PENDAHULUAN
1
hipertensi membunuh 2,5 juta orang di Asia Tenggara. Jumlah penderita
hipertensi di dunia terus meningkat (Masriadi, 2016).
Berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi hipertensi di Indonesia
berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia 18 tahun sebesar 34,1%,
tertinggi di Kalimantan Selatan (44.1%), sedangkan terendah di Papua
sebesar (22,2%). Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun
(31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%).
Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar
8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi
tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum obat. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar penderita Hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya
Hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan.
Alasan penderita hipertensi tidak minum obat antara lain karena
penderita hipertensi merasa sehat (59,8%), kunjungan tidak teratur ke
fasyankes (31,3%), minum obat tradisional (14,5%), menggunakan terapi
lain (12,5%), lupa minum obat (11,5%), tidak mampu beli obat (8,1%),
terdapat efek samping obat (4,5%), dan obat hipertensi tidak tersedia di
Fasyankes (2%).
Profil kesehatan Provinsi DKI Jakarta menyebutkan Prevalensi
hipertensi di DKI Jakarta yaitu 33.43% dan berada pada peringkat ke-9 pada
10 besar provinsi di Indonesia dengan kejadian kasus hipertensi terbanyak.
Di DKI Jakarta prevalensi hipertensi ke-3 tertinggi berada di wilayah
Jakarta Barat dengan prevalensi sebesar 43,22% (Kemenkes RI, 2019).
Berdasarkan data yang didapatkan dari Rekam Medik Rumah Sakit
Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita tahun 2021, jumlah pasien
Hipertensi krisis dan komplikasi sebanyak 5004 kasus, dan Hipertensi
Urgency Sebanyak 118 kasus.
Berdasarkan data dari Daftar Nama Pasien yang berkunjung di IGD
Rumah Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, didapatkan total jumlah
pasien dengan diagnosa Hipertensi dari bulan Januari sampai dengan April
2023 sebanyak 117 kasus, dengan rincian hipertensi grade I dan grade II
sebanyak 37 kasus, hipertensi urgency 59 kasus dan hipertensi emergency
2
21 kasus.
Menurut Kemenkes RI (2013) penatalaksanaan hipertensi adalah
untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler dan mortalitas serta
morbilitas yang berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapai dan
mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan diastolik
dibawah 90 mmHg dan mengontrol faktor risiko.
Ada dua cara yang dilakukan dalam pengobatan hipertensi.
Penatalaksanaan non farmakologis dengan modifikasi gaya hidup sangat
penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dalam mengobati tekanan darah tinggi.
Penatalaksanaan hipertensi dengan non farmakologis terdiri dari berbagai
macam cara modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu
makan gizi seimbang, menurunkan kelebihan berat badan, olahraga dan
memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat (Nuraini, 2015).
Penatalaksanaan farmakologis yaitu dengan mengonsumsi obat
antihipertensi yang dianjurkan yang bertujuan agar tekanan darah pada
penderita hipertensi tetap terkontrol dan mencegah komplikasi. Jenis obat
antihipertensi yang sering digunakan adalah diuretic, beta blocker, golongan
penghambat ACE dan ARB, Calcium Chanel Blocker (CCB) dan obat anti
hipertensi lain (Nuraini, 2015).
Hipertensi termasuk masalah kesehatan yang besar dan serius karena
sering tidak terdeteksi meskipun sudah bertahun-tahun. Hipertensi atau
penyakit tekanan darah tinggi adalah faktor risiko utama terjadinya penyakit
kardiovaskular aterosklerotik, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal (WHO,
2021).
Menurut data yang telah dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan,
hipertensi dan penyakit jantung lain meliputi lebih dari sepertiga penyebab
kematian, dimana hipertensi menjadi penyebab kematian kedua setelah
stroke (P2PTM Kemenkes RI, 2019).
Dengan alasan bahwa hipertensi merupakan penyakit yang gejalanya
tidak nyata dan harus diwaspadai serta perlu diobati sedini mungkin, maka
mendorong penulis untuk lebih mendalami dengan harapan dapat
3
memberikan banyak manfaat dalam dunia kesehatan. Dalam penulisan ini,
penulis memilih judul ”Asuhan Keperawatan Pada Ny. H Dengan Hipertensi
Urgency Di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Jantung Dan Pembuluh
Darah Harapan Kita Jakarta”
4
1.4 Manfaat Studi Kasus
Adapun manfaat penulisan studi kasus ini adalah:
1. Manfaat bagi Profesi Perawat, penulisan studi kasus ini dapat digunakan
untuk membandingkan temuan klinis pada kasus hipertensi dengan teori
konseptual yang ada, perawat dapat mengikuti perkembangan pasien
dengan hipertensi secara berkelanjutan, perawat dapat mengetahui
efektivitas proses asuhan keperawatan yang telah diberikan
2. Manfaat bagi Rumah Sakit, penulisan studi kasus ini diharapkan dapat
memberikan masukan atau saran dan bahan dalam merencanakan asuhan
keperawatan, sehingga pihak rumah sakit dapat meningkatkan
penanganan asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi urgency.
3. Manfaat bagi Instalasi Pendidikan dan Pelatihan, hasil dari studi kasus ini
dapat dijadikan referensi untuk kegiatan ilmiah keperawatan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
primer atau esensial. Lebih dari 90% pasien dengan tekanan darah
tinggi memiliki hipertensi primer. Hipertensi primer tidak dapat
disembuhkan, tetapi dapat dikontrol dengan terapi yang tepat
(termasuk modifikasi gaya hidup dan obat-obatan). Faktor genetik
dapat memainkan peran penting dalam pengembangan hipertensi
primer (Iqbal & Jamal, 2022).
2.2.2 Hipertensi Sekunder
Sebagian kecil pasien memiliki penyebab spesifik tekanan
darah tinggi, yang diklasifikasikan sebagai hipertensi sekunder.
Kurang dari 10% pasien dengan tekanan darah tinggi memiliki
hipertensi sekunder. Hipertensi sekunder disebabkan oleh kondisi
medis atau pengobatan yang mendasarinya. Penyebab hipertensi
sekunder meliputi penyakit ginjal (parenkimal 2-3%; renovaskular
12%, endokrin 0,3-1% (aldosteronisme primer, feokromositoma,
Sindrom Cushing, akromegali), vascular (koartasio aorta, aortoarteritis
non-spesifik), obat-obat 0,5% (kontrasepsi oral, OAINS, steroid,
siklosporin) dan lain-lain 0,5%. Mengontrol kondisi medis yang
mendasarinya atau menghilangkan penyebab akan mengakibatkan
penurunan tekanan darah sehingga menyelesaikan hipertensi
sekunder. Bentuk tekanan darah tinggi ini cenderung muncul tiba-tiba
dan sering menyebabkan tekanan darah lebih tinggi daripada
hipertensi primer (Hedge et al, 2023).
Tabel 1. Penyebab hipertensi sekunder berdasarkan usia
7
(40-64 tahun) Obstructive sleep apnea cushing
syndrom
Lanjut usia 17 Arteri renalis, stenosis
aterosklerotik, gagal ginjal,
(> 65 tahun)
hipotiroid
(Sumber: PERHI, 2019)
2.3 Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi diklasifikasikan berdasarkan besaran tekanan darah
sistolik dan diastolik. Berbagai guideline klasifikasi hipertensi diantaranya:
Tabel 2. Klasifikasi hipertensi menurut Joint National Committee
(JNC) 8
8
memerlukan penatalaksanaan spesifik terhadap tekanan darah
(Suryono, 2018).
2.3.2 Hipertensi Emergensi
Hipertensi emergensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan
darah yang berat (>180/120 mmHg) disertai bukti kerusakan organ
target yang akut. Hipertensi emergensi seringkali mengancam jiwa
dan memerlukan penanganan segera dan seksama. Untuk menurunkan
tekanan darah memerlukan obat intravena. Kecepatan peningkatan dan
tinggi tekanan darah sama pentingnya dengan nilai absolut tekanan
darah dalam menentukan besarnya kerusakan organ (Suryono, 2018).
2.4 Faktor Resiko
2.4.1 Faktor resiko yang dapat diubah
1. Obesitas
Usia 35-65 tahun merupakan usia yang dianggap paling
banyak menderita hipertensi dengan obesitas. Obesitas
menyebabkan luas permukaan tubuh menjadi lebih luas, sehingga
ruang hidrostatik yang dilalui untuk sirkulasi sistemik akan
semakin panjang. Makin panjang kolom hidrostatik makin tinggi
pula tahanan sistemiknya, maka diperlukan juga tekanan
hidrostatik yang lebih besar untuk dapat memenuhi kebutuhan
suplai O2 dan nutrisi ke jaringan.
Selain itu, pada kondisi obesitas, posisi pembuluh darah
sering kali terjepit oleh lapisan lemak, sehingga akan
menimbulkan beban afterload yang lebih tinggi. Obesitas
menyebabkan luas permukaan tubuh menjadi lebih luas, sehingga
ruang hidrostatik yang dilalui untuk sirkulasi sistemik akan
semakin panjang. Makin panjang ruang hidrostatik makin tinggi
pula tahanan sistemiknya, maka diperlukan juga tekanan
hidrostatik yang lebih besar untuk dapat memenuhi kebutuhan
suplai O2 dan nutrisi ke jaringan (Davis, L.L., 2021).
2. Stres
Tubuh merespon stres yang dialami oleh seseorang dengan
9
mengeluarkan hormon kortisol yang diproduksi oleh kelenjar
adrenal. Hormon kortisol ini merupakan salah satu hormon yang
mampu merangsang perubahan tekanan darah dengan meretensi
natrium dan air. Sehingga terjadi penumpukkan air dan natrium
pada ekstraseluler plasma. Selanjutnya penumpukkan air dan
natrium pada ekstraseluler plasma darah inilah yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis terutama melalui
aktivitas terhadap reseptor adrenergik merupakan mediator
utama efek stres terhadap kenaikan tekanan darah. Pola
kepribadian dan kebiasaan tertentu juga berhubungan dengan
respon stres yang tinggi dan risiko hipertensi yang lebih besar.
Contohnya kebiasaan seperti pola bekerja dengan tekanan yang
tinggi dan tekanan hidup pada kelas sosial ekonomi. Contoh pola
kepribadian seperti agresivitas tinggi, kompetitif, tidak bersahabat,
dan selalu cenderung tergesa-gesa. Seseorang yang sedang gelisah,
maka sistem simpatis dirangsang secara berlebihan. Hal ini
menimbulkan vasokonstriksi perifer diseluruh tubuh dan timbul
hipertensi akut (Davis, L.L., 2021).
3. Konsumsi rokok
Merokok secara akut dapat meningkatkan tekanan darah,
sekitar 30 menit setiap 1 batang rokok. Merokok dalam jangka
waktu lama meningkatkan kekakuan arteri senhingga
menyebabkan hipertensi, infak miocard, stroke, dan resiko
penyakit arteri perifer (Davis, L.L., 2021).
Rokok mengandung nikotin, tar, dan karbon monoksida
yang masuk melalui mulut. Dimulai dari mulut kemudian masuk
ke sistem peredaran darah dan menyebabkan pelepasan adrenal.
Pelepasan adrenal ini mengakibatkan pembuluh darah mengalami
pengentalan darah dan terjadi vasokontriksi.Vasokonstriksi
mengakibatkan ginjal mengaktifkan sistem renin angiotensin.
Sistem renin angiotensin mengakibatkan diproduksinya
10
angiotensin II yang mengakibatkan peningkatan aktivitas simpatik,
peningkatan vasokontriksi pembuluh darah pada arteriol, dan
keluarnya cairan serta natrium dari dalam intraseluler plasma ke
ekstraseluler plasma. Penumpukan cairan dan natrium pada
ekstraseluler plasma inilah yang mengakibatkan peningkatan
tekanan darah (Davis, L.L., 2021).
4. Konsumsi minuman beralkohol
Konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah.
Minuman beralkohol dengan karakteristik seperti zat cair, tidak
berwarna, mudah terbakar, berbau spesifik, dan menguap adalah
minuman yang mengandung etanol yang terdiri dari bahan
psikoaktif. Etanol atau alkohol dapat larut dalam air sehingga
alkohol mampu melintas pada blood-brain barrier (BBB). BBB
adalah penghalang darah-otak yang mengatur zat yang mengalir
dari sistem peredaran darah ke sistem saraf dan mempengaruhi
seluruh sistem saraf. Mengkonsumsi alkohol 30 gram per hari
akan mengganggu sistem diencephalon pada lobus frontal karena
pada diencephalon terdapat hipotalamus yang berfungsi untuk
mengontrol sistem neuroendokrin. Salah satu hormon hipotalamus
yang berfungsi mengatur Kelenjar Antidiuretik Hormon (ADH)
atau vasopressin adalah impuls saraf inti suprachiasmatik.
Fungsinya untuk mengatur retensi cairan, vasokontriksi, dan
peningkatan tekanan darah. Dapat dikatakan bahwa alkohol
memiliki peran terhadap peningkatan tekanan darah dalam jangka
waktu yang lama (Davis, L.L., 2021).
5. Aktivitas fisik
Meningkatkan aktivitas fisik telah terbukti dapat
menurunkan tekanan darah sistolik seba nyak 4-9 mmHg. Menurut
WHO aktivitas fisik yang direkomendasikan selama 150-300
menit berupa akativitas fisik aerob. Aktivitas ini setara dengan
berjalan dengan kecepatan tinggi (4mil/jam) rata-rata 30menit per
hari selama lima hari setiap minggu (Davis, L.L., 2021).
11
Stres Aktivitas fisik atau olahraga berfungsi untuk
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDLs) di dalam
tubuh. Kadar High Density Lipoprotein (HDLs) membantu
mengurangi kolesterol pada dinding endotelium arteri sehingga
jantung dapat meminimalkan kerjanya dalam memompa darah
keseluruh sistem di dalam tubuh. Aktivitas fisik dan olahraga juga
berfungsi membakar Low Density Lipoprotein (LDLs) yang
mengandung kolesterol yang tinggi. Apabila individu tidak
melakukan aktivitas fisik maka akan menyebabkan peningkatan
Low Density Lipoprotein (LDLs) yang mengandung kolesterol
yang tinggi. Sehingga terjadi pembentukan dan penumpukkan plak
atheromatous. Penumpukkan plak ini mengakibatkan
vasokonstriksi. Vasokonstriksi mengakibatkan persisten perfusi
perifer dan penurunan perfusi ginjal. Persisten perfusi perifer dan
penurunan perfusi ginjal mengakibatkan ginjal mengaktifkan
sistem renin angiotensin. Proses sistem renin angiotensin akan
menghasilkan angiotensin II. Angiotensin II yang akan
menimbulkan proses yang mengakibatkan terjadinya peningkatan
tekanan darah (Davis, L.L., 2021).
2.4.2 Faktor resiko yang tidak dapat diubah
1. Usia
Hipertensi merupakan penyakit multifaktor yang
disebabkan oleh interaksi berbagai faktor risiko yang dialami
seseorang. Pertambahan usia menyebabkan adanya perubahan
fisiologis dalam tubuh seperti penebalan dinding arteri akibat
adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga
pembuluh darah akan mengalami penyempitan dan menjadi kaku
dimulai saat usia 45 tahun. Selain itu juga terjadi peningkatan
resistensi perifer dan aktivitas simpatik serta kurangnya
sensitivitas baroreseptor (pengatur tekanan darah) dan peran ginjal
aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun.
Tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya
12
usia karena pembuluh darah arteri secara perlahan kehilangan
elastisitasnya untuk bisa berfungsi secara normal. Pada laki-laki,
hipertensi terjadi pada usia > 55 tahun. Sedangkan pada wanita,
hipertensi terjadi pada usia > 65 tahun dan risikonya meningkat
setelah mengalami masa menopause. Penelitian dari Rahajeng
(2009 ), menyebutkan bahwa kelompok usia 25-34 tahun
mempunyai risiko terkena hipertensi sebanyak 1,56 kali
dibandingkan usia 18 -24 tahun dan mengalami peningkatan
secara bermakna seiring bertambahnya usia hingga pada usia ≥ 75
tahun dengan risiko terkena hipertensi menjadi 11,53 kali (P2PTM
Kemenkes RI, 2019).
2. Genetik
Faktor genetik ternyata juga memiliki peran terhadap angka
kejadian hipertensi. Penderita hipertensi esensial sekitar 70-80 %
lebih banyak pada kembar monozigot (satu telur) dari pada
heterozigot (beda telur). Riwayat keluarga yang menderita
hipertensi juga menjadi pemicu seseorang menderita hipertensi,
oleh sebab itu hipertensi disebut penyakit turunan (Triyanto,
2014). Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium
intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium,
sehingga individu dengan orangtua yang memiliki hipertensi
mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi.
Pada 70-80% kasus hipertensi di dunia, didapatkan riwayat
hipertensi dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan
dari kedua orang tua, maka terdapat dugaan risiko terkena
hipertensi esensial lebih besar dibandingkan hipertensi sekunder
(P2PTM Kemenkes RI, 2019).
3. Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria hampir sama
denganwanita. Namun wanita terlindung dari penyakit
kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum
mengalami menopause dilindungi oleh hormon esterogen yang
13
berperan dalam meningkatkan kadar High DensityLipoprotein
(HDL) yang merupakan faktor pelindung dalam mencegah
terjadinya proses aterosklerosis. Kelompok laki-laki lebih berisiko
mengalami hipertensi 1,25 kali dibandingkan perempuan. Akan
tetapi, hal ini memiliki hasil yang tidak bermakna pada jenis
kelamin sehingga dapat disimpulkan bahwa baik laki-laki maupun
perempuan sama-sama memiliki risiko menderita hipertensi
(P2PTM Kemenkes RI, 2019).
4. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam
dari pada yang berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui
secara pasti penyebabnya. Orang berkulit hitam memiliki resiko
yang lebih besaruntuk menderita hipertensi primer ketika
predisposisikadar renin plasma yang rendah mengurangi
kemampuanginjal untuk mengekskresikan kadar natrium yang
berlebih (P2PTM Kemenkes RI, 2019).
2.5 Patofisiologi Hipertensi
Patofisiologi hipertensi melibatkan peningkatan tekanan darah, yang
jika terjadi secara kronis akan menyebabkan kerusakan target organ.
Peningkatan tekanan darah dapat terjadi akibat abnormalitas pada resistensi
perifer ataupun cardiac output. Patofisiologi hipertensi juga melibatkan
sistem renin-angiotensin-aldosteron (Harrison, 2021).
1. Peran Ginjal dan Volume Cairan Tubuh
Ginjal memiliki peran penting dalam pengaturan tekanan darah.
Ginjal memproduksi dan meregulasi renin yang merangsang angiotensin
I-converting enzyme (ACE) untuk membentuk angiotensin II dari
angiotensin I yang disebut juga sebagai renin-angiotensin system (RAS).
Angiotensin II merupakan peptida vasoaktif yang berperan dalam
konstriksi pembuluh darah, sehingga peningkatannya akan
meningkatkan tekanan darah. Selain itu, ginjal juga berperan dalam
mengatur diuresis dan natriuresis, di mana kegagalan fungsi ini
menyebabkan peningkatan volume cairan dan kadar natrium darah,
14
sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
Ginjal juga memiliki persarafan aferen yang dapat mengirimkan
sinyal ke sistem saraf pusat, sehingga terjadi refleks yang merangsang
peningkatan tonus sistem saraf eferen dan menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah.
2. Peran Vaskuler
Mekanisme vaskular, termasuk ukuran, reaktivitas, dan
elastisitas pembuluh darah juga memainkan peran penting dalam
terjadinya hipertensi. Hipertensi sering dikaitkan dengan vasokonstriksi
yang dapat disebabkan oleh peningkatan hormon vasokonstriktor,
seperti angiotensin II, katekolamin, dan vasopresin. Selain itu, gangguan
vasodilatasi juga dapat berperan dalam terjadinya hipertensi.
Hipertensi juga dapat disebabkan oleh adanya gangguan
anatomis pada vaskular, seperti kakunya arteri besar, sehingga tidak
terjadi distensi saat sistol dan recoil saat diastole.
3. Peran Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat berperan dalam patofisiologi hipertensi
melalui aktivitas simpatetik akibat sinyal saraf aferen. Aktivitas
simpatetik yang menyebabkan peningkatan tekanan darah, antara lain
peningkatan vasokonstriksi dan remodelling vaskular, produksi renin
oleh ginjal, dan peningkatan resorpsi natrium oleh ginjal.
Pada orang dengan obesitas, saraf aferen dari jaringan adiposa
yang dirangsang oleh diet tinggi lemak mengirimkan sinyal refleks
untuk meningkatkan tekanan darah dan resistensi insulin.
4. Peran Endokrin
Selain angiotensin II, aldosteron juga memiliki peran dalam
terjadinya hipertensi. Keberadaan angiotensin II menyebabkan
pelepasan aldosteron oleh kelenjar adrenal. Aldosteron diketahui
meningkatkan resorpsi natrium oleh ginjal dan menurunkan diuresis.
5. Peran Mekanisme Imun
Pada orang dengan hipertensi, sel inflamasi diketahui
terakumulasi di ginjal dan pembuluh darah. Sel inflamasi dapat
15
memproduksi sitokin, termasuk interleukin, spesies oksigen reaktif, dan
metaloproteinase yang ikut mengatur fungsi dan struktur ginjal dan
vaskular. Namun, penyebab aktivasi sel inflamasi ini masih belum
diketahui, di mana diduga sel inflamasi aktif akibat adanya aktivasi
endotel pembuluh darah.
6. Peran Genetik
Genetik diduga kuat berperan penting dalam patofisiologi
hipertensi. Kasus hipertensi yang diturunkan dalam keluarga cukup
umum ditemukan. Namun, hingga saat ini, beberapa mutasi genetik gen
tunggal yang dicurigai menyebabkan hipertensi belum dapat
menjelaskan fenomena hipertensi yang diturunkan dalam keluarga.
16
Diabetus Stressor fisik
militus Dan
emosional merokok
Penurunan
Peningkatan lemak elastisitas dan daya
obesitas epinefrin Norepinefrin
di pembuluh darah regang
17
2.6 Manifestasi Klinis
Hipertensi dikatakan juga “silent killer” karena seringkali seseorang
tidak merasakan tanda dan gejala serta 30% tidak menyadari bahwa telah
terjadi peningkatan tekanan darah. Manifestasi klinis muncul saat penderita
mengalami hipertensi selama bertahun-tahun dan bila sudah mulai mengenai
organ lain (Aspiani, 2019), gejalanya antara lain:
- Terjadi kerusakan susunan saraf pusat.
- Nyeri kepala oksipital yang terjadi saat bangun dipagi hari karena
peningkatan tekanan intrakranial yang disertai mual dan muntah.
- Epistaksis karena kelainan vaskuler akibat hipertensi yang diderita.
- Sakit kepala, pusing dan kelelahan disebabkan oleh penurunan perfusi
darah akibat vasokonstriksi pembuluh darah.
- Penglihatan kabur akibat kerusakan pada retina sebagai dampak
hipertensi.
2.6.1 Manifestasi Klinis pada Hipertensi Urgensi
1. Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan organ target
2. Pada otak ditemukan defek motorik atau sensorik
3. Pada retina ditemukan keabnormalitasan funduskopi
4. Jantung didengarkan adanya suara jantung 3 atau 4, murmur,
aritmia, lokasi impuls apical, rales pada paru dan edema perifer
5. Pada arteri perifer ditemukan nadi yang hilang, menurun ataupun
asimetris, ekstremitas yang dingin, lesi iskemik kulit
6. Pada arteri karotis didengarkan adanya murmur sistolik.
2.6.2 Manifestasi Klinis pada Hipertensi Emergensi
18
2. Terdapat kerusakan organ target secara progresif atau impending
seperti perubahan neurologis mayor, hipertensi ensefalopati, infark
serebral, hemoragik intracranial, gagal ventrikel kiri akut, edema
paru akut, diseksi aorta, gagal ginjal atau eklamsia
3. Nyeri dada pada iskemia atau infark miokardium, diseksi aorta
4. Nafas pendek pada edema paru akut sekunder pada gagal ventrikel
kiri
5. Nyeri punggung pada pasien diseksi aorta
6. Gejala neurologis seperti nyeri kepala, pandangan kabur, mual dan
muntah yang mengarah pada hemoragi intracerebri atau
subarachnoid atau hipertensi ensefalopati
2.7 Komplikasi Hipertensi
Komplikasi karena hipertensi dapat mengenai berbagai organ vital,
seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit hipertensi
cerebrovascular, hipertensi enselopati, dan retinopati (Suryono, 2018).
2.7.1 Retinopati
Tekanan darah yang tinggi menyebabkan tekanan pada pembuluh
darah retina juga meningkat. Lama kelaman terjadi kerusakan pada
pembuluh darah ini sehingga retina tidak dapat menjalankan fungsinya
manangkap dan meneruskan cahaya dari lensa ke saraf mata. Hal
tersebut menyebabkan pasien mengalami gangguan penglihatan.
2.7.2 Gagal Jantung
Tekanan darah yang tinggi menyebabkan afterload meningkat akibat
tahanan sistemik yang meningkat. Keadaan ini menyebabkan
kontraksi ventrikel kiri meningkat untuk memompa darah ke seluruh
tubuh. Keadaan ini lama kelamaan menyebabkan terjadinya
kerdiomegali dan gagal jantung.
2.7.3 Gagal Ginjal Kronik
Tekanan darah yang tinggi menyebabkan stenosis pada arteri renalis
yang memperdarahi ginjal. Hal ini mengakibatkan suplay darah ke
ginjal berkurang sehingga ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya.
19
2.7.4 Penyakit Cerebrovaskuler
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan suplai darah ke otak
berkurang. Hal tersebut bisa disebabkan karena stenosis pada
pembuluh darah (Cerebrovascular Disease Non Hemoragic) dan
ruptur pembuluh darah (Cerebrovaskular Disease Hemoragic).
Enselopati hipertensi merupakan sindroma yang ditandai dengan
perubahan-perubahan neurologis mendadak atau subakut yang timbul
akibat tekanan arteri yang meningkat, dan kembali normal apabila
tekanan darah diturunkan. Sindroma ini dapat timbul pada setiap
macam hipertensi, tapi jarang pada aldosteronisme primer dan
koarktasio aorta. Enselopati hipertensi biasanya ditandai oleh sakit
kepala hebat, bingung, sering muntah-muntah, mual dan gangguan
penglihatan.
2.7.5 Infark Miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami
arterosklerosis atau apabila terbentuk trombus yang menghambat
aliran darah yang melalui pembuluh darah tersebut, sehingga
miokardium tidak mendapatkan suplai oksigen yang cukup.
Kebutuhan oksigen miokardium yang tidak terpenuhi menyebabkan
terjadinya iskemia jantung, yang pada akhirnya dapat menjadi infark.
2.7.6 Stroke
Hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg) merupakan faktor resiko
stroke dengan besar resiko 6,905 kali lebih besar dibandingkan yang
tidak hipertensi (tekanan darah ≤ 140/90 mmHg). Hipertensi dapat
mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah
otak. Apabila pembuluh darah otak pecah, maka timbulah perdarahan
di otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit, maka aliran
darah ke otak akan terganggu dan sel otak akan mengalami kematian.
2.8 Penatalaksanaan Hipertensi
Dalam penatalaksanaan hipertensi, para ahli umumnya mengacu
kepada guideline-guideline yang ada. Salah satu guideline yang dapat
dijadikan acuan dalam penanganan hipertensi di Indonesia adalah guideline
20
Joint National Committee JNC 8 yang dipublikasikan pada tahun 2014
(Muhadi, 2016).
2.8.1 Non Farmakologi
21
Edukasi dan Promkes pada pasien Hipertensi
1. Periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter
2. Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur
3. Tetap diet dengan gizi seimbang
4. Upayakan aktivitas yang aman
5. Hindari asap rokok , alkohol, dan zat yang lainnya
2.8.2 Farmakologi
Guideline JNC 8 ini disusun berdasarkan kumpulan studi-studi
yang sudah dipublikasikan. Guideline hipertensi evidence-based ini
berfokus pada 3 pertanyaan ranking paling tinggi dari panel yang
diidentifikasi melalui teknik modifikasi Delphi yaitu:
1. Pada pasien hipertensi dewasa apakah memulai terapi
farmakologis antihipertensi pada batas tekanan darah spesiñk
memperbaiki outcome kesehatan?
2. Pada pasien hipertensi dewasa apakah terapi farmakologis
antihipertensi dengan target tekanan darah spesifik memperbaiki
outcome?
3. Pada pasien hipertensi dewasa apakah pemberian obat hipertensi
dari kelas dan jenis berbeda mempunyai outcome manfaat dan
risiko yang berbeda?
Guideline JNC 8 mencantumkan 9 rekomendasi penanganan
hipertensi berdasarkan refleksi tiga pertanyaan di atas:
1. Pada populasi umum berusia ≥60 tahun terapi farmakologis untuk
menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik
≥150 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan
target sistolik <150 mmHg dan target diastolik <90 mmHg (Strong
Recommendation Grade A).
Pada populasi umum berusia ≥60 tahun jika terapi farmakologis
hipertensi menghasilkan tekanan darah sistolik lebih rendah
misalnya 140 mmHg dan ditoleransi baik tanpa efek samping
kesehatan dan kualitas hidup dosis tidak perlu disesuaikan (Expert
Opinion-Grade E).
22
2. Pada populasi umum <60 tahun terapi farmakologis untuk
menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah diastolik
≥90 mmHg dengan target tekanan darah diastolik <90 mmHg
untuk usia 30-59 tahun (Strong Recommendation-Grade A untuk
usia 18-29 tahun Expert Opinion Grade E).
3. Pada populasi umum <60 tahun terapi farmakologis untuk
menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik
≥140 mmHg dengan target tekanan darah sistolik <140 mmHg
(Expert Opinion Grade E).
4. Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan penyakit gagal ginjal
kronik terapi farmakologis untuk menurunkan tekanan darah
dimulai jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah
diastolik ≥90 mmHg dengan target tekanan darah sistolik <140
mmHg dan target tekanan darah diastolic <90 mmHg (Expert
Opinion Grade E).
5. Pada populasi berusia ≥ 18 tahun dengan diabetes, terapi
farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika
tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik
≥90 mmHg dengan target tekanan darah sistolik <140 mmHg dan
target tekanan darah diastolik <90 mmHg (Expert Opinion Grade
E).
6. Pada populasi non-kulit hitam umum termasuk mereka dengan
diabetes terapi antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik
tipe thiazide, calcium channel blocker (CCB), angiotensin-
converting enzyme inhibitor (ACEI) atau angiotensin receptor
blocker (ARB). (Moderate Recommendation Grade B)
7. Pada populasi kulit hitam umum, termasuk mereka dengan
diabetes terapi antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik
tipe thiazide atau CCB. (Untuk populasi kulit hitam: Moderate
Recommendation Grade B; untuk kulit hitam dengan diabetes:
Weak Recommendation Grade C).
8. Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal kronik
23
terapi antihipertensi awal (atau tambahan) sebaiknya mencakup
ACEI atau ARB untuk meningkatkan outcome ginjal. Hal ini
berlaku untuk semua pasien penyakit ginjal kronik dengan
hipertensi terlepas dari ras atau status diabetes. (Moderate
Recommendation Grade B.
9. Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan
mempertahankan target tekanan darah. Jika target tekanan darah
tidak tercapai dalam 1 bulan perawatan tingkatkan dosis obat awal
atau tambahkan obat kedua dari salah satu kelas yang
direkomendasikan dalam rekomendasi 6 (thiazide-type diuretic
CCB, ACEI atau ARB.
Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai dengan 2
obat tambahkan dan titrasi obat ketiga dari daftar yang tersedia.
Jangan gunakan ACEI dan ARB bersama-sama pada satu pasien.
Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai menggunakan obat di
dalam rekomendasi 6 karena kontraindikasi atau perlu
menggunakan lebih dari 3 obat. Obat antihipertensi kelas lain
dapat digunakan. Rujukan ke spesialis hipertensi mungkin
diindikasikan jika target tekanan darah tidak dapat tercapai dengan
strategi di atas atau untuk penanganan pasien komplikasi yang
membutuhkan konsultasi klinis tambahan. (Expert Opinion Grade
E).
Tatalaksana farmakologi menurut JNC 8 terangkum dalam satu
algoritma penanganan hipertensi dibawah ini (Muhadi, 2016):
24
Gambar 2. Algoritma Penanganan Hipertensi JNC 8
25
Secara umum bila tidak didapatkan compelling condition,
tatalaksana HT emergensi adalah dengan melakukan penurunan tekanan
darah maksimal 25% dalam jam pertama, kemudian target penurunan
tekanan darah mencapai 160/100 - 110 mmHg dalam 2 sampai 6 jam,
selanjutnya tekanan darah mencapai normal dalam 24 sampai 48 jam.
Penurunan TD yang lebih agresif dilakukan bila didapatkan compelling
condition (aorta diseksi, pre-eklampsia berat atau eklampsia, dan krisis
pheochromocytoma.
27
28
Gambar 5. Tatalaksana farmakologi berdasarkan tipe kerusakan organ target
(Sumber: Suryono, 2018)
Sedangkan pemilihan obat-obatan untuk therapi hipertensi urgensi
lebih luas dibandingkan hipertensi emergensi. Mengingat hampir semua
antihipertensi yang dipergunakan, akan menurunkan TD secara efektif
sesuai durasi kerjanya.
29
pijat jantung, shock tipe apapun, cidera kepala berat.
3) Distres pernafasan
30
5) Adanya tanda-tanda syok
4. Disability, kaji:
A : Allergy
M : Medication
L : Last meal
E : Event leading
2.9.4 Anamnesa
Anamnesa terdiri dari:
1. Identitas pasien: nama, jenis kelamin, suku, pekerjaan
2. Keluhan utama: pada krisis hipertensi, biasanya pasien akan
mengeluhkan pusing, kepala berat, nyeri dada, cepat lelah,
berdebar-debar, sesak napas, kelemahan sebagian atau seluruh
anggota tubuh atau bahkan tanpa keluhan.
3. Riwayat penyakit dahulu dan sekarang
4. Riwayat kesehatan keluarga: faktor keturunan yang menyertai
5. Riwayat pekerjaan: tingkat stress dan koping
6. Riwayat geografi: lingkungan tempat tinggal yang
mempengaruhi kejadian masalah kesehatan, terutama hipertensi
7. Riwayat alergi: adanya alergi obat-obatan atau makanan
31
8. Kebiasaan sosial: gaya hidup
9. Kebiasaan merokok: lamanya, frekuensi, respon pasien
2.9.5 Pemeriksaan Fisik
1. Berat badan dan tinggi badan
2. Melakukan inspeksi head to toe
1) Pemeriksaan kepala: amati ekspresi wajah
2) Mata
Konjungtiva : pucat, ptechiae
Sklera: ikterus pada gagal jantung kanan, penyakit hati, dll.
Kornea: arkus senilis, refleks kornea
Gerakan bola mata
Pemeriksaan fundoskopi untuk penyempitan retinal arteriol,
perdarahan, eksudat dan papil edema.
3) Leher: JVP, bising karotis, trakea (tanda oliver) dan
pembesaran thyroid
4) Pemeriksaan thoraks dan sistem respirasi: kaji bentuk dan
gerakan pernafasan, kaji irama, frekuensi, palpasi vocal
fremitus, perkusi keadaan dan batas paru, auskultasi jenis
suara nafas.
5) Pemeriksaan sistem kardiovaskular :
Pembuluh darah : kaji frekuensi, irama, ciri denyutan, isi
nadi dan keadaan pembuluh darah.
Jantung: kaji iktus kordis, getaran, periksa suara dan batas
jantung, bising jantung. Tekanan darah diukur minimal 2
kali dengan tenggang waktu 2 menit dalam posisi berbaring
atau duduk, dan berdiri sekurang setelah 2 menit.
Pengukuran menggunakan yang sesuai, dan sebaiknya
dilakukan pada kedua sisi lengan, dan jika nilainya berbeda
maka nilai yang tertinggi yang diambil.
6) Abdomen : bising, pembesaran ginjal, ascites
7) Ekstremitas : lemahnya atau hilangnya nadi parifer, edema
8) Neurologi : tanda thrombosis cerebral dan perdarahan
32
2.9.6 Pemeriksaan Penunjang
1. EKG: adanya pembesaran ventrikel kiri (LVH), pembesaran
atrium kiri, adanya penyakit jantung koroner atau aritmia
2. Hemoglobin/hematokrit: bukan diagnostik tetapi mengkaji
hubungan dari sel-sel terhadap terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor risiko
seperti hiperkogulabilitas, anemia.
3. BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi
ginjal.
4. Glukosa: hiperglikemia (Diabetes Millitus adalah pencetus
hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar
katekolamin (meningkatkan hipertensi).
5. Kalium serum: hipokalemia dapat mengindikasikan adanya
aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi
diuretik.
6. Kalsium serum: peningkatan kadar kalsium serum dapat
meningkatkan hipertensi.
7. Kolesterol dan trigliserida serum : peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak
ateromatosa (efek kardiovaskuler).
8. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor
risiko terjadinya hipertensi.
9. Foto rontgen: adanya pembesaran jantung (kardiomegali),
vaskularisasi atau aorta yang melebar.
10. Echocardiogram: tampak adanya penebalan dinding ventrikel
kiri, mungkin juga sudah terjadi dilatasi dan gangguan fungsi
sistolik dan diastolik.
2.9.7 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung actual maupun
potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
33
respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan Berikut adalah diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul pada klien dengan hipertensi (PPNI, 2016) :
1. Resiko penurunan curah jantung ditandai dengan perubahan
afterload (D.0011)
2. Resiko perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan
hipertensi (D.0015)
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (D.0080)
2.9.8 Intervensi Keperawatan
Tabel 4. Rencana Asuhan Keperawatan
DIAGNOSA
N
KEPERAWA INTERVENSI
O LUARAN
. TAN
34
edema
paru,
perifer,
dan tidak
ada asites
4. Tidak ada
penurunan
kesadaran
2. Resiko Perfusi perifer Pemantauan tanda vital (1.020060 )
perfusi 1. Monitor tekanan darah
jaringan (L.02011) 2. Monitor Nadi
perifer tidak Kriteria hasil: 3. Monitor pernafasan
efektif 4. Monitor Suhu tubuh
berhubungan 1. Kemampua 5. Jelaskan tujuan dan prosedur
dengan n mengubah pemantauan
hipertensi 6. Dokumentasikan hasil
(D.0015) prilaku gaya pemantauan
hidup sehat 7. Informasikan hasil
pemantauan,jika perlu
meningkat
2. Kemampua
n
menghindari
faktor risiko
3. Cemas Tingkat Anxietas Reduksi Anxietas ( 1.09314 )
berhubungan 1. Monitor tanda-tanda ansietas
(L.09093 ) . .
dengan krisis 2. Ciptakan suasana
situasional Kriteria hasil:
(D.0080) terapeutik untuk
1. Menunjukan
menumbuhkan kepercayaan
teknik untuk
3. Pahami situasi yang membuat
mengontrol
anxietas dengarkan dengan
cemas
penuh perhatian.
2. Keluhan
4. Informasikan secara
pusing
berkurang faktual mengenai
3. Tekanan diagnosia dan pengobatan
darah
5. Anjurkan untuk melakukan
menurun
tehnik relaksasi
6. Identifikasi tingkat kecemasan.
35
7. Dorong keluarga untuk
menemani pasien
36
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
Tanggal pengkajian: 17 April 2023
3.1.1 Biodata Pasien
Nama : Ny. H
Umur : 30/11/1950 (63 tahun)
Jenis Kelamin : Perempuan
TB/BB : 165 cm/61 kg
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. Register : 2023530046
Alamat : Kemanggisan V No. 13, Rt 005/013. Kelurahan
Kemanggisan,
Kecamatan Palmerah, Kota Jakarta Barat
Status : Kawin
Diagnosa Medis : Hipertensi Urgency, HHD, DM Tipe 2, CKD st III
3.1.2 Initial survey/ Triage
Tanggal masuk/jam: 17 April 2023. Pukul 12.08 WIB
Cara masuk IGD : Kursi roda
Asal masuk : Poliklinik
Jenis kasus : Non trauma
Triase primer (sumber dari Form Triase IGD RSJPDHK):
Kesadaran : Sadar (compos mentis/E4M6V5)
Airway : Jalan napas bebas
Breathing : Napas normal, frekuensi napas 17 kali/menit,
tidak ada gasping.
Circulation :Nadi teraba tidak begitu kuat, irama teratur,
frekuensi nadi 58 kali/menit, warna kulit normal,
akral teraba dingin, tekanan darah 216/96 mmHg
37
Tingkat kegawatan Kuning (gawat tidak darurat)
Primary survey:
⮚ Airway : Jalan napas bebas tidak ada sumbatan, napas
spontan, tidak ada gurgling, snoring.
4444 5555
4444 5555
Secondary survey:
⮚ S : Sign and symptoms : bengkak kedua kaki kurang lebih 1
minggu
38
⮚ P : Post medical history : pasien mengatakan memiliki riwayat
Diabetes Mellitus dan Hipertensi kurang lebih sejak 20 tahun yang lalu,
riwayat stroke 2 bulan yang lalu.
3.1.3 Anamnesis
a. Keluhan utama
Badan lemas
39
tahun yang lalu. Pasien mengatakan minum obat Amlodipine 1x10
mg, Candesartan 1x16 mg , Carvedilol 2x62,5 mg, HCT 1x12,5 mg
secara teratur.
e. Riwayat pekerjaan
Pasien saat ini sebagai ibu rumah tangga, sebelumnya beliau
memiliki usaha cathering
f. Riwayat alergi
Pasien tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan maupun
makanan.
g. Pola hidup
Pasien mengatakan tidak pernah konsumsi alkohol dan jarang
berolahraga. Pasien mengatakan sebelumnya suka makan daging,
bersantan dan yang manis-manis.
h. Demografi
Pasien tinggal di Kemanggisan bersama suaminya. Anaknya
sudah berkeluarga dan memiliki tempat tinggal sendiri, namun
ada yang tinggal dekat rumah.
i. Riwayat merokok
Pasien mengatakan tidak pernah merokok.
k. Pola eliminasi
Pasien mengatakan BAB dengan frekuensi 1 kali sehari
sedangkan frekuensi BAK belakangan ini menurun 2-3 kali
40
sehari. Di IGD sejak datang sampai saat ini BAK 1 kali sebanyak
300 cc setelah mendapat injeksi Furosemide 80 mg ekstra.
41
tidak terorganisir, Ya=14
gangguan daya ingat)
42
tempat Memerlukan sedikit 1 transfer
tidur ke bantuan (1 dan
kursi dan orang/dalam mobilitas.
kembali pengawasan) Jika nilai
lagi ke total 0-3
tempat Memerlukan bantuan 2 maka
tidur) yang nyata (2 orang) skor = 0
Jika nilai
Tidak dapat duduk 3
total 4-6,
dengan seimbang, perlu
maka
bantuan total
skor = 7
Berjalan dengan 1
bantuan 1 orang
(verbal/fisik)
Mobilisasi 3
Keterangan skor:
0-5: Resiko rendah
6-16: Resiko sedang
17-30: Resiko tinggi
o. Kondisi psikologis
Pasien mengatakan semenjak berhenti melayani cathering
merasa bosan dan kurang aktivitas .
43
Pasien memiliki latar belakang pendidikan SMA, sedangkan
suami dan anak-anaknya menyelesaikan pendidikan hingga
jenjang strata. Pasien cukup paham mengenai fungsi obat-obatan
yang dikonsumsi dan waktu minumnya. Memiliki alat pengukur
tekanan darah dan glukosameter pribadi di rumah. Pasien
mengatakan selalu rutin mengukur tekanan darah dan kadar gula
darah selama di rumah.
3.1.4 Pemeriksaan Fisik (17 April 2023)
Kesadaran : Compos mentis, GCS: E4/M6/V5 (15)
TTV saat pengkajian
TD : 216/96 mmHg
HR : 58 x/menit
RR : 17 x/menit
Temperatur : 36°C
Saturasi oksigen : 100%
9. Thorax :
12. Ekstremitas :
Tampak oedema, kebas (+), akral hangat, CRT ≤ 2 detik, tidak ada
clubbing finger, nadi teraba adekuat, terdapat penurunan kekuatan
otot pada ekstremitas kanan atas dan bawah. Kekuatan otot lemah
tetapi anggota tubuh dapat digerakkan melawan gaya gravitasi dan
dapat menahan sedikit tahanan yang diberikan. Pada pemeriksaan
ekstremitas atas kanan dan kiri, pasien mampu melakukan fleksi
dan ekstensi otot lengan bawah, adduksi dan abduksi otot lengan,
fleksi dan ekstensi pergelangan tangan, fleksi dan ekstensi sendi
metacarpal, abduksi dan adduksi jari tangan, kekuatan
menggenggam dirasakan lebih lemah pada tangan kanan. Pada
pemeriksaan ekstremitas bawah kanan dan kiri, pasien mampu
melakukan fleksi dan ekstensi otot paha, adduksi dan abduksi otot
tungkai, fleksi dan ekstensi persendian lutut, dorsofleksi dan
plantarfleksi otot-otot kaki, namun pada kaki kanan pasien
mengatakan terasa lebih berat.
4444 5555
4444 5555
13. Genitalia : pasien BAK spontan, tidak ada nyeri, tidak ada luka
dan tampak bersih.
45
3.1.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (17/04/2023)
Tabel 6. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
2. EKG (17/04/2023)
46
Irama : Reguler
Heart Rate : 58 x/menit
Gelombang P : Normal (lebar 0,04 detik, tinggi 0,1 mV,
setiap gelombang p diikuti
k o m p l e k s QRS )
PR Interval : memanjang konstan (lebar: 0,24 detik)
Kompleks QRS : normal sempit (lebar: 0,04 detik)
Axis : Normoaxis, Lead I (+4) , aVF (+6) 450
Segmen ST : ST depresi pada Lead I, aVL, V5, V6
Gelombang T : T inverted pada Lead III, aVF, V1, V2
Hipertrofi : Tidak ada tanda hipertofi
Tanda Block :Terdapat tanda AV block derajat 1
Terdapat tanda RBBB (ditandai dengan
gambaran RSr di V2, ada perubahan
gelombang gelombang T di V1 dan V2,
gelombang S lebar di I, aVL,V6
Kesan : Incomplete RBBB disertai AV block
derajat I dengan HR: 58 kali/menit reguler
3. Foto Thorax (17/04/2023)
47
CTR 65%, segmen Ao, Segmen Po, PJ (+), apex upward, batas
jantung kanan tidak melebar, kongesti (-), infitrat (-), efusi pleura
(-).
4. Hasil Echo Bedside (23/03/2023)
Normal LV systolic function, LVEF 63%
Global normokinetic
Consentric LVH with sigmoid septal
LV diastolic dysfunction grade 1
Normal RV contractility
All cardiac valve are normal
3. Amlodipin 1x10mg PO
4. Candesartan 2x16mg PO
5. CPG 1x75mg PO
6. Galvus 2x50mg PO
7. Acarbose 2x50mg PO
9. HCT 1x12,5mg PO
48
3.1.7 Perencanaan Pulang
1. Checklist Discharge Planing Ny. H
Tabel 8. Format Discharge Planing
Nama : Ny. H
Rekam Medis : 2023530046
Tanggal : 17/04/2023
Perencana Discharge Planing : Ns. Erna
Telepon : 082198835982
Pemulangan ke : Rumah
Telepon Lokasi Pemulangan : 081385590985
Hubungan Pengasuh : Anak
Nama Pengasuh : Tn. Seno
Alamat : Kemanggisan Rt 05/013
Palmerah, Jakarta Barat
Telepon : 081219995737
Tambahan Pengasuh : ART
Alamat : Kemanggisan Rt 05/013
Palmerah, Jakarta Barat
Kontak Support Keluarga Nama: Tn. Seno
Hubungan: Anak
Telepon: 081219995737
Apakah ada sarana transportasi? : Ya
Jenis transportasi yang diperlukan : Mobil
Siapa yang menyediakan : Anak
transportasi?
Peralatan yang diperlukan : Tongkat/kursi roda, tempat tidur
landau, pegangan di kamar
mandi, toilet duduk
Tingkat aktivitas/Status Mental : Bantuan minimal, kooperatif
Depresi : Tidak
Apakah pasien aman/mampu : Ya
49
kembali ke rumah?
Follow Up kunjungan ke Dokter
Nama : dr. Amir Aziz Alkatiri, Sp.JP(K)
Tanggal : 03/05/2023
(Sumber: MNS, 2011)
2. Program tentang Kebutuhan Nutrisi, Olahraga dan Aktivitas pada
Ny.H
Tabel 9. Kebutuhan Makanan Sehari-hari
No Bahan Dianjurkan Dibatasi Dihindari
Makanan
1 Karbohidrat Nasi tim, bubur, Mie, roti
roti gandum, putih, ketan,
macaroni, kue-kue,
jagung, kentang, cake, pastry,
ubi, talas, biscuit
havermout,
sereal
2 Protein Daging tanpa Daging Daging
hewani lemak, ayam tanpa lemak berlemak,
tanpa kulit, ikan, 1 jeroan, daging
putih telur, susu kali/minggu asap, sosis,
rendah lemak , ayam 3 gajih, kerang,
kali/minggu keju, susu full
, dan kuning cream, otak
telur 1 kali
seminggu
3 Protein Tempe, tahu, Kacang Kacang
nabati kacang hijau, tanah, merah, oncom,
kedelai kacang kacang mete
bogor,
maksimal
25 gr
50
4 Sayuran Sayuran yang Sayuran yang
tidak dapat
menimbulkan menimbulkan
gas (bayam, gas (kol,
buncis, labu kembang kol,
kuning, labu lobak, sawi,
siam, wortel, nangka muda,
kacang panjang, dan sayuran
tomat, gambas, mentah)
kecipir,
kangkung, daun
kacang panjang,
timun, selada,
toge, kenikir
5 Buah- Jeruk, apel, Nangka,
buahan papaya, melon, durian,
jambu, pisang, cempedak,
alpukat, nanas dan
belimbing, buah-buahan
mangga yang
diawetkan
6 Minuman Minuman
beralkohol dan
bersoda
7 Bumbu Garam, kecap, Bawang Cuka, merica,
kunyit, laos, merah cabai, acar
seledri, kayu
manis, cengkeh
8 Lemak Minyak: tidak Santan kental
untuk dan goreng-
menggoreng, gorengan
margarin dan
51
mentega
(Sumber: Kemenkes RI, 2011)
Olahraga yang dilakukan pasca pemulihan dapat dilakukan
secara bertahap dengan intensitas olahraga yang ringan. Untuk
program olahraga yang dapat dilakukan secara baik dan benar akan
dijelaskan sebagai berikut (Kemenkes RI, 2015):
- Latihan fisik dapat dilakukan secara bertahap dengan pemanasan
dan peregangan selama 10-15 menit.
- Dilanjutkan dengan latihan inti selama 20-60 menit
- Diakhirin dengan pendinginan selama 5-10 menit
- Apabila pasien sudah bugar dan sehat dianjurkan untuk melakukan
latihan fisik secara teratur yang dilakukan sebanyak 3-5 kali dalam
seminggu
Program out pasien dilakukan setelah kepulangan pasien dari
rumah sakit. Tujuan utama program ini untuk mengembalikan
kemampuan fisik seperti sebelum sakit. Contoh kegiatan yang dapat
dilakukan secara mandiri (Ades, 2001):
a. Latihan siku
- Berdiri dengan siku menekuk dan dikatupkan di dada
- Luruskan siku ke arah depan
- Tekuk kembali siku
- Ulangi sampai 10 kali
b. Latihan elevasi lengan
- Berdiri dengan siku menekuk di dada
- Luruskan siku dan lengan ke arah atas
- Tekuk kembali ke posisi semula
- Ulangi sampai 10 kali
c. Latihan ekstensi lengan
- Berdiri dengan siku menekuk kea rah dada
- Lengan direntangkan ke arah samping pinggang
- Katupkan kembali lengan pada dada
- Ulangi sampai 10 kali
52
d. Latihan elevasi lengan II
- Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu dan lengan disamping
badan
- Dengan tetap meluruskan siku, angkat lengan ke atas kepala
- Turunkan lengan kembali ke samping badan
- Ulangi sampai 10 kali
e. Latihan lengan gerak melingkar
- Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu dan lengan disamping
badan
- Rentangkan tangan setinggi bahu
- Gerakkan secara melingkar tangan dan lengan dengan arah depan
dengan tetap meluruskan siku
- Ulangi sampai 10 kali
- Lakukan gerakan memutar ke belakang sampai dengan 10 kali
f. Latihan jalan di tempat
- Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu dengan lengan
ditekuk ke depan
- Angkat satu kaki dengan menekuk lutut seperti saat berbaris
- Ayunkan lengan untuk membantu menjaga keseimbangan
- Ulangi sampai dengan 10 kali
g. Latihan menekuk pinggang
- Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu
- Tekuk lengan sehingga tangan menyentuh pinggang kanan
- Pertahankan kaki dan punggung tetap lurus
- Ulangi sampai dengan 10 kali
- Tekuk lengan sehingga tangan menyentuh pinggang kiri
- Ulangi sampai 10 kali
h. Latihan memutar pinggang
- Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu, tekuk lengan dan
tempatkan tangan di pinggang
- Putar tubuh ke kanan dan kemudian kembali
- Putar tubuh kekiri dan kemudian kembali
53
- Ulangi sampai dengan 10 kali
i. Latihan menyentuh lutut
- Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu, lengan diangkat di
atas kepala
- Tekuk punggung sampai tangan menyentuh lutut
- Angkat kembali lengan ke atas kepala
- Putar tubuh ke kiri dan kemudian kembali
- Ulangi sampai dengan 10 kali
j. Latihan menekuk lutut
- Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu, tangan menyentuh
pinggang
- Tekuk punggung ke depan dengan lutut juga menekuk
- Kembali luruskan punggung
- Ulangi sampai dengan 10 kali
Range of Motion (ROM) merupakan istilah baku yang
menyatakan batas/besarnya gerakan sendi baik normal. ROM juga
digunakan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan batas
gerakan sendi abnormal (Helmi & N, 2012). Sendi yang digerakkan
saat melakukan ROM aktif (Suratun et al., 2008):
a. Leher (fleksi/ekstensi, fleksi lateral)
b. Bahu tangan kanan dan kiri (fleksi/ekstensi, abduksi/adduksi, rotasi
bahu)
c. Siku tangan kanan dan kiri (fleksi/ekstensi, pronasi/supinasi)
d. Pergelangan tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi)
e. Jari-jari tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi,
opposisi)
f. Pinggul dan lutut (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi,
rotasi internal/eksternal)
g. Pergelangan kaki (fleksi/ekstensi, rotasi)
h. Jari kaki (fleksi/ekstensi)
Program latihan pasif dapat dilakukan dengan memberikan
terapi khususnya untuk anggota gerak bawah. Gerakan ini bertujuan
54
untuk meningkatkan kekuatan otot dan kemampuan klien dalam
berjalan. Beberapa gerakan pasif yang dapat diberikan antara lain
(Ekawati, 2008):
a. Hari pertama
- Breathing exercise, sebanyak 5 kali hitungan
- Static contraction otot knee, sebanyak 6 kali hitungan diselingi
dengan menarik nafas dalam untuk relaksasi dan gerakan
dilakukan 8-10 kali pengulangan
b. Hari kedua
- Terapi latihan sama seperti hari pertama, ditambah dengan
latihan duduk dan latihan duduk ongkang-ongkang
c. Hari ketiga
- Terapi latihan dilakukan sama dengan hari ke dua dibantu oleh
anggota keluarga yang sebelumnya sudah diberikan informasi
mengenai tata cara melakukan latihan pasif untuk pasien.
55
3.2 Analisa Data
Tabel 10. Analisa data masalah keperawatan
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
Tampak gelisah
56
2. DS: Hipertensi Intoleransi Aktivitas
Pasien mengatakan lemas, saat di dibuktikan dengan
↓
rumah sering merasa sesak dan ketidakseimbangan antara
Resistensi
lelah jika beraktivitas suplai dan kebutuhan
perifer
DO: oksigen (D.0056)
meningkat
Gambaran EKG RBBB
↓
incomplete, AV Block derajat I
Lumen vaskuler
Hb: 10,6 gr/dl
menyempit
TD saat datang di IGD (jam 12.08
↓
WIB): 216/96 mmHg → TD
Penurunan
setelah aktivitas duduk dan latihan
aliran darah
ROM pasif: 217/84 mmHg (jam
↓
16.00 WIB)
Suplai O2 dan
nutrisi otot
rangka menurun
Metabolisme
anaerob
Peningkatan
timbunan asam
laktat
Fatigue
Intoleransi
Aktivitas
57
3. DS: Hipertensi Perfusi Perifer Tidak Efektif
Ketidakmampu
an menggeser
aliran darah
menuju perifer
Perfusi Perifer
Tidak Efektif
Vasokontriksi
Ganguan
sirkulasi
(ginjal)
Vasokontriksi
pembuluh darah
ginjal
Blood Flow
menurun
Respon RAA
↓
Rangsang
Aldosteron
Retensi
Natrium
Odema
Hipervolemia
59
Pasien mengatakan tangan dan ↓
dibuktikan dengan
kaki kanan lemas, tangan kanan Kerusaka
gangguan neuro muskuler,
masih bisa di angkat namun n
penurunan kekuatan otot
terasa berat, kaki kanan saat vaskuler
(D.0054)
berjalan di seret. pembuluh
darah
DO :
↓
Pasien mampu mengangkat
Perubahan
keempat ekstremitas melawan
struktur
gravitasi dan menahan
↓
tahanan namun lebih lemah Penyumbatan
pada ekstremitas kanan atas pembuluh darah
dan bawah ↓
Vasokontriksi
ROM menurun
↓
Kekuatan otot menurun pada
Ganggua
ekstremitas kanan atas dan
n
bawah
sirkulasi
darah ke
4444 5555
otak
Pasien
4444 5555 ↓
60
Ganggguan
mobilitas fisik
DO: darah
Usia 73 tahun ↓
Perubahan
Perubahan kadar glukosa darah
struktur
(GDS: 215 gr/dl) ↓
61
n
sirkulasi
darah ke
otak
↓
Defisit Neurologis
↓
Penurunan kontrol
volunter
↓
Kelemahan fisik
↓
Kekuatan otot
menurun
↓
Ganggguan
mobilitas fisik
Resiko jatuh
62
dengan kriteria hasil: jantung (meliputi
- Tekanan darah turun dispnea, odema)
- Nadi meningkat
- Identifikasi tanda
- Edema berkurang
atau gejala sekunder
- Rasa lemas/lelah
(meliputi
berkurang
peningkatan BB,
- Produksi urine
Hepatomegali,
meningkat
Distensi Vena
Jugularis, ronkhi
basah, oliguria)
- Monitor tekanan
darah
- Monitor EKG 12
sandapan
- Monitor Aritmia
- Monitor nilai
laboratorium (misal:
elektrolit, enzim
jantung)
Terapeutik:
- Posisikan pasien
semi fowler atau
fowler
- Berikan diet
jantung yang
sesuai
- Fasilitasi pasien
63
dan keluarga untuk
modifikasi gaya
hidup sehat
- Berikan dukungan
emosional dan
spiritual
Edukasi:
- Anjurkan
beraktivitas fisik
sesuai toleransi
- Anjurkan
beraktifitas fisik
secara bertahap
Kolaborasi:
- Kolaborasi
pemberian terapi
oral atau injeksi
- Rujuk ke
program
rehabilitasi
jantung
- Batasi kunjungan,
berikan lingkungan
yang nyaman
- Membuat program
dan membantu
latihan rentang gerak
aktif/pasif
- Fasilitasi duduk disisi
tempat tidur
Edukasi:
65
bertahap
- Anjurkan melapor
jika kelelahan tidak
berkurang
- Ajarkan keluarga cara
membuat jadwal
latihan
Kolaborasi:
- Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
- Hindari pemasangan
infus atau
pengambilan darah di
area keterbatasan
66
perfusi
- Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
- Lakukan hidrasi
Edukasi:
- Anjurkan olahraga
rutin
- Anjurkan mengecek
suhu air sebelum
mandi
- Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan
darah secara teratur
- Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi
67
- Membran mukosa ( frekuensi jantung,
lembab tekanan darah)
Terapeutik:
- Tinggikan kepala
tempat tidur 30-40
derajat
Edukasi:
- Ajarkan
pasien/keluarga cara
mengukur dan
mencatat asupan dan
haluaran cairan
- Ajarkan
pasien/keluarga cara
68
membatasi cairan
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
diuretik
69
pindah dari tempat
tidur ke kursi)
Dukungan ambulasi
(I.06171)
Observasi:
- Identifikasi toleransi
fisik melakukan
ambulasi
- Monitor frekuensi
jantung dan tekanan
darah sebelum
memulai ambulasi
- Monitor kondisi
umum selama
melakukan ambulasi
- Ajarkan pasien dan
keluarga bagaimana
merubah posisi
Terapeutik:
- Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan
alat bantu (misal
tongkat)
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
- Ajarkan pasien dan
keluarga ambulasi
sederhana yang
harus di lakukan
(misal berjalan dari
tempat tidur ke kursi
70
roda atau ke kamar
mandi)
Dukungan perawatan
diri: BAB/BAK
(I.11349)
- memfasilitasi
pemenuhan
kebutuhan BAK dan
BAB
- Latih pasien dalam
pemenuhan
kebutuhan ADL
secara mandiri
sesuai kemampuan
- Latih keluarga
membantu
kebutuhan ADL
pasien
Dukungan perawatan
diri: makan/minum
(I.11351)
Observasi:
- Monitor kemampuan
menelan
- Monitor status
hidrasi pasien
Terapeutik:
- Atur posisi yang
nyaman untuk
makan/minum
- Berikan bantuan saat
makan/minum
71
sesuai kemandirian
- Pastikan pasien dan
keluarga mampu
mengenali dan
mengidentifikasi
diet yang disarankan
6 Ansietas Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas
72
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
- Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien
- Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
- Latih teknik relaksasi
Kolaborasi:
- Kolaborasi
pemberian obat
ansietas bila perlu
7 Resiko jatuh Tingkat jatuh (L.14138) Pencegahan jatuh
Diagnosa
Tanggal Implementasi Evaluasi
73
N
Keperaw
o
atan
1 Penurunan 17/04/202 1. Menghitung intake S : Pasien mengatakan
curah 3 cairan dan output lemas berkurang, kaki
jantung Jam urin pasien selama di masih bengkak
dibuktikan 14.30 IGD O : Pasien tampak rileks
dengan WIB Terapi NTG 50
2. Memberikan tabel
perubahan mcg/menit dan HCT
monitoring intake
afterload 12,5 mg per oral
output cairan ke
( D.0008) diberikan (jam 16.00
keluarga, supaya
evaluasi hemodinamik):
dilakukan di rumah
TD : 206/71 mmHg
setelah pasien pulang
HR: 86 x/mnt
3. Melakukan S : 36° C
pemeriksaan SpO2 : 100 %
elektrolit darah Intake per oral: 200
75
dibuktikan Jam pasien mengalami bertenaga setelah tidur
dengan 15.45 kelelahan dengan dan latihan gerak
ketidakseim melakukan aktivitas sederhana
bangan sederhana (duduk di O:
antara tempat tidur tanpa Keluarga mampu
suplai dan bersandar) melakukan ROM pasif
kebutuhan 2. Memakaikan pada pasien dengan
oksigen selimut, memberikan pendampingan perawat
(D.0056) warmer, menutup Pasien mampu duduk di
tirai supaya pasien tepi tempat tidur dengan
nyaman bantuan anaknya,
3. Mengajarkan selanjutnya mampu duduk
keluarga cara mandiri tanpa bersandar
melakukan gerakan Pasien tampak nyaman
pasif pada kedua dan tertidur setelah
tungkai pasien melakukan ROM
4. Menganjurkan pasien A: Masalah teratasi
duduk disisi tempat sebagian ditandai dengan
tidur dengan bantuan kemampuan pasien dan
keluarga keluarga melakukan
5. Monitor pola tidur teknik ROM dan ambulasi
(setelah latihan gerak P:
tampak pasien tidur) Lanjutkan intervensi
- Libatkan keluarga
dan motivasi pasien
untuk meningkatkan
aktivitas secara
bertahap
- Ajarkan keluarga
menyusun daftar diet
pasien (bila perlu
kolaborasikan dengan
76
ahli gizi)
- Ajarkan keluarga
membuat jadwal
ROM untuk di rumah
3 Perfusi 17/04/202 1. Melakukan S: Pasien mengeluh
Perifer 3 pemeriksaan kedinginan
Tidak Jam sirkulasi perifer O:
Efektif 14.35 2. Mengidentifikasi - Riwayat DM, HT (+)
dibuktikan resiko gangguan - Terapi NTG 50 mcg
dengan sirkulasi (misal: DM, diberikan, evaluasi 4
Hiperglike HT) jam setelah terapi
mia, 3. Monitoring adanya masuk TD : 206/71
Penurunan keluhan panas, mmHg
Konsentrasi kemerahan, nyeri - N: 86 x/menit
Hemoglobin atau bengkak pada - Nadi perifer teraba kuat
, ekstremitas - Tungkai tampak masih
Peningkatan 4. Memasang infus dan edema, piting edema
Tekanan mengambil sample (+), nyeri tekan (-),
Darah darah di area yang kemerahan (-)
(D.0009) tidak edema dan - Pasien tampak
tidak kelemahan dipakaikan mesin
5. Mengukur tanda- penghangat dan selimut
tanda vital tangan dan kaki
6. Menganjurkan pasien perlahan teraba hangat
teratur minum obat - Hb: 10,6 gr/dl
anti hipertensi - GDS: 200 mg/dl
- Memberikan terapi
HCT 12,5 mg per oral,
injeksi furosemide 80
mg extra → urine
produk 300 ml
- Kulit masih tampak
77
pucat
- Kelemahan otot masih
ajeg
A: Masalah teratasi
sebagian ditandai dengan
menguatnya nadi perifer,
akral mulai teraba hangat
P: Lanjutkan intervensi
- Monitor sirkulasi
perifer secara berkala
- Kolaborasi
pemberian diuretik
s/p
- Hindari pengukuran
TD dan pemasangan
IV line di area yang
odema
- Anjurkan pasien
minum obat anti
hipertensi secara rutin
dengan monitoring
keluarga selama di
rumah
- Anjurkan pasien
berolahraga rutin
- Bantu keluarga
membuat jadwal
olahraga untuk pasien
4 Hipervolem 17/04/202 1. Memeriksa tanda S : Klien mengatakan
ia 3 dan gejala kedua kaki masih
dibuktikan Jam hipervolemia (edema) bengkak, BAK menjadi
dengan 15.10 banyak
2. Mengidentifikasi
78
dengan WIB penyebab O : Kesadaran : CM, KU:
gangguan hipervolemia baik
mekanisme TD : 201/50 mmHg
3. Melakukan
regulasi HR: 81 x/mnt
pemantauan
(D.0022) S : 36° C
hemodinamik
SpO2 : 100 %
4. Melakukan - Hb: 10,6 gr/dl,
pemantauan intake dan Hematokrit: 31,6 %
output cairan - Pasien minum habis 1
79
Hematokrit darah masih
mengalami penurunan
P : Lanjutkan Intervensi
- Monitor tanda-tanda
vital
- Monitor intake dan
output cairan/24 jam
- Monitor adanya
peningkatan BB dalam
waktu singkat
- Monitor adanya
distensi vena jugularis
- Kolaborasi
pemeriksaan darah
(monitor nilai Hb dan
hematokrit)
- Monitor adanya suara
nafas tambahan
- Berikan tabel
monitoring lalu
anjurkan pasien dan
keluarga untuk
mencatat intake dan
output cairan dalam 24
jam selama di rumah
5 Gangguan 17/04/202 1. Mengidentifikasi S: Pasien mengatakan
Mobilitas 3 toleransi fisik pasien mampu
Fisik Jam 2. Melakukan mengangkat tangan
dibuktikan 16.00 monitoring frekuensi dan kaki, hanya saja
dengan WIB jantung dan tekanan terasa berat terutama
gangguan darah sebelum jika berjalan.
neuro memulai mobilisasi Anak pasien
80
muskuler (ajarkan keluarga mengatakan sudah
(D.0054) cara menghitung paham dan bisa
nadi) membantu ibunya
3. Memfasilitasi mobilisasi
aktivitas mobilisasi O : Pasien dapat
dengan alat bantu mengangkat kaki dan
(pagar tempat tidur) tangan yang kelemahan
4. Mengajarkan pasien - TTV :
mobilisasi sederhana TD: 217/ 84 mmHg
(duduk di tempat HR : 84 x/mnt
tidur) RR : 20 x/mnt
5. Mengajarkan pasien S : 36°C
dan keluarga SPO2 : 100 %
ambulasi sederhana - Pasien mampu duduk
(berjalan dari tempat di atas tempat tidur
tidur ke kursi roda) dengan bantuan
6. Memfasilitasi anaknya
pemenuhan - Pasien mampu BAK
kebutuhan BAK spontan
7. Mengatur posisi menggunakan
yang nyaman untuk pampers, untuk
makan/minum genital care setelah
8. Memberikan bantuan BAK dibantu perawat
saat makan/minum dan anak pasien
sesuai kemandirian - Pasien mampu
makan/minum sendiri
- Kekuatan otot masih
sama
4444 5555
4444 5555
A : Masalah teratasi
81
sebagian ditandai dengan
pasien mampu melakukan
aktivitas fisik di atas
tempat tidur dengan
bantuan minimal,
keluarga mampu
membantu ADL pasien
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor TTV
- Anjurkan keluarga dan
pasien meningkatkan
aktivitas secara
bertahap sesuai
toleransi pasien
- Kolaborasi dengan
rehab medik untuk
aktivitas aktif (bila
diperlukan)
- Membuat jadwal
latihan bersama
keluarga sebagai
panduan untuk
aktivitas setelah di
rumah
6 Ansietas 17/04/202 1. Mengidentifikasi S: Pasien mengatakan saat
dibuktikan 3 adanya perubahan ini lebih baik
dengan Jam tingkat ansietas O:
penyakit 16.00 2. Mengidentifikasi - Tampak pasien lebih
kronis WIB kemampuan rileks setelah
progresif mengambil didampingi anaknya,
(D.0080) keputusan hal ini terlihat saat
3. Monitoring tanda- bercerita, tersenyum
82
tanda ansietas dan sesekali tertawa
(verbal dan non - Tampak pasien sempat
verbal) tertidur
4. Menganjurkan anak - Pasien mampu
pasien mendampingi, berimaginasi saat
untuk mengurangi diajarkan relaksasi
kecemasan meskipun belum
5. Mengajarkan pasien maksimal
imaging relaksasi - Hemodinamik
terpantau stabil, TD:
201/50 mmHg. HR:
81x/menit
A: Masalah teratasi
sebagian ditandai
dengan adanya ekspresi
riang, pasien mampu
menceritakan apa yang
dirasakan
P: Lanjutkan intervensi
- Ajarkan keluarga
untuk mengulangi
teknik relaksasi
- Dampingi pasien, bila
tidak memungkinkan
minta keluarga untuk
mendampingi
7 Resiko 17/04/202 1. Melakukan skoring S: -
jatuh 3 resiko jatuh O:
dibuktikan Jam 2. Memasang handrel - Pasien tampak
dengan 17.00 3. Memposisikan berbaring dan sesekali
kekuatan WIB pasien dengan nurse duduk di tempat tidur
otot station - Handrel terpasang
83
menurun 4. Mendekatkan - Skoring jatuh dengan
(D.0143) barang-barang dalam skala Ontario Modified
jangkauan pasien Stratify: 23 (resiko
tinggi)
A: Masalah tidak terjadi
P: Lanjutkan intervensi
- Monitor skala resiko
jatuh tiap shift atau
jika ada perubahan
skor
- Anjurkan keluarga
mendampingi setiap
aktivitas pasien saat di
rumah
- Anjurkan keluarga
meletakkan semua
kebutuhan pasien
didekat tempat tidur,
melengkapi kamar
mandi di rumah
dengan
pegangan/hand rel,
memasang lampu
yang cukup terang di
rumah, merapikan
benda-benda yang
berpotensi
menyebabkan pasien
jatuh, memastikan
lantai tidak licin
84
BAB IV
PEMBAHASAN
85
juga melakukan observasi dan pemeriksaan fisik langsung kepada pasien
serta dengan melihat data-data penunjang pada rekam medik pasien.
Pelaksanaan pengkajian mengacu pada teori yang dicantumkan di tinjauan
pustaka, akan tetapi ada sebagian yang berbeda. Tidak semua tanda dan
gejala yang dimuat di dalam teori muncul dan tampak dalam pelaksanaan
proses asuhan keperawatan pada pasien Ny. H.
Pengkajian yang dilakukan pada tanggal 17 April 2023 di Ruang
IGD didapatkan data yaitu keluhan saat ini lemas, kedua kaki bengkak dan
agak kebas, frekuensi berkemih menurun, terdapat penurunan kekuatan otot
di ekstremitas kanan atas dan bawah, tanda – tanda vital didapatkan hasil
pengukuran tekanan darah lebih dari normal yaitu TD: 216/96 mmHg, HR:
58 x/ menit, RR:17 x/menit, S:36oC, SpO2: 100%. Adapun dari hasil
penunjang didapatkan adanya penurunan nilai hemoglobin dan hematokrit
pada pemeriksaan serum darah, peningkatan nilai GDS, ditemukan adanya
kardiomegali pada hasil thoraks foto dan ditemukan adanya gangguan irama
pada hasil rekaman EKG.
Hal yang berkontribusi menyebabkan pasien mengalami peningkatan
tekanan darah yaitu penyakit penyerta (Diabetes Melitus). Data yang
menunjukan bahwa pasien mengalami hipertensi yaitu didapatkan hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital TD 216/96 mmHg, HR: 58 x/ menit dan
keluhan pasien menunjukan tanda dengan gejala penyakit hipertensi.
4.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari hasil pengkajian pada
tanggal 17 April 2023 pada Ny. H, kelompok menemukan tujuh diagnosa
keperawatan menurut SDKI, SLKI, dan SIKI yaitu:
1. Penurunan curah jantung dibuktikan dengan perubahan afterload
2. Intoleransi aktivitas dibuktikan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen
3. Perfusi perifer tidak efektif dibuktikan dengan hiperglikemia,
penurunan konsentrasi hemoglobin, peningkatan tekanan darah
4. Hipervolemia dibuktikan dengan dengan gangguan mekanisme regulasi
5. Gangguan Mobilitas Fisik dibuktikan dengan gangguan neuromuskuler
86
6. Ansietas dibuktikan dengan penyakit kronis progresif
7. Resiko jatuh ditandai dengan kekuatan otot menurun
87
Pada tahap implementasi, kelompok menemukan beberapa kesulitan
dalam melaksanakan rencana tindakan keperawatan karena beberapa
keterbatasan waktu dan lain-lainnya. Hal inilah yang menyulitkan kelompok
untuk melihat seberapa besar keberhasilan dari tindakan keperawatan yang
telah diberikan pada pasien. Tapi berkat kerjasama pasien dan Tim perawat
UGD yang sangat baik dalam pelayanan, sehingga semua rencana tindakan
keperawatan dari lima diagnosa keperawatan dapat dilakukan secara
optimal.
Kelompok hanya dapat melakukan asuhan keperawatan pada Ny. H
selama satu hari sehingga masalah yang terjadi pada Ny. H belum dapat
teratasi sehingga harus terus dilakukan implementasi keperawatan terhadap
diagnosa keperawatan agar dapat mencapai hasil yang maksimal atau
teratasi.
Evaluasi adalah tahap dari proses keperawatan yang akhir, dari
rencana tindakan yang dilakukan kelompok, evaluasi dilakukan setelah
melakukan implementasi keperawatan, dilakukan dengan mengkaji ulang
bagaimana masalah keperawatan yang muncul, disesuaikan dengan kriteria
hasil yang telah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi dilakukan pada semua
diagnosis. Kelima diagnosa yang diangkat belum dapat teratasi sepenuhnya,
sehingga intervensi masih dilanjutkan sampai tercapainya luaran yang telah
ditetapkan dan adanya perbaikan manifestasi klinis.
Perawatan selanjutnya di rumah juga harus diperhatikan. Manajemen
pengendalian faktor resiko harus tetap dilakukan supaya tidak terjadi
serangan berulang. Oleh sebab itu, diperlukan edukasi kepada pasien dan
keluarga untuk pengendalian faktor resiko seperti rutin cek tekanan darah
dan gula darah, rutin mengkonsumsi obat-obatan yang telah diberikan,
istirahat yang cukup, pengaturan pola aktivitas dan diet.
88
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan
darah melebihi ambang batas normal yaitu tekanan sistolik lebih tinggi dari 140
mmHg dan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg secara persisten pada dua kali
pemeriksaan. Pada hipertensi krisis, peningkatan tekanan darah sistolik mencapai
>180 mmHg dan tekanan diastolik >120 mmHg. Hipertensi krisis terjadi secara
tiba-tiba dan jika hipertensi tidak segera ditangani berdampak pada kerusakan
organ target.
Berdasarkan kasus yang diperoleh pada Ny.H dapat disimpulkan bahwa
Ny. H mengalami hipertensi urgensi, karena kerusakan organ target sudah kronis
dan tidak ada kegawatan untuk saat ini. Setelah dilakukan asuhan keperawatan
dan kolaborasi terapi dengan dokter dan tim kesehatan lain, Ny. H menunjukkan
adanya penurunan tekanan darah, namun belum mencapai target tekanan darah
yang diinginkan dalam 2-6 jam, untuk nilai heart rate mengalami peningkatan
dari kondisi sebelumnya. Keluhan lemes pada Ny. H juga berkurang sehingga
dapat disimpulkan bahwa masalah Ny. H dapat teratasi sebagian dengan
intervensi yang diberikan.
5.2 Saran
Melalui makalah ini, penulis berharap studi mengenai hipertensi diperluas
karena mengingat banyak sekali faktor-faktor resiko yang dapat mempengaruhi
tingkat keberhasilan dalam pencapaian asuhan keperawatan hipertensi. Untuk itu
perlu adanya perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan pada
pasien hipertensi, maka kami memberikan beberapa pemikiran dan saran sebagai
berikut:
1. Bagi Perawat
Diharapkan perawat mampu meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan
pada pasien dengan hipertensi secara komprehensif mulai dari pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan serta evaluasi dengan baik.
Asuhan keperawatan dilakukan dengan teliti sehingga asuhan yang diberikan
89
kepada pasien hipertensi bisa optimal.
2. Bagi Pasien dan keluarga
Keluarga pasien diharapkan lebih mengetahui tentang tanda dan gejala pada
pasien hipertensi yang terjadi pada pasien dengan melakukan tindakan
segera untuk mendapatkan pertolongan medis.
3. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan makalah ini bisa menjadi acuan untuk Rumah Sakit demi
menunjang kualitas pelayanan dengan melakukan penyuluhan kesehatan
yang berkesinambungan baik melalui diskusi maupun leaflet tentang
kesehatan selama pasien dirawat sehingga dapat mengurangi kecemasan dan
meningkatkan motivasi pasien untuk sembuh optimal.
90
DAFTAR PUSTAKA
91
Kemenkes RI. (2019). Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Kementrian
Kesehatan RI, 53(9), 1689–1699. Diakses 3 Mei 2023 dari
https://www.kemkes.go.id
Keswara, U.R., Ludiana, & Mutiara, S. (2018). Hubungan Kualitas Tidur dengan
Tekanan Darah Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Purwosari Metro Utara tahun 2017. Diakses 11 Mei 2023 dari Jurnal
Kesehatan Holistik, 12(2), 103-111.
http://ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/holistic/article/view/279.
Masriadi, S. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: CV. TRANS
INFO MEDIA.
MNS. (2011). Management and Network Services: Skilled discharge planning
form. Diakses 17 Mei 2023 dari http://ebookbrowse.com/skilled-discharge-
planning-form-pdf-d72670733.
Muhadi. (2016). JNC 8: Evidence Based Guideline Penanganan Pasien
Hipertensi Dewasa. Jakarta:RSCM.
Nuraini, B. (2015). Risk Factors of Hypertension. Diakses 6 Mei 2023 dari
http://repository.uki.ac.id
PERHI. (2019). Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Hipertensi Indonesia
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
P2PTM Kemenkes RI. (2019). Hari Hipertensi Dunia 2019: “Know Your
Number, Kendalikan Tekanan Darahmu dengan CERDIK”. Diakses 3 Mei
2023 dari p2ptm.kemkes.go.id
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2018. Diakses 10 Mei 2023 dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_
2018/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf
92
Siwek J, et al. (2002). How to write an evidence-based clinical review article. Am
Fam Physician. Diakses 7 Mei 2023 dari JNC-8-Guidelines.pdf
Suratun, Heryati, S, M., & Raenah. (2008). Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal.Jakarta: EGC.
Suryono. (2018, September). Krisis Hipertensi Emergency, Urgency dan
Kerusakan Target Organ. Paper presented at the symposium of the
Surabaya Cardiology Update. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas
Jember.
93
94
95
96
97
98
99