Anda di halaman 1dari 60

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang

membutuhkan perhatian karena dapat menyebabkan kematian utama

di negara-negara maju maupun berkembang diseluruh dunia, sekitar

972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi

dengan perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita. Angka ini

kemungkinan akan meningkat 29,2% di tahun 2025. 972 juta

penderita hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 juta

sisanya berada di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia

[ CITATION WHO14 \l 1033 ].

Prevalensi penderita hipertensi di Indonesia setiap tahun semakin

meningkat. Berdasarkan data Kemenkes RI (2012), penyakit

hipertensi termasuk dengan jumlah yang banyak pada kasus rawat

jalan yaitu 80.615 kasus. Hipertensi sudah melebihi rata-rata nasional,

dari 33 provinsi di Indonesia 8 provinsi yang kasus penderita

hipertensi yaitu: Sulawesi Selatan (27%), Sumatera Barat (27%), Jawa

Barat (26%), Jawa Timur (25%), Sumatera Utara (24%), Riau (23%),

dan Kalimantan (22%). Sedangkan dalam perbandingan kota di

Indonesia kasus hipertensi cenderung tinggi pada daerah urban

seperti: Jabodetabek, Medan, Bandung, Surabaya dan Makassar

yang mencapai 30-34%. Hipertensi merupakan penyakit penyebab


2

kematian peringkat ke tiga di Indonesia CFR (Case Fatality Rate)

sebesar 4,81 % [ CITATION Kem151 \l 1033 ].

Profil kesehatan provinsi Sulawesi Selatan, prevalensi hipertensi

di Sulawesi Selatan yang didapatkan sebesar 28,1 %, hipertensi

tertinggi berada di kabupaten Enrekang (31,3 %), kemudian

Bulukumba (30,80 %), Sinjai (30,4 %) dan Gowa (29,2 %). Prevalensi

hipertensi ini didapat melalui kuesioner yang didiagnosis oleh tenaga

kesehatan sebesar 10,3 %, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau

yang sedang minum obat sebesar 10,5 %, sehingga ada 0,2 % yang

minum obat sendiri [ CITATION Din142 \l 1033 ].

Selanjutnya tingkat penderita hipertensi di wilayah kerja

Puskesmas Pampang cukup tinggi dengan rata-rata berjumlah 78

penderita setiap bulannya sejak bulan januari hingga juni 2017 (Profil

Kesehatan Puskesmas Pampang).

Hipertensi disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya faktor

genetik, perubahan gaya hidup dan juga akibat kondisi psikis

penderita. Penderita hipertensi mengalami kecemasan dari situasi

buruk yang terjadi dari dalam dan luar dirinya, perbedaan antara

kecemasan yang dialami pada orang normal dan penderita hipertensi

terlihat dari respon pada saat menghadapi situasi dikarenakan adanya

gejala-gejala yang nampak dari subjek itu sendiri dalam

memanajemen dirinya dengan pengaturan, pengelolaan dan

pengendalian diri [ CITATION Sri15 \l 1033 ].


3

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Schaffer, dkk

menunjukan bahwa pasien yang tergolong tidak patuh dalam

mengkonsumsi obat lebih dari 50% bahkan pasien yang tidak patuh

pada akhirnya akan diikuti dengan berhentinya pasien untuk

mengkonsumsi obat. Ketidakpatuhan minum obat dapat dilihat terkait

dengan dosis, cara minum obat, waktu minum obat dan periode

minum obat yang tidak sesuai dengan aturan. Faktor-faktor yang

dapat menyebabkan ketidakpatuhan minum obat antara lain

pengalaman pengguna obat terhadap efek samping dan kenyamanan

obat, pengalaman pasien terhadap kemanjuran obat atau tingkat

kesembuhan yang telah dicapat [ CITATION Dkk15 \l 1033 ].

Penelitian lain yang dilakukan oleh Hayer, beberapa dampak dari

ketidakpatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat antara lain yaitu:

terjadinya efek samping obat yang dapat merugikan kesehatan

pasien, membengkaknya biaya pengobatan dan rumah sakit, serta

menyebabkan komplikasi seperti kerusakan organ meliputi otak,

karena hipertensi yang tidak terkontrol dapat meningkatkan resiko

stroke kemudian kerusakan pada jantung, hipertensi meningkatkan

beban kerja jantung yang akan menyebabkan pembesaran jantung

sehingga meningkatkan 4 resiko gagal jantung dan serangan jantung

(Hayer Dkk, 2016).

Obat antihipertensi terbukti dapat mengontrol tekanan darah

pasien yang menderita hipertensi dalam batas stabil. Obat


4

antihipertensi berperan dalam menurunkan angka kejadian komplikasi

yang bisa terjadi akibat tidak stabilnya tekanan darah pasien.

Komplikasi yang bisa terjadi akibat penyakit hipertensi salah satunya

adalah stroke dengan prevalensi pasien yang memiliki riwayat

hipertensi sebanyak 95% pasien. (Burhanuddin, 2013).

Keberhasilan pasien dalam pengobatan pada pasien hipertensi

banyak yang mempengaruhi proses penyembuhan tersebut salah satu

faktor keberhasilan penyembuhan tersebut yaitu kepatuhan pasien

dalam minum obat. Pasien hipertensi dapat mengendalikan tekanan

darahnya dalam keadaan stabil. Tetapi banyak pasien yang tidak

patuh mengkonsumsi obatnya degan teratur, 50% pasien dengan

hipertensi tidak mematuhi anjuran petugas kesehatan untuk

mengkonsumsi obat hipertensi dimana banyak pasien hipertensi tidak

dapat mengontrol tekanan darahnya dan berujung pada kematian

pasien (Morisky dan Munter, 2009).

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “hubungan

kecemasan dengan kepatuhan pengobatan pada penderita hipertensi

di wilayah kerja Puskesmas Pampang”.


5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan datapada latar belakang, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

“Apakah

adahubunganantarakecemasandengankepatuhanpengobatanpada

penderitahipertensidi wilayahkerjaPuskesmasPampang?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kecemasan dengan kepatuhan pengobatan

pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Pampang.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat kecemasan pada penderita hipertensi di

wilayah kerja Puskesmas Pampang

b. Mengetahui kepatuhan pengobatan pada penderita hipertensi

di wilayah kerja Puskesmas Pampang

c. Mengetahui hubungan kecemasan dengan kepatuhan

pengobatan pada penderita hipertensi di wilayah kerja

Puskesmas Pampang.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi IPTEK
6

Dapat digunakan sebagai masukan untuk bahan referensi

bagaimana peran keluarga dalam memantau kepatuhan

minum obat pada anggota keluarga yang menderita hipertensi.

b. Bagi Institusi

Dapat digunakan sebagai salah satu referensi bagi mahasiswa

serta sebagai perbendaharaan kepustakaan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Keperawatan

Sebagai bahan masukan bagi perawat dalam pemberian

pendidikan kesehatan kepada pasien hipertensi tentang

pentingnya kepatuhan menjalankan pengobatan hipertensi.

b. Bagi Puskesmas

Sebagai kajian dan juga sebagai bahan untuk meningkatkan

kualitas pelayanan pasien hipertensi, khususnya dalam

memberikan informasi dan motivasi dalam melaksanakan

program promosi kesehatan.


7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN UMUM TENTANG KEPATUHAN PENGOBATAN

1. Definisi Kepatuhan Pengobatan

Kepatuhan (compliance) dalam pengobatan dapat diartikan

sebagai perilaku pasien yang menaati semua nasihat dan petunjuk

yang dianjurkan oleh tenaga medis, seperti dokter dan apoteker

mengenai segala sesuatu yang harus dilakukan untuk mencapai

tujuan pengobatan, kepatuhan dalam minum obat merupakan

syarat utama tercapainya keberhasilan pengobatan yang dilakukan

[ CITATION SSa11 \l 1033 ].

Kepatuhan pasien merupakan faktor utama dalam

menentukan keberhasilan terapi, serta pemahaman yang baik

dalam menjalankan terapi dapat mempengaruhi tekanan darah

secara bertahap dan mencegah terjadinya komplikasi

(Erawatyningsih, 2009).

Kepatuhan pengobatan adalah penderita yang mampu

menyelesaikan pengobatan secara teratur dan terus menerus

tanpa terputus-putus (Hayer, 2016).

2. Tujuan Kepatuhan Pengobatan

Tujuan dari pengobatan hipertensi untuk menrunkan tekanan

darah dan mencegah komplikasi dengan penyakit lain, seseorang

yang menderita hipertensi dan tidak mendapatkan pengobatan


8

maupun pengontrolan secara rutin bisa menyebabkan terjadinya

penyakit yang serius seperti kerusakan ginjal, jantung koroner dan

stroke [ CITATION SSa11 \l 1033 ].

Pengobatan memerlukan jangka waktu yang panjang akan

memberikan pengaruh-pengaruh pada penderita (Erawatyningsih,

2009) :

a. Tekanan psikologis seorang penderita tanpa keluhan atau

gejala penyakit dan dinyatakan sakit harus mengalami

pengbatan lama.

b. Bagi penderita dengan keluhan atau gejala penyakit setelah

menjalani pengobatan 1 sampai 2 bulan atau lebih lama

keluhan akan segera berkurang atau hilang sama sekali

penderita akan merasa sembuh dan malas untuk meneruskan

pengobatan kembali.

c. Datang ke tempat pengobatan selain waktu tersisa juga

menurunkan motivasi yang akan menurun dengan lamanya

waktu pengobatan.

d. Pengobatan yang lama merupakan beban dilihat dari segi biaya

yang harus dikeluarkan.

e. Efek samping obat walaupun ringan tetap akan memberikan

rasa tidak enak terhadap penderita.

f. Sukar untuk menyadarkan penderita untuk terus menerus

minum obat selama jangka waktu yang ditentukan.


9

Karena jangka waktu pengobatan yang ditetapkan lama maka

terdapat beberapa kemungkinan pola penderita yaitu penderita

berobat teratur dan memakai obat secara teratur, penderita

tidak berobat secara teratur (defaulting), penderita sama sekali

tidak patuh dalam pengobatan yaitu putus berobat (drop out)

(Erawatyningsih, 2009).

3. Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Obat

Kepatuhan penderita dalam berobat dapat dipengaruhi

beberapa faktor (Erawatyningsih, 2009), yaitu :

a. Faktor komunikasi

Berbagai aspek komunikasi antara pasien dengan

dokter mempengaruhi tingkat ketidakrataan, misalnya

informasi dengan pengawasan yang kurang, ketidakpuasan

terhadap aspek hubungan emosional dengan dokter,

ketidakpuasan terhadap obat yang diberikan.

b. Pengetahuan

Ketetapan dalam memberikan informasi secara dan

eksplisit terutama sekali penting dalam pemberian antibiotik.

Karena sering sekali pasien menghentikan obat tersebut

setelah gejala yang dirasakan hilang bukan saat obat itu

habis.
10

c. Fasilitas kesehatan

Fasilitas kesehatan merupakan sarana penting dimana

dalam memberikan penyuluhan terhadap penderita

diharapkan penderita menerima penjelasan dari tenaga

kesehatan yang meliputi : jumlah tenaga kesehatan, gedung

serbaguna untuk penyuluhan dll.

d. Keyakinan

Penderita berpegang teguh pada spiritual

(keyakinannya) untuk kuat dan lebih tabah serta memotivasi

dirinya untuk tetap mempertahankan kesehatannya.

e. Dukungan keluarga

Dukungan keluarga merupakan bagian dari penderita

yang paling dekat, penderita akan merasa senang dan

tenteram apabila mendapat perhatian dan dukungan dari

keluarganya karena dukungan itu dirinya dapat menghadapi

dan mengelola penyakitnya dengan lebih baik dan mau

menuruti saran-saran yang diberikan oleh keluarga.

4. Skala perhitungan kepatuhan obat

Alat yang digunakan adalah lembar kuesioner pengumpulan

data yang memuat identitas pasien dan berisi 8 pertanyaan dari

Morisky Medication Adherence Scale (MMAS).

Adapun kriteria dari hasil perhitungan MMAS adalah :

a. Kepatuhan tinggi :8
11

b. Kepatuhan sedang :6-7

c. Kepatuhan rendah : <6

Kuesioner MMAS adalah nilai kepatuhan mengkonsumsi obat 8

skala baru untuk mengukur kepatuhan penggunaan obat dengan

rentang nilai 0 sampai 8. Kategori respon terdiri dari ya dan tidak.

Item nomor 1 sampai 4 dan 6 sampai 7 nilai 1 untuk jawaban tidak.

Item 5 nilai 1 untuk jawaban ya dan 5 skala likert untuk 1 item

pertanyaan nomor 8 dengan nilai 1 untuk jawaban tidak pernah, 0

untuk jawaban sekali-kali, kadang-kadang, biasanya dan

selalu.untuk skala pengukuran kepatuhan pengobatan

menggunakan skala Guttman (Case Management Society of

America, 2006).

B. TINJAUAN UMUM TENTANG KECEMASAN

1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu

yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan

dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya.

Kecemasan sebagai respon emosi tanpa objek yang spesifik yang

secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal

(Suliswati, 2015).

Ada beberapa teori yang menjelaskan mengenai kecemasan.

Teori tersebut antara lain [ CITATION Stu06 \l 1033 ]:


12

a. Teori psikoanalitik

Menurut teori ini kecemasan adalah konflik emosional yang

terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id (insting) dan

superego (nurani). Id mewakili dorongan insting dan impuls

primitive, sedangkan superego mencerminkan hati nurani

seseorang dan dikendalikan norma budaya seseorang. Ego

berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang

bertentangan tersebut, dan fungsi kecemasan adalah

mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

b. Teori interpersonal

Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap

ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga

berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti

perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan

tertentu. Individu dengan harga diri rendah terutama rentan

mengalami kecemasan yang berat.

c. Teori biologis

Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus

untuk benzodiazepine, obat-obatan yang meningkatkan

neuroregulator inhibisi asam gama-aminobitirat (GABA), yang

berperan penting dalam biologis yang berhubungn dengan

kecemasan.
13

d. Teori perilaku

Kecemasan merupakan hasil dari frustasi, yaitu segala

sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk

mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli teori perilaku lain

menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan dipelajari

berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari

kepedihan.

e. Teori keluarga

Menunjukkan bahwa gangguan kecemasan biasanya

terjadi dalam keluarga. Gangguan kecemasan juga tumpang

tindih antara gangguan kecemasan dan depresi.

2. Tingkat ansietas dan karakteristik

Kemampuan individu guna merespon terhadap suatu

ancaman berbeda satu sama lain. Perbedaan kemampuan ini

berimplikasi terhadap perbedaan tingkat ansietas yang dialaminya

[ CITATION Asm08 \l 1033 ].

Gambar 2.1 Rentang Respons Ansietas


Rentang Respon Ansietas
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

( sumber : Asmadi, 2008).

Setiap tingkatan ansietas memiliki karakteristik atau manifestasi

yang berbeda satu sama lain. Manifestasi ansietas yang terjadi


14

bergantung pada kematangan pribadi, pemahaman dalam

menghadapi ketegangan, harga diri, dan mekanisme koping yang

digunakannya.

a. Ansietas ringan

Karakteristik ansietas ringan, yaitu :

1) Kewaspadaan meningkat

2) Persepsi terhadap lingkungan meningkat

3) Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa sehari-

hari

4) Dapat menjadi motivasi positif untuk belajar dan

menghasilkan kreativitas

5) Respon fisiologis : sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan

darah meningkat sedikit, gejala ringan pada lambung, muka

berkerut, serta bibir bergetar

6) Respon perilaku dan emosi : tidak dapat duduk tenang,

tremor halus pada tangan, dan suara kadang-kadang

meninggi

7) Respon kognitif : mampu menerima rangsangan yang

kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan

masalah secara efektif, dan terangsang untuk melakukan

tindakan.
15

b. Ansietas sedang

1) Respon kognitif : memusatkan perhatiannya pada hal yang

penting dan mengesampingkan yang lain, lapang persepsi

menyempit, dan rangsangan dari luar tidak mampu diterima

2) Respon fisiologis : sering nafas pendek, nadi ekstra sistol

dan tekanan darah meningkat, anoreksia, sakit kepala,

mulut menjadi kering, diare/konstipasi, letih, dan sering

berkemih

3) Respon perilaku dan emosi : gerakan tersentak-sentak,

banyak bicara dan lebih cepat, terlihat lebih tegang, susah

tidur, dan perasaan tidak aman

c. Ansietas berat

1) Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan

mengabaikan hal yang lain

2) Respon kognitif : tidak mampu berpikir berat lagi dan

membutuhkan banyak pengarahan/tuntunan, serta lapang

persepsi menyempit

3) Respon fisiologis : nafas pendek, berkeringat dan sakit

kepala, nadi dan tekanan darah meningkat, penglihatan

berkabut, serta tampak tegang

4) Respon perilaku dan emosi : perasaan terancam meningkat

dan komunikasi menjadi terganggu (verbalisasi cepat).

d. Panik
16

1) Respon kognitif : gangguan realitas, tidak dapat berpikir

logis, persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi, dan

ketidakmampuan memahami situasi

2) Respon fisiologis : napas pendek, rasa tercekik dan

palpitasi, pucat, hipotensi, sakit dada, dan rendahnya

koordinasi motorik

3) Respon perilaku dan emosi : emosi, ketakutan, perasaan

terancam, mengamuk dan marah, berteriak-teriak,

kehilangan kendali/kontrol diri (aktivitas motorik tidak

menentu), serta dapat berbuat sesuatu yang

membahayakan diri sendiri dan orang lain.

