Anda di halaman 1dari 69

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY.

E DENGAN GANGGUAN
SISTEM RESPIRASI : TUBERKULOSIS PARU DI RT 18 RW 08
DESA GUNUNG KARUNG KECAMATAN MANIIS
KABUPATEN PURWAKARTA

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan


Program Studi Diploma III Keperawatan RS Efarina Purwakarta

LINA KARLINA
Nim : 1400001013

AKADEMI KEPERAWATAN RS. EFARINA PURWAKARTA


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lanjut usia usia adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun ke

atas. Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan

untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi

normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap

infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi. Oleh karena itu, dalam tubuh

akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut

penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan

episode terminal (Sunaryo, dkk, 2016:55).

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap

infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. (Aspiani, 2012:30).

Dalam buku ajar geriatri, Prof. Dr. Boedhi Darmojo dan Dr. Hadi

Martono (1994) mengatakan bahwa menua (menjadi tua) adalah suatu

proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri / mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi

normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan

memperbaiki kerusakan yang diderita. (Nugroho, 2012:11)

1
2

Menurut laporan data demografi penduduk international yang di

keluarkan oleh Bureau of The Census USA, dilaporkan bahwa Indonesia pada

1990 2025 akan mempunyai kenaikan jumlah lansia sebesar 41,4%. Suatu

angka paling tinggi di seluruh dunia dibandingkan kenaikan jumlah lansia di

negara-negara lain, seperti kenya adalah sebesar 34,7%, Brasil 22,5%, India

24,2%, hina 22,0%, Jepang 12,9%, Jerman 6,6%, Swedia 3,3%. Sedangkan

pertambahan lansia di Indonesia, menurut ahli dari WHO yang berbicara

dalam seminar lansia di Amsterdam, Nederland tanggal 4 Desember 1999,

adalah sebesar 40,0% antara tahun 2000 2025. (Wijayanti, Rahayu 2016).

Pada tahun 2005-2010, jumlah lanjut usia akan sama dengan jumlah

anak balita, yaitu sekitar 19,3 juta jiwa (9%) dari jumlah penduduk. Bahkan

pada tahun 2020-2025, Indonesia akan menduduki peringkat Negara dengan

struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India dan Amerika

Serikat, dengan umur harapan hidup diatas 70 tahun. (Wijayanti, Rahayu

2016).
Penuaan penduduk terkait dengan transisi demografi dan epidemiologi

lansia. Penuaan penduduk telah berlangsung secara pesat terutama dinegara

berkembang pada dekade pertama abad millennium. Data komnas lansia

(2011), di Indonesia terjadi percepatan peningkatan penduduk lansia secara

signifikan. Tercatat 7,18% (14,4 juta orang) di tahun 2000 dan diperkirakan

akan menjadi 11,34% (28,8 juta orang) pada 2020. Undang- undang kesehatan

No. 36 tahun 2009 tentang hak dan kewajiban, menjelaskan bahwa setiap

orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang

optimal, tidak terkecuali orang berusia lanjut. Salah satu hasil pembangunan
3

nasional di bidang kesehatan adalah meningkatnya umur harapan hidup.

Sejalan dengan hal tersebut akan meningkat pula kelompok lanjut usia (lansia)

di masyarakat. (Wijayanti, Rahayu 2016)


Menurut perkiraan Biro Pusat Statistik, pada tahun 2005 di Indonesia,

terdapat 18.283.107 penduduk lanjut usia jumlah ini akan melonjak hingga

33 juta orang lanjut usia (12% dari total penduduk) ( Nugroho, 2012).
Di Indonesia menurut, Undang-Undang No. 13 Tahun 1998, tentang

lansia, menyebutkan bahwa penyakit gangguan umum pada lansia, adalah

penyakit saluran pernapasan, kardiovaskuler, penyakit pencernaan makanan,

urogenital, penyakit metabolik/endokrin, penyakit pada persendian dan tulang,

penyakit karena keganasan, serta fktor-faktor luar yang mempercepat

timbulnya penyakit (makanan, kebiasaan hidup yang salah, infeksi, trauma).

(Kuswati, Ani 2016).


Pada lansia fungsi paru-paru mengalami kemunduran karena elastisitas

jaringan paru dan dinding dada makin berkurang, kekuatan kontraksi otot

pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas. (Kuswanti, Ani 2016).


Menurut Nugroho (2008) dalam Kuswanti, (2016), Tuberkulosis pada

lanjut usia ternyata masih cukup tinggi. Di Rumah Sakit Kariadi Semarang,

ditemukan kasus TB sebesar 25,2%. Secara fatofisiologis, lanjut usia ini tanpa

penyakit saja sudah mengalami penurunan fungsi paru, ditambah menderita

TB paru sehingga menambah dan memperburuk keadaan. Tampilan klinis TB

pada lansia tidak khas dan karena itu mungkin tidak diketahui atau salah

diagnosis. Batuk kronis, keletihan, dan kehilangan berat badan dihubungkan

dengan penuaan dan penyakit yang menyertai.


4

Tuberkulosis paru (TBC) adalah suatu penyakit infeksi kronik atau

akut yang menyerang organ paru. TBC ditandai dengan demam, batuk

berdarah, sesak nafas, nyeri dada, dan malaise (Nugroho 2012:244)


Secara umum penyakit tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi

adalah penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan dalam

masyarakat kita. Kejadian tuberkulosis diseluruh dunia menyerang 10 juta

orang dan menyebabkan 3 juta kematian setiap tahun. TB paru paling sering

menyerang masyarakat Asia, Cina dan India Barat. Disebabkan oleh transmisi

udara dan kontak dekat menyebarkan penyakit. Orang usia lanjut, orang yang

malnutrisi, atau orang dengan penekanan sistem imun (seperti, HIV, DM)

lebih mudah terpapar. Hal ini dapat dicegah dengan perbaikan keadaan

lingkungan seperti perbaikan keadaan rumah dan nutrisi (Jeremy dkk., 2008).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013

terdapat 9 juta penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB, pada tahun 2014

terdapat 9,6 juta penduduk dunia terinfeksi kuman TB (WHO, 2015). Pada

tahun 2014, jumlah kasus TB paru terbanyak berada pada wilayah Afrika

(37%), wilayah Asia Tenggara (28%), dan wilayah Mediterania Timur (17%)

(Depkes RI, 2015). ( Diakses di depkes.go.id 11 Maret 2017).


Di Indonesia, prevalensi TB paru dikelompokkan dalam tiga wilayah,

yaitu wilayah Sumatera (33%), wilayah Jawa dan Bali (23%), serta wilayah

Indonesia Bagian Timur (44%). Penyakit TB paru merupakan penyebab

kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan pada

semua kelompok usia serta nomor satu untuk golongan penyakit infeksi.

Korban meninggal akibat TB paru di Indonesia diperkirakan sebanyak 61.000


5

kematian tiap tahunnya (Depkes RI, 2015). ( Diakses di depkes.go.id 11 Maret

2017).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013), tingginya

jumlah penderita TB paru di Provinsi Jawa Barat (0,7%), menduduki

peringkat pertama terbesar di Indonesia. Berdasarkan Laporan Tahunan Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat (2012), hasil data dan informasi diperoleh

jumlah penderita TB paru pada tahun 2012 sebesar 62.218 kasus, dengan BTA

positif sebesar 34.123 kasus.


Menurut hasil data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta

berdasarkan hasil penjaringan kasus BTA (+) pada tahun 2015 terdapat 1.615

kasus dan tahun 2016 terdapat 446 kasus, sedangkan di Kecamatan Maniis

diperoleh jumlah penderita tuberkulosis paru (BTA (+)) pada tahun 2015

sebanyak 18 kasus dan pada tahun 2016 terdapat 7 kasus. (Dinkes Kabupaten

Purwakarrta, 2016).
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional mempunyai

kesempatan paling besar untuk memberikan pelayanan/asuhan keperawatan

yang komprehensif dengan membantu klien memenuhi kebutuhan dasar yang

holistik, terutama pada lansia dengan penyakit menular seperti tuberkulosis

paru.
Hasil penelitian Yuda (2013), menyatakan bahwa hasil pengobatan

lansia yang menderita TBC di Puskesmas Gombong sejumlah 50% lansia

sembuh dari TBC, 18,75% pengobatan lengkap, 18,75% lansia meninggal,

6,25% lansia pindah berobat ke Puskesmas lain dan 6,25% mengalami putus

obat. Perubahan lansia yang menderita TBC dapat teridentifikasi adanya

perubahan fisik, spiritual dan psikososial pada lansia.


6

Berdasarkan hal-hal di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan

asuhan keperawatan pada klien dengan tuberkulosis paru dan mengambil judul

Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Ny E Dengan Gangguan Sistem

Respirasi : Tuberkulosis Paru di RT 18 RW 08 Desa Gunung Karung

Kecamatan Maniis Kabupaten Purwakarta.

B. Tujuan Penulisan
1) Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan gerontik pada klien

dengan gangguan Sistem Respirasi : Tuberkulosis Paru di RT 18 RW 08

Desa Gunung Karung Kecamatan Maniis Kabupaten Purwakarta secara

langsung dan komperhensif meliputi bio-psiko-sosial-spiritual dengan

pendekatan proses keperawatan.


2) Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai atau diperoleh penulis saat

menyusun proposal karya tulis ilmiah ini adalah :

a. Dapat melakukan pengkajian Pada Ny.E dengan gangguan Sistem

Respirasi: Tuberkulosis Paru di RT 18 RW 08 Desa Gunung Karung

Kecamatan Maniis Kabupaten Purwakarta.


b. Dapat merumuskan prioritas masalah kesehatan dan diagnosa

keperawatan Pada Ny.E dengan gangguan Sistem Respirasi:

Tuberkulosis Paru di RT 18 RW 08 Desa Gunung Karung Kecamatan

Maniis Kabupaten Purwakarta.


c. Dapat menegakkan intervensi keperawatan Pada Ny.E dengan

gangguan Sistem Respirasi: Tuberkulosis Paru di di RT 18 RW 08

Desa Gunung Karung Kecamatan Maniis Kabupaten Purwakarta.


7

d. Dapat melakukan implementasi Pada Ny.E dengan gangguan Sistem

Respirasi: Tuberkulosis Paru di RT 18 RW 08 Desa Gunung Karung

Kecamatan Maniis Kabupaten Purwakarta.


e. Dapat Melakukan evaluasi keperawatan Pada Ny.E dengan gangguan

Sistem Respirasi: Tuberkulosis Paru di RT 18 RW 08 Desa Gunung

Karung Kecamatan Maniis Kabupaten Purwakarta.


f. Dapat mendokumentasikan asuhan Pada Ny.E dengan gangguan

Sistem Respirasi: Tuberkulosis Paru di RT 18 RW 08 Desa Gunung

Karung Kecamatan Maniis Kabupaten Purwakarta.

C. Kerangka Penelitian
1) Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dengan menggunakan beberapa cara

yaitu : wawancara, pengkajian, pemeriksaan, observasi aktivitas,

memperoleh catatan dan laporan diagnostik.


2) Tempat dan Waktu
Tempat : RT 18 RW 08 Desa Gunung Karung Kecamatan Maniis

Kabupaten Purwakarta
Waktu : Tanggal 11 Febuari 16 Juli 2017
3) Manfaat Penulisan
a. Manfaat Teoritik
Dijadikan tambahan kepustakaan bidang kesehatan khususnya

asuhan keperawatan gerontik mengenai gangguan sistem respirasi

dengan diagnosa medis tuberkulosis paru, untuk dapat mengkaji lebih

mendalam sehingga dapat memberikan asuhan yang lebih

komprehensif.
1) Bagi Tenaga Kesehatan
8

Sebagai salah satu bahan masukan bagi tenaga kesehatan

yang berada di masyarakat untuk melakukan tindakan proaktif

seperti penyuluhan dan memberikan pendidikan kesehatan

terutama tentang deteksi dini penyakit pada sistem respirasi dengan

diagnosa medis tuberkulosis paru.

2) Bagi Institusi Pendidikan


Sebagai tambahan bahan bacaan yang dapat dijadikan

sebagai acuan ataupun referensi dalam pembelajaran diperkuliahan

dan sebagai acuan bagi penulisan selanjutnya dengan kasus sistem

respirasi dengan diagnosa medis tuberkulosis paru.


b. Manfaat Praktis
1) Bagi Penulis
Merupakan sarana untuk mengaplikasikan ilmu dan

tambahan wawasan tentang keperawatan gerontik yang telah

di dapat di akademi dan mendapatkan pengalaman nyata

dalam bidang penulisan. Serta diharapkan dapat melakukan

asuhan keperawatan langsung pada klien dengan gangguan

Sistem Respirasi : Diagnosa Medis Tuberkulosis Paru.


2) Bagi Pembaca
Sebagai masukan bagi pembaca agar lebih

meningkatkan kesadaran terhadap perlunya pengetahuan

tentang gangguan sistem respiratorius dengan diagnosa medis

tuberkulosis paru, sehingga pembaca dapat mengetahui dan

mengenali tentang penyakit tuberkulosis paru tersebut dengan

demikian diharapkan gangguan/komplikasi sistem respirasi

dengan diagnosa medis tuberkulosis paru dapat di deteksi


9

secara dini. Sehingga dapat melakukan pencegahan terjadinya

penyakit sistem respirasi dengan diagnosa medis tuberkulosis

paru.

D. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman pembaca akan makalah ilmiah ini

maka disusun secara sistematis, yaitu sebagai berikut :


BAB I Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, tujuan, kerangka

penelitian dan sistematika penulisan.


BAB II Tinjauan Pustaka terdiri dari konsep dasar lansia, konsep dasar

penyakit TB Paru dan pendekatan proses keperawatan pada klien.


BAB III Tinjauan kasus dan pembahasan terdiri dari laporan kasus dan

pembahasan.
BAB IV Kesimpulan dan Saran terdiri kesimpulan dan saran.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Lanjut Usia

1.Definisi

a. Definisi Gerontologi

Gerontologi adalah cabang ilmu yang mempelajari proses

menua dan masalah-masalah yang mungkin terjadi pada lanjut usia.

Sedangkan keperawatan gerontik adalah suatu bentuk pelayanan

profesional yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan gerontik yang

berbentuk bio-psiko-sosial-cultural dan spiritual yang komprehensif,

ditujukan kepada klien lanjut usia baik sehat maupun sakit pada

tingkat individu, keluarga, kelompok atau pun masyarakat. (Aspiani

2014).

b. Definisi Lanjut Usia

Lanjut usia adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun

ke atas. Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga

tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan

yang terjadi. Oleh karena itu, dalam tubuh akan menumpuk makin

banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif

10
11

yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode

terminal (Sunaryo, dkk, 2016).

c. Definisi Menua

Menua (menjadi tua) adalah suato proses menghilangnya

secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki

diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga

tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan

yang diderita (Aspiani, 2012).

Dalam buku ajar geriatri, Prof. Dr. Boedhi Darmojo dan Dr.

Hadi Martono (1994) mengatakan bahwa menua (menjadi tua)

adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan

jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti diri dan

mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat

bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki

kerusakan yang diderita.(Nugroho, 2012)

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan

bahwa lanjut usia adalah seseorang yang berumur 60 tahun ke atas

dan menua adalah proses hilangnya kemampuan jaringan untuk

mempertahankan struktur fungsi normalnya untuk dapat bertahan

terhadap berbagai infeksi.


12

2.Batasan Lanjut Usia

Menurut pendapat berbagai ahli dalam Effendi (2009) dalam

Sunaryo, dkk., (2016), batasan-batasan umur yang mencakup batasan

umur lansia sebagai berikut :

a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1

ayat 2 yang berbunyi Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai

usia 60 (enam puluh) tahun ke atas.

b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi

menjadi empat kriteria berikut: usia pertengahan (middle age) ialah

45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua

(old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah diatas 90

tahun.

c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase, yaitu:

pertama (fase inventus) ialah 20-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah

40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase

senium) ialah 65 hingga tutup usia.

d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric

age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (geriatric age) itu

sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaituyoung old (70-75

tahun), old (75-80 tahun), dan very old ( > 80 tahun) (efendi, 2009).

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU


13

No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut

adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.

3.Teori-Teori Penuaan

a. Teori Biologis

Teori biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi

bahwa proses menua merupakan perubahan yang terjadi dalam

struktur dan fungsi tubuh selama masa hidup (Zairt, 1980). Teori ini

lebih menekankan pada perubahan kondisi tingkat struktural sel/

organ tubuh, termasuk didalamnya adalah pengaruh agen patologis.

Fokus dari teori ini adalah mencari determinan-determinan

yang menghambat proses penurunan fungsi organisme. Yang dalam

konteks sistematik, dapat mempengaruhi/ memberi dampak terhadap

organ/ sistem tubuh lainnya dan berkembang sesuai dengan

peningkatan usia kronologis (Aspiani, 2014).

b. Teori genetic clock

Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat

adanya program jam genetic didalam nuklei. Jam ini akan berputar

dalam jangka waktu tertentu dan jika jam ini sudah habis purannya

maka akan menyebabkan berhentinya proses mitosis. Hal ini

ditunjukkan oleh hasil penelitian Hayflick (1970), dari teori ini

dinyatakan adanya hubungan antara kemampuan membelah sel dalam

kultur dengan umur spesiaes mutasi somatik (Teori

Errorrcatastrophe).
14

Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam

menganalisis faktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor

lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Radiasi

dalam zat kimia dapat memperpendek umur menurut teori ini terjadi

mutasiu progresif pada DNA sel somatik akan menyebabkan

terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.

c. Teori Error

Menurut teori ini proses menua diakibatkan oleh

menumpuknya berbagai macam kesalahan sepanjang kehidupan

manusia akibat kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan

metabolisme yang dapat mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel

secara perlahan.

Sejalan dengan perkembangan sel tubuh, maka terjadi

beberapa perubahan alami pada sel pada DNA dan RNA, yang

merupakan substansi pembangun/ pembentukan sel baru. Peningkatan

usia mempengaruhi perubahan sel dimana sel-sel Nukleus menjadi

lebih besar tetapi tidak diikuti dengan peningkatan jumlah substansi

DNA.

Konsep yang diajukan oleh Orgel (1963) menyampaikan

bahwa kemungkinan terjadinya proses menua adalah akibat kesalahan

pada saat transkripsi sel saat sintesa protein, yang berdampak pada

penurunan kemampuan kualitas (gaya hidup) sel atau bahkan sel-sel

baru relatif sedikit terbentuk. Kesalaha yang terjadi pada proses


15

transkripsi ini dimungkinkan oleh karena reproduksi dari enzim dan

rantai peptide (protein) tidak dapat melakukan penggandaan substansi

secara tepat. Kondisi ini akhirnya mengakibatkan proses transkripsi

sel berikutnya juga mengalami perubahan dalam beberapa generasi

yang akhirnya dapat merubah komposisi yang berada dari sel awal.

d. Teori Autoimun

Pada teori ini, penuaan dianggap disebabkan oleh adanya

penurunan fungsi sistem immun. Perubahan itu lebih tampak secara

nyata pada Limposit T, disamping perubahan juga terjadi pada

Limposit B. Perubahan yang terjadi meliputi penurunan sistem

immun humoral, yang dapat menjadi faktor predisposisi pada orang

tua untuk : menurunkan resistansi melawan pertumbuhan tumor dan

perkembangan kanker, menurunkan kemampuan untuk mengadakan

inisiasi proses dan secara agresif memobilisasi pertahanan tubuh

terhadap patogen, meningkatkan produksi autoantigen, yang

berdampak pada semakin meningkatnya risiko terjadinya penyakit

yang berhubungan dengan autoimmun.

