Anda di halaman 1dari 18

1

BAB 1

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hipertensi atau yang biasa dikenal dengan tekanan darah tinggi adalah terjadinya
peningkatan darah sistolik di atas batas normal yaitu lebih dari 140 mmHg, dan tekanan
darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Organization, 2021) .
Pada tahun 2025 diperkirakan ada 1,5 Miliar orang terkena hipertensi, dan
diperkirakan setiap tahunnya terdapat 10,44 juta orang meninggal akibat hipertensi dan
komplikasinya. Dua pertiga penderita hipertensi berada di negaranegara yang
ekonominya sedang berkembang, di mana penyakit jantung dan stroke sebagai akibat
hipertensi terjadi pada penderita dengan usia yang lebih muda (Organization, 2020),
(Niklas et al., 2018).
Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan pengukuran tekanan darah pada
orang usia 18 tahun ke atas di sejumlah daerah telah mencapai 31,7% dari total
penduduk dewasa. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara tahun 2014, penderita
penyakit hipertensi seluruhnya mencapai 31377 orang. Di kota Manado, jumlah
penderita hipertensi sebanyak 3256 orang, dan kota Manado ini menepati urutan ke – 4
dari 15 kota dan kabupaten di Sulawesi Utara yang memiliki penderita hipertensi
terbanyak (Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulut, 2014).
Penderita hipertensi lebih banyak dialami oleh wanita di banding pria, hal ini
disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita. Hormon estrogen berperan
dalam regulasi tekanan darah, berhentinya produksi estrogen akibat proses penuaan
berdampak pada peningkatan tekanan darah pada wanita. Gaya hidup sering menjadi
faktor resiko penting bagi timbulnya hipertensi pada seseorang. Beberapa di antaranya
adalah kebiasaan makan seperti konsumsi lemak dan garam tinggi, kegemukan atau
makan secara berlebihan. Gaya hidup yang tidak sehat seperti minum-minuman
mengandung alkohol, stres, emosional dan kurangnya aktivitas fisik yang dapat
meningkatkan risiko kelebihan berat badan juga menjadi faktor resiko hipertensi (Wade,
2016).
Kepatuhan pengobatan pasien hipertensi merupakan hal penting karena
hipertensi merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi harus selalu
dikontrol atau dikendalikan agar tidak terjadi komplikasi yang dapat berujung pada
kematian (Palmer & William, 2007).
Masalah ketidakpatuhan umum dijumpai dalam pengobatan penyakit kronis yang
memerlukan pengobatan jangka panjang seperti hipertensi. Obat-obat antihipertensi
yang ada saat ini telah terbukti dapat mengontrol tekanan darah pada pasien hipertensi,
dan juga sangat berperan dalam menurunkan risiko berkembangnya komplikasi
kardiovaskular. Namun demikian, penggunaan obat antihipertensi saja terbukti tidak
cukup untuk menghasilkan efek pengontrolan tekanan darah jangka panjang apabila
tidak didukung dengan kepatuhan dalam menggunakan obat antihipertensi tersebut
(Saepudin dkk, 2011).
Sebagian besar penderita hipertensi tidak menyadari bahwa dirinya mengidap
hipertensi, di karenakan hipertensi sering tidak bergejala. Oleh karena itu hipertensi
sering disebut sebagai “silent killer”. Data hasil Riskesdas 2018, penderita hipertensi di
Indonesia yang patuh minum obat sebesar 53,74%, tidak rutin minum obat sebesar
32.27%, dan sisanya 13,33% tidak pernah minum obat. Dari yang tidak rutin minum
obat alasan yang terbanyak yaitu merasa sudah sehat sebesar 59,8%. Sedangkan tingkat
2
kerutinan penderita hipertensi melakukan cek tekanan darah 9,8% rutin melakukan cek
tekanan darah, 46,2% kadang-kadang, dan 44% tidak pernah melakukan cek tekanan
darah (Dasar, 2018)] .
Data hasil Riskesdas terkait kepatuhan penderita hipertensi selaras dengan
penelitian yang dilakukan di India tahun 2017 yang menunjukkan angka kepatuhan
penderita hipertensi sebesar 49% sedangkan penderita hipertensi yang tidak patuh
sebesar 51%(Dasar, 2018).
Komplikasi yang terjadi akibat hipertensi dapat menyebabkan tingginya beban
biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh pemerintah. Studi di China mengatakan
bahwa beban ekonomi yang disebabkan oleh penyakit hipertensi dan diabetes melitus
sangat berat yaitu 31,9 miliar yuan untuk hipertensi dan 10,7 miliar yuan untuk diabetes
melitus pada tahun 2002 (Ariyanti & Latif, 2021).
Kepatuhan minum obat didefinisikan sebagai sejauh mana perilaku pasien dalam
minum obat sesuai dengan anjuran pemberi layanan yang telah disepakati bersama
sehubungan dengan jenis obat, dosis, waktu, dan frekuensi minum obat. Pasien
hipertensi harus memahami bahwa obat yang diterima sangat diperlukan untuk menjaga
tekanan darah agar tetap terkontrol (Dhar, Dantas, & Ali, 2017).
Banyak faktor yang berperan dalam menetukan tingkat kepatuhan minum obat
pasien hipertensi. Faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi lima faktor besar yaitu
faktor sosial Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien
Hipertensi di Primary Health Care Negara Berkembang; Systematic Review Syntax
Literate, Vol. 7, No. 5, Mei 2022 5377 ekonomi, faktor pelayanan kesehatan, faktor
penyakit, faktor obat, dan faktor pasien (Agbor et al., 2018).
Penting untuk mengetahui dan memahami faktorfaktor yang berhubungan
dengan kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi sehingga dapat mengambil
kebijakan yang tepat dalam melakukan intervensi sebagai upaya meningkatkan
kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Beberapa tahun terakhir banyak penelitian
yang telah dilakukan untuk melihat faktor-faktor terkait dengan kepatuhan minum obat
pasien hipertensi, namun masih sedikit yang meneliti pasien yang berobat di primary
health care. Sementara seperti yang disampaikan oleh BPJS bahwa primary health care
harus mampu menjalankan perannya sebagai gatekeeper dengan mengoptimalkan
pelayanan secara tuntas sesuai dengan kompetensi dan sarana prasarana yang dimiliki
(Getenet, Tesfa, Ferede, & Molla, 2019).
3
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan
kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi di puskemas bade.
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan umum
Mengetahui factor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada
pasien hipertensi di Puskesmas Bade.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada
pasien hipertensi di puskemas bade ?
b. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien
hipertensi di puskesmas bade ?
c. Mengetahui hubungan status ekonomi dengan kepatuhan minum obat pada
pasien hipertensi di puskesmas bade ?
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini dan asil pembahasan skripsi ini diharapakan dapat
menambah informasi khususnya tentang kepatuhan pasien dalam minum obat
b. Manfaat praktis
1. Bagi institusi kesehatan
Dijadikan sebagai sumber informasi bagi institusi kesehatan dan
peningkatan mutu pendidikan di masa depan juga sebagai acuan bagi pasien
hipertensi.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil ini dapat digunakan sebagai bahan atau sumber untuk peneliti
selanjutnya. Dan mendorong bagi yang berkepentingan untuk melakukan
pembuatan skripsi lebih lanjut.
3. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan dapat bermanfaat sehingga bisa menambah kepustakaan dan
sebagai sumber informasi tentang kepatuhan pasien dalam minum obat
hipertensi.
4. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan dapat bermanfaat sehingga bisa menambah kepustakaan dan
sebagai sumber informasi tentang kepatuhan pasien dalam minum obat
hipertensi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Konsep Hipertensi
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah salah satu penyakit degenerative yang menjadi salah satu
penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Semakin bertambah usia dapat
meningkatkan resiko terjangkitnya penyakit hipertensi yang disebabkan oleh
adanya perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon
(Suryarinilsih et al. 2021).
2. Etiologi Hipertensi berdasarkan penyebabnya, dibagi menjadi dua jenis menurut
(Mardiana,2010) :
a. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi tidak atau belum

diketahui penyebabnya ( terdapat pada kurang lebih 90% dari seluruh

hipertensi).

b. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan atau sebagai

akibat dari adanya penyakit lain.

Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab.

Beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah, kemungkinan

bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Jika

penyebabanya diketahui maka disebut hipertensi sekunder. Pada

sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit

ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau

pemakaian obat tertentu misalnya pil KB.

Penyebab hipertensi lainnya yang jarang feokromositoma,

yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon

epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin). Kegemukan

(obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolahraga), stress,

alkohol atau garam dalam makanan, bisa memicu terjadinya hipertensi


5

pada orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan. Stress cenderung

menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu. Jika stress telah

berlalu maka tekanan darah biasanya akan kembali normal.

Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder :

1. Penyakit ginjal terdiri dari : Stenosis arteri renalis, Pielonefritis,

Glomerulonefritis, Tumor-tumor ginjal, Penyakit ginjal polikista (biasanya

diturunkan), Terapi penyinaran yang mengenai ginjal.

2. Kelainan hormonal terdiri dari : Hiperaldosteronisme, Sindrom

Cushing, Feokromositoma.

3. Obat-obatan terdiri dari : Pil KB, Kortikosteroid, Siklosporin, Eritropoietin,

Kokain, Penyalahgunaan alkohol, Kayu manis (dalam jumlah sangat

besar).

4. Penyebab lainnya yaitu : Koartasio aorta, Preeklamsi pada kehamilan,

Porfiria intermiten akut, Keracunan timbal akut.

3. Manifestasi Klinis.
Tanda dan gejala hipertensi menurut Farrar & Zhang (2015) dibagi menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan darah arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal
ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan darah tidak
teratur.
b. Gejala lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai yang menyertai hipertensi
melipuri nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya pasien ini merupakan
gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Beberapa gejala pasien yang menderita hipertensi, yaitu :
1. Mengeluh sakit kepala
2. Lemas, kelelahan
3. Sesak nafas
4. Gelisah
5. Mual dan muntah
6. Kesadaran menurun

1
9
6
4. Patofisiologi Hipertensi
Hipertensi dapat disebabkan oleh umur, jenis kelamin, gaya hidup dan obesitas.
Hipertensi menyebabkan kerusakan vaskuler pembuluh darah, perubahan struktur,
penyumbatan pembuluh darah, vasokontriksi dan gangguan sirkulasi. Gangguan
sirkulasi di otak mengakibatkan resistensi pembuluh darah otak naik, siplai oksigen otak
menurun yang menyebabkan penderita mengalami nyeri kepala dan gangguan pola tidur.
Hipertensi menybabkan gangguan pada ginjal yang mengakibatkan vasokontriksi
pembuluh darah, blood flow menurun, respon RAA, rangsang aldosterone, retensi Na,
edema yang menimbulkan masalah keperawatan kelebihan volume cairan. Hipertensi
juga mengganggu system pembuluh darah yang mengakibatkan vasokontriksi, iskemik,
moikard yang mengakibatkan afterload meningkat yang dapay menimbilkan masalah
keperawatan penurunan curah jantung dan intoleransi aktivitas (Hariawan and Tatisina
2020).
5. Komplikasi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan
mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ
tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah
faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack),
penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial
fibrilasi.
a. Faktor Risiko Hipertensi
Menurut Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular faktor risiko hipertensi
yang tidak ditangani dengan baik dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor
risiko yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah:
1. Factor resiko yang tidak dapat di ubah
a. Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur,
risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Pada usia lanjut, hipertensi
terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan darah sistolik.
Kejadian ini disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah
besar (Depkes RI 2013:7).
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria
mempunyai risiko sekitar 2,3 kali lebih banyak mengalami peningkatan
tekanan darah sistolik dibandingkan dengan perempuan, karena pria
diduga memiliki gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan darah.

1
9
c. Keturunan (Genetik).
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor
keturunan) juga meningkatkan risiko hipertensi, terutama hipertensi
primer (essensial). Faktor genetik juga berkaitan dengan
metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel (Depkes RI
2013:7).
2. Faktor yang dapat di ubah
a. Kegemukan (obesitas)
Berat badan dan indeks masa tubuh (IMT) berkolerasi langsung
dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik dimana risiko
relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali
lebih tinggi untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan seorang
yang badanya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi
ditemukan sekitar 20-30% memilki berat badan lebih (overweight)
(Depkes RI 2013:8).
b. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang
dihisap melalui rokok yang measuk melalui aliran darah dapat
mengakibatkan tekanan darah tinggi. Merokok akan meningkatkan
denyut jantung, sehingga kebutuhan oksigen otot-otot jantung
bertambah (Depkes RI 2013:9).
c. Kurang aktivitas fisik
d. Konsumsi garam berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena
menarik cairan diluar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan
meningkatkan volume tekanan darah (Depkes RI 2013:9).
e. Dislipidemia
Kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya
aterosklerosis, yang kemudian mengakibatkan peningkatan tahanan
perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat (Depkes
RI 2013:10).
f. Konsumsi Alkohol Berlebih
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan.
Diduga peningkatan kadar kortisol, peningkatan volume sel darah
merah dan peningkatankekentalan darah berperan dalam menaikan
tekanan darah (Depkes RI 2013:11).
g. Psikososial dan Stress
Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, marah, dendam,
rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal
melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih
cepat serta kuat, sehingga tekanan darah meningkat (Depkes RI
2013: 11).
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan peninjang menurut Sagita & Kristanti (2018) :
a. Elektrokardiogram
Pembesaran ventrikel kiri dan gambaran kardiogram dapat dideteksi dengan
pemeriksaan ini, dapat juga menggambarkan apakah hipertensi sudah berlangsung
lama.
b. Pemeriksaan tekanan darah
Pemeriksaan tekanan darah dapat menggunakan digital sphygmomanometer
sesuai sop dan prosedur yang sudah ditentukan.
B. Tinjauan Konsep Kepatuhan
1. Definisi kepatuhan minum obat
Kepatuhan minuk obat menurut Katzung, Trover dan Master dalam bukunya yang
berjudul Farmakologi Dasar dan Klinik, dapat didefinisikan sebagai kesesuaian antara
riwayat dosis yang sebenarnya dengan regimen dosis obat yang diresepkan. Hal ini
dapat didefiniskan, sebagai menggambarkan perbandingan antara dua fenomena, yaitu
bagaimana nyatanya obat diminum dan bagaimana seharusnya obat diminum.
Sehingga kepatuhan minum obat dapat diartikan sebagai tingkat ketaatan pasien-pasien
yang memiliki riwayat pengambilan obat terapeutik terhadap resep pengobatan
(Pameswari, Halim, & Yustika, 2016).
Kepatuhan minum obat didefinisikan sebagai sejauh mana perilaku pasien dalam
minum obat sesuai dengan anjuran pemberi layanan yang telah disepakati bersama
sehubungan dengan jenis obat, dosis, waktu, dan frekuensi minum obat. Pasien
hipertensi harus memahami bahwa obat yang diterima sangat diperlukan untuk
menjaga tekanan darah agar tetap terkontrol (Dhar, Dantas, & Ali, 2017).
Banyak faktor yang berperan dalam menetukan tingkat kepatuhan minum obat
pasien hipertensi. Faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi lima faktor besar yaitu
faktor sosial Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien
Hipertensi di Primary Health Care Negara Berkembang; Systematic Review Syntax
Literate, Vol. 7, No. 5, Mei 2022 5377 ekonomi, faktor pelayanan kesehatan, faktor
penyakit, faktor obat, dan faktor pasien (Agbor et al., 2018)(Ratnasari, 2017).
Banyak Penting untuk mengetahui dan memahami faktorfaktor yang berhubungan
dengan kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi sehingga dapat mengambil
kebijakan yang tepat dalam melakukan intervensi sebagai upaya meningkatkan
kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Beberapa tahun terakhir banyak penelitian
yang telah dilakukan untuk melihat faktor-faktor terkait dengan kepatuhan minum obat
pasien hipertensi, namun masih sedikit yang meneliti pasien yang berobat di primary
health care. Sementara seperti yang disampaikan oleh BPJS bahwa primary health care
harus mampu menjalankan perannya sebagai gatekeeper dengan mengoptimalkan
pelayanan secara tuntas sesuai dengan kompetensi dan sarana prasarana yang dimiliki
(Getenet, Tesfa, Ferede, & Molla, 2019).
Kepatuhan (adherence) adalah derajat kesadaran pasien mengikuti intstruksi
pengobatan. Terdapat 4 jenis ketidakpatuhan yang menyebabkan kesalahan
pengobatan, sebagai berikut :
a. Pasien tidak mengambil obatnya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini
terjadi, yaitu beberapa penelitian menunjukkan bahwa seoertiga dari pasien tidak
pernah menebus resepnya, sebagian pasien meninggalkan rumah sakit tanpa
membawa bekal obat pascarawatnya, sebagian pasien yang lain meninggalkan
rumah sakit tanpa mengonsumsi kembali obat-obat sebelum mereka di rawat-inap,
dan sebagian lagi pasien tidak mampu untuk menebus resepnya.
b. Pasien gagal menggunakan/meminum obat sesuai petunjuk. Contohnya seperti
kesalahan pada dosis, frekuensi pemakaian, rute atau teknik pemakaian, dan
penggunaan obat untuk tujuan yang salah. Hal ini biasanya disebabkan oleh kurang
baiknya komunikasi antara pasien, pemberi resep, dan apoteker.
c. Pasien secara dini menghentikan pengobatan. Contoh kasus misalnya, jika pasien
memiliki persepsi yang salah bahwa menghentikan konsumsi obat karena botolnya
telah kosong atau gejala penyakit sudah membaik.
d. Pasien (atau orang lain) memberikan obat secara tidak benar. Sebagai contoh,
pasien membagi obat-obatnya kepada orang lain karena suatu sebab.
2. Faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan Beberapa faktor yang menyebabkan
pasien tidak patuh saat meminum obat adalah sebagai berikut :
a. Sebagian pasien tidak memiliki gejala, misalnya seperti hipertensi. Karena
tidak memiliki gejala yang muncul menyebabkan pasien tidak ingat untuk
meminum obatnya.
b. Pasien dengan gejala nyeri. Pasien dengan gejala nyeri biasanya cenderung
untuk menggonta-ganti obatnya karena merasa tidak efektif, misalnya seperti
arthritis.
c. Karakteristik pengobatan. Pasien yang mendapatkan pengobatan satu kali
sehari memiliki kemungkinan yang besar untuk patuh dalam meminum obat
dibandingkan pasien yang mendapatkan pengobatan tiga kali sehari.
d. Lingkungan pasien. Pasien yang tinggal sendiri atau tidak ada kerabat yang
mendampingi memiliki kecenderungan untuk tidak patuh.
e. Kemasan obat. Misalnya pasien artritis biasanya kesulitan untuk membuka
wadah obat mereka.
f. Tansportasi.
g. Kepercayaan pribadi dan sosial tentang obat juga dapat menghambat kepatuhan
meminum obat.
3. Strategi untuk memperbaiki kepatuhan minum obat.
Strategi-strategi untuk memperbaiki kepatuhan pasien dalam meminum obat adalah
sebagai berikut :
a. Meningkatkan komunikasi antara pasien dengan anggota tim kesehatan seperti
apoteker, perawat dan dokter.
b. Mempertimbangkan kondisi pribadi, sosial dan ekonomi pasien (sering
tercermin dari gaya hidup pasien).
c. Membuat jadwal yang rutin dan jelas untuk minum obat pada pasien.
d. menyediakan sistem untuk membantu pasien dalam mengonsumsi obatnya,
misalnya menyiapkan wadah yang memisahkan dosis-dosis obat berdasarkan
hari dalam seminggu atau alarm yang mengingatkan pasien untuk meminum
obat mereka.
e. Mengabari pasien yang harus minum obat dalam jangka panjang untuk
mengambil ulang obat mereka oleh apoteker jika sudah habis. Pasien yang
diperkirakan akan menghentikan pengobatan karena menduga adanya efek
samping perlu diberikan instruksi tentang bagaimana efek obat bekerja dan cara
memantaunya. Kepatuhan dapata ditingkatkan dengan mengikutsertakan pasien
secara aktif dalam pengobatan.
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kerangka konseptual
Berdasarkan teori-teori yang diuraikan di atas yang dikaitkan dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalankan diet
hipertensi maka kerangka konseptual penelitian ini adalah sebagai berikut :

