Anda di halaman 1dari 16

PENGKAJIAN DATA FOKUS

KEGAWATDARURATAN PADA
NEONATUS ASFIKSIA

Dosen Pengempu: I Gusti Agung Manik Karuniadi, S.ST.,M.Kes

Oleh:

Wahyu Lestari Risyaningrum

E118011

STIKES BINA USADA BALI


DIII KEBIDANAN
2020
A. PENGKAJIAN
DATA SUBJEKTIF
1. Identitas Bayi
Terdiri dari nama, umur, tanggal lahir, jam lahir, dan jenis
kelamin. Bagian yang lebih ditekankan adalah pada umur bayi
karena berkaitan dengan diagnosa asfiksia neonatorum
2. Identitas Orang Tua
Terdiri dari nama, umur, pendidikan, pekerjaan, agama, status
perkawinan, alamat rumah, dan nomor telepon. Pada bagian ini
data fokusnya adalah umur, pendidikan, dan pekerjaan orang tua.
Pada umur dan pendidikan orang tua, tenaga kesehatan bisa
menilai bagaimana pengalaman dan kesiapan orang tuanya dan
tingkat pengetahuan dalam merawat bayinya jika mengalami
asfiksia. Pada pekerjaan orang tua, tenaga kesehatan bisa menilai
bagaimana perekonomian keluarga tersebut dalam menghidupi
keluarga mereka termasuk pada bayinya terkait dengan asfiksia
tersebut.
3. Keluhan Utama
Pada bayi dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak
nafas, biasanya bayi setelah partus akan menunjukkan tidak bisa
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah dilahirkan
keadaan bayi ditandai dengan sianosis, hipoksia, hiperkapnea,
dan asidosis metabolik.
4. Riwayat Prenatal
Terdiri dari masa gestasi bayi yang mana penting untuk
diketahui, apakah termasuk ke dalam preterm, aterm, atau post
aterm. Riwayat ANC pada ibu, apakah ibu rutin dalam
memeriksakan kehamilannya, apakah kehamilannya
direncanakan, apakah ada penyulit selama kehamilan yaitu
adanya komplikasi atau riwayat penyakit ibu seperti hipotensi,
hipertensi pada preeklampsi atau eklampsi, TBC, diabetes, asma
atau kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi
kronik, keracunan karena obat-obat bius, uremia, toksemia
gravidarum, anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi
terhadap cacat bawaan dan terjadi trauma pada waktu kehamilan
sehingga berkaitan dengan adanya diagnosa asfiksia. Apakah ibu
mengkonsumsi suplemen atau obat lain di luar terapi
kehamilannya atau adakah riwayat pengobatan lain pada ibu,
adakah perilaku atau kebiasaan ibu yang memperburuk
kesejahteraan janin yang berkaitan dengan diagnosa asfiksia.
5. Riwayat Intranatal
Biasanya asfiksia neonatus dikarenakan kekurangan oksigen
sebab partus lama, riwayat persalinan dengan tindakan (VE,
forsep) kondisi bayi sungsang, gemeli, distosia bahu, kelainan
bawaan (kongenital), air ketuban bercampur mekonium, adanya
lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolapsus
tali pusat, rupture uteri yang memberat, tekanan terlalu kuat dari
kepala anak pada plasenta, pemberian obat bius terlalu banyak
dan tidak tepat pada waktunya, perdarahan banyak, plasenta
previa, solusio plasenta.

