Anda di halaman 1dari 43

Nama : Rafika Putri

NIM : 1914314201058

Prodi : S1 Keperawatan

Mata Kuliah : Keperawatan Jiwa II

“TUGAS INDIVIDU KEPERWATAN JIWA”

A. Sebutkan Dan Jelaskan Prinsip Tindakan Restrain Yang Efektif Untuk Pasien
Gangguan Jiwa Sehingga Meminimalisir Cidera
Adapun prinsip restrain yang efektif untuk pasien gangguan jiwa sehingga meminimalisir
cidera, antara lain:
1. Restrain yang aman menggunakan alat yang bermanset
Perlu dipilih alat restrain yg aman dan tidak melukai, tali restrain dibuat dari kain yg
diberi manset sehingga lembut tetapi tetap kuat dan penampang manset yag lebar
menghindarkan cedera lecet pada bagian kulit ekstremitas yang dilakukan restrain
2. Area yang dilakukan restrain diolesi dengan lotion
Perawat membererikan lotion untuk mengantisipasi timbuknya gangguan pada pasien
serta menjaga kenyamanan pasien. Pelembab akan mempertahankan hidrasi epidermis
sehingga meminimalisir efek gesekan yang menyebabkan rasa panas dan shear
sehingga mudah menyerap pada kulit
3. Durasi tindakan restrain dibatasi
Durasi tindakan restrain harus dbatasi, karena pemberian restrain bisa mengakibatkan
risiko perilaku marah berulang pada pasien. Setelah masa waktu restrain berakhir
dilakukan evaluasi kembali terkait perilaku agresif klien, apabila perilaku yg
ditampilkan klien masih sama dan belum menunjukan perbaikan maka prosedur
restrain dapat diterapkan kembali apabila langkah-langkah alternative lain untuk
pengendalian perilaku hailnya tidak efektif.
4. Selama dilakukan restrain pasien dilakukan monitoring dan pemenuhan kebutuhan
dasar
Pemenuhan kebutuhan pasien seperti makan,minum dan toilet, tidak membeda-
bedakan pasien , adanya fasilitas untuk direstrain dan seklusi, perlindungan kepada
pasien memonitor dan mengobseervasi keselamatan pasien, staf harus dilatih sebelum
ditugaskan dalam ruangan restrain
5. Restrain dilakukan oleh petugas yang terlatih
Keselamatan pasien dapat ditingkatkan dengan adanya pelatihan pada staff. Staff
yang berkompeten yang juga termasuk perawat dapat mengurani risiko adanya
kecelakaan ketika terjadinya restrain

B. Sebutkan Dan Jelaskan Keefektifan Penggunaan Restrain Pada Pasien Gangguan


Jiwa
Keefektifan restrain terhadap pasien gangguan jiwa yaitu terdapat pada respon perilaku
yang dilakukan observasi meliputi repon perilaku fisik, emosi dan verbal
1. Restrain efektif menurunkan perilaku kekerasan pada pasien gangguan jiwa
Penurunan ini meliputi penurunan pada respon fisik karena dengan adanya
pembatasan gerak sehingga dapat mengurangi agresif fisik klien
2. Respon fisik akan mempengaruhi respon emosi
Dengan pemberian restrin yg sistematis klien akan melakukan control terhadap emosi
yang mempengaruhi proses piker serta ketegangan otot

C. Sebutkan Dan Jelaskan Keefektifan Isolasi Pada Pasien Gangguan Jiwa


Keefektifan isolasi pada pasien gangguan jiwa antara lain:
1. Dengan isolasi, mampu menstimulasi neurotransmiter yang merangang rasa nyaman,
mengurangi rasa tertekan dan ketegangan pada pasien sehingga bisa menurunkan
perilaku kekerasan
2. Perawat dapat mempertimbangkan diagnose medis pasien, status pasien baru, serta
karakteristik lain seperti umur, jenis kelamin, pendidikan serta status perkawinan,
sehigga pelaksanaan observasi terhadap klien dapat erjalan secara optimal
D. Standart Operational Procedure (SOP) Penggunaan Restrain Berdasarkan Sumber
Terkini

Pengertian Suatu metode atau cara pembatasan yang disengaja terhadap gerakan
atau perilaku pasien didalam pengobatan atau perawatan di RS dimana
terdapat kecenderungan pasien tidak kooperatif didalam proses
perawatan atau cenderung malah membahayakan
Tujuan 1. Menjaga keamanan dan keselamatan pasien selama perawatan
2. Proses perawatan dapat berlangsung optimal tanpa terganggu
oleh ketidakkooperatifan pasien, demi memperoleh hasil sesuai
harapan
Kebijakan 1. Restriksi terhadap pasien dilakukan dengan cara-cara tertentu
sesuai dengan kondsi yang ditemukan pada pasien
2. Keluarga/penanggung jawab pasien wajib diinformasikan
sebelumnya tentang penggunaan restrain yang akan
dilaksanakan , yang terdokumentasi dalam rekam medis
Prosedur 1. Memberi salam pada pasien dan keluarga
2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang alasan
penggunaan restrain
3. Apabila setuju, maka wajib menandatangani persetujuan
tindakan yang terdokumentasi di rekam medis
4. Melaksanakan teknik-teknik restrain sesuai metode yang
terpilih:
a. Teknik jacket atau vestrestrain
Bentuk restrain yang di aplikasikan pada badan pasien,
diletakan di luar pakian, gaun atau piyama pasien, tahapan :
1. Tahap prainteraksi
(a) Mengumpulkan data tentang klien
(b) Menyiapkan alat
2. Tahap Kerja :
a) Memulai kegiatan dengan cara yang baik, memlih
alat restrain yang tepat
b) Memasang restrain pada klien dengan cepat dan
tepat, bantu pasien dalam posisi duduk jika tidak ada
kontra indikasi, pasang jaket restrain ada tubuh
pasien Setelah itu masukan tali ke lubang tadi
c) Pastikan tidaak ada bagian vest yg berkerut dibagian
punggung pasien, masukkan genggaman tangan
diantara restrain dan pasien untuk memastikan
bahwa pernafasan tidak dibatasi oleh restrain.
d) Hindari mengikat restrain pada side rail tempat
tidur, mengamankan restrain dari jangkauan pasien.
e) Melakukan pemeriksaan tanda vital,memeriksa
bagian tubuh yg diristrain, memperhatikan respon
pasien
- Kontrak yg akan datang (restrain akan dilepas
apabila (sesuai kasus):
- Vest restrain juga bisa digunakan untuk
mengamankan lansia atau pasien dengan kondisi
membutuhkan yg duduk di kursi roda, agar tidak
jatuh ke depan.
b. Baju Restrain
1. Tahapan kerja:
a) Pegang pundak pasien dan tangan yg agresif,
berjlan dibelakang pasien dan tetap waspada
b) Buka baju dalam posisi “menyerbu”, pakakan
baju dengan cepat
c) Handle tangan pasien kebelakang, seperti orang
diborgol, mengamankan restrain dari jangkaua
pasien
d) Menyediakan keamanan dan kenyamanan sesuai
kebutuhan
e) Melakukan pemeriksaan tanda vital, memeriksa
anggota tubuh yg direstrain, memperhatikan
respon pasien
c. Teknik Elbow Restrain
Digunakan untuk mencegah anak menekuk tangan dan
mencapai insisi atau alat terapeutik lain yg menempel
pada anak
Tahapan kerja
a) Memasang restrain pada klien dengan cepatt dan
tepat
b) Pegang lengan klien, papsang ikatan ke klien
c) Masukkan satu jari sebelum diikat agar tidak terlalu
kencang,hindari mengikat restrain pada side rail
tempat tidur
d) Mengamankan restrain dari jangkauan pasien
e) Menyediakan keamanan dan kenyamanan sesuai
kebutuhan
f) Melakukan pemeriksaan tanda vital (khususnya
pada capillary refill dan pulsasi proximal di lengan
untuk mengeahui sirkulasi pasien)
g) Memeriksa bagian tubuh yg direstrain
d. Restrain ekstremitas
Digunakan untuk membatasi gerak ekstremmitas
Pada pelaksanaan tindakan restrain pada daerah yg tidak
membahayakan pada ke-4 ekstremitas dengan
menggunakan bahan yg tidak berbahaya atau mencederai
pasien
e. Teknik mummy restrain
Dilakukan untuk bayi agar tidak bergerak dan jatuh atau
untuk mengontrol pergerakkan selama pemeriksaan.
Bentuknya seperti gurita atau gritto, bedanya ada 2 lapis,
lapisan pertama diikat ketempat tidur, sedangkan lapisan
kedua, diikat ke bayi atau anak (seperti grito).

Unit terkait 1. UGD


2. Unit Rawat Inap
3. Unit Intensiv (ICU, HCU)

E. Sebutkan Dan Jelaskan Kontraindikasi Pemassangan Restrain


1. Tidak mendapatka izin tertulis dari keluarga pasien untuk melaksanakan prosedur
2. Pasien kooperatif
3. Pasien memiliki komplikasi kondisi fisik atau mental

DAFTAR PUSTAKA
Mustaqi& Dwiantoro, Luky.(2018). Jurnal Keperawatan:Restrain Yang Efektif Untuk Mencegah

Cedera,10 (1):19-27

Yuli Hatuti, Retno& Agustina, Nurwulan& Widiyatmoko.(2019). Jurnal Kerawatan Jiwa: The

Effect Of Restrain On Impairment Of Ec Pans Scres In Schinzophrenic Patients With

Violent Behavior. 10(2):135-144

Jayanti, D.M.A.D & Lestari, N.K.Y&Sugiantari, N.N.M. (2019). Caring:Effect Somatic Isolation

Therapy On Violent Behavior Alteration In Schizophrenia Patient. 3(1)

Jurnal terlampir
Jurnal 1

Jurnal Keperawatan Volume 10 No 1, Hal 19 - 27, Maret 2018 ISSN : 2085-1049 (Cetak)
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal ISSN : 2549-8118 (Online)

Jurnal Keperawatan Volume 10 No 1, Hal 19 - 27, Maret 2018 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

RESTRAIN YANG EFEKTIF UNTUK MENCEGAH CEDERA

Mustaqin1, Luky Dwiantoro2


1
Perawat RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang
2
Program Studi Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang

Email: mustaqin.rsjsemarang@gmail.com

ABSTRAK
Restrain/ pengikatan fisik (dalam psikiatri) secara umum mengacu pada suatu bentuk tindakan
menggunakan tali untuk mengekang atau membatasi gerakan ekstremitas individu yang berperilaku
diluar kendali. Indikasi restrain meliputi perilaku amuk yang membahayakan diri sendiri, orang lain
dan lingkungan. Restrain adalah bagian dari implementasi patient safety, karena bertujuan untuk
memberikan keamanan fisik, psikologis dan kenyamanan pasien. Restrain yang dilakukan pada pasien
di rumah sakit jiwa juga dapat menimbulkan dampak negatif berupa cedera / luka pada ekstremitas
yang dilakukan restrain. Tujuan dari systematic review ini untuk mengetahui tindakan restrain yang
aman dan efektif di rumah sakit jiwa, systematic review dilakukan dengan mencari artikel melalui
Ebscho, Science direct, Portal Garuda dan Google Scholar. Jurnal yang telah terkumpul selanjutnya
dilakukan critical appraisal. Restrain efektif untuk mengatasi pasien agresif, tetapi dapat menimbulkan
efek samping berupa luka / cedera, untuk mencegah terjadinya luka / cedera, restrain dilakukan
dengan menggunakan alat yang bermanset, area restrain diberikan lotion, durasi restrain paling lama 4
jam, selama di lakukan restrain perawat mengobservasi kondisi dan memenuhi kebutuhan pasien,
restrain dilakukan oleh staf yang terlatih.

Kata kunci : Restrain, Cedera, Efektif

EFFECTIVE RESTRAIN FOR PREVENTING INJURIES ABSTRACT


Physical restraint (in psychiatry) generally refers to a form of action using a strap to curb or limit
the movement of an individual's extremity that behaves out of control. Restrained indications
include self-harm behavior, others and the environment. Restrain is part of the implementation of
patient safety, as it aims to provide physical, psychological and patient comfort. Restrain performed
in patients in psychiatric hospitals can also have a negative impact of injury / injury to the extremity
of the restrain. The purpose of this systematic review to find safe and effective restrain actions in
psychiatric hospitals, systematic review is done by searching articles through Ebscho, Science direct,
Garuda Portal and Google Scholar. The collected journals are then performed critical appraisal.
Restrain effective to overcome aggressive patient, but can cause side effect in the form of wound /
injury, to prevent injury, restrain is done by using tool bermanset, restrain area given lotion, restrain
duration of 4 hours long, during restrained nurse observe conditions and meet patient needs,
restrained by trained staff.

