Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN PADA BAYI DENGAN ASFIKSIA

A.  Konsep Dasar Penyakit

1.      Definisi
a.       Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989)
b.      Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat
buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
c.       Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)
d.      Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga
dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001)
e.       Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan
PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).

2.      Epidemiologi

Merupakan penyebab kematian paling tinggi sekitar 25.2 % bayi lahir


menderita asfiksia di RS profinsi di Indoensia (Jawa Barat). Angka kematian sekitar 41.94 %
di RS rujukan propinsi.

3.       Penyebab/etiologi
a. Faktor ibu
         Hipoksia ibu
         Keracunan CO
         Hipotensi akibat perdarahan
         Gangguan kontraksi uterus
         Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
         Hipertensi pada penyakit eklampsia

b. Faktor plasenta
         Plasenta tipis

         Plasenta kecil

         Plasenta tidak menempel

         Solusio plasenta

         Perdarahan plasenta


c. Faktor fetus
      Kompresi umbilikus
      Tali pusat menumbung

      Tali pusat melilit leher

      Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir


d. Faktor neonatus
      Prematur

      Kelainan kongential

      Pemakaian obat anestesi

      Trauma yang terjadi akibat persalinan

4.       Faktor predisposisi


      Faktor dari ibu
  Gangguan his, misalnya: hipertoni dan tetani
  Hipotensi mandadak pada ibu karena perdarahan, misalnya: plasenta previa
  Hipertensi pada eklampsia
  Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasentae

      Faktor dari janin


         Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat
         Depresi pernafasan karena obat – obatan yang diberikan kepada ibu
         Keruban keruh

5.       Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan
O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini
rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan
menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian
terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi
atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun
sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki
periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung
terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas
(flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu
sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah
(PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan
pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

6.       Klasifikasi
  Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu :
1. Asfiksia livida (biru)
2. Asfiksia pallida (putih)

  Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR


a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

7.       Gejala Klinis


a.       Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan
ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
      Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
      Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
      Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
b.      Pada bayi setelah lahir
       Bayi pucat dan kebiru-biruan
       Usaha bernafas minimal atau tidak ada
       Hipoksia
       Asidosis metabolik atau respirator
       Perubahan fungsi jantung
       Kegagalan sistem multiorgan
      Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus,
dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
      Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit
sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.

8.       Pemeriksaan Fisik

a.       Kulit : warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru,
pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.

b.      Kepala : Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal


haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung.
c.       Mata : Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding
konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan
refleksi terhadap cahaya.
d.      Hidung : Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan
lendir.
e.       Mulut : Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
f.       Telinga : Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.
g.      Leher : Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.
h.      Thorax : Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara
wheezing dan ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari
100 x/menit.
i.        Abdomen : Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae
pada garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti
adanya asites/tumor, perut cekung adanya hernia diafragma,
bising usus timbul 1-2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat
retensi karena GI Tract belum sempurna.
j.        Umbilikus : Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda-
tanda infeksi pada tali pusat.
k.      Genitalia : Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan
letak muara uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan
lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus
keputihan, kadang perdarahan.
l.        Anus : Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar
serta warna dari faeces.
m.    Ekstremitas : Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya
patah tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari
tangan serta jumlahnya.
n.      Refleks : Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan
sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai
keadaan susunan saraf pusat atau adanya patah tulang
(Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 :
109-356).

9.       Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang


a.       Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
         Hb (normal 15-19 gr%), biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena O2
dalam darah sedikit.
         Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm
imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
         Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct).
         Distrosfiks pada bayi preterm dengan pos asfiksi cenderung turun karena sering terjadi
hipoglikemi.
b.      Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
         pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
         pCO2 (normal 35 – 45 mmHg). Kadar pCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik sering
terjadi hiperapnea.
         pO2 (normal 75-100 mmHg). Kadar pO2 bayi post asfiksia cenderung turun karena terjadi
hipoksia progresif.
         HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
c.       Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
         Natrium (normal 134-150 mEq/L)
         Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
         Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
d.      Foto thorax
         Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

10.   Prognosis
           Asfiksia ringan/normal : Baik
           Asfiksia Sedang : Tergantung kescepatan penatalaksanaan bila cepat
prognosa baik.
           Asfiksia berat : Dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama,
atau kelainan syaraf permanen.
Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainanneurologis
yang permanen misalnya cerebral palsy, mental retardation (wirjoatmodjo, 1994 : 68).