DATA OBJEKTIF
1. Keadaan saat ini
Pada umumnya bayi dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak
nafas, pergerakan tremor, refleks tendon hyperaktif dan ini
terjadi pada stadium pertama.
2. APGAR Skor
Nilai Apgar pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5
menit sesudah bayi lahir. Akan tetapi, penilaian bayi harus
dimulai segera sesudah bayi lahir. Apabila bayi memerlukan
intervensi berdasarkan penilaian pernafasan, denyut jantung atau
warna bayi, maka penilaian ini harus dilakukan segera. Intervensi
yang harus dilakukan jangan sampai terlambat karena menunggu
hasil penilaian Apgar 1 menit. Kelambatan tindakan akan
membahayakan terutama pada bayi yang mengalami depresi
berat. 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
3. Pemeriksaan Umum
Berat badan : 2500 – 4000 gram
Panjang badan : 44 – 45 cm
Respirasi : > 60x/menit atau < 30x/menit
Suhu : Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C.
Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
4. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau
cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung.
b. Mata : Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada
bleeding konjungtiva, warna sklera tidak kuning atau ikterik,
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya.
c. Hidung : Paling sering didapatkan adalah adanya pernafasan
cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
d. Mulut dan bibir : Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir
atau tidak.
e. Telinga : Perhatikan kebersihannya, adakah kelainan.
f. Leher : Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus
pendek, adakah kelainan.
g. Thoraks : Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal,
perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekuensi bunyi
jantung lebih dari 100x/menit.
h. Dada : Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang
irregular dan frekuensi pernafasan yang cepat.
i. Abdomen : Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm di
bawah arcus costae pada garis papilla mamae, lien tidak
teraba, perut buncit berarti adanya asites/tumor, perut
cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1-2 jam
setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena
GI Tract belum sempurna.
j. Umbilikus: Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak,
adanya tanda-tanda infeksi pada tali pusat.
k. Genitalia : Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat
adakah kelainan letak muara uretra pada neonatus laki-laki,
neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor,
adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
l. Anus : Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi
buang air besar serta warna dari feces.
m. Ekstremitas : Warna biru atau sianosis, gerakan lemah,
akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya
kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan serta
jumlahnya.
n. Kulit : Pada kulit biasanya terdapat sianosis, atau warna
kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru,
pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks. Turgor kulit
elastis (bervariasi sesuai gestasi).
5. Refleks
 Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan
menggenggam)
 Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap
selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode
pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding,
edema, hematoma).
 Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis
tinggi menunjukkan abnormalitas genetik,
hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
 Hb (normal 15-19 gr%), biasanya pada bayi dengan
asfiksia Hb cenderung turun karena oksigen dalam darah
sedikit.
 Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x
10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah
sehingga resiko tinggi
 Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
 Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi
cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi.
b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
 pH (normal 7,36 – 7,44). Kadar pH cenderung turun
terjadi asidosis metabolic.
 pCO2 (normal 35 – 45 mmHg). Kadar pCO2 pada bayi
post asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
 pO2 (normal 75-100 mmHg). Kadar pO2 bayi post
asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia
progresif.
 HCO3 (normal 24-28 mEq/L.
c. Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari:
 Natrium (normal 134 – 150 mEq/L)
 Kalium (normal 3,6 – 5,8 mEq/L)
 Kalsium (normal 8,1 – 10,4 mEq/L)
d. Foto Thoraks
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

ANALISA
Diagnosa bayi/neonatus apakah termasuk ke dalam klasifikasi
asfiksia ringan, sedang, atau berat. Untuk dapat menegakkan gawat
janin dapat ditetapkan dengan melakukan pemeriksaan sebagai
berikut :
1. Denyut jantung janin.
Frekeunsi denyut jantung janin normal antara 120 – 160 kali per
menit; selama his frekeunsi ini bisa turun, tetapi di luar his
kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan
denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
apabila frekuensi turun sampai di bawah 100 per menit di luar
his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda
bahaya. Di beberapa klinik elektrokardiograf janin digunakan
untuk terus-menerus mengawasi keadaan denyut jantung dalam
persalinan.
2. Mekonium di dalam air ketuban.
Mekonium pada presentasi-sunsang tidak ada artinya, akan tetapi
pada presentasi – kepala mungkin menunjukkan gangguan
oksigenisasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya
mekonium dalam air ketuban pada presentasi-kepala dapat
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu
dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin.
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan lewat servik
dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh
darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis
menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di
bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya.
Diagnosis gawat janin sangat penting untuk dapat
menyelamatkan dan dengan demikian membatasi morbiditas dan
mortalitas perinatal. Selain itu kelahiran bayi yang telah
menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan
asfiksia neonatorum, sehingga perlu diadakan persiapan untuk
menghadapi keadaan tersebut

