Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN UMUM TENTANG HIPERTENSI

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan

tekanan bbdarah sistolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali

pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan

cukup istirahat/tenang (Depkes RI, 2013). Menurut Arif Muttaqin

(2014), hipertensi merupakan suatu keadaan ketika tekanan darah

sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan distolik lebih dari 80

mmHg. Hipertensi sering menyebabkan perubahan pada

pembuluh darah yang dapat mengakibatkan semakin tingginya

tekanan darah. Penyakit darah tinggi atau hipertensi adalah suatu

keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan

darah diatas normal yang ditunjukkan oleh angka sistolik dan

diastolik pada pemeriksaan tekanan darah menggunakan alat

pengukur tekanan darah, baik yang berupa cuff air raksa maupun

alat digital lainnya (Herlambang, 2013).

2. Klasifikasi

Tekanan darah bersifat kontinu, namun batas tekanan darah

normal ditentukan secara konsensus berdasarkan data

epidemologik. Pada masa ini ada 2 klasifikasi yang banyak dianut,

yaitu berdasarkan pedoman The Joint National Commission (JNV


VII) dari Amerika Serikat dan yang dikeluarkan oleh The European

Society of Hypertension (ESC) tahun 2007, yang sama dengan

klasifikasi The International Society of Hypertension (ISH) (Lily I.

Rilantono, 2013).
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi

Tekanan darah Tekanan darah


JNC VII ESC/ISH Sistolik diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal Optimal <120 <80
Prahipertensi Normal 120-129 80-84
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi Hipertensi
140-149 90-99
rendah rendah
Hipertensi Hipertensi
>160 >100
sedang sedang
Hipertensi Hipertensi
>180 >110
tinggi tinggi
( Sumber : Lily I. Rilantono, 2013 )

3. Etiologi hipertensi

Sekitar 90 % hipertensi dengan penyebab yang belum

diketahui pasti disebut dengan hipertensi primer atau esensial. Ada

beberapa factor resiko yang dapat menyebabkan hipertensi

primer/esensial yaitu asupan natrium yang meningkat dan asupan

kalium yang menurun, faktor genetik, stress psikologis, pengaturan

abnormal terhadap norepineprin, dan hipersensitivitas. Sedangkan

7 % disebabkan oleh kelainan ginjal atau hipertensi renalis dan 3

% disebabkan oleh kelainan hormonal atau hipertensi hormonal

dan penyebab lain (Arif Muttaqin, 2014).

4. Manifestasi klinik

Sebagian besar penderita hipertensi tidak menimbulkan

gejala, walaupun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi

bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah


tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud ialah

sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan

dan kelelahan, yang bisa saja terjadi baik pada penderita

hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang

normal.

Jika hipertensinya menahun atau berat dan tidak diobati,

maka bisa timbul gejala seperti berikut :

a. Kelelahan

b. Sakit kepala

c. Sesak nafas

d. Gelisah/cemas

e. Muntah

f. Mual

g. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya

kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal. Kadang

penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran

dan bahkana koma karena terjadi pembengkakan otak (Lily I.

Rilantono, 2013).

5. Patofisiologi

Pengaturan tekanan arteri meliputi control sistem persarafan

yang kompleks dan hormonal yang saling berhubungan satu sama

lain dalam mempengaruhi curah jantung dan tahanan vaskuler

perifer. Hal lain yang ikut dalam pengaturan tekanan darah adalah
reflex baroreseptor. Curah jantung ditentukan oleh volume

sekuncup dan frekuensi jantung. Tahanan perifer ditentukan oleh

diameter arteriol. Bila diameternya menurun, tahanan perifer

meningkat; bila diameternya meningkat, tahanan perifer akan

menurun. Pengaturan primer tekanan arteri dipengaruhi oleh

baroreseptor pada sinus karotikus dan arkus aorta yang akan

menyampaikan impuls ke pusaf saraf simpatis di medula. Impuls

tersebut akan menghambat stimulasi sistem saraf simpatis. Bila

tekanan arteri meningkat, maka ujung-ujung baroreseptor akan

teregang. Sehingga bangkit dan menghambat pusat simpatis serta

akan menurunkan tegangan pusat simpatis, akibatnya frekuensi

jantung akan menurun, arteriol mengalami dilatasi, dan tekanan

arteri kembali ke level awal. Hal yang sebaliknya terjadi bila ada

penurunan tekanan arteri. Baroreseptor mengontrol perubahan

tekanan darah untuk sementara (Arif Muttaqin, 2014).

6. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan non farmakologis

1) Penurunan berat badan

2) Tidak merokok

3) Hindari stress

4) Olahraga

5) Mengurangi asupan garam

b. Penatalaksanaan farmakologis
1) Penghambat sistem rennin angiotensin (RAS Blocker)

ACE-1 dan ARB menghambat vasokonstriksi dengan cara

menghambat sintesis atau menghambat kerja angiostensin

II, sehingga menyebabkan vasodilatasi yang seimbang.

Obat-obat ini dapat dipergunakan sebagai obat lini pertama

atau kombinasi dengan diuretika atau CCB. Indikasi

khusus : payah jantung, pasca infark miokard, resiko PJK

tinggi, diabetes, GGK, Stroke.

Contoh ACE-1 : enalapril 2.5-40 mg/hari – BID, lisinopril 5-

40 mg/hari, ibesertan 150-300 mg/hari, losartan 25-100

mg/hari-BID, valsartan 80-320 mg/hari, omlesartan 40-80

mg/hari, telmisartan 40-80 mg/hari. Selama pemakaian

ACE-1 atau ARB dianjurkan untuk memeriksa kreatinin dan

K serum.

2) Diuretika

Yang digunakan terutama adalah golongan tiazid.

Mekanisme kerjanya menghambat pompa Na/K di tubulus

distal. Golongan ini efektif sebagai obat lini pertama dan

bisa dikombinasikan dengan CCB, BB, ACE-1 dan ARB.

Indikasi khusus : payah jantung, resiko PJK tinggi, diabetes,

stroke, dan hipertensi sistolik terisolasi.

Contoh: Hidroklorotiazid 12.5-25 mg/hari, Klorrtalidon 12.5-

25 mg/hari.
3) Antagonis kalsium (CCB)

Mekanisme kerjanya adalah mengurangi influks kalsium

kedalam sel-sel otot polos di pembuluh darah.

Contoh : tablet amlodipine 2.5- 10 mg OD, felodipine 2.5-10

mg OD, verampamil 80-160 mg TID, diltiazen 30 mg TID

yang berbentuk lepas lambat 100 mg OD. Jangan

menggunakan nifedipine kerja pendek (obat ini sudah tidak

dianjurkan lagi pemakaiannya secara 9rutin). Harus

dipantau edema perifer di tungkai, nadi (bisa menyebabkan

reflex takikardia).

4) Penghambat alfa 1

Mekanisme kerjanya menghambat reseptor post-sinaptik

perifer sehingga menyebabkan vasodilatasi. Contoh :

terazosin 1-20 mg/hari, doxazosin 1-16 mg/hari. Obat ini

bisa menyebabkan hipotensi ortostatik yang berat sehingga

sebaiknya diberikan sebagai obat tambahan apabila TD

belum terkontrol dengan kombinasi obat lain.

5) Angonis alfa 2

Mekanisme kerjanya adalah sebagai neurotransmitter palsu

menurunkan ouflow simpatis sehingga dapat menurunkan

tonus simpatik. Contoh : klonidin 0.1-0.6 mg PO BID-TID,

methyldopa, guanabens, guanfacine (hampir tidak pernah


lagi digunakan). Selama penggunaaan harus dipantau nadi.

Efek samping mulut kering, hipotensi ortostatik, sedasi.

6) Penyakit beta (BB)

BB bekerja dengan menghambat secara kompetitif pengikat

katekolamin ke reseptor adrenergic. Indikasi khusus : payah

jantung, pasca infark miokard, resiko tinggi PJK, diabetes.

Contoh BB : atenolol 25-100 mg/hari PO, metoprolol 25-100

mg/hari poatau BID, bisoprolol 5-10 mg/hari BID PO,

carvedilol 6.25-25 mg/hari PO BID, selama pemakaian

harus dipantau denyut nadi, gula darah pada diabetes.

7) Vasodilator

Mekanisme kerjanya adalah vasodilatasi langsung terhadap

arteriol melalui peningkatan cAMP intraseluler. Contoh :

hidralazine 20-400 mg PO daily-BID. Perlu dipantau nadi

karena bisa menyebabkan takikardia reflex, retensi Na/air.

Hidralazine adalah suatu alternatif pada gagal jantung bila

penghambat RAS adalah kontraindikasi. Monoxidil bisa

dipertimbangkan paad pasien hipertensi resisten/refakter

yang diobati dengan beberapa obat.

7. Komplikasi

Hipertensi tidak memberikan keluhan khas. Keluhan seperti

tekuk pegal atau pusing bisa disebkan oleh gangguan lain. Oleh

karena itu penderita hipertensi tidak sadar bahwa dia menderita


tekanan darah tinggi, sehingga tidak memeriksakan diri atau tidak

patuh berobat. Hipertensi bisa menyebabkan kerusakan organ

tubuh. Sasarannya yaitu jantung (hipertrofi ventrikel kiri,

kardiomiopati), ginjal (nefropati), saraf otak (ensefalopati), mata

(retinopati atau perdarahan) dan bahkan disfungsi ereksi (Lily I.

Rilantono, 2013).

8. Pemeriksaan Diagnostik

a. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh

b. Pemerksaan retina

c. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri

d. Pemeriksaan : renogram, ielogram intravena arteriogram renal,

pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.

e. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa

f. Pemriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ

seperti ginjal dan jantung

g. Foto dada dan CT Scan.

B. TINJAUAN UMUM TENTANG KECEMASAN

1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada

sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan

dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya.

Kecemasan sebagai respon emosi tanpa objek yang spesifik yang


secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal

(Suliswati dkk, 2012).

Menurut Stuart, (2006) ada beberapa teori yang

menjelaskan mengenai kecemasan. Teori tersebut antara lain :

a. Teori psikoanalitik

Menurut teori ini kecemasan adalah konflik emosional yang

terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id (insting) dan

superego (nurani). Id mewakili dorongan insting dan impuls

primitive, sedangkan superego mencerminkan hati nurani

seseorang dan dikendalikan norma budaya seseorang. Ego

berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang

bertentangan tersebut, dan fungsi kecemasan adalah

mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

b. Teori interpersonal

Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap

ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga

berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti

perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan

tertentu. Individu dengan harga diri rendah terutama rentan

mengalami kecemasan yang berat.

c. Teori biologis

Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk

benzodiazepine, obat-obatan yang meningkatkan


neuroregulator inhibisi asam gama-aminobitirat (GABA), yang

berperan penting dalam biologis yang berhubungn dengan

kecemasan.

d. Teori perilaku

Kecemasan merupakan hasil dari frustasi, yaitu segala sesuatu

yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan

yang diinginkan. Ahli teori perilaku lain menganggap

kecemasan sebagai suatu dorongan dipelajari berdasarkan

keinginan dari dalam diri untuk menghindari kepedihan.

e. Teori keluarga

Menunjukkan bahwa gangguan kecemasan biasanya terjadi

dalam keluarga. Gangguan kecemasan juga tumpang tindih

antara gangguan kecemasan dan depresi.

2. Tingkat ansietas dan karakteristik

Kemampuan individu guna merespons terhadap suatu

ancaman berbeda satu sama lain. Perbedaan kemampuan ini

berimplikasi terhadap perbedaan tingkat ansietas yang dialaminya.

Respon individu terhadap ansietas ringan sampai panic (Asmadi,

2008).

Rentang Respon Ansietas

Respon Adaptif

Respon Maladaptif
Antisipasi Ringan Sedang Berat

Panik

( sumber : Asmadi, 2008)

Gambar 2.1 Rentang Respons Ansietas

Setiap tingkatan ansietas memiliki karakteristik atau manifestasi

yang berbeda satu sama lain. Manifestasi ansietas yang terjadi

bergantung pada kematangan pribadi, pemahaman dalam

menghadapi ketegangan, harga diri, dan mekanisme koping yang

digunakannya.

a. Ansietas ringan

Karakteristik ansietas ringan, yaitu :

1) Kewaspadaan meningkat

2) Persepsi terhadap lingkungan meningkat

3) Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa sehari-

hari

4) Dapat menjadi motivasi positif untuk belajar dan

menghasilkan kreativitas

5) Respon fisiologis : sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan

darah meningkat sedikit, gejala ringan pada lambung, muka

berkerut, serta bibir bergetar

6) Respon perilaku dan emosi : tidak dapat duduk tenang,

tremor halus pada tangan, dan suara kadang-kadang

meninggi
7) Respon kognifit : mampu menerima rangsangan yang

kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan

masalah secara efektif, dan terangsang untuk melakukan

tindakan

b. Ansietas sedang

1) Respon kognitif : memusatkan perhatiannya pada hal yang

penting dan mengesampingkan yang lain, lapang persepsi

menyempit, dan rangsangan dari luar tidak mampu diterima

2) Respon fisiologis : sering nafas pendek, nadi ekstra sistol

dan tekanan darah meningkat, anoreksia, sakit kepala,

mulut menjadi kering, diare/konstipasi, letih, dan sering

berkemih

3) Respon perilaku dan emosi : gerakan tersentak-sentak,

banyak bicara dan lebih cepat, terlihat lebih tegang, susah

tidur, dan perasaan tidak aman

c. Ansietas berat

1) Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan

mengabaikan hal yang lain

2) Respon kognitif : tidak mampu berpikir berat lagi dan

membutuhkan banyak pengarahan/tuntunan, serta lapang

persepsi menyempit
3) Respon fisiologis : nafas pendek, berkeringat dan sakit

kepala, nadi dan tekanan darah meningkat, penglihatan

berkabut, serta tampak tegang

4) Respon perilaku dan emosi : perasaan terancam meningkat

dan komunikasi menjadi terganggu (verbalisasi cepat)

d. Panik

1) Respon kognitif : gangguan realitas, tidak dapat berpikir

logis, persepsi terhadap lingkungan mengalami dostorsi,

dan ketidakmampuan memahami situasi

2) Respon fisiologis : napas pendek, rasa tercekik dan

palpitasi, pucat, hipotensi, sakit dada, dan rendahnya

koordinasi motorik

3) Respon perilaku dan emosi : emosi, ketakutan, perasaan

terancam, mengamuk dan marah, berteriak-teriak,

kehilangan kendali/control diri (aktivitas motorik tidak

menentu), serta dapat berbuat sesuatu yang

membahayakan diri sendiri dan orang lain

3. Faktor pencetus ansietas

Faktor yang dapat menjadi pencetus seseorang merasa

cemas dapat berasal dari sendiri (factor internal) maupun dari luar

dirinya (factor eksternal). Namun demikian pencetus ansietas

dapat dikelompokkan kedalam dua kategori, yaitu :


a. Ancaman terhadap sistem diri yaitu adanya sesuatu yang dapat

mengancam terhadap identitas diri, harga diri, kehilangan

status/peran diri dan hubungan interpersonal.

b. Ancaman terhadap integritas diri, meliputi ketidakmampuan

fisiologis atau gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

guna pemenuhan terhadap kebutuhan dasarnya (Asmadi,

2008).

Menurut Stuart (2006), factor-faktor yang mempengaruhi tingkat

kecemasan pada penderita hipertensi antara lain :

a. Maturitas

Individu yang memiliki kematangan kepribadian lebih sukar

merasakan gangguan akibat stress karena individu yang matur

mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap stress.

b. Keadaan fisik

Seseorang yang mengalami gangguan fisik seperti cedera,

operasi akan mudah mengalami kelelahan fisik sehingga lebih

mudah mengalami stress.

c. Umur

Seseorang yang berumur lebih muda ternyata lebih mudah

mengalami gangguan akibat stress daripada seseorang yang

lebih tua.

d. Jenis kelamin
Stress sering dialami pada wanita daripada pria dikarenakan

wanita mempunyai kepribadian yang labil dan immature, juga

adanya peran hormon yang mempengaruhi kondisi emosi

sehingga mudah meledak, mudah cemas, dan curiga.

e. Potensial stressor

Stressor psikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa

yang menyebabkan berubahan dalam kehidupan seseorang

sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi.

f. Tingkat pendidikan dan status ekonomi

Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada

seseorang akan mengakibatkan orang itu mudah mengalami

stress.

g. Sosial budaya

Seseorang yang mempunyai falsafah hidup yang jelas dan

keyakinan agama yang kuat umumnya lebih sukar mengalami

stress.

h. Lingkungan

Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih

mudah mengalami stress.

4. Gejala kecemasan

Hawari (2008) menyebutkan bahwa ada 6 keluhan yang sering

dikemukakan oleh orang yang mengalami kecemasan, yaitu :


a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri,

mudah tersinggung

b. Gelisah, merasa tegang, tidak tenang, mudah terkejut

c. Gangguan konsentrasi dan daya ingat

d. Keluhan-keluhan somatic, misalnya rasa sakit pada otot dan

tulang, pendengaran bordering (tinitus), berdebar-debar, sesak

nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit

kepala, dan sebagainya.

5. Penyebab kecemasan

a. Kontribusi biologis

Faktor biologik yang berperan pada gangguan ini adalah

“neurotransmitter”. Ada tig neurotransmitter utama yang

berperan pada gangguan ini yaitu, norepinefrin, serotonin, dan

gamma amino butyric acid atau GABA. Namun menurut

Iskandar neurotransmitter yang memegang peranan utama

pada gangguan cemas menyeluruh adalah serotonin,

sedangkan norepinefrin terutama berperan pada gangguan

panik. (Idrus, 2006).

Peranan Gamma Amino Butiric Acid (GABA) pada gangguan

ini berbeda dengan norepinefrin. Norepinefrin bersifat

merangsang timbulnya cemas, sedangkan GABA bersifat

menghambat terjadinya kecemasan. Pengaruh dari

neurotransmitter ini pada gangguan kecemasan didapatkan


dari peranan benzodiazepine pada gangguan tersebut.

Benzodiazepin dan GABA membentuk “GABA- Benzodiazepin

complex” yang akan menurunkan kecemasan. Penelitian pada

hewan primate yang diberikan suatu agonist inverse

benzodiazepine Beta-Carboline-Carboxylic-Acid (BCCA)

menunjukkan gejala-gejala otonomik gangguan kecemasan

(Idrus, 2006)

b. Kontribusi sosial

Peristiwa dalam kehidupan sehari-hari yang memunculkan

stress dapat memicu kerentanan terhadap kecemasan.

Contohnya masalah di sekolah, tekanan sosial untuk selalu

menjadi juara kelas, kematian/kepergian orang byang dicintai

dan lain sebagainya (Durand, 2007)

c. Kontribusi psikologis

Sense of control (perasaan mampu mengontrol) sejak dini

yang tinggi pada seseorang merupakan faktor psikologis yang

sangat rentan mengakibatkan kecemasan (Durand, 2007)

6. Indikator kecemasan

Menurut Nugroho (2008), terdapat beberapa gejala yang

terjadi pada seseorang yang mengalami kecemasan. Gejala

tersebut dibagi menjadi gejala psikologis dan somatik.

a. Gejala psikologis
1) Gangguan mood, seperti : sensitive, cepat marah dan

mudah sedih

2) Kelelahan dan mudah capek

3) Perasaan-perasaan yang tidak nyata

4) Gelisah, resah dan tidak bisa diam

5) Keraguan dan ketakutan yang mengganggu

6) Kesulitan tidur, seperti : insomnia dan mimpi buruk

7) Kehilangan motivasi dan minat

8) Berpikiran kosong, seperti : tidak mampu berkonsentrasi

dan mudah lupa

9) Kehilangan kepercayaan diri

b. Gejala somatik

1) Keringat berlebih

2) Gangguan fungsional gastrointestinal, seperti : tidak nafsu

makan, mual, diare dan konstipasi

3) Ketegangan pada otot skelet, seperti : sakit kepala,

kontraksi pada bagian belakang leher atau dada, suara

bergetar dan nyeri punggung

4) Sindrom hiperventilasi, seperti : sesak nafas, pusing dan

parestesia/kesemutan

5) Keringat berlebih

7. Penatalaksanaan kecemasan

a. Penatalaksanaan farmakologi
Pengobatan untuk anti kecemasan terutama

benzodiazepine, obat ini digunakan untuk jangka pendek, dan

tdiak digunakan untuk jangka panjang karena pengobatan ini

menyebabkan toleransi dan ketergantungan. Obat anti

kecemasan nonbenzodiazepine, seperti buspiron (Buspar) dan

berbagai antidepresan juga digunakan (Isaacs, 2005 dalam

Devi Pangastuti 2011).

b. Penatalaksanaan non farmakologi

1) Distraksi

Dsitraksi merupakan metode untuk menghilangkan

kecemasan dengan cara mengalihkan perhatiann pada hal-

hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap cemas yang

dialami. Stimulus sensori yang menyenangkan

menyebabkan pelepasan endorfin yang bisa menghambat

stimulus cemas yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli

cemas yang ditransmisikan ke otak (Potter & Perry, 2005

dalam Devi Pangastuti 2011). Salah satu distraksi yang

efektif adalah dengan memberikan dukungan spiritual

(membacakan doa sesuai agama dan keyakinannya),

sehingga dapat menurunkan hormone-hormon stressor,

mengaktifkan hormone endorfin alami, meningkatkan

perasaan rileks dan mengalihkan perhatian dari rasa takut,

cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh


sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat

pernafasan, detak jantung, denyut nadi dan aktivitas

gelombang otak.. Laju pernafasan yang lebih dalam atau

lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan,

kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolism

yang lebih baik.

2) Relaksasi terapi

Relaksasi yang dilakukan dapat berupa relaksasi,

meditasi, relaksasi imajinasi dan visualisasi serta relaksasi

progresif (Isaacs, 2005 dalam Devi Pangastuti 2011).

8. Penilaian terhadap kecemasan

Menurut Hawari (2008), tingkat kecemasan dapat diukur dengan

menggunakan alat ukur (instrument) yang dikenal dengan nama

Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A), yang terdiri dari 14

kelompok gejala, antara lain ialah sebagai berikut :

a. Perasaan cemas : cemas, firasat buruk, takut akan pikiran

sendiri dan mudah tersinggung

b. Ketegangan : merasa tegang, lesu, tidak dapat beristirahat

dengan tenang, mudah terkejut, mudah menagis, gemetar dan

gelisah

c. Ketakutan : pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri,

pada bintang besar, pada keramaian lalu lintas dan pada

kerumunan orang banyak


d. Gangguan tidur : sukar untuk tidur, terbangun pada malam hari,

tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi, mimpi

buruk dan mimpi yang menakutkan

e. Gangguan kecerdasan : sukar berkonsentrasi, daya ingat

menurun dan daya ingat buruk

f. Perasaan depresi (murung) : hilangnya minat, berkurangnya

kesenangan pada hobi, sedih, terbangun pada saat dini hari

dan perasaan berubah-ubah sepanjang hari.

g. Gejala somatik/fisik (otot) : sakit dan nyeri di otot, kaku, kedutan

otot, gigi gemerutuk dan suara tidak stabil

h. Gejala somatik/fisik (sensorik) : tinitus (telinga berdenging),

penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas dan

perasaan ditusuk-tusuk

i. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) ; takikardi

(denyut jantung cepat), berdebar-debar, nyeri di dada, denyut

nadi mengeras, rasa lesu/lemas seperti mau pingsan dan detak

jantung menghilang/berhenti sekejap

j. Gejala respiratori (pernafasan) : rasa tertekan atau sempit di

dada, rasa tercekik, sering menarik nafas pendek/sesak

k. Gejala gastrointestinal (pencernaan) : sulit menelan, perut

melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah

makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh atau kembung,


mual, muntah, BAB konsistensinya lembek, sukar BAB

(konstipasi) dan kehilangan berat badan

l. Gejala urogenital (perkemihan dn kelamin) : sering buang air

kecil, tidak dapat menahan BAK, tidak dating bulan (tidak dapat

haid), darah haid berlebihan, darah haid sangat sedikit, masa

haid berkepanjangan, masa haid sangat pendek, haid

beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin, ejakulasi dini,

ereksi melemah, ereksi hilang dan impotensi

m. Gejala autoimun : mulut kering, muka merah, mudah

berkeringat, kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa

sakit dan bulu-bulu berdiri

n. Tingkah laku/sikap : gelisah, tidak tenang, jari gemetar,

kenin/dahi berkerut, wajah tegang/mengeras, nafas pendek dan

cepat serta wajah merah.

Masing-masing kelompok gejala diberi penlaian angka (score)

antara 0-4, dengan penilaian sebagai berikut :

Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan)

Nilai 1 = gejala ringan

Nilai 2 = gejala sedang

Nilai 3 = gejala berat

Nilai 4 = gejala berat sekali/panik

Masing-masing niali angka (score) dari 14 kelompok gejala

tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat


diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu : total nilai

(score) : kurang dari 14 = tidak ada kecemasan, 14-20

kecemasan ringan, 21-27 = kecemasan sedang, 28-41 =

kecemasan berat, 42-56 = kecemasan berat sekali.

C. TINJAUAN UMUM TENTANG KEPATUHAN PENGOBATAN

Anda mungkin juga menyukai