Keywords: Restrain, Injury, Effective


PENDAHULUAN KTC 2 kasus, KTD 15 kasus, dan sentinel 1
Saat ini isue utama dalam pelayanan kesehatan kasus.
adalah masalah patient Safety / keselamatan
pasien, keselamatan pasien adalah suatu Gejala utama yang sering muncul pada pasien
system yang membuat asuhan pasien lebih gangguan jiwa adalah perilaku kekerasan.
aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan dimana seseorang melakukan tindakan yang
analisis insiden, kemampuan belajar dari dapat membahayakan secara fisik baik
insiden dan tindak lanjutnya, serta terhadap diri sendiri, orang lain, maupun
implementasi solusi untuk meminimalkan lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
timbulnya risiko dan mencegah terjadinya mengungkapkan perasaan kesal atau marah
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat yang tidak konstruktif (Stuart dan Sundeen,
melaksanakan suatu tindakan atau tidak 2006). Perilaku kekerasan harus segera
mengambil tindakan yang seharusnya diambil. ditangani karena dapat membahayakan diri
(PERMENKES RI No. 11 Tahun 2017 tentang pasien sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Keselamatan Pasien). Penanganan perilaku kekerasan dapat
dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya
Rumah sakit sebagai tempat pelayanan dengan cara isolasi dan atau restarin
kesehatan modern adalah suatu organisasi yang (Purwanto, 2015)
sangat komplek karena padat modal, padat
teknologi, padat karya, padat profesi, padat Restrain / pengikatan fisik (dalam psikiatri)
sistem, dan padat mutu serta padat resiko. secara umum mengacu pada suatu bentuk
Keanekaragaman dan kerutinan pelayanan di tindakan menggunakan tali untuk mengekang
rumah sakit apabila tidak dikelola dengan baik atau membatasi gerakan ekstremitas individu
dapat menimbulkan insiden keselamatan yang berperilaku diluar kendali. Pengikatan
pasien. fisik merupakan alternatif intervensi terakhir
jika dengan intervensi verbal (persuasi),
Insiden Keselamatan Pasien, adalah setiap pengekangan kimia (biologi) mengalami
kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang kegagalan (SPO pengikatan fisik / restrain
mengakibatkan atau berpotensi RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah Tengah).
pada pasien, terdiri dari kejadian tidak
diharapkan (KTD), kejadian tidak cedera Indikasi restrain meliputi perilaku amuk yang
(KTC), kejadian nyaris cedera (KNC) dan membahayakan diri dan orang lain, perilaku
kejadian potensial cedera (KPC). agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan
(PERMENKES RI No. 11 Tahun 2017 tentang pengobatan, ancaman terhadap integritas fisik
Keselamatan Pasien). yang berhubungan dengan penolakan pasien
untuk istirahat, makan, dan minum, permintaan
Angka Insiden keselamatan pasien menurut pasien untuk pengendalian perilaku eksternal,
laporan Institute Of Medicine (IOM), America pastikan bahwa tindakan ini telah dikaji dan
Serikat pada tahun 2000 dalam buku, “To Err berindikasi terapeutik (Videbeck, 2008).
Is Human, Buliding a Safer Health System” Restrain adalah bagian dari implementasi
diikuti data WHO tahun 2004 dari berbagai keselamatan pasien, tujuan dari restrain adalah
negara menyatakan bahwa dalam pelayanan untuk memberikan keamanan fisik dan
pasien rawat inap di rumah sakit terdapat psikologis bagi individu tersebut dan
sekitar 3% – 16% kejadian tidak diharapkan meningkatkan keamanan dan kenyamanan
(Depkes RI, 2006). Angka insiden keselamatan pasien.
pasien di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Amino
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah pada Restrain yang dilakukan pada pasien di rumah
Tahun 2016 terdapat 59 kasus, dengan sakit jiwa ternyata juga menimbulkan dampak
perincian KPC 0, KNC 19 kasus, KTC 1 kasus, negatif, dampak restrain bisa terjadi pada pihak
KTD 38 kasus, dan sentinel 1 kasus. Pada pasien sendiri juga pihak perawat yang
Tahun 2017 sampai dengan bulan Oktober melakukan tindakan ini. Selain resiko terjadi
angka insiden keselamatan pasien 76 kasus, cedera, seringkali pasien tidak terpenuhi
dengan perincian KPC 6 kasus, KNC 52 kasus, kebutuhan dasar manusianya ketika dilakukan
28
restrain. Restrain pada pasien bisa Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti
menyebabkan trauma, termasuk trauma secara tertarik untuk mencari literature tentang
fisik dan psikologis (Haimowits, Urff & tindakan restrain yang aman dan efektif untuk
Huckshorn, 2006). Pengekangan fisik / manual mencegah cedera.
digunakan di beberapa unit rawat inap
kesehatan mental sebagai alat untuk mengelola METODE
perilaku agresif, walaupun secara paradoks
Metode yang digunakan yaitu systematic
penggunaannya membawa beberapa risiko
review terhadap beberapa study literatur,
bahaya fisik dan mental bagi petugas
dimana artikel penelitian dicari secara
kesehatan dan pasien (Happell & Harrow,
komprehenshif terhadap clinical and academic
2010; Stubbs et al , 2009). Stewart et al, 2009;
research dari beberapa database untuk
Stubbs, 2009 mengatakan antara 12-40% staf
mendapatkan evidence yang relevan dengan
rumah sakit dan 5-18% pasien terluka akibat
beberapa kriteria pencarian dan kata kunci.
pengekangan restrain.
Artikel dicari melalui Ebscho, Sciencedirect,
Portal Garuda dan Google Scholar dengan kata
Di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Amino
kunci restrain, cedera dan efektif. Setelah
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah dari 38
dilakukan pencarian ditemukan 12 jurnal dari
kasus KTD pada Tahun 2016 terdapat 16 jenis
Ebsco, 15 jurnal dari Sciencedirect, 18 jurnal
kasus cedera pada saat pasien di lakukan
dari Portal Garuda dan 40 artikel dari Goggle
restrain dengan perincian 13 lecet pada
scholar. Langkah selanjutnya adalah dengan
pergelangan tangan / kaki tempat ikatan, 1
melakukan screening untuk mendapatkan
dislokasi sendi bahu, 1 luka robek karena
artikel yang full text dalam bentuk pdf dari
mendapat perilaku kekerasan dari pasien lain,
tahun 2007-2017. Pada langkah ini ditemukan
dan 1 mengalami luka bakar /combustio pada
8 artikel dari Ebsco, 10 artikel dari
saat dilakukan restrain. Sampai dengan bulan
Sciencedirect, 10 artikel dari Portal Garuda, 12
Oktober 2017 dari 72 Insiden keselamatan
artikel dari google scholar. Pencarian melalui
pasien terdapat 25 kasus terkait dengan
google scholar dengan menggunakan kalimat
tindakan restrain, yaitu 21 kasus KNC karena
tindakan restrain di rumah sakit jiwa yang
petugas melakukan restrain tidak sesuai SPO
efektif dan cedera ditemukan 8 artikel.
dan 4 kasus KTD pasien mengalami cedera
Seluruh judul artikel yang dianggap sesuai
lecet pada pergelangan tangan karena tindakan
dengan tujuan penelitian kemudian dilakukan
restrain.
screening apakah judul pada artikel tersebut
ada yang sama atau tidak. Setelah dilakukan
Tujuan utama rumah sakit adalah merawat
screening didapatkan ada 12 judul yang sama,
pasien agar segera sembuh dari sakitnya dan
lalu dilakukan screening lagi berdasarkan
sehat kembali, sehingga tidak dapat ditoleransi
eligibility sesuai dengan kriteria inklusi dan
bila dalam perawatan di rumah sakit pasien
kriteria eksklusi didapatkan 7 artikel yang
menjadi lebih menderita akibat dari terjadinya
selanjutnya dilakukan review. Adapun strategi
insiden keselamatan yang sebenarnya dapat
pencarian literature dapat dilihat pada lampiran
dicegah. pasien harus dijaga keselamatannya
tabel 1.
dari akibat yang timbul karena human
error.