PENATALAKSANAAN
Bayi baru lahir dalam apneu primer dapat memulai pola pernapasan
biasa, walaupun mungkin tidak teratur dan mungkin tidak efektif,
tanpa intervensi khusus. Bayi baru lahir dalam apneu sekunder tidak
akan bernapas sendiri. Pernapasan buatan atau tindakan ventilasi
dengan tekanan positif (VTP) dan oksigen diperlukan untuk
membantu bayi memulai pernapasan pada bayi baru lahir dengan
apneu sekunder.
Menganggap bahwa seorang bayi menderita apneu primer dan
memberikan stimulasi yang kurang efektif hanya akan
memperlambat pemberian oksigen dan meningkatkan resiko
kerusakan otak. Sangat penting untuk disadari bahwa pada bayi yang
mengalami apneu sekunder, semakin lama kita menunda upaya
pernapasan buatan, semakin lama bayi memulai pernapasan spontan.
Penundaan dalam melakukan upaya pernapasan buatan, walaupun
singkat, dapat berakibat keterlambatan pernapasan yang spontan dan
teratur. Perhatikanlah bahwa semakin lama bayi berada dalam apneu
sekunder, semakin besar kemungkinan terjadinya kerusakan otak.
Apabila diperkirakan bayi akan memerlukan tindakan resusitasi,
sebaiknya sebelumnya dimintakan informed consent. Definisi informed
consent adalah persetujuan tertulis dari penderita atau orangtua/wali
nya tentang suatu tindakan medis setelah mendapatkan penjelasan dari
petugas kesehatan yang berwenang. Tindakan resusitasi dasar pada bayi
dengan depresi pernapasan adalah tindakan gawat darurat. Dalam hal
gawat darurat mungkin informed consent dapat ditunda setelah
tindakan. Setelah kondisi bayi stabil namun memerlukan perawatan
lanjutan, dokter perlu melakukan informed consent. Lebih baik lagi
apabila informed consent dimintakan sebelumnya apabila diperkirakan
akan memerlukan tindakan.
Oleh karena itu, untuk menentukan butuh resusitasi atau tidak, semua
bayi perlu penilaian awal dan harus dipastikan bahwa setiap langkah
dilakukan dengan benar dan efektif sebelum ke langkah berikutnya.
Secara garis besar pelaksanaan resusitasi mengikuti algoritma resusitasi
neonatal.
Langkah-langkah resusitasi neonatus:
Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 3
pertanyaan:
1. Apakah bayi cukup bulan?
2. Apakah bayi bernapas atau menangis?
3. Apakah tonus otot bayi baik atau kuat?
Bila semua jawaban ”ya” maka bayi dapat langsung dimasukkan
dalam prosedur perawatan rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya.
Bayi dikeringkan, diletakkan di dada ibunya dan diselimuti dengan
kain linen kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban ”tidak”
dari salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu atau
beberapa tindakan resusitasi berikut ini secara berurutan:
1. Langkah awal dalam stabilisasi
a. Memberikan kehangatan
Bayi diletakkan di bawah alat pemancar panas (radiant
warmer) dalam keadaan telanjang agar panas dapat mencapai
tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi seluruh tubuh. Bayi
dengan BBLR memiliki kecenderungan tinggi menjadi
hipotermi dan harus mendapat perlakuan khusus. Beberapa
kepustakaan merekomendasikan pemberian teknik
penghangatan tambahan seperti penggunaan plastik
pembungkus dan meletakkan bayi di bawah pemancar panas
pada bayi kurang bulan dan BBLR. Alat lain yang bisa
digunakan adalah alas penghangat.
b. Memposisikan bayi dengan sedikit mengadahkan kepalanya
Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam
posisi menghidu agar posisi faring, laring dan trakea dalam satu
garis lurus yang akan mempermudah masuknya udara. Posisi ini
adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon
dan sungkup dan/atau untuk pemasangan pipa endotrakeal.
c. Membersihkan jalan napas sesuai keperluan
Aspirasi mekonium saat proses persalinan dapat
menyebabkan pneumonia aspirasi. Salah satu pendekatan
obstetrik yang digunakan untuk mencegah aspirasi adalah
dengan melakukan penghisapan mekonium sebelum lahirnya
bahu (intrapartum suctioning), namun bukti penelitian dari
beberapa senter menunjukkan bahwa cara ini tidak
menunjukkan efek yang bermakna dalam mencegah aspirasi
mekonium. Gunakan alat pengisap lendir DeLee atau bola
karet :
 Pertama, isap lendir di dalam mulut, kemudian baru
isap lendir di hidung.
 Hisap lendir sambil menarik keluar pengisap (bukan
pada saat memasukkan).
 Bila menggunakan pengisap lendir DeLee, jangan
memasukkan ujung pengisap terlalu dalam (lebih dari
5 cm ke dalam mulut atau lebih dari 3 cm ke dalam
hidung) karena dapat menyebabkan denyut jantung
bayi melambat atau henti napas bayi.
Cara yang tepat untuk membersihkan jalan napas adalah