3. Faktor pencetus ansietas

Faktor yang dapat menjadi pencetus seseorang merasa

cemas dapat berasal dari diri sendiri (faktor internal) maupun dari

luar dirinya (faktor eksternal). Namun demikian pencetus ansietas

dapat dikelompokkan kedalam dua kategori, yaitu [ CITATION Asm08 \l

1033 ] :

a. Ancaman terhadap sistem diri yaitu adanya sesuatu yang dapat

mengancam terhadap identitas diri, harga diri, kehilangan

status/peran diri dan hubungan interpersonal.

b. Ancaman terhadap integritas diri, meliputi ketidakmampuan

fisiologis atau gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

guna pemenuhan terhadap kebutuhan dasarnya.


17

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada

penderita hipertensi antara lain [ CITATION Stu06 \l 1033 ]:

a. Maturitas

Individu yang memiliki kematangan kepribadian lebih

sukar merasakan gangguan akibat stress karena individu yang

matur mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap

stress.

b. Keadaan fisik

Seseorang yang mengalami gangguan fisik seperti cedera,

operasi akan mudah mengalami kelelahan fisik sehingga lebih

mudah mengalami stress.

c. Umur

Seseorang yang berumur lebih muda ternyata lebih mudah

mengalami gangguan akibat stress daripada seseorang yang

lebih tua.

d. Jenis kelamin

Stress sering dialami pada wanita daripada pria

dikarenakan wanita mempunyai kepribadian yang labil dan

immature, juga adanya peran hormon yang mempengaruhi

kondisi emosi sehingga mudah meledak, mudah cemas, dan

curiga.
18

e. Potensial stressor

Stressor psikososial merupakan setiap keadaan atau

peristiwa yang menyebabkan berubahan dalam kehidupan

seseorang sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi.

f. Tingkat pendidikan dan status ekonomi

Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada

seseorang akan mengakibatkan orang itu mudah mengalami

stress.

g. Sosial budaya

Seseorang yang mempunyai falsafah hidup yang jelas dan

keyakinan agama yang kuat umumnya lebih sukar mengalami

stress, karena dia percaya bahwa Allah yang memberikan

penyakit dan Allah juga yang mempunyai obat penawar untuk

kesembuhan. Seperti dijelaskan dalam Qs.Asy Syu’ara ayat

80:

‫ت َوإِ َذا‬ ْ ‫شفِينِ َف ُه َو َم ِر‬


ُ ‫ض‬ ْ ‫َي‬
Terjemahan:
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.” [QS
Asy Syu’ara: 80]
h. Lingkungan

Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih

mudah mengalami stress.


19

4. Gejala kecemasan

Ada 6 keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang

mengalami kecemasan, yaitu[ CITATION Dad08 \l 1033 ] :

a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri,

mudah tersinggung

b. Gelisah, merasa tegang, tidak tenang, mudah terkejut

c. Gangguan konsentrasi dan daya ingat

d. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan

tulang, pendengaran bordering (tinitus), berdebar-debar, sesak

nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit

kepala, dan sebagainya.

5. Penyebab kecemasan

a. Kontribusi biologis

Faktor biologik yang berperan pada gangguan ini adalah

“neurotransmitter”. Ada tiganeurotransmitter utama yang

berperan pada gangguan ini yaitu, norepinefrin, serotonin, dan

gammaamino butyricacid atau GABA. Namun menurut Iskandar

neurotransmitter yang memegang peranan utama pada

gangguan cemas menyeluruh adalah serotonin, sedangkan

norepinefrin terutama berperan pada gangguan panik [ CITATION

Dad08 \l 1033 ].

Peranan Gamma Amino Butiric Acid (GABA) pada

gangguan ini berbeda dengan norepinefrin. Norepinefrin


20

bersifat merangsang timbulnya cemas, sedangkan GABA

bersifat menghambat terjadinya kecemasan. Pengaruh dari

neurotransmitter ini pada gangguan kecemasan didapatkan

dari peranan benzodiazepinepada gangguan tersebut.

Benzodiazepin dan GABA membentuk “GABA-Benzodiazepin

complex” yang akan menurunkan kecemasan. Penelitian pada

hewan primata yang diberikan suatu agonist inverse

benzodiazepine Beta-Carboline-Carboxylic-Acid (BCCA)

menunjukkan gejala-gejala otonomik gangguan kecemasan

[ CITATION Dad08 \l 1033 ].

b. Kontribusi sosial

Peristiwa dalam kehidupan sehari-hari yang memunculkan

stress dapat memicu kerentanan terhadap kecemasan.

Contohnya masalah di sekolah, tekanan sosial untuk selalu

menjadi juara kelas, kematian/kepergian orang yang dicintai

dan lain sebagainya [ CITATION GWS07 \l 1033 ].

c. Kontribusi psikologis

Sense of control (perasaan mampu mengontrol) sejak dini

yang tinggi pada seseorang merupakan faktor psikologis yang

sangat rentan mengakibatkan kecemasan [ CITATION GWS07 \l

1033 ]

6. Indikator kecemasan
21

Menurut Nugroho terdapat beberapa gejala yang terjadi pada

seseorang yang mengalami kecemasan. Gejala tersebut dibagi

menjadi gejala psikologis dan somatik[ CITATION Gun08 \l 1033 ] :

a. Gejala psikologis

1) Gangguan mood, seperti : sensitif, cepat marah dan mudah

sedih

2) Kelelahan dan mudah capek

3) Perasaan-perasaan yang tidak nyata

4) Gelisah, resah dan tidak bisa diam

5) Keraguan dan ketakutan yang mengganggu

6) Kesulitan tidur, seperti : insomnia dan mimpi buruk

7) Kehilangan motivasi dan minat

8) Berpikiran kosong, seperti : tidak mampu berkonsentrasi

dan mudah lupa

9) Kehilangan kepercayaan diri

b. Gejala somatik

1) Keringat berlebih

2) Gangguan fungsional gastrointestinal, seperti : tidak nafsu

makan, mual, diare dan konstipasi

3) Ketegangan pada otot skelet, seperti : sakit kepala,

kontraksi pada bagian belakang leher atau dada, suara

bergetar dan nyeri punggung


22

4) Sindrom hiperventilasi, seperti : sesak nafas, pusing dan

parestesia/kesemutan

5) Keringat berlebih

7. Penatalaksanaan kecemasan

a. Penatalaksanaan farmakologi

Pengobatan untuk anti kecemasan terutama benzodiazepine,

obat ini digunakan untuk jangka pendek, dan tidak digunakan

untuk jangka panjang karena pengobatan ini menyebabkan

toleransi dan ketergantungan. Obat anti kecemasan

nonbenzodiazepine, seperti buspiron (Buspar) dan berbagai

antidepresan juga digunakan [ CITATION AIs05 \l 1033 ].

b. Penatalaksanaan non farmakologi

1) Distraksi

Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan

kecemasan dengan cara mengalihkan perhatian pada hal-

hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap cemas yang

dialami. Stimulus sensori yang menyenangkan

menyebabkan pelepasan endorfin yang bisa menghambat

stimulus cemas yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli

cemas yang ditransmisikan ke otak. Salah satu distraksi

yang efektif adalah dengan memberikan dukungan spiritual


23

(membacakan doa sesuai agama dan keyakinannya),

sehingga dapat menurunkan hormon-hormon stressor,

mengaktifkan hormon endorfin alami, meningkatkan

perasaan rileks dan mengalihkan perhatian dari rasa takut,

cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh

sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat

pernafasan, detak jantung, denyut nadi dan aktivitas

gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih dalam atau

lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan,

kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme

yang lebih baik [ CITATION GWS07 \l 1033 ].