Va Kesehatan
Faktor Pelayanan

Keterangan :

: variabel independen

: variabel dependen

: hubungan variable
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian

Rancangan yang digunakan peneliti adalah penelitian analitis dan

deskriptif dengan desain penelitian cross sectional dengan maksud untuk

mengetahui faktor-faktor berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada

pasien hipertensi di puskesmas bade.

B. Populasi, Sampel, Sampling penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan penderita hipertensi

di puskesmas bade. Jumlah penderita hipertensi pada tahun 2011

sebanyak 203 orang.

2. Sampel Penelitian

Sampel merupakan bagian populasi yang diteliti atau sebagian jumlah

dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat,2011). Dalam

penelitian ini menggunakan sampel dengan kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

Dalam penelitian ini kriteria inklusi adalah :

1. Seluruh penderita hipertensi di puskesmas bade yang berulang

2. Penderita yang pernah berobat dan tercatat di Puskesmas bade

3. Bersedia menjadi responden

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak

dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel

penelitian. Dalam penelitian ini kriteria eksklusi adalah :

1. Penderita tidak bersedia menjadi responden

2. Penderita pindah ke daerah lain

c. Besar Sampel
Dalam menentukan besar sampel menggunakan rumus

(Nursalam,2008)

n =
( )

= (, )

= ( . )

=
.

= 67 orang
Jadi besar sampel yang diteliti adalah 67 oranng.
3. Sampling Penelitian
Sampling adalah suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam
penelitian dari populasi yang ada (Hidayat,2011). Tekhnik pengambilan
sampel yang digunakan adalah Nonprobability Sampling yaitu sampling
sistematis. Cara pengambilan sampel berdasarkan urutan anggota populasi
yang berjumlah 203 orang yang telah diberi nomor urut dan mengambil
setiap nomor urut yang berkelipatan 3 hingga memenuhi target pencapaian
sampel sebanyak 67 orang .
C. Waktu dan tempat
1. Waktu

2. Tempat
Penelitian ini dilaksanakan Di puskesmas bade
D. Insrumen Pengumpulan Data
1. Alat pengumpulan data
Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner karena penggunaan
kuesioner merupakan hal pokok untuk pengumpulan data dalam penelitian
ini hasil kuesioner tersebut akan terjelma dalam bentuk angka - angka dan
tabel, analisa statistik dan uraian serta kesimpulan hasil penelitian.
a. Uji Validitas
Untuk menguji validitas telah di uji cobakan instrumen
penelitian ini ke 10 responden pada bulan Juli 2012 dengan kriteria
inklusi yang ditetapkan. Dari hasil uji coba instrumen penelitian ini
diperoleh data kemudian di uji validitasnya tiap item nya dengan
menggunakan rumus product moment dengan bantuan komputer
SPSS 18.0 (Hidayat,2011).
Untuk jumlah responden 10, berdasarkan tabel, taraf
signifikansi 5 % titik kritis adalah 0,632, setelah dilakukan uji
validitas dengan menyebarkan pada 10 responden diperoleh hasil skor
tiap item pertanyaan untuk variabel pelayanan kesehatan skor antara
0,642 – 0,945, untuk variabel dukungan keluarga diperoleh skor antara
0,663-0,894 sedangkan untuk variabel kepatuhan diperoleh skor 0,000
– 0,871, jika di bandingkan dengan nilai r tabel maka r hitung lebih
besar maka instrumen untuk variabel pelayanan kesehatan dan
dukungan keluarga dinyatakan vali
b. Uji realibitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu instrumen
cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data
(Arikunto,2002). Adapun ketentuan pengujiannya adalah jika r hasil (α > r
tabel) maka instrumen tersebut dikatakan reliabel, instrumen penelitian
dikatak van reliabel bila α= 0, 60. Hasil uji realibilitas pada 10
responden berdasarkan kriteria inklusi pada variabel pelayanan kesehatan
diperoleh nilai r hasil= 0,974 variabel dukungan keluarga 0,956, variabel
kepatuhan 0,911 maka instrumen dikatan reliabel karena r hasil > r tabel.
2. Skala pengukuran
Untuk mendapatkan informasi yang diinginkan peneliti menggunakan
kuesioner sebagai instrumen pengumpulan data yang dikembangkan
berdasarkan variabel yang diteliti. Pengukuran variabel menggunakan skala
diferensial semantik dan skala likert sedangkan skala pengukuran data
menggunakan skala oridinal. Adapun variabel yang diteliti sebagai berikut :
a. Pelayanan Kesehatan
Pengukuran variabel ini menggunakan skala rating dengan jawaban yang
berupa angka yang telah disediakan yang hampir sama dengan skala
likert akan tetapi tersedia jawaban berupa interval angka. Skala
pengukuran data yang digunakan adalah skala ordinaljawaban yang
tersedia sesuai dengan keadaan sebenarnya.Penilaian sangat rendah
dengan angka 1,rendah dengan angka 2, tinggi dengan angka 3 dan
angka 4 untuk penilaian sangat tinggi. Jika dari 28 pernyataan diberi
tanda pada angka 4 maka skor tertinggi 112 dan apabila semua
pernyataan diberi tanda pada angka 1 maka skor terendah 28, maka
diperoleh nilai mean 70. Sistem kesehatan baik jika jumalah skor ≥ nilai
mean yaitu 70 dan sistem kesehatan kurang baik jika jumlah skor < nilai
mean yaitu 70
b. Dukungan keluarga
Pengukuran variabel ini menggunakan skala likert dengan
jawaban pertanyaan selalu, sering, kadang, dan tidak pernah. Skala
pengukuran data yang digunakan adalah skala ordinal. Jawaban selalu
dengan skor 4, sering dengan skor 3, kadang dengan skor 2, dan tidak
pernah dengan skor 1. Jika dari 15 pertanyaan di jawab dengan jawaban
selalu maka skor tertinggi 60 dan apabila semua jawaban tidak pernah
maka skor terendah 15, maka diperoleh nilai mean 37,5. Dukungan
keluarga baik jika jumalah skor ≥ nilai mean yaitu 37,5 dan dukungan
keluarga kurang baik jika jumlah skor < nilai mean yaitu 37,5.
c. Status ekonomi
Skala pengukuran status ekonomi diukur dengan menggunakan
skala ordinal yang merupakan skala berjenjang atau tingkatan.
Pendapatan tinggi jika pendapatan per bulan ≥ Rp.
1.024.000,00 pendapatan rendah jika pendapatan per bulan < Rp

1.024.000,00

d. Kepatuhan

Tingkat kepatuhan diukur dengan menggunakan skala likert

dengan jawaban pertanyaan selalu, sering, kadang, dan tidak

pernah.. Skala pengukuran data yang digunakan adalah skala ordinal.

Jawaban selalu dengan skor 4, sering dengan skor 3, kadang dengan

skor 2, tidak pernah dengan skor 1. Jika dari 8 pertanyaan dijawab

dengan jawaban selalu maka skor tertinggi 32 dan apabila semua

pertanyaan dijawab dengan tidak pernah maka skor terendah 8, maka

diperoleh nilai mean 20. Dikatakan patuh apabila jumlah skor ≥ 20

dan tidak patuh jika skor < 20.

Keterangan :

Nilai Mean = Skor tinggi x jumlah soal + skor rendah x jumlah soal

E. Pengolahan Data

Tahap-tahap yang dilakukan peneliti dalam pengolahan data sebagai berikut :

1. Editing

Proses editing dilakukan untuk meneliti kembali apakah lembar

kuesioner sudah lengkap.

2. Coding

Coding adalah usaha mengklasifikasi jawaban atau hasil-hasil yang ada

menrut mcamnya dengan cara menandai masing-masing dengan kode


berupa angka kemudian dimasukkan dalam lembaran tabel kerja guna

mempermudah membacanya.

3. Tabulating

Kegiatan memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam tabel-tabel

sesuai kriteria.

F. Analisa data

1. Analisa Univariat

Analisis univariat adalah menganalisis variabel-variabel yang secara

deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi dan proporsinya untuk

mengetahui karakteristik dari suatu obyek penelitian.

2. Analisa Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan

dua variabel yang meliputi variabel bebas dan variabel terikat. Data yang

telah didapatkan akan dianalisa dengan uji statistik. Uji statistik yang

digunaka adalah Chisquare dengan nilai α=0,05. Pengolahan dan analisa

data dilakukan dengan menggunakan komputer SPSS 18.0.

G. Etika Penelitian

Dalam melakukan penilitian ini, peneliti mendapat rekomendasi dari

Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu - Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Alauddin Makassar dan instansi- instansi terkait lainnya. Setelah

mendapat persetujuan maka peneliti melakukan penelitian dengan

menekankan masalah etika menurut KNEPK (Komisi Nasional Etik

Penelitian Kesehatan) dalam Yurisa (2008) :


1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity).

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek untuk mendapatkan

informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta

memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk

berpartisipasi dalam kegiatan penelitian (autonomy).

Beberapa tindakan yang terkait dengan prinsip menghormati harkat dan

martabat manusia adalah peneliti mempersiapkan formulir persetujuan

subyek (informed consent) yang terdiri dari:

a. Penjelasan manfaat penelitian.

b. Penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang dapat

ditimbulkan.

c. Penjelasan manfaat yang akan didapatkan.

d. Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan

subyek berkaitan dengan prosedur penelitian.

e. Persetujuan subyek dapat mengundurkan diri kapan saja.

f. Jaminan anonimitas dan kerahasiaan.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for

privacy and confidentiality).

Setiap manusia memiliki hak-hak dasar individu termasuk privasi dan

kebebasan individu. Pada dasarnya penelitian akan memberikan akibat

terbukanya informasi individu termasuk informasi yang bersifat pribadi.

Sedangkan tidak semua orang menginginkan informasinya diketahui oleh

orang lain, sehingga peneliti perlu memperhatikan hak-hak dasar


individu tersebut. Dalam aplikasinya, peneliti tidak boleh menampilkan

informasi mengenai identitas baik nama maupun alamat asal subyek

dalam kuesioner dan alat ukur apapun untuk menjaga anonimitas dan

kerahasiaan identitas subyek. Peneliti dapat menggunakan koding (inisial

atau identification number) sebagai pengganti identitas responden.

3. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness).

Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil. Untuk

memenuhi prinsip keterbukaan, penelitian dilakukan secara jujur, hati-

hati, profesional, berperikemanusiaan, dan memperhatikan faktor-faktor

ketepatan, keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis serta perasaan

religius subyek penelitian. Lingkungan penelitian dikondisikan agar

memenuhi prinsip keterbukaan yaitu kejelasan prosedur penelitian.

Keadilan memiliki bermacam-macam teori, namun yang terpenting

adalah bagaimanakah keuntungan dan beban harus didistribusikan di

antara anggota kelompok masyarakat. Prinsip keadilan menekankan

sejauh mana kebijakan penelitian membagikan keuntungan dan beban

secara merata atau menurut kebutuhan, kemampuan, kontribusi dan

pilihan bebas masyarakat. Sebagai contoh dalam prosedur penelitian,

peneliti mempertimbangkan aspek keadilan gender dan hak subyek untuk

mendapatkan perlakuan yang sama baik sebelum, selama, maupun

sesudah berpartisipasi dalam penelitian.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harms and benefits).


18

Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian

guna mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi

subyek penelitian dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi

(beneficence). Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi

subyek (nonmaleficence). Apabila intervensi penelitian berpotensi

mengakibatkan cedera atau stres tambahan maka subyek dikeluarkan

dari kegiatan penelitian untuk mencegah terjadinya cedera, kesakitan,

stres, maupun kematian subyek penelitian.

Anda mungkin juga menyukai