7 10 22,72

17
8

Jumlah 20 24 44 100

Dari tabel 4 dapat dilihat karakteristik pasien menurut usia pasien dapat dibagi
menjadi 3 kategori yaitu 46-55 tahun, 56-65 tahun, dan 66-75 tahun. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi tertinggi terjadi pada kategori usia 56-65 tahun
(61,36%) sedangkan prevalensi hipertensi pada kategori usia 46-55 tahun dan usia 66-75
tahun masing-masing adalah 15,90%, dan 22,72%. Berdasarkan tabel 4 juga dapat diketahui
bahwa pasien hipertensi perempuan (54,54%) lebih banyak daripada pasien hipertensi laki-
laki (45,45%). Hal ini dikarenakan perempuan mengalami menopause dimana terjadi
perubahan hormonal yaitu penurunan perbandingan estrogen dan androgen yang
menyebabkan peningkatan pelepasan renin, sehingga dapat memicu peningkatan tekanan
darah (Coylewright et al., 2008). Kondisi tubuh yang semakin tua juga dapat memicu
serangan hipertensi, semakin tua usia maka pembuluh darah akan berkurang elastisitasnya
sehingga pembuluh darah cenderung menyempit akibatnya tekanan darah akan meningkat
(Khomsan A, 2005).

4.3 Hasil Penelitian


Penelitian ini menggunakan data dari 44 responden pasien hipertensi rawat jaaln yang
telah mengisi kuesioner di wilayah kerja Puskesmas Kanatang periode 16 Januari 2017 – 4
Februari 2017.

Tabel 5. Gambaran kepatuhan minum obat antihipertensi pasien penderita hipertensi


rawat jalan di wilayah kerja Puskesmas Kanatang periode 16 Januari 2017 – 4
Februari 2017 berdasarkan penilaian Morisky Modifikasi Scale (MMS)
NO Pertanyaan Frekuensi Persentase (%)
(Ya) (n=44)
1 Pernahkah saudara lupa minum obat? 30 68,18

2 Selama dua minggu terakhir, adakah saudara pernah tidak 16 36,36


minum obat?

3 Apakah saudara pernah mengurangi atau menghentikan 22 50


penggunaan obat tanpa memberitahu atau menghentikan
penggunaan obat tanpa memberi tahu ke dokter karena

18
9

merasakan kondisi lebih buruk/tidak nyaman saat


menggunakan obat?

4 Saat melakukan perjalanan atau meninggalkan rumah, 24 54,54


apakah saudara terkadang lupa untuk membawa serta
obat?

5 Apakah saudara kemarin meminum obat? 32 72,72

6 Saat merasa keadaan membaik, apakah saudara terkadang 29 65,90


memilih untuk berhenti meminum obat?

7 Sebagian orang merasa tidak nyaman jika harus 20 45,45


meminum obat setiap hari, apakah saudara pernah merasa
terganggu karena keadaan seperti itu?

Pada tabel 5 memberikan gambaran tentang kepatuhan minum obat antihipertensi pasien
penderita hipertensi rawat jalan di wilayah kerja Puskesmas Kanatang periode 16 Januari 2017 –
4 Februari 2017 berdasarkan penilaian Morisky Modifikasi Scale (MMS). Ketidakpatuhan pasien
yang disebabkan oleh ketidaksengajaan lupa minum obat mencatatkan persentase tertinggi
(68,18%). Alasan ketidakpatuhan pasien berhenti meminum obat karena merasa keadaan
membaik menempati peringkat kedua (65,90%). Sedangkan peringkat ketiga alasan
ketidakpatuhan pasien adalah lupa minum obat saat perjalanan atau meninggalkan di rumah
(54,54%). Disusul oleh pasien yang sengaja mengurangi atau menghentikan penggunaan obat
tanpa memberi tahu dokter karena merasa kondisi tubuh menjadi lebih buruk atau tidak nyaman
(50%), dan merasa tidak nyaman meminum obat setiap hari (45,45%).

Tabel 6. Gambaran kepatuhan minum obat antihipertensi pasien penderita hipertensi


rawat jalan di wilayah kerja Puskesmas Kanatang periode 16 Januari 2017 – 4
Februari 2017 berdasarkan penilaian Morisky Modifikasi Scale (MMS)
Berapa kali saudara lupa minum obat? Frekuensi Persentase (%)
(n=44)
Tidak pernah (tidak pernah lupa) 5 11,36
Sesekali (1x dalam seminggu) 22 50
Kadang-kadang (2-3x dalam seminggu) 14 31,81
Biasanya (4-6x dalam seminggu) 3 6,81
Selalu (7x dalam seminggu) 0 0

19
0

Berdasarkan penilaian Morisky Scale pada tabel 6, pasien yang sekali-sekali dan terkadang
lupa minum semua obat mencatatkan persentase terbesar yaitu 50% dan 31,81%.

Tabel 7. Gambaran kepatuhan minum obat antihipertensi pasien penderita hipertensi


rawat jalan di wilayah kerja Puskesmas Kanatang periode 16 Januari 2017 – 4
Februari 2017 berdasarkan penilaian Morisky Modifikasi Scale (MMS)
Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)
(n=44)
>2 Rendah 30 68,18
1 atau 2 Sedang 9 20,45
0 Tinggi 5 11,36

Hasil dari pengukuran dalam penelitian ini, tingkat kepatuhan pasien ditunjukkan dari
skor kepatuhan yang diperoleh dari jawaban kuesioner pada 44 pasien hipertensi rawat jalan di
wilayah kerja Puskesmas Kanatang pada periode 16 Januari 2017 – 4 Februari 2017. Persentase
pasien yang masuk dalam tingkat kepatuhan kategori rendah menyumbangkan angka paling
tinggi (68,18%) dibandingkan dengan kategori sedang (20,45%) dan kategori tinggi (11,36%).
Penelitian ini kepatuhan diukur menggunakan kuesioner MMS-8. Metode ini dipilih
karena mudah, praktis dan efektif, dan sangat sesuai jika digunakan pada pasien rawat jalan di
pelayanan kesehatan. Skala MMS-8 menunjukkan kepatuhan pasien terhadap terapi. Skala kecil
(0) mengindikasi bahwa pasien patuh terhadap terapinya, skala 1 dan 2 menunjukkan tingkat
kepatuhan sedang, kemudian skala >2 mengidentifikasikan pasien tidak patuh terhadap terapi.

Tabel 8. Gambaran lama mengkonsumsi obat antihipertensi dengan kepatuhan minum


obat antihipertensi pada pasien penderita hipertensi rawat jalan di wilayah kerja
Puskesmas Kanatang periode 16 Januari 2017 – 4 Februari 2017 berdasarkan
penilaian Morisky Modifikasi Scale (MMS)
Lama mengkonsumsi obat Jumlah Kategori Rendah Kategori Sedang Kategori Tinggi
antihipertensi (tahun)
<3 14 12 (85,7%) 0 2 (14,28%)
3-5 24 16 (66,6%) 6 (25%) 2 (8,33%)

20
1

>5 6 2 (33,33%) 3 (50%) 1 (16,67%)

Pada tabel 8 ditunjukkan bahwa pada pasien yang lama mengkonsumsi obat
antihipertensi <3 tahun memiliki tingkat kepatuhan kategori rendah yang paling tinggi
persentasenya (85,6%) dibandingkan dengan pasien yang lama mengkonsumsi obat
antihipertensi 3-5 tahun (66,6%) dan >5 tahun (33,33%).

Tabel 9. Karakteristik pasien rawat jalan penderita hipertensi berdasarkan pendidikan


terakhir di wilayah kerja Puskesmas Kanatang periode 16 Januari 2017 – 4
Februari 2017
Pendidikan Jumlah Kategori Rendah Kategori Sedang Kategori Tinggi
SD 13 8 (61,53%) 4 (30,76%) 1 (7,69%)
SMP 18 13 (72,22%) 4 (22,2%) 1 (5,55%)
SMA 9 6 (66,66%) 2 (22,2%) 1 (11,11%)
Kuliah 4 2 (50%) 0 2 (50%)

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa pasien dengan pendidikan kuliah memiliki tingkat
kepatuhan kategori tinggi yang paling tinggi persentasenya (50%) dibanding pasien dengan
pendidikan yang lain dan memilki tingkat kepatuhan kategori rendah yang paling rendah
persentasenya (50%) dibandingkan pasien dengan pendidikan yang lain.
Dari penelitian ini diketahui mayoritas pasien hipertensi rawat jalan di wilayah kerja
Puskesmas Kanatang memiliki tingkat kepatuhan penggunaan obat antihipertensi yang rendah
yaitu 30 pasien (68,18%). Kepatuhan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti lupa minum obat,
perasaan (rasa takut efek samping obat) dan kondisi frekuensi (semakin tinggi frekuensi semakin
tinggi kepatuhan). Kelemahan dari penelitian ini adalah pengukuran juga tidak dapat
memastikan apakah pasien menjawab dengan jujur atau berbohong, lupa atau tidak. Pasien bisa
saja menjawab dengan jawaban yang menggambarkan bahwa mareka merupakan pasien yang
patuh terhadap terapinya.

