Anda di halaman 1dari 16

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A


DENGAN DIAGNOSA MEDIS ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE (ADHF)
DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN HIPERVOLEMIA
DI RUANG IRNA 2 RSUA

TANGGAL 12 AGUSTUS 2019

PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 40 Tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki – laki
Status : Menikah
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Surabaya
Tanggal Masuk : 09 Agustus 2019
Tanggal Pengkajian : 12 Agustus 2019
No. Register : 0000126xxx
Diagnosa Medis : ADHF

Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. L
Umur : 44 Tahun
Hub. Dengan pasien : Istri
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Surabaya
2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
Saat MRS : Klien mengeluh sesak
Saat ini : Klien mengatakan perut terasa penuh, klien juga mengatakan bahwa klien
merasa tidak nyaman dan terkadang merasa sesak.
2) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya : Tidur dengan posisi miring
b. Status Kesehatan Masa Lalu
1) Penyakit yang pernah dialami : Hipertensi, Jantung
Pernah dirawat / MRS : 1 kali
Riwayat alergi : Klien tidak memiliki riwayat alergi
2) Kebiasaan (merokok/kopi/rokok/alcohol/dll) :
Klien tidak pernah merokok/minum kopi/alkohol
3) Riwayat Penyakit Keluarga : Ayah klien memiliki riwayat jantung dan hipertensi
4) Diagnosa Medis dan Terapi
Diagnosa Medis: Acute Decompensated Heart Failure (ADHF)
Terapi: Diuretik
3. Pola Kebutuhan Dasar (Data Bio-Psiko-Sosio-Kultural-Spiritual)
a. Pola pernapasan
Sebelum sakit : Tidak ada masalah pada pola pernapasan.
Saat sakit : Klien terkadang merasa sesak, irama napas normal, gerakan dada
simetris, sianosis (-), terpasang simple mask 8 lpm
b. Pola makan-minum
Sebelum sakit : Tidak ada gangguan
Saat sakit : Nafsu makan baik (porsi habis), minum dibatasi dan dikontrol (max 1000
ml) pukul 12.00-18.00 → 600 ml = 100ml/jam
c. Pola eliminasi
Sebelum sakit : Tidak ada masalah pada pola eliminasi
Saat sakit : BAB tidak ada gangguan, BAK dipantau (pukul 11.00-15.00 → 450ml =
75 ml/jam)
d. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit : Jarang berolahraga dan tidak ada gangguan dalam aktivitasnya
Saat sakit : Aktivitas diatas tempat tidur, klien tampak lelah dan lemas
e. Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit : Klien tidak ada masalah pada pola istirahat dan tidur
Saat sakit : Klien tidak ada masalah pada pola istirahat dan tidur
f. Pola berpakaian
Sebelum sakit : Klien menggunakan pakaiannya secara mandiri
Saat sakit : Klien membutuhkan bantuan ketika berpakaian
g. Pola rasa nyaman
Sebelum sakit : Klien tidak mengalami gangguan pola rasa nyaman
Saat sakit : Klien terlihat tidak nyaman dan gelisah
h. Pola aman
Sebelum sakit : Tidak terkaji
Saat sakit : Tidak terkaji
i. Pola kebersihan diri
Sebelum sakit : Klien melakukan kebersihan diri secara mandiri
Saat sakit : Klien membutuhkan bantuan
j. Pola komunikasi
Sebelum sakit : Klien dapat berkomunikasi dengan baik
Saat sakit : Klien dapat berkomunikasi dengan baik meskipun tampak lemah
k. Pola beribadah
Sebelum sakit : Tidak terkaji
Saat sakit : Tidak terkaji
l. Pola produktivitas
Sebelum sakit : Produktivitas klien baik
Saat sakit : Produktivitas klien terganggu
m. Pola rekreasi
Sebelum sakit : Tidak terkaji
Saat sakit : Tidak terkaji
n. Pola kebutuhan belajar
Sebelum sakit : Tidak terkaji
Saat sakit : Klien menanyakan tentang kondisinya dan keterkaitan dengan penyakit

4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum
Tingkat kesadaran : Kompos Mentis
GCS : verbal: 4, psikomotor: 5, mata: 6
b. Tanda-tanda vital
Nadi: 107x/menit , Suhu : 36,1oC , RR : 24x/menit, TD: 133/111 mmHg

c. Keadaan Fisik
1) Kepala dan leher : Simetris, tidak ada nyeri kepala, tidak ada lesi
2) Dada
Paru : Simetris, terdengar ronchi di seluruh lapang paru terutama basal
+ +
+ +
+ +
Jantung : Tidak terkaji
3) Payudara dan ketiak: Simetris, tidak ada gangguan
4) Abdomen : Asites
5) Genetalia : Tidak terkaji
6) Integumen: Tidak ada lesi
7) Ekstremitas
Atas : Tidak ada edema
Bawah : Tidak ada edema
8) Neurologis
Status mental dan emosi : Baik, klien tampak menerima penyakit yang dialami
Pengkajian saraf kranial : Tidak terkaji
Pemeriksaan reflex : Tidak terkaji

d. Pemeriksaan Penunjang
1) Data laboratorium yang berhubungan
Parameter Nilai Nilai Normal Satuan
BUN 59,8 8 – 18 mg/dL
Kreatinin 3,56 0,6 – 1,1 mg/dL
Na 136 135 – 147 mEq/L
K 4,1 3,5 – 5 mEq/L
Cl 103 98 – 108 mEq/L

2) Pemeriksaan radiologi : -
3) Hasil konsultasi :-
4) Pemeriksaan penunjang diagnostik lain: -
5) ANALISA DATA
Etiologi
No. Data (sesuai dengan Masalah
patofisiologi)
1. DS : ADHF Hipervolemia
Klien mengeluh perut terasa penuh ↓
dan terkadang merasa sesak Forward failure

DO : Renal flow menurun
 TTV ↓
TD: 133/111 mmHg RAA meningkat
N: 107 x/menit ↓
RR: 24 x/menit Aldosteron meningkat
Suhu: 36,10C ↓
 Ronki diseluruh lapang paru ADH meningkat
terutama basal
+ + ↓
Retensi Na+H2O
+ + ↓
+ + Hipervolemia

 Intake (100ml/jam), output


(75ml/jam)
 Asites
ADHF Gangguan rasa
2. DS : ↓ nyaman
Klien mengatakan tidak nyaman Ventrikel kanan

DO : Penurunan CO
 Klien terlihat tidak nyaman dan ↓
gelisah (sering berpindah posisi Peningkatan tekanan
tidur) vena sentral
 Terlihat adanya asites ↓
Asites

Perasaan kurang senang
dan tidak lega

Gangguan rasa
nyaman

ADHF Defisit perawatan


3. DS : - ↓ diri: mandi
DO : Forward failure
 Klien tidak mampu melakukan ↓
perawatan diri secara mandiri, Suplai O2 jaringan
klien tampak lelah dan lemas menurun

Asidosis metabolik

ATP menurun

Lelah dan lemah

ADL terganggu

Defisit perawatan diri:
mandi
5. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Tanggal/Jam Tanggal
No. Diagnosa Keperawatan TTD
Ditemukan Teratasi
1. 12 Agustus Hipervolemia b.d gangguan mekanisme Riris
2019 regulasi d.d dispnea, intake > output, asites

2. 12 Agustus Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit Riris


2019 d.d mengeluh tidak nyaman, gelisah

Riris
3. 12 Agustus Defisit perawatan diri : mandi b.d kelemahan
2019 d.d tidak mampu mandi secara mandiri
6. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Rencana Perawatan
No.
Hari/Tgl Tujuan dan Kriteria TTD
Dx Intervensi
Hasil
Senin, 12 1 Setelah dilakukan Manajemen Hipervolemia (1.03114) Riris
Agustus tindakan keperawatan Observasi
2019 selama 3x24 jam, tanda - Monitor tanda dan gejala
hipervolemia berkurang hipervolemi
dengan kriteria hasil: - Monitor intake dan output cairan
● Asupan cairan dan Teraputik
keluaran urine sama - Tinggikan kepala tempat tidur 300-
● Tidak ada asites 400
● Tekanan darah (105- - Pantau TTV
135/ 75-90) Kolaborasi
● Tidak ada dispnea - Kolaborasi pemberian diuretik
(RR 16-20 x/menit) - Identifikasi penyebab hipevolemia
● Tidak ada ronki Edukasi
- Edukasi cara mengukur dan
mencatat haluaran

Senin, 12 2 Setelah dilakukan Pengaturan posisi (1.01019) Riris


Agustus tindakan keperawatan Observasi
2019 selama 3x24 jam, klien - Monitor status oksigenasi sebelum
merasa nyaman dengan dan sesudah berubah posisi
kriteria hasil: Teraputik
 Tidak ada - Atur posisi tidur yang disukai
ungkapan - Atur posisi untuk mengurangi sesak
ketidaknyamanan Kolaborasi
 Klien tidak nampak - Kolaborasi pemberian premedikasi
gelisah Edukasi
- Anjurkan mengambil posisi
nyaman
- Informasikan saat akan dilakukan
perubahan posisi

Senin, 12 3 Setelah dilakukan Dukungan perawatan diri mandi Riris


Agustus tindakan keperawatan (1.11352)
2019 selama 1x24 jam, Observasi
kebutuhan perawatan - Identifikasi jenis bantuan yang
diri: mandi klien diperlukan
terpenuhi dengan - Monitor kebersihan tubuh
kriteria hasil: - Monitor integritas kulit
● Keinginan Teraputik
mempertahankan - Sediakan perlatan mandi
kebersihan diri: - Pertahankan kebiasaan kebersihan
mandi (minimal 1x diri
sehari) Edukasi
- Anjurkan kepada keluarga cara
memandikan pasien
7. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No.
Hari/Tgl Tindakan Keperawatan Evaluasi Proses TTD
Dx
Senin 1 - Memonitor tanda dan gejala S: klien tidak mengeluh sesak, Riri
12/08/19 hipervolemia klien mengungkapkan sudah s
18.00 WIB R/ asites (+), edema (-) lebih nyaman saat kepala
- Memonitor intake dan ditinggikan, klien ingin
output cairan menjaga kebersihan diri, rasa
R/ minum 600, urin 450 penuh diperut masih ada
- Memantau TTV O: input : 100ml/jam, output :
R/ TD: 133/111, RR: 24, 75ml/jam, asites (+), RR: 24,
N: 107, S: 36,1 TD: 133/111, Ronki (+),
- Melakukan pemberian gelisah berkurang
diuretik (furosemid) A: masalah keperawatan
R/ pasien tidak terkaji hipervolemia dan gangguan
- Mengedukasi cara mengukur rasa nyaman belum teratasi
dan mencatat haluaran P: lanjut intervensi
R/ keluarga memahami cara hipervolemia dan gagguan
mengukur dan mencatat rasa nyaman, monitor
haluaran kebersihan tubuh

2 - Mengatur posisi yang


disukai
R/ posisi terlentang dengan
kepala ditinggikan 300
- Memonitor oksigenasi
sebelum dan sesudah
berubah posisi
R/ klien terlihat lebih
nyaman (SaO2: 95 → 97
dengan simple mask 8
lpm)
- Menginformasikan saat
akan dilakukan perubahan
posisi
R/ klien dapat memahami

3 - Memonitor kebersihan
tubuh
R/ klien tampak kusam
- Memonitor integritas kulit
R/ tidak ada lesi
- Mempertahankan
kebiasaan diri
R/ keluarga memahami
untuk memandikan pasien
setiap hari
- Mengajarkan keluarga cara
memandikan pasien
R/ keluarga dapat
memahami
Selasa 1 - Memonitor tanda dan gejala S : klien tidak mengeluh sesak, Riri
13/09/19 hipervolemia klien merasa nyaman, klien s
11.00 WIB R/ asites (+), edema (-) sudah tidak merasakan
- Memonitor intake dan penuh diperut
output cairan O: input 350 ml/6 jam = 85
R/ input 350 ml/6 jam = 85 ml/jam, output 700 ml/6 jam
ml/jam, output 700 ml/6 = 116 ml/jam asites (+), TD:
jam = 116 ml/jam 116/87, S: 36,5, RR: 19, N:
- Memantau TTV 86, ronki (+) di basal paru,
R/ TD: 116/87, RR: 19, SaO2 : 98% dengan simple
N: 86, S: 36,5 mask 8 lpm, klien tampak
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Pengkajian dimulai dari identitas klien yang bernama Tn. A berjenis kelamin
laki-laki berusia 40 tahun, pekerjaan karyawan swasta, alamat Surabaya, Tanggal
Masuk 9 Agustus 2019, Tanggal Pengkajian 12 Agustus 2019, No. Register
0000126XXX dan Diagnosa Medis Acute Decompensated Heart Failure (ADHF)
dengan data penanggungjawab Ny. L, berusia 44 tahun dan hubungan dengan
pasien adalah istri. Berdasarkan data yang diperoleh pada klien keluhan utama
pada klien adalah sesak (dyspnea). Klien merasa perut penuh, klien juga
mengatakan bahwa klien merasa tidak nyaman dan terkadang merasa sesak.
Salah satu tanda dan gejala yang dialami Tn. A adalah dyspnea atau sesak.
Dyspnea merupakan gejala yang paling sering dirasakan oleh penderita gagal
jantung. Dsypnea merupakan manifestasi klinis gagal jantung akibat kurangnya
suplai oksigen karena penimbunan cairan di alveoli. Penimbunan tersebut
membuat jantung tidak mampu memompa darah dengan maksimal. Dampak
perubahan terjadi peningkatan sensasi dyspnea (Sari, 2017). Menurut The
Consensus Guideline in The Management of Acute Decompensated Heart Failure
tahun 2006, manifestasi klinis acute decompensated heart failure salah satunya
adalah volume overload yang ditandai dengan adanya dispneu saat melakukan
kegiatan, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea (PND), ronchi, cepat
kenyang, mual dan muntah, hepatosplenomegali, hepatomegali, atau
splenomegali, distensi vena jugular, reflex hepatojugular, asites, edema perifer.
Tn. A mengeluh sesak, perut terasa penuh. Tn. A diposisikan semi fowler 450.
Penyakit yang pernah dialami Tn. A adalah hipertensi. Hipertensi telah
dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa penelitian.
Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme,
termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan
disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya
infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial
maupun aritmia ventrikel (Mariyono & Santoso, 2007).
Hasil pemeriksaan laboratorium pada Tn. A didapatkan nilai BUN=59,8
mg/dl, keratin=3,56 mg/dl, Na=136 mEq/L, K=4,1 mEq/L, Cl=103 mEq. Dari
hasil tersebut didapatkan bahwa hasil BUN dan kreatin diatas batas normal.
Pemeriksaan darah perlu dilakukan pada klien gagal jantung yang berat akibat
berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia
dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung
yang berat. Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk
mengetahui adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri
renalis apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin
converting enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung berat
dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretic tanpa
suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada
gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor
serta obat potassium sparring. Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati
(bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena kongesti hati.
Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan
(Mariyono & Santoso, 2007).
4.2 Diagnosa keperawatan
Pada saat dilakukan pengkajian didapatkan diagnosa I dengan masalah
hipervolemi, ditemukan Data Subjektif: Pasien mengatakan perut terasa penuh
dan merasa sesak. Data Objektif: TTV (TD: 133/111 mmHg, N: 107 x/menit, RR;
24 x/menit, Suhu: 36,10C), ronkhi diseluruh lapang paru terutama basal, intake
(600ml), output (450ml), asites. Hipervolemi adalah peningkatan volume cairan
intravascular, interstitial, dan/atau intaseluler. Menurut SDKI diagnosa
keperawatan hipervolemi dapat diangkat jika terdapat tanda dan gejala ortopnea,
dyspnea, PND, edema anasarka dan/atau edema perifer, berat badan meningkat ,
jugular vena pressure meningkat, distensi vena jugularis, terdengar suara napas
tambahan, hepatomegali, kadar hb/ht turun, oliguria, intake lebih banyak dari
output, dan kongesti paru. Berdasarkan hal tersebut maka dapat diangkat diagnosa
keperawatan hipervolemi b.d gangguan regulasi cairan d.d dyspnea, intake >
output, ronchi.
Berdasarkan pengkajian, didapatkan diagnosa II dengan masalah
keperawatan dengan didapatkan Data Subjektif: Pasien mengatakan tidak tidak
nyaman. Data objektif: Klien terlihat tidak nyaman dan gelisah (sering berpindah
posisi tidur), terlihat adanya asites, TTV (TD: 133/111 mmHg, N: 107 x/menit,
RR; 24 x/menit, Suhu: 36,10C). Gangguan rasa nyaman adalah perasaan kurang
senang, lega, dan sempurna dalam dimensi fisisk, psikospiritual, lingkungan dan
sosial. Menurut SDKI diagnosa keperawatan gangguan rasa nyaman dapat
diangkat jika terdapat tanda dan gejala mengeluh tidak nyaman, gelisah, mengeluh
sulit tidur, tidak mampu rileks, mengeluh kedinginan atau kepanasan, merasa
gatal, mengeluh mual, mengeluh lelah, mengeuh gejala distress, tampak merintih
atau menaagis, pola eliminasi berubah, postur tubuh berubah, iritabilitas. . Data
pengkajian Tn. A menunjukkan adanya klien mengeluh tidak nyaman, klien
terlihat tidak nyaman dan gelisah sehingga penulis mengambil diagnose
keperawatan gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit d.d mengeluh tidak
nyaman, gelisah.
Diagnosa III dengan masalah keperawatan gangguan hambatan rasa nyaman
dengan didapatkan Data Objektif: Klien tidak mampu melakukan perawatan diri
secara mandiri, klien tampak lelah dan lemas. Defisit perawatan diri adalah tidak
mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri. Menurut SDKI
diagnose keperawatan defisit perawatan diri dapat diangkat jika terdapat tanda dan
gejala menolak melakukan perawatan diri, tidak mampu mandi secara mandiri,
minat melakukan perawatan diri kurang. Data pengkajian Tn. A menunjukkan
adanya ketidak mampuan pasien dalam melakukan perawatan diri secara mandiri,
klien tampak lelah dan lemah sehingga penulis mengambil diagnose keperawatan
defisit perawatan diri b.d kelemahan d.d tidak mampu mandi secara mandiri.
4.3 Rencana Tindakan Keperawatan
Pada rencana tindakan keperawatan terdiri dari luaran dan intervensi
keperawatan. Luaran keperawatan berpacuan pada Standart Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI). Luaran (outcome) keperwatan merupakan aspek-aspek yang
dapat diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau dari persepsi pasien,
keluarga atau komunitas sebagai respon terhadap intervensi keperwatan. Luaran
keperawatan menunjukkan status diagnosis keperawatan setelah dilakukan
intervensi keperawatan (ICNP, 2015; PPNI, 2018). Sedangkan intervensi
keperawatan berpacuan pada Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat
yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan (PPNI, 2018).
Rencana tindakan keperawatan pada Tn. A dengan Acute Decompensation
Heart Failure (ADHF) pada diagnosa keperawatan Hipervolemia b.d gangguan
mekanisme regulasi d.d dispnea, intake > output, asites berdasarkan luaran
keperawatan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam, tanda hipervolemia berkurang dengan
kriteria hasil: asupan cairan dan keluaran urine sama, tidak ada asites, tekanan
darah (105-135/ 75-90), tidak ada dispnea (RR 16-20 x/menit), tidak ada ronki.
Adapun dalam teori tanda dan gejala pada hipervolemi adalah gejala ortopnea,
dyspnea, PND, edema anasarka dan/atau edema perifer, berat badan meningkat ,
jugular vena pressure meningkat, distensi vena jugularis, terdengar suara napas
tambahan, hepatomegali, kadar hb/ht turun, oliguria, intake lebih banyak dari
output, dan kongesti paru (PPNI, 2018).
Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan terdiri dari
empat komponen yaitu observasi, terapeutik, kolaborasi dan edukasi. Intervensi
keperawatan untuk masalah keperawatan hypervolemia pada Tn. A adalah
observasi berupa monitor tanda dan gejala hipervolemi, monitor intake dan output
cairan. Terapeutik meliputi tinggikan kepala tempat tidur 300-400 dan pantau TTV.
Kolaborasi meliputi kolaborasi pemberian diuretik dan identifikasi penyebab
hipevolemia. Edukasi cara mengukur dan mencatat haluaran. Berdasarkan teori
Intervensi yang diberikan pada diagnosa hipervolemia adalah kolaborasi
pemeberian diuretik, monitor intake dan output cairan. Pemberian diuretic
furosemide bertujuan untuk mengatur keseimbangan regulasi cairan. Furosemid
merupakan obat umum yang digunakan pada pasien gagal jantung. Efek diuretik
furosemide dapat menyebabkan deplesi cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Penilaian respon terapi dalam penelitian ini dapat dilihat dari kadar elektrolit
pasien, derajat udem, tekanan vena jugular, balance cairan dan keluhan pasien
(Makani & Setyaningrum, 2017). Sebagai perawat penting untuk memperhatikan
dalam kolaborasi pemberian furosemide untuk mengatasi adanya kelebihan cairan.
Hal yang penting juga diperhatikan saat pemberian adalah monitor intake dan
output cairan.
Pada diagnosa keperawatan yang kedua gangguan rasa nyaman b.d gejala
penyakit d.d mengeluh tidak nyaman, gelisah luaran yang diambil berdasarkan
SLKI adalah Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien
merasa nyaman dengan kriteria hasil tidak ada ungkapan ketidaknyamanan dan
klien tidak nampak gelisah. Intervensi keperawatan berdasarkan SIKI meliputi
observasi berupa monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah berubah posisi
terapeutik meliputi atur posisi tidur yang disukai dan atur posisi untuk
mengurangi sesak. Kolaborasi pemberian premedikasi. Edukasi anjurkan
mengambil posisi nyaman dan Informasikan saat akan dilakukan perubahan
posisi. Perubahan posisi yaitu dengan posisi kepala ditinggikan 450. Dalam teori
menurut Melanie (2014) dibuktikan bahwa pemberian teknik tidur 450
memberikan perubahan yang optimal dimana dapat menurunkan frekuensi sesak
napas yang diakibatkan dari gagalnya otot jantung memompa darah. Pemberian
teknik sudut posisi tidur 45 derajat sekaligus dapat memperbaiki kuantitas dan
kualitas tidur pasien. Perawat dapat menggunakan teknik sudut posisi tidur 45 0
dapat memperbaiki kuantitas dan kualitas tidur pasien sehingga pasien merasa
nyaman.
Intervensi yang dilakukan pada diagnosa ketiga defisit perawatan diri:
mandi pada Tn. A berdasarkan tujuan yaitu Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam, kebutuhan perawatan diri: mandi klien terpenuhi
dengan kriteria hasil: Keinginan mempertahankan kebersihan diri: mandi
(minimal 1x sehari) dengan rencana tindakan keperawatan meliputi observasi
identifikasi jenis bantuan yang diperlukan, monitor kebersihan tubuh, monitor
integritas kulit. Teraputik meliputi sediakan perlatan mandi dan pertahankan
kebiasaan kebersihan diri edukasi anjurkan kepada keluarga cara memandikan
pasien. Salah satu manajemen utama pada pasien gagal jantung adalah dengan
melakukan perawatan secara mandiri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
hasil perawatan pada pasien gagal jantung lebih baik pada pasien yang terlibat
dalam perawatan diri secara konsisten. Hasil penelitian menunjukkan perilaku
perawatan diri pada pasien gagal jantung belum adekuat sehingga sangat
dibutuhkan sebuah intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan perilaku
perawatan diri terutama dalam dimensi pemeliharaan diri (Prihatiningsih &
Sudyasih, 2018).
Daftar Pustaka :

Anda mungkin juga menyukai