Anda di halaman 1dari 18

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT

KECEMASAN PENDERITA RHEUMATOID ARTHRITIS DI DESA


MANCASAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI SUKOHARJO

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata I


Keperawatan Pada Fakultas Ilmu Kesehatan

Disusun Oleh :

NOVIANA KURNIA SARI


J210160012

PROGAM STUDI
KEPERAWATAN FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA 2020
i
ii
iii
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT
KECEMASAN PENDERITA RHEUMATOID ARTHRITIS DI DI DESA
MANCASAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI SUKOHARJO

Abstrak
Rheumatoid arthritis adalah penyakit autoimun dalam jenis poli arthritis
yang ditandai dengan adanya pembengkakan serta nyeri dan dapat menyebabkan
kerusakan sendi. Penyakit ini termasuk dalam golongan penyakit kronik.
Prevalensi penyakit ini di Indonesia Tahun 2011 diperkirakan mencapai 29,35%,
tahun 2012 39,47% dan 45,59% di tahun 2013. Penyakit ini lebih dominan terjadi
pada perempuan daripada laki-laki dengan perbandingan 3:1. Gangguan
pergerakan pada anggota tubuh akibat penyakit ini terkadang dapat menimbulkan
kecemasan bagi penderita. Dukungan keluarga dapat menjadi salah satu faktor
yang melatar belakangi tinggi atau rendahnya tingkat kecemasan penderita.
Bentuk dukungan keluarga dapat berupa dukungan emosional, dukungan
informasi, dukungan penghargaan, dan dukungan instrumental. Tujuan: untuk
mengetahui adakah hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat
kecemasan penderita rheumatid arthritis di Desa Mancasan Baki. Desain:
menggunakan deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional.
Pengumpulan data dengan kuesioner. Sampel dari penelitian ini merupakan
penderita rheumatoid arthritis di Desa Mancasan Baki dan memenuhi kriteria
inklusi. Data hubungan diolah menggunakan uji spearman rho. Hasil: didapatkan
hasil dukungan keluarga cukup baik sebesar 97,9% dan hasil tingkat kecemasan
tidak terdapat kecemasan sebesar 87,5% dengan nilai p = 0,703> 0,05.
Kesimpulan: tidak terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat
kecemasan penderita rheumatoid arthritis di Desa Mancasan wilayah kerja
Puskesmas Baki Sukoharjo.

Kata Kunci : Dukungan Keluarga, Tingkat Kecemasan, Rheumatoid Arthritis.

Abstract
Rheumatoid arthritis is an autoimmune disease in a type of poly arthritis
that is characterized by swelling and pain and can cause joint damage. This
disease is included in the class of chronic diseases. The prevalence of this disease
in Indonesia in 2011 is estimated to reach 29.35%, in 2012 39.47% and 45.59% in
2013. This disease is more dominant in women than men with a ratio of 3: 1.
Movement disorders in the limbs due to this disease can sometimes cause anxiety
for sufferers. Family support can be one of the factors behind the high or low level
of patient anxiety. Forms of family support can be emotional support, information
support, appreciation support, and instrumental support. Objective: to find out
whether there is a relationship between family support and anxiety levels of
rheumatid arthritis sufferers in Mancasan Baki Village. Design: using descriptive
correlative with cross sectional approach. Data collection by questionnaire. The
sample of this study was rheumatoid arthritis sufferers in Mancasan Baki Village
and met the inclusion criteria. Relationship data were processed using the

1
spearman rho test Results: the results obtained were quite good family support by
97.9% and the results of the level of anxiety there was no anxiety of 87.5% with a
value of p = 0.703> 0.05. Conclusion: there is no relationship between family
support and anxiety level of patients with rheumatoid arthritis in Mancasan
Village.

Keywords: Family Support, Anxiety Level, Rheumatoid Arthritis.

1. PENDAHULUAN
Penyakit kronik merupakan kondisi yang dapat di kendalikan dan
berlangsung dalam waktu yang lama, namun sulit untuk disembuhkan.
Data dari World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa penyakit
kronik termasuk dalam salah satu penyebab utama kematian dini di dunia
(Dewi, 2016). Pada tahun 2016 World Health Organization (WHO)
menjelaskan terdapat 335 juta jiwa di dunia menderita rematik, penyakit
ini disebut juga sebagai nyeri sendi atau Rheumatoid Arthritis (Safitri,
2015). Penyakit ini lebih sering di jumpai pada wanita daripada pria,
dengan perbandingan 3:1 (Kneale, 2011).
Menurut Arthritis Foundation (2006, dalam Andriani 2016) prevalensi
rheumatoid arthritis di perkirakan telah mencapai angka 1%, angka ini
mungkin terbilang kecil namun terus meningkat khususnya pada wanita.
Di Indonesia sendiri angka prevalensi rematik tahun 2004 mencapai 2 juta
jiwa, dengan penderita wanita 3 kali lipat lebih banyak dibandingkan
dengan pria. Tahun 2011 jumlah prevalensi di Indonesia diperkirakan
mencapai 29,35%, tahun 2012 39,47% dan 45,59% di tahun 2013
(Bawarodi, 2017).
Rheumatoid arthritis merupakan penyakit inflamasi articular yang
paling sering terjadi. Rheumatoid arthritis merupakan suatu penyakit
kronis, sistemik yang berkembang secara perlahan dan ditandai adanya
radang yang sering kambuh pada sendi-sendi dan struktur yang
berhubungan (Stanley & Beare, 2007, dalam Wibowo 2017). Menurut
American College of Rheumatology (ACR) tahun 2012 Rheumatoid
Arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun dengan adanya
pembengkakan, nyeri hingga terjadinya kerusakan sendi (Husna, 2017).

3
Penyebab rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi) dan juga
faktor metabolic serta infeksi virus. Dengan manifestasi klinis seperti sakit
pada persendian disertai kaku dan gerakan terbatas, serta sistemik seperti
mudah capek, lemah, dan lesu (Suratun 2008, dalam Wibowo 2017).
Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa penyakit ini tidaklah
berbahaya karena tidak menimbulkan kematian, namun jika tidak segera di
tangani penyakit ini dapat menimbulkan berbagai macam gangguan fisik,
mulai dari benjol-benjol sampai dengan kecacatan seumur hidup
(Terdampa 2016, dalam Listy 2018).
Penyakit ini selain menimbulakn gangguan fisik juga mnimbulkan
gangguan psikis pada penderitanya seperti kecemasan dan depresi
(Overman, 2014). Menurut Kaplan & Sadock (2003, dalam Iin vol 3,
2015) cemas merupakan respon emosional yang tidak menyenangkan
terhadap macam-macam stressor, baik yang jelas maupun tidak
teridentifikasikan, ditandai dengan adanya perasaan khawatir, takut, serta
adanya rasa terancam.
Prevalensi kecemasan pada penyakit ini dua kali lipat lebih besar
daripada prevalensi pada populasi umum. Kecemasan merupakan faktor
dari terjadinya gejala somatik, keterbatasan fungsional, sitokin pro-
inflamasi, ketidakberdayaan serta faktor lain yang terkait dengan penyakit
kronis (Greenen, 2012).
Kecemasan yang dialami oleh penderita Rheumatoid arthritis dapat
menyebabkan polemik baru dalam masalah kesehatan mereka, maka dari
itu support dari orang-orang terdekatnya. Keluarga bisa menjadi salah satu
alternatif yang dapat dijadikan pilihan.
Keluarga sendiri merupakan kumpulan 2 individu atau lebih yang
terikat oleh darah, atau adopsi dimana mereka tinggal dalam satu rumah
dan jika terpisah memperhatikan satu sama lain (Muhlisin, 2012). Dalam
bahasa sederhana penderita membutuhkan dukungan lebih dari keluarga
dalam mengatasi penyakitnya, sehingga setiap anggota keluarga yang
mendapatkan dukungan dan kasih sayang dari anggota keluarga lain akan
menciptakan hubungan yang hangat dan saling mendukung (Friedman
2002, dalam Muhlisin 2012).
4
Dengan adanya dukungan keluarga penderita menjadi lebih mudah
dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan persoalan-persoalan
yang dihadapi, merasa dicintai dan bisa berbagi beban, mengekspresikan
perasaan secara terbuka dapat membantu penderita dalam menghadapi
permasalahan yang terjadi. Dukungan keluarga memiliki beberapa jenis
yaitu dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumen
dan dukungan emosional (Misgiyanto, 2014).
Setelah dilakukan survey pendahuluan oleh peneliti pada tanggal 18
September 2019 di Puskesmas Baki Sukoharjo, di dapatkan data
bahwasannya terdapat kurang lebih 520 penderita Rheumatoid Arthritis
dimana 403 merupakan penderita perempuan dan 117 penderita laki-laki.
Berdasarkan data puskesmas tahun 2018 terdapat 14 desa di lingkup
Puskesmas Baki dengan penderita Rheumatoid Arthritis, yaitu Ngrombo
7,88%, Mancasan 17,5%, Gedongan 10,19%, Jetis 12,30%, Bentakan
6,15%, Kudu 5,19%, Kadilangu 2,88%, Baki Pandeyan 3,65%, menuran
13,65%, Gentan 3,07%, Purbayan 1,92%, Siwal 11,34%, Duwet 3,26%,
dan Waru 0,96%. Diantara desa tersebut penderita Rheumatoid Arthritis
terbanyak berada di Desa Mancasan dengan jumlah penderita sebanyak 91
jiwa (17,5%), selain jumlah penderita yang lumayan banyak hasil
wawancara terhadap 10 penderita yang dilakukan peneliti pada 15 Oktober
2019 di dapatkan data bahwa 7 penderita mengalami kecemasan dan
perasaan tidak tenang, 3 diantaranya mengatakan bahwa kecemasan yang
mereka alami dikarenakan mereka takut jika kedepannya mereka tidak
bisa berjalan ataupun tidak dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari,
sedangkan sisanya mengatakan bahwa mereka hanya merasa tidak tenang
dan gelisah saja.
Berdasarkan data diatas peneliti tertarik untuk meneliti adakah
hubungan antara dukungan keluarga penderita terhadap tingkat kecemasan
yang dialami oleh penderita rheumatoid arthritis di wilayah kerja
Puskesmas Baki Sukoharjo.

5
1. METODE PENELITIAN
Penelitian yang akan dilakukan berjenis penelitian kuantitatif.
Design yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
korelatif dengan pendekatan cross-sectional korelasional. Penelitian
korelasional memiliki ciri masalah berupa hubungan atau korelasi antara
dua atau lebih variabel. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini
yaitu pendekatan cross-sectional korelasional. populasi pada penelitian ini
adalah seluruh penderita Rheumatoid Arthritis di Desa Mancasan yang
berjumlah 91 penderita dengan jumlah responden sebanyak 48 penderita.
2. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Responden

Tabel 4.1 Distribusi karakteristik responden


No Variabel Frekuensi (F) Prosentase (%)
1. Usia
34-48 th 16 33.3%
49-63 th 25 52,1%
64-78 th 6 12,5%
79-93 th 1 2,1%
2. Jenis Kelamin
Laki-laki 6 12,5%
Perempuan 42 87,5%
3. Pendidikan
Tdk Sekolah 14 29,2%
SD 16 33,3%
SMP 9 18,8%
SMA 5 10,4%
Diploma 3 6,2%
Sarjana 1 2,1%
4. Pekerjaan
IRT 27 56,2%
Tani 10 20,8%
Wiraswasta 3 6,2%
Buruh 5 10,4%
PNS 1 2,1%
Karyawan 2 4,2%

Mayoritas responden yang mengalami Rheumatoid Arthritis


pada penelitian ini berkisar antara usia 56-65 tahun (33,3%), hal ini

6
dapat diakibatkan karena pada usia tersebut lapisan pelindung pada
persendian mereka sudah mulai menipis dan juga terjadi pengentalan
pada cairan tulang, dimana hal ini dapat menyebabkan responden pada
usia tersebut lebih rentan merasakan sakit ditubuhnya apalagi saat
melakukan aktivitas dan juga dapat meningkatkan resiko untuk terkena
Rheumatoid Arthritis.’
Hal ini juga disampaikan oleh Azizah dalam penelitiannya
ditahun 2011 dalam Elsi tahun 2018 bahwa orang-orang yang
tergolong dalam usia lanjut akhir (56-64 tahun) mempunyai banyak
keluhan pada sendinya, seperti linu, pegal, dan terkadang nyeri,
biasanya hal ini dirasakan pada bagian sendi jari-jari, tulang punggung,
serta lutut dan panggul.
Sementara, untuk jenis kelamin pada penelitian ini lebih
didominan oleh perempuan yaitu sebesar 87,5% atau setara dengan 42
responden dan laki-laki sebesar 12,5% atau setara dengan 6 responden.
Penyakit ini memiliki perbandingan penderita antara perempuan dan
laki-laki 4:1 yang artinya akan terdapat 1 penderita Rheumatid
Arthritis laki-laki setelah adanya 4 penderita Rheumatoid Arthritis
perempuan.
Hal ini dapat disebabkan karena perempuan memiliki hormon
estrogen dimana hormon ini dapat mempengaruhi kondisi autoimun
pada perempuan. Pernyataan ini dijelaskan oleh Elsi dalam
penelitiannya pada tahun 2018 bahwa hormon estrogen pada
perempuan ini berpotensi untuk menimbulkan system imun yang tidak
baik, karena system imun yang baik akan menjadi tidak baik atau tidak
normal dimana system imun akan salah dalam mengenali jaringan
tubuh yang seharusnya melindungi justru diserang oleh system imun
ini.
Berdasarkan data pada tabel 4.1 pendidikan responden tertinggi
sebanyak 16 responden (33,3%) adalah lulusan SD, dan 14 responden
(29,2%) justru tidak mengemban bangku sekolah. Kurangnya

7
pendidikan dapat meningkatkan rasa ketipahaman masyarakat terhadap
suatu hal termasuk dalam dunia kesehatan, sehingga mereka cenderung
akan lebih susah dalam menerima dan mencerna informasi yang di
dapatkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Notoatmojo (2012) bahwa
semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin mudah
dalam menerima informasi yang dibutuhkan.
Mayoritas responden pada penelitian ini bekerja sebagai ibu
rumah tangga yaitu sebanyak 27 responden (56,2%). Ibu rumah tangga
memiliki aktivitas yang cukup berat dalam mengurus rumah, dan juga
banyak menggunakan otot-otot diarea sendi.
Pekerjaan bukan hal yang utama untuk menjadikan seseorang
rentan terhadap penyakit ini, namun pekerjaan bisa menjadi salah satu
alasan yang melatarbelakangi seperti pernyataan Nainggolan (2009)
bahwa rematik sering berkaitan dengan profesi seseorang. seperti
buruh pelabuhan misalnya yang sering membawa beban berat sehingga
menyebabkan ia merasakan pegal di daerah beban pikulan.
Responden pada penelitian ini keseluruhan tinggal bersama
dengan keluarga mereka, atau dapat dikatakan 100% responden tinggal
dengan keluarganya dalam satu rumah.
Tinggal bersama keluarga dapat menjadikan penderita lebih terurus
ketika sakit, meskipun keluarga mereka memiliki kesibukan masing
masing, karena keluarga merupakan bagian yang sangat penting
bagi pasien untuk menghadapi kondisi tubuh yang mengalami
penurunan status kesehatan (Dasuki, 2018).
2. Analisa Univariat
a. Gambaran Dukungan Keluarga Responden

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga


Mean Median Mode SD Quartile
47,86 48,00 44 6,18 Q1 44,00
Q2 48,00
Q3 51,00

8
Tabel 4.3 Distribusi Klasifikasi Dukungan Keluarga

Dukungan Keluarga Frekuensi %


Baik 1 2,1
Cukup 47 97,9
Kurang 0 0

Total 48 100

Hasil uji univariat yang didapatkan menunjukkan bahwa 47


responden memiliki dukungan keluarga yang cukup baik, dan 1
diantarannya memiliki dukungan keluarga yang baik. Hal ini
disebabkan karena keluarga memiliki kesibukan dalam urusan
pekerjaan mereka disamping merawat dan melakukan pemenuhan
kebutuhan bagi responden. Keluarga juga memiliki keterbatasan
waktu dan juga tenaga dalam memberikan pemenuhan kebutuhan
untuk dirinya sendiri dan keluarganya, sehingga kebutuhan
responden pun ada yang mungkin terabaikan. Kebutuhan yang
peneliti maksud disini lebih kepada kebutuhan fisiologis, rasa
aman dan nyaman, dan juga kasih sayang.
Dukungan keluarga sendiri merupakan salah satu faktor
pendukung yang sangat dibutuhkan oleh penderita dikala mereka
merasakan sakit, sebagaimana yang dikatakan Friedman (1998)
bahwa keluarga berfungsi sebagai system pendukung bagi
anggotanya. Dukungan ini dapat dikaitkan dengan hubungan
perkawinan, kelahiran, dan adobsi. Dukungan keluarga yang
diberikan dapat bermacam-macam antara lain : 1) dukungan
informasi, 2) dukungan penilaian, 3) dukungan emosional, 4)
dukungan instrumental.

9
b. Gambaran Tingkat Kecemasan Responden
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan
Mean Median Mode SD Quartile
12,56 12,00 11 3,41 Q1 10,25
Q2 12,00
Q3 14,00

Tabel 4.5 Distribusi Klasifikasi Tingkat Kecemasan

Tingkat Kecemasan Frekuensi %


Tidak Cemas 42 87,5
Cemas Ringan 5 10,4
Cemas Sedang 1 2,1
Total 48 100
Hasil uji univariat yang dilakukan mendapatkan hasil
sebanyak 42 responden (87,5%) tidak mengalami kecemasan, 5
responden (10,4%) mengalami kecemasan ringan dan 1 responden
(2,1%) mengalami kecemasan sedang. Mayoritas responden di
Desa Mncasan tidak mengalami kecemasan dikarenakan mereka
menganggap penyakit ini bukanlah hal yang serius.
Ketidakcemasan seseorang dapat disebabkan karena cara
pandang penderita terhadap penyakit yang dialaminya, dukungan
keluarga yang diterima, lingkungan sosial, serta masalah yang
mungkin sedang dihadapi secara bersamaan (Tokala dkk, 2015),
dengan kata lain penderita dapat mengalami kecemasan yang
sangat berat saat menghadapi suatu penyakit dan juga dapat tidak
merasakan kecemasan sama sekali terhadap suatu penyakit yang
dideritanya.

1
3. Analisa Bivariat
a. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan
Responden

Tabel 4.6 Distribusi Tabulasi Silang


Dukungan Keluarga dan Tingkat Kecemasan (n= 48)
Dukungan Keluarga
Baik Cukup Total
Tingkat
Kecemasan
n % N % n %
Cemas
1 2,1 4 8,3 5 10,4
ringan
Cemas
0 0 1 2,1 1 2,1
sedang
Tidak cemas 0 0 42 87,5 42 87,5
Total 1 2,1 47 97,9 48 100
p-value 0,703
Berdasarkan hasil tabulasi silang pada variable dukungan
keluarga dan tingkat kecemasan didapatkan hasil 1 responden memiliki
dukungan keluarga yang baik dan mengalami cemas ringan, 1 responden
dengan dukungan keluraga cukup mengalami cemas sedang, dan 4
responden dengan dukungan keluarga cukup mengalami cemas ringan
dan 42 responden dengan dukungan keluarga cukup tidak mengalami
kecemasan sama sekali. Hal ini dikarenakan setiap responden
mendapatkan dukungan keluarga yang berbeda-beda jenisnya, adanya
faktor lain seperti masalah ekonomi bisa menjadi alasan timbulnya
kecemasan pada pederita disamping faktor dukungan keluarga.
Hasil uji bivariat didapatkan hasil nilai p = 0,703>0,05 maka Ha
ditolak dan Ho diterima artinya tidak terdapat hubungan antara dukungan
keluarga dengan tingkat kecemasan yang dialami oleh penderita
Rheumatoid Arthritis di Desa Mancasan. Tidak adanya hubungan antara
dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada penderita rheumatoid
arthritis dapat disebabkan karena penderita mungkin memiliki faktor lain
seperti masalah ekonomi yang dapat terjadi akibat penyakit ini.
b. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian milik Fadilah tahun 2017
tentang hubungan dukungan keluarga dengan penurunan tingkat

1
kecemasan pada anak toddler di Rsud Sultan Syarif Muhammad Alkadrie
Pontianak, dengan p-value 0,415>0,05 yang artinya tidak terdapat
hubungan diantara variabelnya. Hal ini dikarenakan anak selalu ditemani
oleh orang tuanya ketika mendapatkan perawatan dan kemungkinan
adanya faktor lain yang menyebabkan kecemasan seperti perpisahan
dengan lingkungan dan orang sekitar yang belum pernah mereka temui.
c. Menurut Kaplan dan saddock (1997) kecemasan dapat disebabkan karena
adanya faktor intrinsik dan ekstrinsik, dimana faktor intrinsik antara lain:
usia, pengalaman pengobatan, konsep diri dan peran, tingkat ekonomi,
jenis tindakan medis, dan komunikasi terapeutik, sedangkan untuk faktor
ekstrinsik antara lain: kondisi medis, tingkat pendidikan, akses informasi
dan proses adaptasi.
d. Penderita Rheumatoid arthritis tidak hanya membutuhkan dukungan
keluarga yang baik untuk menurunkan tingkat kecemasan mereka namun,
mereka juga membutuhkan lingkungan yang nyaman untuk
keberlangsungan hidup mereka yang dapat membuat seorang penderita
tidak merasa cemas.
4. PENUTUP
a. Simpulan
1) Karakteristik responden di Desa Mancasan sebagian besar
responden adalah dewasa tua dan lansia, jenis kelamin yang
dominan adalah perempuan, pendidikan responden paling dominan
lulusan SD, pekerjaan yang paling dominan adalah IRT, dan
seluruh responden tinggal bersama dengan keluarganya.
2) Distribusi dukungan keluarga pada responden di Desa Mancasan
setelah dilakukan uji univariat yaitu mayoritas responden memiliki
dukungan yang cukup baik dan sebagian responden memiliki
dukungan keluarga yang baik.
3) Distribusi tingkat kecemasan pada responden di Desa Mancasan
setelah dilakukan uji univariat yaitu mayoritas responden tidak
mengalami kecemasan, sebagian mengalami kecemasan ringan,
dan kecemasan sedang.

1
4) Mayoritas responden di Desa Mancasan tidak mengalami
kecemasan dan memiliki dukungan keluarga yang cukup, hasil uji
statistik yang dilakukan menunjukkan tidak terdapat hubungan
diantara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan.
b. Saran
1) Bagi Responden
Responden sebaiknya meminta bantuan dari anggota
keluarga jika mengalami kesulitan, keluarga mungkin terkadang
tidak peka terhadap kondisi kita namun tidak salah apabila kita
meminta bantuan kepada mereka, jangan memaksakan untuk
melakukan apapun sendirian yang nantinya ditakutkan dapat
memperparah keadaan tubuhnya.
2) Bagi Keluarga Responden
Kesehatan keluarga adalah hal utama, maka dari itu peneliti
menyarankan kepada keluarga yang anggotanya memiliki penyakit
Rheumatoid Arthritis hendaknya lebih memberikan waktu untuk
memperhatiakannya, karna dukungan keluarga sangatlah penting
untuk untuk proses penyembuhan mereka.
3) Bagi Peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian
dengan menggunakan metode yang lain sehingga dapat menggali
lebih dalam mengenai hubungan antara dukungan keluarga dengan
tingkat kecemasan yang dialami, bagaimana tingkat kecemasan
dapat diturunkan secara signifikan dengan adanya dukungan
keluarga seperti penggunaan fungsi atau peran keluarga, sehingga
hasil penelitian nantinya lebih detail dan akan dapat lebih
bermanfaat bagi peneliti yang lainnya.

1
DAFTAR PUSTAKA

Andriani, M. (2016). Pengaruh Kompres Serei Hangat Terhadap Penurunan


Intensitas Nyeri Artritis Rheumatoid Pada Lanjut Usia. Jurnal Iptek
Terapan, 10(1). https://doi.org/10.22216/jit.2016.v10i1.431.
Bawarodi, F, Julia R, dan Reginus M. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kekambuhan Penyakit Rematik Di Wilayah Puskesmas Beo
Kabupaten Talaud. e-Journal Keperawatan, 5 (1), 1-7.
Daniel Akbar Wibowo, D. N. Z. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan
Sikap Keluarga Tentang Perawatan Arthritis Rheumatoid Pada Lansia Di
Desa Pamalayan Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis. Jurnal
Kesehatan Bakti Tunas Husada, 17.
Dasuki. (2018). Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Efikasi Diri Pasien
Ppok Di Poliklinik Paru Rsud Koja Jakarta Utara. 1(1), 19–23.
Dewi, Ratna. "Pengalaman Mahasiswa dengan Penyakit Kronik dalam Belajar di
Universitas Esa Unggul." Indonesian Journal of Nursing Health
Science 1.1 (2016): 67-74.
Elsi, M. (2018). Gambaran faktor dominan pencetus arthritis rheumatoid di
wilayah kerja puskesmas danguang danguang payakumbuh tahun 2018.
XII(8), 98–106.
Greenen, R, etc. (2012). Psyhological Interventions for Patients with Rheumatic
Disease and Anxiety or Depression. Elsevier. 26(3). 305-319.
Husna, Ulviani Yulia and , Hidayah Karuniawati, M. Sc ., Apt (2017) Evaluasi
Terapi Oains Dan Dmard Pada Pasien Rheumatoid Arthritis Di Instalasi
Rawat Jalan RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2015 -
2016. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Karunia, E. (2016). Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Kemandirian
Activity Of Daily Living Pascastroke. (September), 213–224.
https://doi.org/10.20473/jbe.v4i2.2016.213
Kneale J, & Davis P. (2011). Keperawatan Ortopedik & Trauma Edisi
2.Jakarta:EGC.

1
Listy, Aldist Andini and , Arum Pratiwi, S.Kp.,M.Kes.,Ph.D (2018) Gambaran
Respon Psikologis Penderita Rheumatoid Arthritis Di Komunitas. Skripsi
thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Muhlisin, Abi. (2012). Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Gosyen
Publishing. Nainggolan, O. (2009). Prevalensi dan Determinan Penyakit
Rematik di
Indonesia. Puslitbang Biomedis Dan Farmasi Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan N Abstrak:, 59.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta. Patimah, I., Nuraeni, A., Keperawatan, F., & Padjadjaran, U. (n.d.).
Pengaruh
Relaksasi Dzikir terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Gagal Ginjal
Kronis yang Menjalani Hemodialisa The Impact of Dzikir to The Level of
Anxiety of Chronic Renal Failure Patient Undergoing Hemodialysis.
3(April 2015), 18– 24.
Safitri, Y. (2015). Pengaruh Air Rebusan Jahe Merah (Zingiber Officinale
Rosc) Terhadap Penurunan Nyeri pada Penderita Arthritis Rheumatoid di
Desa Empat Balai Wilayah Kerja Puskesmas Kuok. Jurnal Keperawatan
STIKes Tuanku Tambusai Riau, 81-87.
Susilawati, M. & D. (2014). Hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat
kecemasan penderita kanker serviks paliatif. Jurnal Keperawatan, ISSN: 2086-
3071, 5, 1–15. Retrieved from
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/issue/view/226/showToc

Anda mungkin juga menyukai