2) Relaksasi terapi

Relaksasi yang dilakukan dapat berupa relaksasi, meditasi,

relaksasi imajinasi dan visualisasi serta relaksasi progresif

[ CITATION AIs05 \l 1033 ].

8. Penilaian terhadap kecemasan

Menurut Hawari, tingkat kecemasan dapat diukur dengan

menggunakan alat ukur (instrument) yang dikenal dengan nama

Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A), yang terdiri dari 14

kelompok gejala, antara lain ialah sebagai berikut [ CITATION Dad08 \l

1033 ] :
24

a. Perasaan cemas : cemas, firasat buruk, takut akan pikiran

sendiri dan mudah tersinggung

b. Ketegangan : merasa tegang, lesu, tidak dapat beristirahat

dengan tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar dan

gelisah

c. Ketakutan : pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri,

pada binatang besar, pada keramaian lalu lintas dan pada

kerumunan orang banyak

d. Gangguan tidur : sukar untuk tidur, terbangun pada malam hari,

tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi, mimpi

buruk dan mimpi yang menakutkan

e. Gangguan kecerdasan : sukar berkonsentrasi, daya ingat

menurun dan daya ingat buruk

f. Perasaan depresi (murung) : hilangnya minat, berkurangnya

kesenangan pada hobi, sedih, terbangun pada saat dini hari

dan perasaan berubah-ubah sepanjang hari.

g. Gejala somatik/fisik (otot) : sakit dan nyeri di otot, kaku, kedutan

otot, gigi gemerutuk dan suara tidak stabil

h. Gejala somatik/fisik (sensorik) : tinitus (telinga berdenging),

penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas dan

perasaan ditusuk-tusuk

i. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) ; takikardi

(denyut jantung cepat), berdebar-debar, nyeri di dada, denyut


25

nadi mengeras, rasa lesu/lemas seperti mau pingsan dan detak

jantung menghilang/berhenti sekejap

j. Gejala respiratori (pernafasan) : rasa tertekan atau sempit di

dada, rasa tercekik, sering menarik nafas pendek/sesak

k. Gejala gastrointestinal (pencernaan) : sulit menelan, perut

melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah

makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh atau kembung,

mual, muntah, BAB konsistensinya lembek, sukar BAB

(konstipasi) dan kehilangan berat badan

l. Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin) : sering buang air

kecil, tidak dapat menahan BAK, tidak datang bulan (tidak

dapat haid), darah haid berlebihan, darah haid sangat sedikit,

masa haid berkepanjangan, masa haid sangat pendek, haid

beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin, ejakulasi dini,

ereksi melemah, ereksi hilang dan impotensi

m. Gejala autoimun : mulut kering, muka merah, mudah

berkeringat, kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa

sakit dan bulu-bulu berdiri

n. Tingkah laku/sikap : gelisah, tidak tenang, jari gemetar,

kening/dahi berkerut, wajah tegang/mengeras, nafas pendek

dan cepat, serta wajah merah.

Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score)

antara 0-4, dengan penilaian sebagai berikut :


26

Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan)

Nilai 1 = gejala ringan

Nilai 2 = gejala sedang

Nilai 3 = gejala berat

Nilai 4 = gejala berat sekali/panik

Masing-masing nilai angka (score) dari 14 kelompok gejala

tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat

diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu : total nilai

(score) : kurang dari 6 = tidak ada kecemasan, 6-14

kecemasan ringan, 15-27 = kecemasan sedang, lebih dari 27=

kecemasan berat.

C. TINJAUAN UMUM TENTANG HIPERTENSI

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan

darah sistolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran

dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup

istirahat/tenang (Depkes RI, 2013).

Menurut Arif Muttaqin hipertensi merupakan suatu keadaan

ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan

diastolik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi sering menyebabkan

perubahan pada pembuluh darah yang dapat mengakibatkan


27

semakin tingginya tekanan darah. Penyakit darah tinggi atau

hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah diatas normal yang ditunjukkan oleh

angka sistolik dan diastolik pada pemeriksaan tekanan darah

menggunakan alat pengukur tekanan darah, baik yang berupa cuff

air raksa maupun alat digital lainnya [ CITATION Mut14 \l 1033 ].

2. Klasifikasi

Tekanan darah bersifat kontinu, namun batas tekanan darah

normal ditentukan secara konsensus berdasarkan data

epidemologik. Pada masa ini ada 2 klasifikasi yang banyak dianut,

yaitu berdasarkan pedoman The Joint National Commission (JNC

VII) dari Amerika Serikat dan yang dikeluarkan oleh The European

Society of Hypertension (ESC) tahun 2007, yang sama dengan

klasifikasi The International Society of Hypertension (ISH)

[ CITATION Lil10 \l 1033 ].

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi

Tekanan darah
Tekanan darah
JNC VII ESC/ISH diastolik
Sistolik (mmHg)
(mmHg)
Normal Optimal <120 <80
Prahipertens Normal 120-129 80-84
i
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi Hipertensi
140-149 90-99
rendah rendah
Hipertensi Hipertensi
>160 >100
sedang sedang
Hipertensi Hipertensi
>180 >110
tinggi tinggi
28

( Sumber : Rilantono, 2010)

3. Etiologi hipertensi

Sekitar 90 % hipertensi dengan penyebab yang belum diketahui

pasti disebut dengan hipertensi primer atau esensial. Ada

beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan hipertensi

primer/esensial yaitu asupan natrium yang meningkat dan asupan

kalium yang menurun, faktor genetik, stress psikologis, pengaturan

abnormal terhadap norepineprin, dan hipersensitivitas. Sedangkan

7 % disebabkan oleh kelainan ginjal atau hipertensi renalis dan 3

% disebabkan oleh kelainan hormonal atau hipertensi hormonal

dan penyebab lain [ CITATION Mut14 \l 1033 ].

4. Manifestasi klinis

Sebagian besar penderita hipertensi tidak menimbulkan

gejala, walaupun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi

bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah

tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud ialah

sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan

dan kelelahan, yang bisa saja terjadi baik pada penderita

hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang

normal [ CITATION Her13 \l 1033 ].


29

Jika hipertensinya menahun atau berat dan tidak diobati,

maka bisa timbul gejala seperti berikut [ CITATION Lil10 \l 1033 ] :

a. Kelelahan

b. Sakit kepala

c. Sesak nafas

d. Gelisah/cemas

e. Muntah

f. Mual

g. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya

kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal. Kadang

penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran

dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak.

5. Patofisiologi

Pengaturan tekanan arteri meliputi kontrol sistem persarafan

yang kompleks dan hormonal yang saling berhubungan satu sama

lain dalam mempengaruhi curah jantung dan tahanan vaskuler

perifer. Hal lain yang ikut dalam pengaturan tekanan darah adalah

reflex baroreseptor. Curah jantung ditentukan oleh volume

sekuncup dan frekuensi jantung. Tahanan perifer ditentukan oleh

diameter arteriol. Bila diameternya menurun, tahanan perifer


30

meningkat; bila diameternya meningkat, tahanan perifer akan

menurun. Pengaturan primer tekanan arteri dipengaruhi oleh

baroreseptor pada sinus karotikus dan arkus aorta yang akan

menyampaikan impuls ke pusaf saraf simpatis di medula. Impuls

tersebut akan menghambat stimulasi sistem saraf simpatis. Bila

tekanan arteri meningkat, maka ujung-ujung baroreseptor akan

teregang. Sehingga bangkit dan menghambat pusat simpatis serta

akan menurunkan tegangan pusat simpatis, akibatnya frekuensi

jantung akan menurun, arteriol mengalami dilatasi, dan tekanan

arteri kembali ke level awal. Hal yang sebaliknya terjadi bila ada

penurunan tekanan arteri. Baroreseptor mengontrol perubahan

tekanan darah untuk sementara [ CITATION Mut14 \l 1033 ].

