NIM : 1914314201058
Prodi : S1 Keperawatan
A. Sebutkan Dan Jelaskan Prinsip Tindakan Restrain Yang Efektif Untuk Pasien
Gangguan Jiwa Sehingga Meminimalisir Cidera
Adapun prinsip restrain yang efektif untuk pasien gangguan jiwa sehingga meminimalisir
cidera, antara lain:
1. Restrain yang aman menggunakan alat yang bermanset
Perlu dipilih alat restrain yg aman dan tidak melukai, tali restrain dibuat dari kain yg
diberi manset sehingga lembut tetapi tetap kuat dan penampang manset yag lebar
menghindarkan cedera lecet pada bagian kulit ekstremitas yang dilakukan restrain
2. Area yang dilakukan restrain diolesi dengan lotion
Perawat membererikan lotion untuk mengantisipasi timbuknya gangguan pada pasien
serta menjaga kenyamanan pasien. Pelembab akan mempertahankan hidrasi epidermis
sehingga meminimalisir efek gesekan yang menyebabkan rasa panas dan shear
sehingga mudah menyerap pada kulit
3. Durasi tindakan restrain dibatasi
Durasi tindakan restrain harus dbatasi, karena pemberian restrain bisa mengakibatkan
risiko perilaku marah berulang pada pasien. Setelah masa waktu restrain berakhir
dilakukan evaluasi kembali terkait perilaku agresif klien, apabila perilaku yg
ditampilkan klien masih sama dan belum menunjukan perbaikan maka prosedur
restrain dapat diterapkan kembali apabila langkah-langkah alternative lain untuk
pengendalian perilaku hailnya tidak efektif.
4. Selama dilakukan restrain pasien dilakukan monitoring dan pemenuhan kebutuhan
dasar
Pemenuhan kebutuhan pasien seperti makan,minum dan toilet, tidak membeda-
bedakan pasien , adanya fasilitas untuk direstrain dan seklusi, perlindungan kepada
pasien memonitor dan mengobseervasi keselamatan pasien, staf harus dilatih sebelum
ditugaskan dalam ruangan restrain
5. Restrain dilakukan oleh petugas yang terlatih
Keselamatan pasien dapat ditingkatkan dengan adanya pelatihan pada staff. Staff
yang berkompeten yang juga termasuk perawat dapat mengurani risiko adanya
kecelakaan ketika terjadinya restrain
Pengertian Suatu metode atau cara pembatasan yang disengaja terhadap gerakan
atau perilaku pasien didalam pengobatan atau perawatan di RS dimana
terdapat kecenderungan pasien tidak kooperatif didalam proses
perawatan atau cenderung malah membahayakan
Tujuan 1. Menjaga keamanan dan keselamatan pasien selama perawatan
2. Proses perawatan dapat berlangsung optimal tanpa terganggu
oleh ketidakkooperatifan pasien, demi memperoleh hasil sesuai
harapan
Kebijakan 1. Restriksi terhadap pasien dilakukan dengan cara-cara tertentu
sesuai dengan kondsi yang ditemukan pada pasien
2. Keluarga/penanggung jawab pasien wajib diinformasikan
sebelumnya tentang penggunaan restrain yang akan
dilaksanakan , yang terdokumentasi dalam rekam medis
Prosedur 1. Memberi salam pada pasien dan keluarga
2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang alasan
penggunaan restrain
3. Apabila setuju, maka wajib menandatangani persetujuan
tindakan yang terdokumentasi di rekam medis
4. Melaksanakan teknik-teknik restrain sesuai metode yang
terpilih:
a. Teknik jacket atau vestrestrain
Bentuk restrain yang di aplikasikan pada badan pasien,
diletakan di luar pakian, gaun atau piyama pasien, tahapan :
1. Tahap prainteraksi
(a) Mengumpulkan data tentang klien
(b) Menyiapkan alat
2. Tahap Kerja :
a) Memulai kegiatan dengan cara yang baik, memlih
alat restrain yang tepat
b) Memasang restrain pada klien dengan cepat dan
tepat, bantu pasien dalam posisi duduk jika tidak ada
kontra indikasi, pasang jaket restrain ada tubuh
pasien Setelah itu masukan tali ke lubang tadi
c) Pastikan tidaak ada bagian vest yg berkerut dibagian
punggung pasien, masukkan genggaman tangan
diantara restrain dan pasien untuk memastikan
bahwa pernafasan tidak dibatasi oleh restrain.
d) Hindari mengikat restrain pada side rail tempat
tidur, mengamankan restrain dari jangkauan pasien.
e) Melakukan pemeriksaan tanda vital,memeriksa
bagian tubuh yg diristrain, memperhatikan respon
pasien
- Kontrak yg akan datang (restrain akan dilepas
apabila (sesuai kasus):
- Vest restrain juga bisa digunakan untuk
mengamankan lansia atau pasien dengan kondisi
membutuhkan yg duduk di kursi roda, agar tidak
jatuh ke depan.
b. Baju Restrain
1. Tahapan kerja:
a) Pegang pundak pasien dan tangan yg agresif,
berjlan dibelakang pasien dan tetap waspada
b) Buka baju dalam posisi “menyerbu”, pakakan
baju dengan cepat
c) Handle tangan pasien kebelakang, seperti orang
diborgol, mengamankan restrain dari jangkaua
pasien
d) Menyediakan keamanan dan kenyamanan sesuai
kebutuhan
e) Melakukan pemeriksaan tanda vital, memeriksa
anggota tubuh yg direstrain, memperhatikan
respon pasien
c. Teknik Elbow Restrain
Digunakan untuk mencegah anak menekuk tangan dan
mencapai insisi atau alat terapeutik lain yg menempel
pada anak
Tahapan kerja
a) Memasang restrain pada klien dengan cepatt dan
tepat
b) Pegang lengan klien, papsang ikatan ke klien
c) Masukkan satu jari sebelum diikat agar tidak terlalu
kencang,hindari mengikat restrain pada side rail
tempat tidur
d) Mengamankan restrain dari jangkauan pasien
e) Menyediakan keamanan dan kenyamanan sesuai
kebutuhan
f) Melakukan pemeriksaan tanda vital (khususnya
pada capillary refill dan pulsasi proximal di lengan
untuk mengeahui sirkulasi pasien)
g) Memeriksa bagian tubuh yg direstrain
d. Restrain ekstremitas
Digunakan untuk membatasi gerak ekstremmitas
Pada pelaksanaan tindakan restrain pada daerah yg tidak
membahayakan pada ke-4 ekstremitas dengan
menggunakan bahan yg tidak berbahaya atau mencederai
pasien
e. Teknik mummy restrain
Dilakukan untuk bayi agar tidak bergerak dan jatuh atau
untuk mengontrol pergerakkan selama pemeriksaan.
Bentuknya seperti gurita atau gritto, bedanya ada 2 lapis,
lapisan pertama diikat ketempat tidur, sedangkan lapisan
kedua, diikat ke bayi atau anak (seperti grito).
DAFTAR PUSTAKA
Mustaqi& Dwiantoro, Luky.(2018). Jurnal Keperawatan:Restrain Yang Efektif Untuk Mencegah
Cedera,10 (1):19-27
Yuli Hatuti, Retno& Agustina, Nurwulan& Widiyatmoko.(2019). Jurnal Kerawatan Jiwa: The
Jayanti, D.M.A.D & Lestari, N.K.Y&Sugiantari, N.N.M. (2019). Caring:Effect Somatic Isolation
Jurnal terlampir
Jurnal 1
Jurnal Keperawatan Volume 10 No 1, Hal 19 - 27, Maret 2018 ISSN : 2085-1049 (Cetak)
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal ISSN : 2549-8118 (Online)
Jurnal Keperawatan Volume 10 No 1, Hal 19 - 27, Maret 2018 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Email: mustaqin.rsjsemarang@gmail.com
ABSTRAK
Restrain/ pengikatan fisik (dalam psikiatri) secara umum mengacu pada suatu bentuk tindakan
menggunakan tali untuk mengekang atau membatasi gerakan ekstremitas individu yang berperilaku
diluar kendali. Indikasi restrain meliputi perilaku amuk yang membahayakan diri sendiri, orang lain
dan lingkungan. Restrain adalah bagian dari implementasi patient safety, karena bertujuan untuk
memberikan keamanan fisik, psikologis dan kenyamanan pasien. Restrain yang dilakukan pada pasien
di rumah sakit jiwa juga dapat menimbulkan dampak negatif berupa cedera / luka pada ekstremitas
yang dilakukan restrain. Tujuan dari systematic review ini untuk mengetahui tindakan restrain yang
aman dan efektif di rumah sakit jiwa, systematic review dilakukan dengan mencari artikel melalui
Ebscho, Science direct, Portal Garuda dan Google Scholar. Jurnal yang telah terkumpul selanjutnya
dilakukan critical appraisal. Restrain efektif untuk mengatasi pasien agresif, tetapi dapat menimbulkan
efek samping berupa luka / cedera, untuk mencegah terjadinya luka / cedera, restrain dilakukan
dengan menggunakan alat yang bermanset, area restrain diberikan lotion, durasi restrain paling lama 4
jam, selama di lakukan restrain perawat mengobservasi kondisi dan memenuhi kebutuhan pasien,
restrain dilakukan oleh staf yang terlatih.
Cristy Rose. (2010). Choosing the right restraint. American Nurse today vol 10 no 1.
Dwi Setyowati (2013), Kepemimpinan Efektif Head Nurse Meningkatkan Penerapan Budaya Keselamatan
Pasien oleh Perawat Pelaksana di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, Makara Seri Kesehatan,
17(2): 55-60, 2013.
Gale Springer. (2010). When and how to use restraints. American Nurse today vol 10 no 1.
Kandar, Prabawati setyo Pambudi. (2014). Efektifitas Tindakan Restrain Pada Pasien Perilaku Kekerasan
Yang Menjalani Perawatan Di Unit Perawatan Intensif Psikiatri RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Semarang, Prosiding Konferensi Nasional Ikatan Perawat Kesehatan Jiwa Indonesia.
Malfasari, Eka. Keliat, Budi Anna. Daulima, Novy Helena. (2014). Analisis Legal Aspek Dan Kebijakan
Restrain, Seklusi Dan Pasung Pada Pasien Gangguan Jiwa. Tesis. Depok: Universitas Indonesia. tidak
dipublikasikan
Ningsih NA,(2017) Analisis Kepemimpinan Kepala Ruangan Dalam Penerapan Budaya Keselamatan Pasien
Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang, Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-
Journal) Volume 5, Nomor 1, Tahun 2017.
Ririn SH (2010) Efektifitas Penggunaan Virgin Coconut Oil (VCO) Dengan Massage untuk Pencegahan Luka
Tekan Grade I Pada Pasien Yang Berisiko Mengalami Luka Tekan Di RSUD dr. Hj. Abdoel Moeloek
Provinsi Lampungj.
Saseno, Pramono Giri Kriswoyo. (2013). Pengaruh Tindakan Restrain Fisik Dengan Manset Terhadap
Penurunan Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia, Jurnal Keperawatan Mersi Vol.4 No.2,
Oktober 2013
135
Sujarwo, Livana (2017), Dampak Tindakan Restrain Pasien Gangguan Jiwa, Jurnal Ilmiah STIKES Kendal
volume 7 No.2 Oktober 2017.
Sulistyowati, Dwi Ariani. E Prihantini. (2013), Keefektifan Penggunaan Restrain Terhadap Penurunan
Perilaku Kekerasanpada Pasien Skizofrenia, Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan Volume 3, No.2,
November 2014.
Wes Ogilve, MPA, JD, NREMt-LP. (2013).
Patient Rrstraint: With Safety For All. Texas: EMS Magazine.
136
JURNAL 2
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 7 No 2, Hal 135 - 144, Agustus 2019 ISSN2338-2090(Cetak)
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah ISSN 2655-8106 (Online)
ABSTRAK
Kasus perilaku kekerasan di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah adalah sebanyak 158
orang yang di restrain sebanyak 72 orang dan nilai panss EC adalah gaduh gelisah. Penanganan yang
dilakukan adalah dengan menenangkan pasien dan memberikan terapi restrant dengan tepat sesuai SOP
selama 24 jam sehingga menurunkan perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia yang dinilai dengan
skor Panns EC. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Pengaruh Restrain terhadap Penurunan Skor
Panss EC pada Pasien Skizofrenia dengan Perilaku Kekerasan di Ruang Edelweis Rumah Sakit Jiwa
Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah. Desain penelitian ini menggunakan Quasy
Eksperimental dengan rancangan One Group Pre Test-Post Test Design, Populasi pada penelitian ini
adalah semua pasien perilaku kekerasan di RSJD dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah sebanyak
158 orang. Teknik sampling yang digunakan concecutive sampling, analisa data paired t-test. Hasil.
Karakteristik responden meliputi umur yaitu 26-45 tahun, jenis kelamin adalah laki-laki dan pekerjaan
adalah tidak bekerja. Skor Panss EC pada pasien skizofrenia sebelum dilakukan restrain di yaitu gaduh
gelisah dengan mean 21,90. Skor Panss EC pada pasien skizofrenia setelah dilakukan restrain yaitu
gelisah dengan mean 19,50 Kesimpulan. Ada Pengaruh Restrain terhadap Penurunan Skor Panss EC pada
Pasien Skizofrenia dengan Perilaku Kekerasan dengan nilai p = 0,000 (α<0,05)
ABSTRACT
Cases of violent behavior in RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Central Java province as many as 158 people in
restrained as many as 72 people and the value of EC panss is noisy anxiety. The handling is to calm the
patient and provide restrant therapy, restrain implementation is done by tying the hands of the patient
to sleep for 24 hours to reduce the in schizophrenic patients with violent behavior with eczema score.
Aim. To know the effect of Restrain on Impairment of EC Panss Scores in Schizophrenic Patients with
Violent Behavior in Edelweis Room Mental Hospital Area Dr. Soedjarwadi Central Java Province. Method.
The design of this study using Quasy Experimental with the design of One Group Pre-Test Post Test
Design, Population in this study are all patients violent behavior in RSJD dr. RM. Soedjarwadi Central
Java Province as many as 158 people. Sampling technique used concecutive sampling, paired t-test data
analysis. Results. Characteristics of respondents include age ie 26-45 years, gender is male and job is not
working. Panss EC score in schizophrenic patients before restrained in Edelweis Room Mental Hospital
Area Dr. Soedjarwadi Central Java Province is anxious with a mean of 21.90. Panss EC score in
schizophrenic patients after restrained is anxious with the mean of 19.50. Conclusion. There is a Restrain
Effect on Decreasing Panss EC Scores in Schizophrenic Patients with Violent Behavior with p value = 0,000
(α <0,05)
137
Keywords: restrain, schizophrenia, EC panss score, violent behavior
138
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 7 No 2 Hal 135 - 144, Agustus 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
139
sebelum dan setelah dilakukan restrain dimana
Sodikin (2015) mengatakan bahwa pemberian pada penelitian ini tidak ada kelompok kontrol
restrain dan standar asuhan keperawatan atau pembanding tetapi sudah dilakukan
perilaku kekerasan memberikan hasil penurunan observasi pertama (pre test) yang
skor respon perilaku yang bermakna daripada memungkinkan peneliti dapat menguji
hanya diberikan standar asuhan keperawatan perubahan-perubahan yang terjadi setelah
perilaku kekerasan, sehingga perlu adanya adanya eksperiment (Nursalam, 2013). Sampel
peningkatan kualitas sumber daya perawat pada penelitian ini adalah semua pasien perilaku
dalam pelaksanaan latihan asertif. Lindenmayer kekerasan di RSJD dr. RM. Soedjarwadi
(2009) mengatakan bahwa penanganan pasien Provinsi Jawa Tengah sebanyak 158 orang.
dengan perilaku kekerasan saat ini lebih Tehnik sampling yang digunakan dalam
mengedepankan terapi perilaku dan terapi non penelitian ini adalah consecutive sampling.
farmakologi.
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam
Saktiyono (2011), mengatakan bahwa terdapat penentuan sampel penelitian yaitu: Kriteria
penurunan perilaku kekerasan pada pasien Inklusi meliputi: Pasien skizofrenia dengan
skizofrenia yang dilakukan terapi restrain, hal gejala perilaku kekerasan yang muncul
ini disebabkan terapi restrain dapat maksimal dua hari pertama keperawatan Pasien
mempermudah pemberian psikofarma sebagai skizofrenia dengan usia lebih dari 26-45 tahun
terapi utamanya. Restrain efektif menurunkan (WHO, 2015), Pasien menderita skizofrenia
perilaku kekerasan jika diikuti pemberian lebih dari 2 tahun, Kriteria Eksklusi: Pasien
psikofarma. Hal serupa diungkapkan oleh perilaku kekerasan yang bukan disebabkan
Santoso (2007) bahwa ada hubungan yang skizofrenia. Penelitian ini dilakukan di RSJD
bersinergi antara restrain dan psikofarmaka DR. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah
dalam menurunkan tingkat perilaku pada tanggal 1 sampai dengan 15 Juli tahun
kekekarasan. 2017. Uji normalitas data menggunakan uji
Shapiro wilk karena jumlah sampel ≤ 50. Uji
Data yang diperoleh dari studi pendahuluan pada hipotesis penelitian ini menggunakan uji t-test
bulan Februari 2017 di bagian Rekam Medis karena data berdistribusi normal. Tingkat
RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Klaten Jawa kesalahan yang diambil dalam penelitian ini
Tengah, tercatat bahwa pada bulan September sebesar 5% (α = 0,05), perbedaan dianggap
sampai dengan Desember 2016 jumlah pasien bermakna jika p ≤ 0,05.
skizofrenia adalah 393 pasien dengan perilaku
kekerasan sebanyak 158 pasien (40,2%). Hasil HASIL
observasi yang dilakukan di ruang Edelweis dari Karakteristik Responden
158 pasien yang dilakukan restrain sebanyak 72 Karakteristik responden meliputi umur, jenis
pasien (45,6%) hal ini menunjukkan bahwa kelamin, pendidikan dan lama menderita.
hampir setengah dari pasien perilaku kekerasan a. Umur
dilakukan restrain. Ruang edelweis merupakan Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa rerata
ruang intensif jiwa dengan kapasitas 20 tempat umur pasien skizofrenia yaitu 33,75 tahun,
tidur yang terdiri dari 10 putra dan 10 putri. dengan umur termuda 26 tahun dan tertua 45
tahun dan standar deviasi 8,07 tahun.
Penelitiann ini bertujuan untuk mengetahui b. Jenis Kelamin
pengaruh Restrain terhadap Penurunan Skor Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa
Panss ec pada Pasien Skizofrenia dengan sebagian besar jenis kelamin adalah laki-laki
Perilaku Kekerasan di Ruang Edelweis Rumah sebanyak 14 responden (70%).
Sakit Jiwa Daerah Dr. Soedjarwadi Provinsi c. Pekerjaan
Jawa Tengah melalui penelitian kuantitatif. Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa
sebagian besar responden tidak bekerja
METODE sebanyak 12 responden (60%).
Desain penelitian ini menggunakan Quasy d. Lama Menderita
Eksperimental dengan rancangan One Group Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa rerata
Pre Test-Post Test Design, yaitu melakukan test lama menderita pasien skizofrenia adalah 6,1
tahun.
untuk mengetahui penurunan skor panss ec
Tabel 1.
Rerata Umur Pasien Skizofrenia (n=20)
Mean Min Maks SD
Umur 33,75 26 45 8,07
Tabel 2.
Karakteristik responden (n=20)
Karakteristik responden f %
Jenis kelamin
Perempuan 6 30
Laki-laki 14 70
Pekerjaan
Tidak Bekerja 12 60
Buruh 7 35
Swasta 1 5
Tabel 3.
Rerata Lama Menderita (n=20)
Mean Min Maks SD
Lama Sakit 6,1 2 10 5,5
Hasil Uji Kappa dengan p = 0,006 (p<0,05) jadi asisten valid
Hasil uji kappa pada 1 asisten didapatkan nilai untuk mengikuti penelitian.
koeefisien Kappa 0,828 lebih dari 0,7 dan
Tabel 4.
Rerata Skor Panns EC Sebelum dan Sesudah Restrain (n=20)
Kelompok Mean Min Maks SD
Sebelum 21,90 20,00 25,00 1,58
Sesudah 19,50 15,00 24,00 1,96
Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa rerata skor Uji Normalitas Data
Panns EC sebelum dilakukan restrain adalah Uji normalitas dilakukan menggunakan
21,90 dan setelah dilakukan restrain rerata skor Saphiro Wilk, karena jumlah sampel kurang dari
Panns EC adalah 19,50. Hal ini berarti terjadi 50.
penurunan skor panss EC.
Tabel 5.
Uji Normalitas
Data p Α Keterangan
Pre 0,159 0,05 Normal
Post 0,067 0,05 Normal
Keterangan : Uji Shapiro Wilks Pengaruh Restrain terhadap Penurunan Skor
Berdasarkan table 4.6 diketahui bahwa pre Panss EC pada Pasien Skizofrenia dengan
dengan nilai ρ = 0,159 (α>0,05) dan post ρ = Perilaku Kekerasan
0,067 (α>0,05) maka data berdistribusi normal. Pengaruh Restrain terhadap Penurunan Skor
Panss EC pada Pasien Skizofrenia dengan
Perilaku Kekerasan dapat dilihat pada tabel 6
berikut ini.
Tabel 6.
Pengaruh restrain terhadap penurunan skor panss ec (n=20)
Kelompok t df Mean CI 95% p
Lower Upper
Sebelum 19 2,40 1,21 3,58 0,00
4,222
Sesudah
Berdasarkan hasil uji statistic dengan paired t- pendidikan, pekerjaan, peran sosial, latar
test didapatkan nilai ρ = 0,000 (α<0,05) dan nilai belakang budaya, agama, dan keyakinan
t = 4,222 dengan nilai mean 2,40, maka Ha individu (Stuart & Laraia, 2010) akan
diterima dan Ho ditolak jadi ada pengaruh mempengaruhi seseorang dalam berperilaku.
Restrain terhadap Penurunan Skor Panss EC Pada umumnya laki-laki mempunyai sebuah
pada Pasien Skizofrenia dengan Perilaku tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan
Kekerasan di Ruang Edelweis Rumah Sakit Jiwa perempuan sehingga tuntutan tanggung jawab
Daerah Dr. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah dalam kehidupan juga akan semakin tinggi.
Secara fisik struktur otot pada laki-laki lebih
PEMBAHASAN kuat, hal ini menjadi peluang mudah untuk
Karakteristik Responden melakukan perilaku kekerasan. Penelitian ini
1. Umur menunjukan bahwa jenis kelamin
Distribusi responden menurut umur mempengaruhi akan kejadian perilaku kekerasan
menunjukkan bahwa rerata umur pasien pada individu.
skizofrenia yaitu 36,40 tahun, umur termuda 26
tahun dan umur tertua 45 tahun jadi umur Hasil penelitian ini juga didukung oleh Fontaine
responden dalam penelitian ini 26-45 tahun. dan Fletcher (2010, h.3) yang menyatakan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diasumsikan bahwa kemampuan keluarga ditentukan oleh
usia responden termasuk usia produktif kemampuan untuk mamajemen stress yang
sehingga pada umumnya pada usia tersebut produktif. Kelelahan fisik dan emosi selama
seseorang ingin beraktualisasi secara maksimal, merawat anggota keluarga dengan gangguan
sehingga segala sesuatu bila tidak terwujud akan jiwa sering melanda keluarga karena
timbul kekecewaan dan bila mekanisme koping berkurangnya stress tolerance.
tidak efektif potensial terjadinya gangguan jiwa,
salah satunya perilaku kekerasan. Hasil ini 3. Pekerjaan
sesuai pendapat Keliat (2010), bahwa sebagian Pekerjaan responden, sebagian besar tidak
besar pasien gangguan jiwa yang datang pertama bekerja sebanyak 60%. Menurut Keliat 2003
kali menunjukkan perilaku kekerasan. salah satu penyebab stress adalah karena status
pekerjaan yang tidak tetap. Kondisi sosial lain
Hasil ini sesuai dengan penelitian Elita (2011) yang dapat juga menimbulkan perilaku
bahwa umur terbanyak pada pasien perilaku kekerasan seperti halnya, keluarga single parent,
kekerasan adalah 45 tahun. Hasil ini didukung pengangguran, kesulitan mempertahankan tali
juga dengan penelitian Kandar (2014), rentang persaudaraan, struktur keluarga, dan kontrol
umur pasien dengan perilaku kekerasan adalah sosial (Stuart & Laraia, 2015). Penelitian ini
25-45 tahun. Karakteristik yang termasuk pada menunjukan bahwa seseorang jika tidak
sosial budaya seperti usia, jenis kelamin, bekerja/menganggur akan menimbulkan
pendidikan, pekerjaan,peran sosial, latar aktivitas yang tidak bermakna atau tidak
belakang budaya, agama, dan keyakinan bermanfaat sehingga dapat mempengaruhi
individu (Stuart & Laraia, 2010), serta riwayat timbulnya perilaku kekerasan pada individu.
perilaku kekerasan dimasa lalu, semua adalah
faktor-faktor yang dapat menyebabkan Penelitian yang dilakukan Keliat (2010),
terjadinya perilaku kekerasan pada individu menyebutkan karakteristik pendidikan, status
(American Psychiatric Assosiations, 2000, perkawinan, dan pekerjaan mempengaruhi
dalam Dewi Eka, 2010). dalam kejadian perilaku kekerasan. Hal ini lebih
lanjut diutarakan oleh Stuart & Laraia (2010)
2. Jenis Kelamin dimana kondisi sosial seperti pengangguran
Responden dalam penelitian ini sebagian besar menjadi salah satu faktor sosial yang dapat
jenis kelamin pasien adalah laki-laki sebanyak menimbulkan perilaku kekerasan. Hidayat
14 responden (70%). Hasil ini sesuai dengan (2010) juga mengatakan bahwa tidak adanya
penelitian Kandar (2014) bahwa mayoritas pekerjaan merupakan salah satu faktor yang
responden yang mengalami perilaku kekerasan berpengaruh dalam kesehatan jiwa seseorang.
adalah dengan jenis kelamin laki-laki, cenderung Sehingga pekerjaan memang bisa menjadi
memiliki beban berat. Kehidupan sosial budaya stressor dan berkontribusi dalam menyebabkan
seorang individu seperti, usia, jenis kelamin, perilaku kekerasan.
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 7 No 2 Hal 135 - 144, Agustus 2019
FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah
144
Perawatan Intensif Psikiatrik (UPIP) RSJD Dr. Keefektifan restrain terhadap penurunan
Amino Gondohutomo Semarang. perilaku kekerasan. Respon perilaku kekerasan
yang dilakukan observasi meliputi respon
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon perilaku, fisik, emosi dan verbal. Penggunaan
marah yang diekspresikan dengan melakukan restrain efektif terhadap penurunan perilaku
ancaman, mencederai orang lain, dan atau kekerasan pada pasien Skizofrenia. Penurunan
merusak lingkungan yang bertujuan untuk ini meliputi penurunan pada respon fisik,
melukai seseorang secara fisik maupun dikarenakan dengan adanya pembatasan gerak
psikologis (Keliat et al. 2011). Semakin tinggi sehingga dapat mengurangi agresif fisik klien (
skor perilaku kekerasan menunjukkan bahwa Videbecck, 2008). Respon fisik akan
gejala perilaku kekerasan semakin berat hal ini mempengaruhi respon emosi (Boyd Nihart,
berdampak juga terhadap memanjangnya lama 2010). Respon fisik merupakan respon yang
hari rawat dan angka kekambuhan (relaps) mengikuti perubahan kognitif pada klien
pasien (Zhang, 2011). Saktiyono (2011), perilaku kekerasan (Boyd & Nihart, 2010).
mengatakan bahwa terdapat penurunan perilaku
kekerasan pada pasien skizofrenia yang Penilaian seseorang terhadap stressor
dilakukan terapi restrain, hal ini disebabkan memberikan makna dan dampak dari suartu
terapi restrain dapat mempermudah pemberian situasi yang menekan dan ditunjukkan dengan
psikofarma sebagai terapi utamanya. Restrain respon kognitif, afektif, respon fisik, respon
efektif menurunkan perilaku kekerasan jika perilaku dan social (Stuart & laraia, 2010).
diikuti pemberian psikofarma. Hal serupa Dengan pemberian restrain yang sistematis klien
diungkapkan oleh Santoso (2007) bahwa ada akan melakukan kontrol terhadap emosi yang
hubungan yang bersinergi antara restrain dan mempengaruhi proses fikir serta ketegangan otot
psikofarmaka dalam menurunkan tingkat (Stuart& Laraia, 2010) Dengan demikian
perilaku kekekarasan. Keluarga membawa klien restrain efektif menurunkan perilaku kekerasan
ke rumah sakit karena melakukan perilaku pada pasien Skizofrenia (Videbecck, 2008).
kekerasan seperti mengamuk, melukai orang
lain, merusak lingkungan dan marah-marah. Menurut Suryani dalam Hendriyana (2013),
Penelitian yang dilakukan oleh Keliat (2010) stigma terhadap penderita gangguan jiwa di
menyebutkan bahwa perilaku kekerasan Indonesia masih sangat kuat. Dengan adanya
merupakan salah satu gejala yang menjadi stigma ini, orang yang mengalami gangguan
alasan bagi keluarga untuk merawat klien di jiwa terkucilkan, dan dapat memperparah
rumah sakit jiwa karena beresiko gangguan jiwa yang diderita. Pada umumnya
membahayakan bagi diri sendiri dan orang lain. penderita gangguan jiwa berat dirawat dan diberi
pengobatan di rumah sakit. Setelah membaik
Pemberian terapi restrain lebih efektif untuk dan dipulangkan dari rumah sakit, tidak ada
menurunkan respon perilaku dari pada hanya penanganan khusus yang berkelanjutan bagi
dengan terapi generalis. Hasil penelitian yang penderita. Pengobatan penderita gangguan jiwa
dilakukan Bregman (1984, dalam Forkas (2012) merupakan sebuah journey of challenge atau
menyatakan bahwa terapi restrain berpengaruh perjalanan yang penuh tantangan yang harus
positif terhadap kemampuan berkomunikasi berkelanjutan. Penderita gangguan jiwa sulit
secara asertif dengan melibatkan aspek untuk langsung sembuh dalam satu kali
nonverbal. Metode pelaksanaan restrain akan perawatan, namun membutuhkan proses yang
memotivasi klien untuk lebih berperan aktif panjang dalam penyembuhan. Karena itu,
berfikir dan berlatih terhadap kemampuan sosial dibutuhkan pendampingan yang terus menerus
atau verbal yang diajarkan. Penurunan bermakna sampai pasien benar-benar sembuh dan bisa
skor respon kognitif klien skizoprenia setelah bersosialisasi dengan orang lain secara normal.
restrain dari skor tinggi ke rendah, menunjukkan Ketika di rumah, dukungan dari keluarga dan
adanya pengaruh restrain terhadap respon lingkungan sekitar sangat dibutuhkan agar
kognitif. Keliat dan Sinaga (2011), menyatakan penderita bisa menjalani proses
bahwa latihan asertif akan melatih individu penyembuhannya.
menerima diri sebagai orang yang mengalami
marah dan membantu mengeksplorasi diri dalam Ketiadaan akses terkait keberlanjutan dari proses
menemukan alasan marah. penyembuhan dan pengobatan rutin membuat
keluarga yang memiliki anggota keluarga Ambarwati, Wahyu Nur. (2009). Keefektifan
dengan gangguan jiwa berat melakukan CBT sebagai Terapi Tambahan Pasien
pemasungan. Dikarenakan sebagian besar Skizofrenia Kronis di Panti Rehabilitasi
keluarga dan penderita tinggal di wilayah Budi Makarti Boyolali.Tesis. Surakarta:
perdesaan. Awal gejala gangguan jiwa yang Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
tidak terdeteksi menyebabkan keterlambatan Maret
penanganan penderita gangguan jiwa.
Keterlambatan penanganan juga disebabkan oleh Depkes RI. (2007). Standar Pelayanan
stigma terhadap penderita gangguan jiwa, Kebidanan. Jakarta.
sehingga keluarga akan menolak apabila ada
anggota keluarga yang dideteksi memiliki gejala Dewi Eka. (2010). Gambaran Pengaruh REB
gangguan jiwa. Sehingga penderita gangguan Therapi terhadap penurunan Perilaku
jiwa akan cepat bertambah parah yang apabila kekerasan di RSJ Bogor. Skripsi. Bogor
sudah dianggap mengganggu serta
membahayakan diri dan lingkungan sekitarnya Eliana. (2011). Hubungan Antara Prasangka
maka akan dengan sangat terpaksa dilakukan Dengan Perilaku Agresif Pada Masyarakat
pemasungan. Mekanisme copingyang dilakukan Jawa Terhadap Masyarakat Tionghoa Di
oleh keluarga terkait dengan sebab-sebab Kelurahan Kemlayan Surakarta. Skripsi.
terganggunya jiwa anggota keluarganya, UNS: Surakarta.
sebagian besar disangkutpautkan dengan
kejadian-kejadian mistik atau supranatural yang Elita, (2012). Persepsi Perawat tentang Perilaku
dialami oleh penderita atau keluarganya. Selain Kekerasan di Ruang Rawat Jiwa. Jurnal
itu, penolakan atas labelling gangguan jiwa juga Ners Indonesia, Vol.1, No. 2, Marel 2011
dilakukan oleh penderita sendiri menyebabkan
penolakan atas pengobatan yang dijalaninya. Endradhita. (2008). Gambaran Perilaku
Wardhani, dkk. (2011) pasien C penderita Kekerasan di RSJD dr. Soepramo.
gangguan jiwa berat yang dipasung kedua Skripsi. UNS
kakinya pada kayu besar menyatakan bahwa dia
sehat tidak merasa sakit. Farida dan Hartono, Yudi, (2010), Buku Ajar
Keperawatan Jiwa, Jakarta : Salemba
SIMPULAN Medika
Karakteristik responden meliputi rerata umur
responden 33,75 tahun dan umur termuda 26 Fletcher, A. C., et.al. (2010). Parenting style as a
tahun serta umur tertua 45 tahun, jenis kelamin moderator of associations between
mayoritas laki-laki, pekerjaan adalah tidak maternal disciplinary strategies and child
bekerja dan rerata lama menderita 6,1 tahun. wellbeing. Journal of Family Issues, 29,
Skor Panss EC pada pasien skizofrenia sebelum 1724–174
dilakukan restrain yaitu gaduh gelisah dengan
mean 21,90 termasuk dalam gaduh gelisah. Skor Foster, Bowers, Nijman. (2007). Aggressive
Panss EC pada pasien skizofrenia setelah behaviour on acute psychiatric wards:
dilakukan restrain yaitu gelisah dengan mean prevalence, severity and management.
19,50 termasuk dalam gelisah. Ada Pengaruh Journal of Advanced Nursing,58,140-149
Restrain terhadap Penurunan Skor Panss EC
pada Pasien Skizofrenia dengan Perilaku Hayakawa, M. (2009). How Repeated 15-
Kekerasan di Ruang Edelweis Rumah Sakit Jiwa Minute Assertiveness training Sessions
Daerah Dr. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah Reduce Wrist Cutting In Patients With
dengan nilai p = 0,000 (α<0,05) Borderline Personality Disorder.
American Journal of Psychotherapy,
63(1).
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2010). Prosedur Suatu Pengantar Hidayat, Aziz Alimul,A. (2008). Pengantar
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Konsep Dasar Keperawatan.Edisi ke
2.Jakarta : Salemba Medika.
146
Hurlock. (2010). Psikologi Perkembangan.
Jakarta: EGC
Kandar. (2014). Efektivitas Tindakan Restrain Pada Pasien Perilaku Kekerasan Yang Menjalani Perawatan
Di Unit Pelayanan Intensif Psikiatri (UPIP) RSJ Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang.
Prosiding PPNI II tahun 2014. www.ppnijateng.or.id/page111
Kandar (2014) tentang Pelaksanaan prosedur tindakan restrain pada pasien perilaku kekerasan yang
menjalani Perawatan di Unit Perawatan Intensif Psikiatrik (UPIP) RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Semarang
Maramis, W.F. (2012). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press.
Nasir, A & Muhith, A. (2011). Dasar Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika
Potter dan Perry. (2010). Buku ajar fundamental keperawatan volume 2. Edisi 4, Jakarta : EGC
Putri, Dewi Eka (2010). Pengaruh rational emotive behaviour therapy terhadap klien perilaku kekerasan di
ruang rawat inap RSMM Bogor tahun 2010.Fakultas Keperawatan.Depok.
http://ilkogretim-online.org.tr.
Riskesdas. (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
2008.http://digilib.esaunggul.ac.id/public/ UEU-Undergraduate-211- 1.pdfDiunduhpada tanggal 4
januari 2014
jam 07.30 WIB
Sinaga. BR. (2007). Skizofrenia dan diagnosis banding. Jakarta. Balai penerbit FKUI
Stuart,G.W. and Laraia, M.T. (2010). Prinsip dan Praktik Keperawatan Psikiatrik. Jakarta: EGC
Sulistyowati (2013) tentang Efektiftas Penggunaan Restrain Terhadap Penurunan Perilaku Kekerasan
Pada Pasien Skizofrenia
Wahyuningsih, D. (2009). Pengaruh Assertiveness training (AT) Terhadap Perilaku Kekerasan Pada Klien
Skizophrenia Di RSUD Banyumas.Universitas Indonesia, Tesis FK-UI. Tidak
Dipublikasikan
Zhang.J, Harvey.C , Andrew. C., (2011). Factors associated with length of stay and the risk of readmission
in an acute psychiatric inpatient facility: a retrospective study. Australian and New Zealand
Journal of Psychiatry, 45, .
JURNAL 3
Desak Made Ari Dwi Jayanti1 , Ni Kadek Yuni Lestari 2, Ni Nyoman Meira Sugiantari3
1
Departemen Keperawatan Jiwa, STIKES Wira Medika Bali, Denpasar, Bali, Indonesia 2Departemen
Keperawatan Medikal Bedah, STIKES Wira Medika Bali, Denpasar, Bali, Indonesia 3 Program Studi S1
Keperawatan, STIKES Wira Medika Bali, Denpasar, Bali, Indonesia
Korespondensi: djdesak@gmail.com
ABSTRAK
Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa berat yang ditandai dengan perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stresor yang dihadapi oleh seseorang, baik pada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan, secara verbal maupun non verbal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh terapi somatis isolasi terhadap perubahan perilaku kekerasan. Jenis penelitian ini adalah pre-
eksperimen pendekatan one-group pre-test- posttest design dengan teknik sampling purposive. Jumlah
sampel sebanyak 20 orang. Setelah dilakukan pengamatan didapatkan hasil perilaku kekerasan pasien
skizofrenia sebelum diberikan terapi somatis isolasi 100% responden dengan perilaku kekerasan risiko
tinggi, setelah diberikan terapi somatis isolasi terbanyak (85%) dengan perilaku kekerasan risiko sedang.
Hasil uji wilcoxon sign rank didapatkan p = 0,000 < 0,05 yang berarti ada pengaruh yang signifikan antara
pemberian terapi somatis isolasi terhadap perubahan perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia. Disarankan
pada pelaksanaan terapi somatis isolasi sesuai dengan SPO yang ditetapkan.
ABSTRACT
Schizophrenia is one of the major mental disorders characterized by violence behavior. Violence
behavior is a response to the stressors faced by a person, on yourself, others people and the environment,
verbally and non-verbally. This study aimed to determine the effects somatic isolation therapy on
violent behavior alteration. The type of this research is pre- experiment with approach one-group pre-
test-posttest design, with sampling technique is purposive. Total sample is 20 peoples. The result of violence
behavior of schizophrenia patients before somatic isolation therapy was given 100% with high risk of
violence behavior, after being given somatic isolation therapy (85%) with moderate risk of violence
behavior. Wilcoxon Sign Rank Test results obtained p = 0,000 <0.05 which means there is a significant effect
between somatic isolation therapy to changes violence behavior in schizophrenic patients. Suggested on
the implementation of somatic isolation therapy is accordance with standard operating procedure.
Sira, I. (2011).
Karakteri
stik
Skizofreni
a. Skripsi
Program
Studi
Pendidika
n Dokter
FK
Universita
s
Tanjungp
ura.
Stuart, G. W.
(2013).
Buku
Saku
Kepera
watan
Jiwa
Edisi 5.
Jakarta
: EGC.
Valkama, A. K.
(2010).
The Use
of
Seclusion