11.   Therapy/Tindakan Penanganan


a. Terapi Suportif
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru
lahir yang bertujuan untuk rnempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi
gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusiksi bayi baru tahir mengikuti tahap
tahapan- tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
         Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
         Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea

         Bila perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka

2. Memulai pernapasan :
         Lakukan rangsangan taktil
         Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu
menggunakan obat-obatan.
4. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit )

Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :


1. Tindakan Umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan

2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan langkah utama  memperbakti
ventilasi paru dengan pemberian 02 dengan tekanan dan intemitery cara terbaik dengan
intubasi endotrakeal lalu diberikan 02 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfikasi berat hampir selalu
disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa
15-20 % dengan dosis 2-4 mEq/kgBB Kedua obat ini disuntikan ke dalam intra vena perlahan
melalui vena umbilikatis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak
telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan
1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan. Pernapasan atau frekuensi
jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan & frekuensi 80-I00/menit.
Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali satu
ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding torak.  Jika tindakan ini tidak berhasil
bayi  harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan
basa yang belum dikorekrsi atau gangguan organik seperti hernia diaftagmatika atau stenosis
jalan nafas.

b. Asfiksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam waktu 30-60
detik tidak timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus segera dilakukan. Ventilasi
sederhana dengan kateter 02 intranasal dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi diletakkan dalam posisi
dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut
disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil
diperhatikan gerakan dinding torak dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan
pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihehtikan jika hasil
tidak dicapai dalam 1-2  menit sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak
langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari mulut ke
rnulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventitasi dari mulut ke mulut, sebelumnya
mulut penolong diisi dulu dengan 02, ventilasi dilahirkan dengan frekuensi 20-30 kali
permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan
tidak berhak jika setelah dilekuknn berberapa saat teqadi penurunan frekuens jantung atau
perbaikan tonus otot intubasi endotrakheal harus segera dilahirkan, bikarbonas natrikus dan
glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan
pernapasan teratur meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.

b. Terapi Medikamentosa

1. Epinefrin
Indikasi:
 Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat
dan kompresi dada belun ada respon.
 Sistotik
Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg – 0,03 mg / kgBB). Cara : i.v atau
endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu
2. Volume Ekspander
Indikasi:
      Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak ada respon
dengan resueitasi.
      Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ,diitandai dangan
adanya pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respons
yang adekuat.
Jenis Cairan :
      Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal 10 ml / kgBB i.v
pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
      Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak.
3. Bikarbonat
Indikasi:
      Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila
ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
      Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia  Harus disertai
dengan pemerIksaan analisa gas darah dan kimia.
Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7’4%).
Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 % sama banyak diberikan
secara i.v dengan kecepaten min 2 menit.
Efek sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari
bikarbonat merusak furgsi miokardium dan otak.
4. Nalokson
Nalokson Hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak rnenyebabkan
depresi pernapasan.
Indikasi:
      Depresi psmapa$an pada bayi bam lahir yang ibunya menggunailcan
narkotik 4 jam sebelurn pmsalinan.
      Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil.
      Jangan diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai sebagai 
pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanpa with drawl tiba- tiba
pada sebagian bayi.
Dosis : 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml)
Cara : i.v endotrakheal atau bila  perfusi baik diberikan i.m atau s.c

B.  Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1.      Pengkajian
a. Sirkulasi
         Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80
mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
         Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari
mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
         Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
         Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
b. Eliminasi
           Dapat berkemih saat lahir.
c. Makanan/ cairan
           Berat badan : 2500-4000 gram

           Panjang badan : 44-45 cm

           Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)


d. Neurosensori
           Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.

           Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah
kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).

           Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas
genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
e. Pernafasan
            Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
           Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
           Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak :
kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.

f. Keamanan
           Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung
pada usia gestasi).

           Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau
kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan
forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan
peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi
telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia
(terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada
(penempatan elektroda internal)

2.      Diagnosa Keperawatan


1)      Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2)      Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3)      Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4)      Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada
agen-agen infeksius.
5)      Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
6)      .Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
koping keluarga adekuat.

3.      Rencana Tindakan dan Rasionalisasi


Diagnosa T ujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan 1. Tentukan 1. pengumpulan
tidak efektif b.d tindakan kebutuhan oral/ data untuk
produksi mukus keperawatan suction tracheal. perawatan optimal
banyak. selama proses 2. Auskultasi suara 2. membantu
Tujuan : Setelah keperawatan nafas sebelum dan mengevaluasi
dilakukan tindakan diharapkan jalan sesudah suction . keefektifan upaya
keperawatan selama nafas lancar.1. 3. Bersihkan batuk klien
proses keperawatan Tidak daerah bagian 3. meminimaliasi
diharapkan jalan menunjukkan tracheal setelah penyebaran
nafas lancar. demam. suction selesai mikroorganisme
2. Tidak dilakukan. 4. untuk
menunjukkan 4. Monitor status mengetahui
cemas. oksigen pasien, efektifitas dari
3. Rata-rata repirasi status suction.
dalam batas hemodinamik
normal. segera sebelum,
4. Pengeluaran selama dan
sputum melalui sesudah suction.
jalan nafas.
5. Tidak ada suara
nafas tambahan.
Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1) Pertahankan 1. untuk
efektif b.d tindakan kepatenan jalan membersihkan
hipoventilasi. keperawatan nafas dengan jalan nafas
selama proses melakukan 2. guna
keperawatan pengisapan lendir. meningkatkan
diharapkan pola 2) Pantau status kadar oksigen yang
nafas menjadi pernafasan dan bersirkulasi dan
efektif. oksigenasi sesuai memperbaiki status
Kriteria hasil : dengan kebutuhan. kesehatan
1. Pasien 3) Auskultasi jalan 3. membantu
menunjukkan pola nafas untuk mengevaluasi
nafas yang efektif. mengetahui keefektifan upaya
2. Ekspansi dada adanya penurunan batuk klien
simetris. ventilasi. 4. perubahan AGD
3. Tidak ada bunyi 4) Kolaborasi dapat mencetuskan
nafas tambahan. dengan dokter disritmia jantung.
4. Kecepatan dan untuk pemeriksaan 5. terapi oksigen
irama respirasi AGD dan dapat membantu
dalam batas pemakaian alat mencegah gelisah
normal. bantu nafas bila klien menjadi
5) Berikan dispneu, dan ini
oksigenasi sesuai juga membantu
kebutuhan. mencegahedema
paru.

Kerusakan Tujuan : Setelah 1) Kaji bunyi paru, 1. . membantu


pertukaran gas b.d dilakukan tindakan frekuensi nafas, mengevaluasi
ketidakseimbangan keperawatan kedalaman nafas keefektifan upaya
perfusi ventilasi. selama proses dan produksi batuk klien
keperawatan sputum. 2. . membantu
diharapkan 2) Auskultasi mengevaluasi
pertukaran gas bunyi nafas, catat keefektifan upaya
teratasi. area penurunan batuk klien
Kriteria hasil : aliran udara dan / 3. perubahan AGD
1. Tidak sesak bunyi tambahan. dapat mencetuskan
nafas 3) Pantau hasil disritmia jantung.
2. Fungsi paru Analisa Gas Darah
dalam batas normal

