Anda di halaman 1dari 41

PROPOSAL EBNP

INTERVENSI RELAKSASI OTOT PROGRESIF BERDASARKAN

EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE (EBNP) TERHADAP

INTENSITAS NYERI PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

DISUSUN OLEH :

FADILLA SEPTI PRADINI

P1337420717005

PRODI PROFESI NERS KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah salah satu penyakit yang terjadi ketika

tekanan darah systole dan diastole mengalami peningkatan melebihi batas

normal yaitu diatas 140/90 mmHg.Biasanya hipertensi dimulai sebagai

penyakit yang ringan lalu perlahan berkembang ke kondisi yang parah atau

berbahaya (Mulyadi, 2016).Peningkatan tekanan darah pada penderita

hipertensi dapat disertai dengan nyeri kepala, mulai dari nyeri ringan hingga

nyeri berat.Nyeri kepala pada pasien hipertensi disebabkan oleh kerusakan

vaskuler pembuluh darah. Nyeri timbul sebagai suatu mekanisme

pertahanan bagi tubuh yang timbul ketika jaringan sedang dirusak sehingga

menyebabkan individu tersebut bereaksi dengan cara memindahkan

stimulus nyeri (Nurman, 2017).

Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan

bahwa di dunia jumlah orang dewasa dengan hipertensi sebanyak 1,13

miliar orang. Di Indonesia penderita hipertensi mencapai 34,1% dari

penduduk Indonesia dan mengalami kenaikan dari tahun 2013 sebanyak

25,8% (Riskesdas, 2018).

Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial (Price,

2006).Secara umum tanda dan gejala yang sering terjadi pada pasien yang

mengalami nyeri dapat tercermin dari perilaku pasien misalnya suara


(menangis, merintih, menghembuskan nafas), ekspresi wajah (meringis,

menggigit bibir), pergerakan tubuh (gelisah, otot tegang, mondar-mandir,

dll), interaksi sosial (menghindari percakapan, disorientasi waktu) (Judha,

2012).

Intensitas skala nyeri dapat diketahui dengan menggunakan skala

nyeri. Skala nyeri menurut bourbanis ada beberapa tingkatan sebagai berikut

: (1). 0 = Tidak nyeri, (2). 1-3 = Nyeri ringan, (3). 4-6 = Nyeri sedang, (4).

7-9 = Nyeri berat, (5). 10 = Nyeri tak tertahankan (Potter dan Perry, 2006).

Penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan secara farmakologi dan non far

makologi.Penanganan farmakologi yang sering digunakan adalah obat-obata

n jenis analgesic dan opiat (Black, 2014).Terapi non farmakologi untuk men

gatasi intensitas nyeri yang sering digunakan adalah metode TENS

(Transcutaneons Electric Nerve Stimulation), biofeedack, plasebo dan

distraksi.tindakan relaksasi mencakup latihan pernafasan diafragma,

meditasi, guided imagery, dan teknik relaksasi progresif (Brunner &

Suddart, 2016).

Teknik relaksasi otot progresif merupakan bentuk intervensi

keperawatan dengan menggunakan teknik relaksasi yang berfokus pada

penegangan perlahan dan merelaksasikan setiap otot dan berfokus pada

perbedaan antara ketegangan otot dan relaksasi (Astuti,Anggorowati,dan

Johan 2017). Pada penelitian yang dilakukan Giulia et all (2019) tentang

pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan nyeri pada pasien


diabetes mellitus didapatkan pengaruh yang bermakna terhadap penurunan

sesudah diberikan intervensi dengan nilai p value =0,001 (p < 0,05).

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti bagai

mana pengaruh teknik relaksasi otot progresifi terhadap penurunan intensita

s nyeri pada klien dengan hipertensi di Kelurahan Jurang.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Menganalisis asuhan keperawatan dengan penerapan relaksasi otot p

rogresif pada klien hipertensi dengan masalah keperawatan nyeri di

Kelurahan Jurang.

2. Tujuan Khusus

a. Menggambarkan proses keperawatan pada klien hipertensi dengan

masalah keperawatan nyeri di Kelurahan Jurang.

b. Menerapkan relaksasi otot progresif pada klien hipertensi dengan m

asalah keperawatan nyeri di Kelurahan Jurang.

c. Mengevaluasi respon pasien setelah dilakukan relaksasi otot progres

if pada klien hipertensi dengan masalah keperawatan nyeri di

Keluruhan Jurang.

C. Manfaat

1. Bagi Klien

Diharapkan setelah dilakukan penerapan intervensi relaksasi otot pro

gresif dapat menyelesaikan masalah nyeri pada klien hipertensi dan meni

ngkatkan kenyamanannya.
2. Bagi Pelayan Kesehatan

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberi informasi dan masuk

an mengenai inovasi intervensi relaksasi otot progresif yang dapat dilaku

kan oleh perawat dalam mengatasi nyeri pada klien hipertensi.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk institusi pe

ndidikan sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya terkait dengan inte

rvensi keperawatan komplementer atau penatalaksanaan non farmakologi

pada klien dengan hipertensi.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Hipertensi

1. Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu keadaan yang menyebabkan tekanan
darah tinggi secara terus-menerus dimana tekanan sistolik lebih dari 140
mmHg, tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih.Hipertensi atau penyakit
darah tinggi merupakan suatu keadaan peredaran darah meningkat secara
kronis.Hal ini terjadi karena jantung bekerja lebih cepat memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi di dalam tubuh (Koes
Irianto, 2014).
Hipertensi juga merupakan faktor utama terjadinya gangguan
kardiovaskular.Apabila tidak ditangani dengan baik dapat
mengakibatkan gagal ginjal, stroke, dimensia, gagal jantung, infark
miokard, gangguan penglihatan dan hipertensi (Andrian Patica N
Ejournal keperawatan volume 4 nomor 1, Mei 2016).
2. Jenis Hipertensi
Hipertensi dapat didiagnosa sebagai penyakit yang berdiri sendiri
tetapi sering dijumpai dengan penyakit lain, misalnya arterioskeloris,
obesitas, dan diabetes militus. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi
dapat dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu (WHO, 2014) :
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Sebanyak 90-95 persen kasus hipertensi yang terjadi tidak
diketahui dengan pasti apa penyebabnya. Para pakar menemukan
hubungan antara riwayat keluarga penderita hipertensi (genetik)
dengan resiko menderita penyakit ini. Selain itu juga para pakar
menunjukan stres sebagai tertuduh utama, dan faktor lain yang
mempengaruhinya. Faktor-faktor lain yang dapat dimasukkan dalam
penyebab hipertensi jenis ini adalah lingkungan, kelainan
metabolisme, intra seluler, dan faktor-faktor ynag meningkatkan
resikonya seperti obesitas, merokok, konsumsi alkohol, dan kelainan
darah.
b. Hipertensi renal atau hipertensi sekunder
Pada 5-10 persen kasus sisanya, penyebab khususnya sudah
diketahui, yaitu gangguan hormonal, penyakit diabetes, jantung,
ginjal, penyakit pembuluh darah atau berhubungan dengan
kehamilan.Kasus yang sering terjadi adalah karena tumor kelenjar
adrenal. Garam dapur akan memperburuk resiko hipertensi tetapi
bukan faktor penyebab.
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Orang Dewasa
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 130 mmHg < 85 mmHg
Normal Tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1 (Hipertensi 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Ringan)
Stadium 2 (Hipertensi 160-179 mmHg 100-109 mmHg
Sedang)
Stadium 3 (Hipertensi 180-209 mmHg 110-119 mmHg
Berat)
Stadium 4 (Hipertensi 201 mmHg 120 mmHg
Sangat Berat atau ataulebih ataulebih
Maligna)

Sumber: Heniwati, 2008


3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol :
1) Jenis kelamin Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria
dengan wanita. Wanita diketahui mempunyai tekanan darah
lebih rendah dibandingkan pria ketika berusia 20-30 tahun.
Tetapi akan mudah menyerang pada wanita ketika berumur
55 tahun, 13 sekitar 60% menderita hipertensi berpengaruh
pada wanita. Hal ini dikaitkan dengan perubahan hormon
pada wanita setelah menopause (Endang Triyanto, 2014).
2) Umur Perubahan tekanan darah pada seseorang secara stabil
akan berubah di usia 20-40 tahun. Setelah itu akan cenderung
lebih meningkat secara cepat. Sehingga, semakin bertambah
usia seseorang maka tekanan darah semakin meningkat. Jadi
seorang lansia cenderung mempunyai tekanan darah lebih
tinggi dibandingkan diusia muda (Endang Triyanto, 2014).
3) Keturunan (genetik) Adanya faktor genetik tentu akan
berpengaruh terhadap keluarga yang telah menderita
hipertensi sebelumnya. Hal ini terjadi adanya peningkatan
kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium individu sehingga pada orang tua
cenderung beresiko lebih tinggi menderita hipertensi dua kali
lebih besar dibandingan dengan orang yang tidak mempunyai
riwayat keluarga dengan hipertensi (Buckman, 2010).
4) Pendidikan Tingkat pendidikan secara tidak langsung
mempengaruhi tekanan darah. Tingginya resiko hipertensi
pada pendidikan yang rendah, kemungkinan kurangnya
pengetahuan dalam 14 menerima informasi oleh petugas
kesehatan sehingga berdampak pada perilaku atau pola hidup
sehat (Armilawaty, Amalia H, Amirudin R., 2007).
b. Faktor resiko hipertensi yang dapat dikontrol
1) Obesitas Pada usia pertengahan dan usia lanjut, cenderung
kurangnya melakukan aktivitas sehingga asupan kalori
mengimbangi kebutuhan energi, sehingga akan terjadi
peningkatan berat badan atau obesitas dan akan
memperburuk kondisi (Anggara, F.H.D., & N. Prayitno,
2013).
2) Kurang olahraga Jika melakukan olahraga dengan teratur
akan mudah untuk mengurangi peningkatan tekanan darah
tinggi yang akan menurunkan tahanan perifer, sehigga
melatih otot jantung untuk terbiasa melakuakn pekerjaan
yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu.
3) Kebiasaan merokok Merokok dapat meningkatkan tekanan
darah. Hal ini dikarenakan di dalam kandungan nikotik yang
dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah.
4) Konsumsi garam berlebihan WHO merekomendasikan
konsumsi garam yang dapat mengurangi peningkatan
hipertensi. Kadar sodium yang 15 direkomendasikan adalah
tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6
gram) (H. Hadi Martono Kris Pranaka, 2014-2015).
5) Minum alkohol Ketika mengonsumsi alkohol secara
berlebihan akan menyebabkan peningkatan tekanan darah
yang tergolong parah karena dapat menyebabkan darah di
otak tersumbat dan menyebabkan stroke.
6) Minum kopi Satu cangkir kopi mengandung kafein 75-200
mg, dimana dalam satu cangkir kopi dapat meningkatakan
tekanan darah 5- 10 mmHg.
7) Kecemasan akan menimbulkan stimulus simpatis yang akan
meningkatkan frekuensi jantung, curah jantung dan
resistensi vaskuler, efek samping ini akan meningkatkan
tekanan darah. Kecemasan atau stress meningkatkan
tekanan darah sebesar 30 mmHg. Jika individu merasa
cemas pada masalah yang di hadapinya maka hipertensi
akan terjadi pada dirinya. Hal ini dikarenakan kecemasan
yang berulang-ulang akan mempengaruhi detak jantung
semakin cepat sehingga jantung memompa darah keseluruh
tubuh akan semakin cepat.
B. Intensitas Nyeri

1. Definisi nyeri

Nyeri merupakan masalah kesehatan yang komplek yang mengerakkan

seseorang untuk datang ke pelayanan kesehatan (Saurdana, 2015).Nyeri

merupakan suatu keadaan yang tidak enak membuat orang tertekan dan

menderita (Sari, 2016).

Nyeri merupakan sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman

emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan ketusakan jaringan

aktual maupun potensial (Yoga, 2016). Nyeri bersamaan proses penyakit,

beberapa pemerikasaan diagnostik, pembedahan dan pengobatan (Nurdin,

2013). Jenis-jenis nyeri ada nyeri akut dan nyeri kronis.

Nyeri akut atau sementara merupakan pengalaman emosional yang

tidak menyenangkan akibat kerusakan aktual atau potensial.Terjadi tiba-tiba

atau lambat dari itensitas ringan hingga berat yang akirnya dapat diantisipasi

atau di prediksi (Herdman, 2015).Nyeri kronis, berlangsung lebih lama dari

yang diharapkan nyeri kronis ini berupa hal yang bersifat kanker.Nyeri

kanker biasanya disebabkan oleh perkembangan tumor, berhubungan dengan

patologis, infeksi, toksin dari pengobatan, dan invasif (Potter & Perry, 2009).

Nyeri pada kanker berasal dari kerusakan jasmani akibat adanya kanker,

tekanan atau kerusakan jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan bisa

karena tarikan, jepitan dan metastase.Pada pasien kanker payudara nyeri

disebabkan karena peradangan, akibat kerusakan ujung saraf reseptor akibat

peradangan atau terjepitnya oleh pembengkaan (Kasih, 2015).Nyeri pada


pasien kanker juga dirasakan saat menjalankan kemoterapi karena

penggunaan zat kimia (Setiawan, 2015).

2. Tinjauan Fisiologis Nyeri

Reseptor nyeri disebut noiseptor yang merupakan ujung-ujung saraf

bebas, tidak bermielin atau sedikit bermielin dari neuron afferen.Nosiseptor

tersebar luas pada kulit dan mukosa dan terdapat pada struktur yang lebih

dalam, viseral, dinding arteri, hati dan kandung empedu.Noiseptor ini

memberikan respon yang terpilih terhadap stimulasi yang membahayakan

seperti kimia (histamin, aseticolin, substansi p, bradikinin, prostaglandin),

listrik, mekanik (Smeltzer & Bare, 2002).

Substansi kimia tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila

nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul implus saraf yang akan

di bawa oleh serabut saraf perifer yaitu serabut A–delta dan serabut C. Implus

saraf ini akan dibawa sepanjang serabut saraf sampai ke kornu dorsal medula

spinalis, menyebabkan pelepasan neurotransmiter (substansi P) yang

menyebabkan tranmisi sinopsis dari saraf perifer ke saraf traktus

spinotalamus. Otak mengelolah implus saraf timbul persepsi nyeri dan reflek

protektif terhadap nyeri.

Respon protektif terhadap nyeri secara fisiologis akan memproduksi

endogen untuk menghambat nyeri. Endogen terdiri dari endofin dan

enkefalin, substansi ini seperti morfin yang menghambat tranmisi influs nyeri

dengan memblok tranmisi implus ini diadalam otak dan medula spinalis

(Potter & Perry, 2009).


3. Terjadinya Nyeri pada Penderita Kanker

Penyebab utama nyeri adalah perkembangan penyakit dan efek samping

pengobatan (Meyers, 2012).Perkembangan penyakit dapat menyebabkan

nyeri pada tulang dan saraf, sedangkan pengobatan terkait efek samping,

seperti mukositis dan neuropati perifer, juga dapat menyebabkan nyeri pada

pasien kanker (Meyers, 2012).

Penderita kanker payudara merasakan beberapa tingkatan nyeri mulai

dari ringan sampai hebat, dari akut sampai kronik yang disebabkan oleh

kanker itu sendiri atau nyeri pasca pembedahan dimana pada penelitian

terbaru lainnya melaporkan kejadian 47 % (13% berat, 39 % sedang dan

ringan 48 %) nyeri pasca mastektomi 2-3 tahun setelah operasi (Fine, Burton,

& Passik, 2011).

Kemoterapi juga dapat menyebabkan nyeri saat pemasangan intrevena

dan nyeri pada abdomen saat pemasangan intraperitonium atau nyeri akibat

kemoterapi itu sendiri seperti mukositis, sakit kepala (Casasola, 2010) dan

terapi radiasi yang menyebabkan nyeri yang dirasakan panas didaerah kulit

yang terkena radiasi (Breastcancer Organization, 2015).

Nyeri yang disebabkan oleh kanker itu sendiri biasanya disebabkan oleh

2 hal yaitu (1) Tumor, nyeri bukanlah tanda yang biasanya muncul pada tahap

awal kanker payudara, tetapi tumor dapat menyebabkan nyeri karena tumor

menekan jaringan terdekat. (2) Penyebaran kanker ke bagian tubuh lain.

Nyeri yang disebabkan oleh kanker itu sendiri biasanya terjadi pada penderita
stadium lanjut karena sel kanker telah menyebar ke bagian lain tubuh.

Contohnya jika kanker telah bermetastase ke tulang, maka akan menyebabkan

nyeri pada punggung, pinggul dan tulang lainnya. Kanker yang telah

bermetastase ke otak akan menyebabkan sakit kepala. Jika kanker telah

menyebar ke kelenjar adrenal di ginjal, penderita akan merasakan nyeri

tumpul pada punggung pinggul dan tulang lainnya. Kanker yang telah

bermetastase ke otak akan menyebabkan sakit kepala. Jika kanker telah

menyebar ke kelenjar adrenal di ginjal, penderita akan merasakan nyeri

tumpul pada punggung. Jika menyebar ke hati , penderita akan merasakan

nyeri di bagian kanan atas abdomen

4. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Nyeri merupakan suatu keadaan yang kompleks dipengaruhi oleh faktor

fisiologis, spiritual, psikologis, dan budaya. Setiap individu mempunyai

pengalaman yang berbeda tentang nyeri, faktor-faktor yang mempengaruhi

nyeri adalah sebagai berikut:

1) Faktor Fisiologis

Faktor fisiologis yang mempengaruhi nyeri antara lain umur, jenis

kelamin, genetik (Sari, 2014).

a. Umur

Cara lansia berespon terhadap nyeri berbeda dengan cara berespon

orang yang berusia lebih muda (Smeltzer & Bare, 2002).

b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin, secara umum pria wanita tidak berbeda secara bermakna
dalam merespon terhadap nyeri. Beberapa kebudanyaan yang

mempengaruhi jenis kelamin misalnya seorang anak laki-laki tidak

boleh menangis sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam

situasi yang sama (Potter & Perry, 2009).

c. Genetik

Genetik mempunyai kemungkinan untuk batas ambang nyeri seseorang

atau toleransi seseorang terhadap nyeri.

2) Faktor Sosial

Faktor sosial yang mempengaruhi nyeri terdiri dari perhatian, pengalaman

nyeri sebelumnya, dukungan keluarga dan sosial.

a. Perhatian

Seseorang yang memfokuskan perhatiannya terhadap nyeri akan

mempengaruhi persepsinya.

b. Pengalaman nyeri sebelumnya

Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat dari banyak

kejadian nyeri selama rentang kehidupanya.

c. Dukungan keluarga dan social

Walaupun nyeri masih ada dukungan keluarga dan teman- temanya

dapat mengurangi nyeri yang dirasakan.

3) Faktor Spiritual

Spiritual membuat seseorang mencari tau makna atau nyeri yang

dirasakan, seperti mengapa nyeri ini terjadi pada dirinya, apa yang telah
dia lakukan selama ini, dan lain-lain (Potter & Perry, 2009).

4) Faktor Psikologis

Faktor psikologis yang mempengaruhi nyeri terdiri dari kecemasan

dan koping individu.

a. Kecemasan

Ansietas berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi

pasien terhadap nyeri. Misalnya pada pasien kanker payudara dimana

mengalami nyeri pinggang merasa takutbahwa nyeri tersebut

indikasi metastasis muda (Smeltzer & Bare, 2002).

b. Koping individu

Koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperlakukan

nyeri, seseorang mengontrol nyeri dengan lokus internal bahwa dirinya

sendiri mempunyai kemampuan mengontrol nyeri. Sebaliknya

seseorang yang menggunakan lokus eksternal bahwa faktor lain seperti

perawat yang bertanggungjawab terhadap nyeri yang dirasakan

(Potter & Perry, 2009).

5) Faktor Budaya

Budaya dan etnisitas mempunyai pengaruh bagaimana seseorang

merespon terhadap nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).

5. Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua yakni nyeri akut dan nyeri

kronis (Smeltzer & Bare, 2002):

1) NyeriAkut
Nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan

dengan cedera fisik.Nyeri akut mengindikasian bahwa krusakan atau

cedera telah terjadi.Hal ini menarik perhatian pada kenyataan bahwa nyeri

ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi

serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri.Jika kerusakan tidak lama

terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun

sejalan dengan terjadinya penyembuhan.nyeri akut terjadi kurang dari 3

bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri

yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan.

2) NyeriKronis

Nyeri kronis adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap

sepanjang suatu periode waktu.Nyeri ini berlangsung diluar waktu

penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan

penyebab atau cedera fisik. Nyeri kronis didefinisikan sebagai nyeri yang

berlangsung selama 3 bulan atau lebih, meskipun 3 bulan merupakan suatu

periode yang dapat berubah untuk membedakan nyeri akut dan

nyerikronis.

Tabel 2.1. Perbandingan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis Menurut Aryani, dkk
2009

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis


Pengalaman Status kejadian Status situasi, status
eksistensi
Sumber Sebab eksternal atau penyakit Tidak diketahui atau
dari dalam pengobatan terlalu
lama
Serangan Mendadak Bisa mendadak,
berkembang dan
terselubung
Waktu Sampai enam bulan Lebih dari enambulan
sampaibertahun-tahun
Pernyataan nyeri Daerah nyeri tidak diketahui Daerahnyeri sulit
dengan pasti dibedakan
instensitasnya,
sehingga sulit
dievaluasi (perubahan
perasaan)
Gejala-gejala klinis Pola respon yang khas Pola respons yang
dengan gejala yang lebihjelas bervariasi, sedikit
gejala-gejala (adaptasi)
Pola Terbatas Berlangsung terus
sehingga dapat
bervariasi
Perjalanan Biasanya berkurang setelah Penderitaan
beberapa saat meningkat setelah
beberapasaat

6. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang

dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan

individual dan kemungkinan nyeri dalam intesitas yang sama dirasakan

sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda (Tamsuri, 2007).

Menurut Smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :

1) Skala Intensitas Nyeri Deskritif


Gambar 2.1

2) Skala Identitas Nyeri Numeric

Gambar 2.2

3) Skala Analog Visual

Gambar 2.3

4) Skala Nyeri Menurut Bourbanis

Gambar 2.4
Keterangan :

1 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan ; Secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang ; Secara obyektif klien mendesis, menyeringai,

dapatmenunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti

perintah dengan baik.

7-10 : Nyeri berat ; Secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi

nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi

nafas panjang dan distraksi,Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,

memukul.

7. Penatalaksanaan Nyeri

Penanganan nyeri ada farmakologi dan ada non farmokologi.

1) Farmakologi

a. Analgesik Narkotika

Opiot merupakan obat yang paling umum untuk mengatasi nyeri

pada pasien.

b. Analgesik Lokal

Analgesik lokal bekerja dengan memblokade kondusi saraf saat

diberiakn langsung ke serabut saraf.

c. Analgesik yang dikontrol Pasien

Analgesik yang dikontrol klien terdiri dari infus yang diisi narkotik

sesuai resep, ini dipakai pada pasien kanker.


d. Obat-obat non steroid (NSAIDs)

Obat yang termasuk menghambat agregasi platelet, contoh asam

menfenamat, ketorolac (Nurmayanti, 2015).

2) Non farmakologi

Ada beberapa penanganan nyeri secara non farmakologi yaitu:

a. Distraksi

Memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain nyeri. Misalnya

dengan mendengarkan musik dapat menurunkan intensitas nyeri

pada penderita kanker payudara (Endarto, 2014).

b. Relaksasi

Terdiri atas nafas abdomen atau bernafas dengan tenang, teratur,

dengan frekuensi lambat (calm breath).

c. Hipnosis

Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah

analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut maupun nyeri kronis.

Dengan hipnoterapi meningkatkan kadar endorphirn dalam tubuh,

sehingga membuat rilek dan tenang menurunkan nyeri (Dewi, 2013).

d. Bimbingan Spiritual

Bimbingan spiritual doa, dzikir dimanfaatkan untuk menurunkan

nyeri pada pasien kanker. Implementasi asuhan keperawatan dengan

menajemen nyeri non farmakologis diantaranya adalah dengan dzikir

mendekatkan diri kepada Tuhan.

C. Relaksasi Otot Progresif


1. Pengertian Relaksasi Otot Progresif

Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan

stress yang memberikan individu kontrol diri ketika tidak merasa nyaman,

stress fisik, dan emosi. Relaksasi merupakan suatu kondisi istirahat pada

aspek fisik dan mental individu, sementara aspek bawah sadar tetap

bekerja.Dalam keadaan relaksasi seluruh tubuh dalam keadaan seimbang,

keadaan tenang tapi tidak tertidur dan seluruh otot dalam keadaan rileks dan

posisi tubuh yang nyaman (Davis dkk, 1995).

Mengurangi ketegangan otot merupakan komponen dari terapi

komplementer yang digunakan untuk menurunkan angka kecemasan dan

memberikan kenyamanan. Sebagai contoh, relaksasi otot sering menjadi

bagian dari guided imagery. Banyak teknik yang ditawarkan untuk

memberikan relaksasi otot.Salah satu yang sering digunakan adalah

Progressive Muscle Relaxation yang diperkenalkan oleh Edmund Jacobson

pada tahun 1938.

Relaksasi otot memberikan sensasi kesadaran terhadap otot dan

ketegangan yang ada pada diri individu dan menurunkan ketegangan

tersebut.Kesadaran tersebut dapat dicapai dengan menegangkan otot-otot dan

merelakskannya dengan fokus terhadap otot tersebut dan membayangkan otot

tersebut bebas dari ketegangan yang dirasakan (Maghritah dkk, 2015).

Relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik untuk mengurangi

ketegangan otot dengan proses yang simpel dan sistematis dalam

menegangkan sekelompok otot kemudian merilekskannya kembali. Ketika


otot tubuh terasa tegang, kita akan merasakan ketidaknyamanan, seperti sakit

pada leher, punggung belakang, serta ketegangan pada otot wajahpun akan

berdampak pada sakit kepala. Jika ketegangan otot ini dibiarkan akan

menganggu aktivitas dan keseimbangan tubuh seseorang (Rochmawati,

2015).

Relaksasi otot progresifmerupakan kombinasi latihan pernafasan yang

terkontrol dengan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot. Kegiatan

ini menciptakan sensasi dalam melepaskan ketidaknyamanan dan stress

(Potter dan Perry, 2005). Dengan melakukan tindakan relaksasi otot

progresifsecara berkelanjutan, seorang individu dapat merasakan relaksasi

otot pada berbagai kelompok otot yang diinginkan.

Menurut Herodes (2010), teknik relaksasi otot progresif adalah teknik

relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi, ketekunan, atau

sugesti. Berdasrkan keyakinan bahwa tubuh manusia berespon pada

kecemasan dan kejadian yang merangsang pikiran dengan ketegangan otot.

Teknik relaksasi otot progresif memusatkan perhatian pada suatu

aktivitas otot dengan mengidentifikasi otot yang tegang kemudian

menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi untuk

mendapatkan perasaan relaks (Herodes,2010). Teknik relaksasi otot progresif

merupakan suatu terapi yang diberikan kepada klien dengan menegangkan

otot-otot tertentu daan kemudian relaksasi.

2. Manfaat Relaksasi OtotProgresif

Relaksasi otot progresif memberikan hasil yang memuaskan dalam


program terapi terhadap ketegangan otot, menurunkan kecemasan,

memfasilitasi tidur, depresi, mengurangi kelelahan, kram otot, nyeri pada

leher dan pungung, menurunkan tekanan darah tinggi, fobia ringan, serta

meningkatkan konsentrasi (Davis, 1995). Target yang tepat dan jelas dalam

memberikan terapi relaksasi otot progresif ada keadaan yang memiliki respon

ketegangan otot yang cukup tinggi dan membuat tidak nyaman sehingga

dapat menggangu kegiatan sehari-hari.Relaksasi otot progresif menurunkan

konsumsi oksigen tubuh, metabolisme tubuh, frekuensi nafas, ketegangan

otot, kontraksi ventrikel yang tidak sempurna, tekanan darah sistolik dan

diastolik, dan meningkatkan gelombang alpha otak.

3. Prinsip Kerja Relaksasi Ototprogresif

Dalam melakukan relaksasi otot progresif hal yang penting dikenali

adalah tegangan otot ketika otot berkontraksi (tegang) maka rangsangan akan

disampaikan ke otot melalui jalur saraf aferent. Tension merupakan kontraksi

dari serat otot rangka yang menghasilkan sensasi tegangan.Relaksasi adalah

pemanjangan dari serat serat otot tersebut yang dapat menghilangkan sensasi

ketegangan setelah memahami dalam mengidentifikasi sensasi tegang,

kemudian dilanjutkan dengan merasakan relaks. Ini merupakan sebuah

prosedur umum untuk mengidentifikasi lokalisasi ketegangan, relaksasi dan

merasakan perbedaan antara keadaan tegang (tension) dan relaksasi yang

akan diterapkan pada semua kelompok otot utama. Dengan demikian, dalam

relaksasi otot progresif diajarkan untuk mengendalikan otot-otot rangka

sehingga memungkinkan setiap bagian merasakan sensasi tegang dan relaks


secara sistematis (Lestari, 2018).

4. Mekanisme Fisiologi Relaksasi Otot Progresif dalam MengatasiNyeri

Kontraksi dari serat otot rangka mengarah kepada sensasi dari tegangan

otot yang merupakan hasil dari interaksi yang kompleks dari sistem saraf

pusat dan sistem saraf tetapi dengan otot dan sistem otot rangka.Dalam hal

ini, saraf pusat melibatkan sistem saraf simpatis dan sistem saraf

parasimpatis.Beberapa organ dipengaruhi oleh kedua sistem saraf

ini.Walaupun demikian, terdapat perbedaan antara efek sistem saraf simpatis

dan para simpatis yang berasal dari otak dan saraf tulang belakang.Antara

simpatik dan para simpatik bekerja saling timbal balik.Aktifasi dari sistem

saraf simpatik disebut juga erotropic atau respon figh or flightdimana organ

diaktifitas untuk keadaan stress.Responini memerlukan energi yang cepat,

sehingga hati lebih banyak melepaskan glukosa untuk menjadi bahan bakar

otot sehingga metabolisme juga meningkatkan.Efek dari saraf simpatis, yaitu

meningkatkan denyut nadi, tekanan darah, hiperglikemia, dan dilatasi pupil,

pernafasan meningkatkan, serta otot menjadi tegang (Widyastuti, 2013).

Aktivitas dari sistem saraf parasimpatis disebut juga trophotropic yang

dapat menyebabkan perasaan ingin istirahat, dan perbaikan fisik tubuh.aktivas

ini merupakan dasar yang disebut Benson (1972 dalam Condrad dan Roth,

2007) yaitu respon relaksasi.Respon parasimpatik meliputi penurunan denyut

nadi dan tekanan darah serta meningkatkan aliran darah.Oleh sebab itu

melalui latihan relaksasi dapat memunculkan respon relaksasi sehingga dapat

mencapai keadaantenang.
5. Syarat dilakukan Terapi Relaksasi OtotProgresif

Melakukan latihan ditempat yang tenang, sendirian, tanpa atau

menggunnakan audio untuk membantu konsentrasi pada kelompokotot,

melepaskan sepatu dan pakaian yang tebal, hindari makan dan minum yang

terbbaik dalam melakukan latihan sebelum makan, jangan terlalu

menegangkan otot berlebihan karena dapat melukai diri sendiri, dibutuhkan

waktu sekitar 20-50 detik untuk membuat otot-otot relaks, perhatikan posisi

tubuh, lebih nyaman dengan mata tertutup. Hindari dengan posisi berdiri,

menegakkan kelompok otot dua kali tegangan, melakukan pada bagian kanan

tubuh dua kali, kemudian bagian kiri dua kali, memeriksan apakah klien

benar- benar relaks, terus-menerus memberikan instruksi, memberikan

instruksi tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat, latihan membutuhkan

waktu selama 15 sampai 20 menit dan dilakukan latihan 5 – 20 kalilatiahan.

6. Pelaksanaan Teknik Relaksasi OtotProgresif

Berdasarkan (Davis, 1995) Relaksasi otot progresif memberikan cara

dalam mengidentifikasi otot dan kumpulan otot tertentu serta membedakan

antara perasaan tegang dan relaks. Terdapat 10 kelompok utama dalam

relaksasi otot progresif yang meliputi (1) kelompok otot pergelangan tangan,

(2) kelompok otot lengan bawah, (3) kelompok otot siku dan lengan atas, (4)

kelompok otot bahu, (5) kelompok otot kepala dan leher, (6) kelompok otot

wajah(bibir, dahi, rahang) (7) kelompok otot punggung, (8) kelompok otot

dada, (9), kelompok otot perut, (10) kelompok otot kaki dan paha.

Relaksasi dilakukan secara bertahap dan dipraktekkan dengan berbaring


atau duduk di kursi dengan kepala ditopang dengan bantal.Setiap kelompok

otot ditegangangkan selama 5-7 detik dan direlaksasikan selama 10 -20

detik.Prosedur ini diulang paling tidak satu kali. Petunjuk relaksasi progresif

dibagi dalam dua bagian, yaitu bagian pertama dengan mengulang kembali

pada saat praktek sehingga lebih mengenali bagian otot tubuh yang paling

sering tegang, dan bagian kedua dengan prosedur singkat untuk menegangkan

merilekskan beberapa otot secara simultan sehingga relaksasi otot dapat

dicapai dalam waktu singkat. Waktu yang diperlukan untuk melakukan

relaksasi otot progresif sehingga dapat menimbulkan efek yang maksimal

adalah selama satu sampai dua minggu dan dilaksanakan selama satu sampai

dua kali 15 menit per hari (Davis,1995).

Adapun urutan pelaksanaannya adalah sebagai berikut:

1. Kelompok otot pergelangantangan

a. Rentangkan lengan dan kepalkan kedua telapak tangan anda dengan

kencang, sekuat dan semampu yang anda bisa. Rasakan ketegangan

pada kedua pergelangan tangan anda selama 5-7detik.

b. Lepaskan kepalan tangan anda dan rasakan tangan anda menjadi

lemas dan semua ketegangan pada tangan anda menjadi hilang.

Rasakan hal tersebut selama 10-20 detik.

c. Ulangi lagi gerakan menegangkan dan melemaskan otot tangan anda.

Rasakan pergelangan tangan anda menjadi semakin lemas.

2. Kelompok otot lenganbawah

a. Tekuklah kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan sekuat


dan semampu yang anda bisa. Sehingga otot-otot di tangan bagian

belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari terbuka menghadap

ke langit-langit. Rasakan ketegangan pada bagian lengan bawah

selama 5-7detik.

b. Lemaskan dan luruskan kembali tangan bagian bawah anda pada

posisi yang nyaman. Rasakan lengan bawah dan telapak tangan anda

menjadi lemas dan seya ketegangan hilang. Rasakan hal tersebut

selama 10-20detik.

c. Ulangi lagi gerakan menegangkan dan melemaskan otot lengan

bawah anda, rasakan perbedaan pada saat tegang dan lemas serta

rasakan lengan bawah anda menjadi semakinlemas.

3. Kelompok otot siku dan lenganatas

a. Genggamlah kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian

bawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot-otot lengan atas terasa

kencang dan tegang. Lakukanlah sebisa dan semampu anda.

Lakukan selama 5-7detik.

b. Luruskan siku dan jari-jari anda, rasakan lengan atas anda menjadi

lemas dan ketegangan pada lengan atas sudah hilang. Rasakan hal

tersebut 10-20 detik.

c. Ulangi lagi gerakan menegangkan otot siku dan lengan atas anda,

rasakan perbedaan antara saat tegang dan lemas serta rasakan otot

siku dan lengan atas semakinlemas.

4. Kelompok ototbahu
a. Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahu akan

dibawa menyentuh kedua telinga. Rasakan ketegangan pada bahu

selama 5-7detik.

b. Lemaskan bahu anda hingga semua ketegangan pada bahu anda tadi

hilang.

Rasakan hal tersebut selama 10-20 detik.

c. Ulangi gerakan tersebut dan rasakan otot bahu anda semakin lemas.

5. Kelompok otot kepala dan leher

a. Tekuk leher dan kepala anda ke belakang hingga menekan bantal,

rasakan ketegangan pada leher dan kepala bagian belakang. Rasakan

ketegangannya selama 5-7detik

b. Lemaskan dan luruskan kepada dan leher anda hingga semua

ketegangan pada kepala dan leher anda hilang. Lakukan dalam 10-

20detik.

c. Ulangi gerakan dan rasakan otot tersebut menjadi sangat lemas

d. Tekuk leher dan kepala anda ke depan hingga menyentuh dada,

rasakan ketegangan pada leher dan kepala bagian depan selama 5-

7detik.

e. Lemaskan dan luruskan kepala dan leher anda hingga semua

ketegangan pada kepala dan leher anda hilang, rasakan dalam 10-

20detik.

f. Ulangi gerakan dan rasakan otot semakin lemas

6. Kelompok ototwajah
a. Kerutkan dahi anda ke atas dan rasakan ketegangan pada dahi anda

selama 5-7detik

b. Lemaskan dahi anda sehingga ketegangan pada dahi anda akan

hilang, rasakan hal ini selama 10-20detik.

c. Ulangi gerakan tersebut dan rasakan dahi anda semakinlemas.

d. Tutup mata anda sekuat dan semampu yang anda bisa, rasakan

ketegangan pada mata selama 5-7detik.

e. Lemaskan mata perlahan-lahan dan hilangkan ketegangannya selama

10-20 detik.

f. Ualngi gerakan menegangkan mata dan melemaskannya dan rasakan

mata semakinlemas.

g. Katupkan rahang dan gigi anda secara bersamaan sekuat dan

semampu yang anda bisa, rasakan ketegangannya selama 5-7detik.

h. Lemaskan rahang anda dan hilangkan ketegangannya perlahan-lahan

dan rasakan dalam 10-20detik.

i. Ulangi gerakan tersebut hingga anda merasakan rahang anda

semakinlemas.

j. Monyongkan bibir anda ke depan sekuat dan semampu yang anda

bisa, rasakan ketegangan selama 5-7detik.

k. Lemaskan bibir dan hilangkan ketegangan pada bibir selama 10-

20detik.

l. Ulangi gerakan dan rasakan bibir semakinlemas.

7. Kelompok ototpunggung
a. Jika anda dalam posisi tidur, maka bangunlah dan jadikan posisi

anda duduk di tempat tidur. Lengkungkan punggung dan busungkan

dada sekuat dan semampu yang anda bisa, rasakan ketegangan pada

punggung selama 5-7 detik.

b. Lemaskan punggung anda sehingga ketegangannya hilang dan

rasakan melemasnya punggung 10-20detik.

c. Ulangi gerakan dan rasakan lemasnya punggunganda.

8. Kelompok ototdada

a. Tarik nafas dalam dan tahan semampu anda. Rasakan ketegangan

pada dada selama 5-7detik.

b. Lemaskan otot dada sambil mengeluarkan nafas secara perlahan-

lahan rasakan hilangnya ketegangan pada dada dalam 10-20detik.

c. Ualngi gerakan kembali dan rasakan dada semakinlemas.

9. Kelompok ototperut

a. Tarik perut ke bagian dalam dan bernafaslah secara perlahan-lahan,

rasakan ketegangan pada perut selama 5-7detik.

b. Lemaskan otot perut, dan hilang kan ketegangan serta rasakan

melemasnya otot perut dalam 10-20detik.

c. Ulangi gerakan dan rasakan otot perut yang semakinlemas

10. Kelompok otot kaki danpaha

a. Tekuk telapak kaki ke arah atas, tekuk sebisa mungkin, dan rasakan

ketegangannya selama 5-7detik.

b. Lemaskan otot-otot kaki dan paha, hilangkan ketegangannya dan


rasakan selama 10-20detik.

c. Ulangi gerakan dan rasakan kaki dan paha semakinlemas.

d. Tekuk telapak kaki ke arah bawah, sehingga otot betis menjadi

tegang, rasakan ketegangannya selama 5-7detik.

e. Hilangkan ketegangan perlahan-lahan dan rasakan otot tersebut

lemas selama 10-20detik.


BAB III

METODE PENULISAN

A. Rancangan Solusi yang Ditawarkan

Dalam mengatasi permasalahan diatas maka akan dilakukan desain inovatif

berupa study kasus dua pasien, kedua pasien tersebut akan diukur skala nyeri

dengan kuesioner Numerical Rating Scale (NRS). Pada pasien pertama akan

diberikan intervensi relaksasi otot progresif, sedangkan pasien kedua sebagai

kontrol yang tidak diberi intervensi relaksasi otot progresif. Kemudian akan

dinilai perubahan intensitas nyeri dari masing-masing pasien, kemudian dilakukan

analisa.

B. Target dan Luaran

Target yang akan mendapatkan perlakuan intervensi pada deskripsi kasus

ini yaitu klien hipertensi yang diberikan intervensi relaksasi otot progresif.

Luaran dari deskripsi kasus ini yaitu untuk mengetahui pengaruh intervensi

relaksasi otot progresif terhadap intensitas nyeri pada klien hipertensi yang

dilakukan berdasarkan evidence based practice.

C. Prosedur Pelaksanaan

1. Tahap Awal

Memilih pasien untuk dijadikan responden berdasarkan kriteria inklusi ya

itu; pasien kanker, usia> 18 tahun, memiliki skala nyeri 1-3, tidak memiliki g
angguan neuromuscular, dapat mengikuti gerakan relaksasi otot progresif, ma

mpu berkomunikasi dengan baik.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pra Intervensi

1) Melakukan kontrak waktu

2) Memberikan kesempatan bertanya

3) Mengukur skala nyeri

b. Tahap Intervensi

Gerakan relaksasi otot proresif dilakukan sebanyak 1 kali sehari dalam 2

hari.

Kelompok otot pergelangantangan

1) Rentangkan lengan dan kepalkan kedua telapak tangan anda

dengan kencang, sekuat dan semampu yang anda bisa. Rasakan

ketegangan pada kedua pergelangan tangan anda selama 5-7detik.

2) Lepaskan kepalan tangan anda dan rasakan tangan anda menjadi

lemas dan semua ketegangan pada tangan anda menjadi hilang.

Rasakan hal tersebut selama 10-20 detik.

3) Ulangi lagi gerakan menegangkan dan melemaskan otot tangan

anda.

4) Rasakan pergelangan tangan anda menjadi semakin lemas.

Kelompok otot lengan bawah

1) Tekuklah kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan


sekuat dan semampu yang anda bisa. Sehingga otot-otot di tangan

bagian belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari terbuka

menghadap ke langit-langit. Rasakan ketegangan pada bagian

lengan bawah selama 5-7detik.

2) Lemaskan dan luruskan kembali tangan bagian bawah anda pada

posisi yang nyaman. Rasakan lengan bawah dan telapak tangan anda

menjadi lemas dan seya ketegangan hilang. Rasakan hal tersebut

selama 10-20detik.

3) Ulangi lagi gerakan menegangkan dan melemaskan otot lengan

bawah anda, rasakan perbedaan pada saat tegang dan lemas serta

rasakan lengan bawah anda menjadi semakin lemas.

Kelompok otot siku dan lengan atas

1) Genggamlah kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian

bawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot-otot lengan atas terasa

kencang dan tegang. Lakukanlah sebisa dan semampu anda.

Lakukan selama 5-7detik.

2) Luruskan siku dan jari-jari anda, rasakan lengan atas anda menjadi

lemas dan ketegangan pada lengan atas sudah hilang. Rasakan hal

tersebut 10-20 detik.

3) Ulangi lagi gerakan menegangkan otot siku dan lengan atas anda,

rasakan perbedaan antara saat tegang dan lemas serta rasakan otot

siku dan lengan atas semakin lemas.


Kelompok otot bahu

1) Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahu akan

dibawa menyentuh kedua telinga. Rasakan ketegangan pada bahu

selama 5-7detik.

2) Lemaskanbahuandahinggasemuaketeganganpadabahuandatadihil

ang.

3) Rasakan hal tersebut selama 10-20 detik

4) Ulangi gerakan tersebut dan rasakan otot bahu anda

semakinlemas.

Kelompok otot kepala dan leher

1) Tekuk leher dan kepala anda ke belakang hingga menekan bantal,

rasakan ketegangan pada leher dan kepala bagian belakang.

Rasakan ketegangannya selama 5-7detik

2) Lemaskan dan luruskan kepada dan leher anda hingga semua

ketegangan pada kepala dan leher anda hilang. Lakukan dalam

10-20detik.

3) Ulangi gerakan dan rasakan otot tersebut menjadi sangat lemas

4) Tekuk leher dan kepala anda ke depan hingga menyentuh dada,

rasakan ketegangan pada leher dan kepala bagian depan selama

5-7detik.

5) Lemaskan dan luruskan kepala dan leher anda hingga semua

ketegangan pada kepala dan leher anda hilang, rasakan dalam 10-

20detik.
6) Ulangi gerakan dan rasakan otot semakin lemas.

Kelompok otot wajah

1) Kerutkan dahi anda ke atas dan rasakan ketegangan pada dahi

anda selama 5-7detik

2) Lemaskan dahi anda sehingga ketegangan pada dahi anda

akanhilang, rasakan hal ini selama 10-20detik.

3) Ulangi gerakan tersebut dan rasakan dahi anda semakinlemas.

4) Tutup mata anda sekuat dan semampu yang anda bisa, rasakan

ketegangan pada mata selama 5-7detik.

5) Lemaskan mata perlahan-lahan dan hilangkan ketegangannya

selama 10-20 detik.

6) Ulangi gerakan menegangkan mata dan melemaskannya dan

rasakan mata semakinlemas.

7) Katupkan rahang dan gigi anda secara bersamaan sekuat dan

semampu yang anda bisa, rasakan ketegangannya selama 5-7detik.

8) Lemaskan rahang anda dan hilangkan ketegangannya perlahan-

lahan dan rasakan dalam 10-20detik.

9) Ulangi gerakan tersebut hingga anda merasakan rahang anda

semakinlemas.

10) Monyongkan bibir anda ke depan sekuat dan semampu yang anda

bisa, rasakan ketegangan selama 5-7detik.

11) Lemaskan bibir dan hilangkan ketegangan pada bibir selama 10-

20detik.
12) Ulangi gerakan dan rasakan bibir semakinlemas.

Kelompok otot punggung

1) Jika anda dalam posisi tidur, maka bangunlah dan jadikan posisi

anda duduk di tempat tidur. Lengkungkan punggung dan

busungkan dada sekuat dan semampu yang anda bisa, rasakan

ketegangan pada punggung selama 5-7 detik.

2) Lemaskan punggung anda sehingga ketegangannya hilang dan

rasakan melemasnya punggung 10-20detik.

3) Ulangi gerakan dan rasakan lemasnya punggun ganda.

Kelompok otot dada

1) Tarik nafas dalam dan tahan semampu anda. Rasakan ketegangan

pada dada selama 5-7detik.

2) Lemaskan otot dada sambil mengeluarkan nafas secara perlahan-

lahan rasakan hilangnya ketegangan pada dada dalam 10-20detik.

3) Ulangi gerakan kembali dan rasakan dada semakinlemas.

Kelompok otot perut

1) Tarik perut ke bagian dalam dan bernafaslah secara perlahan-lahan,

rasakan ketegangan pada perut selama 5-7detik.

2) Lemaskan otot perut, dan hilang kan ketegangan serta rasakan

melemasnya otot perut dalam 10-20detik.

3) Ulangi gerakan dan rasakan otot perut yang semakinlemas

Kelompok otot kaki danpaha

1) Tekuk telapak kaki ke arah atas, tekuk sebisa mungkin, dan rasakan
ketegangannya selama 5-7detik.

2) Lemaskan otot-otot kaki dan paha, hilangkan ketegangannya dan

rasakan selama 10-20detik.

3) Ulangi gerakan dan rasakan kaki dan paha semakinlemas.

4) Tekuk telapak kaki ke arah bawah, sehingga otot betis menjadi

tegang, rasakan ketegangannya selama 5-7detik.

5) Hilangkan ketegangan perlahan-lahan dan rasakan otot tersebut

lemas selama 10-20detik.

c. Setelah Intervensi

Mengukur skala nyeri


Daftar Pustaka

Anggara, F.H.D., & Prayitno, N. (2013).Faktor-Faktor Yang Berhubungan


Dengan Tekanan Darah di Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat
Tahun 2012. Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat STIKES MH.
Thamrin. Jakarta. Jurnal Ilmiah Kesehatan. 5 (1) : 20-25.

A Potter, & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,


Proses, Dan Praktik, edisi 4, Volume.2. Jakarta: EGC.

Afroh F, Judha M, Sudarti. 2012. Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri

American Cancer Society. 2015. Breast Cancer Fact & Figure 2015-2016.
Atlanta : American Cancer Society

Astuti A. et al. Belitung Nursing Jurnal 2017 August;3 (4): 383-389 accepted: 19
June 2017

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen


klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika.

Brunner & Suddarth, 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8.
Jakarta : EGC

Buckman. (2010). Apa yang Anda Ketahui Tentang Tekanan Darah Tinggi.
Yogyakarta: Citra Aji Parama.

Casasola., Leon O.A.de. (2010). Cancer Pain:Pharmacologi, Interventional, and


Plliative Approaches.Saunder Elsevier: New York

Davis, K dan Newstrom.(1995). Perilaku dalam Organisasi.Erlangga : Jakarta.

Fine, Burton & Passik.(2011).Transformation of Acute Cancer Pain to Chronic


Cancer Pain Syndromes.The Journal of Supportive Oncology.Hal 1-7
Herdman, T . H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis KeperawatanDefinisi &
Klasifikasi2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.

Herodes.2010. Teknik Relaksasi Progresif Terhadap Insomnia Pada


Lansia.http://herodessolution.blogspot.com/2010/11/teknik-relaksasi-
progresif terhadap.Html, diakses pada tanggal 20 Januari 2014.

Irianto, Koes. (2014). Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular,


Panduan Klinis. Bandung: Alfa Beta.

Majid, Abdul, et al. (2011). Keperawatan Perioperatif. Edisi 1. Yogyakarta:


Goysen Publishing.

Mulyadi, M., Supratman, S. K. M., & Yulian, V. (2016). Efektifitas Relaksasi


Napas Dalam Pada Pasien Hipertensi Dengan Gejala Nyeri Kepala Di
Puskesmas Baki Sukoharjo (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Surakarta).

Nurdin, Suhartini. (2013), Pengaruh Tehnik Relaksasi Terhadap Intesitas Nyeri


pada Pasien Post Operasi Fraktur Di Ruang Irnina A BLU RSUP Prf Dr.
R.D Kandou Manado, ejournal keperawatan (e-Kp) Volume 1. Nomor 1.

Nurman, M. (2017).Efektifitas antara Terapi Relaksasi Otot Progresif dan Teknik


Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Penderita
Hipertensi di Desa Pulau Birandang Wilayah Kerja Puskesmas Kampar
Timur Tahun 2017. Jurnal Ners, 1(2).

Potter & Perry.( 2005 ). Buku Ajar fundamental Keperawatan : konsep, Proses,
dan praktik. Edisi 4.Jakarta : EGC.

A. Price, Sylvia. (2006). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit.


Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh
Agung Waluyo…(dkk), EGC, Jakarta.

Tamsuri A.(2007).Konsep Dan penatalaksanaan nyeri . Jakarta : EGC

WHO.World Health Organization.2009;1–3.

Anda mungkin juga menyukai