Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004, lanjut
usiaadalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Menua bukanlah suatu penyakit, iitetapi iimerupakan iiproses iiyang iiberangsur-angsur mengakibatka perubahan kumulatif, iimerupakan iiproses iimenurunnya iidaya iitahan tubuh iidalam iimenghadapi rangsangan iidari iidalam iidan iiluar iitubuh (Kementerian Kesehatan RI, 2017) Sehubungan iidengan iiproses iimenua iipada iilansia iimenyebabkan terjadinya iipenurunan iikemampuan iiberaktivitas iiakibat iibeberapa iikondisi iigangguan sendi iidan iitulang, iipenyakit iiyang iiberhubungan iidengan iisaraf, iijantung iidan pernafasan iiserta iipenyakit iikritis iiyang iimemerlukan iitirah iibaring. iiTirah iibaring atau iibedrest iiyaitu iisuatu iikeadaan iidimana iipasien iiberbaring iidi iitempat iitidur selama iihampir ii24 iijam iisetiap iiharinya iidengan iitujuan iiuntuk iimeminimalkan fungsi semua iisistem iiorang iipasien . Dampak iitirah iibaring iiterhadap iifisik iiyaitu iiterjadinya kerusakan iiintegritas iikulit iiakibat ii iiimobilisasi. iiImobilisasi iiadalah iiintervensi ortopedi iiumum iiyang iidilakukan iipada iipasien iidengan iicedera iitraumatis iiyang parah. iiMeskipun iibermanfaat, iiimobilisasi iibiasanya iimenyebabkan iidisfungsi iipada jaringan iiartikular iidan iiekstra iiartikular iipada iisendi iidiarthrodial ii(sinovial). iiSalah satu iidisfungsi iitersebut iiadalah iikontraktur iisendi, iiyang iiditandai iidengan iihilangnya rentang iigerakpasif. iiImobilisasi iijangka iipanjang iimenyebabkan iikontraktur iisendi pemendekan iikapsul iisendi, iiadhesi iisinovial iidan iiarthrofibrosis iisehingga memunculkan iitanda iidan iigejala iikekakuan iisendi iiiiDampak iiburuk iidari iiimobilisasi yaitu iigangguan iiintegritas iikulit iiyang iidapat iimengakibatkan iiterjadinya iiiritasi iidan luka iitekan(Bączkowicz et al., 2020) Menurut iiNational iiPressure iiUlcer iiAdvisory iiPanel ii(NPUAP), iiluka iitekan iimerupakan iiarea iijaringan iiyang iicedera iipada iikulit iiatau iijaringan iilunak iiyang iimelapisi iitulang iiyang iimenonjol iiatau iiterkait iidengan iiperangkat iimedis iiatau iiperalatan iilainnya. iiLuka iitekan iiterjadi iiakibat iipenekanan iiyang iiterjadi iisecara iiterus iimenerus iidan iiberkepanjangan iiatau iigesekan iipada iikulit iiiiGangguan iiini iiterjadi iipada iiindividu iiyang iiberada iidiatas iikursi iiatau iidiatas iitempat iitidur iiataupun iiindividu iiyang iimengalami iikesulitan iimakan iisendiri, serta iimengalami iigangguan iitingkat iikesadaran. iiLuka iitekan iimengganggu iiproses iipemulihan iipasien, iimungkin iijuga iidiikuti iikomplikasi iidengan iinyeri iidan iiinfeksi iisehingga iimenambah iipanjang iilama iiperawatan,ibahkan adanya luka iitekan iimenjadi iipenanda buruk iiprognosis iisecara iikeseluruhan dan iimungkin berkontribusi iiterhadap iimortalitas iipasien. (European Pressure Ulcer Advisory Panel and National Pressure Ulcer Advisory Panel, 2014) Beberapa faktor resiko dapat menjadi presdiposisi perkembangan luka dekubitus, diantaranya adalah imobilisasi dalam waktu lama, defisit sensori, gangguan nutrisi dan nutrisi kurang. Menurut (Mervis & Phillips, 2019) faktor resiko untuk luak dekubitus adalah ketika kulit mengalami tekanan yang kuat secara terus menerus sehingga menyebabkan iskemia jaringan, orang dengan gangguan mobilitas, mungkin karena kecelakaan, gangguan neurologis, sedasi, imobilisasi peri dan pasca operasi pasien rawat inap, gizi buruk yang menyebabkan kehilangan massa otot umumnya terjadi pada popolasi yang tidak dapat bergerak dan lanjut usia. Kondisi lainnya yang di kaitkan dengan dekubitus adalah gangguan kognitif trombosis luka dalam gangguan mikrosirkulasi, gagal jantung kongesif, edema ekstremitas bawah diabetes dan rematik arthritis. (Mervis & Phillips, 2019) Luka tekan adalah masalah yang signifikan di seluruh dunia. Menurut Wort Health Organization (WHO) prevalensi dekubitus di dunia, 21% atau sekitar 8,50 juta kasus. Prevalensi luka dekubitus bervariasi 5-11% terjadi di tatanan perawatan akut (acute care), 15-25% di tatanan perawatan jangka panjang (long term care), dan 7-12% di tatanan perawatan rumah (home health care) (WHO, 2018). Data dari Departemen Kesehatan RI, insiden dekubitus di Indonesia sebesar 8,2 per 1000 penduduk. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 0,7% dibandingkan dengan 5 tahun sebelumnya. Prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi selatan (12,8%) dan terendah di jambi (4,5%) (DepKes RI, 2017). Prevalansi ulkus dekubitus sekitar 17-28%, dan sekitar duapertiga kasus terjadi pada pasien berusia diatas 70 tahun. Pada pasien dengan gangguan neorologis, insidens ulkus dekubitus adalah 5-8%. Pada pasien dengan penyakit akut, juga didapatkan dekubitus pada 3-11% pasien. Ulkus dekubitus merupakan penyebab kematian pada 7-8% dengan paraplegi. Dilaporkan kejadian dekubitus pada pasien stroke sebesar ± 3% pasien. Dekubitus lebih sering dijumpai pada pasien dengan malnutrisi, infeksi, inkontesia urin, atau pada penderita penyakit serius. Dekubitus menyebabkan nyeri, peningkatan spastisitas, proses penyembuhan yang lambat, dan peningkatan resiko komplikasi penyakit.(Suwardianto, 2016)Dalam penelitian yang dilakukan oleh M. Lima Serrano faktor risiko yang paling sering dikaitkan dengan perkembangan ulkus dekubitus adalah: usia, lama tinggal di ICU, diabetes, waktu MAP <60-70 mmHg, MV, terapi hemofiltrasi dialisis venovenous atau intermiten terus menerus, pengobatan dengan obat vasoaktif, dengan obat penenang dan perubahan postural. (Lima Serrano et al., 2017) Pasien gangguan mobilitas seperti pasien stroke dan lansia tidak hanya terbatas di instansi kesehatan seperti rumah sakit dan panti jompo, tetapi juga dimasyarakat. Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi jumlah penduduk lansia tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan tahun 2035 (48,19 juta). Ada 19 provinsi (55,88%) provinsi Indonesia yang memiliki struktur penduduk tua. Tiga provinsi dengan persentase lansia terbesar adalah DI Yogyakarta (13,81%), Jawa Tengah (12,59) dan Jawa Timur (12,25%). Sementara itu, tiga provinsi dengan persentase lansia terkecil adalah Papua (3,20%), Papua Barat (4,33%) dan Kepulauan Riau (4,35%). (Kementerian Kesehatan RI, 2017) Kondisi imobilisasi meningkatkan resiko terjadinya kerusakan kulit dan proses penyembuhan luka yang lamba. (Mervis & Phillips, 2019) Luka tekan tetap menjadi tantangan bagi pasien yang mengembangkannya, dan profesional kesehatan yang terlibat dalam pencegahan dan manajemen mereka. Data dari NHS Safety Thermometer (2018) menunjukkan bahwa meskipun program ekstensif pencegahan, insiden tahunan masih 0,9% (April 2017 hingga Maret 2018) di Inggris. (Pressure Ulcer Core Curriculum, 2018) Prevalensi HAPI menunjukkan cedera baru yang berkembang saat fasilitas atau layanan tersebut. Hasil rawat inap konsisten dengan 2017 dengan sedikit peningkatan di RAC dan komunitas/ kelompok rawat jalan: 1. Rawat Inap 382 orang dari 9669 yang disurvei – prevalensi 4%(2017 – 4%) 2. RAC 55 orang dari 981 yang disurvei – prevalensi 5,6% (2017 – 5,9%) 3. Komunitas/rawat jalan 15 orang dari 1244 yang disurvei – 1,2% prevalensi (2017 – 1,9%). (Commision, 2016) Sebanyak 95 % ulkus dekubitus terjadi pada bagian belakang tubuh. Daerah predileksi yang sering terjadi ulkus dekubitus adalah sakrum, koksigeal, tuberositas ischialgia dan trokanter mayor. Sakrum merupakan daerah tersering terjadi ulkus dekubitus (36%), tumit (30%), daerah lain masing- masing 6%. Daerah predileksi ulkus dekubitus: 1. Posisi dorsal: os. Sakrum, koksigeus, tendon achiles, os oksipital 2. Posisi abdominal: os frontal, arkus kostarum, krista illiaka, genue 3. Posisi Lateral: trokanter mayor, os zigomatikum, kostae lateral dan maleolus lateralis 4. Posisi duduk: tuberositas iskialgia, os oksipital, tumit.(Mamoto & Gessal, 2018) Penelitian yang dilakukan Sulastri dkk menunjukkan pengetahuan keluarga tentang Dekubitus terbanyak dalam rentang cukup sebesar 40% dan kurang 33,33 sedangkan yang berpengetahuan baik hanya 26,67% atau 8 orang dari total 30 responden24 . Setelah dilakukan edukasi tentang dekubitus kepada keluarga dalam penelitian Sulastri dkk didapatkan hasil adanya kenaikan nilai rerata skor pengetahuan yang secara simultan juga berhubungan meningkatkan nilai rerata keterlibatan keluarga dalam pencegahan dekubitus. Hasil ini menunjukkan adanya peran pengetahuan dalam mendorong persepsi keluarga untuk selanjutnya melakukan tindakan pencegahan yang benar. Mengetahui persepsi keluarga terhadap pencegahan dekubitus menjadi penting untuk selanjutnya dijadikan pertimbangan dalam modifikasi faktor yang dapat mempengaruhi persepsi keluarga untuk melakukan tindakan pencegahan dekubitus. (Agustina & Rasid, 2020) Fatonah dkk menyatakan dalam penelitiannya bahwa dekubitus berdampak pada kualitas hidup lansia yang menderita. Diantara dampak tersebut adalah dampak terhadap kondisi fisik, sosial, psikologis, finansial dan dampak yang ditimbulkan dari gejala dekubitus dan dampak terhadap kesehatan secara umum. (Fatonah et al., 2013). Rasa nyeri yang tidak nyaman dari dekubitus mengakibatkan penundaan waktu rehabilitasi memperpanjang masa sakit dan keluar rumah sakit, serta berkontribusi terhadap kecacatan dan kematian. (Nuru et al., 2015) Perkembangan dekubitus pada lansia dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi yang paling serius akibat ulkus dekubitus adalah sepsis. Bila ulkus menjadi sumber bakteremia maka mortalitas di rumah sakitnya 37 mendekati 60%. Bakteremia transien juga dapat timbul setelah debridemen dilakukan, dan ini harus mendapat perhatian dari petugas kesehatan yang merawat pasien dengan ulkus dekubitus. Angka mortalitas ulkus derajat IV dapat mencapai 40%. GeriUI Komplikasi sering terjadi pada stadium 3 dan 4, walaupun dapat juga terjadi pada ulkus superfisial. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain : 1. Infeksi, sering bersifat multibakterial baik yang aerobic ataupun aneorobik 2. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteitis, osteomielitis (38%), artritis septik 3. Septicemia 4. Anemia 5. Hipoalbuminemia 6. Kematian dengan angka mortalitas mencapai 48%. 1 Komplikasi tersering yang terjadi pada pasien dengan ulkus dekubitus adalah terjadinya infeksi pada daerah luka yang diakibatkan karena perawatan luka yang tidak adekuat.Semua luka mengandung bakteri yang dapat menyebabkan suati keadaan infeksi. Tanda-tanda suatu luka menggambarkan suatu keadaan infeksi adalah sebagai berikut: 1. Bau 2. Peningkatan eksudat 3. Jaringan granulasi 4. Peningkatan rasa sakit. Pencegahan terhadap dekubitus sangat penting dari pada mengobati komplikasi yang ditimbulkan dengan biaya yang lebih tinggi. Keluarga memiliki peran penting dalam upaya pencegahan terhadap dekubitus pada anggota keluarga yang rentan terkena dekubitus seperti pasien stroke dan lansia. (Mamoto & Gessal, 2018) Tindakan pencegahan dekubitus harus dilakukan sedini munkin dan secara terus menerus. Oleh karena itu perawat dan keluarga berperan penting terhadap deteksi dini tanda-tanda abnormalitas kulit seperti kemerahan. Peran keluarga sangat penting dalam setiap aspek perawatan kesehatan anggota keluarganya, hal ini penting untuk mencapai suatu keadaan sehat hingga tingkat optimum. Oleh karena itu diperlukan keterlibatan keluarga dalam membantu perawat dalam upaya pencegahan dekubitus tersebut. Masalah keterlibatan keluarga dalam upaya pencegahan dekubitus baik tindakan yang dilakukan maupun yang tidak dilakukan sebenarnya hal yang dilakukan bukan karena tahu secara jelas apa tujuan tindakan tersebut melainkan hanya kebiasaan saja atau setidaknya naruli untuk membantu dan melindungi pasien. (Sulastri et al., 2008) Menurut teori health belief model tindakan atau upaya pemeliharaan kesehatan dipengaruhi oleh persepsi ancaman suatu penyakit. Beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya persepsi ancaman yaitu : Perceived susceptibility, Perceived severity, Perceived barriers, Perceived benefits. Dalam masalah pencegahan dekubitus dari perawatan yang dilakukan keluarga jika disesuaikan dengan terori health belief, maka dalam upaya untuk mendorong tindakan pencegahan dekubitus dengan pemahaman baik tentang dekubitus yang selanjutnya akan mendorong keluarga untuk bertindak. (Rachmawati, n.d.) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suwardianto pada semua keluarga yang memiliki keluarga mengalami imobilisasi dengan Besar sampel adalah 19 responden untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan perilaku keluarga dalam pencegahan dekubitus pada keluarga dengan imobilisasi menunjukkan Pengetahuan keluarga Tentang Pencegahan Dekubitus pada Pasien Immobilisasi Hasil penelitian terhadap 19 responden didapatkan responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 5 responden (26,3%), cukup sebanyak 9 responden (47,4%) dan kurang sebanyak 5 responden (26,3%). Jadi tingkat pengetahuan responden tentang pencegahan dekubitus paling banyak adalah cukup. Sikap Keluarga Tentang Pencegahan Dekubitus pada Pasien Immobilisasi Hasil penelitian terhadap 19 responden didapatkan responden yang memiliki sikap baik sebanyak 11 responden (57,9%), sikap cukup sebanyak 6 responden (31,6%) dan sikap kurang sebanyak 2 responden (10,5%). Jadi sikap keluarga dalam pencegahan dekubitus lebih dari 50% adalah baik. Perilaku Keluarga Tentang Pencegahan Dekubitus pada Pasien Immobilisasi Hasil penelitian terhadap 19 responden didapatkan responden yang memiliki perilaku baik sebanyak 5 responden (26,3%), perilaku cukup sebanyak 5 responden (26,3%) dan perilaku kurang sebanyak 9 responden (47,4%). Jadi perilaku keluarga dalam pencegahan dekubitus paling banyak adalah kurang. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Gambaran pengetahuan keluarga dalam melakukan alih baringt terhadap pencegahan kejadian dekubitus pada pasien lansia bedrest.”. (Suwardianto, 2016)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut “Bagaimana gambaran pengetahuan keluarga dalam melakukan alih baring untuk mencegah kejadian dekubitus pada pasien lansia bedrest?”. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran pengetahuan keluarga dalam pencegahan kejadian dekubitus pada lansia bedrest? 2. Bagaimana gambaran alih baring dalam mencegah kejadian dekubitus pada lansia bedrest? 3. Bagaimana gambaran pengetahuan keluarga dalam melakukan alih baring untuk mencegah kejadian dekubitus pada pasien lansia bedrest? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum Untuk mengidentifikasi Bagaimana gambaran pengetahuan keluarga dalam melakukan alih baring untuk mencegah kejadian dekubitus pada pasien lansia bedrest? 1.4.2 Tujuan khusus a. Mengidentifikasi gambaran pengetahuan keluarga dalam pencegahan kejadian dekubitus pada pasien lansia bedrest? b. Mengidentifikasi gambaran alih baring dalam mencegah kejadian dekubitus pada lansia bedrest? c. Mengidentifikasi gambaran pengetahuan keluarga dalam melakukan alih baring untuk mencegah kejadian dekubitus pada pasien lansia bedrest? 1.5 Hipotesis Penelitian None 1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan pengetahuan keluarga dalam melakukan alih baring untuk mencegah kejadian dekubitus pada pasien lansia bedrest. 1.6.2 Manfaat Praktis a. Manfaat bagi peneliti Untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan mendapat pengalaman tentang pengetahuan keluarga dalam melakukan alih baring untuk mencegah kejadian dekubitus pada pasien lansia bedrest. b. Manfaat bagi profesi Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada perawat mengenai pencegahan dekubitus. Masukan penelitian ini diharapkan dapat membantu perawat untuk memaksimalkan pencegahan dekubitus supaya tingkat kejadian dekubitus dapat menurun. c. Bagi masyarakat Hasil penelitian dapay menjadi informasi terutama pada keluarga dengan anggota keluarga berisiko dekubitus. Informasi tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan untuk di praktekkan dalam upaya pencegahan dekubitus pada anggota keluarga yang berisiko dekubitus. d. Manfaat bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai data dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya mengenai pengetahuan keluarga dalam melakukan alih baring untuk mencegah kejadian dekubitus pada pasien lansia bedrest. Penelitian yang berkesinambungan serta berkelanjutkan sangat diperlukan dibidang keperawatan, agar dapat mengatasi permasalahan sesuai dengan fenomena yang terjadi