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dalam hipertensi dibagikan dalam beberapa

hal sebagai berikut [ CITATION SSa11 \l 1033 ] :

a. Penatalaksanaan non farmakologis

1) Penurunan berat badan

2) Tidak merokok

3) Hindari stress

4) Olahraga
31

5) Mengurangi asupan garam

b. Penatalaksanaan farmakologis

1) Penghambat sistem rennin angiotensin (RAS Blocker)

ACE-1 dan ARB menghambat vasokonstriksi dengan cara

menghambat sintesis atau menghambat kerja angiostensin

II, sehingga menyebabkan vasodilatasi yang seimbang.

Obat-obat ini dapat dipergunakan sebagai obat lini pertama

atau kombinasi dengan diuretika atau CCB. Indikasi

khusus : payah jantung, pasca infark miokard, resiko PJK

tinggi, diabetes, GGK, Stroke.Contoh ACE-1 : enalapril 2.5-

40 mg/hari – BID, lisinopril 5-40 mg/hari, ibesertan 150-300

mg/hari, losartan 25-100 mg/hari-BID, valsartan 80-320

mg/hari, omlesartan 40-80 mg/hari, telmisartan 40-80

mg/hari. Selama pemakaian ACE-1 atau ARB dianjurkan

untuk memeriksa kreatinin dan K serum.

2) Diuretika

Yang digunakan terutama adalah golongan tiazid.

Mekanisme kerjanya menghambat pompa Na/K di

tubulusdistal. Golongan ini efektif sebagai obat lini pertama

dan bisa dikombinasikan dengan CCB, BB, ACE-1 dan

ARB. Indikasi khusus : payah jantung, resiko PJK tinggi,

diabetes, stroke, dan hipertensi sistolik terisolasi.


32

Contoh: Hidroklorotiazid 12.5-25 mg/hari, Klorrtalidon 12.5-

25 mg/hari.

3) Antagonis kalsium (CCB)

Mekanisme kerjanya adalah mengurangi influks kalsium

kedalam sel-sel otot polos di pembuluh darah.

Contoh : tablet amlodipine 2.5-10 mg OD, felodipine 2.5-10

mg OD, verampamil 80-160 mg TID, diltiazem 30 mg TID

yang berbentuk lepas lambat 100 mg OD. Jangan

menggunakan nifedipine kerja pendek (obat ini sudah tidak

dianjurkan lagi pemakaiannya secara rutin). Harus dipantau

edema perifer di tungkai, nadi (bisa menyebabkan refleks

takikardia).

4) Penghambat alfa 1

Mekanisme kerjanya menghambat reseptor post-sinaptik

perifer sehingga menyebabkan vasodilatasi. Contoh :

terazosin 1-20 mg/hari, doxazosin 1-16 mg/hari. Obat ini

bisa menyebabkan hipotensi ortostatik yang berat sehingga

sebaiknya diberikan sebagai obat tambahan apabila TD

belum terkontrol dengan kombinasi obat lain.

5) Angonis alfa 2

Mekanisme kerjanya adalah sebagai neurotransmitter palsu

menurunkan ouflow simpatis sehingga dapat menurunkan

tonus simpatik. Contoh : klonidin 0.1-0.6 mg PO BID-TID,


33

methyldopa, guanabens, guanfacine (hampir tidak pernah

lagi digunakan). Selama penggunaaan harus dipantau nadi.

Efek samping mulut kering, hipotensi ortostatik, sedasi.

6) Penyakit beta (BB)

BB bekerja dengan menghambat secara kompetitif pengikat

katekolamin ke reseptor adrenergic. Indikasi khusus : payah

jantung, pasca infark miokard, resiko tinggi PJK, diabetes.

Contoh BB : atenolol 25-100 mg/hari PO, metoprolol 25-100

mg/hari poatau BID, bisoprolol 5-10 mg/hari BID PO,

carvedilol 6.25-25 mg/hari PO BID, selama pemakaian

harus dipantau denyut nadi, gula darah pada diabetes.

7) Vasodilator

Mekanisme kerjanya adalah vasodilatasi langsung terhadap

arteriol melalui peningkatan cAMP intraseluler. Contoh :

hidralazine 20-400 mg PO daily-BID. Perlu dipantau nadi

karena bisa menyebabkan takikardia reflex, retensi Na/air.

Hidralazine adalah suatu alternatif pada gagal jantung bila

penghambat RAS adalah kontraindikasi. Monoxidil bisa

dipertimbangkan pada pasien hipertensi resisten/refakter

yang diobati dengan beberapa obat.

7. Komplikasi

Hipertensi tidak memberikan keluhan khas. Keluhan seperti tekuk

pegal atau pusing bisa disebabkan oleh gangguan lain. Oleh


34

karena itu penderita hipertensi tidak sadar bahwa dia menderita

tekanan darah tinggi, sehingga tidak memeriksakan diri atau tidak

patuh berobat. Hipertensi bisa menyebabkan kerusakan organ

tubuh. Sasarannya yaitu jantung (hipertrofi ventrikel kiri,

kardiomiopati), ginjal (nefropati), saraf otak (ensefalopati), mata

(retinopati atau perdarahan) dan bahkan disfungsi ereksi [ CITATION

Lil10 \l 1033 ].

8. Pemeriksaan Diagnostik

Ada beberapa cara untuk mengetahui penderita hipertensi yaitu

[ CITATION Lil10 \l 1033 ] :

a. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh

b. Pemeriksaan retina

c. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri

d. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram

renal, pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar

urin.

e. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa

f. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ

seperti ginjal dan jantung

Foto dada dan CT Scan


35

BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel yang diteliti

Hipertensiadalahsuatukeadaandimanaseseorangmengalamipeningkata

ntekanandarahdiatas normal yaitu 140/90mmHg.

Kecemasanmerupakanpengalamanemosionaldenganresponsingk

atpadasaatindividu/seseorangmenghadapitekananatausuatumasalah

yang mengancamkehidupannya.
36

KepatuhanPengobatanadalahsuatuperilakudimanapasien/seseora

ngmampumenaatiinstruksimedissepertibertanyapadapetugasmedis,

mengetahuiresep, minumobatsecaratepat,

datangsaatpemeriksaanlanjutandanmelaksanakanperubahangayahidu

p.

B. Bagian Kerangka Konsep

Variabel independen Variabel dependen

Kecemasan Kepatuhan Pengobatan

Keterangan :

: Variabel independen yang diteliti

: Variabel dependen yang diteliti

: Garis penghubung variabel

Gambar. 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Kecemasan

Tingkat kecemasan yang dimaksud dalam penelitian adalah gejolak

emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya

dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi

permasalahan, alat ukur yang digunakanadalah Hamilton Rating

Scale for Anxiety (HRS-A).

Kriteria tingkat kecemasan :

a. Tidak ada kecemasan : <6


37

b. Kecemasan ringan : 6-14

c. Kecemasan sedang : 15-27

d. Kecemasan berat : >27

2. Kepatuhan pengobatan

Kepatuhan pengobatan yang dimaksud adalah penderita yang

mampu menyelesaikan pengobatan secara teratur tanpa terputus-

putus, dengan menggunakan perhitungan dari Morisky Medication

Adherence Scale (MMAS).

Kriteriakepatuhan pengobatan :

a. Kepatuhan tinggi :8

b. Kepatuhan sedang :6-7

c. Kepatuhan rendah : <6

D. Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul

[ CITATION Not101 \l 1033 ].Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah

hipotesis alternatif (Ha) dimana ada hubungan antara kecemasan

dengan kepatuhan pengobatan pada penderita hipertensi diwilayah

kerja Puskesmas Pampang.


38

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain Penelitian menggunakan survey analitik dengan metode Cross

sectional(potong lintang) dimana tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel

dependen [ CITATION Kel151 \l 1057 ].

Dalam pengumpulan data yaitu dengan menggunakan kuesioner yang

akan dibagikan kepada responden beserta lembar persetujuan


39

penelitian, isi dari kuesioner meliputi tekanan darah,tingkat kecemasan

dan kepatuhan pengobatan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pampang

Makassar.

2. Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli-Oktober 2017.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang

menderita hipertensi yang berada diwilayah kerja Puskesmas

Pampang yaitu sebanyak 78 penderita.

2. Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diharapkan dapat

mewakili ataupurposive sampling. Sampel sebaiknya memenuhi

kriteria yang dikehendaki [ CITATION Nur13 \l 1033 ].

a. Berdasarkan sampel ditentukan dengan menggunakan rumus

Slovin yaitu :

N
n=
N ( d 2 ) +1

Keterangan :

n : besarnya sampel dalam penelitian


40

N : besarnya populasi dalam penelitian(78)

d : tingkat kepercayaan / ketetapan : 0,05

N
n=
N ( d 2 ) +1

78
n=
78 +( 0, 052 ) +1

78
n=
78 +( 0,0025 ) +1

78
n=
1,195

n= 65,27

Jadi besaran sampel yang akan diteliti adalah 65orang

b. Cara pengambilan sampel

1) Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian

dari suatu populasi target dan terjangkau yang akan diteliti

yaitu:

a) Seluruh penderitahipertensi yang berada di wilayah kerja

Puskesmas Pampang

b) Bersedia menjadi responden

2) Kriteria ekslusi
41

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan

subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena

berbagai sebab antara lain:

a) Penderita hipertensi karena kehamilan

b) Penderita hipertensi karena penyakit komplikasi

D. Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data adalah suatu alat yang digunakan oleh

peneliti untuk mengobservasi, mengukur, atau menilai suatu

fenomena. Data yang diperoleh dari suatu pengukuran kemudian

dianalisis dan dijadikan sebagai bukti (evidence) dari suatu penelitian [

CITATION Dha15 \l 1033 ].

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan dalam pengumpulan

data adalah lembar kuesioner berisikan pertanyaan-pertanyaan yang

akan diberikan dan diisi oleh responden. Variabel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah kecemasan.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kecemasan

dan kepatuhan pengobatan. Skala yang digunakan dalam pengukuran

tingkat kecemasan adalah skala Likert, untuk jawaban “Tidak ada”

nilainya 0, untuk jawaban “Ringan” nilainya 1, untuk jawaban “Sedang”

nilainya 2, untuk jawaban “Berat” nilainya 3 dan untuk jawaban “Berat

sekali” nilainya 4. Metode pengisian untuk setiap jawaban dari

pertanyaan kuesioner dengan menggunakan (√ ¿pada pilihan yang

dipilih responden. Sedangkan untuk skala pengukuran kepatuhan


42

pengobatan menggunakan skala Guttmandalam skala ini untuk

jawaban “Ya” nilainya 1 dan untuk jawaban “Tidak” nilainya 0.

E. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek

dan proses pengumpulan subjek yang diperlukan dalam suatu

penelitian [ CITATION Nur13 \l 1033 ].

1. Data primer

Pengumpulan data primer diperoleh dengan menggunakan

kuesioner yang diisi langsung oleh responden yang memuat daftar

pertanyaan yang berhubungan dengan variabel yang diteliti.

2. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari Puskesmas Pampang

Makassar.

F. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan

programkomputer SPSS melalui tahapan berikut :

a. Editing

Penyuntingan data yang dilakukan setelah semua data

terkumpul, kemudian dilakukan pemeriksaan kelengkapan data

dan keseragaman data.

b. Coding
43

Coding yaitu mengklasifikasikan jawaban dari responden

menurut macamnya. Dilakukan untuk memudahkan pengolahan

data dengan cara memberi simbol atau kode dari setiap

jawaban.

c. Scoring

Scoring yaitu menetapkan skor (nilai) pada setiap pertanyaan

dari kuesioner.

d. Entering

Entering yaitu setelah semua data terkumpul dan diberi kode

maka data tersebut dimasukkan kedalam komputer

e. Cleaning

Cleaning yaitu pembersihan data untuk melihat apakah data

sudah sangat benar dan baik serta siap untuk

dianalisis[ CITATION Nur13 \l 1033 ].

2. Analisis Data

a. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan pada tiap-tiap variabel

penelitian untuk melihat tampilan distribusi frekuensi dan

persentase dari tiap-tiap variabel yang diteliti yaitu tingkat

kecemasan dan kepatuhan pengobatan.

b. Analisis bivariat

Analisis bivariat untuk melihat hubungan antara variabel

independen (tingkat kecemasan) dan variabel dependen


44

(kepatuhan pengobatan), maka digunakan uji statistik chi

square dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Apabila nilai

ρ<0,05 maka Ha diterima, berarti ada hubungan variabel

independen dengan variabel dependen. Dan apabila ρ > 0,05

maka Ha ditolak dan H0 diterima, berarti tidak ada hubungan

variabel independen dengan variabel dependen.

G. Etika Penelitian

Masalah etika dalam penelitan keperawatan merupakan masalah

yang sangat penting, karena akan berhubungaan dengan manusia

secara langsung.

Etika yang perlu dan harus diperhatikan adalah:

1. Privacy

Privacy yaitu kebebasan individu terhadap penentuan waktu,

tempat, dan cara untuk memberikan informasi. Peneliti

memberikan kuesioner kepada responden dan mengambil pada

berikutnya. Peneliti memberikan hak sepenuhnya kepada

responden tentang cara dan tempat pengisian kuesioner.

2. Anonymity

Pencantuman nama responden tidak dilakukan untuk menjaga

kerahasiaan responden. Pada kuesioner, peneliti mencantumkan

inisial untuk diisi oleh responden.

3. Confidentiality
45

Peneliti harus menjamin kerahasiaan data yang telah diberikan

oleh responden. Peneliti menjaga kerahasiaan responden dengan

tidak menyebar luaskan data ataupun informasi yang diberikan

responden kepada peneliti, kuesioner yang telah selesai dianalisa

kemudian dimusnahkan untuk menjaga kerahasiaan.

4. Informed consent

Lembar informed dan consent yang berisikan manfaat, tujuan, dan

resiko yang mungkin timbul dari penelitian harus dicantumkan dan

diberikan kepada responden untuk ditanda tangani. Peneliti

melampirkan lembar informed consent di dalam kuesioner

penelitian. Peneliti terlebih dahulu meminta responden untuk

membaca dan menandatangani apabila setuju dalam berpartisipasi

dalam penelitian.

5. Balancing harm and benefits

Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap peneliti harus

mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi subjek

penelitian dan populasi dimana hasil peneliti akan diterapkan

(beneficience). Kemudian meminimalisir resiko atau dampak yang

merugikan bagi subjek penelitian (nonmaleficienci).

6. Respect for human dignity

Penelitian harus dilaksanakan dengan mengjunjung tinggi harkat

dan martabat manusia. Subjek memiliki hak asasi dan kebebasan

untuk menentukan pilihan ikut atau menolak (autonomy). Subjek


46

dalam penelitian berhak mendapatkan informasi yang terbuka dan

lengkap tentang pelaksanaan penelitian, resiko penelitan dan

keuntungan.

7. Respect for justice inclusiveness

Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa

penelitian dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan

dilakukan secara profesional. Sedangkan prinsip keadilan

mengandung makna bahwa penelitian memberikan keuntungan

dan beban secara merata sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuan subjek.

H. Organisasi Penelitian

Peneliti

Nama : Andi Nur Alim Jainuddin

Stambuk : 14220130054

Tim Pembimbing

Pembimbing I : Rochfika, S.Kep.,Ns.,M.Kes.,M.Kep.

Pembimbing II : Wa Ode Sri Asnaniar, S.Kep.,Ns.,M.Kes.

I. Jadwal Penelitian
47

Tahun 2017
Uraian
No Juli Agustus September Oktober
Kegiatan
.
2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
1 Pengambilan
data awal
2 Penyusunan
Proposal
3 Ujian Seminar
Proposal
4 Revisi
Proposal
5 Pengumpulan
Data
6 Pengolahan
dan Penyajian
Data
7 Seminar Hasil

8 Perbaikan
Seminar Hasil
9 Ujian Skripsi

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Keadaan Demografi PuskesmasPampang Makassar

PuskesmasPampangmerupakansalahsatuPuskesmasdalamwi

layahkerjaDinasKesehatan Kota Makassar,

PuskesmasPampangtermasukdalamwilayahKecamatanPanakukan

gtepatnya di KelurahanPampangdenganluaswilayah ± 2,71 km 2.

