TINJAUAN PUSTAKA
Kemudian menurut Kemenkes RI No. 812 (2007) paliatif care (perawatan paliatif)
adalah pendekatan yang meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga mereka
dalam menghadapi masalah yang terkait dengan penyakit yang mengancam jiwa,
melalui penceghan-pencegahan sempurna dan pengobatan rasa sakit masalah lain, fisik,
psikososial, spirirtual.
Perawatan paliatif adalah perawatan yang dilakukan secara aktif pada penderita
yang sedang dalam fase terminal akibat penyakit yang dideritanya.Pasien sudah tidak
memiliki respon terhadap terapi kuratif yang disebabkan oleh keganasan
ginekologis.Perawatan ini mencakup penderita serta melibatkan keluarganya (Aziz,
Witjaksono, & Rasjidi, 2008).
Pada perawatan paliatif ini, kematian tidak dianggap sebagai sesuatu yang
harus di hindari tetapi kematian merupakan suatu hal yang harus dihadapi sebagai
bagian dari siklus kehidupan normal setiap yang bernyawa (Nurwijaya dkk, 2010).
2.2. Tujuan Perawatan Palliative Care
Tujuan perawatan paliatif adalah untuk mengurangi penderitaan, memperpanjang
umur, meningkatkan kualitas hidup, dan memberikan support kepada keluarga
penderita. Meski pada akhirnya penderita meninggal, yang terpenting sebelum
meninggal penderita siap secara psikologis dan spiritual,serta tidak stres menghadapi
penyakit yang dideritanya. Perawatan paliatif diberikan sejak diagnosa ditegakkan
sampai akhir hayat.Artinya tidak memperdulikan pada stadium dini atau lanjut, masih
bisa disembuhkan atau tidak, mutlak perawatan paliatif harus diberikan kepada
penderita. Perawatan paliatif tidak berhenti setelah penderita meninggal, tetapi masih
diteruskan dengan memberikan dukungan kepada anggota keluarga yang berduka
(Anita,2016).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terapi adalah usaha untuk
memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit, pengobatan penyakit, perawatan
penyakit. Komplementer adalah bersifat melengkapi, dan menyempurnakan.
Pengobatan komplementer dilakukan dengan tujuan melengkapi pengobatan medis
konvensional dan bersifat rasional yang tidak bertentangan dengan nilai dan hukum
kesehatan Indonesia.
2. Mind-body medicine
Mind-Body Medicine adalah sistem ilmiah dan praktik klinis yang mencapai kesehatan
mental, fisik dan spiritual dengan menyeimbangkan dan menghubungkan pikiran, tubuh,
dan jiwa sebagai satu kesatuan kehidupan yang utuh.
a. Meditasi
Meditasi adalah pengaturan perhatian oleh diri sendiri secara sengaja. Ada
dua kategori meditasi: konsentrasi dan kesadaran. Metode konsentrasi menumbuhkan
kemanunggalan perhatian dan mulai dengan mantra (suara diulang, kata, atau frase)
seperti dalam meditasi transendental. Praktek pengurangan stres berbasis kesadaran
mulai dengan pengamatan pikiran, emosi, dan sensasi tanpa penilaian yang muncul
di bidang kesadaran.
Meditasi telah membantu untuk pasien kanker yang sakit parah untuk
menghilangkan rasa sakit fisik dan emosional. Banyak pasien kanker meninggal
menemukan bahwa ketenangan dan tenang pada meditasi menimbulkan perasaan
yang mendalam dari penerimaan, kesejahteraan, dan kedamaian batin. Sebuah studi
yang dilakukan pada 51 pasien rawat jalan dengan nyeri kronis dengan program 10-
minggu menunjukkan penurunan 50% rasa sakit. Meditasi mengurangi tingkat stres
yang berpotensi dapat mengurangi pengalaman rasa sakit.
b. Hipnosis
Hipnosis adalah keadaan penuh perhatian, konsentrasi reseptif ditandai
dengan perubahan sensori, keadaan psikologis diubah, dan minim fungsi motorik.
Instruksi yang biasa diberikan menyarankan relaksasi fisik seperti mengambang
bersama dengan gambar yang mengalihkan perhatian dari rasa sakit. Hipnosis dapat
diinduksi dalam beberapa menit untuk mempertahankan analgesik yang sedang
berlangsung dan relaksasi dalam menghadapi tekanan emosional dan fisik.
c. Guided imagery
Ini mengalihkan fokus mental dari rangsangan menyakitkan untuk
pengalaman yang lebih menyenangkan, gambaran, dan relaksasi. Guided imagery
adalah intervensi yang perawat dapat lakukan dengan pengaturan yang berbeda
(rumah sakit, rumah, hospice), dapat digunakan dengan pasien dan keluarga untuk
mengurangi rasa sakit dan kecemasan.
d. Pelatihan relaksasi
Pelatihan relaksasi melibatkan napas dalam, relaksasi otot progresif.
Modalitas ini telah menghasilkan penurunan yang signifikan dalam nyeri secara
subjektif pada pasien dengan kanker stadium lanjut.
e. Terapi distraksi
Terapi distraksi adalah teknik di mana rangsangan sensorik diberikan kepada
pasien dalam rangka untuk mengalihkan perhatian mereka dari pengalaman yang
tidak menyenangkan. Misalnya dengan melihat pemandangan alam, video game, dll.
f. Terapi musik
Terapi musik adalah pengunaan music yang diatur/dikontrol untuk perubahan
klinis. Terapi musik digunakan untuk mengurangi rasa sakit dan penderitaan. Ada
perbedaan antara penggunaan musik dan terapi musik. Terapi musik menggunakan
bakat dari seorang profesional terlatih yang memfasilitasi kontak pasien, interaksi,
kesadaran diri, dan ekspresi diri melalui alat musik. Sebuah sesi terapi musik dapat
seperti mendengarkan, bernyanyi, bermain drum, mengembangkan lirik, atau
merekam untuk keluarga. Musik yang disediakan oleh terapis musik telah terbukti
lebih efektif daripada penggunaan pra rekaman musik sendiri dalam mengurangi skor
kecemasan.
a. Terapi Seni
Terapi seni menggunakan proses kreatif untuk memungkinkan kesadaran dan
ekspresi emosi individu. Untuk pasien kanker, seringkali sulit untuk mengungkapkan
secara verbal apa yang dirasakan seseorang tentang diagnosis, rawat inap,
pengobatan, penyakit berulang, keluarga, dan kematian. Ini adalah seni itu sendiri
yang memfasilitasi kesadaran emosi dan pengurangan gejala melalui penggunaan
bahan-bahan seni. Beberapa penelitian telah meneliti penggunaan terapi seni dalam
mengendalikan gejala kanker.
Dalam sebuah penelitian pasien kanker, sebagian besar dengan leukemia dan
limfoma, terapi seni menyediakan penurunan signifikan secara statistik pada rasa
sakit dan gejala umum lainnya, kecuali untuk mual. Dengan menggunakan garis
tubuh dan pastel berwarna dan spidol, pasien kanker yang membantu untuk
memvisualisasikan rasa sakit mereka, mengkomunikasikan emosi mereka, berurusan
dengan citra tubuh, dan mencari makna dan spiritualitas.
Penderita kanker seharusnya menghindari pijat yang sangat dalam (very deep
massage ) – pijat yang lembut lebih aman. Beberapa orang khawatir bahwa dipijat
dapat menyebabkan sel-sel kanker menjalan ke bagian tubuh lainnya. Tidak ada
penelitian yang membuktikan bahwa hal tersebut benar. Namun sebaiknya daerah
tumor dan lump yang curiga ganas tidak dipijat.
b. Gentle massase
Untuk memberikan kenyamanan tempatkan telapak tangan seluas mungkin
dengan seluruh tangan berkontak dengan bagian tubuh pasien seperti lengan atau
punggung. Jangan menggunakan ujung jari atau jempol karena dapat memberikan
banyak tekanan terlalu spesifik. Tekanan harus ringan dan tersebar luas. Pilihan pola
pijat bias seperti lingkaran, dua lingkaran, oval, atau dua oval besar. Hal ini penting
untuk memindahkan tangan pada kecepatan dan tekanan yang konsisten.
c. Refleksi
Refleksi adalah terapi sentuh yang didasarkan pada keyakinan bahwa ada titik
refleks atau titik energi pada kaki, tangan, dan telinga yang sesuai dengan setiap
kelenjar, organ, dan bagian tubuh. Dengan stimulasi terampil dari daerah-daerah dan
poin dengan tangan, jari, dan teknik praktis, sistem tubuh yang difasilitasi untuk
keseimbangan yang lebih besar. Ini memfasilitasi pasien dalam keadaan yang lebih
santai di mana mereka dapat fokus pada kesehatan daripada penyakit. Hal ini
digunakan untuk menstimulasi relaksasi dan tidur, untuk mengurangi kecemasan,
untuk mencegah dan mengurangi neuropati perifer sekunder untuk kemoterapi, dan
untuk mengurangi pengalaman rasa sakit secara keseluruhan. Refleksi kaki adalah
noninvasif, dapat dilakukan dalam pengaturan apapun, tidak memerlukan peralatan,
dan tidak mengganggu privasi pasien.
Refleksi harus dihindari jika pasien memiliki trombosis vena di kaki / tangan
untuk mencegah bergerak dari trombus ke dalam sirkulasi. Kontraindikasi lainnya
adalah infeksi, ruam, memar, luka, dan lymphadema kaki atau kaki. Perawat dan
orang awam dapat diajarkan pijat refleksi. Keluarga dapat diajarkan untuk
melakukan refleksi untuk mengurangi rasa sakit dan kecemasan pada keluarganya
yang sakit.
4. Energy medicine (Reiki)
Reiki adalah energi getaran atau halus paling sering difasilitasi oleh sentuhan
yang sangat ringan. Rei berarti yang universal atau energi tertinggi, dan ki berarti energi
kekuatan hidup. Terapi Reiki diduga mendukung kesejahteraan kita dan untuk
memperkuat kemampuan alami kita untuk menyembuhkan dengan mendorong
keseimbangan dalam tubuh, pikiran, dan jiwa.
Reiki yang ditawarkan oleh seorang praktisi Reiki dilatih untuk individu dan
melibatkan penempatan tangan yang sangat ringan pada tubuh pasien: kepala hingga
ujung kaki, depan dan belakang, dan di titik nyeri jika ditoleransi. Sentuhan lembut dari
Reiki adalah menenangkan, dan menstimulasi relaksasi yang mendalam. Hal ini dapat
diberikan kepada setiap pasien karena sentuhan yang sangat ringan. Sebagian besar
pasien kanker dapat menerima Reiki. Karena itu adalah sentuhan ringan, tidak
menimbulkan rasa tidak nyaman. Selama pasien terbuka untuk menerima sentuhan yang
sangat ringan, dapat dilakukan.
5. Biological Based Practice
Karena terapi komplementer adalah pengobatan untuk mendukung pengobatan
medis atau konvensional. Jadi herbal, vitamin dan suplemen yang diberikan akan
berinteraksi dengan obat-obatan yang di berikan oleh dokter atau tenaga medis lainnya.
Namun, adanya interaksi antara obat herbal, vitamin, atau suplemen dengan obat-obatan
harus diwaspadai.
Contoh pengobatan komplementer dalam bentuk herbal yaitu herbal Sinshe
Fengshui, yaitu metode pengobatan yang memadukan obat-obatan herbal yang
berkhasiat tinggi dengan resep pengobatan Cina Kuno yang telah berusia ribuan tahun.
Selain itu ada tanaman herbal, yaitu gingseng yang berasal dari daerah pegunungan Cina
Utara yang bermanfaat untuk pengobatan yang bisa untuk menyegarkan tubuh dan jiwa
juga bermanfaat dalam menyembuhkan berbagai penyakit dan gangguan lainya.
2.6. Hubungan Terapi Komplementer Pada Keperawatan Palliative
Masyarakat cenderung menggunakan terapi komplementer karena banyak
terapi yang menjanjikan kesembuhan 100% dan bisa mengobati berbagai jenis
penyakit namun belum banyak penelitian yang membuktikannya. Salah satu
penyakit paliatif yang bisa dilakukan terapi komplementer adalah penyakit
kanker. Pengobatan kanker yang baik harus memenuhi fungsi menyembuhkan
(kuratif), mengurangi rasa sakit (paliatif) dan mencegah timbulnya kembali
(preventif). Pengobatan komplementer alternatif adalah salah satu pelayanan
kesehatan yang akhir-akhir ini banyak diminati oleh masyarakat maupun
kalangan kedokteran konvensional (Hasanah & Widowati, 2016).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Irawan, Rahayuwati & Yani (2017)
menunjukkan bahwa pengguna terapi modern sering mengeluh mual muntah
terutama pasca kemoterapi. Pengguna terapi modern dan komplementer (pijat)
mengatakan penggunaan pijat mengurangi lelah dan nyeri pasca terapi modern
dilakukan. Pengguna terapi modern dan komplementer (herbal) mengatakan
penggunaan herbal mengurangi mual muntah dan mempercepat penyembuhan
pasca terapi modern dilakukan. Pengguna terapi modern dan komplementer
(herbal dan pijat) mengatakan penggunaan herbal dan pijat untuk mengurangi
efek samping terapi modern.
Hasil penelitian yang lain menunjukkan terapi modern telah terbukti secara
medis dan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh penyakit kanker dapat dikurangi
dengan terapi modern dan komplementer sehingga secara global kualitas hidup
penderita kanker meningkat.
Salah satu dari terapi komplementer yang dapat digunakan pada
keperawatan paliatif adalah akupuntur. Akupunktur yang digunakan pada terapi
kanker bukan ditujukan untuk mengobati penyakit kankernya karena penusukan
pada lesi merupakan kontraindikasi. Hal ini dilakukan untuk pengobatan paliatif
yaitu mengurangi nyeri kronis, mengurangi efek samping kemoterapi ataupun
radioterapi seperti nyeri, mual, muntah, serta mengurangi dosis obat anti-nyeri
sehingga kualitas hidup penderita dapat ditingkatkan.
Pelayanan kesehatan komplementer alternatif merupakan pelayanan yang
menggabungkan pelayanan konvensional dengan kesehatan tradisional dan atau
hanya sebagai alternatif menggunakan pelayanan kesehatan tradisional,
terintegrasi dalam pelayanan kesehatan formal. Keberhasilan masuknya obat
tradisional ke dalam sistem pelayanan kesehatan formal hanya dapat dicapai
apabila terdapat kemajuan yang besar dari para klinisi untuk menerima dan
menggunakan obat tradisional (Hasanah & Widowati, 2016).
Penyelenggaran pengobatan komplementer alternatif diatur dalam standar
pelayanan medik herbal menurut Keputusan Menteri Kesehatan
No.121/Menkes/SK/II/2008 yang meliputi melakukan anamnesis; melakukan
pemeriksaan meliputi pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi)
maupun Jamu pada pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi, EKG);
menegakkan diagnosis secara ilmu kedokteran; memberikan obat herbal hanya
pada pasien dewasa; pemberian terapi berdasarkan hasil diagnosis yang telah
ditegakkan; penggunaan obat herbal dilakukan dengan menggunakan tanaman
berkhasiat obat sebagai contoh yang selama ini telah digunakan di beberapa
rumah sakit dan PDPKT; mencatat setiap intervensi (dosis, bentuk sediaan, cara
pemberian) dan hasil pelayanan yang meliputi setiap kejadian atau perubahan
yang terjadi pada pasien termasuk efek samping (Kepmenkes, 2008).
Beberapa fakta yang kita jumpai pada masyarakat akhir-akhir ini adalah
kecenderungan kembali ke alam dan terapi alternatif. Dengan banyaknya pilihan
tanaman obat yang ditawarkan, mahalnya biaya pengobatan keperawatan paliatif
secara konvensional, ketidakberhasilan dan banyaknya penyulit sampingan dalam
pengobatan konvensional, serta adanya kasus paliatif yang dapat disembuhkan
dengan tanaman obat mendorong makin banyak masyarakat yang memilih
pengobatan alternatif antara lain dengan tanaman obat dan terapi komplementer
sebagai cara untuk pengobatan (Hasanah & Widowati, 2016).
2.7. Peran Perawat Dalam Terapi Komplementer
Aziz M.Farid, Julianto Witjaksono, Imam Rasjidi. 2008. Panduan Pelayanan Medik (Model
Interdisiplin Penatalaksanaan Kanker Serviks dan Gangguan Ginjal. Jakarta. EGC
Hasanah, S. N & Widowati, L.2016. Jamu pada pasien tumor / kanker sebagai terapi
komplementer.Jurnal Kefarmasin Indonesia.
Perry, Potter. 2009. Fundamental of Nursing Buku 2 Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika