Anda di halaman 1dari 170

PENGARUH WORK FAMILY CONFLICT DAN EMOTIONAL INTELLIGENCE

TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA


DI RSUD Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

Romauli E. G. Siallagan
167046009 / KEPERAWATAN ADMINISTRASI

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

1
Universitas Sumatera Utara
THE INFLUENCE OF WORK FAMILY CONFLICT AND EMOTIONAL

INTELLIGENCE ON THE PERFORMANCE OF NURSE


PRACTITIONERS AT RSUD dr. PIRNGADI, MEDAN

THESIS

By

Romauli Ervanny Goria Siallagan


167046009 / NURSING ADMINISTRATION

MASTER OF NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM


FACULTY OF NURSING
UNIVERSITY SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

Universitas Sumatera Utara


PENGARUH WORK FAMILY CONFLICT DAN EMOTIONAL INTELLIGENCE
TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA
DI RSUD Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memeperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep)
dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi Keperawatan Administrasi
pada Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara

Oleh

Romauli E. G. Siallagan
167046009 / KEPERAWATAN ADMINISTRASI

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

Universitas Sumatera Utara


Telah diuji

Pada Tanggal 13 Januari 2020

KOMISI PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Arina Nurbaity Lubis, SE., MBA

Anggota : 1. Setiawan, S.Kp., Ph.D

2. Sri Eka Wahyuni, S.Kep., Ns., M. Kep

3. Roymond H. Simamora, S.Kep., Ns., M. Kep

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Judul : Pengaruh Work Family Conflict dan Emotional
Intelligence Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Di RSUD Dr. Pirngadi Medan
Nama Mahasiswa : Romauli E. G. Siallagan
Nomor Induk Mahasiswa : 167046009
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi : Administrasi Keperawatan
Tahun : 2019

ABSTRAK
Setiap rumah sakit memerlukan kinerja yang baik dari perawat baik perawat
maupun perawat laki-laki. Kinerja perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan
rendah. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh work family conflict dan
emotional intelligence terhadap kinerja perawat pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi
Kota Medan, populasi dalam penelitian penelitian ini adalah seluruh perawat
ruangan rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan yaitu sebanyak 191 perawat
yang terdiri dari 14 ruangan dengan sampel sebanyak 115 perawat. Penelitian ini
menggunakan metodologi deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional
design yang bertujuan untuk mengetahui seberapa erat hubungan antar variabel.
Teknik pengelolaan data dilakukan dengan cara analisis univariat, bivariat dan
multivariate dengan menggunakan uji regresi logistik ganda. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan dengan variabel
work family conflict bernilai negative menunjukkan bahwa variabel tersebut
mempunyai pengaruh yang tidak searah (negative) terhadap kinerja perawat
pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan koefisien regresi OR sebesar
0,004, perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan dengan variabel dengan
variabel emotional intelligence terhadap kinerja perawat pelaksana di RSUD Dr.
Pirngadi Kota Medan dengan koefisien regresi OR sebesar 3,797, dan kontribusi
pengaruh work family conflict, emotional intelligence terhadap kinerja perawat
perawat pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan sebesar 84,7%. Dan faktor
yang yang paling dominan mempengaruhi kinerja perawat pelaksana di RSUD Dr.
Pirngadi Kota Medan ialah emotional intelligence. Saran bagi pelayanan
kesehatan diharapkan memperhatikan kebijakan yang tepat untuk diterapkan di
rumah sakit yang berhubungan dengan kesejahteraan perawat, menyelenggarakan
kegiatan pelatihan ESQ yang bertujuan untuk lebih meningkatkan emotional
intelligence dan memberikan reward terhadap kinerja yang dicapai.

Kata Kunci: work family conflict, emotional intelligence, Kinerja Perawat

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan berkah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan Tesis ini.

Selama melakukan penelitian dan penulisan Tesis ini. Penulis banyak

memperoleh bantuan moriil dan materil dari berbagai pihak, oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

3. Ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

4. Prof. Dr. Arlina Nurbaity Lubis, SE. MBA selaku pembimbing I yang telah

bersedia membimbing penulis selama proses penyusunan Proposal Tesis

5. Ibu Sri Eka Wahyuni S.Kep, Ns, M.Kep selaku pembimbing II yang juga telah

bersedia membimbing penulis selama proses penyusunan Proposal Tesis

6. Bapak Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.Dselaku penguji I yang juga telah bersedia

membimbing penulis selama proses penyusunan Proposal Tesis

7. Bapak Roymond H. Simamora S.Kep, Ns, M.Kep selaku penguji II yang juga

telah bersedia membimbing penulis selama proses penyusunan Proposal Tesis

8. Kepada orang tua penulis dan keluarga tercinta yang telah mendukung dan

mendo‟akan penulis dalam penyelesaian pendidikan Magister Keperawatan

9. Kepada teman-teman mahasiswa/i Magister Ilmu keperawatan yang senantiasa

memberikan semangat untuk penulis.

Universitas Sumatera Utara


Penulis menyadari Tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari

sempurna. Namun harapan penulis semoga Tesis ini bermanfaat kepada seluruh

pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberikan keberkahan untuk

kita semua. Amin.

Medan, 2020
Penulis,

Romauli E.G. Siallagan

ii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................ 1


Latar Belakang ........................................................................................ 1
Rumusan Masalah ................................................................................... 11
Tujuan Penelitian .................................................................................... 15
Manfaat Penelitian .................................................................................. 16

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 18


Landasan Teoritis .................................................................................. 18
Konsep Work Family Conflict / Peran Ganda ............................................ 18
Pengertian Work Family Conflict .................................................... 18
Dimensi Work Family Conflict ........................................................ 20
Indikator Work Family Conflict....................................................... 20
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Work Family Conflict .......... 22
Dampak Work Family Conflict ........................................................ 24
Konsep Emotional Intelligence .............................................................. 24
Pengertian Emosi ...................................................................... 24
Jenis Emosi ...................................................................... 24
Sumber Emosi ...................................................................... 26
Pengertian Emotional Intelligence................................................... 27
Dimensi Emotional Intelligence .................................................... 28
Faktor yang Mempengaruhi Emotional Intelligence ...................... 30
Konsep Kinerja Perawat ...................................................................... 31
Pengertian Kinerja Perawat ............................................................. 31
Penilaian Kinerja Perawat .............................................................. 32
Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Perawat ................................ 34
Indeks Kinerja Individu Berdasarkan Kepmenkes .......................... 38
Pengukuran Penerapan International Patient Safety Goals ............ 40
Landasan Teori Keperawatan .............................................................. 49
Kerangka Konsep................................................................................. 54
Hipotesis Penelitian ............................................................................. 56

iii

Universitas Sumatera Utara


BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN................................................... 57
Desain Penelitian ...................................................................... 57
Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 57
Lokasi Penelitian ...................................................................... 57
Waktu Penelitian ...................................................................... 57
Populasi dan Sampel ...................................................................... 58
Populasi ...................................................................... 58
Sampel ...................................................................... 58
Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 59
Tahap Persiapan ...................................................................... 60
Tahap Pelaksanaan ...................................................................... 61
Uji Validitas dan Realibilitas ..................................................................... 63
Uji Validitas ...................................................................... 63
Uji Realibilitas ...................................................................... 67
Defenisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel .............................. 68
Defenisi Operasional ...................................................................... 68
Skala Pengukuran Variabel ............................................................. 73
Metode Analisa Data ...................................................................... 75
Analisa Univariat ...................................................................... 75
Analisa Bivariat ...................................................................... 76
Analisa Multivariat ...................................................................... 76
Pengolahan Data ...................................................................... 77
Pertimbangan Etika ...................................................................... 78

BAB 4. HASIL PENELITIAN ................................................................... 81


Analisa Univariat ....................................................................................... 81
Deskripsi Lokasi Penelitian ............................................................. 81
Deskripsi Karakteristik Responden ................................................. 82
Deskripsi Variabel Penelitian .......................................................... 83
Gambaran Kinerja Perawat Melalui Observasi ............................... 93
Analisa Bivariat ...................................................................... 98
Hubungan Work Family Conflict dengan Kinerja Perawat Pelaksana di
RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan ..................................................... 98
Hubungan Emotional Intelligence dengan Kinerja Perawat Pelaksana di
RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan ..................................................... 99
Analisa Multivariat ...................................................................... 100
Pengaruh Work Family Conflict dan Emotional Intelligence dengan
Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan ..... 100

BAB 5. PEMBAHASAN ...................................................................... 103


Work family Conflict ...................................................................... 103
Emotional Intelligence..................................................................... 109
Kinerja ...................................................................... 114
Pengaruh Work Family Conflict dengan Kinerja Perawat Pelaksana di
RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan ..................................................... 118
Pengaruh Emotional Intelligence dengan Kinerja Perawat Pelaksana di
RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan ..................................................... 122

iv

Universitas Sumatera Utara


Pengaruh Work Family Conflict dan Emotional Intelligence dengan
Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan ..... 127
Keterbatasan Penelitian .............................................................. 129
Implikasi ...................................................................... 129

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 130


Kesimpulan ...................................................................... 130
Saran ...................................................................... 131

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 136


LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 : Landasan Teori Transactional Model Lazarus & Folkman..... 53
Gambar 2.2 : Kerangka Konsep Penelitian......................................... 55

vi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 : Hasil Uji Validitas Variabel Work Family Conflict, Emotional
Intelligence dan Kinerja Perawat ..................................................... 65
Tabel 3.2 : Hasil Uji Reabilitas Variabel Work Family Conflict, Emotional
Intelligence dan Kinerja Perawat ..................................................... 68
Tabel 3.3 : Defenisi Operasional............................................................ 68
Tabel 4.1 : Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di RSUD Dr. Pirngadi
Kota Medan........................................ ............................................. 82
Tabel 4.2 : Distribusi Frekuensi Work Family Conflict Pada Perawat Pelaksana di
RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan ..................................................... 84
Tabel 4.3 : Distribusi Frekuensi Kategori Work Family Conflict Pada Perawat
Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan ................................ 86
Tabel 4.4 : Distribusi Frekuensi Emotional Intelligence Pada Perawat Pelaksana di
RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan ..................................................... 87
Tabel 4.5 : Distribusi Frekuensi Kategori Emotional Intelligence Pada Perawat
Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan ................................ 90
Tabel 4.6 : Distribusi Frekuensi Kinerja Pada Perawat Pelaksana di
RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan ..................................................... 90
Tabel 4.7 : Distribusi Frekuensi Kategori Kinerja Pada Perawat
Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan ................................ 93
Tabel 4.8 : Distribusi Frekuensi Kategori Pengkajian Kinerja Pada Perawat
Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan ................................ 94
Tabel 4.9 : Distribusi Frekuensi Kategori Observasi Diagnosa Kinerja Pada
Perawat Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan .................. 95
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Kategori Observasi Perencanaan Kinerja Pada
Perawat Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan .................. 95
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Kategori Observasi Implementasi Kinerja Pada
Perawat Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan .................. 96
Tabel 4.12 : Distribusi Frekuensi Kategori Observasi Evaluasi Kinerja Pada
Perawat Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan .................. 97
Tabel 4.13 : Tabel Silang (Crosstab) Hubungan Work Family Conflict dengan
Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan ..... 98
Tabel 4.14 : Tabel Silang (Crosstab) Hubungan Emotional Intelligence dengan
Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan ..... 99
Tabel 4.15 : Pengaruh Work Family Conflict dan Emotional Intelligence terhadap
Kinerja Pada Perawat Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan 100

vii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Instrumen Penelitian


Lampiran 2 : Hasil SPSS Penelitian

viii

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keterlibatan peran wanita di lingkup pekerjaan sangat tinggi. Peningkatan

partisipasi tenaga kerja wanita terjadi pada kurun waktu 1980 dan 2008, yakni

dari 50,2% menjadi 51,7% (International Labour Organization, 2011). Sumber

yang didapatkan dari Bureau of Labor Statistic (2016), bahwa jumlah tenaga kerja

wanita cenderung bekerja di bidang pekerja sosial dan bidang kesehatan. Salah

satu bidang sosial dan kesehatan yang banyak diminati oleh wanita adalah sebagai

perawat. Berdasarkan data dari Kemenkes (2015) menyatakan bahwa total tenaga

bidan dan perawat di Indonesia sebesar 335.646 orang, dan klasifikasi bidan

sebesar 335.646 orang, dengan klasifikasi bidan sebanyak 33% dan klasifikasi

perawat sebanyak 66,7%.

Ketenagaan keperawatan merupakan komponen penting dalam

memberikan pelayanan kesehatan. Dimana perawat dapat diartikan sebagai tenaga

professional yang dalam melayani kebutuhan pasien (Hariyanti, 2013). Perawat

rumah sakit mayoritas tenaga kerja wanita (Wulandari & Agung, 2013). Pofesi

perawat merupakanbagian pelayanan dan pengabdian kepada pasien (Depkes,

2011).

1
Universitas Sumatera Utara
2

Berlandaskan dominannya besaran jumlah perawat di rumah sakit,

tergambar adanya tugas perawat dominan di lingkup jasa kesehatan. Dimana

perawat ialah pekerja di bidang kesehatan yang sudah menyelesaikan program

pendidikan keperawatan yang memiliki tanggung jawab dan berhak

menyampaikan jasa perawat mandiri dan bermitra dalam bidang kesehatan lainnya

sesuai kewenangan. Perawat juga pekerja di bidang kesehatan yang memiliki

hubungan yang sangant tinggi bersama pasien dengan keluarga pasien (Hariyanti,

2013). Dalam melaksanakan tugas profesional sebagai pekerja sosial, dibutuhkan

perawat yang memiliki kompetensi serta ketenangan saat menjumpai pasien yang

menggambarkan sumber daya manusia sehingga perawat harus mampu bersikap

hangat, sopan dan ramah (Susanti, Sri & Ekayati, 2013).

Akan tetapi dalam menyelesaikan tugas profesional di rumah sakit

terdapat kesulitan yang berkaitan dengan sudut pandang psikis dalam diri masing-

masing individu dimana pada saat bekerja wanita tersebut menganggap bersalah

karena telah melalaikan keluarga, merasa tertekan karena sedikitnya waktu yang

dimiliki dan besarnya tanggungjawab dalam pekerjaan serta suasana kerja yang

kurang menyenangkan. Faktanya kebanyakan perawat tidak dapat mengatasi

hambatan, meskipun memiliki kemampuan yang tinggi. Apabila perawat wanita

tidak dapat menyeimbangkan fungsi peran ganda tersebut maka akan

mengakibatkan perawat merasa bingung. Hal ini berpotensi menimbulkan konflik

antara dua peran, yaitu tugas di pekerjaan dan tugas di rumah (work family

conflict) (Wulandari & Agung, 2013).

Universitas Sumatera Utara


3

Work family conflict (WFC) adalah suatu konfrontasi tugas dimana

terjadinya tugas bersamaan baik tugas di keluarga dan di pekerjaan tidak

seimbang dalam mengelola tanggungjawab. Dimana konflik peran dominan oleh

wanita (Susanti, Sri & Ekayati, 2013). Berbagai peran yang dilakoni seringkali

memicu terjadinya konflik, karena dalam menjalankan peran secara bersamaan

memerlukan waktu dan perilaku yang rumit serta akan berdampak pada sulitnya

pemenuhan keperluan peran lainnya (Greenhaus, Pasrasuraman & Collins, 2010).

Sesuai dalam penelitian dilakukan kepada 110 responden laki–laki dan

137 responden wanita yang bekerja, menunjukkan bahwa WFC lebih rentan

terjadi pada responden wanita daripada laki-laki. WFC dapat terjadi karena

adanya hubungan positif antara dua peran, yaitu peran keluarga dan peran

pekerjaan dan keduanya sama-sama mempengaruhi terjadinya WFC. Semakin

tingginya kebutuhan kedua peran dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan,

maka semakin berpotensi terjadinya WFC (Susanti & Ekayati, 2013).

Hal ini didukung oleh peneliti pada sejumlah 138 perawat wanita telah

menikah dan memiliki anak bahwa ada sebanyak 50,4% perawat wanita

menghadapi WFC kronik dan ada sebanyak 41,4% perawat wanita menghadapi

WFC dalam 6 bulan terakhir (Takeuchi, 2010). Kemudian penelitian yang

dilakukan di kota Madura, menyatakan dari 30 perawat terdapat 42% menghadapi

WFC (Khoiroh, 2015). Dan penelitian yang dilakukan di Italia pada 500 orang

perawat terdapat bahwa adanya keterkaitan antara peran ganda dan reaksi

terhadap dukungan sosial dan pekerjaan (Ghislieri, 2017).

Universitas Sumatera Utara


4

Salah satu alasan profesi perawat lebih dominan terpapar resiko WFC

disebabkan karena mempunyai beban dan tanggung jawab yang besar atas

kesejahteraan jiwa manusia. Tugas perawat mempunyai keunikan tersendiri

dalam membentuk beban kerja yang besar dan mendesak, yaitu keberagaman

personalia dimana terikat pada pekerjaan dan keahlian, kebiasan bersaing dalam

rumah sakit, jadwal kerja yang disiplin, kerja insidental dan tuntutan dari sejawat

(Widyasari & Yuanita, 2010).

WFC yang dialami perawat wanita paling besar pada aspek konflik

terhadap waktu, yakni berkaitan dengan jumlah jam kerja, waktu bersama dengan

keluarga, waktu bersama-sama dengan anak-anak dan shift malam (Wang, Tsai &

Li-Jane, 2014). WFC yang dialami perawat berdampak secara langsung terhadap

kondisi psikologis. Dampak psikologis yang muncul dapat berupa stres, bahkan

sampai depresi. Apabila perawat yang mengalami WFC tidak dapat mengatasi

maka akan menimbulkan stress kerja. Apabila WFC semakin tinggi maka stress

kerja akan bertambah tinggi pula, sedangkan apabila WFC semakin rendah maka

akan stress yang dirasakan rendah (Wulandari & Agung, 2013).

WFC mempunyai efek negatif terhadap kinerja perawat. Dorongan dari

tim kerja dapat mengendurkan kaitan WFC dan kinerja (Wang, Tsai & Li-Jane,

2014). Perawat yang mengalami WFC dapat menyebabkan sebagian kesulitan

diantaranya gampang marah, keletihan, tidak masuk pada saat bekerja serta tidak

dapat menggunakan waktu kerja se-efisen mungkin sehingga pekerjaan tidak

dapat tercapai dan kinerja yang dilakukan tidak maksimal (Wibowo, 2013).

Universitas Sumatera Utara


5

Apabila perawat mengalami WFC maka kinerja akan menurun. Perawat

yang menghadapi beraneka jenis tahap konflik akan berusaha memenuhi peran.

Namun tidak semua perawat megalami hal tersebut (Rahmawati, 2015).

Tanggungjawab d pekerjaan berkaitan dengan tuntutan bersumber dari tanggung

jawab kerja terlalu besar dan tidak dapat melaksanakan kedua peran antara

pekerjaan dan keluarga yang kemudian akan menghadapi sentimental, keletihan

dan penurunan kinerja seperti suatu pekerjaan yang harus sesuai selesai tepat

waktu (deadline) (Wibowo, 2013).

Pekerjaan yang terlalu berat dan keluarga yang terabaikan tentu

merupakan masalah mendasar, dimana harus bekerja dari pagi hari sampai dengan

larut malam sehingga mengabaikan keluarga. Hubungan yang kurang baik dalam

keluarga dapat menimbulkan suasana keluarga yang tidak rukun. Makanya

dibutuhkan keselarasan antar keluarga dan pekerjaan secara bersama agar tidak

memunculkan konflik (Karetepe, 2012).

Salah satu sisi yang berdampak pada kinerja adalah emotional intelligence

(EI) (Uha, 2013). EI merupakan suatu kepiawaian dalam hal menstimulasi diri,

bersikukuh terhadap frustasi, membenahi kondisi hati, berfikir jernih dan

berempati (Rantika, Renny & Sunjoyo, 2010). Diperlukan pengendalian emosi

yang baik agar tidak menimbulkan konflik. Perawat yang mempunyai EI yang

tinggi dapat mencukupi keperluan pasien yang meliputi biologis, sosiologi,

spiritual dan psikologis (Anand, Rahul, Perrelli, Roberto, Zhang & Boyong,

2016). Pencapaian kinerja individu dan perusahaan dapat ditentukan dengan EI,

sedangkan yang menentukan kinerja dipengaruhi oleh IQ (Black Joyce &

Hokanse Hawks, 2014).

Universitas Sumatera Utara


6

Menurut penelitian dikatakan bahwa sebelum usia lima tahun, IQ sudah

berkembang sebesar 50 %, kemudian sebelum usia delapan tahun berkembang

menjadi 80 % dann pada akhir batas remaja hanya berkembang sebesar 20 %

sedangkan EI dapat berkembang sampai batas waktu dan akhirnya berpengaruh

terhadap kinerja pegawai (Rantika, Renny & Sunjoyo, 2010).

Hal ini dikatakan bahwa yang memiliki EI akan mampu menghadapi

tantangan dan menghasilkan tanggungjawab besar, kreatif, optimis dalam

menempuh dan mencari solusi yang sangat digunakan pada lingkungan kerja.

Perawat yang memiliki EI disarankan dapat memonitor emosi secara baik pada

lingkungan kerja terhadap tim sejawat dan atasan hingga terwujud hubungan dan

kerjasama antar tim, antar bagian maupun dengan pasien untuk membantu

kemampuan dalam penyelesaian dan tanggugjawab yang diperkenankan

organisasi (Uha, 2013).

Dalam melaksanakan tugas profesional keperawatan, diperlukan sosok

perawat yang mempunyai EI yang tinggi sehingga dapat mencukupi keperluan

pasien (Rantika, Renny & Sunjoyo, 2010). EI harus dimiliki perawat dikarenakan

perawat berinteraksi bersama pasien yang memiliki latar belakang budaya dan

sifat yang beraneka ragam. Keanekaragaman tersebut menuntut perawat untuk

mengidentifikasi emosi diri dan orang lain seperti pada pasien dan keluarga pasien

hingga dibutuhkan sikap asertif perawat (ketegasan dan keberanian menyatakan

pendapat). Apabila tidak mampu dalam memberikan pelayanan pasien secara

maksimal, maka pasien tidak puas dengan kinerja perawat (Karetepe, 2012).

Universitas Sumatera Utara


7

Nurlita (2012) menyampaikan adanya keterikatan dan relevan EI dan

kinerja perawat. Dikatakan bahwa semakin besar kualitas EI yang dimiliki

perawat akan semakin besar tingkat kualitas kinerja perawat. Dan menurut

Goleman (2015) mengatakan EI menentukan keberhasilan. Perawat yang

memiliki EI semakin besar maka semakin besar berperan dalam peningkatan

kinerja (Black Joyce & Hokanse Hawks, 2014).

Berdasarkan hierarki, pengertian dari kinerja yaitu hasil kerja secara

kuantitas dan kualitas atas pencapaian dalam melaksanakan tugas dengan

tanggungjawab dan diharapkan dapat menunjukkan hasil performance yang baik

(Mangkunegara, 2013). Menurut Budiarto (2016) mengatakan bahwa kinerja

diperoleh secara individu dan organisasi yang merupakan interaksi dalam bentuk

gaya hidup, perilaku, dan etika kerja.

Menurut Wibowo (2016) kinerja merupakan implementasi dari rencana

yang telah disusun. Implementasi kinerja tersebut dilakukan oleh sumber daya

manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan.

Bagaimana organisasi menghargai dan memperlakukan sumber daya manusianya,

sehingga hal tersebut dapat memengaruhi sikap dan perilakunya dalam

menjalankan kinerja.

Universitas Sumatera Utara


8

Universitas Sumatera Utara


9

Universitas Sumatera Utara


10

Kinerja perawat saat ini dapat dilihat dari beberapa aspek seperti memberikan

pelayanan kepada pasien yang mengacu pada perilaku, kemampuan professional

dan proses keperawatan dalam mencapai atau mempertahankan keadaan biologis,

psikologis, social dan spiritual yang optimal. Proses keperawatan mencakup

proses pengkajian, identifikasi diagnosis keperawatan, penentuan rencana asuhan

keperawatan, intervensi keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Pengelolaan

proses keperawatan akan berhasil jika perawat memiliki tanggung jawab,

pengetahuan tentang kemampuan memimpin orang lain (Nursalam, 2011).

Berdasarkan penelitian tahun 2008 di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

tentang indikasi stres kerja yang dialami oleh perawat didapatkan antara lain

59,6% perawat mengalami stres tipe sedang, kategori tinggi sebesar 9,9 % dan

kategori sangat tinggi sebesar 4,6 %. Dari hasil yang diperoleh disimpulkan

bahwa indikasi stres kerja yang dialami perawat ialah kategori sedang.

Perawat memiliki gejala stres seperti perawat mengalami sulit

berkonsentrasi, merasa jenuh dalam bekerja dan mudah letih (Simanjorang, 2008).

Penelitian di Rumah Sakit Islam Cilacap (2012) yang mengatakan bahwa adanya

kaitan antar kinerja perawat di bangsal rawat inap pada klasifikasi umur tua (>25

tahun) dimana termasuk dalam tingkat kelelahan yang tinggi yaitu sebesar 63,8 %

dan tingkat kinerja perawat sebesar 67,5 % tergolong pada tingkat kinerja yang

tidak baik (Kurniawati & Solikha, 2012).

Universitas Sumatera Utara


11

Dan penelitian tahun 2017 di RSU Dr. Pirngadi Medan terdapat citra

kinerja perawat. Didapatkan pada faktor mutu pekerjaan terletak pada kategori

tidak baik (51,2%), memiiki inisiatif pada kategori rendah (52,1 %), banyak

pekerjaan yang tidak sesuai (61,5 %) serta harga pelayanan yang kurang

terjangkau (55,2 %) (Megawati, 2017).

Rumusan Masalah

Perawat yang bekerja di ruangan rawat inap mendapat metode kerja shift,

merupakan metode kerja yaitu waktu kerja antara lain shift pagi, siang dan

malam. Sesuai tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI), dimana perawat harus

tanggung jawab untuk menangani/menghadapi pasien sesuai dengan profesi

keperawatan yang dimiliki. Sikap profesionalisme memprioritaskan unsur

pengabdian dan pelayanan kepada pasien yang ditunjukkan perawat berkaitan

dengan sikap pribadi dari perawat yang memerlukan keikhlasan dalam bekerja.

Akan tetapi seiring dengan metode kerja yang dimiliki perawat di ruang

rawat inap menjelaskan dengan bekerja pada shift malam merupakan masalah

dikarenakan melalaikan keluarga di rumah pada malam hari, serta kewajiban dan

tanggungjawab yang semakin berat dihadapi bersama situasi pasien yang sedang

membutuhkan perhatian lebih sehingga memprioritaskan pemantauan yang lebih

(Andriani, 2015). Hal ini yang dapat mengakibatkan peningkatan terjadinya WFC

pada perawat wanita (Robbins, Stephen, & Judge, 2015).

Universitas Sumatera Utara


12

Berdasarkan wawancara peneliti dengan narasumber seorang perawat

wanita di RSUD Dr. Pirngadi Medan, kendala yang dialami oleh perawat adalah

jadwal kerja shift. Sekali waktu shift pagi, shift siang dan malam hari. Metode

kerja ini membuat perawat tidak nyaman, terutama yang bagi perawat yang telah

berumah tangga dan mempunyai anak. Beberapa dari perawat juga menemukan

kesulitan memenuhi peran menjadi ibu rumah tangga dan perawat. Kecuali

terdapat juga konflik antara konflik di pekerjaan dan konflik di keluarga yang

selalu penyebab persoalan yang dapat mengacaukan kinerja.

Kasus yang acapkali terjadi ketika pekerjaan di dalam rumah belum dapat

diselesaikan, akan tetapi perawat wajib pergi bekerja. Dalam situasi terkadang

membuat suami memprotes hingga mengakibatkan muncul konflik yang akan

membuat perawat kurang semangat dalam bekerja. Dan ini juga membuat perawat

bimbang yaitu ketika jawdal kerja dan urusn keluarga saling memerlukan pada

waktu yang sama, misal ketika anak sedang dalam keadaan sakit namun ibu yang

bekerja sebagai perawat harus tetap pergi bekerja, hal itu membuat perawat

bimbang antara berangkat kerja atau tidak. Lazimnya yang menjadi prioritas

adalah anak, perawat memilih untuk ambil cuti kerja atau ijin. Perawat mengaku

tidak dapat menyeimbangkan antara pekerjaan dan mengurus keluarga.

Dengan dua peran sekaligus, perawat sering kelelahan dan akhirnya

kurang semangat dalam melakukan pekerjaan. Hal ini terjadi ketika beban kerja

dan lingkungan pekerjaan kurang nyaman, merasa bosan. Dari hasil wawancara

juga terungkap bahwa perawat mengalami stres dan perawat merasa kurang

bahagia dengan aktivitas tersebut. Perawat mengungkapkan bahwa aktivitas

sebagai perawat cukup melelahkan.

Universitas Sumatera Utara


13

Hal ini terjadi ketika akhir pekan atau hari libur, perawat ingin menikmati

liburan dengan keluarga namun terhalang karena perawat masuk kerja diakhir

pekan. Dan begitu sebaliknya apabila perawat sedang libur kerja tapi suami masuk

kerja. Perawat mengalami kesulitan untuk liburan dengan keluarga. Hal lain yang

membuat perawat sedih adalah ketika harus meninggalkan anak untuk bekerja.

Berdasarkan wawancara peneliti sebagai bahan studi pendahuluan terdapat

10 perawat pelaksana diperoleh bahwa sebanyak 3 perawat (30,0%) perawat yang

dapat menggunakan waktu secara maksimal selama lima jam pada hal sistem yang

ditentukan rumah sakit bahwa dalam shift perawat wajib dalam tujuh jam

lamanya. Sebanyak 4 orang (40,0%) meninggalkan jadwal dinas sesuai dengan

shift. Perawat mengutarakan lebih cenderung tiba lewat waktu disebabkan terlebih

dahulu membereskan dan melaksanakan kewajiban ibu rumah tangga seperti

membereskan rumah, anak dan kebutuhan suami pada pagi hari.

Sebanyak 3 orang (30,0%) perawat wanita mengalami kendala untuk dapat

fokus dengan pasien dan kadangkala menyisihkan pasien dengan teman kerja

disebabkan kondisi rewel dan kurang sehat. Perawat juga mengutarakan selalu

permisi untuk pulang lebih awal agar dapat mengawasi anak yang masih balita

dan memerlukan ASI. Perawat juga mengatakan bahwa kadang memiliki

tanggungjawab di luar jam kerja dan sementara tiba di rumah, wajib terus

membersihkan rumah meskipun mengalami keletihan, sebagai ibu rumah tangga

kerap memiliki tanggungjawab terutama memiliki anak.

Universitas Sumatera Utara


14

Ketika perawat sedang bekerja selalu mempercayakan anak ke pengasuh di

TPA (Tempat Penitipan Anak). Sedangkan hati nurani ibu, sebenarnya

mengalami harap-harap cemas apalagi ketika kondisi anak yang kurang sehat.

Perawat juga mengaku sering menukar jadwal dinas disebabkan tidak

mendapatkan persetujuan dari suami apabila memiliki shift malam atau kondisi

anak lagi butuh perhatian.

Perawat yang sering mengalami WFC sehingga menghalangi

pengoperasian kinerja. Perawat menjadi gampang marah, tidak fokus, keletihan

sampai hingga mengacaukan pekerjaan. Perawat mengutarakan ini terjadi

disebabkan karena jumlah perawat yang sedikit pada saat dinas malam yaitu

sekitar berjumlah dua orang, hingga mengalami kesulitan ketika menghadapi

pasien yang baru tiba. Selain itu, perawat juga mengutarakan terpaksa

mengabaikan permasalahan dari keluarga pasien jika sedang dalam keadaan sibuk.

EI yang kurang baik ditandai dengan adanya keadaan di rumah dan

suasana di tempat kerja mengakibatkan perawat RSUD Dr. Pirngadi Medan

kurang fokus dalam bekerja. EI yang kurang baik dari perawat terindikasi dengan

sikap kasar dalam bekerja, terkadang emosional menghadapi pasien dan

kurangnya empati terhadap pasien. Sementara masyarakat menginginkan

peningkatan mutu pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan. Hal ini

terjadi karena banyak masyarakat semakin kritis tentang baik buruknya pelayanan

kesehatan terutama pelayanan keperawatan yang disampaikan lewat media cetak

maupun elektronik.

Universitas Sumatera Utara


15

Sebagian dari perawat belum mencerminkan dimensi EI yang baik seperti

tidak tanggap pada keadaan, sulit berkoordinasi, bersikap kasar kepada pasien,

kurang menganggap wejangan dari orang lain, sangat bergantung kepada orang

lain dan tidak bisa menahan emosi. Dapat berdampak pada prestasi dan

kemampuan individu untuk bekerja.

Sesuai dengan penelitian bahwa perawat yang telah menikah memiliki

kerumitan saat memilah waktu untuk melakukan tanggung jawab sebagi ibu. WFC

yang terbentuk pada perawat mampu meningkatkan stres kerja dan menyebabkan

kinerja. Efek yang muncul adalah penurunan kualitas pelayanan keperawatan

yang dapat mempengaruhi citra dari rumah sakit (Gaffey, 2013).

Bersumber pada ulasan acuan pustaka, fenomena di atas, terdapat adanya

masalah work family conflict dan emotional intelligence perawat pelaksana ruang

rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. Peneliti menganggap work family

conflict dan emotional intelligence terhadap kinerja perawat merupakan suatu

persoalan yang menarik. Berdasarkan acuan diatas, peneliti untuk dapat

dilakukan topik “pengaruh work family conflict dan emotional intelligence

terhadap kinerja perawat pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Medan”.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum penelitian mempunyai tujuan mengidentifikasi pengaruh

work family conflict dan emotional intelligence terhadap kinerja perawat

pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara


16

Tujuan Khusus

Adapun merupakan tujuan khusus adalah berikut

1. Mengidentifikasi work-family conflict pada perawat pelaksana ruang rawat

inap di RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan.

2. Mengidentifikasi emotional intelligence pada perawat pelaksana di ruang

rawat inap RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan.

3. Mengidentifikasi kinerja perawat pelaksana ruang rawat inap di RSUD.

Dr. Pirngadi Kota Medan.

4. Mengetahui pengaruh work-family conflict terhadap kinerja perawat

pelaksana ruang rawat inap di RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan.

5. Mengetahui pengaruh emotional intelligence terhadap kinerja perawat

pelaksana ruang rawat inap di RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan.

6. Mengetahui pengaruh work family conflict dan emotional intelligence

terhadap kinerja perawat pelaksana ruang rawat inap di RSUD. Dr. Pirngadi

Kota Medan.

Manfaat Penelitian

Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber dan landasan terkait

pengembangan penelitian terkait work family conflict dan emotional intelligence

terhadap kinerja perawat lebih menyeluruh dengan objek yang lebih luas. Bahkan

tidak menutup kemungkinan untuk meneliti model apa yang terbaik untuk

mengatasi konflik yang berpengaruh pada kinerja perawat bahkan mutu pelayanan

keperawatan.

Universitas Sumatera Utara


17

Manfaat praktis

Dari hasil penelitian dapat menjadi data informasi agar mengeluarkan

regulasi tegas seperti pembuatan kebijakan mengatasi tentang work family conflict

dan emotional intelligence, melakukan upaya peningkatan kinerja perawat.

Manfaat akademis

Pada penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang bagi peneliti

berikutnya dalam membangun diskusi organisasi keperawatan yang terkait dalam

work family conflict dan emotional intelligence terhadap kinerja perawat.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Landasan Teori

Landasan teori dalam penelitian disusun berdasarkan analisis terhadap

jurnal-jurnal terbaru dan textbook yang berkaitan dengan topik atau variabel

penelitian. Landasan teori dalam penelitian ini membahas tiga topik utama yaitu

work family conflict, emotional intelligence dan kinerja perawat. Landasan teori

dapat dijelaskan sebagai berikut:

Konsep Work Family Conflict

Pengertian

Kata “peran” dikutip dari sebutan teater dan menggambarkan bidang yang

tidak dapat dibedakan dari kelompok masyarakat. Peran juga dapat artikan sebagai

aspek dinamis (status) yang dimiliki dalam menjalankan hak dan kewajiban

(Johnson, 2000). Peran ganda merupakan tanggung jawab saat, dimana pertama

merupakan kodrat yang melekat pada diri dan menjadi tanggungjawab dan peran

lainnya sudah menjadi suatu kewajiban yang harus dikerjakan (bekerja)

(Greenhaus, 2000). Peran yang dimaksud adalah peran seorang wanita yang

dijalani bersamaan yaitu peran sebagai istri, ibu dan wanita berprofesi (Saeroso,

2008).

18
Universitas Sumatera Utara
19

Konflik dirumuskan sebagai suatu situasi yang memiliki tujuan, emosi

yang tidak searah pada individu atau orang lain yang akhirnya mengakibatkan

perselisihan (Winardi, 2007). Pengertian Work family conflict (konflik pekerjaan

keluarga) adalah sistem pertentangan yang mempunyai tanggungjawab yang tidak

dapat berdampingan dalam beberapa hal (Rantika, Renny & Sunjoyo, 2010).

Work-family conflict merupakan suatudari bagian interrole conflict ketika

tanggungjawab suatu peran saat pekerjaan dan keluarga saling berkaitan. Work-

family conflict dapat dinyatakan merupakan studi dalam dua arah mengenai

kategori konflik yang dapat diidentifikasi sebagai konflik pada pekerjaan terhadap

keluarga dan keluarga terhadap pekerjaan (Anand, Rahul, Perrelli, Roberto, Zhang

& Boyang, 2016).

Peran yang dimiliki seorang wanita karier sekaligus ibu rumah tangga

memang tidak mudah terutama membagi waktu dan tenaga serta peran, terkadang

perawat dapat seharian bekerja di rumah sakit untuk memberikan perawatan

terhadap pasien, bahkan jika pada saat shift malam membuat perawat lebih

waspada di rumah sakit sehingga perhatian dan kebersamaan dengan keluarga

berkurang, ini disebabkan perhatian dan peran tertuang pada pekerjaan hingga saat

pulang kerumah merasa keletihan dan istirahat untuk dapat kembali bekerja

keesokan hari (Ghayur, & Waseef Jamal, 2012).

Berdasarkan definisi yang disampaikan, disimpulkan bahwasanya work

family conflict merupakan sistem terjadinya pertentangan pada suatu ketika

tuntutan yang terjadi pada suatu pekerjaan terhadap keluarga dan keluarga

terhadap pekerjaan yang saling bersebrangan yang hingga mengakibatkan

penyelenggaraan terkendala dan menimbulkan konflik.

Universitas Sumatera Utara


20

Dimensi Work-Family Conflict

Menurut Boyar, Scott, Carl, Maertz, Donald Moesley dan Jon, (2008),

variabel Work family conflict (WFC) memiliki dwi dimensi yaitu family

interference with conflict (FIW) dan work interference with family (WIF), maka

konflik terikat dalam dwi arah menggambarkan yang berlainan menjadi sumber

dan efek yang berlainan. Pada dimensi pertama ialah work interference with

family (WIF) yang bersumber dari pekerjaan dan berdampak menghalangi

kegiatan keluarga. Seperti mengganggap pekerjaan yang dimiliki dapat

membatasi kebersamaan dengan keluarga.

Pada penelitian sebelumnya menegaskan bawa WIF berdampak pada

penurunan kinerja, depresi dan pada kebahagian keluarga. Pada dimensi kedua

ialah family interference with work (FIW), yaitu pada konflik timbul dari kegiatan

keluarga dikacaukan bersama kegiatan pekerjaan. Seperti gampang marah yang

diakibatkan harus pulang lebih awal dari pekerjaan demi mengerjakan

tanggungjawab dirumah atau merasa stres diakibatkan telat sampai kantor

dikarenakan harus mengiringi anak ke sekolah terlebih dahulu (Killam &

Heerschap, 2012).

Indikator Work-Family Conflict

Ada tiga indikator dari work-family conflict (Gaffey, 2013), yaitu:

1. Time Based Conflict

Merupakan konflik yang terjadi akibat waktu yang digunakan dalam

memenuhi tanggunggungjawab, sedangkan tanggunggungjawab yang lainnya

tidak dapat dilaksanakan secara bersamaan. Hal ini antara lain energy,

pendistribusiaan waktu dan kesempatan antara peran pekerjaan dan keluarga.

Universitas Sumatera Utara


21

Time-based conflict terdapat 2 tipe, yaitu pertama merupakan tekanan pada

waktu yang dibutuhkan melaksanakan dan pemenuhan ekspektasi dari peran lain

menjadi tidak mungkin. Kedua, tekanan dapat menimbulkan pre-okupasi terhadap

satu peran, meskipun berusaha untuk menyakupi setiap tanggungjawab yang

lain.peran ganda dapat mempersulit karena seolah saling membutuhkan dalam

mendapatkan waktu. Banyaknya waktu dalam menjalankan suatu peran

mengakibatkan tidak dapatnya waktu untuk yang lain. Seperti ketika ditetapkan

harus hadir dalam rapat wali murid dalam waktu 3 jam, sementara menyelesaikan

pekerjaan kantor pun berkurang.

2. Strain Based Conflict

Merupakan yang bersumber dari ketegangan yang diakibatkannya, saat

ketegangan peran mengganggu tanggung jawab pada peran lain. Salah satu

pemicu dari ketegangan pada peran ialah stress kerja yang mampu mengakibatkan

tanda ketegangan dalam konflik seperti tekanan, kecemasan, kesusahan, keletihan,

sikap acuh tak acuh dan murah marah.

Strain-based conflict dapat saat ketegangan berdampak dalam peran

mengakibatkan pelaksanaan pada peran lain yang dimiliki. Seperti ibu yang

bekerja seharian akan merasa keletihan dan mengalami kesulitan untuk mengajak

anak bermain dan membereskan rumah. Hal ini dapat menyebabkan kondisi

kesehatan yang memburuk, sakit kepala, tidak tenang, mudah emosi dan stres.

Universitas Sumatera Utara


22

3. Behavior-Based Conflict

Yaitu yang diakibatkan oleh suatu yang ditampilkan yang tidak sama

dengan ekspektasi karakter pada peran yang lain. Ketidakcocokan perilaku saat

bekerja dan saat berada di rumah terjadi karena alasan perbedaan tata tertib yang

berlaku dan kadang mengalami kesulitan untuk menukar peran yang satu dengan

peran lainnya. Seperti wanita yang mempunyai posisi sebagai manajer esksekutif

diharuskan dapat lebih agresif dan netral pada pekerjaan, tetapi dari keluarga

mengharpakan kehadiraan setiap saat.

Susunan konflik peran ada tiga, antara lain: Pertama, person role conflict

(konflik peran itu sendiri). Terbentuk ketika melanggar prinsip, nilai dasar dan

kepentingan. Kedua, intra role conflict (konflik intra peran) yang terbentuk ketika

mengambil keputusan bersumber pada keperluan peran. Ketiga, inter role conflict

(konflik antar peran) yang terbentuk saat mempunyai banyak tanggungjawab

secara serentak dan mengambil keputusan yang bersumber pada kepentingan yang

tidak sama (Greenhaus dan Beutell, 1985).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Work Family Conflict

Faktor mempengaruhi work family conflict (Apollo, 2012) yaitu:

1. Faktor internal (dalam diri sendiri)

Merupakan ciri dari dalam diri pribadi, seperti kemampuan-kemampuan

pada individu saat melakukan pekerjaan. Pada saat tidak memiliki kemampuan

diri maka akan menimbulkan konflik pada individu tersebut.

Universitas Sumatera Utara


23

2. Faktor Eksternal (luar diri sendiri)

Merupakan timbul dari lingkungan. Sebagai wanita karir, support dari

orang terdekat (suami) merupakan semangat kerja. Hal ini disebabkan yang

wanita telah mempunyau keluarga memiliki tanggungjawab pada pasangan.

Wanita yang mendedikasikan diri mempunyai karir dan memiliki anak berperan

pada pengasuhan anak, apabila hal ini tidak dilakukan akan memberikan persoalan

pribadi.dab persoalan dalam dunia kerja dapat berefek pada keluarga dan

pekerjaan.

3. Faktor relasional (dengan anak dan suami)

Wanita karier yang sudah menikah dan memiliki anak, wajib mampu

membentuk komunikai yang baik pada suami. Supaya tanggungjawab dan tugas

yang dimilki dalam keluarga dapat berjalan baik. Seorang ibu yang bekrja wajib

dapat menjadi pendidik dan pengabuh untuk anak-anaknya.

4. Motivasi

Yang melatarbelakangi wanita untuk bekerja dikarena memiliki kebutuhan

finansial. Hal ini dapat dikatakan sebagai alasan untuk memenuhi kebutuhan

ekonomi, aktualisasi diri dan membantu suami. Dalam aktualisasi, maka

diperlukan motivasi diri yang tinggi dalam bekerja.

Berdasarkan wacana tersebut, dapat dirumuskan bahwasanya komponen

yang dapat mermpengaruhi terjadinya work family conflict adalah internal (dari

dalam diri individu), faktor eksternal (peran pekerjaan atau masalah pekerjaan),

faktor relasional dan motivasional.

Universitas Sumatera Utara


24

Dampak Work Family Conflict

Dampak dari WFC dapat merupakan masalah yang berpotensi sebagai

awal stres dan berdampak buruk pada sikap dan ketentraman. Efek yang dapat

muncul dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga), antara lain: pertama, pada efek

tentang pekerjaan berupa absensi, kelelahan, keinginan untuk berhenti bekerja,

kepuasaan kerja, komitmen organisasi, dan keregangan dalam pekerjaan. Kedua,

efek tentang keluarga seperti keregangan dalam keluarga, kebahagian keluarga,

kebahagian perkawinan. Dan ketiga, efek tentang kedua peran (pekerjaan terhadap

keluarga dan keluarga terhadap pekerjaan) yaitu keluhan somatik, depresi,

tuntutan psikologis, kepuasan hidup dan pendayagunaan narkoba (Amstad, Meire,

Fasel, Elfering & Semer, 2011).

Konsep Emotional Intelligence

Defenisi Emosi

Istilah dalam emosi bersumber pada bahasa latin: emovere, yang artinya

bersikulasi. Emosi yaitu komponen dari affect ialah semua klasifikasi anggapan

yang dialami manusia. Emosi merupakan afeksi yang diartikan menjadi opini

yang sering terjadi atau mendetail yang mengacu pada objek (Hanggraeni, 2011).

Jenis Emosi

Menurut Hanggraeni (2011) mengemukakan beberapa jenis emosi:

Pertama, Cinta. Merupakan bentuk emosi yang paling utama dalam kehidupan.

Biasanya dapat membuat kebahagian, aman dan nyaman. Dapat juga mengikat

pandangan satu dengan yang lainnya. Tekad untuk memberi bersumber dari rasa

cinta.

Universitas Sumatera Utara


25

Rasa cinta juga menimbulkan solidaritas, menjadi pribadi yang

menyenangkan dan kemurahan hati. Kedua, Benci. Benci merupakn lawan dari

cinta. Dapat mempempengaruhi tanggapan terhadap suatu peristiwa. Berupa

emosi kebencian akan ketidaksukaan, mendatangkan kesedihan atau menyakiti.

Ketiga, Takut. Emosi ini terjadi ketika berada pada situasi tidak nyaman

dan terancam. Timbul ketika merasa kecil hati secara jasmani dan kejiwaan.

Tetapi emosi juga bermanfaat karena dapat menghindari bencana dan

mengharapkan ide atau membuat perlindungan. Keempat, Marah. Muncul saat

impian atau harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Seperti diperlakukan secara

tidak adil. Emosi ini tidak dapat dikendalikan dan dapat destruktif dan merusak.

Kelima,Malu. Muncul ketahuan saat melangsungkan suatu tindakan yang

buruk atau mempertaruhkan kehormatan. Emosi ini bermanfaat yaitu bisa

memberikan karakter budi pekerti yang baik dan menghalangi melaksanakan

aktivitas yang menyimpang (asusila). Keenam, Dengki. Emosi ini muncul

cemburu atas kepunyaan orang lain, menyenangi kepunyaan orang lain dan

menginginkan menjadi kepunyaan sendiri. Dengki dapat kelihatan dikarenakan

tidak disukai memandang keberhasilan pada orang lain dan berkeinginan menjadi

selalu unggul.

Ketujuh, Cemburu. Muncul ketika merasa tersaingi. Emosi ini merupakan

anggapan yang membuat kekhawatiran dan umumnya tidak akan memperlihatkan

perasaan. Sehingga akan menimbulkan gelisah sebelum dapat mengatasi rasa

cemburu tersebut. Kedelapan, Gembira. Pada emosi ini muncul ketika mengalami

bahagia dan menyenangkan hati. Merasa bahagia apabila mendapati yang baik

atau mendapatkan tercapainya harapan.

Universitas Sumatera Utara


26

Kesembilan, Terkejut. Emosi ini muncul apabiala tidak mempunyai

perencanaan apa yang terjadi. Seperti perasaan kaget, takjup dan heran, serta

perasaan tidak menentu dan tidak tahu apa yanga kan dilakukan. Kesepuluh,

Sedih. Emosi ini muncul saat mengalami hal yang menyebalkan, membuat sakit

hati, dan mengalami ketiadaan yang disayangi atau dicintai.

Sumber Emosi

Sumber emosi, antar lain: Pertama ialah kepribadian. Pada kepribadian

menyampaikan keinginan dalam menjalani situasi perasaan dan emosi tersendiri

dari orang lain. Merupakan bagian sumber yang berdampak menghadapi

modifikasi mood dan emosi. Kedua ialah waktu. Suasana hati terburuk seseorang

cenderung berada di minggu awal memiliki keadaan hati terindah di minggu

akhir, biasanya akan berada di suasana hati yang minim di pagi hari, sejalan

waktu berlalu, suasana hati akan memuncak dan akhirnya akan minim kembali di

malam hari.

Ketiga ialah cuaca. Cuaca mempunyai efek yang sedkit pada suasana hati.

Tetapi, peralihan tersebut bergantung menyukai peralihan cuaca tersebut.

Keempat adalah stress atau tekanan. Pada stres berefek pada suasana ohati dan

emos. Fase ketegangan dan stres yang bertambah di pekerjaan bisa meminimkan,

yang kemudiaan berdampak pada emosi negatif yang berefek pada suasana hati.

Kelima adalah aktivitas sosial. Aktivitas sosial yang berupa fisik, suasana

rileks lebih disarankan dalam pertambahan suasana hati yang positif dari pada saat

suasana resmi. Dalam berhubungan dengan orang lain, terbentuk kebahagian atau

yang bisa mempengaruhi mood dan emosi.

Universitas Sumatera Utara


27

Keenam adalah tidur. Pada kualitas tidur berdampak pada keletihan dan

suasana hati yang berlebihan di tempat kerja mempunyai efek pada kesehatan

seperti datangnya penyakit, luka dan depresi. ketujuh adalah olahraga. Olahraga

dapat berdampak membuat mood yang bertambah baik. Kedelapan adalah usia.

Pada umur yang semakin lanjut mempunyai kemampuan dalam mempengaruhi

suasana hati yang bisa bersiteguh panjang dan tempramen dapat cepat teratasi.

Kesembilan ialah gender/jenis kelamin. Perbedaan antar jenis kelamin, wanita

lebih menampilkan ungkapan emosional sedangkan pria lebih sering menampikan

ungkapan emosional positif (Robbins, Stephen dan Judge, 2015).

Pengertian Emotional Intelligence

Emotional Intelligence berasal dari bahasa Inggris yang artinya kecerdasan

emosional. Emotional Intelligence yaitu suatu kemampuan dalam mengevaluasi

emosi dari diri sendiri dan lingkungan, menguasai makna emosi dan mengontrol

emosi secara teratur (Robbin, Stephen & Judge, 2015). Emotional Intelligence

merupakan pemahaman penuh emosi pada level terendah dari tahap kepribadian.

Emotional intelligence mempersiapkan mekanisme aktivitas berfungsi dengan

daya upaya harmonis dan bijak (Syed, 2010). Keberhasilan tidak dapat dicapai

kehidupan individu dengan oranglain.

Universitas Sumatera Utara


28

Dimensi Emotional Intelligence

Berdasarkan Goleman (2009) ada lima dimensi Emotional Intelligence,

antara lain:

1. Self Awareness (Kesadaran Diri),

Kesanggupan yang dimanfaatkan dalam melakukan langkah diri,

mempunyai standart yang efisien pada potensi pribadi dengan mempunyai

keyakinan yang teguh. Komponen kesadaran diri, antara lain: a) Emotional

awareness (Kesadaran emosi), yaitu mengidentifikasi terjadinya emosi dan

dampak; b) Accurate self awareness (Penilaian diri secara teliti), ialaj memahami

kemampuan dan batasan diri; c) Self Confidence (Percaya diri), ialah kepercayaan

mengenai kesanggupan dan harga diri.

2. Self regulation (Pengendalian Diri),

Merupakan kesanggupan mengatasi emosi hingga berefek baik pada

pengerjaan tugas, tanggap terhadap kata hati, mampu membatalkan kenikmatan

sebelum sampai ke tujuan dan dapat lekas membaik dari desakan emosi.

Komponen pengendalian diri, antara lain: a) Self control (Kendali diri), ialah

memonitor serta dorongan hati yang negatif; b) Trustworthiness (Sifat bisa

dipercaya), ialah menjaga integritas dan kejujuran; c) Conscientiousness

(Kewaspadaan), yaitu bertanggung jawab atas kinerja personal; d) Adaptability

(Daya Adaptasi), ialaj fleksibilitas menanggapi terjadinya perubahan; e)

Innovation (Inovasi), ialah menerima masukan serta ide, strategi, dan informasi

terbaru.

Universitas Sumatera Utara


29

3. Self Motivation (Motivasi Diri),

Motivasi dalam diri (self motivation) yaitu kesanggupan menerapkan tekad

supaya mampu meningkatkan energi dan kemampuan dalam memperoleh situasi

yang mmebaik, dan dapat meraih gagasan dan berbuat efisien. Komponen dalam

motivasi diri, antara lain : a) Achievement drive (Pencapaian prestasi), ialah upaya

untuk dapat lebih baik dan dapat memenuhi standar keberhasilan; b) Commitmen

(Komitmen), ialah menempatkan diri terhadap tujuan keluarga atau organisasi; c)

Initiative (Inisiatif), ialah kesanggupan dalam mengupayakan peluang; d)

Optimisme (optimisme), yaitu ketekunan dalam mengupayakan tujuan meskipun

memiliki rintangan dan hambatan.

4. Empati (Empathy)

Merupakan kesanggupan merasakan yang sedang dialami orag lain. Dapat

mengenali dari perspektif orang lain dan berefek pada kepercayaan, serta dapat

menyesuaikan diri dengan keanekaragaman individu. Komponen empati, antara

lain: a) Understanding Others (Memahami orang lain), yaitu mengetahui situasi

serta arah pandang serta menunjukkan suatu minat terhadap keperluan; b)

Developing other (Mengembangkan orang lain), iala mengharapkan kemajuan

orang lain serta berupaya menstimulasi kesanggupan; c) Service Orientation

(Orientasi pelayanan), ialah memprediksi, mengidentifikasi, berupaya

menyanggupi kepentingan; d) Leveraging diversity (Memanfaatkan keragaman),

ialah menstimulasi kesempatan dengan pertalian dengan keanekaragaman orang;

e) Political awareness (Kesadaran politis), ialah suatu kemampuan mendeteksi

perkembangan emosi organisasi dan kaitan pada pandangan.

Universitas Sumatera Utara


30

5. Social Skill (Kemampuan Sosial),

Ialah kemahiran menanggulangi emosi yang semakin baik saat berinteraksi

pada orang lain, bisa mempengaruhi, membimbing, bermufakat, mencari solusi

pertikaian, dan berkolaborasi dalam tim. Komponen kemampuan sosial: a)

Influence (Pengaruh), mempunyai cara dalam ajakan; b) Communication

(Komunikasi), ialah memberi suatu pesan jelas hingga dipercaya; c) Conflict

Management (Manajemen konflik), ialah kesepakatan serta penanggulangan

perbedaan pendapat; d) Leadership (Kepemimpinan) yaitu mengemukakan ide

serta menuntun orang lain dan kelompok; e) Change Catalyst (Katalisator

perubahan), ialah mengawali serta melaksanakan perubahan; f) Building Bond

(Membangun hubungan), ialah menstimulus suatu hubungan yang positif; g)

Collaboration and cooperation (Kolaborasi dan kooperasi), ialah suatu kerjasama

guna mencapai target bersama; h) Tim Capabilities (Kemampuan tim), ialah

mewujudkan kekuatan komunitas saat menyupayakan target bersama.

Faktor yang Mempengaruhi Emotional Intelligence

Factor yang dapat mempengaruh Emotional Intelligence, antara lain:

Pertama, faktor bersifat genetik, misalnya kepribadian. Jenis kepribadian, antara

lain: periang, penakut, pemurung dan pemberani. Temperamen bisa diganti hingga

tingkat tertentu dengan pengetahuan, terutama pada masa kekanakan. Akal bisa

dibangun dari pengetahuan agar bisa melatih diri dengan benar.

Universitas Sumatera Utara


31

Kedua, faktor yang berasal dimulai dari keluarga. Kehidupan keluarga

ialah tempat pertama mengenal emosi dan lingkungan dimana bisa merasakan

emosi serta menanggapi perasaan orang lain (Goleman, 2009).

Konsep Kinerja Perawat

Pengertian Kinerja Perawat

Menurut penelitian Desri (2008) mengatakan bahwa kinerja perawat

bagian dari aplikasi kemampuan dan pengetahuan selama mengikuti pendidikan

dalam memberikan pelayanan dan tanggungjawab dalam meningkatkan derajat

kesehatan sesuai dengan kompetensi yang telah dimiliki.

Dalam penilaian kinerja perawat dilakukan berdasarkan standard praktek

keperawatan dan sesuai dengan visi dan misi rumah sakit (Sulisyowati, 2012).

Dan kinerja dapat dilakukan dengan tiga ukuran antara lain: nursing sensitive

quality indicator, kompetensi dan tugas fisik.

Universitas Sumatera Utara


32

Penilaian Kinerja Perawat

Penilaian kinerja biasa dilakukan oleh pimpinan untuk mengontrol dan

mempengatuhi produktifitas kerja. Menurut Ilyas (2002) penilaian kerja untuk

melihat dan menyesuaikan hasil kerja dengan menggunakan instrument penilaian

kerja.

Performance appraisal (penilaian kinerja) yaitu bagian dari proses

evaluasi terhadap hasil dari pekerjaan (Huber, 2010) Dan penilaian kinerja dapat

dilakukan secara efektif dan efisien dalam menghasilkan kualitas dan mutu

pelayanan (Afriyenita, Erman Ha& Satria, 2013).

Universitas Sumatera Utara


33

Manfaat dari dilakukannya penilaian kinerja yaitu memperbaiki proses

kerja, peningkatan kompetensi, melihat kebutuhan, mengevaluasi hasil kerja dan

prestasi kerja. Dan penilaian kinerja harus dilakukan secara akurat dan obyektif

(Mudayana, 2010).

Menurut Depkes RI (2002), prinsip pada penilaian kinerja perawat antara

lain:

1. Evaluasi dimana sesuai standard pelaksanaan dan posisi dari perawat.

Penjelasan standard tugas dilakukan saat orientasi.

2. Pengamatan tingkah laku. Sebaiknya dilakukan secara konsisten dan

evaluasi pelaksanaan kerja sehari-hari.

3. Perawat serta supervisi diberikan salinan dari tugas dan fungsi perawat

sehingga saat penilaian mempunyai kerangka pemikiran yang sama.

4. Manager dapat menjelaskan pertemuan dan skala evaluasi serta area

prioritas sesuai dengan standard keperawatan.

5. Laporan evaluasi dibuatkan dan disusun dengan baik dan teratur sesuai

instrument evaluasi.

Universitas Sumatera Utara


34

Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Perawat

Menurut Gibson (2008), yang mempengaruhi berdasarkan teori ada tiga

variabel. Ketiga variabel tersebut mempengaruhi kinerja. Dimana perilaku kerja

merupakan dilakukan pada saat melakukan pekerjaan sesuai dengan tujuan, tugas

dan sasaran yang ingin dicapai organisasi.

a. Keterampilan dan kemampuan fisik serta mental

Faktor utama mempengaruhi kinerja karena mempengaruhi pencapaian

hasil kerja. Menurut Sitepu (2012), bahwa pengaruh signifikan antara

kompetensi (sikap dan keterampilan) terhadap kinerja dalam mencapai hasil

kerja dimana paling tinggi pengaruhnya ialah keterampilan. Sedangkan

menurut Abdullah, Hamzah & Mulyono (2013) dimana kinerja tidak

dipengaruhi oleh kompetensi perawat dalam melaksanakan asuhan

keperawatan.

b. Latar belakang (pengalaman, keluarga dan tingkat sosial)

Pengalaman yaitu mulai bekerja, semakin lama pengalaman yang

dimilikisemakin terampil melakukan pekerjaan. Sama dengan disampaikan

Siagian (2000), bahwa pegalaman bekerja mempengaruhi dalam tugas yang

semakin terampil dan berpengalaman.

Didukung penelitian Lusiani (2006) bahwa memiliki pengalaman kerja

tinggi memiliki kinerja yang lebih baik. Dan menurut Mangkunegara (2004),

tingkat pendidikan merupakan proses jangka panjang dilaksanakan sesuai

prosedur dan sistematis dalam konseptual dan teoritis sesuai jenis dan

pendidikan.

Universitas Sumatera Utara


35

Pendidikan merupakan satu dari faktor menjadi dasar untuk melakukan

pekerjaan (Nursalam, 2003). Oleh Siagian (2002) bahwa semakin tinggi

tingkat pendidikan akan semakin tinggi pula keinginan dan kemampuan

menerapkan pengetahuan yang dimiliki. Sesuai dengan penelitian Faizin

(2009) mendapatkan hasil tingkat pendidikan mempunyai pengaruh positif

terhadap kerja.

c. Demografi (jenis kelamin, umur dan status kepegawaian)

Umur dapat dikaitkan dengan keterampilan dan kemampuan dalam bekerja

dan mempengaruhi fisik dan psikis dimana semakin bertambah usia maka

akan cenderung mengalami perubahan potensi dan produktivitas kerja.

Dikatakan usia produktif dimulai dari umur 20 hingga 35 tahun karena

identik memilki idealisme tinggi dan tenaga yang masih prima (Basu Swasta

dan Hani Handoko, 1997). Dan menurut Sastradijaya (2004) mendaptkan

bahwa salah satu factor bermakna yang dapat mempengaruhi kinerja adalah

umur. Sedangkan hal yang berbeda pada penelitian Rusmiati (2006) dimana

umur tidak memiliki hubungan yang bermakna dalam mempengaruhi kinerja.

d. Persepsi

Dimana persepsi dikaitkan dengan lingkungan disekitar individu yang

merupakan suatu proses pengorganisasian indera dan menafsirkan menjadi

suatu yang mempunyai makna kepada lingkungan. Meskipun memandang

suatu benda atau hal yang sama tetapi dapat mempersepsikan berbeda

(Robbins, 2006). Persepsi dalam bekerja mempengaruhi sejauhmana

pekerjaan memberikan tingkat kepuasan dalam diri (Gibson, 2008). Dan pada

Universitas Sumatera Utara


36

penelitian Mustofa (2008) bahwa ada hubungan yang bermakna antara

persepsi suervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana.

e. Kepribadian dan sikap

Sikap yaitu suatu kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek pada

lingkungan yang direspon oleh indra menjadi sebuah tindakan (Notoatmodjo,

2005). Dan menurut Gibson (2008), sikap adalah kesiapsiagaan mental, yang

dipelajari dan diorganisasikan melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh

atas tanggapan, objek dan situasi yang dialaminya.

Sikap yaitu faktor yang dapat menentukan perilaku karena sikap

mempunyai hubungan positif terhadap motivasi, kepribadian dan persepsi.

Perilaku dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh sikap saat bekerja. Sedangkan

sikap dalam merespon masalah dipengaruhi oleh kepribadian.

f. Imbalan (Pendapatan dan gaji)

Kompensasi atau pendapatan ialah suatu cerminan dari suatu hasil

pekerjaan yang diperoleh dari hasil penilaian kinerja. Kompensasi juga

merupakan segala sesuatu yang diterima sebagai balas jasa atas hasil kerja.

Selain itu pendapatan/gaji merupakan salah satu aspek penting karena

besarnya pendapatan yang diperoleh menjadi cerminan dari nilai kerja.

Menurut Zahara, Sitorus & Sabri (2011) mengatakan bahwa hasil yang

menunjukkan ada hubungan signifikan antara gaji dengan kinerja. Sedangkan

hal ini berlawanan dengan penelitian Masjhur (2002), dimana dikatakan tidak

ada hubungan antara kepuasaan terhadap imbalan dengan kinerja. Hal ini

Universitas Sumatera Utara


37

sesuai dengan penelitian pada Muhammad (2013), bahwa tidak ada terdapat

hubungan motivasi gaji dengan pelayana perawat outsourcing.

g. Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan untuk memepengaruhi

orang lain. Menurut Siagian (2000), pada sebuah organisasi peran pemimpin

terlihat pada kemampuan pemimpin untuk berkomunikasi dalam

mempengaruhu untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk dapat mencapai hal

tersebut, pemimpin diharapkan mampu menjadi pembangkit semangat,

pemberi motivasi, fasilitator untuk saling berkomunikasi dan pendamping

sehingga dapat sebagai contoh oleh bawahan untuk bekerja.

I ndeks Kinerja Individu Berdasarkan Kepmenkes No. 625 Tahun 2010

Keputusan Menteri Kesehatan No. 625 tahun 2010 tentang pedoman

penyusunan system yang mengatur rumenerasi pegawai BLU rumah sakit di

lingkungan kementrian kesehatan, berisi mengenai system yang mengatur tentang

remunerasi dimana besarnya remunerasi atau bonus yang diperoleh sesuai dengan

kinerja yang diberikan pada unit kerja dan rumah sakit.

Pencapaian kinerja yang diinginkan terutama pada kinerja individu dilakukan

dari proses evaluasi kinerja dan dibandingkan pada target total kinerja di rumah

sakit. Penentuan indeks kerja individu pada penilaian kinerja yang ditetapkan oleh

Kepmenkes dilakukan dengan membandingkan antara target total kinerja yang

diperoleh faktor – faktor kinerja yang telah ditetapkan dan sudah ditargetkan.

Pada pengukuran kinerja pegawai, dalam menetapkan target kinerja pada setiap

Universitas Sumatera Utara


38

individu harus dilakukan dengan tepat, dapat ukur, nilai yang spesifik dan realistis

serta waktu pencapaiannya yang jelas ( Sulistyowati, 2012).

Pada penilaian kinerja individu perawat, dilakukan berdasarkan dua faktor

utama yang dinilai yaitu kinerja hasil dan kinerja perilaku kerja. Pertama pada

kinerja hasil dibagi lagi menjadi dua komponen penilaian kinerja yaitu kinerja

perawat berdasarkan kuantitas dan kualitas. Kinerja perawat secara kuantitas

diukur dengan cara melihat total pasien yang di rawat inap dalam kurun waktu

satu bulan oleh setiap perawat. Dan pasien diperoleh dari buku catatan

administrasi ruangan tentang jumlah pasien setiap hari dan dicatatan buku

perawatan pasien setiap hari, kemudian dihitung jumlah pasien yang dirawat pada

setiap perawat dan dijumlahkan setiap bulan.

Sedangkan kinerja perawat secara kualitas diukur dalam empat poin

pengukuran yaitu kelengkapan dokumentasi, laporan insiden kejadian tidak

diharapkan dan kepauasaan pelanggan serta penerapan International Patient

Safety Goals (IPSG). Target yang dapat dicapai oleh perawat pelaksana untuk

setiap komponen harus sesuai dengan jumlah standar setiap komponen. Target

tersebut harus dicapai karena apabila tidak dilakukan akan mengurangi poin yang

diperoleh pada hasil kinerja. Dalam pencatatan hasil kerja berdasarkan dapat

kualitas dicantumkan dalam catatan perawat perbulan yang kemudian dihitung

total dan rata–ratanya. Kedua, untuk penilaian kinerja perilaku kerja perawat

dinilai berdasarkan 5 komponen yaitu pada komitmen, disiplin, integritas,

kerjasama dan orientasi pelayanan dimana setiap masing – masing komponen

mempunyai cara penilaian tersendiri ( Kepmenkes, 2010).

Universitas Sumatera Utara


39

Nilai indeks kinerja perawat diperoleh berdasarkan penggabungan dari

penilaian perilaku dan hasil kerja perawat. Penilaian hasil kinerja perawat dilihat

berdasarkan kuantitas kinerja dan kualitas kinerja yang tercantum pada catatan

perawat dan dimasukan pada format penilaian kinerja individu perawat, dimana

nilai hasil ini akan berbeda pada setiap komponen penilaian. Sedangkan penilaian

kinerja perilaku kerja, hasil diperoleh dicatat pada form penilaian dan hasilnya

dibandingkan target yang sudah ditetapkan.

Penilaian Kualitas Kinerja Perawat

Pelayanan keperawatan sebuah bentuk upaya kesehatan yang professional

perawat. Pelayanan keperawatan salah satu pelayanan integral meliputi layanan

biologi, psikologi dan sosial yang ditujuan kepada pasien, keluarga pasien dan

masyarakat yang sakit dan sehat dalam rangka meningkatkan derajat

kesehatan(Huber, 2013).

Dalam pelayanan keperawatan dilihat dari kualitas pelayanan yang

diberikan. Pelayanan yang berkualitas dapat menggambarkan kinerja dari perawat

dalam melakukan asuhan keperawatan. Kinerja dari aspek kualiatas kerja perawat

dapat dilihat dalam hal kelengkapan dokumentasi keperawatan.

Menurut Nursalam (2008), tujuan dari standar keperawatan yaitu guna

meningkatkan kualitas dari asuhan keperawatan, meminimalkan beban, dan juga

melindungi perawat untuk melakukan tugas keperawatan dari hal–hal yang tidak

diharapkan. Dalam standar praktek keperawatan digunakan pedoman oleh setiap

perawat saat melakukan asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh PPNI tahun

2000 meliputi 5 standar.

Universitas Sumatera Utara


40

Dalam melakukan penilaian kualitas dari asuhan keperawatan yang

digunakan adalah standar praktik keperawatan yang merupakan bagian dari

pedoman bagi perawat memberikan asuhan keperawatan yang berdasarkan pada

tahapan pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan,

implementasi dan evaluasi.

a. Pengakajian Keperawatan

Pada tahap ini perawat harus mengumpulkan data dari kesehatan pasien

secara berkesinambungan dan sistematis, dimana tujuan dari

melakukanpengkajian yaitu untuk mengetahui kebutuhan pasien, mengidentifikasi

permasalahan yang dihadapi pasien dengan berkordinasi dengan tenaga kesehatan

lain dan untuk merencanakan tindakan asuhan selanjutnya secara efektif.

Kriteria dalam melakukan pengkajian keperawatan, anatar lain:

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara anamnesa, observasi, pemeriksaan

fisik dan penunjang, dan sumber data adalah dari pasien sendiri atau keluarga,

catatan dari rekam medis dan catatan lain berhubungan dengan pasien serta data

yang dapat dikumpulkan untuk dapat mengidentifikasi dalam status kesehatan

pasien dari yang sudah lewat sampai sekarang, status dalam bio-psiko-sosial

pasien, respon terhadap pemberian terapi, resiko mengenai kesehatan pasien dan

harapan tingkat kesehatan yang diinginkan.

b. Diagnosa

Setelah tahap pengakajian, hasilnya digunakan untuk merumuskan

diagnose keperawatan. Diagnosa keperawatan yaitu pernyataan tertulis yang jelas

tentang permasalahan kesehatan pasien, perkiraan faktor penyebab dan faktor

penunjang terjadinya masalah kesehatan tersebut. Proses kegiatan diagnose yaitu

Universitas Sumatera Utara


41

memilih data, pengelompokan data, mengetahui dan menyusun daftar masalah,

mencari referensi, serta membuat kesimpulan permasalahan.

Kriteria proses diagnosa keperawatan yaitu tahapan diagnose dimulai dari

tahap analisa, interpretasi data, identifikasi masalah hingga dalam perumusan

diagnosa keperawatan, diagnose keperawatan meliputi masalah (P), penyebab (E),

tanda atau gejala (S) dan penyebab atau masalah (PE), memvalidasi diagnose

keperawatan dengan melakukan kerjasama dengan pasien tersebut dan petugas

kesehatan lainnya serta dalam melakukan pengkajian ulang dan memperbaiki

diagnose apabila menemukan data terbaru.

c. Perencanaan

Tujuan dari dibuatnya perencanaan tindakan perawat yaitu untuk rencana

dalam mengatasi masalah serta meningkatkan kesehatan pasien. Kegiatan yang

dilakukan adalah membuat prioritas masalah, menentukan tujuan, membuat

rencana intervensi keperawatan dan membuat kriteria evaluasi.

Kegiatan perencanaan meliputi kriteria sebagai berikut perencanaan

dimulai dari menetapkan yang menjadi masalah prioritas, merumuskan dari tujuan

dan dalam tindakan keperawatan yang direncanakan, melakukan kerjasama

dengan pasien untuk membuat perencanaan dalam tindakan yang akan dilakukan,

perencanaan yang berdasarkan kebutuhan pasien, menjamin rasa aman dan

nyaman karena bersifat individual serta setiap rencana tindakan perencanaan

selalu didokumentasikan.

d. Implementasi

Implementasi tindakan dilakukan sesuai dengan perencanaan tindakan

keperawatan yang telah dibuat. Dalam implementasi tindakan keperawatan perlu

Universitas Sumatera Utara


42

memperhatikan status bio-psiko-sosial-spiritual pasien dengan baik, tindakan

dilakukan sesuai dengan waktu yang ditentukan, menerapkan etika keperawatan

yang baik, menjaga kebersihan alat dan lingkungan serta mengutamakan

keselamatan pasien.

Kriteria proses implementasi yaitu bekerja sama bersama pasien dan tim

kesehatan lain pada setiap tindakan keperawatan yang diimplementasikan,

membantu dan memberikan pendidikan dalam konsep keterampilan diri dan

membantu dalam memodifikasi lingkungan yang akan dapat digunakan untuk

melakukan tindakan keperawatan, melakukan evaluasi, mengkaji dan merubah

setiap tindakan keperawatan sesuai dengan respon pasien serta setiap tindakan

keperawatan mempunyai tujuan untuk mengatasi kesehatan pasien.

e. Evaluasi

Evaluasi dilakukan oleh perawat terhadap tindakan keperawatan yang

tidak sesuai dengan tujuan serta memperbaiki data awal sampai tahap

perencanaan. Pada proses evaluasi hal yang perlu dicatat yaitu waktu melakukan

tindakan, catatan perkembangan pasien apakah sesuai tujuan atau tidak dan tanda

tangan dari pasien dan perawat yang melakukan tindakan.

Kriteria proses evaluasi yaitu dalam menyusun hingga perencanaan evaluasi

hasil serta intervensi secara komprehensif, tepat waktu secara kontinyu, memakai

data dan tanggapan untuk mengetahui hasil pelaksanaan sesuai dengan tujuan

yang ingin dicapaidalam , memvalidasi dan melakukan analisa data baru dengan

rekan tim perawat, kolaborasi dengan pasien, keluarga serta petugas kesehatan

lainnya dalam merancang tindakan keperawatan selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara


43

Pengukuran Penerapan International Patient Safety Goals (IPSG)

Suatu sistem yang diterapkan di rumah sakit untuk menjaga agar dalam

pemberian pelayanan atau asuhan kepada pasien lebih aman dan benar maka

diterapkanlah sistem dalam keselamatan pasien. Seperti dijelaskan pada

Permenkes No. 1691/Menkes/Per/VIII/2011, dijelaskan bahwa setiap institusi

harus menerapkan keselamatan pasien pada setiap tindakan yang dilakukan sesuai

dengan standar. Standar yang maksudkan terkait dengan IPSG meliputi 6

indikator (Depkes, 2011).

a. Mengidentifikasi pasien dengan benar

Pengembangan yang dilakukan dirumah sakit dalam meningkatkan dan

memperbaiki ketelitian dalam mengindentifikasi pasien dengan membuat

kebijakan dan prosedur yang benar. Kesalahan terjadi hampir pada tahapan

diagnosis dan dalam pengobatan. Biasanya penyebab kekeliruan tersebut terjadi

pada saat pasien masih dalam keadaan terbius, pada saat pindah kamar atau

ruangan, pasien mempunyai cacat indra dapat menimbulkan kesalahan

pengidentifikasian pasien.

Kesalahan tersebut dapat diminimalisir dengan adanya kebijakan atau

prosedur yang baik dalam mengidentifikasi pasien, dimana untuk mengurangi

kesalahan minimal terdapat dua identitas pasien harus diketahui diantaranya nama

pasien, tanggal lahir (umur), gelang identitas, nomor rekam medisdan lainnya

(Depkes, 2011).

Universitas Sumatera Utara


44

Elemen yang dapat dilakukan dalam menilai dari identifikasi pasien yaitu

dengan menggunakan dua identitas pasien, pada saat memberikan obat,

pemeriksaan dari darah dan spesimen lain dalam pemeriksaan klinis, sebelum

dilakukan tindakan keperawatan, terdapat kebijakan atau prosedur yang mengatur

pengidentifikasi pasien secara konsisten pada situasi dan lokasi (Hasan, 2015).

b. Meningkatkan komunikasi yang efektif

Komunikasi yang efektif harus dilakukan disemua pemberi layanan,

karena komunikasi yang efektif akan mampu meningkatkan keselamatan pasien

dan mengurangi kesalahan yang terjadi. Komunikasi dapat dilakukan secara lisan,

tertulis dan elektronik. Secara kolaboratif, rumah sakit menetapkan prosedur

dalam menyelenggarakan komunikasi seperti perintah lisan dan telepon berupa

menetapkan ketepatan informasi yang akan dilaporkan, oleh siapa dan kepada

siapa hasil tes dan prosedur diagnostic dilaporkan dalam jangka waktu saat

pelaporan. Salah satu dari teknik yang digunakan yaitu teknik baca kembali

perintah atau hasil pemeriksaan yang sudah ditulis, dengan cara ini dapat

memastikan keakuratan informasi yang diberikan (Depkes, 2011).

Elemen yang digunakan untuk menilai komunikasi yang efektif yaitu

penerima pesan berupa hasil kolaborasi maupun hasil pemeriksaan secara lisan

atau telepon harus menulis secara lengkap, penerima pesan memastikan pesan

dengan membacakan kembali isi pesan, pemberi pesan memberikan konfirmasi

kembali terhadap pesan yang disampaikan dan keakuratan komunikasi secara

lisan atau melalui telepon diarahkan oleh kebijakan dan prosedur secara konsisten.

c. Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai

Universitas Sumatera Utara


45

Pengembangan prosedur dan kebijakan yang tepat akan mampu

menciptakan keselamatan pasien dan penyusunan daftar obat-obatan yang wajib

perlu diperhatikan pada setiap rumah sakit. Penyusunan kebijakan menyangkut

obat-obatan elektrolit konsentrat dan ruangan yang diperbolehkan untuk

menyimpan obat tersebut seperti pada kamar oprasi dan IGD, cara penyimpanan

yang baik dan benar serta pemberian label high alert pada setiap obat sehingga

akan mampu untuk mencegah terjadinya kesalahan pemberian obat baik karena

tidak sengaja atau kurang hati-hati (Depkes, 2011).

Elemen penilaian yang dapat dilakukan yaitu pengembangan kebijakan

dan prosedur mengenai identifikasi obat, memberikan obat label high alert,

menetapkan lokasi dalam penyimpanan elektrolit konsentrat, elektrolit konsentrat

yang tidak boleh disimpan diunit pelayanan, kecuali di unit sesuai dengan

kebijakan dengan ketentuan elektrolit konsentrat disimpan dan diberilabel yang

jelas serta di simpan pada area yang dibatasi ketat, peraturan yang buat wajib

memuat tentang jenis obat, pemberian label, lokasi dan cara penyimpanan yang

baik dan benar, implementasi kebijakan dan prosedur (Hasan, 2015).

d. Memastikan lokasi pembedahan, prosedur dan pasien yang benar

Setiap rumah sakit wajib mengembangkan peraturan pada ruang operasi

agar dapat memastikan setiap tindakan yang dilakukan tepat lokasi, prosedur dan

tepat pasien. Kesalahan yang sering terjadi rumah sakit akibat kurang adanya

komunikasi yang baik antara rekan kerja di ruang operasi, tidak melibatkan pasien

dalam menandaan lokasi bedah, kesalahan pengkajian pasien, tidak adekuatnya

Universitas Sumatera Utara


46

tim medis pada saat telaah ulang catatan medis, kurangnya budaya komunikasi

yang efektif dan tidak mampu membaca resep serta penggunaan singkatan yang

susah dipahami (Aprilia, 2011).

e. Mengurangi resiko infeksi akibat perawatan kesehatan

Tantangan besar dari pelayanan kesehatan yaitu tentang dari pencegahan

serta pengendalian infeksi di rumah sakit. Dampak yang ditimbulkan dari

permasalahan tersebut sangat perlu diperhatikan oleh pemberi pelayanan

kesehatan karena akan berdampak pada pembiayaan kesehatan dan kualitas

pelayanan. WHO menetapkan, langkah utama untuk dapat memotong penularan

infeksi adalah dengan cara mencuci tangan yang sesuai dengan pedoman. Setiap

rumah sakit wajib mengadopsi dan mengembangkan kebijakan dan prosedur

mengenai prosedur mencuci tangan yang baik dan benar yang sesuai dengan

petunjuk dari WHO yang wajib diimplementasikan oleh seluruh tenaga kesehatan

di rumah sakit (Aprilia, 2011).

Elemen yang dapat digunakan untuk menilai mengurangi resiko infeksi

yaitu pedoman yang telah diterbitkan oleh WHO mampu diadopsi dan diterapkan

pada rumah sakit, rumah sakit dapat menerapkan kebijakan cuci tangan yang

efektif, pengembangan peraturan dan protap yang tepat untuk dapat mengurangi

penularan infeksi pada pelayanan kesehatan (Hasan, 2015).

f. Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh

Kejadian jatuh pada pasien yang dapat menyebabkan cidera jumlahnya

cukup banyak terutama pada pasien rawat inap. Pengurangan resiko ini, pada

pelayanan kesehatan di masyarakat perlu dilakukan evaluasi pada fasilitas yang

Universitas Sumatera Utara


47

dimiliki oleh rumah sakit agar mampu mengurangi resiko kejadian jatuh pada

pasien. Evaluasi dilakukan pada fasilitas dan juga pada keadaan pasien sendiri

mengenai riwayat jatuh, ada pengaruh obat atau alkohol, perubahan keseimbangan

dan gaya jalan pasien akibat penggunaan alat bantu jalan serta prosedur yang

wajib diterapkan di rumah sakit.

Elemen yang dapat digunakan dalam menilai resiko jatuh pada pasien

yaitu setiap pasien di rumah sakit dilakukan assesmen pasien resiko jatuh dan

setelah dilakukan tindakan pengobatan dilakukan assesmen ulang bila terjadi

perubahan pengobatan, perencanaan tindakan pencegahan resiko jatuh pada pasien

bila hasil assesmen mengarah pada pasien beresiko jatuh kemudian implementasi

perencanaan tersebut dimonitoring hasilnya dan bila berhasil akan berdampak

pada kejadian jatuh dan kejadian tidak diharapkan serta penerapan kebijakan yang

bertujuan untuk pengurangan kejadian berkelanjutan risiko cedera akibat jatuh di

rumah sakit (Hasan, 2015).

Landasan Teori Keperawatan

Pengertian Work family conflict adalah susunan dari konflik peran dalam

tuntutan peran terhadap pekerjaan dan terhadap keluarga yang saling berbenturan.

Mengevaluasi work family conflict sebagai suatu stress (tekanan) yang sudah

merugikan atau dapat menghalangi pada masa yang akan datang dan

mengevaluasi konflik peran secara positif. Work family conflict diperlukan guna

mendorong diri agar menjadi yang lebih baik (Panatik, Rajab, Rahman &

Rosman, 2012). Penelitian tentang work family conflict dan coping stress

Universitas Sumatera Utara


48

diperlukan pengelolaan dalam strategi coping (Somech, Anit, Anat Drach Zahavy,

2013).

Bagi tenaga perawat wanita, berbagai peran yang dijalani seringkali dapat

memicu terjadinya work family conflict yang menimbulkan stres. Stres yang

dialami oleh setiap orang akan menimbulkan respon yang berbeda-beda. Setelah

interaksi dengan lingkungan sudah terjalin dan dapat menilai suatu situasi menjadi

ancaman atau bahaya, maka secara otomatis respon internal akan muncul berupa

respon fisik dan respon psikologis/emosional. Tubuh akan bereaksi terhadap stres

secara otomatis dan berbeda-beda berdasarkan tipe dari stres, durasi, dan

intensitas tergantung pada resiko penilaiannya. Situasi yang lebih beresiko

tentunya akan lebih sering menyebabkan munculnya respon fisik.

Respon emosional atau psikologis terhadap stres tergantung kepada

seberapa penting sebuah pengalaman. Reaksi emosional atau psikologis

diungkapkan dalam bentuk kegembiraan atau distres yang dipengaruhi juga oleh

mood. Biasanya respon emosional atau psikologis akan diikuti oleh tindakan yang

pasti. Pada emosi negatif yang tidak terkendali, gangguan fungsi intelektual

mungkin terjadi. Ketika situasi dianggap sebagai sebuah tantangan, emosi lebih

sering bersifat positif.

Tetapi jika dinilai sebagai sebuah kejadian yang mengancam atau

berbahaya, maka sebaliknya emosi negatiflah yang akan muncul (Boyd, 2000).

Respon terhadap stres tersebut disebut sebagai mekanisme koping. Dimana

mekanisme koping yang dirasakan pada setiap individu berbeda-beda berkaitan

dengan tingkat stres dan kondisi yang dialami (Stuart, 2012).

Universitas Sumatera Utara


49

Stres psikologis didefenisikan sebagai “hubungan tertentu antara orang

melebihi sumber daya sendiri dan membahayakan kesejahteraan”. Tuntutan

pekerjaan dan kurangnya kontrol pekerjaan adalah dua stres kerja yang penting.

Konflik antara kerja dan rumah juga sebagai salah satu sumber stressor (Cary &

Marilyn, 1982).

Model transaksional Lazarus dan Folkman tentang stres dan koping.

Transaksi (interaksi) terjadi antara seseorang dan lingkungan. Memandang coping

yakni sebagai usaha untuk mengatur tekanan stres tanpa memperdulikan dampak

target. Stres dapat terjadi ketika adanya ketidakseimbangan antara tuntuan dan

kemampuan yang ditanggapi bisa mengancam ketentraman. Konflik pada

keluarga dan pekerjaan merupakan bagian dari salah satu sumber dari stres.

Pada penelitian terdahulu dikatakan stresor pada saat melakukan pekerjaan

dapat berkaitan dengan kesejahteraan dari individu (individu well-being) serta

prestasi dengan organisasi. Stres dihasilkan dari ketidakseimbangan antara lain:

a) permintaan; b) sumber daya. Dengan demikian menjadi stres ketika tuntutan

(tekanan) melebihi sumber daya (kemampuan untuk mengatasi dan memediasi

stres). Interpretasi peristiwa stres lebih penting daripada peristiwa itu sendiri

(Stuart, 2012).

Stres terdiri dari tiga bentuk yaitu: 1) Stimulus; 2) Respon Fisiologi dan

Psikologis; 3) Proses. Secara psikologi, stres timbul pada transaksi / hubungan

(dalam keadaan saling mempengaruhi) antara sesama dan lingkungan. Stres dari

psikologis dapat terjadi apabila kebutuhan tidak selaras dan menggunakan dari

sumber yang tersedia atau keterampilan (eksternal dan internal) yang dapat

dipersepsikan menjadi stres.

Universitas Sumatera Utara


50

Penilaian Kognitif (Cognitif Appraisal) merupakan teknik mental yang

dimanfaatkan dalam mengevaluasi keadaan yang bersumber dalam 2 (dua) hal,

yaitu: berkaitan terhadap kesejahteraan, beban yang dapat mengancam nyawa dan

koping (sumber kapasitas) yang dapat tersedia dalam memenuhi beban tersebut.

Item utama dalam penilaian kognitif, antara lain: 1) Penilaian Primer

(Primary Appraisal) yaitu sistem penghargaan yang berkaitan dengan

kesejahteraan, kesehatan, kenyamanan sebagi proses penentuan makna dari sutau

peristiwa yang dialami; 2) Penilaian Sekunder (Secondary Appraisal) yaitu

tahapan evaluasi antara sesama dan lingkungan berdasarkan dari kemampuan

dalam diri/ berdasarkan pada sumber daya yang ada dan penanggulangan stres.

Bentuk evaluasi dalam proses dari penilaian primer dan sekunder, yaitu:

1) Penilaian tidak relevan (Irrelevant), dapat terjadi ketika kejadian yang dinilai

dianggap tidak penting bagi kesejahteraan; 2) Penilaian Positif (Benign Positive),

dapat terjadi ketika menilai kejadian memiliki nilai yang positif dan

menyenangkan; 3) Penilaian Stress, dapat terjadi ketika mengevaluasi kejadian

memiliki dampak yang negatif bagi kesejahteraan di masa yang akan datang

(Panatik, Rajab, Rahman & Rosman, 2012).

Pada penilaian stres meliputi: loss/harm, threat dan challenge. Di

loss/harm, dampak negatif dari yang sudah terjadi. Threat merupakan bahaya atau

kehilangan yang dirasakaan pada kejadian yang belum terjadi tetapi sudah

diantisipasi ditandai dengan emosi negative seperti kecemasan, kemarahan dan

ketakutan. Penilaian challenge, berfokus dari energy yang

bermanfaat/pertumbuhan yang ditandai dengan emosi misalnya gairah, kesenagan

dan bersemangat (Panatik, Rajab, Rahman & Rosman, 2012).

Universitas Sumatera Utara


51

Mekanisme koping dapat dikenali sejak munculnya masalah atau stresor,

hingga dapat memahami dampak dari stresor tersebut. Kemampuan dalam

mengatasi koping tergantung dari persepsi, kognitif , latar belakang budaya atau

norma dan tempramen. Mekanisme koping dapat terbentuk dalam proses belajar

dan mengingat. Belajar yang dimaksud ialah kemapuan dalam menyesuaikandiri

(adaptasi) terhadap pengaruh faktor internal dan eksternal (Nursalam, 2011).

Ketika mekanismme koping berhasil, maka dapat disimpulkan dapat

beradaptasi dan tidak menimbulan gangguan. Dan bila itu terjadi dapat

memunculkan gangguan kesehatan berupa fisik. Psikologis maupun perilaku

(Keliath & Akemat 2010). Sedangkan bila respon gagal terjadi, maka dapat

disimpulkan bahwa dapat mempengaruhi kualitas kinerja dan prestasi. Landasan

teori dijelaskan pada gambar 2.1.

Universitas Sumatera Utara


52

Transactional Model Of Stress And Coping

Person Environment Event Appraisals


Relationship
Person Primary Irrelevant
Appraisal
Benign Positive

Stresful

Secondary
Environment Appraisal

Harm low
Work family
Conflict Threat

Challenge

Problem
Focused
Solving Ambiquity

Coping Disirability

Emotional Controlability
Focudes
Coping

Emotional
Intelligence

Gambar 2.1 Landasan Teori Transactional Model Lazarus & Folkman

Universitas Sumatera Utara


53

Kerangka Konsep

Conceptual models, conceptual frameworks, atau conceptual schemes

tidak memiliki sistem deduktif yang menegaskan dan menjelaskan hubungan antar

konsep. Kerangka konsep memberikan perspektif tentang fenomena yang saling

terkait, tetapi lebih tidak terstruktur daripada kerangka teori dan tidak

menghubungkan konsep-konsep dalam sistem deduktif logis. Konseptual model

dapat berfungsi sebagai penjelas untuk menghasilkan hipotesis (Polit & Beck,

2012).

Sebuah konseptual model atau kerangka konsep secara luas menyajikan

pemahaman tentang suatu fenomena dan mencerminkan pandangan filosofis dari

perancang model. Ada banyak model konseptual keperawatan yang menawarkan

penjelasan luas tentang proses keperawatan. Beberapa penulis menggunakan

istilah model untuk menunjukkan mekanisme yang mewakili fenomena (Polit &

Beck, 2010).

Penyusunan kerangka konsep yang digunakan berdasarkan landasan teori

keperawatan dengan model transaksional Lazarus dan Folkman tentang stres dan

koping terkait work family conflict dan emotional intelligence terhadap kinerja

perawat pelaksana di Rumah Sakit. Adapun kerangka konsep penelitian terdapat

pada gambar 2.2.

Universitas Sumatera Utara


54

Model transaksional Lazarus & Folkman

(STRESS & KOPING )

Work family Conflict

1. Kesenjangan waktu yang


digunakan pada konflik pekerjaan
keluarga (Time based work
interference with family)
2. Kesenjangan waktu yang
digunakan pada keluarga pekerjaan
(Time based family interference
with work)
3. Ketegangan yang terjadi pada
pekerjaan keluarga (Strain based
work interference with family)
4. Ketegangan yang terjadi pada
keluarga pekerjaan (Strain based
family interference with work)
Kinerja
5. Kesenjangan perilaku yang terjadi
pada pekerjaan keluarga (Behavior 1. Pengkajian
based work with family)
2. Diagnosis Keperawatan
6. Kesenjangan perilaku yang terjadi
keluarga pekerjaan (Behavior based 3. Perencanaan Keperawatan
family with work) 4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi Keperawtan
Emotional Intelligence

1. Kesadaran Diri (Self awareness)


2. Pengendalian Diri (Self regulation)
3. Motivasi Diri (Self Motivation)
4. Empati (Emphaty)
5. Kemampuan Sosial (Social skill)
Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara


55

Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah prediksi tentatif tentang adanya hubungan antara dua atau

lebih variabel dalam populasi yang diteliti. Dalam hipotesis penelitian juga

disebut sebagai hipotesis substantif merupakan hubungan pernyataan yang

sebenarnya diharapkan antara variabel. Fungsi hipotesis dalam penelitian

kuantitatif adalah untuk menerjemahkan pertanyaan penelitian menjadi pernyataan

hasil yang diharapkan (Polit & Beck, 2010).

Berdasarkan wacana diatas, maka dihipotesiskan sebagai berikut:

Ha = Terdapat pengaruh Work Family Conflict dan Emotional Intelligence

terhadap kinerja perawat secara signifikan.

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif yang menggunakan deskriptif korelatif dengan pendekatan cross

sectional design untuk mengetahui seberapa erat hubungan antara work family

conflict dan emotional intelligence terhadap kinerja perawat. Dimana penelitian

cross sectional bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena atau untuk

menggambarkan hubungan di antara fenomena pada waktu tertetu. Pengumpulan

data setelah fenomena yang diteliti diambil selama satu periode pengumpulan data

(Polit & Beck, 2012).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. Alasan

peneliti memilih lokasi di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan menjadi lokasi

penelitian didasarkan pada pertimbangan peneliti tertarik tentang fenomena yang

terjadi, untuk mengkaji lebih jauh kinerja pada perawat yang bekerja di rumah

sakit umum daerah tersebut pada ruang rawat inap yang merupakan rumah sakit

type kelas B di kota Medan. Lokasi ruangan digunakan yaitu ruangan rawat inap

berjumlah 21 sehingga memudahkan peneliti melakukan penelitian.

57
Universitas Sumatera Utara
58

Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada bulan

Juni tahun 2019.

Populasi dan Sampel

Populasi

Populasi merupakan suatu komunitas tertentu dari individu ataupun

elemen yang menjadi fokus dari suatu penelitian. Sasaran populasi yaitu seluruh

himpunan individu atau elemen yang memenuhi kriteria sampling (Polit & Beck,

2012). Populasi dalam penelitian ialah perawat pelaksana yang berjenis kelamin

wanita dan dinas di ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada Maret

sebanyak 140 perawat tahun 2019.

Sampel

Sampel merupakan suatu bagian daripada populasi serta data paling dasar

dari unit yang dikumpulkan. Teknik dalam pengambilan sampel yang digunakan

pada penelitian ini adalah dengan teknik total sampling pada perawat wanita

pelaksana yang berdinas di ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

Pada penelitian ini sampel yang digunakan dengan jumlah sebesar 115 responden.

Total sampling merupakan suatu teknik dalam penentuan sampel bila

semua dari anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2011). Sampel

penelitian ini merupakan populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi

sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


59

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakter umum subyek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2012).

Kriteria inklusi dalam penelitian ini, antara lain:

a. Perawat pelaksana berjenis kelamin wanita yang bertugas di

ruang rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

b. Telah menikah dan mempunyai anak

c. Tingkat pendidikan minimal D3 keperawatan

d. Lama bekerja > 2 tahun

e. Perawat yang mempunyai anak dibawah usia 21 tahun

f. BOR rawat inap > 40%

2. Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi merupakan yang hilang atau diluar dari inklusi

subyek karena berbagai sebab (Nursalam, 2012). Kriteria ekslusi, antara

lain:

a. Perawat yang sedang cuti

b. Perawat yang sedang mengikuti pelatihan atau izin belajar

c. Perawat yang sedang OJT (on job trainning)

Metode Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap

persiapan dan tahap pelaksanaan.

Universitas Sumatera Utara


60

Tahap Persiapan

Peneliti menyampaikan surat permohonan penelitian kepada Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara untuk memperoleh surat keterangan

lolos kaji etik. Peneliti juga mengajukan permohonan ijin penelitian kepada

Direktur RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan melalui bagian Sekretariat dan Bagian

Pendidikan dan Latihan (surat terlampir). Setelah memperoleh ijin, peneliti

berkoordinasi dengan Bagian Diklat dan Bidang Keperawatan untuk membuat

daftar responden berdasarkan kategori yang sudah ditentukan. Selanjutnya,

peneliti memperbanyak kuesioner dan mengelompokkan kuesioner dan format

observasi untuk masing-masing unit perawatan.

Khusus untuk format observasi dilakukan penjelasan terlebih dahulu

kepada pengumpul data atau tim observer tentang penelitian dan tujuan penelitian

yang akan dilakukan serta dilakukan persamaan persepsi berkenaan dengan

instrument yang akan digunakan. Tim observer dibentuk oleh peneliti dengan

kriteria yang sudah ditentukan.

Penetapan jenis kegiatan/kompetensi perawat yang akan diobservasi guna

menilai kemampuan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan

diputuskan bersam-sama dengan para kepala ruangan atau clinical instruktur,

yaitu dengan cara mengidentifikasi lima jenis kegiatan keperawatan terbanyak

yang dilakukan oleh perawat di masing-masing ruangan dan mengacu pada

instrument tentang pelaksanaan kegiatan keperawatan (Depkes, 2005).

Universitas Sumatera Utara


61

Persiapan pengumpulan data observasi di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

dilakukan dari tanggal 24 Juni 2019-26 Juni 2019, dan kegiata persamaan persepsi

dilakukan pada tanggal 26 Juni 2019 tentang bagaimana mekanisme pelaksanaan

observasi, penetapan observasi bersama kepala ruangan, penetapan responden

perawat bersama serta dilanjutkan dengan pelaksanaan uji interrater reliability

antara peneliti dengan anggota tim observer.

Tahap Pelaksanaan

a. Pengumpulan data melalui kuesioner

Pengumpulan data melalui kuesioner dilakukan oleh peneliti dengan

langkah-langkah sebagai berikut: peneliti bekerjasama dengan kepala ruangan

mengecek daftar responden yang telah dibuat, menemui responden dan

selanjutnya peneliti menjelaskan tujuan, manfaat dan proses penelitian dimana

untuk pengisian kuesioner membutuhkan kurang lebih waktu 20-30 menit dan

dilaksanakan pada saat waktu istirahat responden. Penelitian meyerahkan

kuesioner dan responde dipersilahkan untuk memahami penelitian yang

dilaksanakan dengan membaca petunjuk penelitian.

Peneliti kemudian mempersilahkan responden untuk menandatangani lebar

persetujuan sebagai pernyataan persetujuan atas keikutsertaan sebagai subyek

penelitian, responden diberi waktu untuk mengisi kuesione dan diperkenankan

kepada responden untuk mengklarifikasi pernyataan yang kurang jelas, setelah

selesai kuesioner dikumpulkan, dan peneliti melakukan pengecekan terhadap

kelengkapan dan kejelasan kuesioner.

Universitas Sumatera Utara


62

Saat peneliti meneukan ada pernyataan yang belum terisi, maka peneliti

segera meminta responden untuk melengkapinya, peneliti mengumpulkan

kuesioner yang telah diisi responden didalam satu berkas; khusus bagi perawat

shift malam, peneliti meminta bantuan kepada kepala ruangan untuk

menyampaikan informasi penelitian dan setelah terisi dicek kembali oleh peneliti

atas kelengkapan jawaban responden.

b. Pengumpulan data melalui observasi

Pengumpulan data melalui observasi dilakukan oleh peneliti dengan

langkah-langkah sebagai berikut: peneliti meyampaikan kepada responden bahwa

akan dilakukan kegiatan observasi tindakan pada 27 Juni 2019-04 Juli 2019,

peneliti juga menyampaikan kegiatan observasi dilakukan terhadap lima

kompetensi responden yang telah disepakati bersama kepala ruangan ditahap

persiapan, kegiatan observasi dilakukan oleh tim observer yang telah ditugaskan

dengan menggunakan instrument observasi sebanyak lima kali setiap kompetensi

tanpa sepengetahuan respoden yang bersangkutan: peneliti mengumpulkan

instrument penelitian observasi kinerja perawat dari masing-masing observer

dalam satu berkas.

Universitas Sumatera Utara


63

Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji Validitas

Uji Validitas adalah sejauhmana instrumen mendapatkan hasil secara

valid. Validitas berkaitan erat dengan kesimpulan tentang pengaruh variabel

independen dengan variabel dependen. Alat ukur yang tidak diandalkan tidak

dapat menjadi valid. Instrumen tidak dapat secara sah mengukur suatu penelitian

jika tidak akurat. Sebuah instrumen dapat diandalkan, namun belum tentu valid.

Keandalan yang tinggi dari suatu instrumen tidak memberikan bukti

keabsahannya dan keandalan pengukuran yang rendah memberikan bukti validitas

rendah (Polit & Beck, 2010).

Peneliti dapat melanjutkan untuk menguji hipotesis yang sebenarnya, data

harus terlebih dahulu dianalisis untuk menentukan apakah instrumen berfungsi

dan mendapat hasil memuaskan. Prosedur yang dilakukan adalah content validity

index (CVI) yang berguna mengevaluasi kaitan dari item yang diukur oleh

peneliti. Para ahli diberikan penyataan dan dimohon masukannya mengenai

kuesioner work family conflict, emotional intelligence dan kinerja perawat.

Content validity index (CVI) yaitu evaluasi dengan tenaga ahli dari tiap

keterikatan item. Nilai content validity index (CVI) yang dipertimbangkan yaitu ≥

0,80 dan 0,90 merupakan nilai yang dianjurkan sebagai standar yang baik (Polit &

Beck, 2012).

Universitas Sumatera Utara


64

Pada uji validitas dilakukan oleh tiga orang yang expert dalam bidang

keperawatan yang merupakan lulusan S2 dan S3 yaitu Jenny Marlindawani,

S.Kp., MNS., PhD, Achmad Fathi, S.Kep., MNS., MNS, dan Roslina, S.KM.,

Ns., M.Kep. Para Expert dapat menganalisa dan menilai pada kuesioner penelitian

tentang work family conflict, emotional intelligence dan kinerja perawat

pelaksana.

Uji validitas dilakukan dengan empat item sebagai penilaiannya yaitu

relevan (Relevan), kejelasan (Clarity), kesederhanaan (Simplicity), ambiguitas

(Ambiguity), pada item dinyatakan dalam 4 poin skala yaitu 1= item tidak relevan,

2=item perlu banyak revisi, 3=item relevan tetapi perlu sedikit revisi, 4=item

sudah relevan. Item dengan nilai 1 dan nilai 2 dihapus sedangkan pada item

dengan nilai 3 dan 4 dapat digunakan sebagai instrument pernyataan kuesioner

penelitian. Kuesioner work family conflict terdiri dari 18 item pernyataan,

emotional intelligence terdiri dari 30 item pernyataan dan kinerja perawat

pelaksana terdiri dari 25 item pernyataan.

Setelah proses revisi, semua item variabel dapat digunakan. Hasil CVI

instrumen dari ketiga Expert untuk variabel work family conflict adalah 0,95,

variabel emotional intelligence adalah 0,94 dan variabel kinerja perawat pelaksana

adalah 0,95. Maka instrumen work family conflict dengan 18 item pernyataan,

emotional intelligence dengan 30 item pernyataan , dan kinerja perawat pelaksana

dengan 25 item pernyataan dinyatakan Acceptable dan layak dilanjutkan Pilot

Study.

Universitas Sumatera Utara


65

Berdasarkan dari hasil uji validitas yang telah dilakukan di lapangan

dengan menggunakan cara SPSS dimana variabel work family conflict, emotional

intelligence dan kinerja perawat terdapat ada hasil korelasi, yaitu semua item

mempunyai korelasi > 0,361 maka dapat dikatakan bahwa item alat ukur tersebut

valid dan dapat digunakan dalam melakukan pengumpulan data penelitian, dapat

dilihat pada tabel 3.1 :

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas Variabel Work Family Conflict, Emotional
Intelligence dan Kinerja Perawat

No Variabel Corrected Item-Total Keterangan


Correlation
Work Family
1 Conflict
Item1 .955 Valid
Item2 .852 Valid
Item3 .849 Valid
Item4 .920 Valid
Item5 .684 Valid
Item6 .907 Valid
Item7 .925 Valid
Item8 .665 Valid
Item9 .834 Valid
Item10 .878 Valid
Item11 .929 Valid
Item12 .915 Valid
Item13 .933 Valid
Item 14 .950 Valid
Item 15 .916 Valid
Item16 .909 Valid
Item 17 .957 Valid
Item 18 .681 Valid
Emotional
2 Intelligence
Item1 .924 Valid
Item2 .891 Valid
Item3 .816 Valid
Item4 .947 Valid
Item5 .625 Valid
Item6 .827 Valid
Item7 .889 Valid
Item8 .625 Valid
Item9 .836 Valid

Universitas Sumatera Utara


66

No Variabel Corrected Item-Total Keterangan


Correlation
Item10 .941 Valid
Item11 .912 Valid
Item12 .835 Valid
Item 13 .900 Valid
Item14 .941 Valid
Item15 .861 Valid
Item16 .935 Valid
Item17 .818 Valid
Item18 .752 Valid
Item19 .928 Valid
Item20 .596 Valid
Item21 .882 Valid
Item22 .919 Valid
Item23 .630 Valid
Item24 .838 Valid
Item25 .934 Valid
Item26 .909 Valid
Item27 .826 Valid
Item28 .959 Valid
Item29 .968 Valid
Item30 .875 Valid

Kinerja Perawat
Item1 .754 Valid
Item2 .503 Valid
Item3 .636 Valid
Item4 .624 Valid
Item5 .504 Valid
Item6 .673 Valid
Item7 .708 Valid
Item8 .706 Valid
Item9 .874 Valid
Item10 .745 Valid
Item11 .746 Valid
Item12 813 Valid
Item13 .708 Valid
Item14 .870 Valid
Item15 .920 Valid
Item16 .783 Valid
Item17 .874 Valid
Item18 .501 Valid
Item19 .861 Valid
Item20 .860 Valid

Universitas Sumatera Utara


67

Uji Reliabilitas

Reliabilitas dapat diartikan sebagai stabilitas, konsistensi, atau keandalan

dari sebuah pengukuran. Sebuah instrumendapat diandalkan sejauh mana

tindakannya mencerminkan skor benar, seperti sejauh mana kesalahan pengukuran

dari skor yang diperoleh. Ukuran yang dapat diandalkan memaksimalkan

komponen skor benar dan meminimalkan kesalahan. Kesalahan pengukuran akan

berpengaruh pada keakuratan instrumen dan mempengaruhi konsistensinya (Polit

& Beck, 2012). Eisingerich dan Rubera (2010) menyatakan dalam penelitiannya

bahwa uji keandalan untuk uji reliabilitas dapat menggunakan Cronbach’s alpha

dengan nilai tingkat keandalan minimum adalah 0,70.

Hasil CVI pada instrumen yang sudah valid akan diuji coba (uji reliabel)

untuk mengetahui apakah sebuah instrumen tersebut handal atau tidak. Pengujian

instrumen dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. Uji coba kuesioner

diberikan kepada 30 perawat pelaksana yang dinas di ruang rawat inap. Peneliti

menjelaskan kuesioner yang diberikan sehingga responden mengerti dalam

mengisi kuesioner penelitian, dan apabila ditemukan ketidak jelasan maka

responden diharapkan untuk mengklarifikasi kuesioner yang tidak jelas, kemudian

semua kuesioner kembali kepada peneliti dengan lengkap dan terisi sesuai dengan

yang diharapkan oleh peneliti dengan lama waktu dalam pengisian kuesioner

selama 2 hari.

Berdasarkan dari hasil uji reliabilitas variabel work family conflict,

emotional intelligence dan kinerja perawat terlihat nilai Cronbach’s Alpha> 0,7

maka kuesioner tersebut dikatakan reliabel, dapat dilihat pada tabel 3.2:

Universitas Sumatera Utara


68

Tabel 3.2. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Work Family Conflict, Emotional
Intelligence dan Kinerja Perawat

No Variabel Cronbach’s Alpha Keterangan


1 Work Family Conflict 0,983 Reliabel
2 Emotional Intelligence 0,988 Reliabel
3 Kinerja Perawat 0,961 Reliabel

Defenisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel

Definisi operasional dari satu konsep menentukan apa yang perlu

dilaksanakan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang diperlukan tentang

konsep tertentu. Definisi operasional harus selaras dengan definisi konseptual

(Polit & Beck, 2012).

Penelitian ini memiliki tiga variabel yang diteliti, yaitu work family

conflict, emotional intelligence dan kinerja kerja perawat. Variabel yang terdapat

dalam penelitian terdiri dari: (1) variabel bebas (independent) yaitu work family

conflict, emotional intelligence dan (2) variabel terikat (dependent) yaitu kinerja

perawat. Adapun defenisi operasional dari variabel tersebut akan dijelaskan pada

table 3.3.

Tabel 3.3 : Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Dimensi Indikator Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur

Independ Suatu konflik yang Konflik 1. Kesenjangan 55 – 90 = Interval


en: dialami responden Pekerjaan waktu yang WFC tinggi
Work akibat peran ganda Keluarga digunakan pada
Family sebagai ibu rumah
(Work to konflik pekerjaan 18 – 54 =
Conflict tangga dan sebagai
perawat family terhadap keluarga WFC rendah
conflict) (Time based work
interference with
family) (dapat
dilihat pada
pernyataan
nomor 1,2, dan 3)
2. Ketegangan yang
terjadi pada

Universitas Sumatera Utara


69

Variabel Defenisi Dimensi Indikator Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur

pekerjaan
terhadap keluarga
(Strain based
work interference
with family)
(dapat dilihat
pada pernyataan
nomor 7,8, dan 9)
3. Kesenjangan
perilaku yang
terjadi pada
pekerjaan
terhadap keluarga
(Behavior based
work interference
with family)
(dapat dilihat
pada pernyataan
nomor 13,14, dan
15)

1. Kesenjangan
Konflik waktu yang
Keluarga digunakan pada
Pekerjaan keluarga terhadap
(Family to pekerjaan (Time
work conflict) based family
interference with
work) (dapat
dilihat pada
pernyataan
nomor 4,5, dan 6)
2. Ketegangan yang
terjadi pada
pekerjaan
terhadap keluarga
(Strain based
work interference
with family)
(dapat dilihat
pada pernyataan
nomor 10,11, dan
12)
3. Kesenjangan
perilaku yang
terjadi pada
pekerjaan
terhadap keluarga
(Behavior based

Universitas Sumatera Utara


70

Variabel Defenisi Dimensi Indikator Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur

work
intereference
with family)
(dapat dilihat
pada pernyataan
nomor 16,17, dan
18)
Emotion
al
Intelligen Kemampuan Pengenalan 1. Pengambilan 91 – 150 = Interval
responden untuk Diri (Self keputusan sendiri EI tinggi
ce
mengendalikan Awareness) 2. Realitas
emosioal dalam kemampuan diri 30 – 90 = EI
menghadapi 3. Kepercayaan diri rendah
tantangan dalam yang kuat
melakukan asuhan (Dapat dilihat pada
keperawatan pernyataan nomor
1,2,3,4,5,6 dan 7)

1. Mengendalikan
Pengendalian
Diri (Self
emosi
Regulation) 2. Peka terhadap
kata hati
3. Mampu menunda
kenikamatan
sebelum tercapai
sasaran
4. Pulih dari
tekanan emosi
(Dapat dilihat pada
pernyataan nomor
8,9,10,11,12,13,14,
dan 15)

1. Menggerakkan
Motivasi diri hasrat yang
(Self paling dalam
Motivation) menuju sasaran
2. Berinisiatif untuk
bertindak
3. Mampu
menghadapi
kegagalan dan
rasa frustasi
(Dapat dilihat pada
pernyataan nomor
16,17,19,20,21,22,

Universitas Sumatera Utara


71

Variabel Defenisi Dimensi Indikator Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur

dan 23).
1. Memahami
Empati perasaan orang
(Emphaty) lain
2. Menanggapi
perspektif orang
lain
3. Fokus pada
tujuan
4. Mampu pulih dari
tekanan emosi
5. Sama-sama
percaya
6. Mampu
bersosialisasi
dengan beraneka
ragam budaya
(Dapat dilihat pada
pernyataan nomor
24,25, dan 26)

1. Mengontrol emosi
saat berinteraksi
Kemampuan
Sosial (Social
2. Bijaksana dalam
Skill) menanggapi situasi
dan media sosial
3. Dapat membaca
situasi
4. Mampu
beradaptasi dengan
media sosial
5. Mampu
bersosialisasi
6. Memanfaatkan
keterampilan
dalam
menyelesaikan
masalah
7. Dapat memimpin
musyawarah
8. Mampu
bekerjasama
secara tim
(Dapat dilihat pada
pernyataan nomor
27,28,29 dan 30)

Universitas Sumatera Utara


72

Variabel Defenisi Dimensi Indikator Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur

Depende Hasil kerja yang Pengkajian 1. Anamnesis 19 – 20 = Nominal


n: mencerminkan 2. Observasi kinerja baik,
Kinerja kemampuan yang 3. Pemeriksaan fisik
dicapai oleh 4. Pemeriksaan 1 – 18 =
responden dalam
penunjang kinerja tidak
melakukan asuhan
keprawatan (Dapat dilihat pada baik,
pernyataan nomor
1,2,3, dan 4)

Diagnosis 1. Analisis data


Keperawatan 2. Interpretasi data
3. Identifikasi
masalah
4. Perumusan
diagnosis
keperawatan
(Dapat dilihat pada
pernyataan nomor
5,6,7 dan 8)
Perencanaan 1. Penetapan
Keperawatan
prioritas masalah
2. Tujuan dan
rencana tindakan
keperawatan
(Dapat ilihat pada
pernyataan nomor
9,10,11, dan 12)
Implementasi 1. Bekerjasama
Keperawatan
dengan pasien
dalam
melaksanakan
tindakan
keperawatan
2. Kolaborasi
dengan tim
kesehatan lain
3. Melakukan
tindakan
keperawatan
untuk mengatasi
masalah pasien
4. Memberikan
pendidikan
kesehatan kepada
pasien dan
keluarga
mengenai konsep

Universitas Sumatera Utara


73

Variabel Defenisi Dimensi Indikator Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur

sehat
(Dapat dilihat pada
pernyataan nomor
13,14,15, dan 16)
Evaluasi
Keperawatan 1. Menyusun
perencanaan
evaluasi hasil dan
intervensi secara
komprehensif
2. Tepat waktu dan
terus menerus
3. Menggunakan
data dasar dan
respons pasien
dalam mengukur
perkembangan ke
arah pencapaian
tujuan
4. Melakukan
validasi
5. Menganalisis
data baru dengan
teman sejawat
6. Bekerjasama
dengan pasien
dan keluarga
untuk
memodifikasi
rencana asuhan
keperawatan
7. Melakukan
pendokumentasia
n hasil evaluasi
8. Memodifikasi
perencanaan
(Dapat dilihat dari
pernyataan nomor
17,18,19, dan 20)

Metode Pengukuran

Instrumen pengukuran data pada penelitian memanfaatkan kuesioner

dengan pernyataan yang positif berdasarkan item work family conflict dan

emotional intelligence terhadap kinerja perawat.

Universitas Sumatera Utara


74

1. Kuesioner work family conflict

Kuesioner work family conflict adalah instrumen yang modifikasi dari

penelitian Stephens and Sommer (1996) dan Dawn S. Carlson (2000) dimana

telah divalidasi dengan baik ( lebih besar dari 0,361) untuk mengukur work family

conflict berdasarkan model yang ditetapkan. Kuesioner terdiri dari 18 pernyataan

positif yang merupakan skala dari 6 dimensi, yang terdiri time based work

interference with family, time based family interference with work, strain based

work interference with family, strain based family interference with work,

behavior based work interference with family dan behavior based family

interference with work. Peneliti menerapkan skala Likert yang terdiri atas 5

pilihan jawaban pada SS (sangat setuju) nilai 5, S (setuju) nilai 4, KS (kurang

setuju) nilai 3, TS (tidak setuju) nilai 2, dan STS (sangat tidak setuju) nilai 1.

. Kuesioner work family conflict diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia

dan dilakukan penyesuaian dengan kondisi perawat Indonesia.

2. Kuesioner emotional intelligence

Kuesioner emotional intelligence modifikasi dari penelitian Goleman

(2016) juga skala yang telah divalidasi dengan baik ( lebih besar dari 0,361) untuk

mengukur work family conflict berdasarkan model yang ditetapkan. Kuesioner

terdiri 30 pernyataan positif yang merupakan skala dari 6 dimensi, yang terdiri

self awareness, self regulation, self motivation, emphaty, dan social skill.

Peneliti menerapkan skala Likert yang terdiri atas 5 pilihan jawaban pada

pernyataan positif SS (sangat setuju) nilai 5, S (setuju) nilai 4, KS (kurang setuju)

nilai 3, TS (tidak setuju) nilai 2, dan STS (sangat tidak setuju) nilai 1.

Universitas Sumatera Utara


75

3. Kuesioner kinerja perawat

Kuesioner kinerja modifikasi dari penelitian Mangkunegara (2006) juga

skala yang telah divalidasi dengan baik ( lebih besar dari 0,419) untuk mengukur

work family conflict berdasarkan model yang ditetapkan. Kuesioner terdiri 22

pernyataan positif yang merupakan skala dari 5 dimensi, yang terdiri dari

pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi

keperawatan dan evaluasi keperawatan. Peneliti menerapkan skala Likert yang

terdiri atas 4 pilihan jawaban pada pernyataan positif yaitu : dilakukan / Ya nilai 1

dan tidak dilakukan / Tidak nilai 0.

Metode Analisa Data

Analisa Univariat

Statistik univariat adalah tata cara yang digunakan dalam menganalisa

suatu variabel yang bermanfaat dalam mendeskripsikan suatu hasil penelitian.

Analisa ini berguna untuk menguji frekuensi atau rata-rata nilai yang terdapat

pada variabel (Polit & Beck, 2012). Hal ini dibuat untuk memperoleh gambaran

spesifikasi responden, gambaran pada setiap variabel independen yaitu work

family conflict dan emotional intelligence dan variabel dependen yaitu kinerja

perawat dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Universitas Sumatera Utara


76

Analisa Bivariat

Analisa bivariat merupakan analisa yang digunakan dengan

menghubungan dua atau lebih dari satu variabel penelitian. Analisa bivariat

menggunakan uji chi square yang bertujuan untuk mengetahui kaitan antara kedua

variabel dengan skala ukur interval (Polit & Beck, 2010). Analisis bivariat

dilakukan untuk melihat seberapa erat hubungan variabel independen work family

conflict dan emotional intelligence terhadap variabel dependen kinerja perawat

dan seberapa erat hubungan variabel independen work family conflict dan

emotional intelligence terhadap kinerja pada perawat pelaksana di ruangan rawat

inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Analisa Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk menganalisis pengaruh moral distress

dan work engagement terhadap kinerja perawat di bagian rawat inap di RSUD Dr.

Pirngadi Kota Medan dan faktor yang dominan mempengaruhi terjadap kinerja

perawat dengan menggunakan uji statistik Regresi Logistik Ganda menggunakan

model prediksi dan step enter.

Alasan pemilihan uji statistik dengan menggunakan uji Regresi Logistik

Ganda pada analisis multivariat adalah :

1. Variabel bebas berskala ordinal (kategori) dan > 1 variabel

2. Variabel terikat berskala ordinal dan 1 variabel dan dikotomi.

Rumus Regresi Logistik Ganda sebagai berikut :

1
f (Z) =
1 + e –(α + β1X1 + β2X2 + .............. + βkXk

Universitas Sumatera Utara


77

Keterangan :
f(Z) = Peluang terjadinya efek
α = Konstanta
e = Bilangan natural
β = Koefisien regresi
x = Variabel bebas

Pengolahan Data

Menurut Polit dan Beck (2012) data yang dikumpulkan melalui lembar

kuesioner dalam penelitian akan diolah melalui empat tahapan data. Hal pertama

yang dilakukan adalah Coding, Coding adalah proses mengubah data menjadi

simbol dan biasanya berbentuk angka. Kode pada proses coding diperlukan untuk

setiap variable pada setiap sampel dan data dipindahkan dalam bentuk file melalui

entry keyboard yang dinamakan entri data. Tahap kedua selanjutnya adalah

entridata, entri data adalah proses yang membutuhkan verifikasi dan pembersihan

data dengan memasukkan data kedalam komputer untuk dianalisa. Pembersihan

data melibatkan pemeriksaan untuk nilai yang tidak dijawab dengan benar dan di

luar dari kisaran nilai normal.

Entri data rentan terhadap kesalahan sehingga sangat penting untuk

verifikasi dan memperbaiki kesalahan. Tahap ketiga adalah verifikasi, verifikasi

dirancang untuk melakukan perbandingan selama entri data berlangsung. Data

yang terverifikasi perlu dibersihkan. Verifikasi digunakan untuk membandingkan

nomor pada hasil data dengan kode asli dan lainnya yang merupakan penggan

daan data. Tahap terakhir dalam pengumpulan data adalah cleaning data, cleaning

data yang merupakan kegiatan pengecekan data dengan melakukan pemeriksaan

kembali pada data yang dientridan mengecek apakah ada kesalahan atau tidak

(Polit & Beck, 2012).

Universitas Sumatera Utara


78

Pertimbangan Etik

Proses dalam melakukan penelitian, peneliti harus memperhatikan prinsip-

prinsip dasar etik penelitian yang terdiri dari respect for human dignity, justice

dan beneficience (Polit & Beck, 2012). Pertimbangan etik terkait pada penelitian

dibuat dengan persetujuan dari komite etik penelitian kesehatan Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara, antara lain:

1. Beneficience (Asas Manfaat)

Yaitu prinsip etik yang paling mendasar, dimana harus menghindari segala

macam resiko yang dapat menyebabkan kerugian dan dapat mengoptimalkan

kegunaan bagi responden (Polit & Beck, 2012).

2. Bebas dari kerugian dan ketidaknyamanan

Peneliti memiliki kewajiban dalam menghindari dengan mencegah

kerugian dan kesejahteraan secara fisik, emosional, sosial serta keuangan

responden (Polit & Beck, 2012). Peneliti terlebih dahulu meminta persetujuan

(informed concent) dari responden.

3. Bebas dari eksploitasi

Bagi responden yang terlibat penelitian mendapat jaminan bahwa

keikutsertaan, informasi serta data digunakan tidak akan memberikan kerugian

pada responden di masa yang akaan datang (Polit& Beck, 2012). Peneliti juga

memberikan penjelasan kepada responden atau perawat bahwa informasi dan data

yang diberikan hanya untuk kepentingan penelitian dan hasil yang didapatkan

digunakan untuk peningkatan kepentingan pelayanan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


79

4. Asas menghargai hak asasi manusia (respect for human dignity)

Hak untuk membuat keputusan (the right to self determination). Responden

dalam suatu penelitian mempunyai otonomi dalam menetapkan aktifitas yang

dilakukan artinya bahwa responden tetap memiliki hak dalam memutuskan

berpartisipasi pada penelitian atau tidak serta dapat menarik diri dari proses

selama penelitian berlangsung tanpa adanya rasa khawatir mendapatkan sanksi

atau tuntutan hukum, bebas dari paksaan serta ancaman (Polit & Beck, 2012).

Dalam proses penelitian berlangsung, peneliti sangat menghargai dan menerima

semua keputusan dari perawat selama menjadi responden dalam penelitian.

5. Hak untuk memperoleh informasi (the right to full disclosure)

Proses dalam penelitian responden mempunyai hak dalam membuat suatu

keputusan serta mendapatkan informasi terkait penelitian yang akan menjadi dasar

penting dalam informed concent (Polit & Beck, 2012). Di awal penelitian peneliti

menyampaikan penjelasan tentang penelitian yang akan diikuti oleh responden

atau perawat, setelah penjelasan perawat diberikan kesempatan untuk bertanya

serta memutuskan apakah perawat dapat terlibat dalam penelitian.

6. Hak untuk mendapatkan tindakan yang adil (the right to fair treatment)

Pada prinsip dalam penelitian akan memandang secara adil dalam

menentukan responden berdasarkan klasifikasi sampel dan tidak berdasarkan

maksud atau posisi tertentu. Responden diberlakukan sama dengan tidak adanya

unsur deskriminasi sehingga dapat menghargai budaya, sosial ekonomi dan

budaya responden (Polit & Beck, 2012).

Universitas Sumatera Utara


80

Pada aplikasi penelitian kriteria sampel telah diidentifikasi terlebih dahulu

sehingga perawat yang dipilih adalah perawat yang memang memenuhi kriteria

inklusi yang telah ditetapkan.

7. Hak untuk mendapatkan privasi (the right to privacy)

Responden mempunyai hak dalam mengajukan pertanyaan mengenai data

atau informasi dirinya untuk dijaga kerahasiaannya (Polit & Beck, 2012). Peneliti

menghargai privasi responden atau perawat untuk menjaga privasi tersebut pada

lembar pengumpulan data perawat tidak perlu mencantumkan nama.

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

HASIL PENELITIAN

Analisis Univariat

Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan, berdiri pada 11

Agustus 1928 masa Pemerintah Kolonial Belanda dengan motto Aegroti Salus Lex

Suprema yang artinya kepentingan penderita yang harus diutamakan. RSUD Dr.

Pirngadi Kota Medan merupakan rumah sakit tipe B di Kota Medan terletak Prof.

H. M. Yamin, SH, No. 47 Medan. RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan diserahkan

kepemilikannya dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kepada pemerintah

Kota Medan pada tanggal 27 Desember 2001, sejalan dengan pelaksanaan

otonomi daerah. Dengan pengurusan diserahkan ke pemerintah kota Medan maka

RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan merupakan salah satu rumah sakit rujukan dari

seluruh puskesmas di kota Medan.

Keputusan Menteri Kesehatan RI pada tanggal 10 April 2007 dengan

Nomor: 443/Menkes/SK/IV/2007 menyatakan bahwa RSUD Dr. Pirngadi Kota

Medan selain dapat memberikan dan menyelenggarkan sebagai pelayanan

kesehatan masyarakat, RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan juga menjadi tempat

pendidikan bagi calon-calon tenaga kesehatan dimana dari Badan Pelayanan

Kesehata, sehingga RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan menjadi Rumah Sakit

Pendidikan. Jumlah perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada tahun 2019

sebanyak 196 tenaga pelaksana status kepegawaian PNS maupun Non PNS.

Kualifikasi pendidikan mulai dari DIII Keperawatan, dan Ners.

81
Universitas Sumatera Utara
82

Desripsi Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian meliputi usia, pendidikan, masa

kerja dan status kepegawaian, dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di RSUD Dr. Pirngadi
Kota Medan, 2019 (n=115)

No Karakteristik frekuensi %
Usia
1 <21 tahun 3 2,6
2 21-30 tahun 39 33,9
3 31-40 tahun 45 39,1
4 41-50 tahun 27 23,5
5 >50 tahun 1 0,9
Total 115 100,0
Pendidikan
1 D3 Keperawatan 73 63,5
2 Ners 42 36,5
Total 115 100.0
Masa Kerja
1 1-5 tahun 54 46,9
2 6-10 tahun 22 19,1
3 >10 tahun 39 33,9
Total 115 100,0

Berdasarkan tabel diatas, data dari karakteristik responden RSUD

Dr. Pirngadi Medan, yaitu :

Usia

Berdasarkan Tabel 4.1, diperoleh bahwa karakteristik perawat pelaksana

RSUD Dr. Pirngadi Medan usia perawat pelaksana lebih banyak dengan usia 31-

40 tahun sebesar 39,1% dan minimum dpada usia >50 tahun sebesar 0,9%. Bahwa

mayoritas perawat RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan masih tergolong usia produktif

dan prima. Dengan jumlah usia produktif yang ada dapat menjadi modal dasar bagi

rumah sakit untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan.

Universitas Sumatera Utara


83

Pendidikan

Berdasarkan Tabel 4.1, diperoleh bahwa karakteristik tingkat pendidikan

perawat pelaksanadengan D III Keperawatan sebanyak 63,5%. Sebagai tenaga

professional, profesi keperawatan dituntut memiliki kemampuan moral,

interpersonal kemampuan teknis dan intelektual. Dengan meningkatkan kualitas

perawat melalui pendidikan lannjutan pada program pendidikan Ners

(Nursalam,2012).

Lama Bekerja

Berdasarkan Tabel 4.1, masa kerja pada perawat RSUD Dr. Pirngadi Kota

Medan dapat dikelompokkan 3 (tiga) kategori. Dikatakan masa kerja rendah bila

1–5 tahun dan tertinggi bila > 10 tahun. Jumlah perawat pelaksana dominan pada

kategori 1–5 tahun yaitu sebesar 54 orang (46,9%) dan minimum selama 6–10

tahun sebesar 22 orang (19,1%). Dikatakan oleh Nursalam (2012), bahwa semakin

tinggi masa kerja yang dimiliki perawat maka semakin banyak pengalaman

perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dengan standar. Lama kerja ≥5

tahun yang dimiliki lebih dari setengah jumlah seluruh responden menjadi modal

dasar bagi rumah sakit untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan.

Desripsi Variabel Penelitian

Analisis univariat dilakukan pada penelitian meliputi: work family conflict,

emotional intelligence dan kinerja perawat dan dapat dilihat di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara


84

Work Family Conflict


Untuk melihat work family conflict pada perawat pelaksana RSUD
Dr. Pirngadi Kota Medan disusun sebanyak 18 pertanyaan dan dapat dijabarkan
pada Tabel 4.2:
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Work Family Conflict Pada Perawat Pelaksana
di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan, 2019 (n=115)

Jawaban
No Work Family Conflict STS TS KS S SS
f % f % f % f % f %
Kesenjangan waktu yang
digunakan pada konflik
pekerjaan terhadap keluarga
(Time based work interference
with family)
1 Pekerjaan saya menyebabkan 5 4,3 22 19,1 33 28,7 29 25,2 2622,6
timbulnya ketegangan dalam
hubungan saya dengan keluarga.
2 Waktu yang harus saya luangkan 6 5,2 19 16,5 40 34,8 21 18,3 2925,2
untuk pekerjaan menjadikan saya
tidak dapat berpartisipasi dalam
kegiatan dan tanggungjawab
keluarga
3 Saya harus kehilangan kegiatan 3 2,6 23 20,0 32 27,8 31 27,0 26 22,6
dengan keluarga karena banyak
menghabiskan waktu pada
pekerjaan.
Kesenjangan waktu yang
digunakan pada keluarga
terhadap pekerjaan (Time based
family interference with work)
4 Waktu untuk keluarga sering 8 7,0 25 21,7 31 27,0 20 17,4 34 29,6
mengganggu pekerjaan saya
5 Waktu untuk keluarga 11 9,6 15 13,0 28 24,3 38 33,0 23 20,0
menyebabkan saya kurang
memiliki waktu yang maksimal di
tempat kerja yang seharusnya dapat
meningkatkan karir saya.
6 Waktu untuk keluarga sering 4 3,5 27 23,5 31 27,0 22 19,1 31 27,0
mengganggu pekerjaan saya
Ketegangan yang terjadi pada
pekerjaan terhadap keluarga
(Strain based work interference
with family)
7 Ketika pulang kerja, saya sering 3 2,6 24 20,9 38 33,0 27 23,5 23 20,0
terlalu lelah untuk dapat
berpartisipasi dalam keluarga
8 Tenaga saya sering terkuras ketika 11 9,6 20 17,4 27 23,5 32 27,8 25 21,7
pulang kerja yang mengakibatkan

Universitas Sumatera Utara


85

Jawaban
No Work Family Conflict STS TS KS S SS
f % f % f % f % f %
saya tidak berpartisipasi lagi dalam
kegiatan keluarga
9 Dikarenakan tekanan di tempat 7 6,1 18 15,7 33 28,7 29 25,2 28 24,3
kerja, setelah sampai di rumah saya
sering terlalu stress untuk
melakukan apa yang dapat saya
senangi.
Ketegangan yang terjadi pada
keluarga terhadap pekerjaan
(Strain based family interference
with work)
10 Dikarenakan stress dirumah, saya 5 4,3 26 22,6 31 27,0 23 20,0 30 26,1
sering disibukkan dengan urusan
keluarga di tempat pekerjaan
11 Dikarenakan sering stress akibat 10 8,7 25 21,7 24 20,9 26 22,6 30 26,1
tanggungjawab keluarga
mengakibatkan saya susah untuk
berkonsentrasi dalam pekerjaan
12 Dikarenakan sering mangalami 7 6,1 24 20,9 20 17,4 34 29,6 30 26,1
konflik dari kehidupan keluarga
sering melemahkan kemampuan
saya dalam melakukan pekerjaan
Kesenjangan perilaku yang
terjadi pada pekerjaan terhadap
keluarga (Behavior based work
interference with family)
13 Strategi pemecahan masalah yang 8 7,0 26 22,6 22 19,1 26 22,6 33 28,7
diterapkan di pekerjaan tidak
efektif untuk pemecahan masalah
di rumah
14 Sikap yang efektif dan penting bagi 7 6,1 24 20,9 24 20,9 26 22,6 31 27,0
saya di pekerjaan akan
meningkatkan kegagalam dalam
penyelesaian di rumah
15 Sikap yang saya selalu praktikkan 10 8,7 23 20,0 23 20,0 29 25,2 30 26,1
efektif dalam membantu masalah
di pekerjaan, tetapi tidak efektif
untuk menjadikan saya sebagai
orangtua atau pasangan yang lebih
baik.
Kesenjangan perilaku yang
terjadi keluarga terhadap
pekerjaan (Behavior based family
interference with work)
16 Perilaku yang efektif saya 4 3,5 20 17,4 26 22,6 35 30,4 30 26,1
praktikkan di rumah nampaknya
tidak efektif di pekerjaan saya.
17 Sikap yang efektif dan penting bagi 9 7,8 26 22,6 28 24,3 26 22,6 26 22,6
saya di rumah akan menyebabkan

Universitas Sumatera Utara


86

Jawaban
No Work Family Conflict STS TS KS S SS
f % f % f % f % f %
kegagalan dalam menyelesaikan
masalah di pekerjaan
18 Strategi pemecahan masalah yang 9 7,8 19 16,5 26 22,6 37 32,2 24 20,9
bermanfaat di rumah tidak berguna
di tempat kerja

Berdasarkan tabel diatas, bahwa perawat yang sangat setuju terhadap

waktu untuk keluarga sering mengganggu pekerjaan adalah sebesar 34 orang

(29,6%). Menunjukkan bahwa perawat pelaksana RSUD Dr. Pirngadi Kota

Medan mengalami masalah waktu dalam melakukan pekerjaan dimana seorang

istri dan ibu yang bekerja harus tetap menjaga dan memperhatikan kebutuhan

keluarganya. Sebaliknya, perawat yang sangat tidak setuju bahawa tenaga sering

terkuras ketika pulang kerja yang mengakibatkan tidak dapat berpartisipasi lagi

dalam kegiatan keluarga adalah sebesar 11 orang (9,6%). Hal ini menunjukkan

bahwa walaupun dengan sepenuhnya menjalankan tugas sebagai juru rawat

namun masih tetap dapat berpartisipasi dalam keluarga.

Hasil pengukuran work family conflict pada perawat pelaksana di RSUD

Dr. Pirngadi Kota Medandikategorikan seperti Tabel 4.3

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Kategori Work Family Conflict Pada Perawat Pelaksana
di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan, 2019 (n=115)

No Kategori Work Family Conflict F %


1 Tinggi 80 69,6
2 Rendah 35 30,4
Total 115 100,0

Universitas Sumatera Utara


87

Berdasarkan perolehan di atas bahwa work family conflict perawat

pelaksana RSUD Dr. Pirngadi Medan dominan dengan kategori tinggi yaitu

sejumlah 80 orang (69,6%). Work family conflict rendah adalah disebabkan dimana

perawat mampu mengatur dan menyesuaikan peran sebagai istri, ibu dan profesi

sebagai perawat dalam melakukan tindakan keperawatan dan menjadikan tugas

yang sulit sebagai tantangan dalam proses bekerja.

Emotional Intelligence

Untuk melihat emotional intelligence pada perawat di RSUD Dr. Pirngadi

Medan disusun sebanyak 30 pertanyaan dan dapat dijabarkan Tabel 4.4:

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Emotional Intelligence Pada Perawat Pelaksana
di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan, 2019 (n=115)

Jawaban
No Emotional Intelligence STS TS KS S SS
f % f % f % f % f %
Pengenalan Diri (Self awareness)
1 Saya menyadari berbagai perasaan 24 20,9 32 27,8 32 27,8 11 9,6 16 13,9
positif maupun negatif dalam diri
saya.
2 Saya dapat mengenali kelebihan 5 4,3 53 46,1 35 30,4 12 10,4 10 8,7
dan kelemahan yang dimiliki oleh
rekan kerja saya.
3 Saya mempunyai keyakinan bahwa 9 7,8 32 27,8 48 41,7 11 9,6 15 13,0
teman kerja saya dapat mengerti
sikap dan tindakan saya.
4 Saya sering berpikir terlebih 24 20,9 35 30,4 32 27,8 8 7,0 16 13,9
dahulu sebelum bertindak dan
melihat akibat-akibat dari
perbuatan saya
5 Saya selalu mengerti dan 20 17,4 41 35,7 25 21,7 21 18,3 8 7,0
memahami perasaan saya sendiri
6 Saya memiliki keyakinan yang 11 9,6 40 34,8 40 34,8 12 10,4 12 10,4
besar terhadap diri sendiri
7 Saya dapat membayangkan akibat 25 21,7 27 23,5 37 32,2 14 12,2 12 10,4
dari perbuatan yang saya lakukan.
Pengendalian Diri (Self
regulation)
8 Saya sering merasa cemas ketika 20 17,4 46 40,0 24 20,9 1714,8 8 7,0

Universitas Sumatera Utara


88

Jawaban
No Emotional Intelligence STS TS KS S SS
f % f % f % f % f %
menjalani tugas.
9 Saya dapat mengendalikan 9 7,8 39 33,9 38 33,0 17 14,8 12 10,4
dorongan atau keinginan untuk
marah walaupun ada pengaruh dari
lingkungan
10 Saya selalu sadar akan perasaan 29 25,2 28 24,3 32 27,8 11 9,6 15 13,0
saya mengenai suatu permasalahan
11 Teman-teman menganggap saya 8 7,0 57 49,6 24 20,9 10 8,7 16 13,9
dapat mengendalikan diri ketika
menghadapi permasalahan di
kantor.
12 Bahkan dalam keadaan marahpun, 7 6,1 40 34,8 35 30,4 14 12,2 19 16,5
saya tetap menyadari apa yang
saya rasakan
13 Mudah bagi saya untuk 21 18,3 32 27,8 36 31,3 13 11,3 13 11,3
menyesuaikan diri dengan situasi
yang baru
14 Semangat kerja saya bertambah 9 7,8 57 49,6 24 20,9 10 8,7 15 13,0
dengan adanya penghargaan dari
atasan.
15 Saya merasa senang ketika 9 7,8 56 48,7 20 17,4 1513,0 15 13,0
diberikan tanggung jawab dari
atasan untuk memimpin rekan
kerja.
Motivasi Diri (Self Motivation)
16 Saya dapat mengendalikan 29 25,2 36 31,3 24 20,9 11 9,6 16 13,9
kecemasan saya, ketika
menghadapi tujuan
17 Saya selalu dapat menguasai 16 13,9 49 42,6 26 22,6 17 14,8 7 6,1
situasi yang berat
18 Saya yakin, saya dapat mengatasi 15 13,0 39 33,9 36 31,3 10 8,7 15 13,0
situasi yang berat
19 Apabila suasana hati saya sedang 27 23,5 32 27,8 30 26,1 10 8,7 16 13,9
jelek, saya merasa risau dan larut
ke dalamnya serta sulit bagi saya
melepaskan diri dari suasana
tersebut dengan lebih cepat
20 Saya selalu merasa optimis tentang 24 20,9 42 36,5 22 19,1 19 16,5 8 7,0
hal yang saya kerjakan
21 Semangat kerja saya tergolong 19 16,5 28 24,3 40 34,8 1210,4 16 13,9
tinggi dibandingkan dengan rekan-
rekan saya.
22 Biasanya saya tambah semangat 20 17,4 39 33,9 30 26,1 14 12,2 12 10,4
ketika diberikan tugas yang
dianggap sulit oleh teman-teman
saya.
23 Saya adalah orang yang 28 24,3 43 37,4 19 16,5 17 14,8 8 87.0
memprioritaskan kepentingan
perusahaan daripada kepentingan

Universitas Sumatera Utara


89

Jawaban
No Emotional Intelligence STS TS KS S SS
f % f % f % f % f %
pribadi.
Empati (Emphaty)
24 Saya dapat merasakan bagaimana 18 15,7 24 20,9 49 42,6 12 10,4 10 10,4
sulitnya rekan-rekan saya yang
bekerja untuk menyelesaikan tugas
dari atasan.
25 Rekan kerja saya seringkali berbagi 28 24,3 31 27,0 25 21,7 15 13,0 15 13,0
cerita kepada saya mengenai
persoalan yang mereka hadapi.
26 Seringkali saya merasa kesulitan 16 13,9 55 47,8 18 15,7 11 9,6 15 13,0
untuk memahami perasaan orang
lain.
Kemampuan Sosial (Social skill)
27 Sulit bagi saya untuk 16 13,9 52 45,2 20 17,4 15 13,0 12 10,4
mempertahankan kerjasama yang
erat dengan rekan kerja yang baru.
28 Mudah bagi saya untuk berteman 26 22,6 35 30,4 30 26,1 9 7,8 15 13,0
atau bergaul
29 Saya merasa kasihan pada mereka 19 13,9 50 43,5 22 19,1 12 10,4 15 13,0
yang mengalami musibah dan
berusaha menolongnya
30 Saya sulit merasa senang melihat 19 16,5 45 39,1 24 20,9 12 10,4 15 13,0
teman yang berhasil menyelesaikan
tugas yang diberikan atasan karena
saya yang semestinya seperti itu.

Dapat dilihat bahwa perawat menjawab sangat setuju tetap menyadari apa

yang dirasakan walaupun sedang dalam keadaan marah sebanyak 19 orang

(16,5%). Sedangkan perawat yang sangat tidak setuju terhadap dapat

mengendalikan kecemasan, ketika menghadapi tujuan sebanyak 29 orang

(25,2%). Bahwa perawat RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan tidak dapat

mengendalikan emosi ketika akan mencapai tujuan (dalam keadaan repot).

Hasil pengukuran emotional intelligence pada perawat di RSUD

Dr. Pirngadi Medan dikategorikan seperti Tabel 4.5 :

Universitas Sumatera Utara


90

Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Kategori Emotional Intelligence Pada Perawat
Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan, 2019 (n=115)

No Kategori Emotional Intelligence f %


1 Tinggi 37 32,2
2 Rendah 78 67,8
Total 115 100,0

Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa emotional intelligence perawat

di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan dominan berada pada kategori rendah yaitu

sebesar 67,8%. Emotional intelligence tinggi terjadi apabila perawat mampu

memanajemen konflik peran yang dirasakan sehingga dapat keseimbangan dalam

peran sebagai ibu/istri dan pekerja. Menurut Gibson (1987 dalam Ilyas 2002)

menyatakan kinerja dapat dipengaruhi berbagai variabel seperti variabel individu,

psikologis, dan organisasi. Emotional intelligence bagian dari variabel individu.

Kinerja Perawat Pelaksana

Untuk melihat kinerja perawat pelaksana RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

disusun sebanyak 20 pertanyaan dan dapat dijabarkan pada Tabel 4.6:

Tabel 4.6
Distribusi Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi
Kota Medan, 2019 (n=115)

Jawaban
No Kinerja Perawat Ya Tidak
f % F %
Pengkajian
1 Bersama tim mengumpulkan, mengelompokkan 71 61,7 44 38,3
data bio-psiko-sosial-spiritual tentang data pasien.

Universitas Sumatera Utara


91

Jawaban
No Kinerja Perawat Ya Tidak
f % F %
2 Bersama tim mencatat data yang dikaji sesuai 70 60,9 45 39,1
dengan pedoman tentang pengkajian data pasien.
3 Saya dapat mengonfirmasi hasil pengkajian 68 59,1 47 40,9
keperawatan yang saya lakukan ke ketua tim
keperawatan dimana sebagai penanggung jawab
asuhan keperawatan.
4 Saya dan tim melakukan anamnesa, mengkaji 81 70,4 34 29,6
biodata dari pasien, pengamatan keluhan utama
pasien, pemeriksaan fisik dan wawancara.
Diagnosis
5 Bersama tim melakukan analisis, interpretasi data, 72 62,6 43 37,4
mengidentifikasi masalah pasien yang lagi saya
tangani.
6 Saya dan tim menganalisis dan interpretasi data, 61 53,0 54 47,0
serta identifikasi masalah keperawatan pada
pasien berdasarkan pengelompokan/klasifikasi
data-data hasil pengkajian.
7 Bersama dengan tim merumuskan masalah yang 50 43,5 65 56,5
telah ada dan mengacu pada pengelompokan
diagnosis keperawatan.
8 Bersama dengan tim membuat diagnosis 52 45,2 63 54,8
keperawatan berdasarkan prioritas gejala yang
dominan.
Rencana Tindakan
9 Bersama dengan tim dalam merencanakan 57 49,6 58 50,4
tindakan keperawatan dengan tujuan khusus
berdasarkan aspek perilaku, afektif kepada pasien,
dan kognitif
10 Bersama dengan tim dapat membuat penyelesaian 63 54,8 52 45,2
masalah keperawatan berdasarkan diagnosis yang
telah ditetapkan kepada pasien.
11 Bersama dengan tim dapat melibatkan keluarga 60 52,2 55 47,8
pasien dalam rencana tindakan keperawatan
kepada pasien.
12 Bekerjasama dengan tim kesehatan lain dalam 57 49,6 58 50,4
membuat rencana tindakan untuk pasien
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
13 Saya dapat membantu dan melatih pasien tentang 59 51,3 56 48,7
cara perawatan kebersihan diri bagi pasien yang
mengalami defisit perawatan diri.
14 Saya memberikan pendidikan kesehatan tentang 63 54,8 52 45,2
cara-cara merawat pasien kepada keluarga pasien.
15 Saya memberikan pendidikan kesehatan terkait 59 51,3 56 48,7
obat-obatan kepada pasien dan keluarga
16 Berperan serta melaksanakan terapi aktivitas 52 45,2 63 45,2

Universitas Sumatera Utara


92

Jawaban
No Kinerja Perawat Ya Tidak
f % F %
kelompok kepada pasien.
Evaluasi Tindakan Keperawatan
17 Saya dapat mengevaluasi kemampuan seluruh 62 53,9 53 46,1
pasien setelah diberikan tindakan asuhan
keperawatan.
18 Saya dapat mengevaluasi kemampuan keluarga 52 45,2 63 54,8
pasien dalam merawat pasien.
19 Saya dapat membuat rencana lanjutan jika hasil 62 53,9 53 46,1
tindakan asuhan keperawatan tidak memuaskan.
20 Saya dapat memberikan reinforcement 61 53,0 54 47,0
(penguatan) pada pasien dan keluarga sehingga
termotivasi untuk melakukan perubahan yang
positif.

Dapat dilihat bahwa kebanyakan tim tidak dapat merumuskan masalah

yang ada berpedoman pada pengelompokkan diagnosis keperawatan sebesar

56,5%. Ini menunjukkan hanya beberapa juru rawat mengklasifikasikan diagnosis

pasien. Selain itu tidak semua diagnosis keperawatan yang dibuat berdasarkan

prioritas gejala yang dominan yaitu sebesar 63 orang ( 54,8%). Tidak semua tim

mengadakan tindakan keperawatan pada pasien dengan khusus berdasarkan aspek

kognitif, perilaku dan afektif kepada pasien, yaitu sebesar 58 orang (50,4%). Hal

ini menunjukkan hanya sebahagian tim juru rawat yang mengadakan tindakan

berdasarkan aspek kognitif, perilaku dan afektif.

Hasil pengukuran kinerja perawat dapat dikategorikan pada Tabel 4.7 :

Universitas Sumatera Utara


93

Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Kategori Kinerja Perawat Pelaksana
di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan, 2019 (n=115)

No Kategori Kinerja F %
1 Baik 36 31,3
2 Tidak Baik 79 68,7
Total 115 100,0

Berdasarkan Tabel 4.7 diatas diperoleh bahwa kategori kinerja perawat

pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan dominan tidak baik sebesar 79 orang

(68,7%) . Kinerja perawat yang kurang baik disebabkan perawat tidak dapat

memberikan pelayanan terbaik kepada pasien. Menurut Ilyas 2002 mengatakan

kinerja perawat dapat dipengaruhi berbagai variabel seperti individu, psikologis,

dan organisasi.

Gambaran Kinerja Perawat Melalui Observasi

Pengukuran kinerja berdasarkan observasi kepada perawat pelaksana

RSUD DR. Pirngadi Kota Medan dilakukan selama 7 hari dalam memberikan

praktek keperawatan kepada pasiennya. Dari 7 hari hasil pengamatan yang

dilakukan kepada perawat, adanya melakukan keperawatan 1-3 kali, yang artinya

perawat tidak dapat memberikan keperawaatan secara menyeluruh pada

pasiennya.

Praktik keperawatan yang dilakukan perawat ruangan di RSUD

Dr. Pirngadi Kota Medan belum terdapat 100% memenuhi standar praktik

keperawatan, berarti perawat tidak menerapkan paraktik keperawatan secara

komprehensif terhadap semua pasien. Hal ini dibuktikan dengan melihat buku

catatan asuhan keperawatan pasien yang tertera pada setiap ruangan. Hal ini berarti

Universitas Sumatera Utara


94

bahwa peneliti melihat buku catatan asuhan keperawatan pasien setelah peneliti

mengamati perawat dalam melakukan asuhan keperawatan apakah buku status

pasien tersebut terisi lengkap atau tidak.

Pengkajian Keperawatan

Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Kategori Observasi Pengkajian Keperawatan
Perawat Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi
Kota Medan, 2019 (n=115)

No Kategori Kinerja F %
1 Baik 52 45,2
2 Tidak Baik 63 54,8
Total 115 100,0

Dari hasil observasi menunjukkan bahwa kategori baik sebanyak 45,2%

perawat pelaksana melaksanakan pengkajian sesuai dengan lembar observasi

peneliti terhadap seluruh pasien dan kategori tidak baik sebanyak 54,8% perawat

pelaksana tidak melaksanakan pengkajian sesuai dengan lembar observasi peneliti

terhadap seluruh pasien.

Dari observasi untuk pendokumentasian asuhan keperawatan, perawat

mencatat data pengkajian kelembar pengkajian pasien, pengkajian keperawatan

mempergunakan lembar ceklis tetapi pengkajian hanya dilakukan saat pasien

masuk keruangan rawat inap.

Universitas Sumatera Utara


95

Diagnosa Keperawatan

Tabel 4.9
Distribusi Frekuensi Kategori Observasi Diagnosa Keperawatan
Perawat Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi
Kota Medan, 2019 (n=115)

No Kategori Kinerja f %
1 Baik 47 40,9
2 Tidak Baik 68 59,1
Total 115 100,0

Berdasarkan observasi, diperoleh bahwa kategori baik sebanyak 40,9%

perawat pelaksana melaksanakan penegakan diagnosa keperawatan kepada semua

pasien berdasarkan lembar observasi yang digunakan peneliti, sedangkan 59,1%

perawat pelaksana tidak melakukan sesuai lembar observasi yang digunakan

peneliti untuk menentukan diagnosa keperawatan berdasarkan analisis data lebih

lanjut dalam merumuskan masalah keperawatan pasien dan hanya dilakukan pada

2-4 pasien. Perawat rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan melaksanakan

penegakan diagnosa keperawatan dengan lengkap didasarkan masalah utama

pasien dan penyebabnya.

Perencanaan Keperawatan

Tabel 4.10
Distribusi Frekuensi Kategori Observasi Perencanaan Keperawatan
Perawat Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi
Kota Medan, 2019 (n=115)

No Kategori Kinerja f %
1 Baik 55 47,8
2 Tidak Baik 60 52,2
Total 115 100,0

Universitas Sumatera Utara


96

Berdasarkan hasil observasi, kategori baik sebanyak 47,8% perawat

pelaksana melakukan perencanaan sesuai dengan lembar observasi yang

digunakan peneliti seperti menentukan intervensi keperawatan yang akan

dilakukan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ditegakkan, menyusun

rencana keperawatan dan menentukan intervensi keperawatan berdasarkan urutan

prioritas masalah, namun 52,2% perawat pelaksana lainnya pada kategori tidak

baik dalam melakukan perencanaan sesuai dengan lembar observasi peneliti

seperti belum melakukan perumusan tujuan keperawatan dengan

mempertimbangkan kriteria hasil tindakan keperawatan.

Perawat dalam menentukan intervensi belum dilaksanakan sesuai pedoman

dan belum kerjasama dengan tim kesehatan. Keadaan terjadi karena dalam

menentukan intervensi keperawatan memerlukan waktu yang relatif banyak

sementara perawat dituntut memberikan pelayanan keperawatan harus cepat.

Implementasi Keperawatan

Tabel 4.11
Distribusi Frekuensi Kategori Observasi Implementasi Keperawatan
Perawat Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi
Kota Medan, 2019 (n=115)

No Kategori Kinerja f %
1 Baik 52 45,2
2 Tidak Baik 63 54,8
Total 115 100,0

Pada observasi terkait implementasi keperawatan yang dilakukan perawat

pelaksana, didapatkan bahwa 45,2% kategori baik seperti telah menerapkan proses

terapeutik pada saat dengan pasien dan keluarga, tahap koordinasi anggota

kesehatan lain, tindakan keperawatan berdasarkan intervensi yang telah ditentukan

sebelumnya, perawat pelaksana bekerjasama dengan pasien dan perawat

Universitas Sumatera Utara


97

pelaksana memberikan pendidikan kesehatan dan dukungan pada pasien dalam

melakukan perubahan perilaku hidup sehat. Sedangkan yang melaksanakan

tindakan keperawatan 54,8% pada kategori tidak baik dikarenakan perawat

pelaksana kurang memperhatikan kenyamanan dan keleluasaaan pribadi pasien

serta kurang mengamati semua pasien tentang kemajuan atau reaksi pasien dengan

tindakan yang dilakukan, sebagian dari perawat pelaksana lainnya belum

melakukan edukasi pendidikan kesehatan pada pasien.

Evaluasi Keperawatan

Tabel 4.12
Distribusi Frekuensi Kategori Observasi Implementasi Keperawatan
Perawat Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi
Kota Medan, 2019 (n=115)

No Kategori Kinerja f %

1 Baik 53 46,1
2 Tidak Baik 62 53,9
Total 115 100,0

Hasil observasi diperoleh bahwa perawat pelaksana berada pada kategori

baik sebesar 46,1% telah melakukan evaluasi keperawatan kesemua pasien sesuai

dengan menggunakan poin yang terdapat pada lembar observasi peneliti, kategori

tidak baik hanya 53,9% perawat pelaksana tidak dapat evaluasi secara efektivitas

dalam mengatasi masalah yang sesuai, tidak dapat memodifikasi rencana

tindakan sesuai perubahan kebutuhan serta evaluasi yang tidak dengan cepat dan

tidak tepat waktu.

Kemudian berdasarkan observasi dalam melaksanakan evaluasi

keperawatan, perawat pelaksana tidak mengikutsertakan pasien dan keluarga

dalam memodifikasi rencana asuhan keperawatan. Dalam pelaksanaan

Universitas Sumatera Utara


98

dokumentasi keperawatan dilakukan hanya kepada beberapa pasien saja dan

evaluasi lebih banyak tidak ditulis kedalam buku status pasien.

Analisis Bivariat

Analisis bivariat dapat digunakan melihat hubungan work family conflict

dan emotional intelligence dengan kinerja perawat pelaksana di RSUD Dr.

Pirngadi Kota Medan dengan analisis uji chi square merupakan perhitungan

statistik pvalue (0,05).

Hubungan Work Family Conflict dengan Kinerja Perawat pelaksana

di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

Untuk melihat hubungan work family conflict dengan kinerja perawat

RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan terdapat pada Tabel 4.13:

Tabel 4.13
Tabel Silang (Crosstab) Hubungan Work Family Conflict dengan Kinerja
Perawat pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan, 2019

Work Kinerja Perawat P


No Family Baik Tidak Baik Total ᵡ2 Value
Conflict f % F % F %
1 Tinggi 4 25,5 76 55,0 80 100 84,575 0,000
2 Rendah 32 11,0 3 24,0 35 100

Berdasarkan tabel diatas dilihat bahwa dari 80 orang kasus work family

conflict tinggi terdapat kinerja baik sebesar 25,5%, dan kinerja buruk sebesar 76

orang (55,0%). Kemudian dari 35 orang dengan work family conflict rendah

terdapat kinerja baik sebesar 11,0% dan kinerja buruk sebesar 3 orang (24,0%).

Universitas Sumatera Utara


99

Berdasarkan uji chi square diperoleh nilai p=0,000<α=0,05 berarti Ho ditolak

artinya terdapat hubungan work family conflict dengan kinerja perawat pelaksana

di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

Hubungan Emotional Intelligence dengan Kinerja Perawat pelaksana


di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

Untuk melihat hubungan emotional intelligence dengan kinerja perawat

pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan dapat dilihat pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14

Tabel Silang (Crosstab) Hubungan Emotional Intelligence dengan Kinerja


Perawat pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan, 2019

Kinerja Perawat P
No Emotional Baik Tidak Total ᵡ2 Value
Intelligence Baik
f % F % F %
1 Tinggi 28 11,6 9 25,4 37 100 49,943 0,000
2 Rendah 8 24,4 70 53,6 78 100

Berdasarkan tabel, diketahui bahwa dari 37 orang emotional intelligence

tinggi terdapat kinerja baik sebesar 11,6% dan kinerja buruk sebesar 9 orang

(25,4%). Kemudian dari 78 orang dengan emotional intelligence rendah terdapat

kinerja perawat baik sebanyak 8 orang (24,4%) dan kinerja buruk sebesar 70

orang (53,6%). Berdasarkan uji chi square didapat nilai p=0,000<α=0,05 berarti

Ho ditolak artinya terdapat hubungan emotional intelligence dengan kinerja

perawat pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara


100

4.5. Analisis Multivariat

Berdasarkan hasil dari uji bivariat diketahui variabel yaitu work family

conflict dan emotional intelligence berhubungan dengan kinerja perawat, maka

dapat diidentifikasi secara 2 (dua) variabel dapat dimasukkan dalam analisis

multivariat.

Analisis multivariat yaitu analisis mengetahui pengaruh variabel bebas

yaitu : work family conflict dan emotional intelligence terhadap variabel terikat

yaitu kinerja perawat, serta mengetahui variabel dominan yang memengaruhi.

Untuk dapat melihat work family conflict dan emotional intelligence yang

memengaruhi kinerja perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan dilihat pada Tabel

4.15 :

Tabel 4.15
Pengaruh Work Family Conflict dan Emotional Intelligence terhadap
Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan, 2019

Variabel Independen Nilai B Nilai P Exp (B) 95% C.I.for Exp (B)
Lower Upper
1. Work family conflict -5.502 0.000 0.004 0.000 0.038
2. Emotional intelligence 3.540 0.002 34.480 3.797 313.103
Constant - 2.944 0.46 18.984

Hasil uji multivariat mempergunakan uji statistik regresi logistik ganda

diperoleh variabel bebas yaitu work family conflict dan emotional intelligence

terdapat pengaruh terhadap variabel terikat yaitu kinerja perawat pelaksana di

RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara


101

Kemudian pada Tabel 4.15 terlihat adanya pengujian hipotesis

menyatakan variabel bebas yaitu work family conflict dan emotional intelligence

berpengaruh pada kinerja RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan dengan uji regresi

logistik ganda menggunakan metode enter nilai signifikansi variabel < 0,05.

Analisis uji regresi logistik ganda menunjukkan variabel bebas work family

conflict p value 0,000 (p<0,05) dan emotional intelligence dengan pvalue 0,000

(p<0,05), berpengaruh terhadap kinerja RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

Hasil uji regresi logistik ganda menunjukkan variabel yang dominan

dalam mempengaruhi kinerja perawat RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan adalah

variabel emotional intelligence yaitu pada nilai koefisien regresi OR 34,480 (95%

CI = 3,797-313,103). Hal ini menunjukkan variabel tersebut memiliki pengaruh

signifikan terhadap kinerja RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Variabel emotional intelligence bernilai positif menunjukkan hubungan

yang searah (positif) terhadap kinerja perawat pelaksana RSUD Dr. Pirngadi Kota

Medan. Jadi secara teoritis bahwa kinerja perawat meningkat apabila emotional

intelligence lebih ditingkatkan.

Pada tabel 4.15 terlihat variabel work family conflict bernilai negatif

menunjukkan pengaruh yang tidak searah (negatif) terhadap kinerja pelaksana di

RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada nilai koefisien regresi OR 0,004 (95% CI =

0,000-0,038).

Universitas Sumatera Utara


102

Hasil analisis regresi logistik ganda, work family conflict diperoleh nilai

OR sebesar 0,004 Confidence Interval 95% antara 0,000 sampai 0,038,dapat

disimpulkan bahwa work family conflict perawat pelaksana semakin tinggi

kemungkinan 0,004 kali kinerja perawat akan tidak baik dibandingkan dengan

work family conflict rendah dan variabel emotional intelligence diperoleh nilai

OR sebesar 34,480 pada Confidence Interval 95% yaitu antara 3.797 hingga

313,103, hingga dapat disimpulkan bahwa emotional intelligence perawat

pelaksana semakin tinggi kemungkinan 3,797 kali kinerja perawat akan baik

dibandingkan dengan emotional intelligence rendah.

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik ganda ditentukan model

persamaan regresi logistik ganda yaitu work family conflict dan emotional

intelligence berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di RSUD Dr.

Pirngadi Medan sebagai berikut :

1
f (Z) =
1 + e –(2,944 – 5,502 (X1) + 1,730 (X2)
Keterangan :

f(Z) = Probabilitas Kinerja Perawat

α = Konstanta

X1 = Work family conflict

X2 = Emotional intelligence

E = Error (tingkat kesalahan)

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

PEMBAHASAN

Work Family Conflict

Dari hasil penelitian diperoleh work family conflict perawat pelaksana

RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan lebih banyak dalam kategori tinggi sebesar

69,6%. Ini menunjukkan work family conflict di RSUD Dr. Pirngadi Medan

tergolong kurang baik. Faktor dari tekanan pekerjaan/ work demand mengacu

seperti halnya waktu dan rutinitas dalam bekerja.

Sebagai perawat diwajibkan bekerja secara shift, termasuk perawat di

RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. Terdapat tiga waktu daam shift yaitu shift pagi,

siang selama dan malam. Dalam penerapan system membuat perawat selalu di

tempat kerja dan mengalami kesulitan menbagi waktu dengan keluarga dan

pekerjaan.

Work family conflict merupakan konflik peran dimana tuntutan dalam

pekerjaan dan keluarga tidak dapat disejajarkan. Bagi perawat yang berkeluarga

dan bekerja merupakan tekanan tinggi. Hal ini karena harus dihadapkan dengan

tanggungjawab yang ganda dan bekerja kerja yang lebih. Inilah salah satu

penyebab munculnya masalah antara tugas keluarga dan pekerjaan.

Wanita karier yang lebih menjunjung pada profesi pekerjaan akan

berpotensi mengalami konflik secara tidak langsung karena keterikatan kepada

pekerjaan dan mengesampingkan peran dan melalaikan pekerjaan sebagai seorang

ibu rumah tangga.

103
Universitas Sumatera Utara
104

Seperti halnya dalam penelitian Siswi (2014) menyatakan wanita yang

bekerja dan lebih menjunjung profesi lebih mengalami konflik]. Dengan

demikian, perubahan komitmen organisasi pada diri karyawan wanita akan

berpengaruh besar kecilnya terjadinya konflik peran.

Dengan adanya work family conflict menyebabkan perasaan bersalah,

tidak dapat memenuhi tuntutan dalam kedua peran yang dijalani. Inilah yang

dapat mengganggu komitmen pekerja terhadap organisasi. Semakin minimnya

komitmen organisasi yang dimiliki akan berdampak pada turunnya niat bekerja

dan mengakibatkan terjadinya penurunan kinerja.

Profesi perawat tidak mudah dilakukan oleh wanita yang sudah menikah

dan memiliki anak. Dalam profesi perawat dituntut untuk dapat menjalankan

peran sebaik mungkin sebagai profesionalisme. Adanya tuntutan pekerjaan seperti

beban kerja, jam dan shift secara positif sangat diasosiasikan dengan konflik.

Work family conflict dapat menimbulkan dampak negative, baik terhadap

wanita karir tersebut, keluarga maupun organisasi tempat bekerja. Salah satu

dampak negative secara individual antara lain menurunkan kinerja, gangguan

kesehatan, stress dan ketidakharmonisan anggota keluarga lain. Dari sisi

organisasi mengakibatkan berkurangnya komitmen yang dapat mendorong

perputaran tenaga yang tinggi (high turnover) (Poelman, 2010)

Seperti yang saat berusaha memenuhi tuntutan peran pekerjaan dan usaha

dipengaruhi oleh kemampuan yang bersangkutan untuk memenuhi tuntuan

keluarga. Hal ini dapat terjadi pada wanita yang sudah berumahtangga, work

family conflict berhubungan erat dengan kecemasan dan depresi yang diderita.

Universitas Sumatera Utara


105

Work family conflict pada perawat pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota

Medan yang dominan seperti pekerjaan perawat menyebabkan ketegangan

hubungan keluarga, hal ini terjadi karena keluarga membutuhkan tanggung jawab

perawat untuk mengurus keluarga sementara perawat harus bekerja sehingga

perawat sering meninggalkan tugas sebagai perawat karena membagi waktu untuk

mengurus rumah tangga.

Disisi lain perawat harus kehilangan kegiatan keluarga karena banyak

menghabiskan waktu pada pekerjaan sehingga kondisi keluarga sering terabaikan,

kecemasan dan ketegangan dari kehidupan keluarga selalu mampu melemahkan

kemampuan perawat dalam melakukan sebuah pekerjaan, strategi pemecahan

dalam masalah diterapkan pemecahan masalah di rumah hal ini disebabkan karena

memang perawat sudah memiliki jam kerja berdasarkan shif kerja, sikap yang

efektif dan penting akan meningkatkan kontraproduktif di rumah.

Beberapa perawat mengaku harus membuat perubahan rencana untuk

keluarga karena kewajiban pekerjaannya di rumah sakit. Beberapa perawat juga

keluar saat jam kerja untuk menjemput anaknya di sekolah, dan beberapa

terlambat bekerja karena harus mengantar anaknya ke sekolah. Keadaan ini tentu

berdampak menurunkan niat bekerja yang berefek pada penurunan kinerja.

Hasil penelitian yang diperoleh dapat dikaitkan dengan teori keperawatan

yang dikembangkan oleh Lazarus dan Folkman dengan “Teori Translactional”

berkaitan dengan stressor dan coping. Menyatakan work family conflict

merupakan yang mempengaruhi stress kerja (Raharjo, 2009).

Universitas Sumatera Utara


106

Yang mempengaruhi konflik antara lain tuntutan tugas dan tekanan kerja.

Ketidakseimbangan pemenuhan hal tersebut dapat memicu konflik dan memacu

pada stress kerja.

Pada penelitian terdahulu dikatakan bahwa stressor kerja mempengaruhi

kesejahteraan (individu well being) serta performa. Stress meliputi: threat,

challenge, dan loss/harm. Pada loss/harm, kerugian sudah terjadi. Threat yaitu

kehilangan yang belum terjadi tetapi sudah diantisipasi yang ditandai oleh emosi

negative seperti kecemasan, ketakutan dan kemarahan. Dan penilaian challenge,

difokuskan pada potensi manfaat atau pertumbuhan dalam situasi yang ditandai

dengan emosi seperti gairah, kesenangan dan bersemangat (Panatik & Rajab,

2012).

Bagi perawat yang terpapar work family conflict akan menimbulkan situasi

stress, terdorong untuk koping. Dalam konsep appraisal dari Lazarus, melihat

coping sebagai upaya mengelola tuntutan stress tanpa hasil akhir. Coping stress

merupakan upaya mengelola tuntutan eksternal dan/atau internal yang dinilai

melampui sumber daya, pengelolaan tuntutan yang dilakukan dengan mengubah

kognisi dan perilaku secara konstan.

Hasil penelitian yang telah dilakukan Netemeyer pada tahun 2004 yang

menyatakan juga bahwa variabel work family conflict secara individu mempunyai

pengaruh positif yang signifikan terhadap variabel job stress.

Work family conflict dapat disebakan beberapa beban kerja yang ada di

kantor daan konsekuensi pada berkurangnya pemenuhan tanggungjawab pada

keluarga. Dan terjadi bila tuntutan pekerjaan dan keluarga mutlak tidak dapat

disejajarkan..

Universitas Sumatera Utara


107

Semakin tinggi stress maka tantangan juga bertambah akan mengakibatkan

prestasi juga bertambah, tetapi bila stress sudah maksimal maka tantangan dalam

pekerjaan jangan bertambah karena tidak lagi akan emningkatkan prestasi kerja,

malah akan menurunkan prestasi kerja (Raharjo, 2009).

Dan pada penelitain oleh Dhamayanti (2013) menyatakan wanita

mengalami stress pada pekerjaan dan akhirnya dapat menimbulkan masalah pada

kehidupan keluarga. Yang memiliki work family conflict akan berujung

meningkatkan absensi, performance, turnover dan menurunkan kesehatan secara

fisik maupun psikis yang dapat mengakibatkan stress kerja.

Di saat perawat bertugas, perawat sering meninggalkan tugas sebagai

perawat karena membagi waktu untuk mengurus rumah tangga, disisi lain perawat

harus kehilangan kegiatan keluarga karena banyak menghabiskan waktu pada

pekerjaan sehingga kondisi keluarga sering terabaikan, kecemasan, ketegangan

dari kehidupan keluarga melemahkan kemampuan perawat dalam melakukan

pekerjaan.

Strategi dalam pemecahan masalah diterapkan tidak akan efektif

pemecahan masalah di rumah, hal ini disebabkan karena memang perawat sudah

memiliki jam kerja berdasarkan shift kerja, sikap yang penting dan efektif di

pekerjaan akan meningkatkan kontraproduktif di rumah. Beberapa perawat

mengaku harus membuat perubahan rencana untuk keluarga karena kewajiban

pekerjaannya di rumah sakit. Beberapa perawat juga keluar saat jam kerja untuk

menjemput anaknya di sekolah, dan beberapa terlambat bekerja karena harus

mengantar anaknya ke sekolah. Keadaan ini akan berdampak turunnya niat untuk

bekerja dapat mengakibatkan penurunan kinerja.

Universitas Sumatera Utara


108

Berdasarkan analisis tersebut, peneliti menarik kesimpulan work family

conflict yang terjadi pada perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan dominan

seperti pekerjaan perawat menyebabkan ketegangan hubungan keluarga, hal ini

terjadi karena keluarga membutuhkan tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga

untuk mengurus keluarga.

Emotional Intelligence

Hasil penelitian diperoleh bahwa emotional intelligence perawat pelaksana

RSUD Dr. Pirngadi Medan dominan pada emotional intelligence tinggi sebesar

32,2%. Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran emotional intelligence di RSUD

Dr. Pirngadi Medan tergolong rendah karena emotional intelligence dengan

kategori rendah mencapai 67,8%. Dapat disebabkan karena pada pekerjaan

perawat dituntut kompetensi menjalin hubungan yang baik antar dan pasien,

diagnosa, dalam menangani dan menyembuhkan pasien.

Emotional intelligence adalah merupakan kemampuan memotivasi

personal mampu menghadapi frustasi, mampu mengendalikan dorongan dan

melebihkan kesenangan, mampu mengendalikan hati dan mampu menjaga beban

stress tidak dapat melumpuhkan kemampuan berpikir, mampu berempati dan

berdoa. Emotional intelligence dibutuhkan oleh perawat, sebab yang berhubungan

dengan pasien yang latar belakang dan sifatnya berbeda (Goleman, 2009).

Perawat harus memiliki sikap telaten serta penuh perhatian, juga harus

dengan penuh semangat, dapat selalu mengikuti segala yang ada kaitan dengan

pelayanan kesehatan. Perawat yang tidak mempunyai emotional intelligence yang

Universitas Sumatera Utara


109

tinggi dapat pula ditandai emosi yang tinggi, cepat bertindak berdasarkan emosi,

pemurung dan tindakan sensitif.

Emotional intelligence rendah pada perawat dipengaruhi oleh faktor usia

perawat yang sebagian besar < 41-50 tahun, dan disimpulkan usia responden

mayoritas dalam usia dewasa muda, sehingga emotional intelligence masih

tahap perkembangan, emotional intelligence berkembang sejalan dengan

pertambahan usia. Bertambahnya usia, semakin berkembang kemampuan dan

pengalaman hidup dan akan berkontribusi pada emotional intelligence (Fariselli,

Ghini dan Freedman, 2006).

Selain faktor usia, pendidikan mempengaruhi tingkat emotional

intelligence, dan dapat dilihat mayoritas berpendidikan DIII Keperawatan sebesar

63,5%, sedangkan Ners hanya 36,5%. Dimana pendidikan Ners Keperawatan

cenderung lebih tinggi emotional intelligence dibandingkan pendidikan DIII

Keperawatan.

Sesuai hasil penelitian yang mengatakan bahwa pendidikan menjadi salah

satu sarana belajar dimana semakin bertambah tingkat pendidikan maka akan

banyak pengalaman dan wawasan yang didapat berdampak dalam cara berpikir,

berperilaku maupun bersikap (Tukijan dan Harnoto, 2010).

Hasil penelitian ini sesuai dengan Ardiana (2010) tentang hubungan

emotional intelligence mengatakan bahwa dengan melakukan perilaku caring di

ruang rawat inap RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso dan Sarifudin (2015) tentang

hubungan emotional intelligence dengan perilaku caring pada praktek

keperawatan pada ruang rawat iRSI PKU Muhammadiyah Pekajangan Kabupaten

Universitas Sumatera Utara


110

Pekalonga yang menunjukkan emotional intelligence perawat mayoritas berada

dalam kategori tinggi.

Dari analisis diatas dapat terlihat bahwa emotional intelligence

mempengaruhi perilaku yang dilakukan oleh perawat. Hal tersebut dikarenakan

emotional intelligence memfasilitasi perawat untuk melakukan pekerjaan perawat

dan merupakan perilaku spontan dan ihklas diluar tanggung jawab. Yang

memiliki reaksi yang positif terhadap pekerjaan lebih senang melakukan perilaku

menolong. Yang berada dalam mood yang baik lebih mampu untuk bersosialisasi

interaktif.

Peneliti emotional intelligence dapat membuat perawat memahami pada

rekan dan juga merespon lebih baik. Bagi yang emotional intelligence yang tinggi

melaksanakan perilaku menolong karena mood dimiliki dapat hasil dari emotional

intelligence yang tinggi memperkuat perilaku. Emotional intelligence mengacu

pada mengontrol, mempersepsikan, dan mengevaluasi. Emotional intelligence

memainkan peran penting bagi perawat untuk menyesuaikan diri pada perubahan

dinamis dalam lingkungan bisnis. Para perawat butuh untuk meningkatkan

emotional intelligence mereka yang akan meningkatkan produktivitas dalam

bekerja.

Hasil penelitian yang diperoleh dikaitkan dengan teori keperawatan yang

dikembangkan dalam teori “ Translactional Model Lazarus & Folkman”. Dimana

dalam menjalankan tugas profesional melibatkan orang, untuk memperlancar

hubungan dibutuhkan kemampuan dalam mengelola emosi, agar mampu

menempatkan emosi dan mengatur suasana hati dengan baik. (Anne dan

McQueen, 2003).

Universitas Sumatera Utara


111

Tuntutan kerja yang dimiliki dapat menimbulkan rasa tertekan.

Ketidakmampuan dalam memenuhi tuntutan, tidak menutup kemungkinan akan

terjebak konflik dan stres. Stres yang tidak diatasi oleh perawat mempengaruhi

kinerja dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap pasien (Hidayat,

2011).

Berdasarkan penelitian Saptoto (2010), yang memiliki emotional

intelligence tinggi menghadapi stres atau konflik yang menekan, maka mampu

mengenali perubahan emosi dan penyebab. Dan mampu mengenali emosi secara

obyektif, sehingga tidak larut. Harus mampu memikirkan cara coping

meredakan stres dan menyelesaikan konflik yang berlangsung.

Pelayanan keperawatan sangat memerlukan sosok yang memiliki

emotional intelligence yang tinggi untuk menangani tuntutan yang menekan.

Penelitian Shimazu dan Wilman (2007), menjelaskan yang memiliki emotional

intelligence yang tinggi dapat mengelola emosi dalam menyelesaikan tuntutan

kerja.

Dari analisis terlihat bahwa emotional intelligence mempengaruhi yang

dilakukan oleh perawat. Hal tersebut dikarenakan emotional intelligence

memfasilitasi perawat untuk melakukan pekerjaan perawat dan merupakan

sukarela dan spontan diluar tanggung jawab. Pekerja yang memiliki emosi yang

memiliki reaksi yang positif terhadap pekerjaanya lebih senang untuk melakukan

perilaku menolong. Orang yang berada dalam mood yang baik lebih dapat

bersosialisasi secara interaktif.

Universitas Sumatera Utara


112

Kinerja Perawat Pelaksana

Berdasarkan penelitian dengan mengunakan kategorisasi membuktikan

bahwa perawat pelaksana RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan dengan baik dalam

melaksanakan tugas sebagai perawat. Ini dibuktikan dengan hasil yang

berkategori baik persentase 31,3 %. Pada penelitian ini walaupun kinerja perawat

lebih banyak dengan kategori baik namun perlu mendapat perhatian dan

peningkatan karena kinerja perawat tidak baik mencapai 68,7%.

Menurut Ali (2002) bahwa kinerja perawat dalam pemberian asuhan

keperawatan merupakan proses kegiatan praktik keperawatan yang dapat

diberikan secara langsung kepada pasien. Tugas-tugas dari keperawatan tersebut

antara lain: 1) Pengkajian; pengumpulan informasi 2) Diagnosa keperawatan;

penyataan mengenai kondisi 3) Perencanaan; rencana terkait pemilihan intervensi

4) Implementasi; tindakan keperawatan dan 5) Evaluasi; tahap akhir menilai

kesesuaian pelaksanaan dengan rencana perawatan.

Tugas yang menjadi faktor utama dalam pelaksanaan proses keperawatan

adalah tugas pengkajian, karena pengkajian merupakan tahapan awal dalam

proses keperawatan, maka kebenaran dalam pengkajian sangat menentukan hasil

dari proses keperawatan.

Baik atau buruknya kinerja dapat disebabkan oleh makna dari peran

perawat. Karena akan bekerja baik apabila paham dengan peran dan

tanggungjawab. Seperti yang diungkapkan oleh Campbell (dalam Viswesvaran

dkk, 2001) bahwa dimensi dari kinerja adalah job specific task proficiency dimana

dimensi perilaku yang berhubungan dengan tugas utama ssesuai dengan peran.

Menunjukkan bahwa perawat memiliki peran untuk membantu pasien dalam

Universitas Sumatera Utara


113

menunjang pemulihan kesehatan. Peran perawat mengacu asuhan keperawatan,

diharuskan untuk menguasai tugas.

Perilaku dalam pekerjaan dapat dipengaruhi sikap terhadap diri,

lingkungan dan pekerjaan. Dapat juga pernyataan tidak menyenangkan maupun

menyenangkan. Sikap dalam pekerjaan diamati dari keterlibatan dan tanggung

jawab organisasi seperti memiliki organisasi, keterikatan organisasi, kehadiran,

tanggungjawab dan kepatuhan terhadap tugas.

Sesuai penelitian Mashuri (2013) dimana kinerjanya baik dapat

disebabkan kedisiplinan perawat menyelesaikan pekerjaan seperti, kehadiran dan

tepat waktu. Perilak dapat dipengaruhi oleh adanya sikap terhadap diri, pekerjaan

dan lingkungan pekerjaan. Perilaku juga merupakan pernyataan evaluate atau

penilaian mengenai obyek, manusia atau peristiwa. Sikap dalam melakukan

pekerjaan dapat diamati dari keterlibatan dalam pekerjaan dan tanggung jawab

seperti kehadiran, memiliki organisasi, keterikatan pada organisasi, kepatuhan dan

tanggung jawab terhadap tugas.

Ini sejalan dengan temuan Mashuri (2013) dimana yang memiliki kinerja

baik adalah kedisiplinan perawat menyelesaikan pekerjaan, seperti tepat waktu

serta kehadiran selama jam kerja. Indikator keberhasilan rumah sakit yang efektif

dan efisien adalah tersedianya SDM yang cukup dengan kualitas yang tinggi,

profesional sesuai dengan fungsi dan tugas setiap personel.

Ketersediaan SDM disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit

berdasarkan tipe dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Ketersediaan

SDM di rumah sakit menjadi perhatian pimpinan. Upaya penting dilakukan

Universitas Sumatera Utara


114

pimpinan adalah merencanakan kebutuhan SDM secara tepat dengan fungsi

pelayanan setiap unit, bagian, dan instalasi rumah sakit (Ilyas, 2004).

Hasil penelitian diperoleh dikaitkan dengan teori keperawatan yang

dikembangkan dalam teori “ Translactional Model Lazarus & Folkman”. Perawat

rentan mengalami stres, disebabkan karena karakteristik pekerjaan yang

diharapkan dapat cepat dan tepat dalam menangani pasien. Situasi pekerjaan yang

sering kali dengan pasien keadaan kritis dan resiko terpapar penyakit bisa menjadi

faktor munculnya stres pada perawat.

Stres yang dialami perawat merupakan hubungan timbal balik antara

sesuatu di dalam diri dengan sesuatu pada perawat, artinya perawat mengalami

situasi yang kontradiksi dengan dipahami oleh perawat. Faktor lain yang madalah

pembagian shift kerja, ambiguitas, peran dan hubungan kerja antara atasan,

bawahan dan rekan kerja.

Pengaruh stres kerja pada perawat memiliki pengaruh terhadap

profesionalitas, perawat cenderung memiliki kinerja buruk, seperti kurang

konsentrasi, kelelahan dan bahkan kurang professional. Perilaku kurang

professional nampak pada bentuk pelayanan yang diberikan pada.

Penelitian di salah satu rumah sakit menyatakan bahwa 73% pasien rawat

inap menilai perawat kurang ramah, tidak komunikatif, kurang informasi.

Sedangkan lebih mengarah pada fasilitas fisik (Hasan, 2015).

Penelitian di rumah sakit lainnya menunjukkan 177 surat keluhan pasien,

sebesar 71,2% pasien kompetensi interpersonal perawat dalam memberikan

pelayanan, dimana perawat kurang ramah, tidak komunikatif, galak, cerewet,

kurang komunikatif, tidak tanggap terhadap keluhan pasien, kurang empati,

Universitas Sumatera Utara


115

kurang sabar, tidak sopan sehingga pelayanan terhadap klien menjadi kurang

optimal. Dimana 12% lainnya mengeluhkan keramahan dokter dan 16,8%

mengeluhkan fasilitas rumah sakit. Menunjukkan stress kerja yang dialami oleh

akan berdampak terhadap bentuk pelayanan yang diberikan (Zahara, sitorus &

Sabri, 2011).

Menurut peneliti bahwa dalam tindakan keperawatan, tidak terlepas dari

perilaku perawat, kemampuan profesional dan proses keperawatan mencapai

tujuan maka diperlukan jumlah perawat yang cukup, pengetahuan dan

keterampilan yang baik. Perawat menjadi yang dibutuhkan saat jumlah pasien

meningkat dan kondisi pasien yang menurun.

Hal ini merupakan komponen manajemen yang perlu diperhatikan oleh

manajer keperawatan. Ini tentunya kembali kepada manajer perawat dapat lebih

memperhatikan jumlah tenaga perawat sebanding dengan beban kerja,

pengetahuan dan kemampuan perawat.

Pengaruh Work Family Conflict terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di


RSUD Dr. Pirngadi Medan

Hasil diperoleh bahwa perawat memiliki work family conflict tinggi

terdapat kinerja kategori tidak baik di RSUD Dr. Pirngadi Medan yaitu sebesar

55,0% dan work family conflict rendah terdapat kinerja kategori baik di RSUD

Dr. Pirngadi Medan yaitu sebesar 11,1%. Kemudian berdasarkan uji regresi

logistik ganda didapatkan hasil ada pengaruh signifikan antara work family

conflict terhadap kinerja RSUD Dr. Pirngadi Medan nilai p=0,000< α=0,05.

Universitas Sumatera Utara


116

Ditandai dengan work family conflict bernilai negatif menunjukkan

bahwa mempunyai pengaruh yang tidak searah (negatif) terhadap kinerja perawat

pelaksana RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada nilai koefisien regresi OR 0,004

(95% CI = 0,000-0,038). Berdasarkan analisis regresi logistik ganda, work family

conflict nilai OR sebesar 0,004 pada Confidence Interval 95% yaitu antara 0,000

sampai 0,038, sehingga dapat disimpulkan bahwa work family conflict perawat

pelaksana semakin tinggi kemungkinan 0,004 kali kinerja perawat akan tidak baik

dibandingkan dengan work family conflict rendah.

Hasil uji statistik dapat dijelaskan perawat yang memiliki work family

conflict tinggi akan semakin menurunkan kualitas perawat pelaksana dan

sebaliknya perawat yang memiliki work family conflict rendah akan semakin

meningkatkan kualitas kinerja perawat pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Work family conflict dapat terjadi dikarenakan urusan pekerjaan

mencampuri urusan keluarga. Misalnya banyaknya waktu yang dicurahkan untuk

menjalankan pekerjaan menghalangi untuk menjalankan kewajiban di rumah dan

akhirnya akan menimbulkan konflik yang menurunkan kinerja.

Menurut Ghayur, & Waseef Jamal (2012), bahwa peran yang dimiliki

seorang wanita karier sekaligus ibu rumah tangga memang tidak mudah terutama

membagi waktu dan tenaga serta peran, terkadang perawat dapat seharian bekerja

di rumah sakit untuk memberikan perawatan terhadap pasien, bahkan jika pada

saat shift malam membuat perawat lebih waspada di rumah sakit sehingga

perhatian dan kebersamaan dengan keluarga berkurang, ini disebabkan perhatian

dan peran tertuang pada pekerjaan hingga saat pulang kerumah merasa keletihan

dan istirahat untuk dapat kembali bekerja keesokan hari.

Universitas Sumatera Utara


117

Pada penelitian ini work family conflict tinggi yang dirasakan oleh perawat

di RSUD Dr. Pirngadi Medan terjadi karena perawat harus berperan ganda

dimana tugas seorang ibu yang harus memenuhi tanggunggungjawab sebagai ibu

rumah tangga, sehingga perawat akan membagi waktu, energi dan kesempatan

antara peran di pekerjaan dan di keluarga.

Menurut peneliti bahwa work family conflict konflik peran dimana

tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara tidak dapat disejajarkan dalam

beberapa hal. Hal ini terjadi saat perawat berusaha memenuhi peran dalam

pekerjaan sebagai perawat dan dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk

memenuhi tuntutan keluarga dimana pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga

dipengaruhi oleh kemampuan perawat tersebut dalam memenuhi tuntutan.

Tekanan pekerjaan yang ada pada perawat mampu menurunkan kinerja

perawat pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. Hal ini diperkuat dengan

penelitian yang dilakukan oleh Greenhaus dan Beutell (1985), yang menyatakan

bahwa tekanan yang terjadi pada salah satu peran akan mempengaruhi kinerja

peran yang lainnya.

Hasil penelitian ini memperkuat penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Frone et al (1994) yang menyatakan bahwa work family conflict menjelaskan

terjadinya benturan antara tanggung jawab pekerjaan di tempat kerja atau

kehidupan pekerjaan dengan tanggung jawab pekerjaan di rumah. Karyawan yang

mengalami tingkat work family conflict yang tinggi melaporkan menurunnya

kinerja karena merasa lebih dikuasai oleh pekerjaan yang mengakibatkan

karyawan tidak bisa memenuhi tanggungjawab dalam keluarga, karena

mengurangi kualitas kehidupan keluarga.

Universitas Sumatera Utara


118

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Rahmawati (2014) tentang

pengaruh work family conflict dan lingkungan kerja terhadap kinerja perawat

Rumah Sakit Ghrasia Yogyakarta diperoleh bahwa terdapat pengaruh antara work

family conflict terhadap kinerja perawat Rumah Sakit Ghrasia Yogyakarta,

artinya, apabila perawat mengalami work family conflict maka kinerjanya akan

semakin menurun.

Tekanan pekerjaan/work demand merupakan hal yang mengacu pada

tekanan dari pekerjaan seperti kesibukan dalam bekerja dan batas waktu

pekerjaan. Pada penelitian tersebut lebih mengarah pada kurangnya waktu

seorang perawat untuk keluarga, baik suami/ istri maupun anak, karena

permintaan pekerjaan yang ada. Pekerjaan sebagai perawat di Rumah Sakit

Ghrasia mewajibkan untuk bekerja secara shift. Diterapkannya sistem shift

tersebut membuat seorang perawat harus berada di tempat kerja dan kesulitan

membagi waktu untuk pekerjaan dan keluarga.

Pengaruh Emotional Intelligence terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di

RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

Hasil penelitian diperoleh bahwa perawat yang memiliki emotional

intelligence rendah terdapat kinerja perawat kategori baik di RSUD Dr. Pirngadi

Medan yaitu sebesar 24,4% dan emotional intelligence rendah terdapat kinerja

perawat kategori tidak baik di RSUD Dr. Pirngadi Medan sebesar 53,6%.

Kemudian berdasarkan uji regresi logistik ganda didapatkan hasil bahwa ada

Universitas Sumatera Utara


119

pengaruh yang signifikan antara emotional intelligence terhadap kinerja perawat

pelaksana dengan nilai p=0,00.

Hal ini ditandai dengan variabel emotional intelligence diperoleh nilai OR

sebesar 34,480 pada Confidence Interval 95% yaitu antara 3.797 sampai 313,103,

sehingga dapat disimpulkan bahwa emotional intelligence perawat pelaksana

semakin tinggi kemungkinan 3,797 kali kinerja perawat akan baik dibandingkan

dengan emotional intelligence rendah.

Hasil uji statistik tersebut dapat dijelaskan bahwa perawat yang memiliki

emotional intelligence tinggi maka akan semakin meningkat kualitas kinerja

perawat pelaksana dan sebaliknya perawat yang memiliki emotional intelligence

rendah, akan semakin menurun kualitas kinerja perawat pelaksana di RSUD Dr.

Pirngadi Medan.

Emotional intelligence merupakan dasar-dasar pembentukan emosi yang

mencakup keterampilan-keterampilan untuk menunda kepuasan dan

mengendalikan impuls-impuls, tetap optimis jika berhadapan dengan kemalangan

dan ketidakpastian, menyalurkan emosi-emosi yang kuat secara efektif, mampu

memotivasi dan menjaga semangat disiplin diri dalam usaha mencapai tujuan-

tujuan, menangani kelemahan-kelemahan pribadi, menunjukkan rasa empati

kepada orang lain, membangun kesadaran diri dan pemahaman pribadi.

Menurut Salovey dan Mayer (2007), emotional intelligence merupakan

kemampuan untuk merasakan emosi, membina dan membangun emosi yang baik,

memahami emosi dan pengetahuan emosional sehingga dapat meningkatkan

perkembangan emosi dan intelektual. Emotional intelligence dalam pekerjaan

Universitas Sumatera Utara


120

keperawatan sangat diperlukan, semakin kompleks pekerjaan, semakin penting

kecerdasan emosi yang diperlukan.

Begitu pula dalam pekerjaan keperawatan dimana pekerjaan sangat

memerlukan keahlian dan keterampilan untuk memenuhi kebutuhan pasien yang

mencakup kebutuhan biologis, psikologis, sosiologis dan spiritual pasien sehingga

untuk dapat terpenuhinya pelayanan yang komprehensif diperlukan kemampuan

mengelola emosi dengan baik.

Menurut Agustian (2007) berpendapat bahwa dalam memajukan

perusahaan, keberadaan emotional intelligence memiliki peran yang penting

dalam membangun hubungan antar manusia yang efektif sekaligus perannya

dalam meningkatkan kinerja. Hal ini senada dengan pendapat Patton (dalam

Mangkunegara 2006) yang menyatakan bahwa orang yang memiliki emotional

intelligence akan mampu menghadapi tantangan dan menjadikan seorang manusia

yang penuh tanggung jawab, produktif dan optimis dalam menghadapi dan

menyelesaikan masalah yang ternyata sangat diperlukan di dalam lingkungan

kerja.

Pada penelitian ini emotional intelligence tinggi pada perawat pelaksana

di RSUD Dr. Pirngadi Medan terjadi karena kesanggupan perawat mengatasi

emosi hingga berefek baik pada pengerjaan tugas, tanggap terhadap kata hati,

mampu membatalkan kenikmatan sebelum sampai ke tujuan dan dapat lekas

membaik dari desakan emosi.

Hasil analisis menunjukan, terdapat 3 responden dengan emotional

intelligence tinggi namun memikiki kinerja yang kurang baik. Menurut Gibson

dan Ivancevich (1994 dalam Hamid 2014), ada banyak faktor lain yang

Universitas Sumatera Utara


121

mempengaruhi kinerja individu, antara lain: harapan mengenai imbalan;

dorongan; kemampuan, kebutuhan dan sifat; persepsi terhadap tugas; imbalan

inernal dan eksternal; serta persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja.

Penelitian Mulyono, Hamzah dan Abdullah (2013) didapatkan bahwa kepuasan

kerja mempengaruhi kinerja perawat. Ini menunjukan bahwa selain emotional

intelligence ada juga faktor lain yang mempengaruhi kinerja perawat.

Kumajas (2014), mendapatkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat

pendidikan dan masa kerja dengan kinerja perawat di ruang rawat inap. Ini

menunjukan bahwa selain emotional intelligence ada juga faktor lain seperti

karakteristik individu yang dapat mempengaruhi kinerja perawat.

Hasil penelitian dan uraian di atas menegaskan bahwa emotional

intelligence perlu dikembangkan oleh setiap perawat. Perawat adalah sebuah

profesi yang menuntut tingkat interaksi sosial tinggi. Prinsip melakukan aktivitas

atau pemberian asuhan keperawatan harus dapat bekerja sama dengan pasien,

keluarga pasien, teman sejawat dan tenaga kesehatan lainnya.

Aktivitas tersebut akan membutuhkan kompetensi emosional, mengingat

bahwa kompetensi emotional intelligence turut menentukan kinerja yang prima.

Dimana halnya manajer keperawatan di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

khususnya di Irina A perlu untuk mengupayakan agar kompetensi emotional

intelligence berkembang pada diri para perawat sehingga dapat meningkatkan

kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

Penelitian ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Law (2008) yang melakukan penelitian tentang

The Effect of Emotional Intelligence on Job Performance and Life Satisfaction for

Universitas Sumatera Utara


122

the Research and Development Scientist in China menemukan bahwa terdapat

hubungan yang positif dan signifikan antara emotional intelligence terhadap

kinerja dan kepuasan kerja.

Penelitian lain yang serupa adalah penelitian Christian Jake Paomey

(2016) tentang hubungan emotional intelligence dengan kinerja perawat dalam

menerapkan asuhan keperawatan di Irina A RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou

Manado diperolah bahwa terdapat hubungan antara emotional intelligence dengan

kinerja perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan di Irina A RSUP Prof.

Dr. D. R. Kandou Manado.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang pernah dilakukan

oleh Bakr dan Safaan (2012), Yenti K (2014), Mshellia (2016) dimana masing-

masing hasil penelitian juga memberikan bukt bahwa emotional intelligence

mempunyai pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kinerja perawat. Yang

artinya, semakin tinggi emotional intelligence yang dimiliki oleh perawat maka

akan semakin meningkatkan kinerja secara signifikan. Begitupun sebaliknya,

semakin rendah emotional intelligence yang dimiliki oleh perawat maka akan

menurunkan kinerja secara signifikan. Kompetensi emotional intelligence yang

dimiliki oleh perawat sangat penting dan mempunyai pengaruh positif segnifikan

terhadap kinerja konstektual perawat, secara khusus tentang pembentukan empati,

manajemen diri, kemampuan sosial dan kesadaran diri perawat.

Pengaruh Work Family Conflict dan Emotional Intelligence terhadap Kinerja

Perawat Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

Universitas Sumatera Utara


123

Hasil penelitian menunjukkan bahwa work family conflict dan

emotional intelligence berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di RSUD

Dr. Pirngadi Kota Medan. Kinerja perawat pelaksana dalam hal ini sangat

ditentukan oleh keadaan perawat yaitu peran ganda. Hal ini terjadi karena perawat

pelaksana tidak dapat focus untuk melakukan tindakan keperawatan yang

disebabkan oleh peran ganda yang dimiliki.

Situasi seperti ini menimbulkan perawat tidak dapat dengan baik untuk

mengatur bekerja sebagai perawat atau menyelesaikan tugas ibu rumah tangga.

Selain itu tidak kala pentingnya adalah emotional intelligence yang dimiliki oleh

perawat dalam menyelesaikan perannya sebagai perawat. Emotional intelligence

seorang perawat harus dapat dikendalikan dengan baik sehingga dalam

memberikan tindakan keperawatan dapat tenang dan professional dalam

memberikan pelayanan keperawatan.

Hal ini dapat dibuktikan dengan kekuatan pengaruh work family conflict

dan emotional intelligence terhadap kinerja perawat pelaksana sebesar -5,502

dengan p=0,000; dan koefisien beta (β) pada variabel emotional intelligence

sebesar 3,540 dan p=0,002; artiny bahwa work family conflict dan emotional

intelligence berpengaruh secara simultan terhadap kinerja perawat di RSUD Dr.

Pirngadi Kota Medan. Kontribusi pengaruh work family conflict dan emotional

intelligence terhadap kinerja perawat wanita sebesar 0,847 atau 84,7 %.

Menurut Simamora (2004) kinerja merupakan hasil kerja yang dapat

dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai

dengan wewenang dan tanggung jawab masing- masing dalam rangka upaya

mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hokum

Universitas Sumatera Utara


124

dan sesuai dengan moral maupun etika. Kinerja mengacu kepada kadar

pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan karyawan. Kinerja

merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan.

Salah satu yang dapat meningkatkan atau menurunkan kinerja perawat

adalah faktor work family conflict dan emotional intelligence. Work family

conflict perlu diperhatikan pada perawat khususnya yang sudah menikah, dimana

ada peran tanggung jawab ganda yaitu peran sebagai seorang ibu rumah tangga

dan wanita karir. Kedua peran ini sama-sama saling membutuhkan waktu dan

perhatian penuh dalam pemenuhannya. Semakin tinggi work family conflict yang

dimiliki, maka kinerja perawat akan semakin menurun, sebab wanita yang bekerja

mulai merasa resah dan terbebankan dengan dua peran yang dimilikinya tersebut.

Pada sisi lainnya emotional intelligence merupakan salah satu faktor

yang harus diperhatikan oleh perawat karena berpengaruh terhadap kinerja

perawat. Emotional intelligence dalam dunia keperawatan dimana pekerjaan

sebagai perawat memerlukan keahlian dan keterampilan untuk memenuhi

kebutuhan pasien yang mencakup kebutuhan biologis, psikologis, sosiologis dan

spiritual pasien sehingga untuk dapatterpenuhinya pelayanan keperawatan yang

komprehensif diperlukan kemampuan mengelola emosi dengan baik.

Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Meidah (2013) tentang “Pengaruh Work Family Conflict, Emotional Intelligence

dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Perawat Wanita (Studi Kasus Pada

Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi) yang menunjukkan bahwa variable

work family conflict dan emotional intelligence dan komitmen organisasi secara

simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat.

Universitas Sumatera Utara


125

Keterbatasan Penelitian

1. Subyek penelitian ini hanya pada satu rumah sakit, tentu saja tidak dapat

dilakukan generalisasi bahwa penelitian yang sama, dengan subyek yang

lebih beragam akan memberikan hasil dan temuan-temuan yang sama.

2. Dalam mencari pengaruh work familiy conflict dengan emotional intelligence

terhadap kinerja perawat tidak memperhitungkan keadaan lingkungan dan

hanya pada satu rumah sakit pemerintah.

Implikasi

1) Memberikan gambaran kinerja perawat pada saat ini sehingga ada upaya

untuk meningkatkannya.

2) Work family conflict dan emotional intelligence perawat perlu diperhatikan

oleh pihak manajemen untuk meningkatkan pelayanan kesehatan rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada

bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan, yaitu :

1. Perawat di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan mayoritas memilki work family

conflict dalam kategori tinggi. Hal ini membuktikan bahwa work family

conflict pada perawat dapat didefenisikan sebagai bentuk konflik peran,

tuntutan dari peran pekerjaan kurang dapat dipenuhi pada saat yang sama

berusaha memenuhi tuntan peran yang lain.

2. Perawat di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan mayoritas emotional intelligence

dalam kategori rendah. Hal ini membuktikan bahwa tuntutan atau beban kerja

yang dimiliki perawat dapat menimbulkan rasa tertekan pada perawat sebab

perawat selalu berhubungan dengan pasien yang latar belakang budaya dan

sifat yang berbeda.

3. Perawat di RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan mayoritas kinerja dalam kategori

tidak baik. Hal ini membuktikan bahwa work family conflict yang dimiliki

oleh perawat wanita dapat menimbulkan ketidakseimbangan emotional

intelligence yang dapat berefek pada kinerja perawat.

130
Universitas Sumatera Utara
131

4. Terdapat pengaruh yang tidak searah (negative) antara work family conflict

dan kinerja perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan dengan nilai OR

sebesar 0,038. Hal ini membuktikan bahwa terjadinya benturan antara

tanggungjawab pekerjaan di tempat kerja atau kehidupan pekerjaan dengan

tanggungjawab pekerjaan di rumah salah satu factor yang mempengaruhi

kinerja karena pekerjaan lebih dominan yang mengakibatkan perawat tidak

bisa memenuhi tanggungjawab keluarga dan mengurangi kualitas kehidupan

keluarga.

5. Terdapat pengaruh positif yang signifikan antara emotional intelligence

dengan kinerja perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan dengan nilai OR

sebesar3,797. Hal ini membuktikan bahwa perawat yang memiliki emotional

intelligence yang rendah akan semakin menurunkan kualitas kinerja perawat.

6. Pengaruh signifikan antara work family conflict dan emotional intelligence

berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Dr.

Pirngadi Kota Medan dengan nilai OR sebesar -5,502 dan koefisien pada

variabel emotional intelligence sebesar 3,540. Yang artinya faktor yg paling

dominan mempengaruhi kinerja perawat di RSU Dr. Pirngadi Medan adalah

emotional intelligence.

Saran

Peneliti mengajukan beberapa saran yang terkait dengan hasil penelitian yang

ada pada penelitian ini :

Universitas Sumatera Utara


132

Bagi Pelayanan Kesehatan

1. Terdapatnya work family conflict maka rumah sakit perlu membuat

kebijakan yang mempertimbangkan faktor ini, seperti pengaturan jam

kerja dan beban kerja yang lebih fleksibel, serta mebuat acara-acara yang

melibatkan karyawan supaya keluarga mengetahui dan akhirnya

memahami kondisi kerja istri dan/atau ibu mereka yang kemudian

mendorong munculnya dukungan sosial dan berhubungan dengan

kesejahteraan perawat.

2. Rumah sakit perlu memperhatikan faktor pekerjaan, faktor keluarga dan

faktor individu karena secara nyata yang dapat mempengaruhi timbulnya

work family conflict.

3. Pihak rumah sakit diharapkan menyelenggarakan kegiatan yang bertujuan

untuk lebih meningkatkan emotional intelligence. Misalnya melalui

pelatihan-pelatihan untuk lebih meningkatkan emotional intelligence pada

perawat, seperti mengadakan pelatihan ESQ sehingga menghasilkan

perawat memiliki perilaku caring dalam memberikan pelayanan

keperawatan.

4. Dalam melaksanakan peraturan, pihak rumah sakit harus mempunyai

ketegasan dan tidak pilih kasih terhadap perawat yang tidak taat kepada

peraturan. Dan dalam hal terhadap perawat yang tidak disiplin, harus

dilakukan secara persuasive/ untuk mengubah atau mempengaruhi

kepercayaan, sikap dan perilaku perawat sehingga bisa bertindak sesuai

dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara


133

5. Perawat yang memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dan melebihi

standard asuhan keperawatan berdasarkan penilaian pimpinan dan pasien,

selayaknya diberikan reward/penghargaan.

6. Kritk atau saran yang diberikan oleh perawat harus ditanggapi supaya

terjalin harmonisasi kerja yang baik antara perawat dan atasan.

Perawat Pelaksana

1) Perawat harus dapat lebih menyeimbangkan waktu antara urusan pekerjaan

dan keluarga. Perawat yang memiliki work family conflict juga harus

menyadari bahwa pekerjaan dan keluarga adalah dua hal yang penting dalam

kehidupan, sehingga dari adanya pemahaman tersebut tidak ada salah satu

peran yang dikorbankan dan diharapkan work family conflict dapat

diminimalisirkan.

2) Hendaknya bagi perawat dapat membantu perawat lain mendapatkan

pengetahuan agar lebih mampu mengenali emosi diri sendiri dan orang lain,

mampu mengendalikan emosi yang mempengaruhi keharmonisan dengan

lingkungan dan dapat menentukan keberhasilan diri sendiri sehingga dapat

meningkatkan kinerja.

3) Untuk meningkatkan emotional intelligence perlu bagi perawat meningkatkan

keterampilan sosial khususnya dengan sesama rekan perawat. Cara yang

dapat dilakukan antara lain sering mengadakan diskusi membahas masalah-

masalah yang terjadi, saling memberikan saran atau pendapat terhadap

masalah-masalah yang sedang terjadi untuk mencari solusi yang tepat, baik

masalah dengan pasien atau dengan sesama rekan perawat.

Universitas Sumatera Utara


134

4) Langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan emotional intelligence

diantara rekan perawat lainnya antara lain dapat ditempuh dengan jalan

meningkatkan komunikasi dengan sesama perawat, memberikan pemahaman

kepada perawat dalam menghadapi persaingan sekarang ini yang diperlukan

bukan lagi super man tetapi super team. Sehingga yang dibutuhkan adalah tim

yang kompak dan solid serta bisa bekerjasama dengan baik dalam

penyelenggaraan asuhan keperawatan dengan hasil yang maksimal dan

memuaskan kebutuhan pasien dan keluarga.

5) Sejalan dengan perkembangan teknologi, pendidikan perawat perlu

ditingkatkan hingga ke jenjang yang lebih tinggi untuk meningkatkan ilmu

pengetahuan dan untuk mendapatkan emotional intelligence yang lebih baik.

Pendidikan Keperawatan

1. Penelitian ini diharapkan dapat membantu dan menambah referensi dalam

mengembangkan penelitian mengenai work family conflict dan emotional

intelligence perawat wanita.

2. Work family conflict dan emotional intelligence bukan hanya isu dalam

keperawatan, tetapi juga merupakan hal yang sangat penting. Oleh sebab itu

perlu memasukkanya dalam konsep pembelajaran dalam pendidikan

keperawatan.

Universitas Sumatera Utara


135

Bagi Peneliti Selanjutnya

1) Bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian dengan sampel

yang lebih beragam.

2) Bagi peneliti selanjutnya yang berniat meneliti work family conflict perawat

dan emotional intelligence perawat, dapat menghubungkan dengan variabel

lain. Seperti kecerdasan spiritual perawat, kematangan emosi, persepsi pasien

dan lain-lain.

3) Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat menilai emotional intelligence

dan kinerja dari perspektif pasien atau atasan rumah sakit sehingga hasil

penilaian kinerja dan emotional intelligence perawat diharapkan bisa lebih

objektif.

4) Untuk mendapatkan informasi yang lebih menyeluruh tentang work family

conflict dan emotional intelligence, peneliti selanjutnya dapat melakukan

penelitian yang bersifat kualitatif di rumah sakit khusus seperti Rumah Sakit

Stroke, Rumah Sakit Jantung atau yang lainnya.

5) Penelitian tentang emotional intelligence perawat ini dapat lebih

dikembangkan lagi dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi emotional intelligence subjek seperti: jenis kelamin, usia,

golongan kerja dan lama masa kerja subjek.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

AA. Anwar Prabu Mangkunegara. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia


Perusahaan, Remaja Rosdakarya. Bandung.

Abdullah, Hamzah & Mulyono (2013). Faktor yang berhubungan dengan kinerja
perawat di Rumah Sakit Tingkat III 16.06.01 Ambon. Jurnal AKK, 2 (I), 18-
26.

Afriyenita, Erman Har, dan Erwinsyah Satria. 2013. “Peningkatan Aktivitas dan
Hasil Belajar Siswa Kelas V pada Pembelajaran IPA dengan Strategi Aktif
Tipe True or False di SD Kartika 1-10 Padang.” dalam E-Jurnal Bung Hatta
2(2). Diakses pada 7 Desember 2015 (http://ejurnal.bunghatta.ac.id).

Amin, Mustafa M. 2008. Sindrom Depresif Pada Penderita Kanker Payudara.


Universitas Sumatera Utara. Available from:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6364 [Accesed 31 Mei 2019]

Anand, R., Perrelli, R., & Zhang, B. (2016). South Africa‟s Exports Performance:
Any Role for Structural Factors. IMF Working Paper WP/16/24.
International Monetary Fund. ISSN: 9781475594003/1018-5941.

Andriani, R. (2015). Analisis Komponen Makna Kelompok Verba Say dalam


Bahasa Inggris. Tesis. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Gadjah Mada. Diunduh dari website:
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=Pene
litianDetail&act=view&typ=html&buku_id=87516&obyek_id=4. pada
tanggal 8 Juni 2018.

Anne, C.H., & Mc.Queen. (2003). Integrative literature reviews and meta-
analyses: Emotional intelligence in nursing work. Journal of Advanced
Nursing, 47(1), 101–108.

Amstad, F. T., Meire, L. L., Fasel, U., Elfering, A., & Semer, N. K. (2011). A
Meta-Analysis of Work-Family Conflict and Various Outcomes With A
Special Emphasis on Cross-Domain Versus Matching-Domain Relations.
Journal of Occupational Health Psychology, 16, 151-169.
http://dx.doi.org/10.1037/a0022170.

Aprilia, S, 2011, Faktor - faktor yang Mempengaruhi Perawat dalam Penerapan


IPSG (Intenational Ptient Safety Goals) pada Akreditasi JCI (Joint
Commission International). Skripsi. Jakarta: Fakultas Ilmu Ke perawatan
Program Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta.

136
Universitas Sumatera Utara
137

Appollo., & Cahyadi, A. (2012). Konflik Peran Ganda Perempuan Menikah yang
Bekerja Ditinjau dari Dukungan Sosial Keluarga dan Penyesuaian Diri. J
Widya War, 2: 255-71. Diunduh dari website:
http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=116765
pada tanggal 02 Agustus 2018.

Ardiana, A. (2010). Hubungan Kecerdasan Emosional Perawat dengan Perilaku


Caring Perawat Pelaksana Menurut Persepsi Pasien di Ruang Rawat Inap
Rsu Dr. H. Koesnadi Bondowoso. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan
Program Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Kepemimpinan dan
Manajemen KeperawatanDepok

Awases, M. H., Bezuidenhout, M. C., & Roos, J. H. (2013), „Factors affecting the
performance of professional nurses in Namibia‟, Curationis 36(1), Art. 108,
8 pages. http://dx.doi.org/10.4102/curationis.v36i1.108.

Badan Pusat Statistik. (2012). Profil Perempuan Indonesia. Jakarta: Kementerian


Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia.
Diunduh dari website : https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/5fe26-
c5be9-profile-perempuan-indonesia-2013.pdf. pada tanggal 15 Juni 2018.

Bacharach, S. B., Bamberger. P., & Conely, S. (1991). Work-home conflict


among nurses and engineers: Mediating the impact of stress on burnout and
satisfaction at work. Journal of Organizational Behaviour. s12 (1): 39-63.
https://doi.org/10.1002/job.4030120104.

Barker, Linsey, M., Nussbaum, Maury, A. (2011). Fatiqyue, performance and the
work environment : a survey of registered nurses. Journal of Advanced
Nursing J ADV NURS, 67(6), 1370-82.

Basu Swasta DH., dan T. Hani Handoko. 1997. Manajemen Pemasaran Modern,
Liberty, Yogyakarta.

Budiarto, F. (2016). Pengaryh Budaya Organisasi. Motivasi Dan Kepuasaan


Kinerja Terhadap Kinerja Pegawai.

Bureau of Labor Statistic. (2016). Employer-reported workplace injuries and


illnesses - 2016. Washington D.C: US Department of Labor. Diakses dari
website: https://www.bls.gov/news.release/archives/osh_11092017.pdf.
pada tanggal 18 Juni 2018.

Boyar, S, L., Carl, P., Maertz, Jr., Donald, C. Moesley, Jr., & Jon, C. Carr. (2008).
The Impact of Work Family Demand on Work Family Conflict. Journal of
Managerial Psychology, 23, 3: 215-235.
https://doi.org/10.1108/02683940810861356.

Boyd, Walker, & Larreche. (2000). Manajemen Pemasaran Suatu Pendekatan


Strategis dengan Orientasi Global Edisi 2 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Universitas Sumatera Utara


138

Black, J, M., & Hawks, J. H. (2014). Medical Surgical Nursing, 2. Jakarta:


Salemba Medika.

B.P Sitepu. 2012. Penulisan Buku Teks Pelajaran, Bandung:PT. Remaja


Rosdakarya.

Carikci, I. (2002). Gender differences in work family conflict among managers in


Turkey: non western perspective. Paper Department of Management.
University of Suleyman Demirel Turkey.

Caricati, L., Sala, R. L., Marletta, G., Pelosi, G., Ampollini, M., Fabbri, A., &
Mancini, T. (2014). Work climate, work values and professional
commitment as predictors of job satisfaction in nurses. Journal of Nursing
Management, 22(8), 984-994. https://doi.org/10.1111/jonm.12079.

Cary L. Cooper, Marilyn J. Davidson. (1982). The High Cost of Stress on Women
Managers, Organizational Dynamics.

Cascio., & Wayne, F. (2013). Managing Human Resources. New York: The
McGrawHill Companies.

Colquitt, J. A., Jeffery A. LePine., & Michael J. W. (2015). Organizational


Behavior. New York: McGraw-Hill.

Christian Jake Paomey. 2016. Hubungan kecerdasan emosional dengan kinerja


perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan di Irina A RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado. e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 4
Nomor 1, Mei 2016.

Choi, J. M., E.O. Lee., H. J. Lee., K. H. Kim., K. S. Ahn., B. S. Shim., N. I. Kim.,


M. C., Song, N.I., Baek., & S. H. Kim. (2016). Identification of campesterol
from Chrysanthemum coronarium L. and its antiangiogenic activites.
Phytotherapy Research, 21: 954-959. https://doi.org/10.1002/ptr.2189.

Depkes RI. (2002). Keputusan Menkes RI No. 228/MENKES/SK/III/2002 tentang


Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit yang Wajib
Dilaksanakan Daerah.

Depkes RI, (2010) Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Keperawatan Keluarga.


Jakarta : Depkes RI.

Depkes. (2011). Deklarsi Pelayanan Keperawatan Prima. Diunduh pada website:


http://www.kesmas.kemkes.go.id/portal/konten/ tanggal 22 september 2018
pukul 16.30.

Universitas Sumatera Utara


139

Delucia, Patricia, R; Ott, Tammy, E; Palmieri, Patrick, A, 2009. “Performance In


Nursing”. Reviews Of Human Factors and Ergonomics, Vol. 5, No. 1, June
2009, pp. 1-40.

Duxbury, L., & Higgins, C. (1991). Gender differences in work-family conflict.


Journal of Applied Psychology, 76(1) 60-74.
http://dx.doi.org/10.1037/0021-9010.76.1.60.

Ellis, J. R., & Hartley, C. L. (2012). Nursing in today‟s world: Trend, issue and
management. United Stae: Lippincolt Williams & Wilkins.

Frone, M. R., Russell, M., & Cooper, M. L. (1992). Antecedents and outcomes of
work family conflict: Testing a model of the work-family interface. Journal
of Applied Psychology, 77, 65–78.

Gaffey, A. (2013). The Balansing Act, anticipation of Work Family Conflict, Role
Salience, Self Efficacy. USA: Departmen of Psychology University
Carbondale.

Goleman, D. (2009). Kecerdasan Emosional: Mengapa EI lebih penting daripada


IQ. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Goleman, D. (2015). Emotional Intelligence: Mengapa EI lebih tinggi dari IQ.


Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Goleman, D. (2016). Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosional. Jakarta: PT.


Gramedia Pustaka Utama.

Gomes, F. C. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan Keempat.


Yogyakarta: Penerbit Andi.

Ghayyur, M., & Waseef, J. (2012). Work family conflict: A case of Employees
turnover intention. Journal of social science and humanity.
http://dx.doi.org/10.7763/IJSSH.2012.

Ghislieri. (2017). Work Family Conflict and Enrichment In Nurse; Between Job
Demands, Perceived Organisational Support and Work Family Baklash. J
Nurs Manag, 25(1);65-75. http://dx.doi.org/10.1111/johm.12442.

Gibson, M. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan ke dua. Jakarta:


Erlangga.

Gregson, T., Wendell, J., and Aono, J. (1994). Role ambiguity, role conflict, and
perceived environmental uncertainty: Are the scales measuring separate
constructs for accountants. Behavioral Research in Accounting. 6: 144159

Greenhaus, J. H., & Beutell, N. J. (1985). Sources of Conflict Between Work and
Family Orles. Academy of Management Review, 10(1), 76-88.

Universitas Sumatera Utara


140

Greenhaus, J. H., & Beutell N. (2000). Work Family Conflict. Drexel University.

Greenhaus, J. H., Parasuraman, S., & Collins, K. M. (2001). Career Involvement


and Family Involvement as Moderators of Relationship Between Work-
Family Conflict and Withdrawal From a Profession”, Journal of
Occupational Health Psychology, 6, 91-100.
http://dx.doi.org/10.1037/1076-8998.6.2.91.

Halimah, Siti. (2013). Analisis Pengaruh Konflik Peran Ganda (Work Family
Conflict) dan Stres Kerja terhadap Kinerja Karyawan Wanita Bagian
Produksi PT. Samwon Busana Indonesia. Jurnal. Fakultas Ekonomi
Universitas Semarang.

Hanggraeni, D. (2011). Perilaku Organisasi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia.

Hasan, A.B.T. (2015). Clinical assessment of major injuries. Elsevier, 185-189.

Jhonson. (2000). Cooperative Learning Methods: A Meta Analysis. New Jersey:


Prentise-Ha. Englewood Chiff.

Harahap & Syafri, S. (2015). Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Edisi 1-10.
Jakarta: Rajawali Pers.

Hasibuan & Malayu. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT


Bumi Aksara.
Hidayat, R. (2011). Hubungan faktor stres kerja dengan kinerja perawat di
instalasi gawat darurat rumah sakit premier Surabaya. Jurnal Keperawatan
Universitas Airlangga. Diunduh dari: journal.unair.ac.id/download-
fullpapers-pnj97d781a697full.doc.

Hisrich., Robert, D., Michael, P., Peters., Dean, A. & Sheperd. (2012).
Kewirausahaan Entrepreneurship. Jakarta: Salemba Empat.

ILO. (2011). Lembar Fakta: Inklusi Penyandang Disabilitas Indonesia.

Ilyas, Yaslis. (2002). Kinerja: Teori, Penilaian dan Penelitian, Pusat Kajian
Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,
Depok.

Karatepe., Osman, M. & Tekinkus, M. (2012). The Effects of Work Family


Conflict, Emotional Exhaustion, and Intrinsic Motivation on Job Outcomes
of Front Line Employees. International Journal of Bank Marketing. Vol. 24,
3: 173-193. http://dx.doi.org/10.1108/02652320610659021.

Kemenkes RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010. Jakarta :


Kemenkes RI.

Universitas Sumatera Utara


141

Kementrian Kesehatan. (2015). Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Rumah


sakit. Jakarta: Kemenkes.

Keliat & Akemat. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC.

Khaerul, U. (2010). Perilaku Organisasi. Bandung: Pustaka Setia.

Khoiroh. (2015). Hubungan Konflik Peran Ganda Kerja-Keluarga dengan


Kesejahteraan Psikologis Perawat Perempuan Puskesmas Guluk-Guluk
Sumenep Madura. Skripsi. Universitas Islam Negeri Malang. Diunduh dari
website: file:///C:/Users/YOU/Downloads/Documents/11410007.pdf. pada
tanggal 8 Juni 2018.

Killam, L. A., & Heerschap, C. (2012). Challenges to student learning in the


clinical setting. A qualitative descriptive study, Nurse Education Today, 336
(6), 684-691. http://dx.doi.org/10.1016/j.nedt.2012.10.008.

Kurniadi, Anwar. (2013). Manajemen Keperawatan dan Prospektifnya: Teori dan


Aplikasi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Kurniawati, D., & Solikhah. (2012). “Hubungan kelelahan kerja dengan kinerja
perawat di bangsal rawat inap rumah sakit islam fatimah kabupaten
cilacap”, Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 6, No. 2, 162232. Yogyakarta:
Universitas Ahmad Dahlan (UAD). ISSN: 2620-2999.
http://dx.doi.org/10.12928/kesmas.v6i2.1019.

Kopmans, L., Bernaard, C. M., Hildebrandt, V. H., Vet, H.C.W., & De, B. A. J.
(2014). Construct Validity of the Individual Work Performance
Questionnaire. Journal of Occupational and Environmental Medicine,
56(3), 331337. http://dx.doi.org/10.1097/JOM.0000000000000113.

Langingi, A., Lidya I. Momuata., & Maureen G. Kumaunanga. (2015). Hubungan


Faktor Internal Dan Eksternal Dengan Kinerja Perawat Pelaksana. 387.

Lee, J., Jihye, L., Hyungsun, L., Ji-Seon, S., Jun-Rae, L., DonChan, K., &
Seonghoo, K. (2012). Cartoon Distraction Allevietas Anxiety in Children
During Induction of Anesthesia. Anesthesia & Analgesia, 115 (5).

Luthans, F., Norman, S.M., Avolio, B.J., & Avey, J.B. (2008). The mediating role
of psychological capital in the supportive organizational climate- employee
performance relationship. Journal of Organizational Behavior, 29, 219-238.
http://dx.doi.org/10.1002/job.507.

Universitas Sumatera Utara


142

Lusiani.(2006). Hubungan karakteristik individu dan system penghargaan dengan


kinerja perawat menurut persepsi perawat pelaksana di RS Sumber Waras
Jakarta. Tesis Program PascaSarjana FIK. UI.

Mangkunegara, A. P. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.


Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mangkunegara, A. P. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.


Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mangkunegara. (2009). Manajemen sumber daya manusia. Bandung: remaja


Rosdakarya.

Mangkunegara, A. P. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.


Bandung: Remaja Rosdakarya.

Marquis, B & Huston. (2010). Kepemimpinan dan manajemen keperawatan.


Jakarta: Salemba medika.

Masjhur, F. (2002). Hubungan Kepuasan Kerja dan Karakteristik Individu Dengan


Kinerja Perawat di RSKO Jakarta. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. Tidak dipublikasikan.

Mathius, A. (N. D.). (2013). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Perawat
Di Ruang Inap RS. Bhayangkara Makasar.

Megawati, H. (2017). Analisis pengaruh karakteristik individu terhadap Kinerja


perawat di rumah sakit Dr. Pirngadi Medan tahun 2017. Jurnal Jumantik,
2(1): 1-12. Diunduh dari website:
jurnal.uinsu.ac.id/index.php/kesmas/article/view/960 pada tanggal 18 Juni
2018.

Meidah, Endah. (2013). Pengaruh Konflik Peran Ganda, Kecerdasan Emosional


dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Perawat Wanita (Studi Kasus
Pada Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi). Skripsi. Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Mubassyi Ahmad Hilmy. 2014. Pengaruh Work Family Conflict Terhadap


Kinerja Perawat Wanita Dengan Variabel Intervening Kontimen
Organisasional di RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya. Jurnal
Manajemen Teori dan Terapan. (7)3: 143-162.

Mudallal, R. H., M. Y. N. Saleh, H. M. Al-Modallal., & R. Y. Abdel-Rahman.


(2017). “Quality of nursing care: The influence of work conditions, nurse
characteristics and burnout.” International Journal of Africa Nursing
Sciences, 7: 24-30. http://dx.doi.org/10.1016/j.ijans.2017.06.002.

Universitas Sumatera Utara


143

Mudayana, AA. (2010). Pengaruh Motivasi dan Beban Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan di Rumah Sakit Nur Hidayah Bantul, KESMAS, vol 4, no. 2, pp,
76-143.

Muhammad, (2013). Hubungan Kepemimpinan Kepala Ruang Menurut Persepsi


Perawat Terhadap Motivasi Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Instalasi
Rawat Inap F BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Hal 1.

Notoatmodjo, S .2005. Promosi Kesehatan teori dan aplikasinya.Jakarta: Rineka


Cipta.

Nursalam. (2003). Proses dan dokumentasi keperawatan, konsep dan praktek.


Jakarta : Salemba Medika.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan : Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2011). Proses dan dokumentasi keperawatan, konsep dan praktek.


Jakarta : Salemba Medika.

Nursalam. (2012). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Panatik, S. A. B., Rajab, A., Shah, I. M., Rahman, H. A., & Rosman. (2012).
Work Family Conflict, Stress and Psychological Strain in Higher Education.
http://dx.doi.org/10.7763/JOEBM.2015.V3.200.

Polit & Beck, P. (2010). Essential of Nursing Research: methods, appraisal,


utilization (sixt edition, ed). Philadephia: Lippincot Williams & Wilkins.

Polit & Beck. P. (2010). Esential of Nursing Research: appraisal evidence for
nursing practice (seventh edition ed. Philadephia: Lippincot Williams &
Wilkins.

Polit & Beck. (2012). Resource Manual for Nursing Research. Generating and
Assessing Evidence for Nursing Practice. Ninth Edition. USA : Lippincott.

Potter & Perry. (2002). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Vol. 2. Jakarta:
Salemba Medika.

Potter & Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Vol. 2. Jakarta:
Salemba Medika.

PPNI. (2000). Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta.

PPNI.(2010). Standar profesi dan kode etik perawat di Indonesia. Jakarta:


Pengurus Pusat -PPNI.

Universitas Sumatera Utara


144

Rahmawati Anisa. 2014. pengaruh work family conflict dan lingkungan kerja
terhadap kinerja perawat Rumah Sakit Ghrasia Yogyakarta. Universitas
Negeri Yogyakarta.

Rahmawati, A., & Indartono, S. (2015). Pengaruh Work Family Conflict dan
Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Perawat Rumah Sakit Ghrasia. Skripsi.
Universitas Negeri Yogyakarta. Diunduh dari website:
file:///C:/Users/YOU/Downloads/Documents/AnnisaRahmawati_11408141
024_2.pdf pada tanggal 28 Juni 2018.

Rantika., Renny., & Sunjoyo. (2010). Pengaruh Konflik Kerja Keluarga Terhadap
Komitmen Orgaisasional yang Dimediasi oleh Kepuasan Kerja pada Profesi
Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi Surakarya.
Published on Proceeding of Seminar Akbar Forum Manajemen Indonesia.
Management; Future Challenge. Diunduh dari website: https://e-
journal.unair.ac.id/JMTT/article/viewFile/2418/1773 pada tanggal 10
Januari 2019.

Riani, A, L. (2011). Perspektif Kompensasi. Surakarta: Yuma Pustaka.

Rosidah, L. (2009). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Work Family


Conflict Pada Karyawan: Studi pada Asuransi Jiwa Bersama. Skripsi.
(Unpublished). Yogyakarta: FEB UGM.

Robbins, Stephen P. (2006). Perilaku Organisasi. Edisi kesepuluh. Jakarta: PT


Indeks Kelompok Gramedia.

Robbins., Stephen, P., & Judge, T. A. (2015). Perilaku Organisasi. Terjemahan.


Jakarta: Salemba.

Ruderman, M. (2002). Benefits of Multiple Roles for Managerial Women.


Academy of Management Journal, 45 (2): 369-387

Saeroso. (2008). Sosiologi 2. Jakarta: Penerbitan Quadra.

Saptoto, R. (2010). Hubungan kecerdasan emosi dengan kemampuan coping


adaptif. Jurnal Psikologi Universitas Gadjah Mada, 37(1).

Sarifuddin, Y.B.(2015) Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Perilaku Caring


Perawat Pada Praktek Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSI PKU
Muhammadiyah Pekajangan Kabupaten Pekalongan.Skripsi. Program
Studi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Pekajangan
Pekalongan

Sastradijaya, H.J (2004). Faktor – Faktor yang Berhubungan Kinerja Perawat di


Ruang Rawat Inap RSUD Cilegon. Tesis FIK – UI, tidak dipublikasikan

Universitas Sumatera Utara


145

Shimazu, A. & Wilmar, B.S. (2007). Does distraction facilitate problem focused
coping with job Stress? A 1 year longitudinal study. Journal of Psychology,
30, 423–434. DOI 10.1007/s10865-007-9109-4.

Siagian, Sondang. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia . Jakarta : Bumi


Aksara

Siagian. (2014). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Simamora, H. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE


YKPN.

Simamora, R. H., Bukit, E., Purba, J. M., & Siahaan, J. (2017). Penguatan kinerja
perawat melalui pelatihan ronde keperawatan di rumah sakit royal prima
medan. Jurnal pengabdian kepada masyarakat, 23(2), 300-304.

Simanjorang, A. (2008). Pengaruh karakteristik organisasi terhadap stres kerja


perawat di RSU Dr. Pirngadi Medan. Tesis. Medan: Universitas Sumatera
Utara. Diunduh dari website:
repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/6746/09E00223.pdf?seque
nce=1 pada tanggal 18 April 2018.

Sondang, P. S. (2012). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sukardi. (2011). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sulistiyani, A. T., & Rosidah. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia.


Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Sulistyowati, Endah. 2012. Implementasi Kurikulum Pendidikan Karakter. DIY:


PT Citra Aji Parama

Susanti., Sri., & Ekayati, IGAA Novi. (2013). Peran Pekerjaan, Peran Keluarga
dan Konflik Pekerjan pada Perawat Wanita. Persona, Jurnal Psikologi
Indonesia. Vol. 2, hal 183-190.Diunduh dari website:
file:///C:/Users/YOU/Downloads/Documents/118-622-1-PB_2.pdf pada 18
April 2018.

Setiawan., & Adi, S. (2010). Pengaruh Umur, Pendidikan, Pendapatan,


Pengalaman Kerja dan Jenis Kelamin terhadap Lama Mencari Kerja bagi
Tenaga Kerja Terdidik di Kota Magelang. Tesis. Universitas Diponegoro:
Fakultas Ekonomi. Diunduh dari website: http://eprints.undip.ac.id/24451/
pada tangal 18 April 2018

Shih, F. Y. (2010). Image Processing And Pattern Recognition Fundamentals and


Techniques, USA: A John Wiley and Sons. ISBN: 978-0-470-40461-4.

Universitas Sumatera Utara


146

Somech., Anit., & Drach-Zahavy, A. (2013). Translating Team Creativity to


Innovation Implementation: The Role of Team Composition and Climate for
Innovation, Journal of Management, 39(3), 684-708.
http://dx.doi.org/10.1177/0149206310394187.

Stuart, W. G. (2012). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5 revisi. Jakarta: EGC.

Sulistiyani, A. T., & Rosidah. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia.


Cetakan Pertama. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Susanti, S., & Ekayati, IGAA N. (2013). Peran Pekerjaan, Peran Keluarga dan
Konflik Pekerjaan pada Perawat Wanita. Persona, Jurnal Psikologi
Indonesia, 2(2), 183-190. https://doi.org/10.30996/persona.v2i2.118.

Sukardi. (2012). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Syed, N., & Xiaoyan, L. (2013). Relationship between Human Resource


Management Practices and Enterprise innovation: Mediating role of creative
culture. International Conference on Information, Business and Education
Technology. Atlantis Press: 534-537. DOI: 10.5539/ass.v11n10p358.

Tandiontong, Mathius. 2016. Kualitas Audit dan Pengukurannya. Bandung.

Takeuchi, T. (2010). Relationship Between Work-Family Conflict And A Sense


Of Coherence Among Japanese Registered Nurse. Journal of Japan J Nurs
Sci. 7(1):158-68. https://doi.org/10.1111/j.1742-7924.2010.00154.x.

Thomas, L. T., & Ganster, D. C. (1995). Impact of Family-Supportive variables


on WorkFamily conflict and strain: A Control perspective. Journal of
Applied Psychology, 80(1), 6-15. https://doi.org/10.1037/0021-9010.80.1.6.

Uha, Nawawi, I. (2013). Budaya Organisasi Kepemimpinan dan kinerja. Jakarta:


Kencana.

Wang., Mei-Lingand Tsai., & Li-Jane. (2014). Work-Family Conflict and Job
Performance in Nurses: The Moderating Effects of Social Support. Nurses
Research: Vol. 22 (3). https://doi.org/10.1097/jnr.0000000000000040.

Wardhana Riansyah Aulia. 2018. Pengaruh Work Family Conflict terhadap


Kinerja Perawat Wanita Berkeluarga dengan Variabel Intervening
Komitmen Organisasional di Ruangan Rawat Inap RSUD Cibabat.
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN. Bandung.

Wibowo. (2013). Manajemen Kinerja. Jakarta: Rajawali Pers.

Wibowo. (2013). Manajemen Kinerja. Edisi Kelima. PT. Rajagrafindo Persada


Jakarta – 14240.

Universitas Sumatera Utara


147

Widyasari & Yuanita. (2010). Persepsi Mahasiswa Akuntansi Mengenai Faktor


Yang Membedakan Pemilihan Karir (Studi Pada UNDIP dan UNIKA
Soegijapranoto). Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro. Diunduh dari
website: file:///C:/Users/YOU/Downloads/Documents/SKRIPSI_FULL.pdf
pada tanggal 28 Februari 2019.

Winardi. (2007). Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan).


Bandung: CV. Mandar Maju.

Wulandari, D., & Dwiyanti, R. (2013). Hubungan Antara Konflik Peran Ganda
Dengan Stres Kerja Pada Perawat Wanita Yang Sudah Menikah Di RSUD
Banyumas. Universitas Muhammadiyah Purwokerto: Fakultas Psikologi.
Vol. 12 no.4. ISSN: 1693-1076. Diunduh dari website:
http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/PSYCHOIDEA/article/view/1545.
Pada tanggal 10 Februari 2019.

Zahara Y., Sitorus R., dan Sabri L. 2011. Faktor-Faktor Motivasi Kerja: Supervisi,
Penghasilan, Dan Hubungan Interpersonal Memengaruhi Kinerja Perawat
Pelaksana. Diakses 12 Mei 2019. http://jki.ui.ac.id/index.php
/jki/article/view/312/471.

Zhang, J., Cheang, LCV., Wang, MW., & Lee, S M-Y. (2011). Quercetin exerts a
neuroprotective effect through inhibition of the iNOS/NO system and
proinflammation gene expresion in PC12 cells and in zebrafish.
International Journal of Molecular Medicine, 27(2), 195-203.
https://doi.org/10.3892/ijmm.2010.571.

Zuriah, N. (2006). Metode Penelitian Sosial & Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS

Nama : Romauli Ervanny Goria Siallagan


Nim : 167046009
Tempat/tanggal lahir : Medan, 13 Januari 1988
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Jermal III Ujung No 58 Medan

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD. Budi Luhur Medan (1997-1999)

2. SD. Perguruan Swasta Gajah Mada II Medan (1999-2002)

3. SLTP Tri Sakti I Medan (2002-2004)

4. SMA Negeri 18 Medan (2004-2006)

5. S1 Keperawatan Dan Ners STIKes Mutiara Indonesia Medan

(2006-2011)

6. S2 Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan (2016-

sekarang)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai