Anda di halaman 1dari 45

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan masalah yang besar, sering dan cenderung

meningkat dimasa yang akan datang karena keganasannya yang tinggi berupa

kecacatan permanen dan kematian mendadak. Hipertensi pada sebagian besar

kasus, tidak menunjukkan gejala apa pun hingga pada suatu hari hipertensi

menjadi stroke dan serangan jantung yang menjadikan penderita meninggal.

Gejala dini hipertensi yang paling menonjol ialah sakit kepala di daerah kepala

bagian belakang yang sering terjadi pada pagi hari. Dari gejala tersebut muncul

salah satu masalah keperawatan yaitu Nyeri Akut.

Menurut data WHO bulan September 2011, disebutkan bahwa hipertensi

menyebabkan 8 juta kematian per tahun di seluruh dunia dan 1,5 juta kematian per

tahun di wilayah Asia Tenggara (Naurima, 2012).

Hipertensi di Indonesia merupakan masalah nasional yang serius sehingga

perlu upaya pencegahan pada tingkat pelayanan kesehatan terbawah yaitu Pusat

Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

Balitbang tahun 2013 menunjukkan prevalensi hipertensi terjadi penurunan dari

31,7 persen tahun 2007 menjadi 25,8 persen tahun 2013 (Riskesdas, 2013 dalam

Heni, 2014).

Berdasarkan data di ruang Teratai RSU Dr. H. Koesnadi dari Januari

sampai Desember tahun 2016 jumlah penderita Hipertensi sebanyak 228 orang.

1
2

Menurut Nurrrahmani (2011) banyak pasien dengan hipertensi tidak

mempunyai tanda – tanda yang menunjukkan tekanan darah meninggi dan hanya

akan mendeteksi pada saat pemeriksaan fisik. Gejala hipertensi yaitu pusing,

palpitasi (berdebar - debar), mudah lelah dan sakit kepala di tengkuk merupakan

ciri yang sering terjadi hipertensi berat hipertensi. Pada hipertensi penyebab nyeri

kepala adalah terjadi sesitisasi perifer terhadap nosiseptor, sedang yang jenis

kronik berlaku sensitisasi sentral. Proses kontraksi otot sefalik secara involunter,

berkurangnya supraspinal descending pain inhibitory activity, dan

hipersensitivitas supraspinal terhadap stimuli nosiseptif amat berperan terhadap

timbulnya nyeri. Semua nilai ambang pressure pain detection, thermal &

electrical detection stimuli akan menurun di sefalik maupun ekstrasefalik

(Widjaja, 2011 dalam Lestari 2013).

Menurut Herdman (2015) nyeri akut adalah pengalaman sensori dan

emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan actual

atau potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan (international

association for the studi of pain ; awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas

ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi. Nyeri

kepala pada penderita hipertensi harus segera ditangani, karena nyeri menurut

maslow merupakan salah satu kebutuhan fisiologis yang harus segera ditangani

apabila tidak segera ditangani dapat menimbulkan masalah keperawatan yang

lainnya seperti gangguan pola tidur, gangguan mobilitas fisik, dan masalah

perawatan diri (Potter, 2006).

Berdasarkan teori NIC (Nursing Interventions Classification), upaya yang

dapat dilakukan untuk mencegah hipertensi dengan Nyeri Akut yaitu dengan cara
3

manajemen nyeri: lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor

pencetus, dan observasi adanya petunjuk non verbal mengenai ketidaknyamanan

terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif. Pemijatan:

pijat secara terus menerus, dan usapan yang panjang, intruksikan pasien untuk

beristirahat pada saat pijat sudah diselesaikan. Manajemen lingkungan;

kenyamanan: sediakan lingkungan yang aman dan bersih, sesuaikan suhu ruangan

yang paling menyamankan individu, ciptakan lingkungan yang tenang dan

mendukung, dan monitor kulit terutama daerah tonjolan tubuh terhadap adanya

tanda-tanda tekanan atau iritasi. Terapi relaksasi: dorong klien untuk mengambil

posisi yang nyaman dengan pakaian longgar dan mata tertutup, dapatkan perilaku

yang menunjukkan terjadinya relaksasi, dan dorong kontrol sendiri ketika

relaksasi dilakukan. Pengalihan: motivasi individu untuk memilih teknik

pengalihan yang diinginkan contohnya: musik, terlibat dalam percakapan atau

menceritakan dengan rinci sebuah cerita, berfokus pada objek netral, latihan

pernafasan dalam, ajarkan pasien mengenal manfaat merangsang berbagai indera

(contohnya: musik, berhitung, televisi, membaca, video/game genggam, atau

teknologi realitas maya). (M. Bulechek et al, 2013)

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik melakukan asuhan

keperawatan dalam bentuk karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan

klien yang mengalami Hipertensi dengan Nyeri Akut di Ruang Teratai RSU dr. H.

Koesnadi Bondowoso” .
4

1.2 Batasan Masalah

Asuhan Keperawatan Klien yang mengalami Hipertensi dengan Nyeri

Akut di ruang Teratai RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso.

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada Klien yang mengalami Hipertensi

dengan Nyeri Akut di ruang Teratai RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Melaksanakan asuhan keperawatan pada Klien yang mengalami

Hipertensi dengan Nyeri Akut di ruang Teratai RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso.

1.4.2 Tujuan Khusus

1.4.2.1 Melakukan pengkajian keperawatan pada Klien yang mengalami

Hipertensi dengan Nyeri Akut di ruang Teratai RSU dr. H. Koesnadi

Bondowoso.

1.4.2.2 Menetapkan diagnosis keperawatan pada Klien yang mengalami

Hipertensi dengan Nyeri Akut di ruang Teratai RSU dr. H. Koesnadi

Bondowoso.

1.4.2.3 Menyusun perencanaan keperawatan pada Klien yang mengalami

Hipertensi dengan Nyeri Akut di ruang Teratai RSU dr. H. Koesnadi

Bondowoso.
5

1.4.2.4 Melaksanakan tindakan keperawatan pada Klien yang mengalami

Hipertensi dengan Nyeri Akut di ruang Teratai RSU dr. H. Koesnadi

Bondowoso.

1.4.2.5 Melakukan evaluasi pada Klien yang mengalami Hipertensi dengan

Nyeri Akut di ruang Teratai RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Sebagai bentuk penerapan konsep pengetahuan ilmu keperawatan atau

teori dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah sistem kardiovaskuler

tentang asuhan keperawatan Hipertensi dengan Nyeri Akut.

1.5.2 Manfaat Praktis

1.5.2.1 Manfaat bagi Rumah Sakit

Membantu pihak rumah sakit dalam proses perawatan pada klien yang

mengalami Hipertensi dengan nyeri akut secara professional.

1.5.2.2 Manfaat bagi Perawat

Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada klien yang mengalami

Hipertensi dengan Nyeri Akut.

1.5.2.3 Manfaat bagi Klien

Pasien mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang cara mengontrol

nyeri pada Hipertensi.

1.5.2.4 Manfaat bagi Institusi Pendidikan Keperawatan

Memberikan tambahan informasi kepada mahasiswa tentang asuhan

keperawatan pada klien yang mengalami Hipertensi dengan Nyeri Akut.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Pengertian

Tekanan darah tinggi (Hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah

dalam arteri. Secara umum, Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala,

dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya

resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan

ginjal (Ruhyanudin, 2007).

Hipertensi merupakan kaeadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari

120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80mmHg. Hipertensi sering

menyebabkan perubahan pada pembuluh darah yang dapat mengakibatkan

semakin tingginya tekanan darah. Pengobatan awal pada hipertensi sangatlah

penting karena dapat mencegah timbulnya komplikasi pada beberapa organ tubuh

seperti jantung, ginjal, dan otak. Penyelidikan epidemiologis membuktikan bahwa

tingginya tekanan darah berhubungan erat dengan morbiditas dan mortalitas

penyakit kardiovaskular. (Muttaqin, 2009).

Tekanan darah tinggi atau Hipertensi adalah kondisi terjadinya

peningkatan tekanan darah. Tekanan darah tinggi ditandai dengan keadaan

tekanan darah yang tinggi secara terus – menerus, yaitu 140/90 mmHg atau lebih

(Satria, 2013).

Menurut Brunner (2013) Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan

darah persisyen dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan

6
7

diastolik di atas 90 mmHg, berdasarkan pada dua kali pengukuran atau lebih.

Hipertensi dapat diklasifasikan sebagai berikut:

Normal : sistolik kurang dari 120 mmHg distolik kurang dari 80 mmHg.

Phahipertensi : sistolik 120 sampai 139 mmHg diastolik 80 samapai 89 mmHg.

Stadium 1 : sistolik 140-159 mmHg diastolik 90-99 mmHg.

Stadium 2 : sistolik ≥160 mmHg diastolik ≥ 100 mmHg.

2.1.2 Etiologi

Sekitar 90% hipertensi dengan penyebab yang belum diketahui pasti

disebut dengan hipertensi primer atau esensial, sedangkan 7% disebabkan oleh

kelainan ginjal atau hipertensi renalis dan 3% disebabkan oleh kelainan hormonal

atau hipertensi hormonal dan penyebab lain. (Muttaqin, 2009).

Menurut Tambayong (2013: 95) penyebab hipertensi berikut ini:

1. Usia

Insidens hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia.

Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun dengan jelas menaikkan

insiden penyakit arteri koroner dan kematian premature.

2. Kelamin

Pada umumnya insidens pada pri lebih tinggi daripada wanita, namun

pada usia pertengahan dan lebih tua, insidens pada wanita meningkat,

sehingga pada usia diatas 65 tahun, insidens pada wanita lebih tinggi.

3. Ras

Hipertensi pada yang berkulit hitam paling sedikit dua kalinya pada

yang berkulit putih. Akibat penyakit ini umumnya lebih berat pada ras kulit
8

hitam. Misalnya mortalitas pasien pria hitam dengan diastol 115 atau lebih,

3,3 kali lebih tinggi daripada pria berkulit putih, dan 5,6 kali bagi wanita

putih.

4. Pola hidup

Faktor seperti pendidikan, penghasilan, dan faktor pola hidup lain

telah diteliti, tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah tingkat pendidikan

rendah, dan kehidupan atau pekerjaan yang penuh stres agaknya berhubungan

dengan insidens hipertensi yang lebih tinggi. Obesitas dipandang sebagai

factor risiko utama. Bila berat badannya turun, tekanan darahnya sering turun

menjadi normal. Merokok dipandang sebagai factor risiko tinggi bagi

hipertensi dan penyakit arteri coroner. Hiperkolesterolemia dan hiperglikemia

adalah factor – factor utama untuk perkembangan aterosklerosis, yang

berhubungan erat dengan hipertensi.

5. Diabetes mellitus

Hubungan antara diabetes mellitus dan hipertensi kurang jelas, namun

secara statistik nyata ada hubungan antara hipertensi dan penyakit arteri

koroner. Penyebab utama kematian pasien diabetes mellitus adalah penyakit

kardiovaskular, terutama yang mulainya dini dan kurang control. Hipertensi

dengan diabetes mellitus meningkatkan mortalitas.

Menurut Sujono (2011) Hipertensi termasuk penyakit keturunan, apabila

orang tua mempunyai riwayat hipertensi maka garis keturunan berikutnya

mempunyai riwayat menderita hipertensi. Menurut Bararedo (2008) faktor resiko

hipertensi salah satunya meliputi kadar garam tinggi (natrium membuat retensi air

yang dapat menyebabkan voulume darah meningkat).


9

2.1.3 Patofisiologi

Menurut Baradero, Mary (2008:50) tekanan darah adalah tekanan yang

diberikan oleh darah pada dinding pembuluh darah. Pengaturan tekanan darah

adalah proses yang kompleks menyangkut pengendalian ginjal terhadap natrium

dan retensi air,serta pengendalian system saraf terhadap tonus pembuluh darah.

Ada dua factor utama yang mengatur tekanan darah,yaitu darah yang mengalir

dan tahanan pembuluh darah perifer.

Darah yang mengalir ditentukan oleh volume darah yang dipompakan oleh

ventrikel kiri setiap kontraksi dan kecepatan denyut jantung. tahanan vascular

perifer berkaitan dengan besarnya lumen pembuluh darah perifer. Makin sempit

pembuluh darah, makin tinggi tahanan terhadap aliran darah; makin besar

dilatasinya makin kurang tahanan terhadap aliran darah. Jadi, makin menyempit

pembuluh darah, makin meningkat tekanan darah. Dilatasi dan konstriksi

pembuluh-pembuluh darah dikendalikan oleh system saraf simpatis dan system

renin-angiotensin.

Apabila system saraf simpatis dirangsang, katekolamin, seperti epineprin

dan norepinefrin akan dikeluarkan. Kedua zat kimia ini menyebabkan kontriksi

pembuluh darah, meningkatnya curah jantung, dan kekuatan kontraksi ventrikel.

Sama halnya pada system renin-angiotensin, yang apabila distimulasi juga

menyebabkan vasokontriksi pada pembuluh-pembuluh darah. Vasokontriksi

pembuluh-pembuluh darah yang berlangsung lama dapat mengakibatkan sakit

kepala terutama ketika bangun pagi. Sehingga dapat menimbulkan masalah

keperawatan Nyeri Akut.


10
11

2.1.4 Gambaran Klinis

Menurut Tambayong (2013) bila timbul gejala, penyakit ini sudah lanjut.

Gejala klasik yaitu sakit kepala, epistaksis, pusing, dan titinus yang diduga

berhubungan dengan naiknya tekanan darah, ternyata sama seringnya dengan

yang terdapat pada yang tidak dengan tekanan darah tinggi. Namun gejala sakit

kepala sewaktu bangun tidur, mata kabur, depresi, dan nokturia, ternyata

meningkat pada hipertensi yang tidak diobati. Empat penyakit utama akibat

hipertensi adalah stroke, infrak miokard, gagal ginjal, dan ensefalopati.

Menurut Brunner (2015) manifestasi klinis dari penderita hipertensi ialah:

1. Pemeriksaan fisik dapat mengungkap bahwa tidak ada abnormalitas lain selain

tekanan darah tinggi

2. Perubahan pada retina disertai denga hemoragi, eksudat, penyempitan arteirol,

dan bintim kartun-wol, dan papiledema dapat terlihat pada kasus hipertensi

berat.

3. Gejala biasanya mengindikasikan kerusakan vaskular yang berhubungan

dengan sistem organ yang dialiri oleh pembuluh darah yang terganggu.

4. Penyakit arteri koroner dengan angina atau infark miokardium adalah dampak

yang paling sering terajadi.

5. Hipertrofi ventrikel kiri dapat terjadi; berikutnya akan terjadi gagal jantung .

6. Perubahan patologis dapat terjadi di ginjal (nokturia dan peningakatan BUN

dan kadar kreatinin)

7. Dapat terjadi gangguan serebrovaskular (storek atau serangan iskemik transien)

8. Perubahan dalam penglihatan atau kemampun bicara, pening, kelemahan, jatuh

mendadak atau hemiplegia transien atau permanen.


12

2.1.5 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan medis pada klien dengan hipertensi adalah

mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan

mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg. Efektivitas setiap

program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan, dan

kualitas hidup sehubungan dengan terapi (Muttaqin, 2009).

a. Penatalaksanaan non farmakologi

Beberapa penelitian menunjukkan pendekatan nonfarmakologi yang dapat

mengurangi hipertensi adalah sebagai berikut.

1) Teknik – teknik mengurangi stress.

2) Penurunan berat badan.

3) Pembatasan alcohol, natrium, dan tembakau.

4) Olahraga / latihan (meningkatkan lipoprotein berdensitas tinggi).

5) Relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap

terapi antihipertensi.

Klien dengan hipertensi ringan yang berada dalam resiko tinggi (pria,

perokok) atau bila tekanan darah diastoliknya menetap diatas 85 atau 95

mmHg dan sistoliknya di atas 130 sampai 139 mmHg, perlu dimulai terapi

obat – obatan.

b. Terapi farmakologis

Obat – obat antihipertensi dapat dipakai sebagai obat tunggal atau dicampur

dengan obat lain, obat – obatan ini diklasifikasikan menjadi lima kategori

yaitu :
13

1. Diuretik;

Hidroklorotiazid adalah diuretic yang paling sering diresepkan

untuk mengobati hipertensi ringan. Hidroklorotiazid dapat diberikan

sendiri pada klien dengan hipertensi ringan atau klien yang baru. Banyak

obat antihipertensi dapat menyebabkan retensi cairan; karena itu, sering

kali diuretic diberi bersama antihipertensi.

2. Menekan simpatetik (simpatolitik)

Menghambat (adrenergik bekerja di sentral simpatolitik),

penghambat atrenergik alfa, dan penghambat neuron adrenergik

diklasifikasikan sebagai penekan simpatetik, atau simpatolitik

menghambat adrenergik beta, dibahas sebelumnya juga diaggap sebagai

simpatolitik dan menghambat reseptor beta.

a. Penghambat adrenergic – Alfa

Golongan obat ini memblok reseptor adrenergic alfa 1,

menyebabkan vasoladilasi dan penurunan tekanan darah. Penghambat

beta juga menurunkan lipoprotein berdensitas sangat rendah (very loro

– density lipoprotein – VLDL) dan lipoprotein berdensitas rendah (loro

– density lipoproteins – LDL) yang bertanggung jawabdalam

penimbunan lemak di arteri (arteriosclerosis).

b. Penghambat neuron adrenergic (simpatolitik yang bekerja perifer).

Penghabat neuron adrenergic merupakan obat antihipertensi

yang kuat yang menghambat norepinefrin dari ujung saraf simpatis,

sehingga pelepasan norepinefrin menjadi berkurang dan ini

menyebabkan baik curah jantung maupun tahanan vascular perifer


14

menurun. Reserpine dan guanetidin (dua obat yang paling kuat)

dipakai untuk mengendalikan hipertensi berat.

Hipotensi ortostatik merupakan efek samping yang sering

terjadi klien harus dinasehatkan untuk bangkit perlahan – lahan dari

posisi berbaring atau posisi duduk. Obat – obat dalam kelompok ini

dapat menyebabkan retensi natirum dan air.

c. Vasodilator arteriol yang bekerja langsung

Vasodilator yang bekerja langsung adalah obat tahap III yang

bekerja dengan merelaksasikan otot polos pembuluh darah, terutama

arteri, sehingga menyebabkan vasoladilatasi. Dengan terjadinya

vasodilatasi, tekanan darah akan turun dan natrium air bertahan,

sehingga terjadi adema parifer. Diuretic dapat diberikan bersama –

sama dengan vasodilator dengan bekerja langsung untuk mengurangi

adema. Reflex takikardia disebabkan oleh vasodilatasi dan

menurunnya tekanan darah.

d. Antagonis angiotensin (ACE Inhibitor)

Obat dalam golongan ini menghambat enzim pengubah

angiotensin, yang nantinya akan menghambat pembentukan

angiotensin II (vasokonstriktor) dan menghambat pelepasan

aldosterone. Aldosterone meningkatkan retensi natrium dan eskresi

kalium. Jika aldosterone dihambat, natrium dieksresikan bersama –

sama dengan air. Kaptopril, enalapril, dan lisinopril adalah ketiga

antagonis angiotensin. Obat – obat ini dipakai pada klien dengan

kadar renin serum yang tinggi.


15

2.1.6 Komplikasi

Menurut Nuarima (2012) hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ

tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian

menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat

langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak

langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress

oksidatif, down regulation, dan lain-lain. Komplikasi yang dapat terjadi pada

pasien hipertensi adalah:

1). Otak

Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang diakibatkan

oleh hipertensi. Stroke timbul karena perdarahan, tekanan intra kranial yang

meninggi, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang

terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila

arteri-arteri yang mendarahi otak mengalami hipertropi atau penebalan,

sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya akan berkurang.

Arteri-arteri di otak yang mengalami arterosklerosis melemah sehingga

meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma. Ensefalopati juga dapat

terjadi terutama pada hipertensi maligna atau hipertensi dengan onset cepat.

Tekanan yang tinggi pada kelainan tersebut menyebabkan peningkatan

tekanan kapiler, sehingga mendorong cairan masuk ke dalam ruang

intertisium di seluruh susunan saraf pusat. Hal tersebut menyebabkan neuron-

neuron di sekitarnya kolap dan terjadi koma bahkan kematian.


16

2). Kardiovaskular

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami

arterosklerosis atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah

yang melalui pembuluh darah tersebut, sehingga miokardium tidak

mendapatkan suplai oksigen yang cukup. Kebutuhan oksigen miokardium

yang tidak terpenuhi menyebabkan terjadinya iskemia jantung, yang pada

akhirnya dapat menjadi infark. Beban kerja jantung akan meningkat pada

hipertensi. Jantung yang terusmenerus memompa darah dengan tekanan

tinggi dapat menyebabkan pembesaran ventrikel kiri sehingga darah yang

dipompa oleh jantung akan berkurang. Apabila pengobatan yang dilakukan

tidak tepat atau tidak adekuat pada tahap ini, maka dapat menimbulkan

komplikasi gagal jantung kongestif. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat

menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik saat melintasi

ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko

pembentukan bekuan.

3). Ginjal

Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat

tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal dan glomerolus. Kerusakan

glomerulus akan mengakibatkan darah mengalir ke unit-unit fungsional

ginjal, sehingga nefron akan terganggu dan berlanjut menjadi hipoksia dan

kematian ginjal. Kerusakan membran glomerulus juga akan menyebabkan

protein keluar melalui urin sehingga sering dijumpai edema sebagai akibat

dari tekanan osmotik koloid plasma yang berkurang. Hal tersebut terutama

terjadi pada hipertensi kronik.


17

4). Retinopati

Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh

darah pada retina. Makin tinggi tekanan darah dan makin lama hipertensi

tersebut berlangsung, maka makin berat pula kerusakan yang dapat

ditimbulkan. Kelainan lain pada retina yang terjadi akibat tekanan darah yang

tinggi adalah iskemik optik neuropati atau kerusakan pada saraf mata akibat

aliran darah yang buruk, oklusi arteri dan vena retina akibat penyumbatan

aliran darah pada arteri dan vena retina. Penderita hypertensive retinopathy

pada awalnya tidak menunjukkan gejala, yang pada akhirnya dapat menjadi

kebutaan pada stadium akhir. Kerusakan yang lebih parah pada mata terjadi

pada kondisi hipertensi maligna, di mana tekanan darah meningkat secara

tiba-tiba. Manifestasi klinis akibat hipertensi maligna juga terjadi secara

mendadak, antara lain nyeri kepala, double vision, dim vision, dan sudden

vision los.

2.2 Konsep Nyeri

2.2.1 Pengertian

Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensai tunggal

yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat

bersifat fisik dan mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jarinagan aktual

atau fungsi ego seorang individu (Potter, 2006).

2.2.2 Klasifikasi Nyeri

Menurut Herdman (2015) nyeri dibagi menjadi dua yaitu:


18

1. Nyeri Akut

Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul

akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai

kerusakan (International Association for the study of plain); awitan yang tiba-tiba

atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yamg dapat

diantisipasi atau diprediksi.

Menurut Potter (2006) nyeri akut terjadi setelah cedera akut, penyakit,

atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang

bervariasi (ringan sampai berat) dan berlangsung untuk waktu singkat. Fungsi

nyeri akut adalah memberi peringatan akan cedera atau penyakit yang akan

datang. Nyeri akut akhirnya menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah

keadaan pulih pada area yang rusak.

Nyeri akut secara serius mengancam proses penyembuhan klien, harus

menjadi perioritas perawat misalnya nyeri pascaoperasi yang akut menghambat

kemampuan klien untuk terlibat aktif dan meningkatkan resiko komplikasi akibat

hospitalisasi menjadi lama jika nyeri akut tidak dikontrol kemajuan fisik atau

psikologis tidak dapat terjadi selama nyeri akut masih dirasakan karena klien

memfokuskan semua perhatian pada upaya untuk mengatasi nyeri. upaya perawat

memberi pengajaran dan motivasi klien untuk melakukan perawatan diri sering

kali sia-sia.setelah nyeri teratasi, maka klien dan tim perawat kesehatan dapat

memberikan perhatian penuh pada upaya penyembuhan klien.

2. nyeri kronis

Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul

akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai
19

kerusakan (International Association for the study of plain); awitan yang tiba-tiba

atau lambat dari intensitas ringan hingga berat, terjadi konstan atau berulang tanpa

akhir yan g dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung lebih dari tiga (>3)

bulan (Herdman, 2015).

Menurut Potter (2006) klien yang mengalami nyeri kronik seringkali

mengalami periode remisi (gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan

eksaserbasi (keparahan meningkat). sifat nyeri kronik, yang tidak dapat diprediksi

ini, membuat klien frustasi dan seringkali mengarah pada depresi psikologis.

Nyeri kronik merupakan penyebab utama ketidakmampuan fisik dan psikologis

sehingga muncul masalah - masalah, seperti kehilangan pekerjaan,

ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang sederhana, disfungsi

seksual, dan isolasi social dari keluarga dan teman-teman.

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

1. Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,

khususnya pada anak- anak dan lansia. perbedaan perkembangan, yang

ditemukan di antara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-

anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri. anak yang masih kecil mempunyai

kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang

menyebabkan nyeri. anak –anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-

kata juga mengalami kesulitan untuk mengungkapkan secara verbal dan

mengekspresikn nyeri kepada orang tua atau petugas kesehatan. Sedangkan

lansia yang mengalami nyeri, akan kemungkinan lebih tinggi untuk


20

mengalami kondisi patologis yang menyertai nyeri. Sekali klien yang berusia

lanjut menderita nyeri, maka ia dapat mengalami gangguan status fungsi yang

serius. mobilisasi, aktivitas perawatan-diri, sosialisasi di lingkungan luar

rumah, dan toleransi aktivitas dapat mengalami penurunan.

2. kebudayaan

Keyakinan dan nilai – niali budaya mempegaruhi cara individu

mengatasi nyeri. individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang

diterima oleh kebudayaan mereka.

3. Makna nyeri

Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi

pengalaman nyeri dan cara seorang beradaptasi terhadap nyeri

4. Perhatian

Tingkat seseorang memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan

dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi)

dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.

5. Ansietas

Ansietas sering kali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga

dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Pola bangkitan otonom adalah

sama dalam nyeri dan ansietas.

6. Keletihan

Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan

sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping.

7. Gaya Koping
21

Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat

anda merasa kesepian. apabila klien yang mengalami nyeri di keadaan

perawatan kesehatan, seperti dirumah sakit, klien merasa tidak berdaya

dengan rasa sepi itu. Hal ini yang sering terjadi adalah klien mersa kehilangan

control terhadap lingkungan atau kehilangan kontrol terhadap hasil akhir dari

peristiwa- peristiwa yang terjadi.

2.2.4 Penilaian Skala Nyeri

Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang

lebih objektif. Skala nyeri yang digunakan ialah:

1. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale)

Pendeskripsi verbal merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga

sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama

disepanjang garis. pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai

“nyeri yang tidak tertahankan”.

2. Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scale )

skala nyeri numerik berupa garis lurus yang panjangnya 10 cm,

dengan penggambaran verbal pada masing-masing ujungnya yang terdiri dari

angka 0 sampai 10. Angka 0 menggambarkan tidak adanya nyeri, 1-3

menggambarkan nyeri ringan, 4-6 menggambarkn nyeri sedang, 7-9

menggambarkan nyeri berat yang masih bisa terkontrol dan 10

menggambarkan nyeri yang sangat berat serta tidak bisa dikontrol (Potter,

2006)

3. Skala analog visual (Visual Analog Scale)


22

Skala analog visual tidak subdivisi. Skala analog visual merupakan

suatu garis lurus, yang mewakili alat pendeskripsi verbal pada setiap

ujungnya.

2.3 Asuhan Keperawatan

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.

Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan lagi tahap berikutnya.

Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini

akan menentukan diagnosis keperawatan. Diagnosis yang diangkat akan

menentukan desain perencanaan yang ditetapkan. Selanjutnya, tindakan

keperawatan dan evaluasi mengikuti perencanaan yang dibuat. Oleh karena itu,

pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan cermat sehingga seluruh kebutuhan

perawatan pada klien dapat diidentifikasi (Rohmah, Nikmah, 2014).

Pengkajian keperawatan menurut Dongoes (2012) adalah:

a. Aktifitas

1) Gejala : kelemahan, letih nafas pendek, gaya hidup monoton.

2) Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.

b. Sirkulasi

1) Gejala : riwayat hipertensi, atherosclerosis, penyakit jantung

kongesti/katup dan penyakit serebrovaskuler.

2) Tanda :
23

a) kenaikan tekanan darah (pengukuran serial dan kenaikan tekanan

darah diperlukan untuk menegakkan diagnosis). Hipotensi postural

(mungkin berhungan dengan regimen obat)

b) Nadi : denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, perbedaan

denyut.

c) Denyut apical : titik point of maksimum impuls, mungkin bergeser

atau sangat kuat.

d) Frekuensi/irama : takikardia, berbagai disritma.

e) Bunyi jantung : tidak terdengar bunyi jantung I, pada dasar bunyi

jantung II dan bunyi jantung III. Murmur stenosis

valvular.

f) Distensi vena jugularis/kongesti vena.

g) Desiran vaskuler tidak terdengar di atas karotis, femoralis atau

epigastrium (stenosis arteri).

h) Ekstremitas : perubahan warna kulit, suhu dingin, pengisian kapiler

mungkin lambat atau tertunda.

c. Integritas ego

1) Gejala : riwayat kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah kronik,

factor stress multiple.

2) Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian,

tangisan yang meledak, gerak tangan empati, muka tegang,

gerak fisik, pernafasan menghela nafas, penurunan pola bicara.

d. Eliminasi
24

Gejala : gejala ginjal saat ini atau yang lalu (misalnya : infeksi, obstruksi

atau riwayat penyakit ginjal masa lalu).

e. Makanan dan cairan

1) Gejala : makanan yang disukai mencakup makanan tinggi garam,

lemak, kolesterol serta makanan dengan kandungan tinggi

kalori.

2) Tanda :

a) berat badan normal atau obesitas.

b) Adanya edema, kongesti vena, distensi vena jugulalaris, glikosuria.

f. Neurosensory

1) Gejala :

a) keluhan pening/ pusing, berdenyut, sakit kepala sub occipital.

b) Episode bebas atau kelemahan pada satu sisi tubuh. Gangguan

penglihatan dan episode statis staksis.

2) Tanda :

a) status mental: perubahan keterjagaan, orientasi.

Pola/isi bicara, efek, proses fikir atau memori.

b) Respon motorik : penurunan kekuatan, genggaman tangan.

c) Perubahan retinal optic : sclerosis,

penyempitan arteri ringan – mendatar,

edema, papiladema, exudat, hemorgi.

g. Nyeri/ketidaknyamanan

1) Gejala :

a) angina (penyakit arteri coroner/keterlibatan jantung).


25

b) Nyeri tungkai yang hilang timbul/klaudasi.

c) Sakit kepala oxipital berat.

d) Nyeri abdomen/massa.

h. Pernafasan (berhubungan dengan efek cardiopulmonal tahap lanjut dari

hipertensi menetap/berat).

1) Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja tachypnea,

ortopnea, dispnea, nocturnal paroxysmal, batuk dengan/tanpa

pembentukan sputum, riwayat merokok.

2) Tanda: distress respirasi/ Pemggunaan otot aksesori pernafasan, bunyi

nafas tambahan, sianosis.

i. Keamanan.

Keluhan: gangguan koordinasi atau cara berjalan.

Gejala :episode parastesia unilateral transien, hipotensi postural

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respons

manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual/potensial) dari

individu atau kelompok tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan perawat

dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau

untuk mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah perubahan (Rohmah, Nikmah,

2014).
26

1. Diagnosis Keperawatan: Nyeri Akut

a. Definisi:

Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang

muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang

digambarkan sebagai kerusakan (International Association for the study of

plain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat

dengan akhir yamg dapat diantisipasi atau diprediksi (Herdman, 2015).

b. Batasan Karakteristik

1) Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk

pasien yang tidak dapat mengungkapnya (mis, Neonatal Infant Pain

Scale, Pain Assesment Checklis for Senior with limited Abilty to

Communicate)

2) Diaforesis

3) Dilatasi Pupil

4) Ekspresi wajah nyeri (mis, mata kurang bercahaya, tampak kacau,

gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis)

5) Fokus menyempit (mis, persepsi waktu, prose berpikir, interaksi

dengan orang dan lingkungan)

6) Fokus pada diri sendiri

7) Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri (mis,

skal wong-baker FACES, skala analog visual, skala penilaian

numerik)
27

8) Keluhan tentang karakteristik nyeri denagn menggunakan standar

isntrumen nyeri (mis, McGill Pain Questionnaire, Brief Pain

Inventory)

9) Laporan tentang perilaku nyeri / perubahan aktivitas (mis, anggota

keluarga, pemberi asuhan)

10) Mengekspresikan perilaku (mis, gelisah , merengek, menangis,

waspada)

11) Perilaku distraksi

12) Perubanhan pada parameter fisiologis (mis, tekanan darah, frekuensi

jantung, frekuensi pernapasan, saturasi oksigen dan end-tidal karbon

dioksida )

13) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri

14) Putus asa

15) Sikap melindungi area nyeri

16) Sikap tubuh melindungi

c. Faktor yang berhubungan

1) Agens cedera biologis (mis, infeksi, iskemia, neoplasma)

2) Ages cedera fisik (mis, abses, amputasi, luka bakar, terpotong,

mengangkat berat, prosedur bedah, taruma, olahraga berlebihan)

3) Agens cedera kimiawi (mis, luka bakar, kapsaisin, metilen florida,

agens mustard)

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Perencanaan (Intervensi) adalah pengembangan strategi desain untuk

mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah


28

diindentifikasi dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan

menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan

masalah dengan efektif dan efisien.

1. Intervensi Keperawatan (Doenges, Marilyn E.,2012)

Tabel 2.1 Rencana tindakan keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Intervensi keperawatan Rasional

keperawat Kriteria Hasil

an

Nyeri Akut Tujuan: 1. Pertahankan tirah 1. Meminimalk

Tujuan adalah baring selama fase an

perubahan akut. stimulasi/me

perilaku pasien 2. Berikan tindakan ningkatkan

yang nonfarmakologi untuk relaksasi

diharapkan menghilangkan sakit 2. Tindakan

oleh perawat kepala, mis., kompres yang

setelah dingin pada dahi, pijat menurunkan

tindakan punggung dan leher, tekanan

berhasil tenang, redupkan vascular

dilakukan. lampu kamar, teknik serebral dan

Kriteria relaksasi (panduan yang

Hasil: imajinasi, distraksi) memperlamb

1) Melaporkan dan aktivitas waktu at/memblok

nyeri atau senggang. respons

ketidaknya 3. Hilangkan/ simpatis


29

manan minimalkan aktivitas efektif dalam

hilang / vasokonstriksi yang menghilangk

terkontrol. dapat meningkatkan an sakit

2) Mengungka sakit kepala, mis., kepala dan

pkan mengejan saat BAB, komplikasiny

metode batuk panjang, a.

yang membungkuk. 3. Aktivitas

memberika 4. Bantu pasien dalam yang

n ambulasi sesuai meningkatka

penguranga kebutuhan. n

n 5. Berikan cairan, vasokonstrik

3) Mengikuti makanan lunak, si

regimen perawatan mulut yang menyebabka

farmakolog teratur bila terjadi n sakit

i yang perdarahan hidung kepala pada

diresepkan atau kompres hidung adanya

telah dilakukan untuk peningkatan

menghentikan tekanan

perdarahan. vascular

6. Kolaborasi pemberian serebral.

Analgesik sesuai 4. Pusing dan

indikasi penglihatan

kabur sering

berhubungan
30

dengan

sakitkepala.

Pasien juga

dapat

mengalami

episode

hipotensi

postural.

5. Meningkatka

kenyamanan

umum.

Kompres

hidung dapat

mengganggu

menelan atau

membutuhka

n napas

dengan

mulut,

menimbulka

n stagnasi

sekresi oral

dan
31

mengeringka

n membrane

mukosa.

6. Menurunkan/

mengontrol

nyeri dan

menurunkan

rangsang

sistem saraf

simpatis.

2. Intervensi Keperawatan (M. Bulechek et al, 2013)

Tabel 2.2 Rencana tindakan keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi keperawatan

keperawat

an

Nyeri Akut Tujuan: 1. Manajemen Nyeri

Tujuan adalah perubahan a. Lakukan pengkajian

perilaku pasien yang nyeri secara

diharapkan oleh perawat komprehensif termasuk

setelah tindakan berhasil lokasi, karakteristik,

dilakukan. durasi, frekuensi,


32

kualitas dan factor

NOC: presipitasi

d. Tingkat Nyeri b. Observasi reaksi

1. Nyeri yang nonverbal dari

dilaporkan tidak ada ketidaknyamanan

2. Ekspresi nyeri wajah c. Gunakan teknik

tidak ada komunikasi terapeutik

3. Panjangnya episode untuk mengetahui

nyeri tidak ada pengalaman nyeri pasien

4. Mengerang dan d. kontrol lingkungan yang

menangis tidak ada dapat mempengaruhi

5. Menggosok area nyeri seperti suhu

yang terkena ruangan ,pencahayaan

dampak tidak ada dan kebisingan

6. Agitasi tidak ada e. kurangi factor presipitase

e. Kontrol nyeri nyeri

1. Mengenali kapan f. pilih dan lakukan

nyeri terjadi secara penanganan nyeri

konsisten (farmakologi,non

menunjukkan farmakologi dan inter

2. Menggunakan personal)

analgesik yang g. ajarkan tentang teknik

direkomendasikan non farmakologi

secara konsisten 2. Administrasi analgesik


33

menunjukkan a. kolaborasi dengan tim

3. Melaporkan nyeri medis pemberian

yang terkontrol secara analgesic pilihan, rute

konsisten pemberian, dan dosis

menunjukkan optimal.

c.Tingkat ketidaknyamanan 3. Terapi relaksasi

1. Nyeri tidak ada a. Dorong klien untuk

2. Meringis tidak ada mengambil posisi yang

3. Menderita tidak ada nyaman dengan pakaian

4. Ketegangan wajah longgar dan mata

tidak ada tertutup

b. Dapatkan perilaku yang

menunjukkan terjadinya

relaksasi

c. Dorong kontrol sendiri

ketika relaksasi

dilakukan

4. Pemijatan

a. pijat secara terus

menerus, dan usapan

yang panjang,

intruksikan pasien untuk

beristirahat pada saat

pijat sudah diselesaikan.


34

5. Manajemen lingkungan,

kenyamanan

a. Sediakan lingkungan

yang aman dan bersih

b. Sesuaikan suhu ruangan

yang paling

menyamankan individu

c. Ciptakan lingkungan

yang tenang dan

mendukung

d. Monitor kulit terutama

daerah tonjolan tubuh

terhadap adanya tanda-

tanda tekanan atau

iritasi.

6. Pengalihan

a. Motivasi individu untuk

memilih teknik

pengalihan yang

diinginkan (contohnya:

musik, terlibat dalam

percakapan atau

menceritakan dengan

rinci sebuah cerita,


35

berfokus pada objek

netral, latihan pernafasan

dalam)

b. Ajarkan pasien mengenal

manfaat merangsang

berbagai indera

(contohnya: musik,

berhitung, televisi,

membaca, video/game

genggam, atau teknologi

realitas maya).

c. ajarkan pasien cara

terlibat di dalam

pengalihan (misalnya:

menganjurkan kata

netral, penggunaan

peralatan maupun bahan)

sebelum saat hal tersebut

dibutuhkan, jika

memungkinkan.
36

2.3.4 Implementasi

1. Pengertian pelaksanaan

Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan dan

berkelanjutan, mengobservasi respons klien selama dan sesudah pelaksanaan

tindakan, serta menilai data yang baru.

2. Keterampilan yang Dibutuhkan dalam Pelaksanaan

a. Keterampilan Kognitif.

b. Keterampilan Interpersonal.

c. Keterampilan Psikomotor.

3. Contoh Format Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (Rohmah, Nikmah., 2014)

Tabel 2.3 Format Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

No. Diagnosis Tanggal/Pukul Tindakan Paraf


masalah kolaboratif

4. Pedoman Pengisian Format Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

1. Nomor Diagnosis Keperawatan/Masalah Kolaboratif

Tulislah nomor diagnosis keperawatan/masalah kolaboratif sesuai dengan

masalah yang sudah teridentifikasi dalam format diagnosis keperawatan.

2. Tanggal/Jam

Tulislah tanggal, bulan, tahun, dan jam pelaksanaan tindakan keperawatan.


37

3. Tindakan

a. Tulislah nomor urut tindakan.

b. Tindakan dituliskan berdasarkan urutan pelaksanaan tindakan.

c. Tulislah tindakan yang dilakukan beserta hasil/respons pasien dengan

jelas.

d. Jangan lupa menuliskan nama/jenis obat, dosis, cara memberikan, dan

intruksi medis yang lain dengan jelas.

e. Jangan menuliskan istilah sering, kecil, besar, atau istilah lain yang

dapat menimbulkan persepsi yang berbeda atau masih menimbulkan

pertanyaan. Contoh : “memberi makan lebih sering dari biasanya”.

Lebih baik tuliskan pada jam berapa saja memberikan makan dan

dalam berapa porsi makanan diberikan.

f. Untuk tindakan pendidikan kesehatan, tulislah “melakukan pendidikan

kesehatan tentang……., laporan pendidikan kesehatan terlampir”.

g. Bila pendidikan kesehatan secara singkat, tulislah tindakan atau

respons pasien setelah pendidikan kesehatan dengan jelas.

4. Paraf

Tuliskan paraf dan nama terang.

2.3.5 Evaluasi

1. Pengertian Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan

keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil

yang dibuat pada tahap perencanaan.


38

2. Tujuan Evaluasi

a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan.

b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan.

c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan.

3. Macam Evaluasi

a. Evaluasi Proses (Formatif)

1) Evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan.

2) Berorientasi pada etiologi.

3) Dilakukan terus – menerus sampai tujuan yang telah

ditentukan tercapai.

b. Evaluasi Hasil (Sumatif)

1) Evaluasi yang telah dilakukan setelah akhir tindakan

keperawatan secara paripurna.

2) Berorientasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai

dengan kerangka waktu yang ditetapkan.

4. Komponen SOAP / SOAPIER

Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau klien,

digunakan komponen SOAP / SOAPIER penggunaannya tergantung

dari kebijakan setempat. Pengertian SOAPIER adalah sebagai berikut.

a. S : Data Subjektif

Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah

dilakukan tindakan keperawatan.

b. O : Data Objektif
39

Data objektif adalah data berdasarkan hasil pengukuran atas

observasi perawat secara langsung kepada klien, dan yang

dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.

c. A : Analisis

Interpretasi dari data subjektif dan data objektif. Analisis

merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih

terjadi atau juga dapat dituliskan masalah / diagnosis baru yang

terjadi akibat perubahan status kesehatan klien yang telah

terindentifikasi datanya dalam data subjektif dan objektif.

d. P : Planning

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,

dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan.

Yang telah ditentukan sebelumnya. Tindakan yang telah

menunjukkan hasil yang memuaskan dan tidak memerlukan

tindakan ulang pada umumnya dihentikan. Tindakan yang perlu

dilanjutkan adalah tindakan yang masih kompeten untuk

menyelesaikan masalah klien dan membutuhkan waktu untuk

mencapai keberhasilannya.

e. I: Implementasi

Implementasi adalah tindakan keperwatan yang dilakukan sesuai

dengan intruksi yang telah teridentifikasi dalam komponen P

(perencanaan). Jangan lupa menuliskan tanggal dan jam

pelaksanaan.

f. E: Evaluasi
40

Evaluasi adalah respon klien setelah dilakukan tindakan

keperawatan.

g. R: Reassesment

Reassesment adalah pengkajian ulang yang dilakukan terhadap

perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana

tindakan perlu dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan?

5. Contoh Format Evaluasi

Tabel 2.4 Format Evaluasi

Masalah Tanggal/Jam Catatan Paraf


Kep/Kolaboratif Perkembangan

6. Pedoman Pengisian Format Evaluasi/Catatan Perkembangan

a. Masalah Keperawatan/Masalah Kolaboratif

Tulislah masalah keperawatan/masalah kolaboratif(hanya problem

saja).

b. Tanggal/Jam

Tulislah tanggal, bulan, tahun, dan jam waktu evaluasi dilakukan.

c. Catatan Perkembangan (Menggunakan SOAP)

1) Tulislah data perkembangan yang diperoleh dari catatan tindakan

keperawatan.

2) Tulislah data dalm kelompok data subjektif dan objektif(S-O).


41

3) Tulislah data perkembangan hanya data yang bersesuaian dengan

kriteria hasil, jadi jangan menuliskan data yang tidak perlu atau

meniadakan data yang diperlukan.

4) Tulislah masalah keperawatan/kondisi masalah keperawatan dalam

analisis (A) untuk evaluasi proses. Contoh : nyeri akut/nyeri akut

berlanjut/nyeri akut masih terjadi.

5) Tulislah dalam analisis (A) tujuan teratasi, teratasi sebagian, tidak

teratasi untuk evaluasi hasil.

6) Bila ditemukan masalah yang baru, tuliskan masalah dalam bentuk

diagnosis keperawatan dengan formulasi yang tepat.

7) Tulislah dalam perencanaan (P) nomor dari rencana tindakan

keperawatan untuk rencana tindakan yang dikehendaki untuk

dilanjutkan/dipertahankan atau dihentikan.

8) Tulislah rencana tindakan baru bila dikehendaki sebagaimana

teknik penulisan rencana tindakan.

9) Bila menggunakan SOAPIE/SOAPIER, tulislah pelaksanaan

tindakan dalam item I/implementasi dan respons klien dituliskan

dalam item E/evaluasi, kemudian tentukan rencana berikutnya pada

item R/reassessment.

d. Paraf

e. Tulislah paraf dan nama terang.


BAB 3

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Studi kasus dalam karya tulis ini adalah studi untuk mengeksplorasi

masalah asuhan keperawatan pada klien yang mengalami Hipertensi dengan Nyeri

Akut di ruang Teratai RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso.

3.2 Batasan Istilah

Batasan istilah dalam studi kasus ini adalah asuhan keperawatan pada

klien yang mengalami Hipertensi dengan Nyeri Akut di ruang Teratai RSU dr. H.

Koesnadi Bondowoso.

3.3 Partisipan

Partisipan dalam penyusunan studi kasus ini adalah 1 klien dengan

diagnosis medis Hipertensi.

3.4 Lokasi dan Waktu

Pada studi kasus ini dilakukan asuhan keperawatan pada klien yang

mengalami Hipertensi dengan Nyeri Akut di ruang Teratai RSU dr. H. Koesnadi

Bondowoso selama 7 hari.

3.5 Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan penulis yaitu dengan cara:

42
43

1. Wawancara (hasil anamnesa berisi tentang identitas klien, keluhan utama

dan riwayat penyakit dan . Sumber data dari klien , keluarga, dan perawat

lainnya.

2. Observasi dan pemeriksaan fisik dengan pendekatan IPPA (inspeksi,

palpasi, perkusi, auskultasi)

3. Studi dokumentasi (hasil pemeriksaan diagnostik dan data lain yang

relevan).

3.6 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data atau

informasi yang diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validitas tinggi.

Disamping intergritas penulis (karena penulis memjadi instrument utama), uji

keabsahan data dilakukan yaitu dengan :

1) memperpanjang waktu pengamatan / tindakan.

2) sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tiga sumber data

utama yaitu klien, perawat dan keluarga klien yang berkaitan dengan masalah

yang akan diteliti.

3.7 Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya

membandingkan dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini

pembahasan. Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban –

jawaban yang diperoleh dari hasil intrepetasi wawancara mendalam yang akan

dilakukan untuk menjawab rumusan masalah. Teknik analisis digunakan dengan


44

cara observasi oleh penulis dan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk

selanjutnya diintrepretasiakn dan dibandingkan teori yang ada sebagai bahan

untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut. Urutan dalam analisis

adalah :

1) pengumpulan data

Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi dan

dokumen). Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin

dalam bentuk transkrip (catatan terstruktur).

2) Mereduksi data

Dari hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan

dijadikan satu dalam bentuk transkrip dan dikelompokan menjadi data

subyektif dan obyektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostic

kemudian dibandingkan nilai normal.

3) Penyajian data

Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk tabel, gambar, bagan dan

teks naratif. Kerahasiaan klien dijaga dengan mengaburkan identitas dari

klien.

4) Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan

dengan hasil – hasil penulisan terdahulu dan secara teontis dengan perilaku

kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan cara induksi. Data yang

dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan,

tindakan dan evaluasi.


45

3.8 Etika Penelitian

Dicantumkan etika yang mendasar penyusunan studi kasus, terdiri dari :

1) Informed consent (persetujuan menjadi klien)

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent

tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan, tujuanya adalah agar

subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya,

jika subyek bersedia maka mereka harus menandatangani lembar

persetujuan dan jika responden tidak bersedia maka peneliti harus

menghormati.

2) Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek, maka peneliti tidak

mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner hanya menuliskan

kode tertentu pada lembar pengumpulan data.

3) Confidentiality (kerahasiaan)

Untuk menjaga kerahasiaan dari hasil penelitian baik informasi

maupun masalah-masalah lainya, semua informasi yang telah dikumpulkan

dijamin kerahasiaanya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang

akan dilaporkan pada hasil riset.

Anda mungkin juga menyukai