Risiko cedera b.d Tujuan : Setelah 1. Cuci tangan 1. untuk mencegah


anomali kongenital dilakukan tindakan setiap sebelum dan infeksi nosokomial
tidak terdeteksi atau keperawatan sesudah merawat 2. untuk mencegah
tidak teratasi selama proses bayi. infeksi nosokomial
pemajanan pada keperawatan 2. Pakai sarung 3. untuk mencegah
agen-agen infeksius. diharapkan risiko tangan steril. keadaan yang
cidera dapat 3. Lakukan kebih buruk.
dicegah. pengkajian fisik 4. untuk
Kriteria hasil : secara rutin meningkatkan
1. Bebas dari terhadap bayi baru pengetahuan
cidera/ komplikasi. lahir, perhatikan keluarga dalam
2. Mendeskripsikan pembuluh darah deteksi awal suatu
aktivitas yang tepat tali pusat dan penyakit.
dari level adanya anomali.
perkembangan 4. Ajarkan
anak. keluarga tentang
3. Mendeskripsikan tanda dan gejala
teknik pertolongan infeksi dan
pertama melaporkannya
pada pemberi
pelayanan
kesehatan.
5. Berikan agen
imunisasi sesuai
indikasi
(imunoglobulin
hepatitis B dari
vaksin hepatitis
Risiko Tujuan : Setelah 1. Hindarkan 1. untuk menjaga
ketidakseimbangan dilakukan tindakan pasien dari suhu tubuh agar
suhu tubuh b.d keperawatan kedinginan dan stabil.
kurangnya suplai O2 selama proses tempatkan pada 2. untuk
dalam darah. keperawatan lingkungan yang mendeteksi lebih
diharapkan suhu hangat. awal perubahan
tubuh normal. 2. Monitor gejala yang terjadi guna
Kriteria Hasil : yang berhubungan mencegah
1. Temperatur dengan hipotermi, komplikasi
badan dalam batas misal fatigue, 3. peningkatan
normal. apatis, perubahan suhu dapat
2. Tidak terjadi warna kulit dll. menunjukkan
distress pernafasan. 3. Monitor TTV. adanya tanda-tanda
3. Tidak gelisah. 4. Monitor adanya infeksi
4. Perubahan warna bradikardi. 4. penurunan
kulit. 5. Monitor status frekuensi nadi
5. Bilirubin dalam pernafasan. menunjukkan
batas normal. terjadinya asidosis
resporatori karena
kelebihan retensi
CO2.
Proses keluarga Tujuan : Setelah 1. Tentukan tipe 1. untuk
terhenti b.d dilakukan tindakan proses keluarga. mengetahui
pergantian dalam keperawatan 2. Identifikasi efek tindakan yang tepat
status kesehatan selama proses pertukaran peran untuk diberikan
anggota keluarga. keperawatan dalam proses 2. untuk
diharapkan koping keluarga. mempersiapkan
keluarga adekuat. 3. Bantu anggota psikologi keluarga
Kriteria Hasil : keluarga untuk 3. untuk
1. Percaya dapat menggunakan memanfaatkan
mengatasi masalah. mekanisme dukungan yang ada
2. Kestabilan support yang ada. dari keluarga.
prioritas. 4. Bantu anggota 4. untuk mengatasi
3. Mempunyai keluarga untuk situasi yang tidak
rencana darurat. merencanakan terduga.
4. Mengatur ulang strategi normal
cara perawatan. dalam segala
situasi.

4.      Evaluasi
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan cemas.(skala 3)
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.(skala 3)
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.(skala 3)
5. Tidak ada suara nafas tambahan.(skala 3)

NOC II
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan kegelisahan.(skala 3)
3. Tidak adanya sianosis.(skala 3)
4. PaCO2 dalam batas normal.(skala 3)
5. PaO2 dalam batas normal.(skala 3)

DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.


Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.(skala 3)
2. Ekspansi dada simetris.(skala 3)
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.(skala 3)
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.(skala 3)

DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.


Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas.(skala 3)
2. Fungsi paru dalam batas normal.(skala 3)
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan
pada agen-agen infeksius.
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.(skala 4)
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.(skala 4)
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.(skala 4)

DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.


NOC I
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.(skala 3)
2. Tidak terjadi distress pernafasan. (skala 3)
3. Tidak gelisah. (skala 3)
4. Perubahan warna kulit. (skala 3)
5. Bilirubin dalam batas normal. (skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)
3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)
4. Kesehatan fisik anggota keluarga. (skala 3)

DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan
pada agen-agen infeksius.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah. (skala 3)
2. Kestabilan prioritas. (skala 3)
3. Mempunyai rencana darurat. (skala 3)
4. Mengatur ulang cara perawatan. (skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)
3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
5. Pathway
Daft
ar Pustaka

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3. Jakarta : Informedika


Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria
Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC
http://bluesteam47.blogspot.com/2010/05/asuhan-keperawatan-asfiksia-neonatorum.html
http://www.scribd.com/doc/31144164/ASKEP-ASFIKSIA-NEONATORUM
http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/07/asfiksia-neonatarum/
\

Anda mungkin juga menyukai