Proses menua juga dapat terjadi akibat penurunan protein

pasca translasi yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan

sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (Self Recognition). Jika

mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada permukaan sel

maka hal ini akan mengakibatkan sistem imun tubuh menganggap sel

yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan


16

menghancurkannya. Hal ini dibuktikan dengan makin bertambahnya

prevalensi autoantibody pada lansia. Di pihak lain sistem imun tubuh

sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua,

daya serangnya terhadap antigen menjadi menurun, sehingga sel-sel

patologis meningkat sesuai dengan meningkatnya umur.

e. Teori Free Radical

Teoi radikal bebas mengasumsikan bahwa proses menua

terjadi akibat kurang efektifnya fungsi kerja tubuh dan hal itu

dipengaruhi oleh adanya berbagai radikal bebas dalam tubuh. Yang

disebut radikal bebas di sini adalah molekul yang memiliki tingkat

afinitas yang tinggi, merupakan molekul, fragmen molekul atau atom

dengan elektron yang bebas tidak berpasangan. Radikal bebas

merupakan zat yang terbentuk dalam tubuh manusia sebagai salah

satu hasil kerja metabolisme tubuh. Walaupun secara normal ia

terbentuk dari proses metabolisme tubuh, tetapi ia dapat terbentuk

akibat :

1) Proses oksigenasi lingkungan seperti pengaruh polutan, ozon dan

pestisida.

2) Reaksi akibat paparan dengan radiasi.

3) Sebagai reaksi berantai dengan molekul bebas lainny.

Penuaan dapat terjadi akibat interaksi dari komponen radikal

bebas dalam tubuh manusia. Radikal bebas dapat berupa : superoksida

(O2), radikal hidroksil, dan H2O2. radikal bebas sangat merusak


17

karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein,

dan asam lemak tak jenuh. Makin tua umur makin banyak terbentuk

radikal bebas sehingga proses pengerusakan terus terjadi, kerusakan

organel sel makin banyak akhirnya sel mati.

Radikal bebas yang reaktif mampu merusak sel, termasuk

mitokondria, yang akhirnya mampu menyebabkan cepatnya kematian

(opoptosis) sel, menghambat proses reproduksi sel. Hal lain yang

mengganggu fungsi sel tubuh akibat radikal bebas adalah bahwa

radikal bebas yang ada dalam tubuh dapat menyebabkan mutasi pada

transkrip DNA RNA pada genetk walaupun ia tidak mengandung

DNA. Dalam sistem saraf dan jaringan otot, dimana radikal bebas

memiliki tingkat afinitas yang relatif tinggi disbanding lainnya,

terdapat/ ditemukan substansi yang disebut juga dengan Lipofusin,

yang dapat digunakan juga untuk mengukur usia kronologis

seseorang.

Lipofusin yang merupakan pigmen yang diperkaya dengan

lemak dan protein ditemukan terakumulasi dalam jaringan organ-

organ tua. Kesehatan kulit berangsur-angsur menurun akibat suplai

oksigen dan nutrisi yang makin sedikit yang akhirnya dapat

mengakibatkan kematian jaringan kulit itu sendiri.

Vitamin C dan E merupakan dua substansi yang dipercaya

dapat menghambat kerja radikal bebas (sebagai antioksidan) yang

memungkinkan menyebabkan kerusakan jaringan kulit.


18

1) Teori Kolagen

Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel tubuh rusak.

2) Wear Teori Biologi

Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan

kecepatan kerusakan jaringan dan melambatnya perbaikan sel

jaringan.

f. Psikososial

1) Activity Teori (Teori aktivitas)

Teori ini menyatakan bahwa seorang individu harus mampu eksis

dan aktif dalam kehidupan sosial untuk mencapai kesuksesan

dalam kehidupan di hari tua. (Havigurst dan Albrech. 1963).

Aktivitas dalam teori ini dipandang sebagai sesuatu yang vital

untuk mempertahankan rasa kepuasan pribadi dan kosie diri yang

positif. Teori ini berdasar pada asumsi bahwa:

a) Aktif lebih baik daripada pasif

b) Gembira lebih baik daripada tidak gembira

c) Orang tua adalah merupakan orang yang baik untuk mencapai

sukses dan akan memilih alternatif pilihan aktif dan

bergembira. Penuaan mengakibatkan penurunan jumlah

kegiatan secara langsung.

2) Continuitas Theory (Teori Kontinuitas)

Teori ini memandang bahwa kondisi tua merupakan kondisi yang

selalu terjadi dan secara berkesinambungan yang harus dihadapi

oleh orang lanjut usia.


19

Adanya suatu kepribadiaan berlanjut yang menyebabkan adanya

suatu pola prilaku yang meningkatka stres.

3) Disanggement Theory

Putusnya hubungan dengan dunia luar seperti dengan masyarakat,

hubungan dengan individu lain.

4) Teori Stratifikasi Usia

Karena orang yang digolongkan dalam usia tua akan mempercepat

proses penuaan.

5) Teori Kebutuhan Manusia

Orang yang bisa mencapai aktualisasi menurut penelitian 5% dan

tidak semua orang mencapai kebutuhan yang sempurna.

6) Jung Theory

Terdapat tingkatan hidup yang mempunyai tugas dalam

perkembangan kehidupan.

7) Course of Human Life Theory

Sesorang dalam hubungan dengan lingkungan ada tingkat

maksimumnya.

8) Devlopment Task Theory

Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas perkembangan sesuai

dengan usianya.

9) Environmental Theory (Teori Lingkungan)

a) Radiation Theory (Teori Radiasi)

Setiap hari manusia terpapar dengan adanya radiasi baik

karena sinar ultraviolet maupun dalam bentuk gelombang-


20

gelombang mikro yang telah menumbuk tubuh tanpa terasa

yang dapat mengakibatkan perubahan susunan DNA dalam sel

hidup atau bahkan rusak dan mati.

b) Stress Theory (Teori stress)

Stress fisik maupu psikologi dapat mengakibatkan

pengeluaran neurotransmiter tertentu yang dapat

mengakibatkan perfusi jaringan menurun sehingga jaringan

mengalami kekurangan oksigen dan mengalami gangguan

metabolisme sel sehingga terjadi penurunan jumlah cairan

dalam sel da penurunn eksisitas membrane sel.

c) Pollution Theory (Teori Polusi)

Tercemarnya lingkungan dapat mengakibatkan tubuh

mengalami gangguan pada sistem psikoneuroimunologi yang

sterusnya mempercepat terjadinya proses menua dengan

perjalan yang masih rumit untuk dipelajari.

10) Exposure Theory (Teori Pemaparan)

Terpaparnya sinar matahari yang mempunyai kemampuan mirip

dengan sinar ultra yang lain mampu mempengauhi susunan DNA

sehingga proses penuaan atau kematian sel bisa terjadi (Aspiani,

2014).

4. Permasalahan pada Lanjut Usia

Menurut (Nugroho, 2012) penyakit lanjut usia di Indonesia

meliputi :

a. Penyakit sistem pernapasan seperti TBC paru


21

b. Penyakit sistem kardiovaskuer seperti : hipertensi dan stroke

c. Penyakit sistem pencernaan

d. Penyakit system Urogenital

e. Penyakit system Endokrin : Diabetes Melitus

f. Penyakit penglihatan dan pendengaran seperti katarak, Presbiakusis,

g. Penyakit pada persendiaan dan tulang seperti rematik

h. Penyakit keganasan.

Sedangkan menurut The Nasional Old Peoples Welfare Council di

Inggris permasalahan atau gangguan umum pada lanjut usia ada 12 macam

yakni :

a. Depresi ental.

b. Gangguan pendengaran.

c. Bronkitis kronis.

d. Gangguan pada tungkai/ sikap berjalan.

e. Gangguan pada koksa/ sendi panggul.

f. Anemia.

g. Demensia

h. Gangguan penglihatan.

i. Ansietas/ kecemasan.

j. Dekompensasi kordis.

k. Diebetes melitus. Osteo malesia, dan hipotiroidisme.

l. Gangguan defekasi.
22

5. Kebutuhan Psikologis pada Lansia

a. Upaya yang bisa dilakukan keluarga dalam pembinaan psikis lansia

1) Keluarga perlu menyediakan waktu untuk mengajak berbicara dari

hati ke hati serta membantu agar lansia dapat mengungkapkan

keluhanya serta terbuka.

2) Keluarga berupaya untuk memahami apa yang dirasakan lansia,

mencari penyebab masalah dan berbagai pengalaman dengan

lansia.

3) Keluarga berusaha memahami kebutuhan lansia dengan

memberikan perhatian, kasih sayang yang tulus dan rasa aman.

4) Keluarga merujuk kepada tenaga ahli, apabila menghadapi lansia

yang mengalami gangguan mental yang cukup mengganggu.

b. Upaya yang dapat dilakukan lansia dalam Menjalani Masa Tuanya

1) Menerima Usia Lanjut dengan Lapang Dada

Menerima perubahan dirinya dengan hati pasrah, kenyataan bahwa

dirinya menjadi tua diterima secara positif dan dengan senang hati

memasuki tingkatan hidup yang baru.

2) Berlatih Melepaskan Diri dan Bijaksana

Sikap lepas bebas dari kehidupan duniawi dalam arti mengambil

jarak dari segala miliknya. kemudian ia memperoleh perspektif baru

yaitu: hidup dengan arif, bijaksana, penuh cinta kasih dan

pengertian kepada generasi muda. Hal ini bisa tercapai bila lansia

memiliki kematangan jiwa dan kaya dengan pengalaman hidup.


23

c. Berupaya Menghadapi Kesepian

Upaya yang dilakukan dalam menghadapi kesepian adalah:

1) Berusaha membuat dirinya bermanfaat bagi orang lain.

2) Mengunjungi teman lansia yang hidup sendiri.

3) Memperhatikan dan menghibur orang yang kesusahan.

4) Bagi lansia yang sudah tidak dapat pergi kemana-mana, upaya ini

dapat dilakukan melalui surat-menyurat dengan tulisan pendek atau

melalui telepon. Upaya-upaya ini akan menyebabkan dirinya ikut

terhibur.

d. Menemukan Minat dan Berprestasi

Saat kekuatan jasmani mulai menyusut, ada potensi dan kekuatan

dalam diri yang baru berkemban. Seseorang akhirnya menemukan dan

mengembangkan minatnya sehingga berprestasi diberbagai bidang,

misalnya seni, musik, sastra, agama, perkebunan, pertanian, dan lain

sebagainya.

B. Konsep Dasar Tuberkulosis Paru

1. Definisi Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. (Arif

Mansjoer, 2000 pada Aspiani, 2014).

Tuberkulosis paru adalah Penyakit infeksi yang terutama

menyerang parenkim paru (Brunner & Suddrath, 2001 dalam Aspiani

2014).
24

Tuberkulosis paru adalah penyakit yang daya penularannya sangat

tinggi dan sistemik. (Charlene J. Reeves, 2001 dalam Aspiani, 2014).

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Mycobacterium Tuberculosis, yang biasanya di tularkan dari orang ke

orang melalui nuclei droplet lewat udara (Sandra M. Nettina, 2001 dalam

Aspiani, 2014).

Tuberkulosis paru penyakit yang disebabkan oleh respon imunitas

perantara sel-sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit

(biasanya sel T) adalah sel imunorespnonsifnya. (Sylvia A. Price, 2005

dalam Aspiani, 2014).

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit kronik menular yang

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal dengan Basil

Tahan Asam (BTA). Sebagian besar kuman TB sering menyerang

parenkim paru dan menyebabkan TB paru, tetapi juga dapat menyerang

organ tubuh lainnya (TB ekstra paru) seperti pleura, kelenjar limfe, tulang,

dan organ ekstra paru lainnya (Aditama, 2012).

Jadi dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan

bahwa Tuberculosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh

Mycrobacterium Tuberculosis yang di tularkan melalui nuclei droplet

lewat udara dari orang ke orang dan gejalanya sangat bervariasi.


25

2. Klasifikasi

1) Tuberkulosis paru

Penyakit ini merupakan bantuk yang paling sering dijumpai, yaitu

sekitar 80% dari semua penderita. Tuberkulosis yang menyerang

jaringan paru-paru ini merupakan satu-satunya bentuk dari TB yang

mudah tertular kepada manusia lain, asal kuman bisa keluar dari si

penderita.(Naga, 2013).

2) Tuberkulosis ekstra paru

Penyakit ini merupakan bentuk penyakit TBC yang menyerang

organ tubuh lain, selain paru-paru, seperti pleura, kelenjar limfe,

persendian tulang belakang saluran kencing dan susunan saraf pusat.

(Naga, 2013).

3. Etiologi

Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis, sejenis

kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/m dan tebal 0,3-

0,6/m. Spesies lain dari kuman ini yang dapat menyebabkan infeksi pada

manusia adalah mycobacterium bovis, mycobacterium kansasii,

mycobacterium intracellulare.

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis.

Bakteri atau kuman ini berbentuk batang. Sebagian besar kuman berupa

lemak atau lipid, sehingga kuman tahan terhadap asam dan lebih tahan

terhadap kimia atau fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang

menyukai daerah dengan banyak oksigen, dan daerah yang memiliki


26

kandungan oksigen tinggi yaitu apikal atau apeks paru. Daerah ini menjadi

tempat perkembangan pada penyakit tubrkulosis (Somantri, 2009).

4. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi

Saluran pengantar udara hingga mencapai paru-paru adalah

hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Ketika udara

masuk ke dalam rongga hidung, udara tersebut disaring, dilembabkan

dan dihangatkan oleh mukosa respirasi, udara mengalir dari faring

menuju ke laring, laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan

yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara.

Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk

seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci. Struktur

trakea dan bronkus dianalogkan dengan sebuah pohon oleh karena itu

dinamakan Pohon trakeabronkial. Bronkus utama kiri dan kanan tidak

simetris, bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dan merupakan

kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal, sebaliknya

bronkus kiri lebih panjang dan lebih sempit dan merupakan kelanjutan

dari trakea dengan sudut yang lebih tajam. Cabang utama bronkus

kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan bronkus

segmentalis, percabangan sampai kecil sampai akhirnya menjadi

bronkus terminalis. Setelah bronkus terminalis terdapat asinus yang

terdiri dari bronkiolus respiratorius yang terkadang memiliki kantng

udara atau alveolus, duktus alveoli seluruhnya dibatasi oleh alveolus


27

dan sakus alveolaris terminalis merupakan struktur akhir paru.

Alveolus hanya mempunyai satu lapis sel saja yang diameternya lebih

kecil dibandingkan diameter sel darah merah, dalam setiap paru-paru

terdapat sekitar 300 juta alveolus (Price dan Wilson, 2006). Anatomi

pernafasan dapat dilihat pada gambar 2.1, seperti dibawah ini.

Gambar 2.1 Anatomi Pernafasan


Sumber : Infolungs.com

Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar

toraks, yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang

dapat menahan tekanan. Ventilasi membutuhkan gerakan dinding

sangkar toraks dan dasarnya yaitu diafragma. Bagian terluar paru-paru

dikelilingi oleh membran halus, licin, yang meluas membungkus

dinding anterior toraks dan permukaan superior diafragma.

Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks

menjadi dua bagian, mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura.

Semua struktur toraks kecuali paru-paru terletak antara kedua lapisan


28

pleura. Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri dari

lobus bawah dan atas, sementara paru kanan mempunyai lobus atas,

tengah, dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi dua

segmen yang dipisahkan oleh fisura, yang merupakan perluasan pleura.

Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru. Pertama

adalah bronkus lobaris yaitu tiga pada paru kanan dan dua pada paru

kiri. Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental terdiri dari 10

pada paru kanan dan 8 pada paru kiri, bronkus segmental kemudian

dibagi lagi menjadi subsegmental, bronkus ini dikelilingi oleh jaringan

ikat yang memiliki arteri, limfatik dan saraf. Bronkus segmental

membentuk percabangan menjadi bronkiolus yang tidak mempunyai

kartilago pada dindingnya, bronkus dan bronkiolus juga dilapisi oleh

sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh rambut pendek yang disebut

silia.

Bronkiolus kemudian membentuk percabangan yaitu

bronkiolus terminalis, kemudian bronkus terminalis menjadi bronkus

respiratori, dari bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam

duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli. Paru terbentuk

dari 300 juta alveoli, yang tersusun dalamkluster antara 15 20

alveoli, begitu banyaknya alveoli sehingga jika mereka bersatu untuk

membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter persegi yaitu

seukuran lapangan tenis (Smeltzer dan Bare,2002). Penjelasan tentang


29

anatomi paru-paru yang telah dipaparkan diatas akan lebih jelas pada

gambar 2.2 .

Gambar 2.2 Anatomi Paru-paru

b. Fisiologi

Menurut Price dan Wilson (2006) proses pernafasan dimana

oksigen dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan

karbondioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi

tiga proses . Proses yang pertama yaitu ventilasi, adalah masuknya

campuran gas-gas ke dalam dan ke luar paru-paru. Proses kedua,

transportasi yang terdiri dari beberapa aspek yaitu difusi gas-gas antar

alveolus dan kapiler (respirasi eksternal), distribusi darah dalam

sirkulasi pulmonal. Proses ketiga yaitu reaksi kimia dan fisik dari

oksigen dan karbondioksida dengan darah.

1) Ventilasi

Ventilasi adalah pergerakan udara masuk dan keluar dari

paru karena terdapat perbedaan tekanan antara intrapulmonal

(tekanan intraalveoli dan tekanan intrapleura) dengan tekanan


30

intrapulmonal lebih tinggi dari tekanan atmosfir maka udara akan

masuk menuju ke paru, disebut inspirasi. Bila tekanan

intapulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfir maka udara akan

bergerak keluar dari paru ke atmosfir disebut ekspirasi.

2) Transportasi oksigen

Tahap kedua dari proses pernafasan mencakup proses difusi

di dalam paru terjadi karena perbedaan konsentrasi gas yang

terdapat di alveoli kapiler paru, oksigen mempunyai konsentrasi

yang tinggi di alveoli dibanding di kapiler paru, sehingga oksigen

akan berdifusi dari alveoli ke kapiler paru. Sebaliknya,

karbondioksida mempunyai konsentrasi yang tinggi di kapiler paru

dibanding di alveoli, sehingga karbondioksida akan berdifusi dari

kapiler paru ke alveoli. Pengangkutan oksigen dan karbondioksida

oleh sistem peredaran dara, dari paru ke jaringan dan sebaliknya,

disebut transportasi dan pertukaran oksigen dan karbondioksida

darah. Pembuluh darah kapiler jaringan dengan sel-sel jaringan

disebut difusi. Respirasi dalam adalah proses metabolik intrasel

yang terjadi di mitokondria, meliputi penggunaan oksigen dan

produksi karbondioksida selama pengambilan energi dari bahan-

bahan nutrisi.

3) Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan

darah. Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir

dari respirasi, yaitu saat dimana metabolit dioksidasi untuk


31

mendapatkan energi, dan karbondioksida terbentuk sebagai sampah

proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru.

c. Patofisiologi

Pada penderita usia lanjut tanpa penyakit paru saja sudah

mengalami penurunan fungsi paru, apalagi dengan menderita TB paru,

maka akan menambah beratnya gangguan fungsi paru (Aspiani, dkk.,

2014).

Sedangkan menurut Somantri terjadinya tuberkulosis ketika

seorang penderita bersin atau batuk menyebarkan kuman ke udara

dalam bentuk droplet (percikan dahak). Bakteri kemudian menyebar

melalui jalan nafas ke alveoli, di mana pada daerah tersebut bakteri

bertumpuk dan berkembang biak. Penyebaran basil ini dapat juga

melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal,

tulang, korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (Somantri, 2009).
32

Pathway

Gambar 2.1 Pathway TB paru

Microbacterium Droplet infectio Masuk lewat jalan nafas


tuberkulosa

Menempel pada paru

Keluar dari Dibersihkan oleh


Menetap dijaringan paru
tracheobionchial makrofag
bersama sekret

Terjadi proses
peradangan

Tumbuh dan
Pengeluaran zat pirogen
berkembang di
sitoplasma makrofag

Mempengaruhi
hipotalamus Sarang primer/afek
primer (fokus ghon)

Mempengaruhi sel point

Hipertermi

Komplek primer Limfangitis lokal Limfadinitis regional

Sembuh sendiri tanpa Sembuh dengan bekas


pengobatan fibrosis
33

Menyebar ke orang lain (paru lain,


saluran pencernaan, tulang melalui
media (bronchogen perconti nuitum,
hematogen, limfogen

Radang tahunan Perubahan primer tidak


dibronkus adekuat

Berkembang Kerusakan membran


Pembentukan tuberkel
menghancurkan alveolar
jaringan ikat sekitar

Bagian tengah Pembentukan sputum Menurunnya


nekrosisi berlebih permukaan efek paru

Membentuk jaringan Ketidakefektifan Alveolus


keju bersihan jalan nafas
Alveolus mengalami
Sekret keluar saat konsolidasi & eksudasi
batuk

Gangguan pertukaran
Batuk produktif (batuk gas
terus menerus)

C
Droplet infection Batuk berat Mual, muntah

Terhirup orang sehat Distensi abdomen Ketidakseimbangan


nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Resiko infeksi Intake nutrisi kurang

(Sumber : Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC - NOC
2015)
34

5. Manifestasi Klinis

a. Demam 40-41C serta ada batuk / batuk darah

b. Sesak nafas dan nyeri dada

c. Malaise, keringat malam

d. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada

e. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit

f. Pada anak

1) Berkurangnya BB 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas

atau gagal tumbuh.

2) Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2

minggu.

3) Baruk kronik > 3 minggu, dengan atau tanpa wheezing.

4) Riwayat kontak dengan pasien Tb paru dewasa.

6. Manajemen Medik secara umum

Obat anti tuberkulosis yang diberikan pada penderita usia lanjut saa

sepertipada usia muda. Obat yang biasanya diberikan yaitu : INH,

Rifamfisin, Etambutol, Streptomisin hanya dipakai apabila ada halangan

menggunakan obat lainnya, tapi pemberiannya harus hati-hati mengingat

cepat timbul efek samping ototksis dan nefrotoksis ( Aspiani, dkk.,2014).

a. Terapi Farmakologi

1) Isoniazid (INH)

Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang disingkat dengan INH.

Isoniazid secara in vitro bersifat tuberkulostaltik (menahan


35

perkembangan bakteri) dan tuberkulosid (membunuh bakteri).

Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak, biosintesis

asam nukleat, dan glikolisis. Efek utamanya ialah menghambat

biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur

penting dinding sel mikobakterium. Isoniazid menghilangkan sifat

tahan asam dan menurunkan jumlah lemak yang terekstrasi oleh

metanol dan mikobakterium. Isoniazid mudah diabsorpsi pada

pemberian oral maupun parenteral. Kadar puncak diperoleh dalam

waktu 1-2 jam setelah pemberian oral. Di hati, isoniazid mengalami

asetilasi dan pada manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi

oleh faktor genetik yang secara bermakna mempengaruhi kadar obat

dalam plasma. Namun, perbedaan ini tidak berpengaruh pada

efektivitas dan atau toksisitas isoniazid bila obat ini diberikan setiap

hari.

Dosis Obat :

5-15 mg/kg BB/hari (maks. 300mg)/ hari

Kontraindikasi :

Penyakit hati, penyakit dari SSP.

Resistensi :

Resistensi masih merupakan persoalan dan tantangan. Pengobatan

TBC dilakukan dengan beberapa kombinasi obat karena

penggunaan obat tunggal akan cepat dan mudah terjadi resistensi.

Diamping itu, resistensi terjadi akibat kurangnya kepatuhan pasien


36

dalam meminum obat. Waktu terapi yang cukup lama yaitu antara 6-

9 bulan sehingga pasien banyak yang tidak patuh minum obat

selama menjalani terapi. Isoniazid masih merupakan obat yang

sangat penting untuk mengobati semua tipe TBC. Efek sampingnya

dapat menimbulkan anemia sehingga dianjurkan juga untuk

mengkonsumsi vitamin penambah darah seperti piridoksin ( vitamin

B6).

2) Rifampisin

Rifampsisn merupakan obat anti tuberkulosis yang bersifat

bakterisida (membunuh bakteri) dan bekerja dengan mencegah

transkripsi RNA dalam proses sintesis protein dinding sel bakteri.

Dosis Obat :

10-20 mg/kg BB/hari ( maks. 600 mg/hari ).

Kontraindikasi :

Hipersensitivitas terhadap rifampisin atau komponen lain yang

terdapat dalam sediaan; penggunaan bersama amprenavir,

saquinafir/rotonavir (kemungkinan dengan proease inhibitor),

jaundice (penyakit kuning).

3) Pirazinamid

Pirazinamid adalah analog nikotinamid yang telah dibuat

sintetiknya. Obat ini tidak larut dalam air. Pirazinamid di dalam

tubuh di hidrosis oleh enzim pirazinamidase menjadi asam

pirazinoat yang aktif sebagai tuberkulostatik hanya pada media


37

yang bersifat asam. Bersifat bakterisidal dan bekerja dengan

menghambat pembentukan asam lemak yang diperlukan dalam

pertumbuhan bakteri. Pirazinamid mudah diserap diusus dan

tersebar luas keseluruh tubuh. Ekskresinya terutama melalui filtrasi

glomerulus.

Dosis Obat :

15-30 mg/kg BB/hari ( maks. 2g/hari ).

Kontraindikasi :

Porfria (sekelompok penyakit yang disebabkan oleh kekurangan

enzim-enzim yang terlibat dalam sintesa heme, yang mengakibatkan

warna urin berubah menjadi merah atau biru gelap), gangguan

fungsi hati berat, dan hipersensitif pirazinamid.

4) Ethambutol

Ethambutol merupakan tuberkuloslatik dengan mekanisme keria

menghambat RNA. Absorbsi setelah pemberian per oral cepat.

Eksresi sebagian besar melalui ginjal, hanya lebih kurang 10%

diubah menjadi metabolit inaktif.

Ethambutol tidak dapat menembus jaringan otak tetapi pada

penderita meningitis, tuberkulosa dapat ditemukan kadar terapeutik

dalam cairan serebrospinal.

Dosis Obat :

Dewasa : 15 mg/kg BB PO, untuk pengobatan ulang mulai dengan

25 mg/kg BB/hari selama 60 hari, kemudian diturunkan sampai 15

mg/kg BB/hari.
38

Kontraindikasi :

Anak-anak dibawah usia 5 tahun, pada penderita dengan gangguan

fungsi ginjal, epilepsi, alkoholisme kronik dan kerusakan hati,

neuritis optik, penderita yang hipersensitif terhadap komponen obat

ini.

5) Streptomisin

Streptomisin merupakan obat antibiotik yang termasuk dalam

golongan aminoglikosida dan dapat membunuh sel mikroba dengan

cara menghambat sintesis protein. Obat ini larut dalam air dan

snagat larut dalam alkohol. Obat ini terdistribusi ke dalam cairan

ekstraseluler termasuk serum, absces, ascitic, perikardial, pleural,

sinovial, limfatik, dan cairan peritoneal; menembus plasenta; dalam

jumlah yang kecil masuk dalam air susu ibu.

Dosis Obat :

15-40 mg/kg BB/hari ( maks. 1g/hari ).

Kontraindikasi :

Hipersensitivitas terhadap streptomisin atau komponen lain dalam

sediaan, kehamilan, gangguan pendengaran, myasthenia gravis

( kelainan immun bawaan yang cukup langka, biasanya

manunjukkan karakteristik yang khas, yaitu kelemahan pada otot

rangka yang biasanya juga disertai nyeri ketika menggerakkan

otot ).

Pengobatan TB Pada Orang Dewasa


39

Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

Selama 2 bulan minum obat INH, rifanpisin, pirazinamid, dan

ethambutol setiap hari ( tahap intensif ), dan 4 bulan selanjutnya

minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu ( tahap

lanjutan ).

Diberikan kepada :

o Penderita baru TB paru BTA positif.

o Penderita TB ekstra paru (TB di luar paru-paru) berat.

Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3

Diberikan kepada :

o Penderita kambuh.

o Penderita gagal terapi.

o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3

Diberikan kepada :

Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Adapun dosis untuk pengobatan TB jangka pendek selama 6 atau 9

bulan, yaitu :

1) 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan

pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali

seminggu selama 7 bulan ( ditambahkan ethambutol bila

diduga ada resistensi terhadap INH ).


40

2) 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin +Pirazinamid : setiap hari

selama 2 bulan pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari

atau 2 kali seminggu selama 4 bulan ( ditambahkan ethambutol

bila diduga ada resistensi terhadap INH ).

Pengobatan TB pada anak-anak jika INH dan rifampisin

diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10 mg/kg bb

dan rifampisin 15 mg/kg bb.

Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus :

TB tidak berat

INH : 5 mg/kg bb/hari

TB berat ( milier dan meningitis TB )

INH : 10 mg/kg bb/hari

Dosis prednison : 1-2 mg/kg bb/hari ( maks. 60 mg)

b. Terapi Non Farmakologi

1) Sering berjemur dibawah sinar matahari pagi (pukul 6-8 pagi)

2) Memperbanyak istirahat (bedrest) / istirahat yang cukup

3) Diet sehat (pola makan yang benar), dianjurakn mengkonsumsi

banyak lemak dan vitamin A untuk membentuk jaringan lemak baru

dan meningkatkan sistem imun.

4) Menjaga sanitasi/kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal.

5) Menjaga sirkulasi udara di dalam rumah agar selalu berganti dengan

udara yang baru.

6) Berolahraga secara teratur, seperti jalan santai di pagi hari.


41

7) Minum susu kambing atau susu sapi.

8) Menghindari kontak langsung dengan pasien TB.

9) Rajin mengontrol gula darah.

c. Pemeriksaan Penunjang

1) Tes Mantoux

Tes ini sangat positif pada TB paru pascaprimer (indurasi

kulit >5 mm dengan 10 unit tuberculin intradermal:dibaca pada hari

ke tiga). Sering negatif pada TB milier dan HIV.

2) Mikrobiologi

Basil tahan asam dapat dideteksi pada sputum atau bilasan

paru menggunakan pewarnaan ziehl-Neelsen. Namun basil tumbuh

lambat, dan kultur serta sensitivitas obat memerlukan waktu 4-6

minggu.

3) Histopatologi

Aspirasi pleura dengan biopsy mengkonfirmasi TB pada

kira-kira 90% pasien dengan efusi pleura. Biopsy hati akan

menemukan TB milier.

4) Radiografi Dada

Pada TB milier, nodul kecil yang tersebar luas dengan

diameter 2-3 mm secara diffuse menyebar ke seluruh paru

(bayangan milier) dan mudah luput dari penglihatan.

7. Komplikasi

Reaktivasi parut tuberkulosis lama dapat terjadi bila seorang pasien

mengalami gangguan imun. Kemoprofilaksis denga isoniazid sering


42

diberikan sebelum pengobatan imunosupresif (kemoterapi, tranplantasi).

Bronkiektasis dan kavitas paru dengan infeksi jamur sekunder, lesi nervus

kranialis dan obstruksi saluran ginjal dapat terjadi akibat pembentukan

parut yang disertai penyembuhan setelah TB. Pengobatan yang tidak

adekuat atau tidak patuh menyebabkan munculnya strain mikobakteri

multiresisten yang sulit dieradikasi (Jeremy, 2008).

C. Pendekatan Proses Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem

pernafasan

1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas
Identitas klien yang bisa dikaji pada penyakit sistem pernafasan

adalah usia, karena penyakit pernafasan banyak terjadi pada klien

di atas usia 60 tahun.


2) Identitas Penanggung Jawab
Penanggung jawab adalah keluarga terdekat atau pendamping klien

yang bisa membantu memperjelas informasi yang dibutuhkan,

terutama klien lansia yang susah diajak komunikasi.


b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan penyakit

pernafasan seperti : Pneumonia, PPOM, TBC maupun asma

Bronkial, klien mengeluhkan adanya sesak nafas disertai batuk

produktif maupun tidak produktif.


2) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan saat ini berupa mengenai uraian mengenai

penyakit yang diderita oleh klien dari mulai timbulnya keluhan


43

yang dirasakan sampai klien dibawa ke Rumah Sakit, dan apakah

pernah memeriksakan diri ketempat lain selain ke Rumah Sakit

umum serta pengobatan apa yang pernah diberikan dan bagaimana

perubahannya dan data yang didapatkan saat pengkajian.


3) Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat penyakit pernafasan

sebelumnya, riwayat pekerjaan pada pekerja yang berhubungan

dengan inhalasi, Riwayat penggunaan obat-obatan, riwayat

mengkonsumsi alkohol dan merokok.


4) Riwayat kesehatan keluarga
Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita

penyakit yang sama karena faktor genetik/ keturunan.


c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum klien lansia yang mengalami gangguan pernafasan

biasanya lemah, dan kesadaran klien biasanya Composmentis


2) Tanda-tanda vital
a) Terdiri dari pemeriksaan : Suhu normalnya (37C).

b) Nadi Normal (70-82x/menit).

c) Tekanan darah (120/80-140/90 mmHg).

d) Pernafasan biasanya mengalami peningkatan.

3) Pemeriksaan Fisik Review Of System (ROS)

a) Sistem pernapasan (B1: Breathing)

Dapat ditemukan sesak nafas, sesak waktu beraktivitas,

peningkatan frekuensi pernafasan, batuk produktif atau non

produktif, hambatan jalan nafas, tidak teraturnya

pernafasan/kesulitan dalam bernafas, suara nafas terdengan


44

ronchi (aspirasi sekresi), mengi atau wheezing, dan adanya

gangguan pernafasan.

b) Sistem sirkulasi (B2 : Bleeding)

Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apikal, sirkulasi

perifer, warna, dan kehangatan, periksa adanya pembengkakan

vena jugularis

c) Sistem Persyarafan (B3 : Brain)

Kaji adanya hilangnya gerakan / sensasi, spasme otot, terlihat

kelemahan/hilang fungsi. Pergerakan mata/kejelasan melihat,

dilatasi pupil. Agitasi (mungkin berhubungan dengan

nyeri/Ansietas).

d) Sistem perkemihan (B4 : Bleder)

Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensial urin, disurya,

distensi kandung kemih, warna dan bau urin, dan

kebersihannya.

e) Sistem pencernaan (B5 : Bowel)

Konstipasi, konsisten feses, frekuensi eliminasi, auskultasi

bising usus, anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri tekan

abdomen.

f) Sistem musculoskeletal (B6 : Bone)


45

Nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi pada area jaringan,

dapat berkurang pada imobilisasi, kontraktur atrofi otot,

laserasi kulit dan perubahan warna.

4) Pengkajian Psikososial dan Spritiual

a) Psikososial

(1) Klien mampu berkomunikasi dengan semua orang yang

tinggal serumah dengan klien

(2) Klien merasa puas dengan sosialisasi yang dilakukannya

(3) Klien mempunyai sikap yang terbuka dan ramah terhadap

orang lain, klien menerima mahasiswa keperawatan dengan

tersenyum dan sapaan hangat

Emosional

Pertanyaan Tahap 1

(1) Apakah klien mengalami sukar tidur?

(2) Apakah klien sering merasa gelisah?

(3) Apakah klien sering merasa murung atau menangis sendiri?

(4) Apakah klien sering was-was atau kuatir?

lanjutkan ke pertanyaan tahap 2 jika lebih dari/sama dengan 1

jawaban Ya

Pertanyaan Tahap 2

(1) Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 kali dalam 1

bulan?

(2) Ada masalah atau banyak pikiran? Tidak

(3) Ada gangguan/masalah dengan keluarga lain? Tidak


46

(4) Menggunakan obat tidur/penenang atas anjuran dokter?

Tidak

(5) Cenderung mengurung diri? Tidak

Bila lebih dari atau sama dengan 1 jawaban Ya: masalah

emosional positif (+)

Interpretasi Hasil: Klien tidak mengalami gangguan

emosional.

b) Spiritual

(1) Klien beragama Islam

(2) Kegiatan keagamaan yang dilakukan klien yaitu solat dan

mengaji

(3) Klien mengatakan dahulu sebelum sakitnya bertambah

parah, klien biasa melakukan ibadah di mesjid ataupun

mengikuti pengajian, namun semenjak sakit bertambah

parah klien menjadi jarang keluar rumah dan mengikuti

kegiatan-kegiatan di lingkungan sekitar rumah.

5) Pengkajian Fungsional Klien


a. Indeks katz dengan lansia
Penilaian untuk mengetahui status fungsional lansia
Nama klien : Tanggal :
Jenis kelamin : Umur :
Agama : Alamat :
Tabel 2.1 Indeks katz

Indeks katz
Score Kriteria
47

A Kemandirian dalam hal makan, kontinen berpindah, ke


kamar kecil, berpakaian dan mandi
B Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
kecuali satu dari fingsi tersebut
C Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari
kecuali mandi dan satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari
kecuali mandi, berpakaian, dan satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari
kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil, dan satu fungsi
tambahan
F Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari
kecuali mandi, berpakaian, berpindah dan satu fungsi
tambahan
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut
Lain- lain Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak
dapat di klasifikasikan sebagai C, D, E, F dan G

b. Barthel indeks
Tabel 2.2 Barthel indeks

Dengan
No. Kriteria Mandiri
Bantuan
1 Makan 5 10
2 Aktivitas ke toilet 5 10
3 Berpindah dari kursi roda atau 5 10 15
sebaliknya, termasuk duduk
ditempat tidur
4 Kebersihan diri mencuci muka 0 10
menyisir rambut dan menggosok
gigi
5 Mandi 0 5
6 Berjalan dipermukaan datar 10 25
7 Naik turun tangga 5 10
8 Berpakaian 5 10
9 Mengontrol defekasi 5 10
10 Mengontrol berkemih 5 10
Total 100
48

Penilaian :

0 20 : ketergantungan

21 61 : ketergantungan berat/ sangat tergantung

62 90 : ketergantungan berat

91 99 : ketergantungan ringan

100 : mandiri

6) Pengkajian Status Mental


a) Short portable mental status questionnaire (SPMSQ)
Penilaian untuk mengetahui fungsi intelektual lansia

Tabel 2.3 Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)

Skor No Pertanyaan Jawaban


+ - 1 Tanggal berapa hari ini ?
2 Hari apa sekarang ini ?
3 Apa nama tempat ini ?
4 Dimana alamat anda ?
5 Berapa umur anda ?
6 Kapan anda lahir ?
7 Siapa presiden Indonesia sekarang ?
8 Siapa presiden sebelumnya ?
9 Siapa nama kecil ibu anda ?
10 Kurang 3 dari 20 dan tetap pengurangan
3 dari setiap angka baru, semua secara
menurun 1.
Jumlah kesehatan total
Interpretasi

Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh

Salah 4-5 : fungsi intelektual kerusakan ringan

Salah 6-8 : fungsi intelektual kerusakan sedang

Salah 9-10 : fungsi intelektual kerusakan berat


49

b) Mini Mental State Exam (MMSE)


Mini Mental State Exam (MMSE) digunakan untuk menguji

aspek kognitif dari fungsi mental : orientasi, registrasi,

perhatian, kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa.


Pemeriksaan ini bertujuan untuk melengkapi dan menilai, tetapi

tidak dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, namun berguna

untuk mengkaji kemajuan klien.


Tabel 2.4 Mini Mental State Exam (MMSE)

Aspek Nilai
No Nilai Kriteria
kognitif maksimal
1 Orientasi 5 Menyebutkan
1. Tahun
2. Musim
3. Tanggal
4. Hari
5. Bulan
2 Orientasi 5 Dimana sekarang kita berada ?
1. Negara
2. Provinsi
3. Kabupaten
Sebutkan 3 nama objek (kursi, meja,
Registrasi 3 kertas), kemudian ditanyakan kepada
klien, menjawab :
1. Kursi
2. Meja
3. Kertas

3 Perhatian dan 5 Meminta klien berhitung mulai dari


kalkulasi 100, kemudian dikurangi 7 sampai 5
tingkat
1. 100, 93,....,.....,....,.......
4 Mengingat 3 Meminta klien untuk menyebutkan
objek pada poin 3.
1. Kursi
2. Meja
3. ........
5 Bahasa 9 Menanyakan kepada klien tentang
benda (sambil menunjuk benda
50

tersebut).
1. Jendela
2. Jam dinding
3.
Meminta klien untuk mengulang kata
berikut tanpa, jika, dan, atau, tetapi
klien menjawab......, dan, atau, tetapi.

Meminta klien untuk mengikuti


perintah berikut yang terdiri dari 3
langkah.
Ambil pulpen di tangan anda, ambil
kertas, menulis saya mau tidur.
1. Ambil pulpen
2. Ambil kertas
3. .......

Perintahkan klien untuk hal berikut


(bila aktivitas sesuai perintah nilai 1
poin) :
1. Klien menutup mata

Perintahkan pada klien untuk menulis


satu kalimat dan menyalin gambar (2
buah segi 5).
Total 30

Skor :
24-30 : normal
17-33 : probable gangguan kognitif
0-16 : definitif gangguan kognitif

7) Pengkajian Keseimbangan Klien

a) Perubahan Posisi Gerakan Keseimbangan

Tabel 2.5 Sullivan indeks katz

No Tes koordinasi Keterangan Nilai


51

1 Berdiri dengan postur normal


Berdiri dengan postur normal
2
menutup mata
3 Berdiri dengan kaki rapat
4 Berdiri dengan satu kaki
Berdiri fleksi trunk dan berdiri
5
ke posisi netral
6 Berdiri lateral dan fleksi trunk
Berjalan tempatkan tumit salah
7 satu kaki di depan jari kaki yang
lain
8 Berjalan sepanjang garis lurus
Berjalan mengikuti tanda
9
gambar pada lantai
10 Berjalan menyamping
11 Berjalan mundur
12 Berjalan mengikuti lingkaran
13 Berjalan pada tumit
14 Berjalan dengan ujung kaki
Jumlah
Keterangan :

4 : mampu melakukan aktivitas dengan lengkap

3 : mampu melakukan aktivitas dengan bantuan

2 : mampu melakukan aktivitas dengan bantuan maksimal

1 : tidak mampu melakukan aktivitas

Nilai :

42 54 : mampu melakukan aktivitas

28 41 : mampu melakukan sedikit bantuan

14 27 : mampu melakukan bantua maksimal

14 : tidak mampu melakukan

b) Komponen Gaya Berjalan dan Gera

Tabel 2.6 Komponen Gaya Berjalan dan Gerakan


52

Komponen
utama dalam Langkah-langkah Kriteria Nilai
bergerak
A. Perubahan 1. Bangun dari 1. Tidak bangun dari tempat duduk
posisi atau kursi dengan satu gerakan, tetapi
gerakan mendorong tubuhnya keatas
keseimbangan dengan tangan atau bergerak
kedepan kursi terlebih dahulu,
tidak stabil pada saat berdiri
pertama kali.
2. Duduk ke kursi 2. Menjatuhkan diri kekursi, duduk
ditengah kursi
3. Menahan 3. Pemeriksa mendorong sternum
dorongan pada (perlahan-lahan sebanyak 3 kali).
sternum Klien menggerakkan kaki
(mata ditutup) memegang objek untuk
dukungan, kaki tidak menyentuh
sisi-sisinya.
4. Bangun dari 4. Kriteria sama dengan kriteria
kursi untuk mata terbuka
5. Duduk ke kursi 5. Kriteria sama dengan kriteria
untuk mata terbuka
6. Menahan 6. Kriteria sama dengan kriteria
dorongan pada untuk mata terbuka
sternum 7. Menggerakkan kaki, memegang
7. Perputaran obyek untuk dukungan kaki tidak
leher menyentuh sisi-sisinya, keluhan
vertigo, pusing atau keadaan tidak
stabil.
8. Gerakan 8. Tidak mampu untuk menggapai
menggapai sesuatu dengan bahu fleksi max,
sesuatu sementara berdiri pada ujung-
ujung jari kaki tidak stabil,
memegang sesuatu untuk
dukungan.
9. Membungkuk 9. Tidak mampu membungkuk
untuk mengambil objek-objek
kecil dari lantai, memegang onjek
untuk bisa berdiri, memerlukan
usaha-usaha multiple untuk
bangun.
B. Gaya 10. Minta klien 10. Ragu-ragu, tersandung,
berjalan /gerak untuk berjalan memegang objek untuk
ketempat yang dukungan
ditentukan
11. Ketinggian 11. Kaki tidak naik dari lantai
langkah kaki secara konsisten (menggeser
(saat berjalan) atau menyeret kaki),
mengangkat kaki terlalu tinggi
(>50 cm)
53

12. Kontinuitas 12. Setelah langkah-langkah awal,


langkah kaki langlkah menjadi tidak
(diobservasi konsisten, memulai mengangkat
dari samping satu kaki sementara yang lain
klien) menyentuh tanah.
13. Kesimetrisan 13. Tidak berjalan pada garis lurus,
langkah bergelombang dari sisi ke sisi.
(diobservasi
dari samping
klien)
14. Penyimpangan 14. Tidak berjalan pada garis lurus,
jalur pada saat bergelombang dari sisi ke sisi.
berjalan
(diobservasi
dari belakang
klien)
15. Berbalik 15. Berhenti sebelum berbalik, jalan
sempoyongan, bergoyang,
memegang onjek untuk
dukungan.
Intervensi hasil
0-5 = resiko jatuh rendah
6-10 = resiko jatuh sedang
11.15 resiko jatuh tinggi

2. Analisa Data

Selama pengkajian, data dikumpulkan dari berbagai sumber,

divalidasi dan di urutkan kedalam kelompok yang membentuk pola. Data

dasar secara kontinu direvisi sejalan dengan terjadinya perubahan dalam

status fisik dan emosi klien. Hal ini mencakup hasil pemeriksaan

laboratorium dan diagnostic. Selama langkah ini, perawat menggunakan

pengetahuan dan pengalaman,menganalisis dan menginterpretasi, dan

menarik konkulasi tentang kelompok dan pola data ( Benner, 1984;

Carnevali et al, 1984;Carlson et al, 1991; Bandman, 1995 )

3. Diagnosa Keperawatan
54

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan

respon aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang

perawat mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya. Respon

aktual dan potensial klien di dapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan

literatur yang berkaitan, catatan medis klien masa lalu, dan konsultasi

dengan professional lain, yang kesemuanya dikumpulkan selama

pengkajian.

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d bronkospasme


2. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti paru, hipertensi pulmonal,

penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan

cuah
3. Hipertermia b.d reaksi inflamasi
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

ketidakadekuatan intake nutrisi, dyspneu


5. Resiko infeksi b.d organisme purulen
4. Perencanaan

Tabel 2.7 Perencanaan Keperawatan

Perencanaan
No Diagnosa keperawatan
Tujuan dan Kriteria Intervensi
1 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Setelah dilakukan asuhan Airway suction
Definisi : ketidakmampuan untuk membersihkan keperawatan selama .....x 24 jam, 1. Pastikan kebutuhan oral /
sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk klien menunjukkan bersihan jalan tracheal suctioning
2. Auskultasi suara nafas sebelum
mempertahankan kebersihan jalan nafas. nafas efektif dengan status pernafasan
dan sesudah suctoning
Batasan karakteristik : adekuat dengan kriteria :
3. Informasikan pada klien dan
Tidak ada batuk - Mendemonstrasikan batuk efektif
keluarga tentang suctioning
Suara napas tambahan dan suara nafas yang bersih, tidak 4. Minta klien nafas dalam
Perubahan frekwensi napas
Perubahan irama napas ada sianosis dan dyspneu (mampu sebelum suction dilakukan
Sianosis 5. Berikan O dengan
mengeluarkan sputum, mampu
Kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara menggunakan nasal untuk
Penurunan bunyi napas bernafas dengan mudah, tidak ada
untuk memfasilitasi suction
Dipsneu pursed lips)
Sputum dalam jumlah yang berlebihan - Menunjukkan jalan nafas yang nasotrakeal
Batuk yang tidak efektif 6. Gunakan alat yang steril setiap
paten (klien tidak merasa
Ortopneu melakukan tindakan
Gelisah tercekik, irama nafas, frekuensi 7. Anjurkan pasien untuk istirahat
Mata terbuka lebar pernafasan dalam rentang dan nafas dalam setelah kateter
Faktor faktor yang berhubungan : normal,tidak ada suara nafas dikeluarkan dari nasotrakeal
Lingkungan : abnormal) 8. Monitorstatus oksigen pasien
- Perokok pasif - Mampu mengidentifikasikan dan 9. Ajarkan keluarga bagaimana

55
- Mengisap asap mencegah faktor yang dapat cara melakukan suksion
- Merokok 10. Hentikan suksion dan berikan
menghambat jalan nafas.
Obstruksi jalan nafas : oksigen apabila pasien
- Spasme jalan nafas
- Mokus dalam jumlah berlebihan menunjukkan bradikardi,
- Eksudat dalam jalan alveoli
peningkatan saturasi O, dll
- Materi asing dalam jalan nafas
11. Buka jalan nafas, gunakan
- Adanya jalan nafas buatan
- Sekresi bertahan/ sisa sekresi teknik chin lift atau jaw thrust
- Sekresi dalam bronki
bila perlu
Fisiologi 12. Posisikan pasien untuk
- Jalan nafas alergik
- Asma memaksimalkan ventilasi
- Penyakit paru obstruktif kronik 13. Identifikasi pasien perlunya
- Hiperplasi dinding bronkial pemasangan alat jalan nafas
- Infeksi
- Disfungsi neuromuscular buatan
14. Pasang mayo bila perlu
15. Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
16. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
17. Lakukan suction pada mayo
18. Berikan bronkodilator bila
perlu
19. Berikan pelembab udara kassa
basah NaCI lembab
20. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan
21. Monitor respirasi dan status O

56
2 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan asuhan Airway Management
Definisi : kelebihan atau defisit pada oksigenasi dan/ keperawatan selama .....x 24 jam, 1. Buka jalan nafas, gunakan
atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolar- klien menunjukkan tidak ada teknik chint lift atau jaw thrust
kapiler gangguan pertukaran gas dengan bila perlu
2. Posisikan pasien untuk
Batasan karakteristik : kriteria Hasil :
memaksimalkan ventilasi
pH darah arteri abnormal - Mendemonstrasikan peningkatan
3. Idetifikasi pasien perlunya
pH arteri abnormal ventilasi dan oksigenasi yang
pemasangan alat jalan nafas
Pernafasan abnormal (mis., kecepatan, irama, adekuat buatan
- Memelihara kebersihan paru-paru 4. Pasang mayo bila perlu
kedalaman)
Warna kulit abnormal (mis, pucat, kehitaman) dan bebas dari tanda tanda 5. Lakukan fisioterapi dada jika
Konfusi distress pernafasan perlu
Sianosis (pada neonatus saja) - Mendemonstrasikan batuk efektif 6. Keluarkan sekret dengan batuk
Penurunan karbon dioksida
Diaforesis dan suara nafas yang bersih, tidak atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat
Dispnea ada sianosis dan dyspneu (mampu
Sakit kepala saat bangun adanya suara tambahan
Hiperkapnia mengeluarkan sputum, mampu 8. Lakukan suction pada mayo
Hipoksemia bernafas dengan mudah, ada ada 9. Berikan bronkodilator bila
Hipoksia perlu
pursed lips)
Iritabilitas - Tanda tanda vital dalam rentang 10. Berikan pelembab udara
Napas cuping hidung 11. Atur intake untuk cairan
Gelisah normal
mengoptimalkan keseimbangan
Samnolen
12. Monitor respirasi dan status O
Takikardi
Gangguan penglihatan Respiratory Monitoring
Faktor faktor yang berhubungan : 1. Monitor rata-rata, kedalaman,
Perubahan membran alveolar-kapiler irama, dan usaha respirasi

57
Ventilasi -perfusi 2. Catat pergerakan dada, amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
3. Monitor suara nafas, seperti
dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan napas
utama
9. Auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya
3 Hipertermia Termoregulation Fever treatment

58
Definisi : peningkatan suhu tubuh diatas kisaran Kriteria Hasil : 1. Monitor suhu sesering
2. Monitor IWL
normal - Suhu tubuh dalam rentang normal
3. Monitor warna dan suhu kulit
Batasan karakteristi : - Nadi dan RR dalam rentang 4. Monitor tekanan darah, nadi
norma
Kovulsi dan RR
- Tidak ada perubahan warna kulit 5. Monitor penurunan tingkat
Kulit kemerahan
Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal dan tidak ada pusing kesadaran
Kejang 6. Monitor WBC, Hb, dan Hct
Takikardi 7. Monitor intake dan output
Tekipnea 8. Berikan anti piretik
Kulit terasa hangat 9. Berikan pengobatan untuk
Faktor faktor yang berhubungan : mengatasi penyebab deman
10. Selimuti pasien
Anastesia 11. Lakukan tapid sponge
Penurunan respirasi 12. Kolaborasi pemberian cairan
Dehidrasi
Pemajanan lingkungan yang panas intavena
Penyakit 13. Kompres pasien pada lipat paha
Pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu dan aksila
lingkungan 14. Tingkatkan sirkulasi udara
15. Berikan pengobatan untuk
Peningkatan laju metabolisme medikasi
Trauma mencegah terjadinya menggigil
Aktivitas berlebihan Temperature regulation
1. Monitor suhu minimal tiap 2
jam
2. Rencanakan monitoring suhu
secara kontinyu
3. Monitor TD, nadi, dan RR
4. Monitor warna dan suhu kulit

59
5. Monitor tanda-tanda hipertermi
dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
7. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
9. Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif dari
kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang
diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari hipotermi
dan penanganan yang
diperlukan berikan anti piretik
jika perlu

Vital Sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan

60
RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor warna, suhu, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari vital
sign
4 Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan asuhan Nutrition Management
lebih dari kebutuhan keperawatan selama .....x 24 jam,

61
tubuh klien menunjukkan tidak ada1. Kaji adanya alergi makanan
Definisi : asuhan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi penuruna berat badan dengan Kriteria 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan metabolik Hasil : untuk menentukan jumlah
Batasan karakteristik : - Adanya peningkatan berta badan kalori dan nutrisi yang

Kram abdomen sesuai dengan tujuan dibutuhkan pasien


Nyeri abdomen - Berat badan ideal sesuai dengan 3. Anjurkan pasien untuk
Menghindari makanan tinggi badan meningkatan intake Fe
Berat badan 20 % atau lebih dibawah berat badan - Mampu mengidentifikasi 4. Anjurkan pasien untuk
ideal kebutuhan nutrisi meningkatkan protein dan
Kerapuhan kapiler - Tidak ada tanda tanda malnutrisi vitamin C
Diare - Menunjukkan peningkatan fungsi 5. Berikan substansi gula
Kehilangan rambut berlebih
pengecapan dari menelan 6. Yakinkan diet yang dimakan
Bising usus hiperaktif
Kurang makanan - Tidak terjadi penurunan berat mengandung tinggi serat untuk
Kurang informasi badan yang berarti mencegah konstipasi
Kurang minat pada makanan 7. Berikan makanan yang terpilih
Penurunan berat badan dengan asupan makanan
(sudah dikonsultasikan dengan
adekuat
ahli gizi)
Kesalahan konsepsi
Kesalahan informasi 8. Ajarkan pasien bagaimana
Membran mukosa pucat membuat catatan makanan
Ketidakmampuan memakan makanan harian
Tonus otot menurun 9. Monitor jumlah nutrisi dan
Mengeluh gangguan sensasi rasa
Mengeluh asupan makanan kurang dari RDA kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang
(recommended daily allowance)
Cepat kenyang setelah makan kebutuhan nutrisi
Sariawan rongga mulut 11. Kaji kemampuan pasien untuk

62
Steatorea mendapatkan nutrisi yang
Kelemahan otot pengunyah dibutuhkan
Kelemahan otot untuk menelan
Nutrition Monitoring
Faktor faktor yang berhubungan :
1. BB pasien dalam batas normal
Faktor biologis 2. Monitor adanya penurunan
Faktor ekonomi
berat badan
Ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien
3. Monitor tipe dan jumlah
Ketidakmampuan untuk mencerna makanan
Ketidakmampuan menelan makanan aktivitas yang biasa dilakukan
Faktor psikologis 4. Monitor interaksi anak atau
orang tua selama makan
5. Monitor lingkungan selama
makan
6. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
7. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
12. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
13. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan

63
konjungtiva
14. Monitor kalori dan intake
nutrisi
15. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan
cavitas oral
16. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
5 Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Infection Control (kontrol infeksi)
Definisi : mengalami peningkatan resiko terserang keperawatan selama .....x 24 jam, 1. Bersihkan lingkungan setelah
organisme patogenik klien menunjukkan tidak ada tanda- dipakai pasien lain
2. Pertahankan teknik isolasi
Faktor faktor resiko : tanda infeksi dengan Kriteria Hasil :
3. Batasi pengunjung bila perlu
Penyakit kronis - Klien bebas dari tanda dan gejala 4. Intruksikan pada pengunjung
- Diabetes melitus untuk mencuci tangan saat
infeksi
- Obesitas - Memdeskripsikan proses berkunjung dan setelah
Pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari
penularan penyakit, faktor yang berkunjung meninggalkan
pemanjanan patogen
Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat mempengaruhi penularan serta pasien
- Gangguan peritaltis penatalaksanaannya 5. Gunakan sabun antimikroba
- Kerusakan integritas kulit (pemasangan kateter - Menunjukkan kemampuan untuk untuk cuci tangan
intravena, prosedur invasif) mencegah timbulnya infeksi 6. Cuci tangan setiap sebelum dan
- Perubahan sekresi pH - Jumlah leukosit dalam batas sesudah tindakan keperawatan
- Penurunan kerja siliaris
normal 7. Gunakan baju, sarung tangan
- Pecah ketuban dini
- Pecah ketuban lama - Menunjukkan perilaku hidup sebagai alat pelindung
- Merokok sehat 8. Pertahankan lingkungan aseptik
- Statis cairan tubuh selama pemasangan alat

64
- Trauma jaringan (mis.,trauma destruksi 9. Ganti letak IV perifer dan line
jaringan) central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
Ketidakadekuatan pertahanan sekunder 10. Gunakan kateter intermiten
- Penurunan hemoglobin
- Imunosupresi (mis.,imunitas didapat tidak untuk menurunkan infeksi

adekuat, agen farmaseutikal termasuk kandung kencing


11. Tingkatkan intake nutrisi
imunosupresan, steroid, antibodi monoklenal, 12. Berikan terapi antibiotik bila
imunomudulator) perlu
- Supresi respon inflamasi
Vaksinasi tidak adekuat Infection Protection (proteksi
Pemajanan terhadap patogen terhadap infeksi)
Lingkungan meningkat
1. Monitor tanda dan gejala
- Wabah
Prosedur invasif infeksi sistemik dan lokal
Malnutrisi 2. Monitor hitung granulosit,
WBC
3. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Sering pengunjung terhadap
penyakit menular
6. Pertahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/ p
8. Berikan perawatan kulit pada
area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran

65
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
10. Inspeksi kondisi luka / insisi
bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
12. Dorong masukkan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari
infeksi laporkan kecurigaan
infeksi
17. Laporkan kultur positif

66
67

2. Implementasi dan Evaluasi


a. Implementasi
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan,

adalah kategori dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan

untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan

keperawatan dilakukan dan diselesaikan.


Implementasi juga mencakup melakukan, membantu, atau

mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan arahan

perawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien, dan

mengevaluasi kerja anggota staf, dan mencatat serta melakukan pertukaran

informasi yang relevan dengan perawatan kesehatan berkelanjutan dari

klien.
b. Evaluasi
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respon klien

ke arah pencapaian tujuan. Data dikumpulkan dengan dasar berkelanjutan

untuk mengukur perubahan dalam fungsi, dalam kehidupan sehari-hari,

dan dalam ketersediaan atau penggunaan sumber eksternal (Carnevali &

Thomas, 1993).
Aspek lain dari evaluasi mencakup pengukuran kualitas asuhan

keperawatan yang diberikan dalam lingkungan perawatan kesehatan.

Perawat mengevaluasi setiap kemajuan dan pemulihan klien, tetapi hal ini

tidaklah cukup.
Tujuan adalah pernyataan ringkas tentang apa yang harus

diselesaikan ketika semua hasil yang diharapkan telah terpenuhi. Setiap

diagnosa keperawatan pada rencana asuhan keperawatan mempunyai

tujuan, dan setiap tujuan mempunyai batasan waktu untuk evaluasi.

Perawat mengevaluasi tujuan setelah membangdingkan temuan avaluatif


68

dengan semua hasil yang diharapkan. Ketika tujuan telah terpenuhi,

perawat mengetahui intervensi telah berhasil dan bahwa klien mengalami

kemajuan.
Hasil yang diharapkan adalah pernyataan tentang perilaku atau

respon progresif, tahap demi tahap yang harus diselesaikan klien untuk

untuk mencapai tujuan keperawatan yang diberikan.

Anda mungkin juga menyukai