Anda di halaman 1dari 53

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitia

Rumah sakit sebagai salah satu bentuk organisasi pelayanan kesehatan

yang memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif mencakup aspek

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif bagi seluruh lapisan masyarakat,

yang sering mengalami permasalahan yang menyangkut tentang mutu

pelayanan rumah sakit yang di anggap kurang memadai atau memuaskan.

(Hidayah, 2014).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

tentang Rumah Sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah

pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44

Tahun 2009, rumah sakit umum mempunyai fungsi: penyelenggaraan

pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar

pelayanan rumah sakit. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan

melalui pelayanan kesehatan yang paripurna. Penyelenggaraan pendidikan dan

pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam

pemberian pelayanan kesehatan. Penyelenggaraan penelitian dan

pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka

1
2

peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu

pengetahuan bidang kesehatan.

Rumah sakit sebagai institusi yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan dan gawat darurat. Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban

memberikan pelayanan kepada pasien sesuai dengan kemampuannya serta

membuat, melaksanakan dan menjaga standar pelayanan kesehatan di rumah

sakit sebagai acuan dalam melayani pasien.

Menurut Data Word Healt Organization (WHO) merilis sebuah survey

kepuasan pelanggan rumah sakit standar yang diselenggarakan oleh sebuah

agensi pemerintah yaitu Hospital Consumer Assessment of Healthcare

Providers and Systems (HCAHPS) terhadap pelayanan keperawatan

menunjukan bahwa tingkat kepuasan pasien berdasarkan indicator tangible

sebesar 88%, eliability sebesar 94%, responsiveness sebesar 91%, assurance

sebesar 88%, emphaty sebesar 73% (HCAHPS, 2016).

Menurut Data Depkes RI (2016) persentase rata-rata tingkat keramahan

petugas dalam memberikan layanan rawat inap menurut persepsi pasien adalah

81,8%. Tingkat keramahan petugas rawat inap dilihat dari tren rata-rata yang

mempunyai nilai 76,5% yang berarti tren rata-rata tingkat keramahan petugas

mengalami peningkatan (nilai positif) per periode.

Tingkat kepuasan pasien rawat inap di Jawa Barat pada tahun 2016

menurut persepsi pasien adalah sebesar 56,9% yang merasa puas dengan

pelayanan rawat inap di suatu rumah sakit. Indikator pembentuk tingkat


3

kepuasan rawat jalan secara keseluruhan mengalami peningkatan sebesar 68%

per periode, artinya setiap periode tingkat kepuasan pasien rawat inap

mengalami kenaikan sebesar 68% (Dinkes Jawa Barat, 2016).

Menurut Dinkes Majalengka (2017) selama tahun 2016, jumlah

kunjungan rawat jalan (baru dan lama) dari RSUD Majalengka adalah 50.728

kunjungan, naik dibandingkan tahun 2017 sebanyak 53.362 kunjungan,

sedangkan di RSUD Cideres tahun 2016 sebanyak 51.109 kunjungan, naik

dibandingkan tahun 2017 sebanyak 53.187. tingkat kepuasan terhadap

pelayanan Rumah Sakit di RSUD Majalengka selama tahun 2017 mencapai

79,5% dan di RSUD Cideres mencapai 75,21%.

Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan

yang kita berikan dan kepuasan suatu modal untuk mendapatkan pasien lebih

banyak lagi dan untuk mendapatkan pasien yang loyal (setia). Pasien yang

loyal akan menggunakan kembali pelayanan kesehatan yang sama bila mereka

membutuhkan lagi. Bahkan telah diketahui bahwa pasien loyal akan mengajak

orang lain untuk menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang sama.

Pasien yang loyal adalah sarana promosi yang murah. Memiliki pasien loyal

akan meningkatkan daya jual institusi pelayanan kesehatan demikian, juga

kemampuannya untuk berlaba (profitabilitas meningkat). Dengan demikian

subsidi silang untuk meningkatkan kualitas pelayanan maupun imbalan yang

diberikan pada seluruh SDM di institusi pelayanan kesehatan tersebut juga

akan dapat lebih meningkat, kesejahteraan meningkat, gairah kerja tenaga

kesehatan semakin meningkat termasuk kemauan untuk meningkatkan


4

kepuasan pelanggannya. Kinerja akan semakin meningkat dimana pelayanan

kepada pasien menjadi semakain baik, akibatnya pasien akan menjadi semakin

puas dan bila pasien tersebut membutuhkan pelayanan kesehatan lagi dan dia

akan mengunakan kembali pelayanan yang sama (Nursalam, 2014).

Dalam rangka menjaga dan meningkakan mutu pelayanan, maka salah

satu aspek yang perlu mendapatkan perhatian adalah kualitas pelayanan

keperawatan. Kualitas layanan adalah menunjukan segala bentuk aktualisasi

kegiatan pelayanan yang memuaskan orang-orang yang menerima pelayanan

yang ditentukan dalam lima unsur yaitu sesuai dengan daya tanggap

(responsiveness), membutuhkan adanya jaminan (Asurance), menunjukan

bukti fisik (tangible), menunjukan empati (empathy), dan orang-orang yang

memberikan pelayanan sesuai dengan keaandalan (Reliability) yang diberikan

secara konsekuensi untuk memuaskan yang menerima pelayanan (Nursalam,

2014).

Kualitas pelayanan kesehatan menjadi salah satu faktor penentu citra

institusi pelayanan kesehatan di mata masyarakat. Hal ini terjadi karena

keperawatan merupakan kelompok profesi dengan jumlah terbanyak, paling

depan dan terdekat dengan penderitaan, kesakitan, serta kesengsaraan yang di

alami pasien dan keluarganya. Salah satu indikator dari mutu pelayanan

keperawatan itu adalah apakah pelayanan keperawatan yang diberikan itu

memuaskan pasien atau tidak.

Beberapa dampak kualitas pelayanan yang kurang baik diantranya

adalah terhadap kepuasan pasien. Selain itu tindakan pelayanan yang baik,
5

teknologi terbaru, perilaku perawat, kualitas tinggi, fasilitas kesehatan,

kemudahan akses toko medis, kualitas pelayanan, kepuasan pasien, respon

administrasi yang baik, dapat mempengaruhi kondisi kesehatan untuk pasien

dan keluarga mereka (Kumari & Shalini, 2013)

Pasien adalah makhluk Bio-Psiko-Sosial-Ekonomi-Budaya, artinya dia

memerlukan terpenuhnya kebutuhan, keinginan dan harapan dari aspek

biologis (kesehatan), aspek psikologis (kepuasan), aspek sosio-ekonomi

(papan, sandang, pangan dan afiliasi sosial), dan aspek budaya. Siapapun yang

mengetahui secara khusus kebutuhan, keinginan ataupun harapan pelanggan

atau pasien, maka dialah yang mempunyai keuntungan berhubungan dengan

pelanggan (Nursalam, 2014).

Hasil penelitian Ani Septiani (2016) yang dilakukan dengan

menggunakan uji chi-square, diperoleh hasil ada pengaruh yang signifikan

dari tingkat kepuasan terhadap dimensi Tangible (p value = 0,000), Empati

(0,000), Reliability (0,001), Responsiveness (0,000) dan Assurance (p value =

0,019) terhadap kepuasan secara umum Instalasi Gawat Darurat RSUD

Kabupaten Sumedang.

Hasil penelitian Edy Yusuf (2015) menunjukan bahwa lebih dari

sebagian responden menyatakan sedang pada kualitas pelayanan perawat dan

lebih dari sebagian menyatakan puas terhadap pelayanan perawat diruang

Rawat Inap Marwah RSIM sumberejo, dilihat dari Uji statistik menunjukan

nilai Z : -5.401a dan p = 0.000, artinya ada hubungan antara kualitas


6

pelayanan perawat dengan kepuasan klien Rumah Sakit Islam Muhammadiyah

Sumberrejo Bojonegoro.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 14

Maret 2018 diperoleh data hasil data kunjungan pasien rawat inap di RSUD

Majalengka pada bulan Januari tahun 2018 sebanyak 57 orang, jumlah

perawat yang ada sebanyak 31 orang dan 1 orang kepala ruangan. Hasil

wawancara terhadap 20 pasien rawat inap 7 orang (35%) pasien mengatakan

puas dengan pelayanan keperawatan yang dilakukan, 4 orang (20%) pasien

mengatakan kurang puas dan 9 orang 45% pasien di antaranya tidak puas

dengan pelayanan keperawatan yang di berikan. Pasien yang kurang puas dan

tidak puas menyatakan bahwa setelah 2 hari sprei tidak diganti, dokter jarang

melakukan visit, ada beberapa perawat yang kurang ramah, perawat tidak

menjelaskan tujuan pemberian obat dan efek samping pemberian obat, serta

kebersihan, tisu toilet dan hand scrub (sabun cuci tangan) di toilet.

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

“Hubungan Kualitas Pelayanan Keperawatan Dengan Kepuasan Pasien

di Ruang Mawar RSUD Majalengka Tahun 2018”.

B. Perumusan Masalah

Kepuasan pasien di RSUD Majalengka masih ditemukan 4 orang (20%)

pasien mengatakan kurang puas dan 9 orang 45% pasien di antaranya tidak

puas dengan pelayanan keperawatan yang di berikan. Berdasarkan uraian latar

belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada
7

hubungan kualitas pelayanan keperawatan dengan kepuasan pasien di Ruang

Mawar RSUD Majalengka Tahun 2018

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan kualitas pelayanan keperawatan dengan

kepuasan pasien di Ruang Mawar RSUD Majalengka Tahun 2018

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran kepuasan pasien di Ruang Mawar RSUD

Majalengka Tahun 2018

b. Diketahuinya gambaran kualitas pelayanan keperawatan di Ruang

Mawar RSUD Majalengka Tahun 2018

c. Diketahuinya hubungan kualitas pelayanan keperawatan dengan

kepuasan pasien di Ruang Mawar RSUD Majalengka Tahun 2018

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Sebagai bahan kajian ilmiah bagi ilmu keperawatan khususnya manajmen

keperawatan untuk meningkatkan kualitas mutu pelayanan keperawatan

kepada pasien rawat inap


8

2. Manfaat Praktis

a. Bagi RSUD Majalengka

Sebagai tambahan informasi bagi Manajemen RSUD Majalengka

dalam bidang pelayanan keperawatan dan peningkatan kualitas

pelayanan keperawatan.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan pertimbangan bagi institusi pendidikan untuk

meningkatkan mutu pendidikan khususnya dalam bidang kajian

manajemen keperawatan.

c. Bagi Perawat

Sebagai bahan masukan bagi perawat agar lebih meningkatkan lagi

pelayanan keperawatan kepada pasien baik di ruang rawat inap atau

rawat jalan agar kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan

meningkat.
9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepuasan Pasien

1. Pengertian Kepuasan Pasien

Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien

adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas

merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka

akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika

pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih

hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk

menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus

menciptakan dan mengelola suatu system untuk memperoleh pasien yang

lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya.

Kepuasan berkaitan dengan kesembuhan pasien dari sakit atau luka.

Hal ini lebih berkaitan dengan konsekuensi sifat pelayanan kesehatan itu

sendiri, berkaitan pula dengan sasaran dan hasil pelayanan. Kepuasan

pasien dalam menilai mutu atau pelayanan yang baik, dan merupakan

pengukuran penting yang mendasar bagi mutu pelayanan. Hal ini karena

memberikan informasi terhadap suksesnya pemberi pelayanan bermutu

dengan nilai dan harapan pasien yang mempunyai wewenang sendiri untuk

menetapkan standar mutu pelayanan yang dikehendaki (Hafizurrachman,

2014).

9
10

Kepuasan pasien dapat diartikan sebagai suatu sikap konsumen

yakni beberapa derajat kesukaan atau ketidaksukaanya terhadap pelayanan

yang pernah dirasakan, oleh karena itu prilaku konsumen dapat juga

diartikan sebagai model perilaku pembeli (Ilyas, 2009). Kepuasan pasien

merupakan evaluasi purna beli dimana alternatif yang dipilih sekurang-

kurangnya sama atau melampau harapan pasien. Dengan demikian

kepuasan timbul apabila evaluasi yang diharapkan menunjukkan bahwa

alternatif yang diambil lebih rendah dari harapan (Kusumapraja, 2011).

Kotler (2007), mendefinisikan bahwa kepuasan pasien adalah tingkat

perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dia

rasakan dibanding dengan harapannya. Menurut Gerson (2014), kepuasan

pasien adalah persepsi pasien bahwa harapannya telah terpenuhi atau

terlampaui. Sedangkan menurut Nurachmah (2010), kepuasan pasien

didefinisikan sebagai evaluasi paska konsumsi bahwa suatu produk yang

dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan.

Kepuasan pasien adalah tingkat kepuasan pelayanan pasien dari

persepsi pasien/ keluarga terdekat. Kepuasan pasien akan tercapai, apabila

diperoleh hasil yang optimal bagi setiap pasien dan pelayanan kesehatan

memperhatikan kemampuan pasien atau keluarganya, ada perhatian

terhadap keluhan, kondisi lingkungan fisik dan memprioritaskan

kebutuhan pasien, sehingga tercapai keseimbangan yang sebaik-baiknya

antara tingkat rasa puas atau hasil dan derita-derita serta jerih payah yang

telah dialami guna memperoleh hasil tersebut (Soejadi, 2008).


11

Berdasarkan pada beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan

bahwa kepuasan pasien merupakan nilai subyektif pasien terhadap

pelayanan yang diberikan setelah membandingkan dari hasil pelayanan

yang diberikan dengan harapannya. Pasien akan merasa puas jika

pelayanan yang diberikan sesuai harapan pasien atau bahkan lebih dari apa

yang diharapkan pasien.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien

Menurut pendapat Budiastuti (2012) mengemukakan bahwa pasien

dalam mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima

mengacu pada beberapa faktor, antara lain :

a. Kualitas produk atau jasa

Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan

bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi

konsumen terhadap kualitas poduk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal

yaitu kenyataan kualitas poduk atau jasa yang sesungguhnya dan

komunikasi perusahaan terutama iklan dalam mempromosikan rumah

sakitnya.

b. Kualitas pelayanan

Memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal

ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang

baik atau sesuai dengan yang diharapkan.


12

c. Faktor emosional

Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum

terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang

sudah mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung

memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi.

d. Harga

Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam

penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun

demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang

dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien

mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang

berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih

tinggi pada pasien.

e. Biaya

Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan

biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan

jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut.

Tjiptono (2011) mengemukakan bahwa kepuasan pasien ditentukan

oleh beberapa faktor antara lain, yaitu

a. Kinerja (performance), berpendapat pasien terhadap karakteristik

operasi dari pelayanan inti yang telah diterima sangat berpengaruh

pada kepuasan yang dirasakan. Wujud dari kinerja ini misalnya :

kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan bagaimana perawat dalam


13

memberikan jasa pengobatan terutama keperawatan pada waktu

penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi

kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan

memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatan

rumah sakit.

b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (feetures), merupakan

karakteristik sekunder atau karakteristik pelengkap yang dimiliki oleh

jasa pelayanan, misalnya : kelengkapan interior dan eksterior seperti

televisi, AC, sound system, dan sebagainya.

c. Keandalan (reliability), sejauhmana kemungkinan kecil akan

mengalami ketidakpuasan atau ketidaksesuaian dengan harapan atas

pelayanan yang diberikan. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan yang

dimiliki oleh perawat didalam memberikan jasa keperawatannya yaitu

dengan kemampuan dan pengalaman yang baik terhadap memberikan

pelayanan keperawatan dirumah sakit.

d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesificetion), yaitu

sejauh mana karakteristik pelayanan memenuhi standart-standart yang

telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya : standar keamanan dan emisi

terpenuhi seperti peralatan pengobatan.

e. Daya tahan (durability), berkaitan dengan beberapa lama produk

tersebut digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur

ekonomis dalam penggunaan peralatan rumah sakit, misalnya :

peralatan bedah, alat transportasi, dan sebagainya.


14

f. Service ability, meliputi kecepatan, kompetensi, serta penanganan

keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan oleh perawat

dengan memberikan penanganan yang cepat dan kompetensi yang

tinggi terhadap keluhan pasien sewaktu-waktu.

g. Estetika, merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh

panca indera. Misalnya : keramahan perawat, peralatan rumah sakit

yang lengkap dan modern, desain arsitektur rumah sakit, dekorasi

kamar, kenyamanan ruang tunggu, taman yang indah dan sejuk, dan

sebagainya.

h. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), citra dan reputasi

rumah sakit serta tanggung jawab rumah sakit. Bagaimana kesan

yangditerima pasien terhadap rumah sakit tersebut terhadap prestasi

dan keunggulan rumah sakit daripada rumah sakit lainnya dan

tangggung jawab rumah sakit selama proses penyembuhan baik dari

pasien masuk sampai pasien keluar rumah sakit dalam keadaan sehat.

Kepuasan pasien atau konsumen berdasarkan teori-teori diatas tidak

hanya dipengaruhi oleh jasa yang dihasilkan oleh suatu rumah sakit

semata, tetapi juga dipengaruhi oleh pelayanan yang diberikan oleh

petugas rumah sakit baik dokter, perawat, dan karyawan-karyawan

lainnya. Berdasarkan pandangan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan

bahwa aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan pada pasien adalah

sebagai berikut:
15

a. Sikap pendekatan staf pada pasien yaitu sikap staf terhadap pasien

ketika pertama kali datang di rumah sakit.

b. Kualitas perawatan yang diterima oleh pasien yaitu apa saja yang telah

dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien, seberapa pelayanan

perawatan yang berkaitan dengan proses kesembuhan penyakit yang

diderita pasien dan kelangsungan perawatan pasien selama berada

dirumah sakit.

c. Prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi

pasien dimulai masuk rumah sakit selama perawatan berlangsung

sampai keluar dari rumah sakit.

d. Fasilitas – fasilitas yang disediakan rumah sakit yaitu fasilitas ruang

inap, kualitas makanan atau kios-kios penjual makanan yang terjamin

kesehatannya, privasi dan waktu kunjungan pasien.

3. Dimensi Kepuasan Pasien

Menurut Azwar, (2012) dimensi kepuasan yang dirasakan seseorang

sangat bervariasi sekali, namun secara umum dimensi dari kepuasan

sebagaimana yang didefinisikan diatas mencakup hal-hal berikut :

a. Kemampuan yang mengacu hanya pada penerapan standart kode etik

profesi.

Pelayanan kesehatan dikatakan memenuhi kebutuhan kepuasan

pasien apabila pelayanan yang diberikan mengikuti standart serta kode

etik yang disepakati dalam suatu profesi, atau dengan kata lain yaitu

bila suatu pelayanan kesehatan yang diberikan telah mengacu pada


16

standar yang telah ditetapkan oleh profesi yang berkompeten serta

tidak menyimpang dari kode etik yang berlaku bagi profesi tersebut.

Ukuran-ukuran yang digunakan untuk menilai pemikiran seseorang

terhadap kepuasan yang diperolehnya mencakup hubungan petugas-

pasien (relationship), kenyamanan pelayanan (amenities), kebebasan

melakukan pilihan (choice), pengetahuan dan kompetensi teknis

(scientific knowledge and technical skill), efektifitas pelayanan

(effectivess) dan keamanan tindakan (safety).

b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan

kesehatan

Persyaratan suatu pelayanan kesehatan dinyatakan sebagai

pelayanan yang bermutu dan dapat memberikan kepuasan pada

penerima jasa apabila pelaksanaan pelayanan yang diajukan atau

ditetapkan, yang didalamnya mencakup penilaian terhadap kepuasan

pasien mengenai ketersediaan pelayanan kesehatan (available),

kewajaran pelayanan kesehatan (appropriate), kesinambungan

pelayanan kesehatan (continue), penerimaan pelayanan kesehatan

(acceptable), ketercapaian pelayanan kesehatan (accessible),

keterjangkauan pelayanan kesehatan (affordable), efisiensi pelayanan

kesehatan (efficient) dan mutu pelayanan kesehatan (quality). Untuk

menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang memenuhi semua

persyaratan pelayanan tidak semudah yang diperkirakan, sehingga

untuk mengatasi hal ini diterapkan prinsip kepuasan yang terkombinasi


17

secara selektif dan efektif, dalam arti penerapan dimensi kepuasan

kelompok pertama dilakukan secara optimal, sedangkan beberapa

dimensi kelompok kedua dilakukan secara selektif yaitu yang sesuai

dengan kebutuhan serta kemampuan.

4. Penilaian Kepuasan Pasien

Penilaian pasien terhadap pelayanan perawat bersumber dari

pengalaman pasien. Menurut Nursalam (2011) terdapat enam dimenasi

dalam pengukuran kepuasan pasien yaitu

a. Caring

Perawat mudah dihubungi dan selalu memberikan perhatian kepada

klien, memerhatikan keluhan pasien (sebagai mahluk individu dan

personal keluarga dan masyarakat), seperti perawat siap tanggap bila

pasien membutuhkan dan perawat mudah dihubungi perawat, dan

perawat memperhatikan keluhan pasien.

b. Kolaborasi

Perawat memotivasi, bersama-sama menyelesaikan masalah pasien,

seperti perawat bekerja sama dengan pasien dan keluarganya dalam

menyelesaikan maslah dan perawat bekerjasama dengan tim sejawat

perawat, dan tim medis dalam menyelesaikan maslah pasien

c. Kecepatan

Keinginan untuk membantu dan menyediakan pelayanan yang

dibutuhkan dengan segera. Indikatornya adalah kecepatan dilayani bila

pasien membutuhkan, waktu tunggu yang pendek untuk mendapatkan


18

pelayanan. Seperti perawat dalam memberikan pelayanan kepada

pasien penuh perhatian sesuai dengan kebutuhan/harapan pasien dan

perawat mau menengarkan keluhan pasien dan perawat tidak acuh tak

acuh.

d. Empati

Pemberian layanan secara individual dengan penuh perhatian dan

sesuai kebutuhan/harapan pasien. Petugas mau mendengarkan keluhan,

memerhatikan, dan membantu menyelesaikan, petgas acuh tak acuh,

seperti perawat dalam memberikan pelayanan cepat dan tepat.

Kecepatan perawat dalam memberikan pelayanan membutuhkan waktu

tunggu yang pendek.

e. Courtesy

Perilaku perawat yang sopan dengan menghargai pasien, tenaga

kesehatan lain dan sesame perawat. Seperti perawat sopan terhadap

pasien, kelurga pasien, tim sejawat perawat dan tim kesehatan lain.

Perawat menghargai pasien, keluarga pasien, tim sejawat perawat dan

tim kesehatan lain.

f. Sincerity

Kondisi kualitas perawat yang didasarkan pada kejujuran antara

pikiran dan tindakannya. Seperti perawat jujur antara pikiran dan

tindakannya. Perawat bertanggung jawab atas tindakannya dan bisa

menjaga kerahasiaan pasien.


19

Aspek pengalaman pasien dapat diartikan sebagai suatu perlakuan

atau tindakan dari perawat yang sedang atau pernah dijalani, dirasakan dan

ditanggung oleh seseorang yang menggunakan pelayanan perawat.

Menurut Zeitham dan Berry (dalam Tjiptono, 2012), aspek-aspek

kepuasan pasien meliputi:

a. Keistimewaan, yaitu dimana pasien merasa diperlakukan secara

istimewa oleh perawat selama proses pelayanan.

b. Kesesuaian, yaitu sejauhmana pelayanan yang diberikan perawat

sesuai dengan keinginan pasien, selain itu ada ketepatan waktu dan

harga.

c. Keajegan dalam memberikan pelayanan, artinya pelayanan yang

diberikan selalu sama pada setiap kesempatan dengan kata lain

pelayanan yang diberikan selalu konsisten.

d. Estetika, estetika dalam pelayanan berhubungan dengan kesesuaian

tata letak barang maupun keindahan ruangan.

B. Tinjauan Kualitas Pelayanan Keperawatan

1. Pengertian

Kualitas pelayanan adalah salah satu unsur penting dalam organisasi

jasa. Hal ini disebabkan oleh kualitas pelayanan merupakan salah satu alat

yang digunakan untuk mengukur kinerja organisasi jasa (Hope dan

Muhlemann, 2007). Oleh karena itu, kualitas pelayanan harus mendapat

perhatian yang serius dari manajemen organisasi jasa. Untuk menetapkan


20

kualitas pelayanan yang ingin dicapai oleh sebuah organisasi jasa, terlebih

dahulu organisasi tersebut harus mempunyai tujuan yang jelas Berbagai

definisi diberikan para ahli terhadap kualitas pelayanan.

Parasuraman (2011) mengartikan kualitas sebagai suatu bentuk

sikap, berhubungan namun tidak sama dengan kepuasan, yang merupakan

hasil dari perbandingan antara harapan dengan kinerja aktual. Namun

kualitas pelayanan dan kepuasan dibentuk dari hal yang berbeda.

Selanjutnya disebutkan bahwa pengertian yang paling umum dari

perbedaan kualitas pelayanan dan kepuasan adalah bahwa kualitas

pelayanan merupakan satu bentuk sikap, penilaian dilakukan dalam waktu

lama, sementara kepuasan merupakan ukuran dari transaksi yang spesifik.

Perbedaan antara kualitas pelayanan dan kepuasan mengarah pada cara

diskonfirmasi yang dioperasionalkan. Dalam mengukur kualitas pelayanan

yang dibandingkan adalah apa yang seharusnya didapatkan, sementara

dalam mengukur kepuasan yang diperbandingkan adalah apa yang

pelanggan mungkin dapatkan.

Menurut Ovreveit (dalam Ester Saranga, 2009) kualitas dalam jasa

kesehatan terdiri dari kualitas konsumen (yang berkaitan dengan apakah

pelayanan yang diberikan sesuai dengan yang dikehendaki pasien),

kualitas professional (yang berkaitan apakah pelayanan yang diberikan

memenuhi kebutuhan pasien sesuai dengan yng didiagnosa oleh para

professional), dan kualitas manajemen (yang berkaitan dengan apakah jasa

yang diberikan dilakukan tanpa pemborosan dan kesalahan, pada harga


21

yang terjangkau, dan memenuhi peraturan-peraturan resmi dan peraturan

lainnya).

Kualitas pelayanan kesehatan bersifat multi dimensi. Ditinjau dari

pemakai jasa pelayanan kesehatan health consumer maka pengertian

kualitas pelayanan lebih terkait pada ketanggapan petugas memenuhi

kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dengan pasien,

keprihatinan serta keramahtamahan petugas dalam melayani pasien

(Robert dan Prevest dalam Lupiyoa, 2011). Ditinjau dari penyelenggara

pelayanan kesehatan (health provider) maka kualitas pelayanan lebih

terkait pada kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan

perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran mutakhir. Hal ini terkait

pula dengan otonomi yang dimiliki oleh masing-masing profesi dalam

menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien.

Kualitas pelayanan kesehatan perlu dilakukan pembatasan yang

secara umum dapat disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kualitas

pelayanan kesehatan adalah mengacu pada tingkat kesempurnaan

pelayanan kesehatan. Pada satu sisi dapat menimbulkan kepuasan kepada

pasien, sedang pada sisi lain prosedurnya harus sesuai dengan kode etik

standar profesi yang ditetapkan (Azwar, 2012).

Menurut Nursalam (2011) kualitas pelayanan adalah derajat

memberikan pelayanan secara efisien dan efektif sesuai dengan standar

profesi, standar pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh sesuai

dengan kebutuhan pasien, memanfaatkan teknologi tepat guna dan hasil


22

penelitian dalam pengembangan pelayanan kesehatan atau keperawatan

sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal. Menurut Wyckof (dalam

Tjiptono, 2011), kualitas jasa merupakan tingkat keunggulan (excellence)

yang diharapkan dan pengendalian atas keunggulan tersebut untuk

memenuhi keinginan pelanggan atau pasien. Menurut Lovelock (2015),

kualitas jasa adalah sejauh mana jasa memenuhi atau melampaui harapan

pelanggan.

2. Tujuan Pelayanan Kesehatan

Tujuan pelayanan kesehatan sesuai dengan visi dan misi

pembangunan kesehatan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan

Republik Indonesia. Visi pembangunan kesehatan Indonesia (Depkes RI,

2016) yaitu: Gambaran masyarakat Indonesia yang dicapai melalui

pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan Negara yang

ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku

sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pola kesehatan yang

bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya diseluruh wilayah republik Indonesia.

Visi kesehatan Indonesia dilaksanakan melalui misi yang juga

ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Reepublik Indonesia. Misi

pembangunan kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI, 2016) adalah

sebagai berikut:

a. Menggerakkan pembangunan kesehatan berwawasan kesehatan Para

penanggung jawab program pembangunan harus memasukkan


23

pertimbangan kesehatan didalam semua kebijakan pembangunannya.

Program yang tidak berkontribusi positif terhadap kesehatan

diharapkan untuk tidak dilaksanakan;

b. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup mendiri Kesehatan

merupakan tangguang jawab individu, masyarakat, pemerintah dan

swata, itu artinya kesehatan bukan hanya tanggung jawab pemerintah ,

masyarakat juga harus mandiri menjaga kesehatannya sendiri;

c. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang

bermutu,merata, dan terjangkau;

d. Menjangkau dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga, dan

masyarakat beserta lingkungan tanpa meninggalkan upaya

penyembuhan penyakit.

3. Penilaian Kualitas Pelayanan

Banyak penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli dalam upaya

untuk menemukan definisis penilaian kualitas. Parasuraman (2011)

penilaian kualitas pelayanan adalah sama dengan sikap individu secara

umum terhadap kinerja perusahaan. Selanjutnya mereka menambahkan

bahwa penilaian kualitas pelayanan adalah tingkat dan arah perbedaan

antara persepsi dan harapan pelanggan. Penilaian kualitas pelayanan

didasarkan pada lima dimensi kualitas yaitu tangibility, reliability,

responsiveness, assurance dan emphety. Tangibility, meliputi fasilitas

fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi. Reliability, yaitu

kemampuan perusahan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan


24

dengan tepat waktu dan memuaskan. Responsiveness, yaitu kemampuan

para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan

dengan tanggap. Assurance, mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat

dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau

keragu-raguan. Dan terakhir Emphety, mencakup kemudahan dalam

melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan

para pelanggan.

Menurut Zeithaml (2010), terdapat sepuluh dimensi kualitas

pelayanan, yaitu:

a. Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja

(performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal

ini berarti organisasi jasa kesehatan memberikan jasanya secara terpat

semenjak saat pertama (right the first time). Selain itu juga memenuhi

janjinya, misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang

disepakati.

b. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karayawan untuk

memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.

c. Competence, artinya setiap orang dalam suatu organisasi kesehatan

memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat

memberikan jasa tertentu.

d. Access, meliputi kemudahan untuk dihubungkan dan ditemui. Hal ini

berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu


25

yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi organisasi mudah

dihubungi, dan lain-lain.

e. Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, keramahan

yang dimiliki para contact personnel (seperti resepsionis, petugas

pendaftaran, kasir,operator telepon, dan lain-lain).

f. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan

dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan

saran dan keluhan pelanggan.

g. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas

mencakup nama organisasi pelayanan kesehatan, reputasi, karakteristik

pribadi contact personnel, dan interaksi dengan pelanggan.

h. Security, yaitu aman dari bahaya, risiko, atau keragu-raguan. Aspek ini

meliputi keamanan secara fisik, keamanan financial, dan kerahasiaan.

i. Knowing the customer, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan

pelanggan.

j. Tangibles, yaitu buktu fisik dari jasan, bisa berupa fasilitas fisik,

peralatan yang dipergunakan.

Menurut Zeithmal dan Berry dalam buku Nursalam (2011),

menyimpulkan terdapat lima dimensi kualitas pelayanan yang disebut

dengan SERVQUAL. Kelima dimensi kualitas pelayanan tersebut adalah

sebagai berikut:

1) Bukti fisik (Tangibles) yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam

menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan


26

kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan

lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang

diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung,

dipergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya.

2) Keandalan (Reliability) yaitu kemampuan perusahaan untuk

memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat

dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang

berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan

tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.

3) Tanggung Jawab (Responsiveness) yaitu suatu kemauan untuk

membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan

tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas.

Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya alasan yang jelas

menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan

4) Kepercayaan (Assurance) yaitu pengetahuan, komponen antara lain

komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan

(security), kompetensi (competence) dan sopan santun (courtesy).

5) Perhatian (emphaty) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan

bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan

dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu

perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang

pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta

memiliki waktu.
27

Menurut Parasuraman (2011) ada lima gap yang memungkinkan

kegagalan penyampaian jasa, yaitu :

a) Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. Gap ini

muncul apabila manajemen tidak merasakan atau mengetahui dengan

tepat apa yang diinginkan oleh para pelanggannya.

b) Gap antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa. Gap ini

bisa terjadi apabila manajemen mungkin mampu merasakan atau

mengetahui secara tepat apa yang dibutuhkan pelanggannya, tetapi

tidak menyusun standar kerja yang harus dicapai.

c) Gap antara spesifikakasi kualitas penyampaian jasa. Hal ini bisa terjadi

apabila standar standar yang ditetapkan manajemen saling

bertentangan sehingga tidak dapat dicapai. Misalnya karyawan diminta

untuk harus meluangkan waktu mendengarkan keluhan pelanggan dan

melayani mereka dengan cepat.

d) Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Gap ini bisa

terjadi apabila apa yang dikomunikasikan (dipromosikan) perusahaan

kepada pihak luar berbeda dengan kondisi nyata yang dijumpai

pelanggan pada perusahaan tersebut.

e) Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan. Gap ini

terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja perusahaan dengan cara

yang berbeda dan salah dalam mempersepsikan kualitas jasa tersebut.


28

4. Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan yang baik memiliki berbagai persyaratan

pokok. Syarat pokok yang dimaksud (Azwar, 2012) yaitu sebagai berikut:

a. Tersedia dan berkesinambungan

Yaitu syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah

pelayanan kesehtaan tersebut harus tersedia di masyarakat serta

bersifat berkesinambungan. Artinya semua jenis pelayanan kesehatan

yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan serta

keberadaannya dalam masyarakat selalu ada ketika dibutuhkan.

b. Dapat diterima dan wajar

Pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan

kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan

dengan adapt istiadat, kebudayaan, keyakakinan, dan kepercayaan

masyarakat, serta bersifat tidak wajar bukanlah suatu pelayanan

kesehatan yang baik.

c. Mudah dicapai

Lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Dengan demikian

maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting,

pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi pada perkotaan saja

dan tidak ditemukan di daerah pedesaaan bukanlah pelayanan

kesehatan yang baik.


29

d. Mudah dijangkau

Dapat dilihat dari segi biaya, untuk dapat mewujudkan keadaan yang

seperti ini harus diupayakan biaya pelayanan kesehatan yangb sesuai

dengan kemempuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang

mahal dan hanya bisa dijangkau oleh sebagian masyarakat bukanlah

pelayanan kesehatan yang baik.

e. Bermutu

Maksudnya menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan

kesehatan yang diselenggarakan, yang di satu pihak dapat memuaskan

para pemakai jasa pelayanan. Dan dipihak lain tata cara

penyelenggaraan sesuai kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

C. Pasien

Menurut Soejadi (2012) pasien merupakan individu terpenting di rumah

sakit, yaitu penyembuhannya kepada rumah sakit yang dipilih, mereka

mempunyai kebutuhan yang diharapkan dapat diperoleh melalui rumah sakit

tersebut. Harapan pasien dari pelayanan rumah sakit dalam proses pengobatan

akan menimbulkan suatu kepuasan yang diharapkan dapat mempercepat

proses penyembuhan. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua

persyaratan pelayanan kesehatan di sini, ukuran kepuasan pasien memakai

jasa pelayanan kesehatan dikaitkan dengan penerapan semua persyaratan

pelayanan kesehatan. Suatu pelayanan kesehatan tersebut sebagai pelayanan

kesehatan yang bermutu, apabila penerapan semua persyaratan pelayanan


30

kesehatan dapat memuaskan pasien. Dengan pendapat ini, mudahlah dipahami

bahwa ukuran – ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu lebih bersifat luas,

karena di dalamnya tercakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai :

1. Sebagai konsumen, sebagai pasien yang mempercayakan Ketersedian

pelayanan kesehatan Untuk menimbulkan kepuasan pasien terhadap

pelayanan kesehatan banyak syarat yang harus dipenuhi. Salah satu

diantaranya yang dinilai mempunyai pelayanan yang cukup penting adalah

ketersedian pelayanan kesehatan tersebut. Bertitik tolak dari pendapat ini

dan karena kepuasan mempunyai hubungan yang erat dengan mutu apabila

pelayanan kesehatan tersedia di masyarakat.

2. Kewajaran pelayanan kesehatan Syarat yang lain harus dipenuhi untuk

dapat menimbulkan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan, adalah

kewajaran pelayanan kesehatan. Sama halnya dengan ketersediaan, yang

mengkaitkan aspek kepuasan dengan mutu, maka suatu pelayanan

kesehatan disebut bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat wajar,

dalam arti dapat mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi.

3. Kesinambungan pelayanan kesehatan Kepuasan pasien terhadap pelayanan

kesehatan juga ditentukan oleh kesinambungan pelayanan kesehatan.

Karena kepuasan mempunyai hubungan erat dengan mutu pelayanan,

maka aspek kesinambungan ini juga turut diperhitungkan sebagai suatu

syarat pelayanan kesehatan yang bermutu.

4. Penerimaaan pelayanan kesehatan Dapat diterima atau tidaknya pelayanan

kesehatan sangat menentukan puas atau tidaknya pasien terhadap


31

pelayanan kesehatan. Dengan demikian untuk dapat menjamin munculnya

kepuasan pasien yang terkait dengan mutu pelayanan maka pelayanan

kesehatan tersebut dapat diupayakan sehingga dapat diterima oleh jasa

pemakai pelayanan.

D. Perawat

Pengertian Perawat ini memang harus diketahui oleh para perawat itu

sendiri. Karena seringkali tidak mengerti secara spesifik akan definisi dan juga

pengertian perawat dan keperawatan itu sendiri. Pengertian Perawat dapat kita

lihat dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/MenKes/SK/XI/2001

tentang Registrasi dan Praktik Perawat maka pada pasal 1 ayat 1 yang

berbunyi: “Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik

di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku”.

Jadi dari pengertian perawat tersebut dapat artikan bahwa seorang dapat

dikatakan sebagai perawat dan mempunyai fungsi dan peran sebagai perawat

manakala yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa dirinya telah

menyelesaikan pendidikan perawat baik diluar maupun didalam negeri yang

biasanya dibuktikan dengan ijazah atau surat tanda tamat belajar. Dengan kata

lain orang disebut perawat bukan dari keahlian turun temurun, malainkan

dengan melalui jenjang pendidikan perawat.

Menurut hasil Lokarya Keperawatan Nasional Tahun 2003 yang disebut

dengan pengertian keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional


32

yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan

pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual

yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik

yang sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus hidup manusia.

Keperawatan juga dapat dipahami sebagai pelayanan atau asuhan

keperawatan profesional yang bersifat humanistik, menggunakan pendekatan

holistik, dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang berorientasi

pada kebutuhan obyektif klien, mengacu pada standar profesional keperawatan

dan menggunakan etika keperawatan sebagai tuntunan utama. Sebagai profesi,

keperawatan dituntut untuk memiliki kemampuan intelektual, interpersonal,

kemampuan teknis, dan moral.

Hal ini dapat ditempuh dengan meningkatkan kualitas perawat melalui

pendidikan lanjutan pada program pendidikan Ners. Adapun Proses

keperawatan adalah suatu metode sistematis dan ilmiah yang digunakan

perawat untuk memenuhi kebutuhan klien dalam mencapai atau

mempertahankan keadaan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual yang

optimal, melalui tahap pengkajian, identifikasi diagnosa keperawatan,

penentuan rencana keperawatan, melaksananakan tindakan keperawatan , serta

evaluasi tindakan keperawatan.

E. Hubungan Kualitas Pelayanan dengan Kepuasan Pasien

Pada prinsipnya, definisi kualitas pelayanan perawat berfokus pada upaya

pemenuhan kebutuhan dan keinginan pasien, serta ketepatan penyampaiannya


33

untuk mengimbangi harapan pasien dalam mewujudkan kepuasan pasien.

Sehingga kualitas produk (baik barang atau jasa) berkontribusi besar pada

kepuasan pelanggan (Tjiptono; 2011). Implikasinya, baik buruknya kualitas

pelayanan perawat tergantung kepada penyedia pelayanan atau pihak rumah

sakit dalam memenuhi harapan pasiennya secara konsisten. Bila kinerja sama

dengan harapan maka pasien akan puas, bila kinerja melebihi harapan, pasien

akan senang atau bahagia, namun bila kinerja lebih rendah dari pada harapan,

maka pasien akan merasa tidak puas. Pasien yang menilai layanan

keperawatan sebagai layanan yang tidak memuaskan dapat merasa kecewa

karena harapannya terhadap layanan yang seharusnya diterima tidak terpenuhi.

Dengan kata lain kualitas pelayanan perawat yang baik atau positif diperoleh

bila kualitas yang dialami memenuhi harapan pasien, bila harapan pasien tidak

realistis, maka kualitas pelayanan perawat dipandang rendah oleh pasien.

Harapan pasien diyakini mempunyai peranan yang besar dalam

menentukan kualitas pelayanan perawat dan kepuasan pasien. Dalam

mengevaluasi kualitas pelayanan perawat, pasien akan menggunakan

harapannya sebagai standar atau acuan. Dengan demikian, harapan pasienlah

yang melatar belakangi mengapa dua organisasi pada bisnis yang sama dapat

dinilai berbeda oleh pelanggannya. Zeithmal, et al (dalam Tjiptono; 2011)

mengungkapkan bahwa dalam konteks kepuasan pelanggan, umumnya

harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang

akan diterimanya.
34

Britner (dalam (Azwar, 2012)) juga menyakini bahwa kepuasan

pelanggan menimbulkan kualitas jasa. Hubungan dari dua variabel tersebut

juga disepakati oleh Cronin & Taylor (dalam (Azwar, 2012), bahwa kepuasan

membantu pelanggan dalam merevisi persepsinya terhadap kualitas jasa.

Tjiptono (2011) menyebutkan bahwa bila kinerja pada suatu atribut (attribute

performance) meningkat lebih besar daripada harapan (expectations) atas

atribut yang bersangkutan, maka kepuasan dan kualitas jasa pun akan

meningkat. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk

menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka

panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami

dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka. Dengan

demikian, perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dimana

perusahaan memaksimumkan pengalaman pelanggan menyenangkan dan

meminimumkan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan ((Azwar,

2012).

Selain itu menurut Depkes RI Tahun 2005 (dalam Nursalam; 2011) juga

menyebutkan bahwa kepuasan pasien berhubungan dengan mutu pelayanan

rumah sakit. Dengan mengetahui tingkat kepuasan pasien, manajemen rumah

sakit dapat melakukan peningkatan mutu pelayanan. Memberikan kepuasan

kepada pasien hanya dapat diperoleh kalau perusahaan memperhatikan apa

yang diinginkan oleh pasien. Memperhatikan apa yang diinginkan oleh pasien

berarti kualitas pelayanan yang dihasilkan ditentukan oleh pasien. Semua

usaha yang dilakukan perusahaan diarahkan untuk menciptakan dan


35

meningkatkan kepuasan pelanggan (Yamit, 2012). Kepuasan atau

ketidakpuasan menurut Oliver (2007) dihasilkan dari pengalaman dalam

interaksi kualitas jasa dan membandingkan interaksi tersebut dengan apa yang

diharapkan, sehingga kepuasan konsumen tergantung kepada perbandingan

antara harapan konsumen sebelum pembelian dan persepsi terhadap kinerja

produk atau jasa.

Marram, Schlegel dan Bevis (dalam Hadjam dan Arida; 2012),

mengungkapkan bahwa pandangan pasien mengenai layanan keperawatan

yang diterimanya tidak lepas dari cara perawat memberikan layanan

keperawatan. Untuk itu kualitas layanan keperawatan perlu diperhatikan.

Keluhan-keluhan pasien tentang layanan keperawatan di rumah sakit

menunjukkan bahwa perawat mempunyai peranan yang penting dalam

menciptakan kualitas layanan rumah sakit. Menurut Hadjam dan Arida (2012),

yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan pemasaran rumah sakit, mutu

asuhan keperawatan mutlak harus ditingkatkan. Setiap pasien dalam

mempersepsikan suatu pelayanan perawat dapat berbeda dengan pasien yang

lainnya, karena penilaian masing-masing pasien lebih bersifat subjektif. Pasien

menilai tingkat kepuasan atau ketidakpuasannya setelah menggunakan

pelayanan perawat dan menggunakan informasi untuk memperbaharui

persepsinya tentang kualitas pelayanan. Hal ini yang membuat adanya

hubungan yang erat antara penentuan kualitas pelayanan perawat dengan

kepuasan pasien.
36

F. Penelitian Sejenis

1. Ani Septiani dalam penelitiannya tentang “Pengaruh Faktor Faktor

Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Di Instalasi Gawat Darurat

Rsud Kabupaten Sumedang”, diperoleh hasil penelitian dengan

menggunakan uji chi-square, diperoleh hasil ada pengaruh yang signifikan

dari tingkat kepuasan terhadap dimensi Tangible (p value = 0,000), Empati

(0,000), Reliability (0,001), Responsiveness (0,000) dan Assurance (p

value = 0,019) terhadap kepuasan secara umum Instalasi Gawat Darurat

RSUD Kabupaten Sumedang. Sedangkan dari kelima dimensi tersebut

terbukti variabel tangible adalah variabel yang paling berpengaruh

terhadap kepuasan secara keseluruhan atas pelayanan yang diberikan di

IGD RSUD Kabupaten Sumedang.

2. Dwi Avinda Sofiyana dalam penelitiannya tentang “Hubungan Kualitas

Pelayanan Perawat Dengan Kepuasan Klien Diruang Rawat Inap Marwah

Rumah Sakit Islam Muhammadiyah Sumberrejo Bojonegoro”. Hasil

penelitian menunjukan bahwa lebih dari sebagian responden menyatakan

sedang pada kualitas pelayanan perawat dan lebih dari sebagian

menyatakan puas terhadap pelayanan perawat diruang rawat inap marwah

RSIM sumberejo, dilihat dari Uji statistik menunjukan nilai Z : -5.401a

dan p = 0.000, artinya ada hubungan antara kualitas pelayanan perawat

dengan kepuasan klien.


37

3. Penelitian Leni Fitia (2017) tentang “Hubungan Kualitas Pelayanan

Keperawatan Dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit

Rachma Husada Bantul” diperoleh hasil Kualitas pelayanan keperawatan

di Rumah Sakit Umum Rachma Husada Bantul termasuk dalam kategori

baik 47pasien (63,5%). Kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit

Rachma Husada Bantul dalam kategori tinggi 56 pasien (73,0%). Ada

hubungan yang signifikan antara kualitas pelayanan keperawatan dengan

kepuasan pasien rawat inap. Dengan diperoleh nilai X2 tabel 3,842 atau

p=0,000 (p<0,05) yang berarti terdapat hubungan yang signifikan

4. Hasil penelitian Umi Yuliani (2015) tentang “Hubungan Kualitas

Pelayanan Dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap di RSUD dr. Sayidiman

Magetan”, diperoleh hasil penelitian dengan uji chi-square antara variabel

kualitas pelayanan dengan kepuasan pasien, dengan hasil p < 0,0001 yang

berarti ada hubungan kualitas pelayanan dengan kepuasan pasien rawat

inap di RSUD dr. Sayidiman Magetan.


38

G. Kerangka Teori

Kualitas Produk atau Jasa

Kualitas Pelayanan
Keperawatan

Kepuasan Pasien
Faktor Emosional

Harga

Biaya

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Diagram 2.1 Faktor yang Berhubungan dengan Kepuasan Pasien


(Sumber : Budiastuti, 2012)
39

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL

DAN METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian menurut Notoatmodjo (2010) adalah

suatu hubungan atau kaitan antara konsep-konsep atau variabel – variabel

yang akan diamati (diukur) melalui penelitian yang dimaksud.

Kerangka konsep penelitian ini menggambarkan hubungan kualitas

pelayanan keperawatan dengan kepuasan pasien di Ruang Mawar RSUD

Majalengka Tahun 2018.

Kualitas Pelayanan
Keperawatan Kepuasan Pasien

Variabel Independen Variabel Dependen

Diagram 3.1 Visualisasi Kerangka Konsep : hubungan kualitas pelayanan


keperawatan dengan kepuasan pasien di Ruang Mawar RSUD
Majalengka Tahun 2018

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat,

atau ukuran yang memiliki atau yang didapatkan oleh satuan-satuan

penelitian tentang suatu konsep tertentu (Notoatmodjo, 2010). Variabel

independen dalam penelitian ini adalah kualitas pelayanan keperawatan

sedangkan variabel dependennya adalah kepuasan pasien.

39
40

C. Definisi Operasional

Definisi operasional menurut Notoatmodjo (2010) adalah ”Uraian

tentang batasan variabel yang di maksud atau tentang apa yang diukur oleh

variabel yang bersangkutan”. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Tabel 3.1 Definisi Operasional : hubungan kualitas pelayanan keperawatan


dengan kepuasan pasien di Ruang Mawar RSUD Majalengka
Tahun 2018

Definisi Cara Alat Skala


No Variabel Hasil Ukur
Operasional Ukur Ukur Ukur
Dependen
1 Kepuasan 0 : Tidak Puas, Ordinal
pasien Derajat Wawancara Kuesioner jika skor
memberikan jawaban <
pelayanan secara median (38)
efisien dan efektif
sesuai dengan 1 : Puas, jika
standar profesi, skor jawaban
standar pelayanan > median
yang dilaksanakan (38)
secara menyeluruh
sesuai dengan
kebutuhan pasien
Independen
2 Kualitas Tingkat kepuasan 0 : Kurang Baik, Ordinal
pelayanan pelayanan pasien Wawancara Kuesioner jika skor
keperawatan dari persepsi jawaban >
pasien/ keluarga median (68)
terdekat
1 : Baik, jika
skor jawaban
> median
(68)

D. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah : ada hubungan kualitas pelayanan

keperawatan dengan kepuasan pasien di Ruang Mawar RSUD Majalengka

Tahun 2018
41

E. Metode Penelitian

1. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif

dengan menggunakan rancangan cross sectional. Adapaun cross sectional

menurut Nursalam (2008) yaitu jenis penelitian yang menentukan pada

waktu pengukuran / observasi data variabel independen dan dependen

hanya satu kali pada satu saat.

2. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi menurut Notoatmodjo (2010) adalah “keseluruhan objek

penelitian atau objek yang diteliti”. Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh pasien yang dirawat di ruang mawar RSUD

Majalengka periode 1 – 27 Juni tahun 2018, sebanyak 361 pasien.

b. Sampel

Menurut Notoatmodjo (2010) sampel adalah “Objek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi.” Sampel penelitian yaitu

seluruh pasien yang dirawat di ruang mawar RSUD Majalengka

periode 1 – 25 Juli tahun 2018.

Menurut Notoatmodjo (2012) untuk mengambil sampel yang

kurang dari 10.000 menggunakan rumus sebagai berikut :


n 
1   (d 2
)
42

Keterangan :

N : Besar Populasi

n : Besar Sampel

d : Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (10%)

Maka sampel untuk penelitian ini adalah :

361
n 
1  361(0,12 )

361
n 
4,61

n  78,3 dibulatkan 78 responden.

c. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

purposive sampling. Menurut Notoatmodjo (2010) pengambilan

sampel secara purposive didasarkan pada suatu pertimbangan tertenu

yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan cirri atau sifat populasi

yang sudah diketahui sebelumnya. Adapun kriteria sampelnya adalah :

Kriteria Inklusi :

1) Pasien yang berusia dewasa yang di rawat > 1 hari

2) Tidak mengalami kegawatdaruratan

3) Bersedia untuk menjadi responden penelitian

Kriteria Eksklusi :

1) Pasien yang berusia dibawah 17 tahun

2) Pasien dalam pengawasan dokter

3) Pasien mengalami gangguan kejiwaan / sulit berkomunikasi.


43

F. Instrumen Penelitian

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner

yang terdiri kepuasan pasien dan kualitas pelayanan keperawatan. Pengukuran

kepuasan pasien menggunakan 12 pertanyaan terbuka tentang pelayanan

keperawatan dengan pilihan jawaban sangat puas, puas, tidak puas dan sangat

tidak puas dan pengukuran kualitas pelayanan keperawatan menggunakan

pernyataan sebanyak 23 item dengan pilihan jawaban sangat puas, puas, tidak

puas dan sangat tidak puas. Kuesioner tidak dilakukan uji validitas karena

dikutip dari buku Nursalam Tahun 2012.

G. Uji Validitas dan Reliabilitas

a. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat

kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid

atau shahih mempunyai validitas yang tinggi. Sebaliknya, instrumen yang

kurang valid berarti memiliki validitas rendah (Notoatmodjo, 2010).

Cara yang dipakai dalam menguji tingkat validitas adalah dengan

variabel internal, yaitu menguji apakah terdapat kesesuaian antara

bagian instrumen secara keseluruhan. Untuk mengukurnya menggunakan

analisis butir. Pengukuran pada analisis butir yaitu dengan cara skor-skor

yang ada kemudian dikorelasikan dengan menggunakan Rumus

korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson dalam

Arikunto, (2006) sebagai berikut :

rxy
 xy   x y
 N



x
2

  x
2
 


y
2

  y
2



 N  N
  

44

Keterangan :
rxy : Koefisien korelasi antara x dan y rxy
N : Jumlah Subyek
X : Skor item
Y : Skor total
∑X : Jumlah skor items
∑Y : Jumlah skor total
∑X2: Jumlah kuadrat skor item
∑Y2: Jumlah kuadrat skor total

Kesesuaian harga rxy diperoleh dari perhitungan dengan

menggunakan rumus diatas dikonsultasikan dengan tabel harga regresi

moment dengan korelasi harga rxy lebih besar atau sama dengan regresi

tabel, maka butir instrumen tersebut valid dan jika r xy lebih kecil dari

regresi tabel maka butir instrumen tersebut tidak valid.

Tabel 3.2
Hasil Uji Validitas Kualitas Pelayanan Perawat dan Kepuasan Pasien

Kualitas
No Kepuasan Pasien r tabel Keterangan
Pelayanan
1 .749 .779 0,444 Valid
2 .664 .749 Valid
3 .676 .735 Valid
4 .487 .609 Valid
5 .744 .596 Valid
6 .822 .785 Valid
7 .761 .571 Valid
8 .617 .683 Valid
9 .828 .778 Valid
10 .492 .586 Valid
11 .863 .728 Valid
12 .566 .558 Valid
13 .600 Valid
14 .902 Valid
15 .717 Valid
16 .775 Valid
45

17 .944 Valid
18 .835 Valid
19 .618 Valid
20 .743 Valid
21 .643 Valid
22 .835 Valid
23 .944

Berdasarkan tabel diatas dapat dlihat bahwa hasil uji validitas

kepuasan pasien diperoleh nilai r hitung (0,558 – 0,779) dan hasil uji

validitas kualitas pelayanan keperawatan diperoleh nilai r hitung (0,4492 –

0,944). Hasil tersebut menunjukan bahwa nilai r hitung kepuasan pasien

dan kualitas pelayanan keperawatan > r tabel (0,444), maka kuesioner

tersebut valid.

b. Reliabilitas

Reliabilitas adalah sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk

digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah

baik (Arikunto, 2006). Pada penelitian ini untuk mencari reliabilitas

instrumen menggunakan rumus alpha α, karena instrumen dalam penelitian

ini berbentuk angket atau daftar pertanyaan yang skornya merupakan

rentangan antara 1-5 dan uji validitas menggunakan item total, dimana

untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0,

misalnya angket atau soal bentuk uraian maka menggunakan rumus alpha

α:

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat

dipercaya, maksudnya apabila dalam beberapa pelaksanaan pengukuran

terhadap kelompok yang sama diperoleh hasil yang relatif sama (Arikunto,
46

2006). Dalam penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan

menggunakan tekhnik Formula Alpha Cronbach dan dengan

menggunakan program software.

Rumus :

k  S2 j 
α=  1  
k  1  S 2 x 

Keterangan :

α = koefisien reliabilitas alpha

k = jumlah item

Sj = varians responden untuk item I

Sx = jumlah varians skor total

Indikator pengukuran reliabilitas menurut Sekaran (2006) yang

membagi tingkatan reliabilitas dengan kriteria sebagai berikut :

Jika alpha atau r hitung:

1. 0,8-1,0 = Reliabilitas baik

2. 0,6-0,799 = Reliabilitas diterima

3. Kurang dari 0,6 = Reliabilitas kurang baik

Tabel 3.3
Hasil Uji Reliabilitas Kualitas Pelayanan Perawat dan Kepuasan
Pasien

Variabel Penelitian Cronbach's Alpha N of Items


Kepuasan Pasien 0.918 12
Kualitas Pelayanan
0.962 23
keperawatan
47

Berdasarkan tabel diatas dapat dlihat bahwa hasil uji reliabilitas

kepuasan pasien diperoleh nilai Cronbach's Alpha (0,918) dan hasil uji

reliabilitas kualitas pelayanan keperawatan diperoleh nilai Cronbach's

Alpha (0,962). Hasil tersebut menunjukan bahwa nilai Cronbach's Alpha

kepuasan pasien dan kualitas pelayanan keperawatan > 0,6, maka

kuesioner penelitian reliable.

H. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menyesuaikan jadwal pemeriksaan

pasien. Langkah – langkah pengumpulan datanya adalah sebagai berikut :

1. Mengurus perijinan dari litbang rumah sakit dan disampaikan kepada

kepala ruangan.

2. Meminta data jumlah pasien yang dirawat selama bulan Juni tahun 2018,

kepada kepala ruangan Mawar

3. Memilih sampel sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan

4. Memberikan informed concent kepada pasien untuk persetujuan penelitian

5. Melakukan pengukuran variabel menggunakan kuesioner sebagai alat ukur

dengan teknik wawancara untuk membacakan pertanyaan yang ada dalam

kuesioner.

6. Memeriksa kembali kuesioner yang sudah dibacakan peneliti untuk

memastikan kelengkapan data

7. Mengumpulkan kuesioner hasil penelitian

8. Penelitian dibantu oleh kepala ruangan sebagai enumator


48

I. Pengolahan Data

Menurut Sutanto (2012) pengolahan data dalam penelitian ini melalui

beberapa tahapan sebagai berikut :

1. Editing

Pemeriksaan kelengkapan kuesioner dilakukan setelah proses wawancara

dengan pasien dilakukan, yang meliputi nama pasien, jawaban pertanyaan

kualitas pelayanan keperawatan dan jawaban pertanyaan kepuasan pasien.

2. Coding

Kueioner yang telah terkumpul kemudian diberi skor yaitu pada jawaban

responden kemudian diberi skor sesuai variabel yang diteliti. Untuk

jawaban kualitas pelayanan keperawatan skornya adalah (STP skor : 1, TP

skor 2, P skor 3 dan SP skor 4). Untuk jawaban kepuasan pasien skornya

adalah (STP skor : 1, TP skor 2, P skor 3 dan SP skor 4)

3. Sorting

Setelah data diberi skor kemudian dikelompokan sesuai dengan hasil ukur

variabel yang diteliti pada tabel definisi operasional. Mambuat master

tabel penelitian, kemdudian ditentukan hasil ukurnya menggunakan nilai

median.

4. Entry Data

Data yang sudah direkapitulasi kemudian diinput kedalam komputer untuk

dibuat master tabel penelitian menggunakan mikrosoft exel yang terdiri

dari kepuasan pasien dan kualitas pelayanan keperawatan.


49

5. Cleaning Data

Memeriksa kembali data yang sudah dientry apakah sudah benar/belum,

data yang sudah dientry kemudian dicek ulang untuk memastikan hasil

ukur setiap variabel yang diteliti.

6. Pengeluaran hasil informasi : nilai statistik

Data entry yang sudah dicek kemudian dilakukan analisis data

menggunakan SPSS yang meliputi analisis univariat dan bivariat. Hasil

pengolahan data SPSS kemudian dibuat laporan penelitian.

J. Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan melakukan

penyesuaian data sesuai dengan kriteria yang ada. Analisis data untuk

penelitian ini menggunakan perangkat lunak statistik dengan program SPSS.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis

univariat tergantung dari jenis datanya. Dalam analisis ini menghasilkan

distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel. Rumus frekuensi

dari tiap-tiap variabel yang diteliti menurut Arikunto (2010) adalah

sebagai berikut:

f
p= x 100 %
n

Keterangan :
p = Proporsi
f = Jumlah kategori sampel yang diambil
n = Jumlah sampel
50

Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi (Arikunto, 2010)

Variabel f %

Total
Interpretasi data sebagai berikut :

Tabel 3.3 Interpretasi Data

No Skala Pengukuran Interpretasi


1 0 Tidak ada satupun
2 1% - 25% Sebagian kecil responden
3 26%-49% Kurang dari setengah responden
4 50% Setengahnya responden
5 51-75% Lebih dari setengahnya
6 76%-99% Sebagian besar responden
7 100% Seluruh responden
(Arikunto, 2010)

2. Analisis Bivariat

Analisa ini bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel

yaitu variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen). Uji

yang dipakai adalah uji Chi- Square dengan batas kemaknaan  = 0,05

atau derajat kebebasan df= 1 (Arikunto, 2010). Langkah –langkah analisis

bivariat adalah sebagai berikut :

1) Menyusun Tabel Silang ( 3x2 )

Tabel 3.4 Tabel Silang (3x2)

Kepuasan Pasien
Variabel Bebas
a b a+b (m1)
c d c+d (m2)
a+c ( n1) b+d (n2) n

2) Menghitung Chi-Square dengan rumus :


51

X2=∑

Keterangan :

O : Nilai Observasi (pengamatan)

E : Nilai Expected (harapan)

Df = (b-1) (k-1)

b : jumlah baris

k : jumlah kolom

Apabila ada sel yang kosong atau nilai < 5, maka di gunakan

fisher exact dengan rumus:

X2=

3) Menentukan uji kemaknaan hubungan dengan cara membandingkan

nilai  (  value) dengan nilai  = 0,05 pada taraf kepercayaan 95


% dan derajat kebebasan = 1 dengan kaidah keputusan sebagai

berikut :

a) Nilai  (  value) < 0,05 , maka HO ditolak, yang berarti ada

hubungan yang bermakna antara variabel bebas dengan variabel

terikat.

b) Nilai  (  value) > 0,05, maka Ho gagal ditolak, yang berarti

tidak ada hubungan yang bermakna antar variabel bebas dengan

variabel terikat.
52

K. Waktu dan Tempat

Waktu pelaksanaan penelitian telah dilakukan pada tanggal 01 – 25 Juli

tahun 2018, dengan tempat penelitian dilakukan di Ruang Mawar RSUD

Majalengka Kabupaten Majalengka.

L. Etika Penelitian

Menurut Hidayat (2012) masalah etika dalam penelitian keperawatan

merupakan masalah yang sangat penting, karena akan berhubungan langsung

dengan manusia. Etika yang perlu diperhatikan antara lain:

a. Informed Consent (Lembar Persetujuan)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang diteliti disertai

judul dan tujuan penelitian. Bila subjek menolak maka peneliti tidak

memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden.

b. Kerahasiaan

Kerahasiaan informasi atau data yang didapatkan dari responden sangat

dijamin oleh peneliti.

c. Anonimity (Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerahasiaan subjek, peneliti tidak mencantumkan nama

pada lembar pengumpulan data dan diganti dengan insial atau nomor

responden.

d. Keadilan
53

Hindari melakukan pembedaan perlakuan pada responden karena

alasan jenis kelamin, ras, suku, dan faktor-faktor lain yang sama sekali

tidak ada hubungannya dengan kompetensi dan integritas ilmiah.

e. Asas Kemanfaatan

Upayakan penelitian Anda berguna demi kemaslahan masyarakat,

meningkatkan taraf hidup, mudahkan kehidupan dan meringankan beban

hidup masyarakat.  Anda juga bertanggungjawab melakukan

pendampingan bagi masyarakat yang ingin mengaplikasikan hasil

penelitian anda.

Anda mungkin juga menyukai