Tabel 1. Strategi Pencarian Literatur


Mesin pencari Ebsco Science Portal Google
host direct garuda scholar
Hasil penelusuran 12 15 18 40
Full-text pdf, 2007-2017 8 10 10 12
Judul yang sama - - 4 8
Eligible sesuai - - 2 5
dengan
kriteria inklusi dan eksklusi
result 7
HASIL lecet akibat dari pemasangan restrain yang
Restrain Efektif untuk Mengatasi Pasien telalu kencang, 72,7% atau sebanyak 8
Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa. pasien mengalami peningkatan inkontinensia
Penelitian Dwi Ariani Sulistyowati, E. yang disebabkan oleh terbatasnya
Prihantini (2013) meneliti keefektifan mobilitas fisik klien yang berakibat pada
penggunaan restrain terhadap penurunan ketidakmampuan klien untuk memenuhi
perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia, kebutuhan eliminasinya, 54,5% atau sebanyak
desain penelitian dilakukan dengan rancangan 6 pasien mengalami ketidakefektifan sirkulasi
quasy experiment dengan control group yang ditandai dengan terjadinya oedema pada
pretest-post test design. Pengambilan sampel area pemasangan restrain, sebanyak 36,6%
menggunakan cara purposive sampling dengan atau sebanyak 4 pasien mengalami
jumlah sampel sebanyak 30 klien. Berdasarkan peningkatan terjadinya kontraktur, 27,3% atau
hasil uji statistic menunjukkan nilai rata- sebanyak 3 pasien mengalami iritasi kulit
rata perilaku kekerasan sebelum intervensi akibat terbatasnya mobilitas fisik karena
restrain sebesar 14,73 dan sesudah tindakan restrain.
mendapat intervensi restrain sebesar 6,27
dengan nilai t hitung 10,16 dan nilai P Sujarwo, Livana (2017), meneliti gambaran
sebesar 0,000. t hitung lebih besar dari t tabel dampak tindakan restrain pasien gangguan
yaitu 10,116 > 2,05, maka Ho ditolak artinya jiwa, menggunakan metode deskriptif
ada perbedaan nilai sebelum dan sesudah eksploratif dengan pendekatan secara cross
perlakuan. Dengan demikian dapat sectional. Populasi dalam penelitian ini
disimpulkan bahwa restrain efektif terhadap adalah pasien gangguan jiwa di ruang X
penurunan perilaku kekerasan pada pasien RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang
Skizofrenia di RSJD Surakarta tahun 2013. yang berjumlah 32 orang. Sampel diambil
secara purposive sampling dengan kriteria
Restrain dapat Menimbulkan Efek Samping inklusi pasien dalan tingkat kesadaran
Cedera pada Pasien. composmetis dan pasien restrain. Hasil
Penelitian Kandar Prabawati Setyo Pambudi penelitian menunjukkan bahwa dari 30 pasien
(2014) mengukur efektifitas tindakan restrain yang dilakukan restrain sebagian besar
pada pasien perilaku kekerasan yang menjalani mempunyai dampak psikologis negatif
perawatan di unit perawatan intensif psikiatri sebanyak 18 responden (60,0%), dan
RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang. menimbulkan dampak fisik negatif
Penelitian ini menggunakan konsep deskriptif sebanyak 20 responden (66,7%), dampak fisik
analitik dengan pendekatan cross sectional, negatif yang terjadi adalah pasien mengalami
yang bertujuan untuk memperoleh gambaran oedema dan lesi pada ekstremitasnya
mengenai pelaksanaan tindakan restrain di incontinensia dan gangguan personal hygiene
unit perawatan intensif psikiatri RSJD dr. berupa penampilan pasien yang terlihat
Amino Gondohutomo Semarang. Hasil kurang rapi.
penelitian menunjukkan bahwa dari 30 kali
tindakan restrain, sebanyak 19 kali atau Restrain yang Aman Menggunakan Alat
63,3% tidak menimbulkan efek samping, dan yang Bermanset.
11 kali atau 36,7% tindakan restrain Penelitian Saseno, Pramono Giri Kriswoyo
memberikan efek samping bagi pasien. Dari (2013) meneliti pengaruh tindakan restrain
11 kali prosedur restrain, sebesar 68,75% fisik dengan manset terhadap penurunan
pasien mengalami cedera secara fisik dan perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia,
31,25% pasien mengalami cedera secara dengan uji wilcoxon menunjukkan nilai mean
psikologis. Cedera fisik yang mereka alami 19,50 dengan nilai Z sebesar -5,386 dan nilai
berupa ketidaknyamanan fisik, lecet pada p= 0,000. Artinya ada pengaruh tindakan
area pemasangan restrain, peningkatan restrain fisik dengan manset terhadap
inkontinensia, ketidakefektifan sirkulasi, penurunan perilaku kekerasan.
peningkatan risiko kontraktur, dan terjadinya
iritasi kulit. Dari 11 pasien, 81,8% atau Area yang dilakukan Restrain diolesi
sebanyak 9 pasien mengalami ketidak- dengan Lotion.
nyamanan fisik akibat pemasangan restrain, Dwi Saputra dan Arum Pratiwi (2017)
72,7% atau sebanyak 8 pasien mengalami melakukan penelitian kualitatif tentang
Pengalaman pasien Gangguan Jiwa selama restrain dan seklusi bukan merupakan sebuah
mengalami restrain ekstremitas, hasil hukuman, durasi restrain dan seklusi yang
penelitian mengatakan secara teknis sesingkat-singkatnya, memberikan pakaian
seharusnya perawat memberikan lotion untuk pada pasien, staff dan pasien mempunyai
mengantisipasi timbulnya gangguan fisik jenis kelamin yang sama. Persamaan yang di
pada pasien serta menjaga kenyamanan dapatkan dalam analisis dokumen di
pasien. dapatkan bahwa Indonesia telah memiliki 6
kategori yaitu memberikan kebutuhan pasien
Durasi Tindakan Restrain dibatasi. (makan, minum dan toilet), tidak membeda-
Abdul muhits, Nurul Hidayah, MH. Saputra, bedakan pasien, adanyanya fasilitas untuk di
Icha Suryani (2017) meneliti hubungan durasi restrain dan seklusi, perlindungan kepada
pemberian restrain dengan resiko perilaku pasien, memonitor dan mengobservasi
marah berulang pada pasien skizofrenia. keselamatan pasien, staf harus dilatih
Penelitian ini adalah penelitian korelasional sebelum ditugaskan dalam ruangan restrain.
dengan menggunakan pendekatan cross
Sectional. Pengambilan sampel Restrain dilakukan oleh Petugas yang
menggunakan simple random sampling Terlatih.
dengan jumlah sampel sebanyak 32 klien. Kandar, Prabawati Setyo Pambudi (2014)
Hasil uji statistik menggunakan uji Fisher's Terdapat beberapa prosedur yang paling
Exact Test menunjukkan tingkat signifikasi sering untuk tidak dilakukan. Prosedur yang
0,002 <0,05 maka Ho di tolak yang artinya sering tidak dilakukan oleh perawat di
ada hubungan durasi pemberian restrain ruangan dalam pelaksanaan intervensi
dengan risiko perilaku marah berulang pada restrain adalah 80% pengikatan dilakukan
pasien skizofrenia di RSJ Dr. Radjiman tanpa instruksi dokter, 73,3% perawat
Wediodiningrat Lawang, Malang. melakukan restrain tanpa melakukan
pengkajian fisik terlebih dahulu, belum
Selama dilakukan Restrain Pasien efektifnya pendokumentasian tindakan
Dilakukan Monitoring dan Pemenuhan restrain di rekam medis pasien, dan perawat
Kebutuhan Dasar. belum menerapkan prosedur membantu /
Penelitian Eka Malfasari, Budi Anna Keliat, melatih anggota gerak untuk mencegah
Novy Helena (2015) dalam analisis legal luka dan kekakuan. Ketidakpatuhan
aspek dan kebijakan restrain, seklusi dan perawat dalam melakukan prosedur dalam
pasung pada pasien gangguan jiwa, standar prosedur operasional disebabkan
Penelitian ini menggunakan dokumen karena kurang kompeten.
sebagai data. Dokumen yang digunakan
adalah legal aspek, kebijakan dan peraturan
PEMBAHASAN
restrain, seklusi dan pasung yang ada di
Semua artikel yang didapat menunjukkan
seluruh dunia dan di Indonesia. Jenis
bahwa tindakan restrain berhubungan dan
dokumen yang di dapat adalah jenis
berpengaruh terhadap keselamatan pasien :
dokumen yang telah di publikasikan dan bisa
1. Restrain Efektif untuk Mengatasi
diakses oleh siapa saja, pengambilan jumlah
Pasien Perilaku Kekerasan di Rumah
sampel menggunakan tehnik purposive
Sakit Jiwa
sampling. Jumlah dokumen legal aspek dan
Penelitian Dwi Ariani Sulistyowati, E.
kebijakan restrain, seklusi dan pasung di luar
Prihantini (2013) tentang keefektifan
negeri adalah 8 dokumen sedangkan dari
penggunaan restrain terhadap penurunan
dalam negeri 7 dokumen. Hasil penelitian
perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia,
menunjukkan perbandingan hasil analisis di
menunjukkan nilai rata-rata perilaku
Indonesia dan luar negeri, bahwa Indonesia
kekerasan sebelum intervensi restrain
belum memiliki beberapa komponen penting
sebesar 14,73 dan sesudah mendapat
dalam pelaksanaan restrain dan seklusi di
intervensi restrain sebesar 6,27 dengan nilai
rumah sakit jiwa. Komponen yang belum
t hitung 10,16 dan nilai P sebesar 0,000. t
tersurat dalam kebijakan dan legal aspek
hitung lebih besar dari t tabel yaitu 10,116 >
retrain dan seklusi yang ada di Indonesia
2,05, maka Ho ditolak artinya ada
adalah pelaksanaan restrain dan seklusi
perbedaan nilai sebelum dan sesudah
sebagai altenatif terakhir, pelaksanaan
perlakuan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa restrain efektif terhadap pemasangan restrain, sebanyak 36,6% atau
penurunan perilaku kekerasan. sebanyak 4 pasien mengalami peningkatan
terjadinya kontraktur, 27,3% atau sebanyak
Hal ini sesuai dengan Gale springer (2015) 3 pasien mengalami iritasi kulit akibat
restrain adalah perangkat atau intervensi
terbatasnya mobilitas fisik karena tindakan
untuk pasien yang melakukan kekerasan
restrain
atau agresif, mengancam, menyerang staf,
atau menyakiti diri sendiri, yang perlu
Hasil penelitian Sujarwo, Livana (2017),
dihentikan agar tidak menyebabkan luka
tentang gambaran dampak tindakan restrain
lebih lanjut pada diri mereka sendiri atau
pasien gangguan jiwa, menunjukkan bahwa
orang lain. Tujuan penggunaan restrain
dari 30 pasien yang dilakukan restrain
tersebut adalah menjaga pasien dan staf
sebagian besar mempunyai dampak
tetap aman dalam situasi darurat. Stuart and
psikologis negatif sebanyak 18 responden
Laraia (2005) mengatakan, dengan
(60,0%), dan menimbulkan dampak fisik
pemberian restrain yang sistematis klien
negatif sebanyak 20 responden (66,7%),
akan melakukan kontrol terhadap emosi
dampak fisik negatif yang terjadi adalah
yang mempengaruhi proses fikir serta
pasien mengalami oedema dan lesi pada
ketegangan otot. Dengan demikian restrain
ekstremitasnya incontinensia dan gangguan
efektif menurunkan perilaku kekerasan pada
personal hygiene berupa penampilan pasien
pasien Skizofrenia (Videbecck, 2008).
yang terlihat kurang rapi.
2. Restrain dapat Menimbulkan Efek
Terjadinya cedera pada kulit saat dilakukan
Samping Cedera pada Pasien
restrain dijelaskan oleh Braden dan
Hasil penelitian Kandar, Prabawati Setyo
Bergstrom (1987) dalam Bryant (2007)
Pambudi (2014) tentang efektifitas tindakan
menyatakan ada dua hal utama yang
restrain pada pasien perilaku kekerasan yang
berhubungan dengan risiko terjadinya luka
menjalani perawatan di unit perawatan
tekan yaitu faktor tekanan dan faktor
intensif psikiatri menunjukkan bahwa dari
toleransi jaringan. Faktor tekanan
30 kali tindakan restrain, sebanyak 19 kali
dipengaruhi oleh intensitas dan durasi
atau 63,3% tidak menimbulkan efek
tekanan (tali restrain), sedangkan faktor
samping, dan 11 kali atau 36,7% tindakan
toleransi jaringan dipengaruhi oleh shear,
restrain memberikan efek samping bagi
gesekan (antara kulit dengan permukaan
pasien. Dari 11 kali prosedur restrain,
tali), kelembaban, gangguan nutrisi, usia
sebesar 68,75% pasien mengalami cedera
lanjut, tekanan darah rendah (hypotensi),
secara fisik dan 31,25% pasien mengalami
status psikososial, merokok dan peningkatan
cedera secara psikologis. Cedera fisik
suhu tubuh. Potter dan Perry (2005)
yang mereka alami berupa
menyatakan faktor-faktor yang berkontribusi
ketidaknyamanan fisik, lecet pada area
terhadap kejadian luka tekan (cedera lesi
pemasangan restrain, peningkatan
karena restrain) terdiri dari faktor internal
inkontinensia, ketidakefektifan sirkulasi,
yaitu nutrisi, infeksi dan usia dan faktor
peningkatan risiko kontraktur, dan
eksternal yaitu shear, gesekan dan
terjadinya iritasi kulit. Dari 11 pasien,
kelembaban. Timbulnya dampak karena
81,8% atau sebanyak 9 pasien mengalami
tindakan restrain sesuai dengan Haimowits,
ketidak-nyamanan fisik akibat pemasangan
Urff & Huckshorn, 2006, bahwa Restrain
restrain, 72,7% atau sebanyak 8 pasien
pada pasien bisa menyebabkan trauma,
mengalami lecet akibat dari pemasangan
termasuk trauma secara fisik dan psikologis.
restrain yang telalu kencang, 72,7% atau
pengekangan fisik / manual digunakan di
sebanyak 8 pasien mengalami peningkatan
beberapa unit rawat inap kesehatan mental
inkontinensia yang disebabkan oleh
sebagai alat untuk mengelola perilaku
terbatasnya mobilitas fisik klien yang
agresif, walaupun secara paradoks
berakibat pada ketidakmampuan klien
penggunaannya membawa beberapa risiko
untuk memenuhi kebutuhan eliminasinya,
bahaya fisik dan mental bagi petugas
54,5% atau sebanyak 6 pasien mengalami
kesehatan dan pasien (Happell & Harrow,
ketidakefektifan sirkulasi yang ditandai
2010; Stubbs et al , 2009)
dengan terjadinya oedema pada area
3. Restrain yang Aman Menggunakan mengalami gesekan akan mengalami luka
Alat yang Bermanset abrasi atau laserasi superfisial (Potter $
Hasil penelitian Saseno, Pramono Giri Perry, 2005). Lotion dapat mencegah
Kriswoyo (2013) tentang pengaruh tindakan terjadinya luka karena gesekan kulit pasien
restrain fisik dengan manset terhadap dengan tali restrain.
penurunan perilaku kekerasan pada pasien
skizofrenia, menyimpulkan bahwa ada 5. Durasi Tindakan Restrain dibatasi
pengaruh tindakan restrain fisik dengan
Penelitian Abdul muhits, Nurul Hidayah,
manset terhadap penurunan perilaku
MH. Saputra, Icha Suryani (2017) tentang
kekerasan. Untuk menjamin patient safety
dalam tindakan restrain perlu dipilih alat hubungan durasi pemberian restrain
restrain yang aman dan tidak melukai, tali dengan resiko perilaku marah berulang
restrain dibuat dari kain yang diberi manset pada pasien skizofrenia.
sehingga lembut tetapi tetap kuat, dan Menyimpulkan bahwa
penampang manset yang lebar ada hubungan durasi pemberian restrain
menghindarkan cedera lecet pada bagian dengan risiko perilaku marah berulang.
kulit ekstremitas yang dilakukan restrain. Durasi yang aman berdasarkan beberapa
sumber literatur, baik menurut CMS
Penelitian yang berjudul Staff perceptions Psychiatric Residential Treatment Facilities.
and organizational factors as predictors of COA, dan JCAHO, jangka waktu tindakan
seclusion and restraint on psychiatric wards restrain pada pasien dengan gangguan
menulis alasan yang membuat perawat di jiwa usia lebih dari 18 tahun adalah tidak
ruangan jiwa merasa tidak nyaman lebih dari
melakukan restrain dan seklusi, alasan
4 jam. Hal ini dilakukan untuk
ketidaknyamanan dalam melaksanakan
meminimalisir efek samping prosedur
restrain dan seklusi adalah peralatan yang
restrain, akan tetapi pada dasarnya belum
kurang memadai, peraturan yang tidak jelas
hingga staff ikut merasa emosi ketika ada ada standar waktu lama pengikatan yang
pasien yang mengamuk dan di berikan baik. Setiap lembaga atau departemen
restrain dan seklusi (De Benedictis et al., yang menangani penyusunan SOP
2011). Pengurangan dampak negatif pada memiliki kebijakan yang berbeda-beda
pasien dan perawat sebagai pelaksana dalam penetapan lama durasi pengikatan
restrain dapat dilakukan dengan adanya ini. Meskipun demikian, literature lain
aspek legal dalam bentuk peraturan dan menambahkan, seperti yang diungkapkan
kebijakan dalam pelaksanaan restrain yang oleh Idaho Department of Correction
meliputi spesifikasi alat yang di gunakan (2010) dalam SOP tindakan restrain, awal
serta tehnik cara melakukan restrain durasi intervensi restrain maksimal adalah
8 jam. Setelah masa waktu 8 jam berakhir,
4. Area yang dilakukan Restrain diolesi dilakukan evaluasi kembali terkait
dengan Lotion. perilaku agresif klien, apabila perilaku
Penelitian Dwi Saputra dan Arum Pratiwi yang ditampilkan klien masih sama dan
(2017) tentang Pengalaman pasien
belum menunjukkan perbaikan maka
Gangguan Jiwa selama mengalami restrain
prosedur restrain dapat diterapkan
ekstremitas, hasil penelitian mengatakan
secara teknis seharusnya perawat kembali apabila langkah-langkah alternatif
memberikan lotion untuk mengantisipasi lain untuk pengendalian perilaku hasilnya
timbulnya gangguan fisik pada pasien serta tidak efektif.
menjaga kenyamanan pasien. Gangguan
fisik (luka karena restrain) di pengaruhi 6. Selama dilakukan Restrain Pasien
adanya tekanan dan gesekan (Ririn SH, Dilakukan Monitoring dan
2010). Gesekan adalah kemampuan untuk Pemenuhan Kebutuhan Dasar
menyebabkan kerusakan kulit terutama Penelitian Malfasari, Keliat, Helena (2015)
lapisan epidermis dan dermis bagian atas dalam analisis legal aspek dan kebijakan
(Bryant, 2007). Hasil dari gesekan adalah restrain, seklusi dan pasung pada pasien
abrasi epidermis dan atau dermis. Kulit yang gangguan jiwa, Hasil penelitian
menunjukkan perbandingan hasil analisis
di Indonesia dan luar negeri, bahwa
Indonesia belum memiliki beberapa
komponen penting dalam pelaksanaan
restrain dan seklusi di rumah sakit jiwa.
Komponen yang belum
tersurat dalam kebijakan dan legal aspek setiap perawat Indonesia pada semua jenjang
retrain dan seklusi yang ada di Indonesia diantaranya adalah mewujudkan dan
adalah pelaksanaan restrain dan seklusi memelihara lingkungan keperawatan yang
sebagai altenatif terakhir, pelaksanaan aman melalui jaminan kualitas dan
restrain dan seklusi bukan merupakan manajemen risiko (patient safety),
sebuah hukuman, durasi restrain dan seklusi melakukan tindakan-tindakan untuk
yang sesingkat-singkatnya, memberikan mencegah cedera pada pasien (PPNI,
pakaian pada pasien, staff dan pasien 2005) Kompetensi perawat dapat
mempunyai jenis kelamin yang sama. ditingkatkan dengan pelatihan. Keselamatan
Persamaan yang di dapatkan dalam analisis pasien dapat di tingkatkan dengan adanya
dokumen di dapatkan bahwa Indonesia telah pelatihan pada staff. Staff yang berkompeten
memiliki 6 kategori yaitu memberikan yang juga termasuk perawat dapat
kebutuhan pasien (makan, minum dan mengurangi resiko adanya kecelakaan ketika
toilet), tidak membeda-bedakan pasien, terjadinya restrain dan seklusi (Bowers &
adanyanya fasilitas untuk di restrain dan Crowder, 2012).
seklusi, perlindungan kepada pasien,
memonitor dan mengobservasi keselamatan
pasien, staf harus dilatih sebelum ditugaskan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
dalam ruangan restrain.
Restrain adalah bagian dari implementasi
keselamatan pasien, tujuan dari restrain adalah
Untuk menghindari terjadinya efek samping
untuk memberikan keamanan fisik dan
selama pengekangan fisik / manual, perawat
psikologis bagi individu tersebut dan
atau dokter harus diberi tanggung jawab
meningkatkan keamanan dan kenyamanan
untuk merawat kesehatan fisik pasien selama
pasien. Restrain efektif untuk menurunkan
intervensi. Perawat juga harus memberikan
perilaku kekerasan pasien gangguan jiwa,
asuhan untuk memastikan keamanan,
tetapi dapat menimbulkan efek samping cedera
kenyamanan dan perlakuan manusiawi
fisik berupa oedema dan lesi pada ekstremitas
terhadap pasien yang dilakukan restrain. Jika
yang dilakukan restrain.
pasien berada dalam pengendalian mekanis,
staf yang bekerja dalam tim akan mencoba
Saran
melepaskan hambatan setiap jam selama
Untuk mencegah terjadinya insiden
minimal 10 menit untuk memungkinkan
keselamatan pasien ketika dilakukan restrain
rentang latihan gerak dan pemeriksaan
perlu di buat regulasi / SPO sesuai dengan
integritas kulit (NSW, 2012).
hasil evidence based, alat restrain dibuat dari
bahan yang aman dengan penampang yang
7. Restrain dilakukan oleh Petugas yang
cukup lebar, permukaan kulit pada area
Terlatih
restrain diberikan lotion, waktu restrain untuk
Kandar dan Pambudi (2014) Terdapat
pasien dewasa dibatasi maksimal 4 jam,
beberapa prosedur yang paling sering
perawat memenuhi kebutuhan pasien,
untuk tidak dilakukan. Prosedur yang sering
memberikan perlindungan, memonitor dan
tidak dilakukan oleh perawat di ruangan
mengobservasi keselamatan pasien selama
dalam pelaksanaan intervensi restrain
dilakukan restrain dan perawat diberikan
adalah 80% pengikatan dilakukan tanpa
pelatihan khusus agar kompeten dalam
instruksi dokter, 73,3% perawat melakukan
melakukan restrain.
restrain tanpa melakukan pengkajian
fisik terlebih dahulu, belum efektifnya
pendokumentasian tindakan restrain di DAFTAR PUSTAKA
rekam medis pasien, dan perawat belum Abdul muhits, Nurul Hidayah, MH. Saputra,
menerapkan prosedur membantu / Icha Suryani (2017) Hubungan Durasi
melatih anggota gerak untuk mencegah Pemberian Restrain Dengan Resiko
luka dan kekakuan. Ketidakpatuhan Perilaku Marah Berulang Pada Pasien
perawat dalam melakukan prosedur dalam Skizofrenia, Medica Majapahit, Vol.9
standar prosedur operasional disebabkan No.2 Sept 2017.
karena kurang kompeten. Cakupan
kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh
Chan, F. Mak, N. ( 2008) Aggressive
behaviour an acute psychiatric
wards: prevalence, severity and management. Journal of Advance Nursing. 58, 140-149, 2008

