Anda di halaman 1dari 29

PANDUAN

PELAYANAN PASIEN NYERI

RSIA MUTIARA IBU


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
BAB II RUANG LINGKUP.............................................................................................. 2
BAB III TATALAKSANA................................................................................................ 3
BAB IV DOKUMENTASI.............................................................................................. 17
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RSIA MUTIARA IBU
No. /RSIAMI/ / /2023

TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN

DI RSIA MUTIARA IBU

MENIMBANG:

a. Bahwa untuk menjamin peningkatan mutu pelayanan dan daya saing RSIA MUTIARA IBU MAMUJU

saat ini dan dimasa yang akan datang, diperlukan adanya pelayanan yang bermutu tinggi di RSIA

Mutiara Ibu Mamuju

b. Terkait dengan adanya kebutuhan pelayanan yang bermutu, diperlukan adanya Kebijakan tentang

Pelayanan di RSIA Mutiara Ibu Mamuju

c. Untuk hal tersebut diatas. dipandang perlu untuk diterbitkan melalui SK Direktur RSIA Mutiara Ibu

Mamuju

MENGINGAT:

a. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

b. UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

c. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 56 Tahun 2014 Tentang klarifikasi dan Perizinan

Rumah Sakit

d. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34 Tahun 2017 Tentang Akreditasi Rumah Sakit

c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 47 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang

Penimahsakitan

f. Rencana Strategis 2021 - 2026


MEMUTUSKAN

MENETAPKAN

Pertama: Mengesahkan dan memberlakukan Surat Keputusan Direktur Kuinah Sakit


BaliMdd Nomor : /SK/RSIAMI/ / /2023 tentang Kebijakan
Pelayanan di RSIA Mutiara Ibu Mamuju

Kedua: Seluruh Manajemen dan karyawan RSIA Mutiara Ibu Mamuju wajib
melaksanakan pelayanan bermutu tinggi serta penyelenggaraannya
memenuhi aspek mutu pelayanan sebagai berikut:

1. Pelayanan di RSIA Mutiara Ibu Mamuju menyediakan akses pelayanan

yang lengkap , mudah dan cepat didapat, seluruh informasi yang

diberikan kepada pasien dan keluarga pasien adalah sesuai dengan yang

dibutuhkan, benar dan berlaku di RSIA Mutiara Ibu Mamuju, serta dapat

dipertanggungjawabkan.

2. Pelayanan di RSIA Mutiara Ibu Mamuju dirancang dan dilaksanakan

sesuai dengan sistem dan prosedur yang dibuat sc-efcsicn mungkin

dalam pemanfaatan seluruh sumber daya . sarana dan dana yang ada,

serta diyakini efektif dapat mencapai standar mutu yang ditetapkan

pemerintah atau badan akreditasi yang diakui pemerintah.

3. Pelayanan di RSIA Mutiara Ibu Mamuju adalah pelayanan yang

berorientasi pada pasien dan keluarga pasien (Patient Center Care) dan

wajib memenuhi prinsip-prinsip keamanan dan keselamatan (Patient

Safety). Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit

4. Pelayanan di rumah Sakit BaliMed Denpasar dengan menyiapkan

prosedur keamanan yang lebih ketat dimana Protokol PPI diikuti sesuai

standar.penggunaan masker secara universal, prosedur skrening yang

lebi
ketat, pengaturan jadwal kunjungan, dan pembalasan pengunjung dan

memisahkan pasien Covid 19 dan non covid 19

5. Pelayanan di RSIA Mutiara Ibu Mamuju dilaksanakan oleh tenaga medis

dan nonmedis yang memiliki kompetensi teknis yang sesuai dengan

kewenangan klinis dan bidangnya, dan mampu melaksanakan tugasnya

sesuai dengan prinsip keilmuan terkini dan memenuhi aturan dan etika

yang berlaku.

6. Pelayanan di RSIA Mutiara Ibu Mamuju wajib dilaksanakan sedemikian


sehingga mampu memberikan kenyamanan dan kepuasan pasien dan
keluarga pasien.

Ketiga: Pelaksanaan dan Pengawasan penyelenggaraan pelayanan di RSIA

Mutiara Ibu Mamuju dilaksanakan oleh seluruh manajemen dan karyawan

RSIA Mutiara Ibu Mamuju sesuai dengan uraian tugas, tanggung jawab

dan kewenangan struktural dan fungsional yang telah ditetapkan

Keempat: Kebijakan Pelayanan RSIA Mutiara Ibu Mamuju menjadi acuan dalam
pembuatan Pedoman Pcngorganiasasian Unit Kerja. Pedoman
Pelayanan, Panduan Pelayanan, dan SPO di RSIA Mutiara Ibu Mamuju
Kelima: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkannya, dengan
ketentuan

apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diadakan


perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Mamuju
Pada Tanggal : 2023
RSIA Mutiara Ibu Mamuju

Dr. Arsyi Adliah Anwar, Sp. OG


Direktur

tembusan
1 Direktur utama RSIA Mutiara Ibu Mamuju
2 Kadiv umum
3 Kadi\ SDM
4 Kadiv Peittaiarn
5. Kadiv Keuangan
6. Kadiv Medik
7. Kadtv keperawatan
LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RSIA MUTIARA IBU
MAMUJU
No. /SK/RSIAMI/ / /2023
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN
DI RSIA MUTIARA IBU MAMUJU

1. Pelayanan Unit:

• Pelayanan Unit Rawat Jalan, Rawat Inap, Rawat Intensif, Laboratorium.Farmasi,


Bayi Terpadu. Ambulance dan Penitipan .lenasah dilaksanakan dalam 24 jam.

Pelayanan Poliklinik Spesialis sesuai dengan jadwal praklik dokter. Pelayanan

Kamar Operasi (Bedah Umum.Obstetri dan Perinatologi) dilaksanakan dalam jam

kerja, dan dilanjutkan dengan sistem on call.

• Pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien.

• Seluruh staf RS harus bekerja sesuai dengan standar profesi, pedoman/panduan


dan standar prosedur opcrsional yang berlaku, serta sesuai dengan etika profesi,
etika RS dan etika RS yang berlaku.

• Seluruh staf RS dalam melaksanakan pekerjaannya wajib selalu sesuai dengan


ketentuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3). termasuk dalam

penggunaan alat pelindung diri (APD). Melakukan antisipasi penularan terhadap

tenaga kesehatan dan pengguna layanan dengan penerapan prosedur

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI).

• Menerapkan protocol pencegahan Covid 19 yaitu harus mengenakan masker bagi


petugas, pengunjung dan pasien, menjaga jarak antar orang >lm dan rajin
mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama 40 s/d 60 detik atau
dengan luind sanitizer selama 20/30 detik.
• Menyediakan fasilitas perawatan terutama ruang isolasi untuk pasien kasus Covid
19.
2. Skrining dan triase :

■ Skrining dilakukan pada kontak pertama untuk menetapkan apakah pasien dapat dilayani
oleh RS, termasuk skrening terhadap pasien covid 19

• Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik,
psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imajing sebelumnya.

• Kebutuhan darurat, mendesak, atau segera diidentifikasi dengan proses triase berbasis bukti
untuk memprioritaskan pasien dengan kebutuhan emergensi.

3. Identifikasi:

■ Setiap pasien yang masuk rassat inap dipasangkan gelang identitas pasien

• Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah, sebelum
pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan laboratorium klinis, serta sebelum
tindakan / prosedur

4. Transfer ’ perpindahan di dalam rumah sakit:

■ Penerimaan atau perpindahan pasien ke dan dari unit pelayanan intensif atau pelayanan
khusus ditentukan dengan kriteria yang telah ditetapkan.

5. Transfer keluar rumah sakit / rujukan :

• Rujukan kerumah sakit ditujukan kepada individu secara spesifik dan badan dari
mana pasien berasal.

• Rujukan menunjuk siapa yang bertanggung jawab selama proses rujukan serta
perbekalan dan peralatan apa yang dibutuhkan selama transportasi.

■ Kerjasama yang resmi atau tidak resmi dibuat dengan rumah sakit penerima

■ Proses rujukan didokumentasikan didalam rekam medis pasien.

6. Penundaan pelayanan:

■ Memberikan informasi apabila akan terjadi penundaan pelayanan atau pengobatan

11.
7. Pemulangan pasien:

• DPJP yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien tersebut, harus menentukan
kesiapan pasien untuk dipulangkan

8. Transportasi;

• Transportasi milik rumah sakit, harus sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku berkenaan
dengan pengoperasian, kondisi dan pemeliharaan

9. Hak pasien dan keluarga :

• Pelayanan menghormati kebutuhan privasi pasien.

• Pelayanan melindungi barang milik pasien dari pencurian atau kehilangan.

■ Pelayanan melindungi dari kekerasan fisik.

• Anak-anak, individu yang cacat, lanjut usia dan lainnya yang berisiko mendapatkan
perlindungan yang layak.

• Rumah sakit memberikan edukasi secara rutin pada pasien dan Mau keluarga.

■ Rumah sakit membantu mencari tecond opinion dan kompromi dalam pelayanan didalam maupun diluar

rumah sakit.

• Pernyataan persetujuan (Infarmcd Consent) dari pasien didapat melalui sualu proses yang ditetapkan
rumah sakit dan dilaksanakan oleh staf yang terlatih, dalam bahasa yang dipahami pasien.

■ Informtdconstnt diperoleh sebelum operasi, anestesi, penggunaan darah atau produk darah dan tindakan

serta pengobatan lain yang berisiko tinggi.

10. Penolakan pelay anan dan pengobatan ;

• Rumah sakit memberitahukan hak pasien dan keluarga untuk menolak atau tidak melanjutkan
pengobatan.

• Rumah sakit menghormMi pasien dan keluarganya tentang keinginan dan pilihan pasien untuk menolak
pelayanan resusitasi atau memberhentikan pengobatan bantuan hidup dasar ( Do Nol Resuscilaie )
11 Pelayanan pasien tahap terminal:

• Rumah sakit mendukung hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang penuh hormat dan kasih

sayang pada akhir kehidupannya

12. Asesmen pasien:

• Semua pasien yang dilayani rumah sakit harus diidentifikasi kebutuhan pelayanannya melalui suatu proses asesmen

yang baku.

■ Hanya mereka yang kompeten sesuai perizinan, undang-undang dan peraturan yang berlaku dan sertifikasi dapat

melakukan asesmen

• Asesmen awal medis dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap atau lebih dini/ccpat sesuai kondisi pasien

atau kebijakan rumah sakit.

• Asesmen awal keperawatan dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap atau lebih cepat sesuai kondisi

pasien atau kebijakan rumah sakit.

■ Asesmen awal medis yang dilakukan sebelum pasien di rawat inap, atau sebelum tindakan pada rawat jalan di rumah

sakit, tidak boleh lebih dari 30 hari, atau riwayat medis telah diperbaharui dan pemeriksaan fisik telah diulangi.

• Untuk asesmen kurang dari 30 hari, setiap perubahan kondisi pasien yang signifikan, sejak asesmen dicatat dalam

rekam medis pasien pada saat masuk rawat inap

• Asesmen awal termasuk menentukan kebutuhan rencana pemulangan pasien (discharge)

• Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu alas dasar kondisi dan pengobatan untuk menetapkan

respons terhadap pengobatan dan untuk merencanakan pengobatan atau untuk pemulangan pasien.

■ Data dan informasi asesmen pasien dianalisis dan diintegrasikan.

13. Manajemen obat:

• Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil

untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja di arca tcrsebut,biia diperkenankan kebijakan.
14. Manajemen nutrisi:

■ Pasien di skrining untuk status gizi.

15. Manajemen nyeri:

■ Semua pasien rawat inap dan rawat jalan di skrining untuk rasa sakit dan dilakukan asesmen apabila

ada rnsa nyerinya.

16. Surgical Safety ChecHist:

■ Digunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien

dalam proses penandaan / pemberian landa.

• Menggunakan suatu checklist untuk melakukan verifikasi pcaoperasi lepat-lokasi. tepat- prosedur. dan

tepat-pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat/benar, dan fungsional.

• Suryery safety checUhl di kamar bedah digunakan melalui tiga tahap, masing-masing sesuai dengan

alur waktu yaitu sebelum anestesi (Sign In). sebelum incisi kulit (Time Out) dan sebelum menutup luka
operasi (Sign out) diawali dengan briefing dan diakhiri dengan debriefing

17. Hand hyyiene:

■ Semua staf harus mampu melakukan cuci tangan sesuai panduan yang berlaku

18. Risiko jatuh:

■ Penerapan asesmen awal risiko pasien jatuh dan melakukan asesmen ulang terhadap pasien bila

diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.

■ Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen

dianggap berisiko.

■ Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik tentang keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh

maupun dampak yang berkaitan secara tidak disengaja.


19. Dokter Penanggungjawab Pelayanan :

• Penetapan Dokter Penanggngjnwab Pelayanan (DPJP) sepenuhnya hak pasien

■ DPJP bertanggungjawnb terhadap semua pelayanan kepada pasien

• DPJP wajib melengkapi berkas rekam medis pasien.

• DPJP wajib memenuhi hak pasien

20. Komunikasi efektif:

■ Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan secara
lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut

• Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara lengkap dibacakan kembali

oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.

• Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi perintah atau hasil

pemeriksaan tersebut.

21. Proses pelaksanaan edukasi

• Proses pelaksanaan pemberian informasi dan edukasi pada pasien yang melakukan
perawatan di RSIA Mutiara Ibu meliputi 2 tahap yaitu tahap penilatarvpcngkujian kebutuhan
pendidikan dan pengajaran atau asesmen kebutuhan edukasi dan dilanjutkan dengan tahap
edukasi baik rawat jalan maupun rawat inap
22. Manajemen di Unit:

■ Semua petugas unit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

• Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.

• Melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin bulanan


minimal satu bulan sekali.

• Setiap bulan wajib membuat laporan.

d
23. Peralatan di unit harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kaliberasi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, untuk menjamin semua sediaan farmasi
tetap dalam kondisi yang baik.

24. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan


dalam K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

RSIA Mutiara Ibu Mamuju

dr. Arsyi Adliah Anwar, Sp. OG


Direktur
BAB I
PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau ancaman kerusakan jaringan.
Nyeri selain menimbulkan penderitaan juga berfungsi sebagai mekanisme proteksi,
defensive dan penunjang diagnostik. Sebagai mekanisme proteksi, sensibel nyeri
memungkinkan seseorang untuk bereaksi terhadap suatu trauma atau penyebab nyeri
sehingga dapat menghindari terjadinya kerusakan jaringan tubuh. Sebagai mekanisme
defensive memungkinkan untuk immobilisasi organ tubuh yang mengalami inflamasi atau
patah. Nyeri juga dapat berperan sebagai penuntun diagnostic, karena dengan adanya nyeri
pada daerah tertentu proses yang terjadi pada seseorang pasien dapat diketahui.
Penatalaksanaan terhadap nyeri yang hebat dan berkepanjangan yang mengakibatkan
penderitaan yang sangat berat bagi pasien pada hakkatnya tidak saja tertuju pada usaha
untuk mengurangi atau memberantas rasa nyeri itu, melainkan bermaksud menjangkau
mutu kehidupan pasien sehingga ia dapat menikmati kehidupan yang normal dalam
keluarga maupun lingkungannya.

B. Tujuan
Panduan Manajemen Nyeri ini disusun dengan tujuan adanya standarisasi dalam
asesmen dan manajemen nyeri di RS BaliMed sehingga kualitas pelayanan kesehatan
khususnya penanganan nyeri di RS BaliMed semakin baik.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pedoman ini berlaku pada semua pelayanan Rumah Sakit yang meliputi: layanan
gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, ruang tindakan, dan ruang perawatan khusus (HCU,
ICU, ICCU, hemodialisa, PICU, NICU).
BAB III
TATALAKSANA

A. Klasifikasi Nyeri
1. Berdasarkan sumber nyeri:
a. Nyeri somatik luar
Nyeri yang stimulusnya berasal dari kulit, jaringan subkutan dan membrane mukosa.
Nyeri niasanya dirasakan seperti terbakar, tajam dan terlokalisir
b. Nyeri somatik dalam
Nyeri tumpul (dullness) dan tidak terlokalisir dengan baik akibat rangsanganpada otot
rangka, tulang, sendi, jaringan ikat.
c. Nyeri visceral
Nyeri karena perangsangan organ visceral atau membrane yang menutupinya.
2. Berdasarkan jenisnya:
a. Nyeri nosiseptif
Nyeri karena kerusakan jaringan baik somatic maupun visceral
b. Nyeri neurogenik
Nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada system
saraf perifer.
c. Nyeri psikogenik
Nyeri ini berhubungan dengan adanya gangguan jiwa misalnya cemas dan depresi.
3. Berdasarkan timbulnya:
a. Nyeri akut
Nyeri yang timbul mendadak dan berlangsung sementara.
b. Nyeri kronik
Nyeri berkepanjangan dapat berbulan-bulan tanpa tanda-tanda aktivitas otonom
kecuali serangan akut.
4. Berdasarkan derajat nyeri:
a. Nyeri ringan adalah nyeri hilang timbul, terutama saat beraktivitas sehari-hari dan
menjelang tidur

b. Nyeri sedang nyeri terus-menerus, aktivitas terganggu yang hanya hilang bila
penderita tidur
c. Nyeri berat adalah nyeri terus menerus sepanjang hari, penderita tidak dapat tidur dan
sering terjaga akibat nyeri.

B. Diagnosis nyeri
Nyeri merupakan suatu keluhan, berkenaan dengan hal ini diagnostic nyeri sesuai dengan
usaha untuk mencari penyebab terjadinya nyeri. Langkah ini meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan kalau perlu pemeriksaan radiologi/imaging,
dan lain-lain.
a. Anamnesis
1. Tanyakan mengenai deskripsi nyeri :
• Lokasi nyeri,
• Onset nyeri,
• Faktor pemicu nyeri/ pencetus nyeri
• Kualitas nyeri seperti nyeri terasa berat, menusuk/berdenyut, melilit, panas,
kesetrum atau lainnya.
• Pola penjalaran / penyebaran
• Tingkat keparahan nyeri (intensitas)
• Waktu, seperti durasi nyeri apakah hialng timbul atau terus menerus dirasakan
oleh pasien.
2. Menanyakan mengenai faktor yang memperberat dan memperingan nyeri kepada
pasien.
3. Selain itu juga perlu ditanyakan mengenai riwayat penanganan nyeri
sebelumnya dan efektifitasnya, Efek nyeri terhadap aktivitas sehari-hari dan Obat-
obatan yang dikonsumsi pasien

b. Pemeriksaan Fisik
• Tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu tubuh
• Ukurlah berat badan dan tinggi badan pasien
• Periksa apakah terdapat lesi / luka di kulit seperti jaringan parut akibat operasi,
hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas jarum suntik
• Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang (malalignment), atrofi otot, fasikulasi,
diskolorasi dan edema
• Pemeriksaan Glasgow come scale rutin dilaksanakan untuk mengetahui apakan ada
proses patologi di intracranial
• Pemeriksaan khusus neurologis seperti adanya ganguan sensorik sangat penting
dilakukan dan yang perlu siperhatikan adalah adanya hipoastesia, hiperastesia,
alodinia pada daerah nyeri yang penting menggambarkan kemungkinan nyeri
neurogenik.
c. Status mental
• Nilai orientasi pasien
• Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek, dan segera
• Nilai kemampuan kognitif
• Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala - gejala depresi, tidak ada harapan,
atau cemas
d. Pemeriksaan khusus
• Terdapat 5 tanda non - organik pada pasien dengan gejala nyeri tetapi tidak ditemukan
etiologi secara anatomi. Pada beberapa pasien dengan 5 tanda ini ditemukan
mengalami hipokondriasis, histeria, dan depresi. Kelima tanda ini adalah:
• Distribusi nyeri superficial atau non - anatomik
• Gangguan sensorik atau motorik non - anatomic
• Verbalisasi berlebihan akan nyeri (over - reaktif)
• Reaksi nyeri yang berlebihan saat menjalani tes / pemeriksaan nyeri
• Keluhan akan nyeri yang tidak konsisten (berpindah - pindah) saat gerakan yang
sama dilakukan pada posisi yang berbeda (distraksi)
e. Pemeriksaan radiologi
1. Indikasi
• Pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif tulang belakang
• Pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang belakang, penyakit
inflaratorik,- dan penyakit vascular
• Pasien dengan defisit neurologis motorik, kolon, kandung kemih atau ereksi
• Pasien dengan riwayat pembedahan tulang belakang
• Gejala nyeri yang menetap > 4 minggu
2. Pemilihan pemeriksaan radiologi: bergantung pada lokasi dan karakteristik nyeri
• Foto polos : untuk skrining lnisial pada tulang belakang (fraktur, ketidaksegarisan
vertebra, spondilolitesis, spondilolisis, neoplasma)
• MRI : gold standard dalam mengevaluasi tulang belakang (herniasi diskus, stenosis
spinal, osteomyelitis, infeksi ruang diskus, keganasan, kompresi tul ang belakang,
infeksi)
• CT-scan : evaluasi trauma tulang belakang heniasi diskus, stenosis spinal
• Radionuklida bone - scan : sangat bagus dalam mendeteksi perubahan metabolisme
tulang (mendeteksi osteomyelitis dini, fraktur kompresi yang kecil / minimal,
keganasan primer, metastasis tulang)
f. Asesmen psikologi
a. Nilai mood pasien, apakah dalam kondisi cemas, ketakutan, depresi
b. Nilai adanya gangguan tidur, masalah terkait pekerjaan
c. Nilai adanya dukungan interaksi social

C. Asesmen Nyeri
Penilaian nyeri di Rumah sakit Balimed mengunakan beberapa sistem skoring seperti Visual
Analoge Scale, Numeric Rating Scale, Wong Baker FACES Pain Scale, Behavioural Pain Scale
dan Neonatal Infants Pain Scale. Penilaian tersebut masing- masing digunakan sesuai dengan
kondisi pasien saat penilaian. Penilaian dilakukan pada semua pasien rawat inap maupun rawat
jalan yang mengalami nyeri, yang dapat dikerjakan oleh dokter, perawat ataupun bidan.
1. Visual Analoge Scale (VAS)
• Indikasi : digunakan pada pasien dewasa yang mengalami nyeri, sadar baik dan
kooperatif.
• Cara pengukuran
Penilaian dengan VAS menggunakan skala garis horizontal dengan panjang 10 cm
(100mm) dengan tanda “tidak nyeri” di ujung sebelah kiri dan tanda “nyeri maksimal” di
ujung sebelah kanan.

Pasien dijelaskan terlebih dahulu mengenai tujuan penilaian nyeri dan ditunjukkan skala
untuk penilaian VAS, pasien diinstruksikan untuk menandai skala dengan garis sesuai
dengan rasa nyeri yang dirasakan oleh pasien diantara sakala “tidak nyeri” dan “nyeri
maksimal”.
• Penilaian nyeri dengan VAS
Penilaian dilakukan dengan mengukur skala dari ujung sebelah kiri sampai dengan tanda
garis yang diletakkan oleh pasien pada skala dengan penggaris. Hasil penilaian dari VAS
dinyatakan dalam millimeter, semakin besar nilainya semakin tinggi derajat nyeri yang
dirasakan oleh pasien.

2. Numeric Rating Scale (NRS)


• Indikasi : digunakan pada pasien anak berusia >9 tahun yang dapat menggunakan angka
untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya.
• Cara pengukuran dan penilaian nyeri NRS
Gambar NRS (Numerical Rating Scale)

Pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan dilambangkan dengan
angka antara 0 sampai 10
o 0 = tidak nyeri
o 1-3 = nyeri ringan (sedikit menganggu aktivitas sehari-hari).
o 4-6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari).
o 7-10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari).
3. Wong Baker FA CES Pain Scale
• Indikasi pada anak usia dibawah 9 tahun atau pasien sadar yang tidak kooperatif atau pada
pasien yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka atau skala.

• Cara pengukuran dan penialain nyeri menggunakan asesmen Wong Baker FACES
Pain Scale sebagai berikut:
Mengganggu Sangat
Aktivitas Mengganggu

4. Behavioural Pain Scale (BPS)


• Indikasi pada pasien dengan ventilator, tidak sadar dan atau dengan sedasi sedang atau
sedasi dalam yang dirawat di ruang intensif.
• Cara penilaian Behavioural Pain Scale dapat dilihat pada table di bawah ini

Skor
Penilaian Deskripsi
1
Tenang (relax)
2
Ekspresi Tegang parsial
wajah 3
Tegang
4
Meringis
1
Tak bergerak
2
Ekstrimitas Menekuk parsial
atas 3
Menekuk dengan fleksi jari
4
Retraksi permanen
Toleransi baik 1

Compliance Batuk tetapi sebagian besar toleransi dengan


2
dengan ventilasi

ventilas i 3
Fighting ventilator
4
Tidak dapat mengontrol ventilasi

• Rentang nilai dari BPS antara 3 (tidak nyeri) sampai 12 (nyeri maksimal), penilaian dapat
dilakukan oleh perawat ruang intensif sesuai kondisi pasien saat istirahat dan atau saat
melakukan prosedur perawatan pasien.

5. Neonatal Infants Pain Scale (NIPS)


• Indikasi pada bayi baru lahir sampai usia 12 bulan.
• Penilaian nyeri dengan NIPS dapat dilihat pada table berikut:

Parameter Penilaian Skor


Ekspresi Tenang (relaks) 0
wajah Meringis 1
Tidak menangis 0
Tangis Merengek 1
Tangis keras 2
Tenang 0
Pola nafas
Perubahan pernafasan 1
Restrain (terkendali) 0
Ekstrimmitas Tenang 0
atas Fleksi 1
Ekstensi 1

Restrain (terkendali) 0
Ekstrimitas Tenang 0
bawah Fleksi 1
Ekstensi 1
Status Tidur 0
Bangun 0
kesadaran
Rewel 1

• Interpretasi NIPS antara 0 (tidak nyeri) smpai 7 (nyeri maksimal). Penilaian dilakukan oleh
perawat ruang bayi atau NICU/PICU yang wajib dilaporkan kepada dokter DPJP untuk
tatalaksanan nyeri lebih lanjut.

Asesmen ulang nyeri dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan
menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:

a. Asesmen ulang nyeri adalah prosedur menilai ulang derajatnyeripada pasien yang
bertujuan untukmengevaluasi intervensi yang telah dilakukan terkait
penatalaksanaannyeriyang telah diberikan, dengan interval waktu sesuai kriteria sebagai
berikut :
• 1 x / shift bila skor nyeri 1 - 3
• Setiap 3 jam bila skor 4 -6
• Setiap 1 jam bila skor nyeri 7 - 10
• Dihentikan bila skor nyeri 0
b. Selain itu, observasi terhadap intensitas nyeri juga dilakukan setelah memberikan terapi
nyeri baik berupa obat injeksi, obat oral, suppositoria atau lainnya:
• 15 menit setelah intervensi obat injeksi
• 1 jam setelah intervensi obat oral atau lainnya
D. PENATALAKSANAAN NYERI
1. Farmakoterapi
Terapi farmakalogi mengikuti Step ladder WHO sebagai berikut
Praktik dalam tatalaksana nyeri, secara garis besar strategi farmakologi “ WHO Three step
Analgesic Ladder” yaitu:
1. Tahap pertama dengan menggunakan obat analgetik nonopiat seperti NSAID atau
COX2 spesific inhibitors
2. Tahap kedua, dilakukan jika pasien masih mengeluh nyeri. Maka diberikan obat-obat
seperti pada tahap 1 ditambah opiate secara intermiten
3. Tahap ketiga, dengan memberikan obat pada tahap 2 ditambah opiate yang lebih kuat.

Prinsip Three Step Analgesic Ladder dapat diterapkan untuk nyeri kronik maupun nyeri
akut, yaitu:
1. Pada nyeri kronik mengikuti langkah tangga ke atas 1-2-3
2. Pada nyeri akut sebaliknya mengikuti langkah tangga kebawah 3-2-1.

Pada dasarnya ada 3 kelompok obat yang mempunyai efek analgetika yang dapat
digunakan untuk menanggulangi nyeri akut
a. Obat analgetika non-opioid
Termasuk disini adalah obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS). Obat ini efektif
untuk mengatasi nyeri akut dengan intensitas ringan sampai sedang. OAINS yang
sering digunakan adalah asam asetil salisiliat (aspirin) dan ibuprofen.

Kontraindikasi AINS:
• Riwayat tukak peptic
• Insufisiensi ginjal atau oliguria
• Hiperkalemia
• Transplantasi ginjal
• Antikoagulasi atau koagulopati lain
• Disfungsi hati berat
• Dehidrasi atau hipovolemia
• Riwayat eksaserbasi asma dengan OAINS

b. Obat analgetika opiod


Obat analgetik opioid yang digunakan dapat berupa preparat alkaloidnya atau
preparat sintetiknya. Penggunaan obat ini dapat menimbulkan efek depresi pusat
nafas bila dosis yang diberikan relative tinggi. Efek samping yang tidak tergantung
dosis yang dapat terjadi adalah mual sampai muntah serta pruritus. Pemakaian untuk
waktu yang lama dapat diikuti oleh efek toleransi dan ketergantungan.
Obat ini umumnya tersedia dalam kemasan untuk pemberian secara suntikan baik
secara intra muscular maupun intravena. Pemberian intravena dapat diberikan secara
bolus atau infuse. Dapat diberikan secara epidural atau intra tekal baik bolus maupun
infuse (epidural infuse). Preparat opioid fentanyl juga tersedia dalam kemasan yag
dapat diberikan dengan patch dikulit. Sudah tersedia dalam bentuk tablet (morfin).

c. Kelompok obat anestesi lokal


Obat ini bekrja pada saraf tepi. Obat ini dapat disuntikkan pada daerah cedera,
didaerah perjalanan saraf tepi yang melayani dermatom sumber nyeri, didaerah
perjalanan plexus saraf dan kedalam ruang epidural atau intratekal.
d. Adjuvan atau koanalgesik
Obat adjuvant atau koanalgesik adalah obat yang semula dikembangkan untuk
tujuan selain menghilangkan nyeri tetapi kemudian diitemukan memiliki sifat
analgetik atau efek komplementer dalam penatalaksanaan pasien dengan nyeri.
Beberapa obat tersebut:
• Anti kejang, seperti karbamazepin atau fenitoin
• Antidepresan trisiklik, seperti amitriptilin atau imipramin.
• Adjuvan lain, agonis alfa-2: klonidin.

2. Non farmakologik
a. Terapi dan modalitas fisik
Terapi fisik untuk meredakan nyeri mencakup beragam bentuk stimulasi kulit (pijat,
stimulasi saraf dengan listrik transkutis, akupuntur)
b. Strategi kognitif-perilaku
Strategi kognitif-perilaku bermanfaat dalam mengubah persepsi pasien terhadap
nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan member pasien perasaan yang lebih mampu
untuk mengendalikan nyeri. Strategi ini mencakup relaksasi, penciptaan khayalan
(imagery), hypnosis dan biofeedback.
ASESMEN NYERI
BAB IV
DOKUMENTASI

1. SPO SKRINING / SELEKSI DAN PENANGANAN NYERI PADA PASIEN


RAWAT JALAN
2. SPO PENANGANAN NYERI
3. SPO PENANGANAN NYERI AKUT
4. SPO PENANGANAN NYERI SEDANG
Page | 29Panduan nyeri

Anda mungkin juga menyukai