bergantung pada keaktifan bayi dan ada/tidaknya mekonium.
Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan bayi tidak
bugar (bayi mengalami depresi pernapasan, tonus otot kurang
dan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera
dilakukan penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan
untuk mencegah sindrom aspirasi mekonium. Penghisapan
trakea meliputi langkah-langkah pemasangan laringoskop
dan selang endotrakeal ke dalam trakea, kemudian dengan
kateter penghisap dilakukan pembersihan daerah mulut,
faring dan trakea sampai glotis.
Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion namun bayi
tampak bugar, pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan
seperti pada bayi tanpa mekoneum
d. Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan, dan meletakkan
pada posisi yang benar.
Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret, dan
mengeringkan akan memberi rangsang yang cukup pada bayi
untuk memulai pernapasan. Posisi yang benar pada bayi
yaitu:
 Ganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan
kering yang baru (disiapkan).
 Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan tutupi
bagian muka dan dada agar pemantauan pernapasan
bayi dapat diteruskan.
 Atur kembali posisi terbaik kepala bayi (sedikit
ekstensi)
Penilaian apakah bayi menangis atau bernafas spontan atau
teratur. Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal,
megap-megap atau tidak bernapas. Lakukan evaluasi
meliputi:
 Pernapasan
 Frekuensi jantung
 Warna kulit
 Bila bayi bernafas, FJ >100x/menit, lakukan
perawatan suportif.
Bila setelah posisi yang benar, penghisapan sekret dan
pengeringan, bayi belum bernapas adekuat, maka
perangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk atau
menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok punggung,
tubuh atau ekstremitas bayi.
Bayi yang berada dalam apneu primer akan bereaksi pada
hampir semua rangsangan, sementara bayi yang berada
dalam apnu sekunder, rangsangan apapun tidak akan
menimbulkan reaksi pernapasan. Karenanya cukup satu atau
dua tepukan pada telapak kaki atau gosokan pada punggung.
Jangan membuang waktu yang berharga dengan terus
menerus memberikan rangsangan taktil.
Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori
berikutnya ditentukan dengan penilaian 3 tanda vital secara
simultan (pernapasan, frekuensi jantung dan warna kulit).
Waktu untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik, lalu nilai
kembali, dan putuskan untuk melanjutkan ke langkah
berikutnya.
2. Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
a. Pastikan bayi dalam posisi yang benar
b. Agar VTP efektif, kecepatan memompa (kecepatan ventilasi)
dan tekanan ventilasi harus sesuai.
c. Kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kali/menit.
d. Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut. Nafas
pertama setelah lahir, membutuhkan: 30-40 cm H2O. Setelah
nafas pertama, membutuhkan: 15-20 cm H2O. Bayi dengan
kondisi atau penyakit paru-paru yang berakibat turunnya
compliance, membutuhkan: 20-40 cm H2O. Tekanan ventilasi
hanya dapat diatur apabila digunakan balon yang mempunyai
pengukuran tekanan.
e. Observasi gerak dada bayi: adanya gerakan dada bayi turun
naik merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik
dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas
dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti
menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu
mengembang, yang berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal
ini dapat menyebabkan pneumothoraks.
f. Observasi gerak perut bayi: gerak perut tidak dapat dipakai
sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak paru mungkin
disebabkan masuknya udara ke dalam lambung.
g. Penilaian suara nafas bilateral: suara nafas didengar dengan
menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di kedua paru-paru
merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
h. Observasi pengembangan dada bayi: apabila dada terlalu
berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas
balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan
oleh salah satu penyebab berikut: perlekatan sungkup kurang
sempurna, arus udara terhambat, dan tidak cukup tekanan.
3. Kompresi Dada
Teknik kompresi dada ada 2 cara:
a. Teknik ibu jari (paling dipilih)
 kedua ibu jari menekan sternum. ibu jari tangan
melingkari dada dan menopang punggung.
 lebih baik dalam mengontrol kedalaman dan tekanan
konsisten.
 lebih unggul dalam menaikkan puncak sistolik dan
tekanan perfusi coroner