4.4 Keterbatasan Penelitian


 Periode penelitian yang tergolong singkat dan tidak terus menerus membuat hasil
penelitian tidak bisa menggambarkan hubungan antara tingkat kepatuhan dengan

21
2

keberhasilan penurunan tekanan darah.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
 Tingkat kepatuhan minum obat pasien rawat jalan penderita hipertensi di wilayah
kerja Puskesmas Kanatang periode 16 Januari 2017 – 4 Februari 2017 masih
rendah. Kepatuhan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti lupa minum obat,
perasaan (rasa takut efek samping obat), berhenti meminum obat karena merasa
keadaan membaik, lupa minum obat saat perjalanan atau meninggalkan di rumah,
mengurangi atau menghentikan penggunaan obat tanpa memberi tahu dokter
karena merasa kondisi tubuh menjadi lebih buruk atau tidak nyaman, dan adanya
rasa tidak nyaman meminum obat setiap hari.
 Penelitian ini menunjukkan gambaran bahwa pasien dengan pendidikan kuliah
memiliki tingkat kepatuhan minum obat yang lebih tinggi dibanding pasien
dengan pendidikan SD, SMP, dan SMA.
 Penelitian ini menunjukkan gambaran bahwa pasien dengan lama mengkonsumsi
obat antihipertensi <3 tahun (lebih singkat) memiliki tingkat kepatuhan minum
obat yang lebih rendah dibanding pasien dengan lama mengkonsumsi obat
antihipertensi 3-5 tahun dan >5 tahun (lebih lama).

5.2 Saran
 Perlu adanya penyuluhan oleh tenaga kesehatan tentang kepatuhan minum obat pada
pasien hipertensi dengan metode yang lebih sederhana, kreatif, dan mudah
dimengerti serta adanya sesi tanya jawab untuk meningkatkan keberhasilan terapi.
Diharapkan dengan adanya penyuluhan dengan metode dua arah dapat mengetahui
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan minum obat pada pasien dan
mencari metode penyelesaian untuk meminimalkan faktor tersebut.
 Perlu adanya dukungan keluarga terhadap kepatuhan terapi pada pasien.

22
3

 Perlu adanya penelitian mengenai faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepatuhan


terapi pada pasien hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA

Anhony J, Frank P, Kravitz RL. Associations between pain control self-efficacy, self-
efficacy for communicating with physicians, and subsequent pain severity
among cancer patients, Patient Educ Couns. 2011;85(2):275– 80.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek .

Jakarta : Rineka Cipta.

Cameron KA, Ross L, Clayman ML, Bergeron AR, Federman AD, Bailey SC, et al.
Measuring patients self-efficacy In understanding and using prescription
medication. Patient Educ Couns. 2010; 80(10):372–6

Depkes RI, 2006, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi, Direktorat Bina
Farmasi Komunitas Dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat
Kesehatan, Jakarta.

Elizabeth J, corwin, 2010, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta.

Herbert Benson, dkk, 2012, Menurunkan Tekanan Darah, Gramedia, Jakarta.

Kaplan N, M, 2010, Primary Hypertension: Patogenesis, Kaplan Clinical

Hypertension. 10th Edition, Lippincot Williams & Wilkins, USA.

Kosasih dan Hassan, I., (2013), Patofisiologi Klinik, Jakarta: Binarupa Aksara Publisher.

Lailatushifah, S. (2012). Kepatuhan pasien yang menderita penyakit kronis dalam mengonsumsi
obat harian. Dipetik 6 November 2012:
fpsi.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/.../NoorKepatuhan...pdf

23
4

‘Morisky, D. & Munter, P. (2009). New medication adherence scale versus pharmacy fill
rates in senior with hipertention. American Jurnal Of Managed Care, 15(1):
59-66

Niven, N. (2012). Psikologi Kesehatan - Pengantar untuk Perawat dan Profesional Kesehatan
Lain (2 ed.). Jakarta: EGC.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Nursalam. (2013). Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika.

Purwanto, H, 2006, Pengantar Perilaku Manusia untuk Perawat, EGC, Jakarta.

Riskesdas, 2013, Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional


Tahun 2013, Departemen Kesehatan RI, Jakarta Sugiyono.2010.

Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suparto, 2010, Faktor Risiko yang Paling Berperan terhadap Hipertensi pada
Masyarakat di Kecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar Tahun
2010,Tesis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Sutanto, 2010, Cekal (Cegah Dan Tangkal) Penyakit Modern, Yogyakarta, C.V Andi
Offset

Utami, Y.P., 2009, Evaluasi Kepatuhan Penggunaan Antihipertensi Pada Pasien


Hipertensi Rawat Jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, Skripsi, Fakultas
Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta

Wahdah, Nurul 2011, Menaklukan hipertensi dan diabetes, Multi Solusindo, Yogyakarta

Yasin Dudella (2012), Analisis faktorfaktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum
obat pada pasien hipertensi di poliklinik jantung Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Saiful Anwar Malang, Surabaya

24
5

25

Anda mungkin juga menyukai