PuskesmasPampang beralamat di Jalan Pampang 2 No. 28A

Makassar yang secara administrasi berbatasan dengan :

a. Sebelah Utara : BerbatasandenganKelurahan


48

Rappokalling

b. Sebelah Selatan : BerbatasandenganKelurahanSinrijala

c. Sebelah Barat :BerbatasandenganKelurahanKaruwisi

d. Sebelah Timur :BerbatasandenganKelurahanPanaikang

LuaswilayahkerjaPuskesmasPampangyaitu:

a. Pampang : 271 Ha denganjumlah 8 RW dan 40 RT

b. Panaikang : 233 Ha denganjumlah 7 RW dan 55 RT

c. Karampuang : 145 Ha denganjumlah 9 RW dan 40 RT

2. DistrubusiJumlahPendudukWilayah KerjaPuskesmasPampang

a. KelurahanPampang : 17.748 penduduk

b. KelurahanPanaikang : 15.900 penduduk

c. KelurahanKarampuang : 10.593 penduduk

3. Data Tenaga KesehatanPuskesmasPampang

Tenaga KesehatanPuskesmasPampangberjumlah 31 orang

dengandistribusisebagaiberikut:

a. DokterUmum : 3 orang

b. Dokter Gigi : 1 orang

c. Perawat : 8 orang

d. Perawat Gigi : 8 orang

e. Bidan : 5 orang

f. AsistenApoteker : 1 orang

g. Administrator kesehatan : 1 orang

h. Sanitarian : 1 orang
49

i. Epidemiolog : 1 orang

j. Gizi : 1 orang

k. PenyuluhanKesehatan : 1 orang

l. Tenaga Magang : 6 orang

4. VISI, MISIdan MOTTOPuskesemasPampang

a. Visi

Terwujudnyamasyarakat di

wilayahkerjaPuskesmasPampanghidupsehatdanmandirimelaluip

enyelenggaraankesehatan optimal.

b. Misi

1) Memberikanpelayanankesehatantingkatpertamasecara

professional yang bermutu, merata, danterjangkau.

2) Menjalinkerjasamalintas program

danlintassektordalampelayanandanpengembangankesehata

nmasyarakat.

3) Meningkatkanpembinaanperansertamasyarakatdalambidang

kesehatansehinggamasyarakatbisamandiri.

c. Motto

“Untukanda kami ada,

kesembuhandankepuasanandaadalahkebahagiandariniatikhlas

danhati yang tulus kami memberikanlayanankesehatan”

Jenislayanan:
50

1) Memberikanlayanankesehatanmasyarakattanpaperbedaan

status dan golongan

2) Memberikanlayanankesehatandasarsesuaijadwal yang

telahditentukan

3) Bekerjadenganikhlasdanmemberikanpelayananterbaik

4) Berkomitmentegasuntukbersikapsopan, ramah,

empatidantegas.

B. Hasil Penelitian

Penelitianinitelahdilaksanakan di PuskesmasPampangMakassar.

Rancanganpenelitianiniadalahsurvey

analitikdenganmenggunakancross sectional study(potong lintang).

Pengambilansampeldenganmetodepurposive

samplingdenganjumlahsampelsebanyak 65 orang.

Respondendalampenelitianiniadalahseluruh penderita hipertensi yang

berada di wilayah kerja Puskesmas Pampang yang bersedia menjadi

responden.

Penelitianinidilaksanakanmulaitanggal 21 Agustussampaidengan

21 September 2017. Setelahdilakukanpemeriksaankelengkapan data

dimulaisaatpenelitiansampaidenganpengimputan data

jumlahsampelterdapat 65 orang

sesuaidenganperencanaanpengambilansampel.

Berdasakanpengimputandanpengolahan data

makadiperolehhasilsebagaiberikut :
51

1. Karakteristik Umum Responden

Tabel 5.1
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Pampang Makassar Tahun 2017

Karakteristik Jumlah

N %
Jenis Kelamin
Laki-laki 16 24,6
Perempuan 49 75,4

Umur
Masa Remaja Akhir (17-25 4 6,2
tahun) 13 20,0
Masa Dewasa Awal (26-35 19 29,2
tahun) 15 23,1
Masa Dewasa Akhir (36-45 13 20,0
tahun) 1 1,5
Masa Lansia Awal (46-55 tahun)
Masa Lansia Akhir (56-65 tahun)
Masa Manula (>65 tahun)
Lama Menderita Hipertensi
Kurang Dari 7 Tahun 37 56,9
Lebih Dari 7 Tahun 28 43,1
Jumlah Obat
1 Obat 56 86,2
2 Obat 9 13,8
Jenis Obat
Amlodipine 39 60,0
Captoprile 12 18,5
Amlodipine dan Captoprile 9 13,8
Furosemid 3 4,6
Diltiazem 2 3,1
Total 65 100,0

Sumber : Data Primer 2017

Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa penderita hipertensi berdasarkan

jenis kelamin pada perempuan lebih besar dibandingkan pada laki-

laki yaitu sebanyak 49 orang dengan persentase 75,4%.Hal ini

dapat terjadi dikarenakan pada perempuan mengalami menopause,


52

dimana pada kondisi tersebut terjadi penurunan hormon estrogen

dan androgen yang dapat menyebabkan meningkatnya pelepasan

renin, sehingga memicu peningkatan tekanan darah (Coylewright et

al., 2008).

Selanjutnya distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik

penderita hipertensi berdasarkan umur dapat dibagi menjadi enam

kategori umur. Dari hasil penelitian dapat menunjukkan bahwa

prevalensi tertinggi pada penderita hipertensi kategori masa

dewasa akhir (36-45 tahun) yaitu sebanyak 19 orang dengan

persentase 29,2%, sedangkan yang terendah pada kategori masa

manula (lebih dari 65 tahun) yaitu hanya berjumlah1 orang dengan

persentase 1,5%.

Kemudian distribusi frekuensiberdasarkan karakteristik

penderita hipertensi berdasarkan lama menderita hipertensi dibagi

dalam dua kategori yaitu kurang dari 7 tahun dan lebih dari 7 tahun.

Dari hasil penelitian dapat menunjukkan bahwa prevalensi tertinggi

pada penderita hipertensi kategori kurang dari 7 tahun yaitu

sebanyak 37 orang dengan persentase 56,9%, sedangkan kategori

lebih dari 7 tahun 28 orang dengan persentase 43,1%. Lama

menderita berhubungan dengan kepatuhan. Menurut WHO (2003),

ketidakpatuhan pengobatan penyakit kronis merupakan masalah di

seluruh dunia. Kepatuhan untuk terapi jangka panjang penyakit

kronis di Negara maju rata-rata 50%.


53

Setelah itu distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik

penderita hipertensi berdasarkan jumlah obat dapat dibagi menjadi

dua kategori yaitu kategori 1 obat dan kateogori 2 obat. Dari hasil

penelitian dapat menunjukkan bahwa prevalensi tertinggi yaitu pada

kategori penggunaan 1 obat dengan jumlah 56 orang dengan

persentase 86,2%, sedangkan penderita dengan penggunaan 2

obat hanya berjumlah 9 orang dengan persentase 13,8%.

Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik penderita

hipertensi berdasarkan jenis obat dapat dibagi menjadi lima

kategori yaitu kategori penggunaan jenis obat Amlodipine lebih

banyak dibandingkan jenis obat lainnya yaitu sebanyak 39 orang

dengan persentase 60,0%, sedangkan penggunaan jenis obat yang

terendah adalah Diltiazem yaitu sebanyak 2 orang dengan

persentase 3,1%, Captoprile 12 orang dengan persentase 18,5%,

Amlodipine dan Captoprile 9 orang dengan persentase 13,8% dan

Furosemid 3 orang dengan persentase 4,6%.

2. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan pada setiap variabel penelitian

untuk melihat tampilan distribusi frekuensi dan persentase dari

setiap variabel yang diteliti yaitu tingkat kecemasan dan kepatuhan

pengobatan. Adapun hasil analisis univariat dari penelitian ini

didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 5.2
54

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan


dan Kepatuhan Pengobatan Penderita Hipertensi di Wilayah
Kerja Puskesmas Pampang Makassar tahun 2017

Jumlah
Variabel
N %
Kecemasan
Tidak Ada Kecemasan 0 0,0
Kecemasan Ringan 4 6,2
Kecemasan Sedang 26 40,0
Kecemasan Berat 35 53,8
Total 65 100,0
Kepatuhan Pengobatan
Kepatuhan Tinggi 24 36,9
Kepatuhan Sedang 25 38,5
Kepatuhan Rendah 16 24,6
Total 65 100,0
Sumber : Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 5.2 kategori tingkat kecemasan penderita

hipertensi menunjukkan bahwa tingkat kecemasan berat

menempati jumlah tertinggi sebanyak 35 orang dengan persentase

53,8%, sedangkan tingkat kecemasan ringan menempati jumlah

terendah sebanyak 4 orang dengan persentase 6,2%, tidak ada

kecemasan 0 rang dengan persentase 0,0% dan kecemasan

sedang sebanyak 26 orang dengan persentase 40,0%.