b. Teknik dua jari


 ujung jari tengah dan telunjuk/jari manis dari 1
tangan menekan sternum, tangan lainnya menopang
punggung
 tidak tergantung
 lebih mudah untuk pemberian obat
c. Kedalaman dan tekanan
 kedalaman ± 1/3 diameter antero-posterior dada
 lama penekanan lebih pendek dari lama pelepasan
curah jantung maksimum
d. Koordinasi VTP dan kompresi dada
 1 siklus : 3 kompresi + 1 ventilasi (3:1) dalam 2 detik
 frekuensi : 90 kompresi + 30 ventilasi dalam 1 menit
(berarti 120 kegiatan per menit)
 Untuk memastikan frekuensi kompresi dada dan
ventilasi yang tepat, pelaku kompresi mengucapkan
“satu – dua – tiga - pompa-…”
 Evaluasi denyut jantung dan warna kulit tiap 30 detik.
Bayi yang tidak berespon, kemungkinan yang terjadi
adalah bantuan ventilasinya tidak adekuat, karena itu
adalah penting untuk menilai ventilasi dari bayi
secara konstan.
4. Obat-obatan dan Cairan
Bila frekuensi jantung < 60 kali/menit maka berikan Epinefrin.
 larutan = 1 : 10.000
 cara : IV (pertimbangkan melalui ET bila jalur IV
sedang disiapkan)
 dosis : 0,1- - 0,3 mL/kgBB IV
 persiapan : larutan 1 : 10.000 dalam semprit 1 ml
(semprit lebih besar diperlukan untuk pemberian
melalui pipa ET. Dosis melalui pipa ET 0,3 – 1,0
mL/kg)
 kecepatan : secepat mungkin
Jangan memberikan dosis lebih tinggi secara IV.
5. Asuhan Pasca Resusitasi
Asuhan pasca resusitasi diberikan sesuai dengan keadaan bayi
setelah menerima tindakan resusitasi. Asuhan pasca resusitasi
dilakukan pada keadaan:
a. Resusitasi berhasil
Resusitasi berhasil bila pernapasan bayi teratur, warna
kulitnya kembali normal yang kemudian diikuti dengan
perbaikan tonus otot atau bergerak aktif. Lanjutkan dengan
asuhan berikutnya.
b. Konseling:
 Jelaskan pada ibu dan keluarganya tentang hasil resusitasi
yang telah dilakukan. Jawab setiap pertanyaan yang
diajukan.
 Ajarkan ibu cara menilai pernapasan dan menjaga
kehangatan tubuh bayi. Bila ditemukan kelainan, segera
hubungi penolong.
 Anjurkan ibu segera memberi ASI kepada bayinya. Bayi
dengan gangguan pernapasan perlu banyak energi.
Pemberian ASI segera, dapat memasok energi yang
dibutuhkan.
 Anjurkan ibu untuk menjaga kehangatan tubuh bayi
(asuhan dengan metode Kangguru).
 Jelaskan pada ibu dan keluarganya untuk mengenali
tanda-tanda bahaya bayi baru lahir dan bagaimana
memperoleh pertolongan segera bila terlihat tanda-tanda
tersebut pada bayi.
Lakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk:
 Anjurkan ibu menyusukan sambil membelai bayinya
 Berikan Vitamin K, antibiotik salep mata, imunisasi
hepatitis B
Lakukan pemantuan seksama terhadap bayi pasca resusitasi
selama 2 jam pertama:
1. Perhatikan tanda-tanda kesulitan bernapas pada bayi :
 Tarikan interkostal, napas megap-megap, frekuensi napas
< 60 kali/menit.
 Bayi kebiruan atau pucat.
 Bayi lemas.
 Pantau juga bayi yang tampak pucat walaupun tampak
bernapas normal.
2. Jagalah agar bayi tetap hangat dan kering
3. Tunda memandikan bayi hingga 6 – 24 jam setelah lahir
(perhatikan temperatur tubuh telah normal dan stabil).
a. Bayi perlu rujukan
Bila bayi pasca resusitasi kondisinya memburuk, segera
rujuk ke fasilitas rujukan. Tanda-tanda bayi yang
memerlukan rujukan sesudah resusitasi :
 Frekuensi pernapasan kurang dari 30 kali/menit atau
lebih dari 60 kali/menit.
 Adanya retraksi (tarikan) intercostal.
 Bayi merintih (bising napas ekspirasi) atau megap-
megap (bising napas inspirasi).
 Tubuh bayi pucat atau kebiruan.
 Bayi lemas.
b. Konseling:
 Jelaskan pada ibu dan keluarga bahwa bayinya perlu
dirujuk. Bayi dirujuk bersama ibunya dan didampingi
oleh bidan. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan ibu
atau keluarganya.
 Minta keluarga untuk menyiapkan sarana transportasi
secepatnya. Suami atau salah seorang anggota keluarga
juga diminta untuk menemani ibu dan bayi selama
perjalanan rujukan.
 Beritahukan (bila mungkin) ke tempat rujukan yang
dituju tentang kondisi bayi dan perkiraan waktu tiba.
Beritahukan juga ibu baru melahirkan bayi yang sedang
dirujuk.
 Bawa peralatan resusitasi dan perlengkapan lain yang
diperlukan selama perjalanan ke tempat rujukan.
Asuhan bayi baru lahir yang dirujuk:
 Periksa keadaan bayi selama perjalanan (pernapasan,
warna kulit, suhu tubuh) dan catatan medik.
 Jaga bayi tetap hangat selama perjalanan, tutup kepala
bayi dan bayi dalam posisi “Metode Kangguru” dengan
ibunya. Selimuti ibu bersama bayi dalam satu selimut.
 Lindungi bayi dari sinar matahari.
 Jelaskan kepada ibu bahwa sebaiknya memberi ASI
segera kepada bayinya, kecuali pada keadaan gangguan
napas, dan kontraindikasi lainnya
Asuhan lanjutan:
 Merencanakan asuhan lanjutan sesudah bayi pulang dari
tempat rujukan akan sangat membantu pelaksanaan
asuhan yang diperlukan oleh ibu dan bayinya sehingga
apabila kemudian timbul masalah, maka hal tersebut
dapat dikenali sejak dini dan kesehatan bayi tetap terjaga.

Anda mungkin juga menyukai