Cristy Rose. (2010). Choosing the right restraint. American Nurse today vol 10 no 1.

Dwi Setyowati (2013), Kepemimpinan Efektif Head Nurse Meningkatkan Penerapan Budaya Keselamatan
Pasien oleh Perawat Pelaksana di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, Makara Seri Kesehatan,
17(2): 55-60, 2013.

Gale Springer. (2010). When and how to use restraints. American Nurse today vol 10 no 1.

Kandar, Prabawati setyo Pambudi. (2014). Efektifitas Tindakan Restrain Pada Pasien Perilaku Kekerasan
Yang Menjalani Perawatan Di Unit Perawatan Intensif Psikiatri RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Semarang, Prosiding Konferensi Nasional Ikatan Perawat Kesehatan Jiwa Indonesia.

Malfasari, Eka. Keliat, Budi Anna. Daulima, Novy Helena. (2014). Analisis Legal Aspek Dan Kebijakan
Restrain, Seklusi Dan Pasung Pada Pasien Gangguan Jiwa. Tesis. Depok: Universitas Indonesia. tidak
dipublikasikan

Ningsih NA,(2017) Analisis Kepemimpinan Kepala Ruangan Dalam Penerapan Budaya Keselamatan Pasien
Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang, Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-
Journal) Volume 5, Nomor 1, Tahun 2017.

NSW (2012), Agression, Seklution &Restraint

: Preventing, Minimising and Managing disturbed Behaviour In Mental Health .

Ririn SH (2010) Efektifitas Penggunaan Virgin Coconut Oil (VCO) Dengan Massage untuk Pencegahan Luka
Tekan Grade I Pada Pasien Yang Berisiko Mengalami Luka Tekan Di RSUD dr. Hj. Abdoel Moeloek
Provinsi Lampungj.

Saseno, Pramono Giri Kriswoyo. (2013). Pengaruh Tindakan Restrain Fisik Dengan Manset Terhadap
Penurunan Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia, Jurnal Keperawatan Mersi Vol.4 No.2,
Oktober 2013

135
Sujarwo, Livana (2017), Dampak Tindakan Restrain Pasien Gangguan Jiwa, Jurnal Ilmiah STIKES Kendal
volume 7 No.2 Oktober 2017.

Sulistyowati, Dwi Ariani. E Prihantini. (2013), Keefektifan Penggunaan Restrain Terhadap Penurunan
Perilaku Kekerasanpada Pasien Skizofrenia, Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan Volume 3, No.2,
November 2014.
Wes Ogilve, MPA, JD, NREMt-LP. (2013).
Patient Rrstraint: With Safety For All. Texas: EMS Magazine.

136
JURNAL 2

Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 7 No 2, Hal 135 - 144, Agustus 2019 ISSN2338-2090(Cetak)
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah ISSN 2655-8106 (Online)

PENGARUH RESTRAIN TERHADAP PENURUNAN SKORE PANSS EC


PADA PASIEN SKIZOFRENIA DENGAN PERILAKU KEKERASAN

Retno Yuli Hastuti*, Nurwulan Agustina, Widiyatmoko


Program Studi Sarjana Keperawatan Keperawatan, STIKES Muhammadiyah Klaten
*hastuti.puteri@gmail.com

ABSTRAK
Kasus perilaku kekerasan di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah adalah sebanyak 158
orang yang di restrain sebanyak 72 orang dan nilai panss EC adalah gaduh gelisah. Penanganan yang
dilakukan adalah dengan menenangkan pasien dan memberikan terapi restrant dengan tepat sesuai SOP
selama 24 jam sehingga menurunkan perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia yang dinilai dengan
skor Panns EC. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Pengaruh Restrain terhadap Penurunan Skor
Panss EC pada Pasien Skizofrenia dengan Perilaku Kekerasan di Ruang Edelweis Rumah Sakit Jiwa
Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah. Desain penelitian ini menggunakan Quasy
Eksperimental dengan rancangan One Group Pre Test-Post Test Design, Populasi pada penelitian ini
adalah semua pasien perilaku kekerasan di RSJD dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah sebanyak
158 orang. Teknik sampling yang digunakan concecutive sampling, analisa data paired t-test. Hasil.
Karakteristik responden meliputi umur yaitu 26-45 tahun, jenis kelamin adalah laki-laki dan pekerjaan
adalah tidak bekerja. Skor Panss EC pada pasien skizofrenia sebelum dilakukan restrain di yaitu gaduh
gelisah dengan mean 21,90. Skor Panss EC pada pasien skizofrenia setelah dilakukan restrain yaitu
gelisah dengan mean 19,50 Kesimpulan. Ada Pengaruh Restrain terhadap Penurunan Skor Panss EC pada
Pasien Skizofrenia dengan Perilaku Kekerasan dengan nilai p = 0,000 (α<0,05)

Kata kunci: restrain, skizofrenia, skor panss EC, perilaku kekerasan

THE EFFECT OF RESTRAIN ON IMPAIRMENT OF EC PANSS SCORES IN SCHIZOPHRENIC PATIENTS


WITH VIOLENT BEHAVIOR

ABSTRACT
Cases of violent behavior in RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Central Java province as many as 158 people in
restrained as many as 72 people and the value of EC panss is noisy anxiety. The handling is to calm the
patient and provide restrant therapy, restrain implementation is done by tying the hands of the patient
to sleep for 24 hours to reduce the in schizophrenic patients with violent behavior with eczema score.
Aim. To know the effect of Restrain on Impairment of EC Panss Scores in Schizophrenic Patients with
Violent Behavior in Edelweis Room Mental Hospital Area Dr. Soedjarwadi Central Java Province. Method.
The design of this study using Quasy Experimental with the design of One Group Pre-Test Post Test
Design, Population in this study are all patients violent behavior in RSJD dr. RM. Soedjarwadi Central
Java Province as many as 158 people. Sampling technique used concecutive sampling, paired t-test data
analysis. Results. Characteristics of respondents include age ie 26-45 years, gender is male and job is not
working. Panss EC score in schizophrenic patients before restrained in Edelweis Room Mental Hospital
Area Dr. Soedjarwadi Central Java Province is anxious with a mean of 21.90. Panss EC score in
schizophrenic patients after restrained is anxious with the mean of 19.50. Conclusion. There is a Restrain
Effect on Decreasing Panss EC Scores in Schizophrenic Patients with Violent Behavior with p value = 0,000
(α <0,05)

137
Keywords: restrain, schizophrenia, EC panss score, violent behavior

PENDAHULUAN memperoleh informasi, hubungan interpersonal


Skizofrenia merupakan suatu penyakit otak serta memecahkan masalah (Stuart, 2010:64).
persisten dan serius yang mengakibatkan Skizofrenia ditandai dengan penyimpangan yang
psikotik, pemikiran konkret dan kesulitan dalam mendasar serta karakteristik pikirsan, persepsi,
serta afek yang tidak wajar dan tumpul,

138
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 7 No 2 Hal 135 - 144, Agustus 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

kesadaran jernih dan kemampuan intelektual intervensi dengan menggunakan metode


biasanya tetap terpelihara walaupun kemunduran intervensi yang alami seperti pengikatan, dan
kognitif tertentu dapat berkembang kemudian belum melakukannya berdasarkan standar dan
(Maramis, 2010:56). strategi dalam memberikan asuhan keperawatan
klien dengan perilaku kekerasan (Darsana,
Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar 2010).
(Riskesdas, 2013, h.13) di Indonesia prevalensi
gangguan mental emosional yang ditunjukan Penatalaksanaan atau penanganan perilaku
dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan kekerasan sangat diperlukan dan dapat
adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya
atau sekitar14 juta orang. Sedangkan prevalensi dengan isolasi dan atau restrein (menurut
gangguan jiwa berat, seperti schizofrenia adalah kebijakan institusi). Restrain adalah aplikasi
1,7 per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 langsung kekuatan fisik pada individu, tanpa ijin
orang. Berdasarkan data dari dinas kesehatan individu tersebut, untuk membatasi kebebasan
propinsi Jawa Tengah tercatat ada 1.091 kasus gerak. Restrain adalah metode manual atau
yang mengalami gangguan jiwa dan beberapa peralatan mekanik, bahan atau peralatan yang
dari kasus tersebut hidup dalam pasungan. bersentuhan atau berdekatan dengan tubuh klien
Angka tersebut diperoleh dari pendataan sejak sehingga klien tidak dapat berpindah dengan
Januari hingga November 2012 (Hartanto, mudah dan membatasi kebebasannya untuk
2014). Sizofrenia biasanya timbul pada usia 18 bergerak atau menyentuh tubuh seseorang
smapai 45 tahun namun ada juga yang baru (Potter dan Perry, 2010:56).
berusia 11 sampai 12 tahun sudah menderita
skizofrenia (Arif, 2006 dalam Saktiyono, Terapi restrain melibatkan penggunaan alat
2011:2). mekanis atau manual untuk membatasi mobilitas
fisik pasien. Terapi restrain dapat diindikasikan
Skizofrenia jika dibiarkan akan menyebabkan untuk melindungi pasien atau orang lain dari
perilaku kekerasan. Hal ini terjadi karena adanya cidera, khususnya bila interensi perubahan
perubahan isi pikir yaitu halusinasi, baik lingkungan dan strategi perilaku telah gagal
pendegaran, penglihatan maupun penciuman (Stuart dan Sundeen, 2010:34). Positive and
(Santoso, 2010:3). Perilaku kekerasan Negative Syndrome Scale (PANSS) merupakan
merupakan salah stau kasus kegawatdaruratan suatu alat ukur yang valid untuk menilai
psikiatri, sehingga perlu penanganan yang cepat beratnya simtom yang dialami pasien
dan tepat agar tidak terjadi pencideraan pada skizofrenik dan penilaian terhadap keluaran
klien, orang lain maupun pengerusakan barang- terapeutik PANSS.
barang (Santoso, 2010 : 34). Tindakan pertama
yang harus dilakukan ketika pertama kali Berdasarkan hasil penelitian Restrain termasuk
melihat keadaan gaduh, gelisah, serta perilaku termasuk strategi pengekangan atau pengikatan.
kekerasan yang disebabkan oleh apapun yaitu Walaupun secara etik restrain masih menjadi
menguasai keadaan lingkungan terutama perdebatan, namun restrain masih menjadi
keadaan pasien yang biasanya menggunakan tindakan yang efektif menurunkan perilaku
ikatan pada anggota tubuh yang aktif atau sering kekerasan pada pasien skhizofrenia di Rumah
disebut restrain/fiksasi (Endradhita, 2008:24). Sakit Jiwa (RSJ) (Marlindawani, 2009:19).
Penggunaan PANSS-EC di Rawat Jalan dan
Elita (2011) memperoleh hasil bahwa perilaku Instalasi Gawat Darurat membantu menentukan
kekerasan yang terbanyak dilakukan klien dalam kriteria pasien indikasi rawat inap, yakni pasien
satu tahun di RSJ Tampan adalah 84% dengan skor PANSS-EC sebesar > 25.
kekerasan fisik pada diri sendiri yang Penggunaan PANSS-EC oleh para Dokter
menyebabkan cedera ringan, 79% kemudian Penanggung Jawab Pasien (DPJP) pada pasien
diikuti oleh ancaman fisik, 77% penghinaan dan rawat jiwa membantu menilai status pasien
70% kekerasan verbal dan diungkapkan bahwa secara berkala, sehingga dapat melakukan
20% perawat mengalami kekerasan fisik yang pemindahan pasien ke Rawat Inap sesegera
menyebabkan cedera serius. Dampak perawat mungkin ketika pasien sudah menunjukkan
dalam memberikan asuhan keperawatan klien perbaikan gejala-gejala agitasi akut dengan skor
dengan perilaku kekerasan masih melakukan PANSS-EC5-17 (Wahyuningsih, 2013).

139
sebelum dan setelah dilakukan restrain dimana
Sodikin (2015) mengatakan bahwa pemberian pada penelitian ini tidak ada kelompok kontrol
restrain dan standar asuhan keperawatan atau pembanding tetapi sudah dilakukan
perilaku kekerasan memberikan hasil penurunan observasi pertama (pre test) yang
skor respon perilaku yang bermakna daripada memungkinkan peneliti dapat menguji
hanya diberikan standar asuhan keperawatan perubahan-perubahan yang terjadi setelah
perilaku kekerasan, sehingga perlu adanya adanya eksperiment (Nursalam, 2013). Sampel
peningkatan kualitas sumber daya perawat pada penelitian ini adalah semua pasien perilaku
dalam pelaksanaan latihan asertif. Lindenmayer kekerasan di RSJD dr. RM. Soedjarwadi
(2009) mengatakan bahwa penanganan pasien Provinsi Jawa Tengah sebanyak 158 orang.
dengan perilaku kekerasan saat ini lebih Tehnik sampling yang digunakan dalam
mengedepankan terapi perilaku dan terapi non penelitian ini adalah consecutive sampling.
farmakologi.
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam
Saktiyono (2011), mengatakan bahwa terdapat penentuan sampel penelitian yaitu: Kriteria
penurunan perilaku kekerasan pada pasien Inklusi meliputi: Pasien skizofrenia dengan
skizofrenia yang dilakukan terapi restrain, hal gejala perilaku kekerasan yang muncul
ini disebabkan terapi restrain dapat maksimal dua hari pertama keperawatan Pasien
mempermudah pemberian psikofarma sebagai skizofrenia dengan usia lebih dari 26-45 tahun
terapi utamanya. Restrain efektif menurunkan (WHO, 2015), Pasien menderita skizofrenia
perilaku kekerasan jika diikuti pemberian lebih dari 2 tahun, Kriteria Eksklusi: Pasien
psikofarma. Hal serupa diungkapkan oleh perilaku kekerasan yang bukan disebabkan
Santoso (2007) bahwa ada hubungan yang skizofrenia. Penelitian ini dilakukan di RSJD
bersinergi antara restrain dan psikofarmaka DR. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah
dalam menurunkan tingkat perilaku pada tanggal 1 sampai dengan 15 Juli tahun
kekekarasan. 2017. Uji normalitas data menggunakan uji
Shapiro wilk karena jumlah sampel ≤ 50. Uji
Data yang diperoleh dari studi pendahuluan pada hipotesis penelitian ini menggunakan uji t-test
bulan Februari 2017 di bagian Rekam Medis karena data berdistribusi normal. Tingkat
RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Klaten Jawa kesalahan yang diambil dalam penelitian ini
Tengah, tercatat bahwa pada bulan September sebesar 5% (α = 0,05), perbedaan dianggap
sampai dengan Desember 2016 jumlah pasien bermakna jika p ≤ 0,05.
skizofrenia adalah 393 pasien dengan perilaku
kekerasan sebanyak 158 pasien (40,2%). Hasil HASIL
observasi yang dilakukan di ruang Edelweis dari Karakteristik Responden
158 pasien yang dilakukan restrain sebanyak 72 Karakteristik responden meliputi umur, jenis
pasien (45,6%) hal ini menunjukkan bahwa kelamin, pendidikan dan lama menderita.
hampir setengah dari pasien perilaku kekerasan a. Umur
dilakukan restrain. Ruang edelweis merupakan Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa rerata
ruang intensif jiwa dengan kapasitas 20 tempat umur pasien skizofrenia yaitu 33,75 tahun,
tidur yang terdiri dari 10 putra dan 10 putri. dengan umur termuda 26 tahun dan tertua 45
tahun dan standar deviasi 8,07 tahun.
Penelitiann ini bertujuan untuk mengetahui b. Jenis Kelamin
pengaruh Restrain terhadap Penurunan Skor Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa
Panss ec pada Pasien Skizofrenia dengan sebagian besar jenis kelamin adalah laki-laki
Perilaku Kekerasan di Ruang Edelweis Rumah sebanyak 14 responden (70%).
Sakit Jiwa Daerah Dr. Soedjarwadi Provinsi c. Pekerjaan
Jawa Tengah melalui penelitian kuantitatif. Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa
sebagian besar responden tidak bekerja
METODE sebanyak 12 responden (60%).
Desain penelitian ini menggunakan Quasy d. Lama Menderita
Eksperimental dengan rancangan One Group Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa rerata
Pre Test-Post Test Design, yaitu melakukan test lama menderita pasien skizofrenia adalah 6,1
tahun.
untuk mengetahui penurunan skor panss ec
Tabel 1.
Rerata Umur Pasien Skizofrenia (n=20)
Mean Min Maks SD
Umur 33,75 26 45 8,07

Tabel 2.
Karakteristik responden (n=20)
Karakteristik responden f %
Jenis kelamin
Perempuan 6 30
Laki-laki 14 70
Pekerjaan
Tidak Bekerja 12 60
Buruh 7 35
Swasta 1 5

Tabel 3.
Rerata Lama Menderita (n=20)
Mean Min Maks SD
Lama Sakit 6,1 2 10 5,5
Hasil Uji Kappa dengan p = 0,006 (p<0,05) jadi asisten valid
Hasil uji kappa pada 1 asisten didapatkan nilai untuk mengikuti penelitian.
koeefisien Kappa 0,828 lebih dari 0,7 dan

Tabel 4.
Rerata Skor Panns EC Sebelum dan Sesudah Restrain (n=20)
Kelompok Mean Min Maks SD
Sebelum 21,90 20,00 25,00 1,58
Sesudah 19,50 15,00 24,00 1,96
Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa rerata skor Uji Normalitas Data
Panns EC sebelum dilakukan restrain adalah Uji normalitas dilakukan menggunakan
21,90 dan setelah dilakukan restrain rerata skor Saphiro Wilk, karena jumlah sampel kurang dari
Panns EC adalah 19,50. Hal ini berarti terjadi 50.
penurunan skor panss EC.

Tabel 5.
Uji Normalitas
Data p Α Keterangan
Pre 0,159 0,05 Normal
Post 0,067 0,05 Normal
Keterangan : Uji Shapiro Wilks Pengaruh Restrain terhadap Penurunan Skor
Berdasarkan table 4.6 diketahui bahwa pre Panss EC pada Pasien Skizofrenia dengan
dengan nilai ρ = 0,159 (α>0,05) dan post ρ = Perilaku Kekerasan
0,067 (α>0,05) maka data berdistribusi normal. Pengaruh Restrain terhadap Penurunan Skor
Panss EC pada Pasien Skizofrenia dengan
Perilaku Kekerasan dapat dilihat pada tabel 6
berikut ini.

Tabel 6.
Pengaruh restrain terhadap penurunan skor panss ec (n=20)
Kelompok t df Mean CI 95% p
Lower Upper
Sebelum 19 2,40 1,21 3,58 0,00
4,222
Sesudah
Berdasarkan hasil uji statistic dengan paired t- pendidikan, pekerjaan, peran sosial, latar
test didapatkan nilai ρ = 0,000 (α<0,05) dan nilai belakang budaya, agama, dan keyakinan
t = 4,222 dengan nilai mean 2,40, maka Ha individu (Stuart & Laraia, 2010) akan
diterima dan Ho ditolak jadi ada pengaruh mempengaruhi seseorang dalam berperilaku.
Restrain terhadap Penurunan Skor Panss EC Pada umumnya laki-laki mempunyai sebuah
pada Pasien Skizofrenia dengan Perilaku tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan
Kekerasan di Ruang Edelweis Rumah Sakit Jiwa perempuan sehingga tuntutan tanggung jawab
Daerah Dr. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah dalam kehidupan juga akan semakin tinggi.
Secara fisik struktur otot pada laki-laki lebih
PEMBAHASAN kuat, hal ini menjadi peluang mudah untuk
Karakteristik Responden melakukan perilaku kekerasan. Penelitian ini
1. Umur menunjukan bahwa jenis kelamin
Distribusi responden menurut umur mempengaruhi akan kejadian perilaku kekerasan
menunjukkan bahwa rerata umur pasien pada individu.
skizofrenia yaitu 36,40 tahun, umur termuda 26
tahun dan umur tertua 45 tahun jadi umur Hasil penelitian ini juga didukung oleh Fontaine
responden dalam penelitian ini 26-45 tahun. dan Fletcher (2010, h.3) yang menyatakan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diasumsikan bahwa kemampuan keluarga ditentukan oleh
usia responden termasuk usia produktif kemampuan untuk mamajemen stress yang
sehingga pada umumnya pada usia tersebut produktif. Kelelahan fisik dan emosi selama
seseorang ingin beraktualisasi secara maksimal, merawat anggota keluarga dengan gangguan
sehingga segala sesuatu bila tidak terwujud akan jiwa sering melanda keluarga karena
timbul kekecewaan dan bila mekanisme koping berkurangnya stress tolerance.
tidak efektif potensial terjadinya gangguan jiwa,
salah satunya perilaku kekerasan. Hasil ini 3. Pekerjaan
sesuai pendapat Keliat (2010), bahwa sebagian Pekerjaan responden, sebagian besar tidak
besar pasien gangguan jiwa yang datang pertama bekerja sebanyak 60%. Menurut Keliat 2003
kali menunjukkan perilaku kekerasan. salah satu penyebab stress adalah karena status
pekerjaan yang tidak tetap. Kondisi sosial lain
Hasil ini sesuai dengan penelitian Elita (2011) yang dapat juga menimbulkan perilaku
bahwa umur terbanyak pada pasien perilaku kekerasan seperti halnya, keluarga single parent,
kekerasan adalah 45 tahun. Hasil ini didukung pengangguran, kesulitan mempertahankan tali
juga dengan penelitian Kandar (2014), rentang persaudaraan, struktur keluarga, dan kontrol
umur pasien dengan perilaku kekerasan adalah sosial (Stuart & Laraia, 2015). Penelitian ini
25-45 tahun. Karakteristik yang termasuk pada menunjukan bahwa seseorang jika tidak
sosial budaya seperti usia, jenis kelamin, bekerja/menganggur akan menimbulkan
pendidikan, pekerjaan,peran sosial, latar aktivitas yang tidak bermakna atau tidak
belakang budaya, agama, dan keyakinan bermanfaat sehingga dapat mempengaruhi
individu (Stuart & Laraia, 2010), serta riwayat timbulnya perilaku kekerasan pada individu.
perilaku kekerasan dimasa lalu, semua adalah
faktor-faktor yang dapat menyebabkan Penelitian yang dilakukan Keliat (2010),
terjadinya perilaku kekerasan pada individu menyebutkan karakteristik pendidikan, status
(American Psychiatric Assosiations, 2000, perkawinan, dan pekerjaan mempengaruhi
dalam Dewi Eka, 2010). dalam kejadian perilaku kekerasan. Hal ini lebih
lanjut diutarakan oleh Stuart & Laraia (2010)
2. Jenis Kelamin dimana kondisi sosial seperti pengangguran
Responden dalam penelitian ini sebagian besar menjadi salah satu faktor sosial yang dapat
jenis kelamin pasien adalah laki-laki sebanyak menimbulkan perilaku kekerasan. Hidayat
14 responden (70%). Hasil ini sesuai dengan (2010) juga mengatakan bahwa tidak adanya
penelitian Kandar (2014) bahwa mayoritas pekerjaan merupakan salah satu faktor yang
responden yang mengalami perilaku kekerasan berpengaruh dalam kesehatan jiwa seseorang.
adalah dengan jenis kelamin laki-laki, cenderung Sehingga pekerjaan memang bisa menjadi
memiliki beban berat. Kehidupan sosial budaya stressor dan berkontribusi dalam menyebabkan
seorang individu seperti, usia, jenis kelamin, perilaku kekerasan.
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 7 No 2 Hal 135 - 144, Agustus 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah

4. Lama Menderita menggunakan ikatan pada anggota tubuh yang


Hasil penelitian menunjukkan mayoritas aktif atau sering disebut restrain/fiksasi
menderita gangguan jiwa lebih dari 2 tahun atau (Endradhita, 2008:24).
bisa dikatakan cukup lama. Stuart dan Laraia
(2010) yang menyatakan bahwa waktu atau Penurunan bermakna respon perilaku terjadi
lamanya terpapar stressor, yakni terkai sejak padakedua kelompok. Namun, secara substansi
kapan, sudah berapa lama dan berapa kali penurunan skor perilaku lebih besar terjadi pada
kejadian (frekwensi), akan memberikan dampak kelompok intervensi yang mendapatkan restrain
adanya keterlambatan dalam mencapai (skor tinggi ke rendah) dari pada kelompok yang
kemampuan dan kemandirian. Keliat (2010) tidak mendapatkan restrain (skor tinggi ke
yang menyatakan semakin singkat klien sakit sedang). Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dan terpapar dengan lingkungan pelayanan dilakukan oleh Keliat (2010), bahwa pemberian
rumah sakit akan memberikan keuntungan terapi restrain pada pasien perilaku kekerasan
kepada klien dan keluarga, hal ini akan menghasilkan kemampuan mencegah perilaku
meminimalkan kemunduran fungsi sosial. Klien kekerasan secara mandiri sebesar 86,6% dan
lebih mudah diarahkan dalam pemberian secara signifikan menurunkan perilaku
intervensi sehingga peningkatan kemampuan kekerasan.
klien lebih cepat. Menurut peneliti meskipun
mayoritas klien menderita gangguan jiwa dalam Pemberian terapi restrain perilaku kekerasan ini
waktu yang cukup lama tetapi sebian besar melatih kemampuan klien secara kognitif berupa
dirawat oleh anggota keluarga dirumah. pemahaman tentang perilaku kekerasan, afektif
berupa kemauan untuk mengontrol perilaku
Hasil ini sesuai dengan Eliana (2011) bahwa kekerasan yang dilatih dan psikomotor berupa
lama menderita gangguan jiwa 2-4 tahun cara mengontrol perilaku kekerasan yang
sebanyak 40%, dan riwayat dirawat 3-4 kali konstruktif.
sebanyak 40%. Lama seseorang mengalami Hasil penelitian diatas sejalan dengan penelitian
gangguan jiwa dan berapa kali dirawat yang dilakukan oleh Hayakawa (2009) yang
merupakan factor pendukung atau predisposisi menyatakan bahwa latihan asertif yang
seseorang untuk kambuh kembali. deberikan pada pasien dengan gangguan
kepribadian dapat menurunkan perilaku agresif
5. Skor Panss EC yang diarahkan pada diri sendiri, hal senada juga
Hasil penelitian skor pans ec pada pasien disampaikan oleh Rezan (2009), Lee (2013)
skizofrenia sebelum diberikan restrain sebagian bahwa pemberian restrain dapat menurunkan
besar adalah lebih dari 20 atau dalam kategori tingkat agresifitas yang diarahkan pada diri
gaduh gelisah. Hal ini menunjukkan bahwa sendiri maupun pada lingkungan.
pasien mengalami gaduh dan gelisah. Pasien
dinyatakan gelisah karena percepatan perilaku Pengaruh Restrain terhadap Penurunan Skor
motorik terhadap stimuli, waspada berlebihan Panss EC pada Pasien Skizofrenia dengan
dan labilitas alam perasaan yang berlebihan. Perilaku Kekerasan
Gaduh gelisah (P4) merupakan hiperaktivitas Berdasarkan hasil uji statistic dengan paired t-
yang ditampilkan dalam bentuk percepatan test didapatkan nilai ρ = 0,000 (α<0,05) dan nilai
perilaku motorik, peningkatan respon terhadap t = 4,222 dengan nilai mean 2,40, maka Ha
stimuli, waspada berlebihan atau labilitas diterima dan Ho ditolak jadi ada pengaruh
perasaan yang berlebihan. Hasil dari penelitian Restrain terhadap Penurunan Skor Panss EC
menunjukkan bahwa skor komposit gejala pada Pasien Skizofrenia dengan Perilaku
perilaku kekerasan (penjumlahan respon Kekerasan di Ruang Edelweis Rumah Sakit Jiwa
perilaku, sosial, kognitif, fisik dan PANSS-EC) Daerah Dr. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.
sebelum pemberian restrain mengalami gelisah, Hasil ini sesuai dengan penelitian Sulistyowati
setelah diberikan retrain terjadi penurunan. (2013) bahwa Penggunaan Restrain efektif
Tindakan pertama yang harus dilakukan ketika Terhadap Penurunan Perilaku Kekerasan Pada
pertama kali melihat keadaan gaduh, gelisah, Pasien Skizofrenia. Didukung juga dengan
serta perilaku kekerasan yang disebabkan oleh penelitian Kandar (2014) bahwa Pelaksanaan
apapun yaitu menguasai keadaan lingkungan prosedur tindakan restrain pada pasien perilaku
terutama keadaan pasien yang biasanya kekerasan yang menjalani Perawatan di Unit

144
Perawatan Intensif Psikiatrik (UPIP) RSJD Dr. Keefektifan restrain terhadap penurunan
Amino Gondohutomo Semarang. perilaku kekerasan. Respon perilaku kekerasan
yang dilakukan observasi meliputi respon
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon perilaku, fisik, emosi dan verbal. Penggunaan
marah yang diekspresikan dengan melakukan restrain efektif terhadap penurunan perilaku
ancaman, mencederai orang lain, dan atau kekerasan pada pasien Skizofrenia. Penurunan
merusak lingkungan yang bertujuan untuk ini meliputi penurunan pada respon fisik,
melukai seseorang secara fisik maupun dikarenakan dengan adanya pembatasan gerak
psikologis (Keliat et al. 2011). Semakin tinggi sehingga dapat mengurangi agresif fisik klien (
skor perilaku kekerasan menunjukkan bahwa Videbecck, 2008). Respon fisik akan
gejala perilaku kekerasan semakin berat hal ini mempengaruhi respon emosi (Boyd Nihart,
berdampak juga terhadap memanjangnya lama 2010). Respon fisik merupakan respon yang
hari rawat dan angka kekambuhan (relaps) mengikuti perubahan kognitif pada klien
pasien (Zhang, 2011). Saktiyono (2011), perilaku kekerasan (Boyd & Nihart, 2010).
mengatakan bahwa terdapat penurunan perilaku
kekerasan pada pasien skizofrenia yang Penilaian seseorang terhadap stressor
dilakukan terapi restrain, hal ini disebabkan memberikan makna dan dampak dari suartu
terapi restrain dapat mempermudah pemberian situasi yang menekan dan ditunjukkan dengan
psikofarma sebagai terapi utamanya. Restrain respon kognitif, afektif, respon fisik, respon
efektif menurunkan perilaku kekerasan jika perilaku dan social (Stuart & laraia, 2010).
diikuti pemberian psikofarma. Hal serupa Dengan pemberian restrain yang sistematis klien
diungkapkan oleh Santoso (2007) bahwa ada akan melakukan kontrol terhadap emosi yang
hubungan yang bersinergi antara restrain dan mempengaruhi proses fikir serta ketegangan otot
psikofarmaka dalam menurunkan tingkat (Stuart& Laraia, 2010) Dengan demikian
perilaku kekekarasan. Keluarga membawa klien restrain efektif menurunkan perilaku kekerasan
ke rumah sakit karena melakukan perilaku pada pasien Skizofrenia (Videbecck, 2008).
kekerasan seperti mengamuk, melukai orang
lain, merusak lingkungan dan marah-marah. Menurut Suryani dalam Hendriyana (2013),
Penelitian yang dilakukan oleh Keliat (2010) stigma terhadap penderita gangguan jiwa di
menyebutkan bahwa perilaku kekerasan Indonesia masih sangat kuat. Dengan adanya
merupakan salah satu gejala yang menjadi stigma ini, orang yang mengalami gangguan
alasan bagi keluarga untuk merawat klien di jiwa terkucilkan, dan dapat memperparah
rumah sakit jiwa karena beresiko gangguan jiwa yang diderita. Pada umumnya
membahayakan bagi diri sendiri dan orang lain. penderita gangguan jiwa berat dirawat dan diberi
pengobatan di rumah sakit. Setelah membaik
Pemberian terapi restrain lebih efektif untuk dan dipulangkan dari rumah sakit, tidak ada
menurunkan respon perilaku dari pada hanya penanganan khusus yang berkelanjutan bagi
dengan terapi generalis. Hasil penelitian yang penderita. Pengobatan penderita gangguan jiwa
dilakukan Bregman (1984, dalam Forkas (2012) merupakan sebuah journey of challenge atau
menyatakan bahwa terapi restrain berpengaruh perjalanan yang penuh tantangan yang harus
positif terhadap kemampuan berkomunikasi berkelanjutan. Penderita gangguan jiwa sulit
secara asertif dengan melibatkan aspek untuk langsung sembuh dalam satu kali
nonverbal. Metode pelaksanaan restrain akan perawatan, namun membutuhkan proses yang
memotivasi klien untuk lebih berperan aktif panjang dalam penyembuhan. Karena itu,
berfikir dan berlatih terhadap kemampuan sosial dibutuhkan pendampingan yang terus menerus
atau verbal yang diajarkan. Penurunan bermakna sampai pasien benar-benar sembuh dan bisa
skor respon kognitif klien skizoprenia setelah bersosialisasi dengan orang lain secara normal.
restrain dari skor tinggi ke rendah, menunjukkan Ketika di rumah, dukungan dari keluarga dan
adanya pengaruh restrain terhadap respon lingkungan sekitar sangat dibutuhkan agar
kognitif. Keliat dan Sinaga (2011), menyatakan penderita bisa menjalani proses
bahwa latihan asertif akan melatih individu penyembuhannya.
menerima diri sebagai orang yang mengalami
marah dan membantu mengeksplorasi diri dalam Ketiadaan akses terkait keberlanjutan dari proses
menemukan alasan marah. penyembuhan dan pengobatan rutin membuat
keluarga yang memiliki anggota keluarga Ambarwati, Wahyu Nur. (2009). Keefektifan
dengan gangguan jiwa berat melakukan CBT sebagai Terapi Tambahan Pasien
pemasungan. Dikarenakan sebagian besar Skizofrenia Kronis di Panti Rehabilitasi
keluarga dan penderita tinggal di wilayah Budi Makarti Boyolali.Tesis. Surakarta:
perdesaan. Awal gejala gangguan jiwa yang Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
tidak terdeteksi menyebabkan keterlambatan Maret
penanganan penderita gangguan jiwa.
Keterlambatan penanganan juga disebabkan oleh Depkes RI. (2007). Standar Pelayanan
stigma terhadap penderita gangguan jiwa, Kebidanan. Jakarta.
sehingga keluarga akan menolak apabila ada
anggota keluarga yang dideteksi memiliki gejala Dewi Eka. (2010). Gambaran Pengaruh REB
gangguan jiwa. Sehingga penderita gangguan Therapi terhadap penurunan Perilaku
jiwa akan cepat bertambah parah yang apabila kekerasan di RSJ Bogor. Skripsi. Bogor
sudah dianggap mengganggu serta
membahayakan diri dan lingkungan sekitarnya Eliana. (2011). Hubungan Antara Prasangka
maka akan dengan sangat terpaksa dilakukan Dengan Perilaku Agresif Pada Masyarakat
pemasungan. Mekanisme copingyang dilakukan Jawa Terhadap Masyarakat Tionghoa Di
oleh keluarga terkait dengan sebab-sebab Kelurahan Kemlayan Surakarta. Skripsi.
terganggunya jiwa anggota keluarganya, UNS: Surakarta.
sebagian besar disangkutpautkan dengan
kejadian-kejadian mistik atau supranatural yang Elita, (2012). Persepsi Perawat tentang Perilaku
dialami oleh penderita atau keluarganya. Selain Kekerasan di Ruang Rawat Jiwa. Jurnal
itu, penolakan atas labelling gangguan jiwa juga Ners Indonesia, Vol.1, No. 2, Marel 2011
dilakukan oleh penderita sendiri menyebabkan
penolakan atas pengobatan yang dijalaninya. Endradhita. (2008). Gambaran Perilaku
Wardhani, dkk. (2011) pasien C penderita Kekerasan di RSJD dr. Soepramo.
gangguan jiwa berat yang dipasung kedua Skripsi. UNS
kakinya pada kayu besar menyatakan bahwa dia
sehat tidak merasa sakit. Farida dan Hartono, Yudi, (2010), Buku Ajar
Keperawatan Jiwa, Jakarta : Salemba
SIMPULAN Medika
Karakteristik responden meliputi rerata umur
responden 33,75 tahun dan umur termuda 26 Fletcher, A. C., et.al. (2010). Parenting style as a
tahun serta umur tertua 45 tahun, jenis kelamin moderator of associations between
mayoritas laki-laki, pekerjaan adalah tidak maternal disciplinary strategies and child
bekerja dan rerata lama menderita 6,1 tahun. wellbeing. Journal of Family Issues, 29,
Skor Panss EC pada pasien skizofrenia sebelum 1724–174
dilakukan restrain yaitu gaduh gelisah dengan
mean 21,90 termasuk dalam gaduh gelisah. Skor Foster, Bowers, Nijman. (2007). Aggressive
Panss EC pada pasien skizofrenia setelah behaviour on acute psychiatric wards:
dilakukan restrain yaitu gelisah dengan mean prevalence, severity and management.
19,50 termasuk dalam gelisah. Ada Pengaruh Journal of Advanced Nursing,58,140-149
Restrain terhadap Penurunan Skor Panss EC
pada Pasien Skizofrenia dengan Perilaku Hayakawa, M. (2009). How Repeated 15-
Kekerasan di Ruang Edelweis Rumah Sakit Jiwa Minute Assertiveness training Sessions
Daerah Dr. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah Reduce Wrist Cutting In Patients With
dengan nilai p = 0,000 (α<0,05) Borderline Personality Disorder.
American Journal of Psychotherapy,
63(1).
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2010). Prosedur Suatu Pengantar Hidayat, Aziz Alimul,A. (2008). Pengantar
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Konsep Dasar Keperawatan.Edisi ke
2.Jakarta : Salemba Medika.

146
Hurlock. (2010). Psikologi Perkembangan.
Jakarta: EGC

Kandar. (2014). Efektivitas Tindakan Restrain Pada Pasien Perilaku Kekerasan Yang Menjalani Perawatan
Di Unit Pelayanan Intensif Psikiatri (UPIP) RSJ Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang.
Prosiding PPNI II tahun 2014. www.ppnijateng.or.id/page111

Kandar (2014) tentang Pelaksanaan prosedur tindakan restrain pada pasien perilaku kekerasan yang
menjalani Perawatan di Unit Perawatan Intensif Psikiatrik (UPIP) RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Semarang

Lee, T.Y., Chang S.C., Chu H., Yang C.Y., Ou


K.L., Chung M.H., Chou K.R., (2013).
The effect of assertiveness training in patients with schizophrenia : a randomized, single - blind,
controlled study. Journal of Advanced Nursing, 69 (11):2549 -255

Lindenmayer.J.P, Kanellopoulou.I. (2009). Schizophrenia with Impulsive and Aggressive


Behaviors.PsychiatrClin N Am32 : 885–
902doi:10.1016/j.psc.2009.08.006

Maramis, W.F. (2012). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press.

Nasir, A & Muhith, A. (2011). Dasar Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

Potter dan Perry. (2010). Buku ajar fundamental keperawatan volume 2. Edisi 4, Jakarta : EGC

Putri, Dewi Eka (2010). Pengaruh rational emotive behaviour therapy terhadap klien perilaku kekerasan di
ruang rawat inap RSMM Bogor tahun 2010.Fakultas Keperawatan.Depok.

Rezan, A & Zengel, M. (2009).Elementary Education Online, 8(2), 485-492

http://ilkogretim-online.org.tr.
Riskesdas. (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
2008.http://digilib.esaunggul.ac.id/public/ UEU-Undergraduate-211- 1.pdfDiunduhpada tanggal 4
januari 2014
jam 07.30 WIB

Santoso, A. (2010). Statistik Untuk Psikologi. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.

Sinaga. BR. (2007). Skizofrenia dan diagnosis banding. Jakarta. Balai penerbit FKUI

Stuart dan Sundeen, (2010). Buku Saku Keperawatan,Edisi 3. Jakarta : EGC

Stuart,G.W. and Laraia, M.T. (2010). Prinsip dan Praktik Keperawatan Psikiatrik. Jakarta: EGC

Sulistyowati (2013) tentang Efektiftas Penggunaan Restrain Terhadap Penurunan Perilaku Kekerasan
Pada Pasien Skizofrenia

Townsend, M. C, (2009), Psychiatric Mental Healt Nursing: Concepts of Care


inEvidence-BasedPractice(6thed.), Philadelphia : F.A. Davis

Triantoro. (2009). Manajemen Emosi, Bumi Aksara, Jakarta

Videbeck, S. L. (2008).Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Wahyuningsih, D. (2009). Pengaruh Assertiveness training (AT) Terhadap Perilaku Kekerasan Pada Klien
Skizophrenia Di RSUD Banyumas.Universitas Indonesia, Tesis FK-UI. Tidak
Dipublikasikan

Yosep, I. (2013). Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama

Zhang.J, Harvey.C , Andrew. C., (2011). Factors associated with length of stay and the risk of readmission
in an acute psychiatric inpatient facility: a retrospective study. Australian and New Zealand
Journal of Psychiatry, 45, .
JURNAL 3

PENGARUH TERAPI SOMATIS ISOLASI TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU


KEKERASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA

Effects Somatic Isolation Therapy on Violent Behavior Alteration in Schizophrenia Patient

Desak Made Ari Dwi Jayanti1 , Ni Kadek Yuni Lestari 2, Ni Nyoman Meira Sugiantari3
1
Departemen Keperawatan Jiwa, STIKES Wira Medika Bali, Denpasar, Bali, Indonesia 2Departemen
Keperawatan Medikal Bedah, STIKES Wira Medika Bali, Denpasar, Bali, Indonesia 3 Program Studi S1
Keperawatan, STIKES Wira Medika Bali, Denpasar, Bali, Indonesia

Korespondensi: djdesak@gmail.com

ABSTRAK
Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa berat yang ditandai dengan perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stresor yang dihadapi oleh seseorang, baik pada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan, secara verbal maupun non verbal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh terapi somatis isolasi terhadap perubahan perilaku kekerasan. Jenis penelitian ini adalah pre-
eksperimen pendekatan one-group pre-test- posttest design dengan teknik sampling purposive. Jumlah
sampel sebanyak 20 orang. Setelah dilakukan pengamatan didapatkan hasil perilaku kekerasan pasien
skizofrenia sebelum diberikan terapi somatis isolasi 100% responden dengan perilaku kekerasan risiko
tinggi, setelah diberikan terapi somatis isolasi terbanyak (85%) dengan perilaku kekerasan risiko sedang.
Hasil uji wilcoxon sign rank didapatkan p = 0,000 < 0,05 yang berarti ada pengaruh yang signifikan antara
pemberian terapi somatis isolasi terhadap perubahan perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia. Disarankan
pada pelaksanaan terapi somatis isolasi sesuai dengan SPO yang ditetapkan.

Kata kunci : terapi somatis isolasi; perilaku kekerasan; skizofrenia

ABSTRACT
Schizophrenia is one of the major mental disorders characterized by violence behavior. Violence
behavior is a response to the stressors faced by a person, on yourself, others people and the environment,
verbally and non-verbally. This study aimed to determine the effects somatic isolation therapy on
violent behavior alteration. The type of this research is pre- experiment with approach one-group pre-
test-posttest design, with sampling technique is purposive. Total sample is 20 peoples. The result of violence
behavior of schizophrenia patients before somatic isolation therapy was given 100% with high risk of
violence behavior, after being given somatic isolation therapy (85%) with moderate risk of violence
behavior. Wilcoxon Sign Rank Test results obtained p = 0,000 <0.05 which means there is a significant effect
between somatic isolation therapy to changes violence behavior in schizophrenic patients. Suggested on
the implementation of somatic isolation therapy is accordance with standard operating procedure.

Keywords: somatic isolation therapy; violence behavior; schizophrenia


PENDAHULUAN jumlah pasien yang dirawat dengan
Kesehatan jiwa adalah suatu bagian diagnosa skizofrenia sebanyak 4080 orang
yang tidak terpisahkan dari kesehatan atau yang terdiri dari 2756 laki-laki dan 1324
bagian integral dan merupakan unsur utama perempuan. Berdasarkan data tersebut rata-
dalam menunjang terwujudnya kualitas rata jumlah pasien skizofrenia yang di rawat
hidup manusia. Gangguan jiwa yang terjadi inap setiap bulannya adalah sebanyak 340
di era globalisasi dan persaingan bebas orang.
cenderung meningkat. Berbagai hal seperti Salah satu gangguan jiwa yang
kegagalan dalam hidup, kehilangan orang sering ditemukan dan dirawat yaitu
yang dicintai, putusnya hubungan sosial, skizofrenia (Maramis, 2008). Hampir 80%
masalah dalam pernikahan, tekanan dalam pasien skizofrenia mengalami kekambuhan
pekerjaan, krisis ekonomi merupakan berulang kali (Amelia, 2013). Menurut
faktor- faktor pemicu yang menimbulkan Faisal (dalam Prabowo 2014) skizofrenia
stress dan dapat meningkatkan risiko adalah kepribadian yang terpecah antara
menderita gangguan jiwa (Prabowo, 2015). pikiran, perasaan dan perilaku. Kondisi ini
Menurut data WHO (World Health berarti apa yang dilakukan tidak sesuai
Organization) pada tahun 2016 terdapat dengan apa yang dipikirkan atau
sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta dirasakannya. Karakteristik yang sering
orang terkena bipolar, 21 juta terkena ditemukan pada pasien skizofrenia adalah
skizofrenia serta 47,5 juta terkena adanya gangguan emosi yang dapat berupa
demensia. Penderita skizofrenia terdiri dari ketakutan, kecemasan, depresi dan
12 juta laki-laki dan 9 juta perempuan. kegembiraan. Kecemasan pada pasien
Skizofrenia juga biasanya dimulai lebih skizofrenia dapat berupa gangguan
awal pada pria. Skizofrenia ditandai dengan parathimi atau yang seharusnya
distorsi dalam berpikir, persepsi, emosi, menimbulkan rasa senang dan gembira,
bahasa, rasa diri dan perilaku. Lebih dari pada pasien malah timbul rasa cemas, sedih
50% penderita skizofrenia tidak dan marah yang bisa menimbulkan perilaku
mendapatkan perawatan yang tepat kekerasan (Direja, 2011).
(Kemenkes, 2016). Perilaku kekerasan merupakan
Hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 respon terhadap stresor yang dihadapi oleh
mencatat bahwa prevalensi gangguan jiwa seseorang, yang ditunjukkan dengan
berat di Indonesia mencapai 1,7 per mil, perilaku aktual melakukan kekerasan, baik
artinya 1-2 orang dari 1.000 penduduk pada diri sendiri, orang lain maupun
Indonesia mengalami gangguan jiwa berat lingkungan, secara verbal maupun non
(Kemenkes, 2013). Data tahun 2015, di verbal, bertujuan untuk melukai orang lain
Indonesia didapatkan bahwa 70% dari 2,5 secara fisik maupun psikologis (Yosep,
juta jiwa penderita skizofrenia melakukan 2009). Perilaku kekerasan banyak dilakukan
perilaku kekerasan. Bentuk perilaku oleh kelompok umur dewasa yaitu 25-45
kekerasan yang dilakukan bisa melukai diri tahun sebanyak 63,14% (Sira, 2011) dengan
sendiri, melukai orang lain, merusak tingkat pendidikan paling banyak yaitu
lingkungan rumah, lingkungan masyarakat SMA (59,4 %) (Noviyanti, 2013) dan status
dan mengancam nyawa orang lain perkawinan yaitu kawin (53,3%) (Nusantari,
(Prabowo, 2015). Data prevalensi penderita 2016).
gangguan jiwa berat di Provinsi Bali berada Dampak yang dapat ditimbulkan
pada urutan ke tiga setelah Provinsi Daerah oleh pasien yang melakukan perilaku
Istimewa Yogyakarta, Aceh dan Sulawesi kekerasan adalah bisa membahayakan diri
Selatan, yaitu mencapai 2,3 per mil, artinya sendiri, orang lain maupun merusak
2-3 orang dari 1.000 penduduk di Bali lingkungan (Keliat, 2016). Menurut
mengalami gangguan jiwa, hal ini Prabowo (2014), perilaku kekerasan terdiri
menunjukkan kasus gangguan jiwa berat di dari perilaku kekerasan secara verbal
Provinsi Bali lebih besar dari data maupun fisik. Perilaku kekerasan secara
nasional di Indonesia (Kemenkes, 2013). verbal sebagai suatu bentuk perilaku atau
Berdasarkan data laporan tahunan aksi agresif yang diungkapkan untuk
2017 Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi menyakiti orang berbentuk
Bali, lain, dapat umpatan, kata-kata
yang kotor, sebayak 96,8%. perilaku kekerasan Hasil
berbicara dengan Menurut setelah diberikan studi pendahuluan
nada keras kasar Direja (2011) terapi somatis di Ruang
dan ketus, ejekan terapi somatis restrain dengan Intensive
dan ancaman isolasi atau seklusi manset yaitu Psychiatric Care
melalui kata-kata. adalah tindakan didapatkan hasil Unit (IPCU)
Perilaku yang dapat dari 38 responden Rumah Sakit Jiwa
kekerasan dilakukan kepada yang sebelum Provinsi Bali,
Perilaku pasien perilaku tindakan ada pada diperoleh data
kekerasan secara kekerasan tanpa kategori intensif 1, bahwa jumlah
fisik dapat adanya risiko menurun ke pasien
berbentuk tinggi bunuh diri, intensif 2 yaitu skizofrenia
meninju, pasien dengan sebanyak 29 dengan masalah
menendang, gangguan sosial responden (76,3% keperawatan
mengancam orang dan pasien yang ) dan yang perilaku
lain dengan membutuhkan perilaku kekerasan tiga
senjata dan observasi untuk kekerasannya bulan terakhir
menyerang orang masalah fisik. menurun ke yaitu November
lain. Berdasarkan Pelaksanaan terapi intensif 3 dan Desember
hal tersebut, maka somatis isolasi sebanyak 9 2017 serta Januari
untuk adalah dengan responden 2018 adalah 143
menghindari mengurung klien (23,7%). orang dengan
dampak yang dalam ruangan rata-rata perbulan
timbul diperlukan khusus (Direja, sebanyak 48
suatu tindakan 2011). Menurut orang. Ruang
pelayanan penelitian Intensive
kesehatan. Valkama (2010), Psychiatric Care
Jenis pasien yang telah Unit (IPCU)
pelayanan mendapatkan Rumah Sakit Jiwa
kesehatan yang terapi somatis Provinsi Bali
biasa dilakukan isolasi menyatakan merupakan
pada penanganan bahwa terapi ini ruangan khusus
pasien skizofrenia memberi efek dengan desain
dengan perilaku menenangkan ruangan isolasi.
kekerasan adalah pada mereka Kapasitas ruangan
terapi somatis karena memberi tersebut adalah 20
isolasi, pemberian mereka tempat tidur.
medika mentosa, lingkungan yang Ruangan ini
pengikatan dan lebih aman dan diperuntukkan
pembentukan tim nyaman ketika untuk perawatan
kritis (Stuart, perilaku kekerasan intensive bagi
2013). Hasil mereka tidak bisa pasien dengan
penelitian yang dikontrol. perilaku agresif,
dilakukan oleh Lingkungan yang risiko bunuh diri
Downey (2013) aman dan nyaman dan visum
didapatkan data membantu psikiatri.
bahwa alasan mempercepat Pasien yang
paling sering penurunan derajat diantar ke Rumah
mengapa pasien perilaku kekerasan Sakit Jiwa
mendapat terapi mereka. Provinsi Bali
somatis isolasi Berdasark kebanyakan
adalah karena an hasil penelitian dengan keluhan
perilaku Saseno (2013) mengamuk.
kekerasan menyatakan Tindakan
sejumlah 122 dari bahwa terjadi keperawatan yang
126 orang atau penurunan biasanya
dilakukan di tindakan terapi Pre-test 11.75
value
ketika pasien somatis isolasi 1.209
dalam kondisi juga belum sesuai
gaduh gelisah standar prosedur Po Post- 0.
adalah pemberian operasional. pul test 0
terapi somatis Berdasarka asi 0
isolasi maupun n uraian diatas, da 1.861
0
restrain. maka perlu n
Tindakan ini dilakukan Sa
dipilih karena penelitian tentang mp
tidak memungkin pengaruh terapi el
memberikan somatis isolasi Populasi Penelitian
terapi modalitas terhadap pada penelitian ini ini dilakukan di
lain ketika pasien perubahan adalah seluruh Rumah Sakit Jiwa
dalam kondisi perilaku pasien yang Provinsi Bali
gaduh gelisah. kekerasan pada dirawat dengan pada bulan Januari
Terapi somatis pasien skizofrenia diagnosa medis sampai Mei 2018.
isolasi dilakukan di Ruang skizofrenia dan
segera ketika Intensive masalah Instrumen dan
pasien Psychiatric Care keperawatan Prosedur
menunjukkan Unit (IPCU) perilaku kekerasan Pengukuran
tanda- tanda akan Rumah Sakit Jiwa yang dirawat di Instrument
melakukan Provinsi Bali. Ruang Intensive yang digunakan
perilaku Psychiatric Care yaitu lembar
kekerasan TUJUAN Unit (IPCU) observasi perilaku
maupun setelah PENELITIAN Rumah Sakit Jiwa kekerasan.
pasien Penelitian Provinsi Bali
melakukan ini bertujuan dengan jumlah Analisa Data
perilaku untuk mengetahui rata-rata perbulan Analisis data
kekerasan. pengaruh terapi sebanyak 48
Tindakan ini somatis isolasi pengaruh antara
orang. Sampel
dilakukan tanpa terhadap dalam penelitian dua variabel
mengukur derajat perubahan ini adalah pasien digunakan Uji
perilaku perilaku skizofrenia dengan Wilcoxon Sing
kekerasan kekerasan pada masalah Rank Test.
sebagai tolak pasien skizofrenia keperawatan
ukur untuk di Ruang perilaku kekerasan
memulai dan Intensive di Ruang Intensive HASIL
mengakhiri Psychiatric Care Psychiatric Care PENELITIAN
tindakan terapi Unit (IPCU) Unit (IPCU) Sebelum
somatis isolasi. Rumah Sakit Jiwa Rumah Sakit Jiwa dilakukan uji
Pelaksanaan Provinsi Bali. Provinsi Bali bivariat, terlebih
METODE sebanyak 20 dahulu dilakukan
Tabel 1 sampel, dengan uji normalitas data
PENELITIAN Identifikasi Perilaku teknik dengan
Desain Kekerasan pada pengambilan menggunakan uji
Penelitian Pasien sampel dalam Shapiro- Wilk.
ini merupakan penelitian adalah Hasil uji
penelitian pre non probability Shapiro-Wilk
Skizofrenia sampling jenis menunjukkan
eksperimental
Variabel purposive bahwa nilai p
dengan rancangan value 0,001 < p
sampling.
one- group pre- 0,05 maka data
Mean
test-posttest Tempat dan berdistribusi tidak
design. Standar p- Waktu Penelitian normal.
Uji yang
digunakan dalam Beda adalah terapi 60%, melakukan
penelitian ini 4.65 somatis isolasi. tindakan
adalah uji 652 Hasil penelitian kekerasan
statistik Berdasarkan menunjukkan terhadap objek
Wilcoxon Sing tabel bahwa terdapat sebanyak 29%
Rank Test. Hasil 1 diatas dapat 67 dari 1000 dan melakukan
analisis disajikan diketahui hasil orang pasien yang kekerasan
pada tabel 1 penelitian dirawat di rumah terhadap diri
berikut : didapatkan p sakit jiwa di sendiri sebanyak
value = 0,000 < Amerika Serikat 19% (Keliat,
p 0,05 berarti selama 10 tahun 2014).
hipotesis terakhir yang Menurut
penelitian mendapatkan Howes (2013)
diterima artinya terapi somatis isolasi adalah cara
ada pengaruh isolasi (Keliat, yang digunakan
yang signifikan 2014). oleh psikiater
Pasien terutama untuk
antara pemberian dengan gangguan mengelola
terapi somatis jiwa merupakan perilaku agresif
isolasi terhadap seseorang yang yang disebabkan
perubahan berisiko tinggi oleh gangguan
perilaku untuk melakukan mental. Terapi
kekerasan di tindakan somatis isolasi
Ruang Intensive kekerasan baik dirancang untuk
Psychiatric Care pada diri sendiri, memberikan
Unit (IPCU) orang lain, lingkungan yang
maupun aman bagi pasien.
Rumah Sakit lingkungannya. Isolasi
Jiwa Perilaku menunjukkan
Provinsi Bali. kekerasan yang kondisi atau
dilakukan pasien keadaan yang
PEMBAHASAN antara lain dalam dipisahkan dari
Tanda bentuk kata-kata masyarakat
dan gejala yang kasar sebanyak
khas pada pasien serta berada dalam maladaptif ke
skizofrenia yang keadaan perilaku adaptif
dapat juga terasingkan, dengan melakukan
merugikan sendirian di tindakan dalam
termasuk ruangan yang bentuk perlakuan
mencederai diri terkunci dan tidak fisik.
sendiri orang lain bisa keluar dengan Otak
ataupun bebas. Terapi memiliki bagian-
lingkungannya somatis isolasi bagian seperti
membuat tenaga paling sering hipotalamus,
kesehatan atau digunakan dalam amigdala,
orang-orang di fase akut hipokampus,
sekeliling pasien pengobatan talamus, serta
memberikan kejiwaan terkait korteks serebri
penanganan penggunaan obat yang berfungsi
khusus untuk dan skizofrenia. bersama-sama
mengatasi Terapi somatis untuk memulai
perilaku tersebut. adalah terapi yang aktivitas motorik
Penanganan yang diberikan pada dan fungsional.
sering dilakukan pasien dengan Salah satu yang
dilakukan di tujuan mengubah membantu
rumah sakit jiwa perilaku pengiriman sinyal
sensorik ke otak (Djohan, 2009). pemberian terapi kekerasan pada
dan sinyal Tujuan dari somatis isolasi, pasien skizofrenia
motorik ke otot pemberian terapi perawat dapat baik dari segi
adalah transmiter somatis isolasi mempertimbangk jumlah sampel,
molekul kecil adalah untuk an diagnosa karakteristik
yang bekerja memberikan medis pasien, responden serta
cepat. lingkungan yang status pasien baru kriteria inklusi
Neurotransmiter aman dan nyaman atau dengan kasus dan eksklusi yang
yang paling bagi pasien. rejatan, serta membuat sampel
mempengaruhi Kondisi ini karakteristik lain menjadi lebih
sikap, emosi, dan mampu seperti umur, homogen.
perilaku seseorang menstimulasi jenis kelamin,
antara lain adalah neurotransmiter pendidikan serta DAFTAR
asetil kolin, yang merangsang status perkawinan PUSTAKA
dopamin, rasa nyaman, sehingga Amelia, D. R.
serotonin, mengurangi rasa pelaksanaan (2013).
epinefrin dan tertekan dan observasi
norepinefrin. ketegangan pada Relaps
terhadap klien
Sistem pasien sehingga Pada
dapat berjalan
norepinefrin dan bisa menurunkan secara optimal. Pasien
sistem serotonin perilaku Skizofreni
normalnya kekerasan. Keterbatasan a.
menimbulkan
Malang :
dorongan bagi KESIMPULAN Pada
sistem limbik Implikasi penelitian ini Jurnal
untuk terdapat Ilmiah
meningkatkan Hasil keterbatasan Psikologi
perasaan analisis data dalam penerapan Terapan
seseorang pengaruh terapi terapi somatis, Universita
terhadap rasa somatis isolasi sehingga perlu
terhadap s
nyaman, disusun standar
perubahan Muhamm
menciptakan rasa operasional
bahagia, rasa perilaku kekerasan prosedur (SOP) adiyah
puas, nafsu makan adalah terdapat terapi somatis Malang
yang baik, pengaruh yang isolasi sesuai Vol 1, No
dorongan seksual signifikan antara teori terbaru dan 1.
yang sesuai, dan pemberian terapi dapat digunakan
keseimbangan somatis isolasi sebagai pedoman Aulya, A. (2016).
psikomotor terhadap dalam Perbedaa
(Guyton, 2014). perubahan pelaksanaan n Perilaku
Lingkung perilaku kekerasan tindakan tersebut.
pada pasien Agresif
an yang tenang Untuk Siswa
dapat skizofrenia. pengembangan
mengeliminasi Dalam asuhan
Laki-Laki
neurotransmiter keperawatan jiwa Dan Siswa
rasa tertekan, yang Perempua
stres, ketegangan komprehensif n. Padang
dan kecemasan maka dipandang : Jurnal
sehingga perlu dilakukan Pendidika
menciptakan penelitian lebih n
ketenangan, lanjut mengenai
memperbaiki pengaruh terapi Indonesia
suasana hati somatis isolasi Universita
(mood) dan terhadap s Negeri
menurunkan perubahan Padang
kegelisahan perilaku
Vol 2 No Djohan. (2009). (Riskesdas Provinsi
1. ) 2013. Bali. Skripsi
Psikologi Musik. Jakarta: Program
Bidang
Yogyakarta : Best Kementeri Studi Ilmu
Perawata
Publisher. an Keperawat
n RSJ Guyton, A.C., Kesehatan an STIKES
Provinsi Hall, J.E. RI. Wira
Bali. (2014). Medika
(2016). Buku Ajar .Kementerian
PPNI Bali.
Indikator Fisiologi Kesehatan
Mutu Kedoktera RI. (2016). Prabowo, E. (2014).
n Edisi
Bidang Peran Konsep
12.
Keperaw Jakarta : Keluarga dan
atan. EGC Dukung Aplikasi
Bangli Howes, G. N. Kesehatan Asuhan
(tidak (2013). Jiwa Keperawat
dipublika Use Of Masyarak an Jiwa,
sikan). Seclusion at. Yogyakarta
For Jakarta: : Nuha
Direja, A. H.
Managin Kementeri Medika.
(2011).
g an
Buku Ajar Prabowo. (2015).
Behaviour Kesehatan
Asuhan Buku Ajar
al RI.
Keperaw Keperawat
Disturban
atan Maramis. (2008). an Jiwa.
ce in
Jiwa. Catatan Yogyakarta
Patients
Yogyakart Ilmu : Nuha
vol. 19,
a: Nuha Kedoktera Medika.
422–428.
Medika. n Jiwa.
New Rekam Medik
Surabaya :
Rumah
Zealand: Gangguan Airlangga
Sakit Jiwa
Advances Jiwa. University
in Provinsi
Jakarta : Press.
Psychiatri Bali.
Jurnal
c Nusantari, N. N. (2017).
Treatment Keperawat
(2017). Laporan
Journal. an FK UI.
Pengaruh Tahunan
Keliat, B.A. Terapi Rumah
Keliat. (2016).
(2014). Somatis Sakit Jiwa
Keperaw
Analisis Restrain Provinsi
atan
Legal Terhadap Bali. Bangli.
Kesehata
Aspek Penuruna
n Jiwa.
Dan Saseno. (2013).
Jakarta : n Perilaku
Kebijakan Pengaruh
EGC. Kekerasan
Restrain, Tindakan
Pada
Seklusi Kementerian Restrain
Pasien
Dan Kesehatan Fisik
Skizofreni
Pasung RI. (2013). Dengan
a Di
Pada Riset Manset
Rumah
Pasien Kesehatan Terhadap
Sakit Jiwa
Dengan Dasar Penurunan
Perilaku and Academic
Kekerasa Mechanica Dissertati
n Pada l Restraint on
Pasien in Universit
Skizofreni Psychiatry. y Of
a Di Finland : Tampere
Yosep, I.
Ruang Journal of
(2009).
Rawat
Intensif KeperawatanJiwa.
Bima
Bandung :
Rumah
PT Refika
Sakit Jiwa Aditama.
Grhasia.
Yogyakart
a : Jurnal
Keperawa
tan Mersi
vol. 4

Sira, I. (2011).
Karakteri
stik
Skizofreni
a. Skripsi
Program
Studi
Pendidika
n Dokter
FK
Universita
s
Tanjungp
ura.

Stuart, G. W.
(2013).
Buku
Saku
Kepera
watan
Jiwa
Edisi 5.
Jakarta
: EGC.
Valkama, A. K.
(2010).
The Use
of
Seclusion

Anda mungkin juga menyukai