Adapun distribusi berdasarkan frekuensi kepatuhan

pengobatan penderita hipertensi menunjukkan bahwa kepatuhan

sedang menempati jumlah tertinggi sebanyak 25 orang dengan

persentase 38,5%, sedangkan kepatuhan rendah menempati

jumlah terendah sebanyak 16 orang dengan persentase 24,6%,


55

selebihnya kepatuhan tinggi sebanyak 24 orang dengan persentase

36,9%.

3. Analisis Bivariat

Hasil Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara

variabel independen (variabel bebas) yaitu kecemasan dengan

variabel dependen (variabel terikat) yaitu kepatuhan pengobatan.

Adapun hasil analisis bivariat dari penelitian ini didapatkan data

sebagai berikut:

Tabel 5.3
Hubungan Kecemasan dengan Kepatuhan Pengobatan
Pada Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Pampang Makassar Tahun 2017

P-
Kepatuhan Pengobatan Total Value
Kecemasan
Kepatuhan Kepatuhan Kepatuhan
Tinggi Sedang Rendah

n % N % N % N %
Kecemasan
1 25,0 3 75,0 0 0,0 4 100,0
Ringan
Kecemasan 0,031
5 19,2 14 53,8 7 26,9 26 100,0
Sedang
Kecemasan
18 51,4 8 22,9 9 25,7 35 100,0
Berat
Total 24 36,9 25 38,5 16 24,6 65 100,0
Sumber : Data Primer 2017
56

Tabel 5.3 menunjukkan tentang hubungan antara kecemasan

dengan kepatuhan pengobatan pada penderita hipertensi.

Penderita hipertensi yang mengalami kecemasan berat

menunjukkan kepatuhan tinggi yaitu sebanyak 18 orang dengan

persentase 51,4%, sedangkan penderita hipertensi yang

mengalami kecemasan ringan menunjukkan kepatuhan tinggi yaitu

sebanyak 1 orang dengan persentase 25,0%.

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square dengan menggunakan

uji pearson chi-square didapatkan hasil nilai p = 0,031 atau p<0,05

yang menyatakan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima yang artinya

ada hubungan antara kecemasan dengan kepatuhan pengobatan

pada penderita hipertensi.

C. Pembahasan

Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar

karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons

(penyebab tidak spesifik atau tidak diketahu oleh individu). Perasaan

takut dan menentu sebagai sinyal yang menyadarkan bahwa

peringatan tentang bahaya akan datang dan memperkuat individu

mengambil tindakan menghadapi ancaman. Rasa cemas memang

biasa dihadapi semua orang. Namun, rasa cemas disebut gangguan

psikologis ketika rasa cemas menghalangi seseorang untuk menjalani

kehidupan sehari-hari dan menjalani kegiatan produktif.


57

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang dilakukan

dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan antara

kecemasan dengan kepatuhan pengobatan pada penderita hipertensi.

Adapun pembahasan dari hasil penelitian ini dapat teruraikan sebagai

berikut:

Berdasarkan hasil penelitian dengan mengambil jumlah sampel

keseluruhan penderita hipertensi yang berjumlah 65 orang, penderita

yang mengalami kecemasan berat dengan kepatuhan rendah yaitu

sebanyak 25,7%, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya

adalah kurangnya pengetahuan penderita, lamanya pasien menderita

hipertensi, kurangnya dukungan keluarga dan acuh terhadap

kesehatannya.

Menurut Yudanari (2015), pasien hipertensi kebanyakan tidak

patuh terhadap prosedur pengobatan dan kontrol terhadap tekanan

darah dengan beberapa alasan diantaranya adalah kurangnya

pengetahuan tentang penanganan pada kasus hipertensi. Kepatuhan

dapat ditingkatkan dengan pendidikan kesehatan dengan metode

diskusi kelompok, dimana terjadi sharing pengalaman diantara pasien

hipertensi sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan motivasi

terhadap kepatuhan pengobatan.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Asmadi (2008), bahwa

faktor yang menjadi penyebab ansietas adalah ancaman terhadap

sistem diri yaitu adanya ancaman terhadap identitas diri, harga diri,
58

kemudian ancaman terhadap integritas diri, meliputi ketidakmampuan

fisiologis atau gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari guna

pemenuhan terhadap kebutuhan dasarnya.

Kemudian teori yang dikemukakan oleh Kosasih dan Hasan (2012)

ada dua terapi yang dilakukan untuk mengobati hipertensi yaitu terapi

farmakologi seperti menggunakan obat-obatan antihipertensi yang

dapat menurunkan tekanan darah, sedangkan terapi non farmakologi

meliputi gaya hidup seperti berhenti merokok, mengurangi kelebihan

berat badan, menghindari alkohol, modifikasi diet, serta mencakup

psikis antara lain mengurangi stress, olahraga dan istirahat.

Penderita yang mengalami kecemasan ringan namun memiliki

tingkat kepatuhan tinggi yaitu sebanyak 25,%, hal ini disebabkan

karena penderita lebih memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi

sehingga mempengaruhi kepatuhannya dalam mengonsumsi obat

hipertensi.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Laksita

(2016) di Desa Praon, Nusukan, Surakarta dengan jumlah sampel

sebanyak 38 orang, sesuai dengan hasil uji statistik yang dilakukan,

didapatkan bahwa nilai p = 0,01 yang berarti p <0,05, dimana hasil nuji

ini menunjukkan ada hubungan antara lama menderita hipertensi

dengan tingkat kecemasan penderita, semakin lama penderita

mengalami hipertensi maka semakin tinggi tingkat kecemasan yang

dirasakan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sani (2016)


59

di ruang Instalasi gawat darurat RS Bethesda GMIM Tomohon, dimana

didapatkan hasil dengan menggunakan uji statistik menunjukkan nilai p

= 0,0421 dimana nilai p >0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara

kepatuhan pengobatan dengan penderita hipertensi, hal ini dipengaruhi

oleh beberapa faktor seperti motivasi pada pasien itu sendiri,

dukungan keluarga dan perawat.

Sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Noorhidayah (2016)

pada penderita hipertensi sebanyak 104 responden di Desa Salamrejo,

Yogyakarta, dimana didapatkan hasil penelitian menunjukkan ada

hubungan antara kepatuhan minum obat antihipertensi pada penderita

hipertensi, dari hail uji statistik menunjukkan nilai p = 0,001 artinya nilai

p <0,05, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti lama

menderita hipertensi, jumlah dan jenis obat yang dikonsumsi.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti berasumsi bahwa semakin

berat kecemasan maka semakin tinggi kepatuhan seseorang dalam

mengonsumsi obat antihipertensi, serta semakin berat kecemasan

maka tingkat kewaspadaan akan kepatuhan obat juga akan meningkat.


60

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan kecemasan dengan

kepatuhan pengobatan pada penderita hipertensi di wilayah kerja

Puskesmas Pampang Makassar tahun 2017, maka dapat disimpulkan :

Ada hubungan antara kecemasan dengan kepatuhan pengobatan pada

penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Pampang Makassar

tahun 2017 (nilai p = 0,031) .

B. Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, peneliti

memberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan konseling untuk meningkatkan pengetahuan pasien

terutama tentang kepatuhan pengobatan pada penderita hipertensi.

2. Penelitian selanjutnya, diharapkan meneliti tentang faktor-faktor

yang mempengaruhi kepatuhan pasien agar lebih baik dari

penelitian ini dengan memperbaiki kekurangan dari penelitian ini.

3. Perlu meningkatkan penyuluhan mengenai pentingnya kepatuhan

pengobatan pada penderita hipertensi.

4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakann sebagai bahan

informasi pengetahuan dan referensi dalam proses belajar

mengajar dalam bidang ilmu keperawatan khususnya menyangkut

pengobatan pada pasien hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai