Anda di halaman 1dari 6

BAB iiI iiPENDAHULUAN

1.1 Latar iiBelakang

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004, lanjut


usiaadalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Menua
bukanlah suatu penyakit, iitetapi iimerupakan iiproses iiyang iiberangsur-angsur
mengakibatka perubahan kumulatif, iimerupakan iiproses iimenurunnya iidaya iitahan
tubuh iidalam iimenghadapi rangsangan iidari iidalam iidan iiluar iitubuh (Kementerian
Kesehatan RI, 2017) Sehubungan iidengan iiproses iimenua iipada iilansia iimenyebabkan
terjadinya iipenurunan iikemampuan iiberaktivitas iiakibat iibeberapa iikondisi iigangguan
sendi iidan iitulang, iipenyakit iiyang iiberhubungan iidengan iisaraf, iijantung iidan
pernafasan iiserta iipenyakit iikritis iiyang iimemerlukan iitirah iibaring. iiTirah iibaring
atau iibedrest iiyaitu iisuatu iikeadaan iidimana iipasien iiberbaring iidi iitempat iitidur
selama iihampir ii24 iijam iisetiap iiharinya iidengan iitujuan iiuntuk iimeminimalkan fungsi
semua iisistem iiorang iipasien . Dampak iitirah iibaring iiterhadap iifisik iiyaitu iiterjadinya
kerusakan iiintegritas iikulit iiakibat ii iiimobilisasi. iiImobilisasi iiadalah iiintervensi
ortopedi iiumum iiyang iidilakukan iipada iipasien iidengan iicedera iitraumatis iiyang
parah. iiMeskipun iibermanfaat, iiimobilisasi iibiasanya iimenyebabkan iidisfungsi iipada
jaringan iiartikular iidan iiekstra iiartikular iipada iisendi iidiarthrodial ii(sinovial). iiSalah
satu iidisfungsi iitersebut iiadalah iikontraktur iisendi, iiyang iiditandai iidengan iihilangnya
rentang iigerakpasif. iiImobilisasi iijangka iipanjang iimenyebabkan iikontraktur iisendi
pemendekan iikapsul iisendi, iiadhesi iisinovial iidan iiarthrofibrosis iisehingga
memunculkan iitanda iidan iigejala iikekakuan iisendi iiiiDampak iiburuk iidari iiimobilisasi
yaitu iigangguan iiintegritas iikulit iiyang iidapat iimengakibatkan iiterjadinya iiiritasi iidan
luka iitekan(Bączkowicz et al., 2020)
Menurut iiNational iiPressure iiUlcer iiAdvisory iiPanel ii(NPUAP), iiluka iitekan
iimerupakan iiarea iijaringan iiyang iicedera iipada iikulit iiatau iijaringan iilunak iiyang
iimelapisi iitulang iiyang iimenonjol iiatau iiterkait iidengan iiperangkat iimedis iiatau
iiperalatan iilainnya. iiLuka iitekan iiterjadi iiakibat iipenekanan iiyang iiterjadi iisecara
iiterus iimenerus iidan iiberkepanjangan iiatau iigesekan iipada iikulit iiiiGangguan iiini
iiterjadi iipada iiindividu iiyang iiberada iidiatas iikursi iiatau iidiatas iitempat iitidur
iiataupun iiindividu iiyang iimengalami iikesulitan iimakan iisendiri, serta iimengalami
iigangguan iitingkat iikesadaran. iiLuka iitekan iimengganggu iiproses iipemulihan iipasien,
iimungkin iijuga iidiikuti iikomplikasi iidengan iinyeri iidan iiinfeksi iisehingga iimenambah
iipanjang iilama iiperawatan,ibahkan adanya luka iitekan iimenjadi iipenanda buruk
iiprognosis iisecara iikeseluruhan dan iimungkin berkontribusi iiterhadap iimortalitas
iipasien. (European Pressure Ulcer Advisory Panel and National Pressure Ulcer Advisory
Panel, 2014)
Beberapa faktor resiko dapat menjadi presdiposisi perkembangan luka dekubitus,
diantaranya adalah imobilisasi dalam waktu lama, defisit sensori, gangguan nutrisi dan
nutrisi kurang. Menurut (Mervis & Phillips, 2019) faktor resiko untuk luak dekubitus adalah
ketika kulit mengalami tekanan yang kuat secara terus menerus sehingga menyebabkan
iskemia jaringan, orang dengan gangguan mobilitas, mungkin karena kecelakaan, gangguan
neurologis, sedasi, imobilisasi peri dan pasca operasi pasien rawat inap, gizi buruk yang
menyebabkan kehilangan massa otot umumnya terjadi pada popolasi yang tidak dapat
bergerak dan lanjut usia. Kondisi lainnya yang di kaitkan dengan dekubitus adalah
gangguan kognitif trombosis luka dalam gangguan mikrosirkulasi, gagal jantung kongesif,
edema ekstremitas bawah diabetes dan rematik arthritis. (Mervis & Phillips, 2019)
Luka tekan adalah masalah yang signifikan di seluruh dunia. Menurut Wort Health
Organization (WHO) prevalensi dekubitus di dunia, 21% atau sekitar 8,50 juta kasus.
Prevalensi luka dekubitus bervariasi 5-11% terjadi di tatanan perawatan akut (acute care),
15-25% di tatanan perawatan jangka panjang (long term care), dan 7-12% di tatanan
perawatan rumah (home health care) (WHO, 2018). Data dari Departemen Kesehatan RI,
insiden dekubitus di Indonesia sebesar 8,2 per 1000 penduduk. Angka ini mengalami
peningkatan sebesar 0,7% dibandingkan dengan 5 tahun sebelumnya. Prevalensi tertinggi
ditemukan di Sulawesi selatan (12,8%) dan terendah di jambi (4,5%) (DepKes RI, 2017).
Prevalansi ulkus dekubitus sekitar 17-28%, dan sekitar duapertiga kasus terjadi pada pasien
berusia diatas 70 tahun. Pada pasien dengan gangguan neorologis, insidens ulkus dekubitus
adalah 5-8%. Pada pasien dengan penyakit akut, juga didapatkan dekubitus pada 3-11%
pasien. Ulkus dekubitus merupakan penyebab kematian pada 7-8% dengan paraplegi.
Dilaporkan kejadian dekubitus pada pasien stroke sebesar ± 3% pasien. Dekubitus lebih
sering dijumpai pada pasien dengan malnutrisi, infeksi, inkontesia urin, atau pada penderita
penyakit serius. Dekubitus menyebabkan nyeri, peningkatan spastisitas, proses
penyembuhan yang lambat, dan peningkatan resiko komplikasi penyakit.(Suwardianto,
2016)Dalam penelitian yang dilakukan oleh M. Lima Serrano faktor risiko yang paling
sering dikaitkan dengan perkembangan ulkus dekubitus adalah: usia, lama tinggal di ICU,
diabetes, waktu MAP <60-70 mmHg, MV, terapi hemofiltrasi dialisis venovenous atau
intermiten terus menerus, pengobatan dengan obat vasoaktif, dengan obat penenang dan
perubahan postural. (Lima Serrano et al., 2017)
Pasien gangguan mobilitas seperti pasien stroke dan lansia tidak hanya terbatas di
instansi kesehatan seperti rumah sakit dan panti jompo, tetapi juga dimasyarakat.
Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa
penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi jumlah penduduk lansia tahun 2020
(27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan tahun 2035 (48,19 juta).
Ada 19 provinsi (55,88%) provinsi Indonesia yang memiliki struktur penduduk tua. Tiga
provinsi dengan persentase lansia terbesar adalah DI Yogyakarta (13,81%), Jawa Tengah
(12,59) dan Jawa Timur (12,25%). Sementara itu, tiga provinsi dengan persentase lansia
terkecil adalah Papua (3,20%), Papua Barat (4,33%) dan Kepulauan Riau (4,35%).
(Kementerian Kesehatan RI, 2017) Kondisi imobilisasi meningkatkan resiko terjadinya
kerusakan kulit dan proses penyembuhan luka yang lamba. (Mervis & Phillips, 2019)
Luka tekan tetap menjadi tantangan bagi pasien yang mengembangkannya, dan
profesional kesehatan yang terlibat dalam pencegahan dan manajemen mereka. Data dari
NHS Safety Thermometer (2018) menunjukkan bahwa meskipun program ekstensif
pencegahan, insiden tahunan masih 0,9% (April 2017 hingga Maret 2018) di Inggris.
(Pressure Ulcer Core Curriculum, 2018) Prevalensi HAPI menunjukkan cedera baru yang
berkembang saat fasilitas atau layanan tersebut. Hasil rawat inap konsisten dengan 2017
dengan sedikit peningkatan di RAC dan komunitas/ kelompok rawat jalan: 1. Rawat Inap
382 orang dari 9669 yang disurvei – prevalensi 4%(2017 – 4%) 2. RAC 55 orang dari 981
yang disurvei – prevalensi 5,6% (2017 – 5,9%) 3. Komunitas/rawat jalan 15 orang dari 1244
yang disurvei – 1,2% prevalensi (2017 – 1,9%). (Commision, 2016) Sebanyak 95 % ulkus
dekubitus terjadi pada bagian belakang tubuh. Daerah predileksi yang sering terjadi ulkus
dekubitus adalah sakrum, koksigeal, tuberositas ischialgia dan trokanter mayor. Sakrum
merupakan daerah tersering terjadi ulkus dekubitus (36%), tumit (30%), daerah lain masing-
masing 6%. Daerah predileksi ulkus dekubitus: 1. Posisi dorsal: os. Sakrum, koksigeus,
tendon achiles, os oksipital 2. Posisi abdominal: os frontal, arkus kostarum, krista illiaka,
genue 3. Posisi Lateral: trokanter mayor, os zigomatikum, kostae lateral dan maleolus
lateralis 4. Posisi duduk: tuberositas iskialgia, os oksipital, tumit.(Mamoto & Gessal, 2018)
Penelitian yang dilakukan Sulastri dkk menunjukkan pengetahuan keluarga tentang
Dekubitus terbanyak dalam rentang cukup sebesar 40% dan kurang 33,33 sedangkan yang
berpengetahuan baik hanya 26,67% atau 8 orang dari total 30 responden24 . Setelah
dilakukan edukasi tentang dekubitus kepada keluarga dalam penelitian Sulastri dkk
didapatkan hasil adanya kenaikan nilai rerata skor pengetahuan yang secara simultan juga
berhubungan meningkatkan nilai rerata keterlibatan keluarga dalam pencegahan dekubitus.
Hasil ini menunjukkan adanya peran pengetahuan dalam mendorong persepsi keluarga
untuk selanjutnya melakukan tindakan pencegahan yang benar. Mengetahui persepsi
keluarga terhadap pencegahan dekubitus menjadi penting untuk selanjutnya dijadikan
pertimbangan dalam modifikasi faktor yang dapat mempengaruhi persepsi keluarga untuk
melakukan tindakan pencegahan dekubitus. (Agustina & Rasid, 2020)
Fatonah dkk menyatakan dalam penelitiannya bahwa dekubitus berdampak pada
kualitas hidup lansia yang menderita. Diantara dampak tersebut adalah dampak terhadap
kondisi fisik, sosial, psikologis, finansial dan dampak yang ditimbulkan dari gejala
dekubitus dan dampak terhadap kesehatan secara umum. (Fatonah et al., 2013). Rasa nyeri
yang tidak nyaman dari dekubitus mengakibatkan penundaan waktu rehabilitasi
memperpanjang masa sakit dan keluar rumah sakit, serta berkontribusi terhadap kecacatan
dan kematian. (Nuru et al., 2015)
Perkembangan dekubitus pada lansia dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi
yang paling serius akibat ulkus dekubitus adalah sepsis. Bila ulkus menjadi sumber
bakteremia maka mortalitas di rumah sakitnya 37 mendekati 60%. Bakteremia transien juga
dapat timbul setelah debridemen dilakukan, dan ini harus mendapat perhatian dari petugas
kesehatan yang merawat pasien dengan ulkus dekubitus. Angka mortalitas ulkus derajat IV
dapat mencapai 40%. GeriUI Komplikasi sering terjadi pada stadium 3 dan 4, walaupun
dapat juga terjadi pada ulkus superfisial. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain : 1.
Infeksi, sering bersifat multibakterial baik yang aerobic ataupun aneorobik 2. Keterlibatan
jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteitis, osteomielitis (38%), artritis septik 3.
Septicemia 4. Anemia 5. Hipoalbuminemia 6. Kematian dengan angka mortalitas mencapai
48%. 1 Komplikasi tersering yang terjadi pada pasien dengan ulkus dekubitus adalah
terjadinya infeksi pada daerah luka yang diakibatkan karena perawatan luka yang tidak
adekuat.Semua luka mengandung bakteri yang dapat menyebabkan suati keadaan infeksi.
Tanda-tanda suatu luka menggambarkan suatu keadaan infeksi adalah sebagai berikut: 1.
Bau 2. Peningkatan eksudat 3. Jaringan granulasi 4. Peningkatan rasa sakit. Pencegahan
terhadap dekubitus sangat penting dari pada mengobati komplikasi yang ditimbulkan
dengan biaya yang lebih tinggi. Keluarga memiliki peran penting dalam upaya pencegahan
terhadap dekubitus pada anggota keluarga yang rentan terkena dekubitus seperti pasien
stroke dan lansia. (Mamoto & Gessal, 2018)
Tindakan pencegahan dekubitus harus dilakukan sedini munkin dan secara terus
menerus. Oleh karena itu perawat dan keluarga berperan penting terhadap deteksi dini
tanda-tanda abnormalitas kulit seperti kemerahan. Peran keluarga sangat penting dalam
setiap aspek perawatan kesehatan anggota keluarganya, hal ini penting untuk mencapai
suatu keadaan sehat hingga tingkat optimum. Oleh karena itu diperlukan keterlibatan
keluarga dalam membantu perawat dalam upaya pencegahan dekubitus tersebut. Masalah
keterlibatan keluarga dalam upaya pencegahan dekubitus baik tindakan yang dilakukan
maupun yang tidak dilakukan sebenarnya hal yang dilakukan bukan karena tahu secara jelas
apa tujuan tindakan tersebut melainkan hanya kebiasaan saja atau setidaknya naruli untuk
membantu dan melindungi pasien. (Sulastri et al., 2008)
Menurut teori health belief model tindakan atau upaya pemeliharaan kesehatan
dipengaruhi oleh persepsi ancaman suatu penyakit. Beberapa faktor yang mempengaruhi
terbentuknya persepsi ancaman yaitu : Perceived susceptibility, Perceived severity,
Perceived barriers, Perceived benefits. Dalam masalah pencegahan dekubitus dari perawatan
yang dilakukan keluarga jika disesuaikan dengan terori health belief, maka dalam upaya
untuk mendorong tindakan pencegahan dekubitus dengan pemahaman baik tentang
dekubitus yang selanjutnya akan mendorong keluarga untuk bertindak. (Rachmawati, n.d.)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suwardianto pada semua keluarga yang
memiliki keluarga mengalami imobilisasi dengan Besar sampel adalah 19 responden untuk
mengetahui pengetahuan, sikap, dan perilaku keluarga dalam pencegahan dekubitus pada
keluarga dengan imobilisasi menunjukkan Pengetahuan keluarga Tentang Pencegahan
Dekubitus pada Pasien Immobilisasi Hasil penelitian terhadap 19 responden didapatkan
responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 5 responden (26,3%), cukup
sebanyak 9 responden (47,4%) dan kurang sebanyak 5 responden (26,3%). Jadi tingkat
pengetahuan responden tentang pencegahan dekubitus paling banyak adalah cukup. Sikap
Keluarga Tentang Pencegahan Dekubitus pada Pasien Immobilisasi Hasil penelitian
terhadap 19 responden didapatkan responden yang memiliki sikap baik sebanyak 11
responden (57,9%), sikap cukup sebanyak 6 responden (31,6%) dan sikap kurang sebanyak
