1. Definisi
a. Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan
dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989)
b. Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga
dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
c. Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan
teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)
d. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat
mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001)
e. Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2),
dan asidosis (penurunan PH).
2. Epidemiologi
Merupakan penyebab kematian paling tinggi sekitar 25.2 % bayi lahir menderita
asfiksia di RS profinsi di Indoensia (Jawa Barat). Angka kematian sekitar 41.94 % di RS rujukan
propinsi.
3. Penyebab/etiologi
a. Faktor ibu
Hipoksia ibu
Keracunan CO
Hipotensi akibat perdarahan
Gangguan kontraksi uterus
Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
Hipertensi pada penyakit eklampsia
b. Faktor plasenta
Plasenta tipis
Plasenta kecil
Solusio plasenta
Perdarahan plasenta
c. Faktor fetus
Kompresi umbilikus
Tali pusat menumbung
Kelainan kongential
4. Faktor predisposisi
Faktor dari ibu
Gangguan his, misalnya: hipertoni dan tetani
Hipotensi mandadak pada ibu karena perdarahan, misalnya: plasenta previa
Hipertensi pada eklampsia
Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasentae
5. Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2
terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari
nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan
mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan
mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun
sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode
apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus
menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid).
Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama
apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun.
Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan
secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian
tidak dimulai segera.
6. Klasifikasi
Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu :
1. Asfiksia livida (biru)
2. Asfiksia pallida (putih)
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
7. Gejala Klinis
a. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler
serta adanya pengeluaran mekonium.
Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
b. Pada bayi setelah lahir
Bayi pucat dan kebiru-biruan
Usaha bernafas minimal atau tidak ada
Hipoksia
Asidosis metabolik atau respirator
Perubahan fungsi jantung
Kegagalan sistem multiorgan
Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan
menangis kurang baik/ tidak menangis.
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit
sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Kulit : warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru,
pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
2. Memulai pernapasan :
Lakukan rangsangan taktil
Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu
menggunakan obat-obatan.
4. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit )
2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan langkah utama memperbakti ventilasi
paru dengan pemberian 02 dengan tekanan dan intemitery cara terbaik dengan intubasi endotrakeal
lalu diberikan 02 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfikasi berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi
dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4
mEq/kgBB Kedua obat ini disuntikan ke dalam intra vena perlahan melalui vena umbilikatis,
reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha
pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali
inflasi tidak didapatkan perbaikan. Pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung
eksternal dikerjakan dengan & frekuensi 80-I00/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan
dalam perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi
dinding torak. Jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikorekrsi atau gangguan organik
seperti hernia diaftagmatika atau stenosis jalan nafas.
b. Asfiksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam waktu 30-60 detik
tidak timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus segera dilakukan. Ventilasi sederhana dengan
kateter 02 intranasal dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala.
Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas
dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding torak dan
abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan
tersebut, ventilasi dihehtikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit sehingga ventilasi paru
dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu dari mulut ke rnulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventitasi dari mulut
ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan 02, ventilasi dilahirkan dengan frekuensi
20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan
dinyatakan tidak berhak jika setelah dilekuknn berberapa saat teqadi penurunan frekuens jantung
atau perbaikan tonus otot intubasi endotrakheal harus segera dilahirkan, bikarbonas natrikus dan
glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan
teratur meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.
b. Terapi Medikamentosa
1. Epinefrin
Indikasi:
Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan
kompresi dada belun ada respon.
Sistotik
Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg – 0,03 mg / kgBB). Cara : i.v atau
endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu
2. Volume Ekspander
Indikasi:
Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak ada respon dengan
resueitasi.
Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ,diitandai dangan adanya
pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respons yang adekuat.
Jenis Cairan :
Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal 10 ml / kgBB i.v pelan
selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak.
3. Bikarbonat
Indikasi:
Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan
sirkulasi sudah baik.
Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia Harus disertai dengan
pemerIksaan analisa gas darah dan kimia.
Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7’4%).
Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 % sama banyak diberikan secara
i.v dengan kecepaten min 2 menit.
Efek sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari
bikarbonat merusak furgsi miokardium dan otak.
4. Nalokson
Nalokson Hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak rnenyebabkan depresi
pernapasan.
Indikasi:
Depresi psmapa$an pada bayi bam lahir yang ibunya menggunailcan
narkotik 4 jam sebelurn pmsalinan.
Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil.
Jangan diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai sebagai
pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanpa with drawl tiba- tiba
pada sebagian bayi.
Dosis : 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml)
Cara : i.v endotrakheal atau bila perfusi baik diberikan i.m atau s.c
Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran
(periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik,
hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
e. Pernafasan
Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago
xifoid menonjol, umum terjadi.
f. Keamanan
Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada
usia gestasi).
Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau
kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan
forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan
peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi
telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama
punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan
elektroda internal)
2. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2) Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3) Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4) Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-
agen infeksius.
5) Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
6) .Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping
keluarga adekuat.
3. Rencana Tindakan dan Rasionalisasi
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan 1. Tentukan 1. pengumpulan
tidak efektif b.d tindakan kebutuhan oral/ data untuk
produksi mukus keperawatan selama suction tracheal. perawatan optimal
banyak. proses keperawatan 2. Auskultasi suara 2. membantu
Tujuan : Setelah diharapkan jalan nafas sebelum dan mengevaluasi
dilakukan tindakan nafas lancar.1. sesudah suction . keefektifan upaya
keperawatan selama Tidak menunjukkan 3. Bersihkan batuk klien
proses keperawatan demam. daerah bagian 3. meminimaliasi
diharapkan jalan 2. Tidak tracheal setelah penyebaran
nafas lancar. menunjukkan suction selesai mikroorganisme
cemas. dilakukan. 4. untuk
3. Rata-rata repirasi 4. Monitor status mengetahui
dalam batas normal. oksigen pasien, efektifitas dari
4. Pengeluaran status suction.
sputum melalui hemodinamik
jalan nafas. segera sebelum,
5. Tidak ada suara selama dan
nafas tambahan. sesudah suction.
4. Evaluasi
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan cemas.(skala 3)
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.(skala 3)
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.(skala 3)
5. Tidak ada suara nafas tambahan.(skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan kegelisahan.(skala 3)
3. Tidak adanya sianosis.(skala 3)
4. PaCO2 dalam batas normal.(skala 3)
5. PaO2 dalam batas normal.(skala 3)
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada
agen-agen infeksius.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah. (skala 3)
2. Kestabilan prioritas. (skala 3)
3. Mempunyai rencana darurat. (skala 3)
4. Mengatur ulang cara perawatan. (skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)
3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
5. Pathway
Daftar Pustaka
Posting Komentar
Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)
Pengikut
Arsip Blog
▼ 2011 (1)
o ▼ Januari (1)
LAPORAN PENDAHULUAN PADA BAYI DENGAN ASFIKSIA
Mengenai Saya
AGUNG FAMILY BLOG
Lihat profil lengkapku