2 responden (10,5%). Jadi sikap keluarga dalam pencegahan dekubitus lebih dari 50%
adalah baik. Perilaku Keluarga Tentang Pencegahan Dekubitus pada Pasien Immobilisasi
Hasil penelitian terhadap 19 responden didapatkan responden yang memiliki perilaku baik
sebanyak 5 responden (26,3%), perilaku cukup sebanyak 5 responden (26,3%) dan perilaku
kurang sebanyak 9 responden (47,4%). Jadi perilaku keluarga dalam pencegahan dekubitus
paling banyak adalah kurang. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Gambaran pengetahuan keluarga dalam melakukan alih
baringt terhadap pencegahan kejadian dekubitus pada pasien lansia bedrest.”.
(Suwardianto, 2016)

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut
“Bagaimana gambaran pengetahuan keluarga dalam melakukan alih baring untuk
mencegah kejadian dekubitus pada pasien lansia bedrest?”.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran pengetahuan keluarga dalam pencegahan kejadian dekubitus
pada lansia bedrest?
2. Bagaimana gambaran alih baring dalam mencegah kejadian dekubitus pada lansia
bedrest?
3. Bagaimana gambaran pengetahuan keluarga dalam melakukan alih baring untuk
mencegah kejadian dekubitus pada pasien lansia bedrest?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan umum
Untuk mengidentifikasi Bagaimana gambaran pengetahuan keluarga dalam
melakukan alih baring untuk mencegah kejadian dekubitus pada pasien lansia
bedrest?
1.4.2 Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi gambaran pengetahuan keluarga dalam pencegahan
kejadian dekubitus pada pasien lansia bedrest?
b. Mengidentifikasi gambaran alih baring dalam mencegah kejadian
dekubitus pada lansia bedrest?
c. Mengidentifikasi gambaran pengetahuan keluarga dalam melakukan alih
baring untuk mencegah kejadian dekubitus pada pasien lansia bedrest?
1.5 Hipotesis Penelitian
None
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi pengembangan
ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan pengetahuan keluarga dalam
melakukan alih baring untuk mencegah kejadian dekubitus pada pasien lansia
bedrest.
1.6.2 Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi peneliti
Untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan mendapat pengalaman
tentang pengetahuan keluarga dalam melakukan alih baring untuk mencegah
kejadian dekubitus pada pasien lansia bedrest.
b. Manfaat bagi profesi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada perawat
mengenai pencegahan dekubitus. Masukan penelitian ini diharapkan dapat
membantu perawat untuk memaksimalkan pencegahan dekubitus supaya
tingkat kejadian dekubitus dapat menurun.
c. Bagi masyarakat
Hasil penelitian dapay menjadi informasi terutama pada keluarga dengan
anggota keluarga berisiko dekubitus. Informasi tersebut diharapkan dapat
dimanfaatkan untuk di praktekkan dalam upaya pencegahan dekubitus pada
anggota keluarga yang berisiko dekubitus.
d. Manfaat bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai data dasar untuk
melakukan penelitian selanjutnya mengenai pengetahuan keluarga dalam
melakukan alih baring untuk mencegah kejadian dekubitus pada pasien
lansia bedrest. Penelitian yang berkesinambungan serta berkelanjutkan
sangat diperlukan dibidang keperawatan, agar dapat mengatasi
permasalahan sesuai dengan fenomena yang terjadi

Anda mungkin juga menyukai