Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

KONSEP DASAR IMUNISASI

Dosen Pengampu : Putu Ayu Dina Saraswati, S.Tr. Keb., M.Keb

Oleh Kelompok I :

Rika Febriyanti (A1321001)


Ismi Elmania (A1321003)
Wahyu Lestari Risyaningrum (A1321005)

STIKES BINA USADA BALI

PROGRAM STUDI SARJANA I KEBIDANAN

TAHUN AJARAN

2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Makalah Konsep Dasar Imunisasi”.

Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan


dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini.

Harapan penyusun semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan


pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.

Penyusun menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, Desember 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3. Tujuan Masalah.........................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1. Sejarah Imunisasi di Indonesia..................................................................4
2.2. Pengertian Imunisasi.................................................................................6
2.3. Tujuan dan Sasaran Imunisasi.................................................................10
2.4. Jenis Imunisasi........................................................................................11
2.5. Indikasi dan Kontraindikasi.....................................................................20
2.6. Penyakit yang Bisa Dicegah dengan Imunisasi.......................................22
BAB III..................................................................................................................28
PENUTUP..............................................................................................................28
3.1. Kesimpulan..............................................................................................28
3.2 Saran.............................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam bidang imunologi kuman atau racun kuman (toksin) disebut

sebagai antigen. Secara khusus antigen tersebut merupakan bagian protein

kuman atau protein racunnya. Bila antigen untuk pertama kali masuk ke dalam

tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti. Bila

antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh disebut antibodi. Zat anti

terhadap racun kuman disebut antioksidan. Berhasil tidaknya tubuh

memusnahkan antigen atau kuman itu bergantung kepada jumlah zat anti yang

dibentuk.

Pada umumnya tubuh anak tidak akan mampu melawan antigen yang kuat.

Antigen yang kuat ialah jenis kuman ganas. Virulen yang baru untuk pertama

kali dikenal oleh tubuh. Karena itu anak akan menjadi sakit bila terjangkit

kuman ganas.

Jadi pada dasarnya reaksi pertama tubuh anak untuk membentuk

antibodi/antitoksin terhadap antigen, tidaklah terlalu kuat. Tubuh belum

mempunyai “pengalaman” untuk mengatasinya. Tetapi pada reaksi yang ke-2,

ke-3 dan berikutnya, tubuh anak sudah pandai membuat zat anti yang cukup

tinggi. Dengan cara reaksi antigen-anibodi, tubuh anak dengan kekuatan zat

antinya dapat menghancurkan antigen atau kuman; berarti bahwa anak telah

menjadi kebal (imun) terhadap penyakit tersebut. Dari uraian ini, yang

1
terpenting ialah bahwa dengan imunisasi, anak anda terhindar dari ancaman

penyakit yang ganas tanpa bantuan pengobatan.

Dengan dasar reaksi antigen antibodi ini, tubuh anak memberikan reaksi

perlawanan terhadap benda-benda asing dari luar (kuman, virus, racun, bahan

kimia) yang mungkin akan merusak tubuh. Dengan demikian anak terhindar

dari ancaman luar. Akan tetapi, setelah beberapa bulan/tahun, jumlah zat anti

dalam tubuh akan berkurang, sehingga imunitas tubuh pun menurun. Agar

tubuh tetap kebal diperlukan perangsangan kembali oleh antigen, artinya anak

tersebut harus mendapat suntikan/imunisasi ulangan.

Oleh karena itu, pada makalah ini kami akan membahas mengenai konsep

dasar imunisasi, diawali dari sejarah imunisasi khususnya di Indonesia,

pengertian imunisasi, tujuan dan sasaran imunisasi, klasifikasi dan jenisnya,

indikasi dan kontraindikasi pada pemberian imunisasi, serta penyakit yang

dapat dicegah dengan imunisasi.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini, yaitu:

a. Bagaimana sejarah imunisasi di Indonesia?

b. Apa pengertian dari imunisasi?

c. Apa tujuan dan sasaran imunisasi?

d. Apa saja klasifikasi dan jenis-jenis imunisasi?

e. Apa saja indikasi dan kontraindikasi pemberian imunisasi?

f. Apa saja penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi?

2
1.3. Tujuan Masalah

Adapun tujuan masalah yang didapat berdasarkan rumusan masalah di

atas, yaitu:

a. Untuk menegtahui sejarah imunisasi di Indonesia.

b. Untuk mengetahui pengeertian dari imunisasi.

c. Untuk mengetahui tujuan dan sasaran imunisasi.

d. Untuk menegtahui klasifikasi dan jenis-jenis imunisasi.

e. Untuk mengetahui indikasi dan kontaindikasi pemberian imunisasi.

f. Untuk mengetahui penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Imunisasi di Indonesia

Imunisasi merupakan suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan

kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit. Imunisasi sendiri

sebetulnya sudah berlangsung cukup lama. Sejarah imunisasi di Indonesia

dimulai tahun 1956 dengan imunisasi cacar. Tahun berikutnya imunisasi tidak

berkembang signifikan. Namun adanya program ini, Indonesia dinyatakan

bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974. Perkembangan baru dirasakan

pada tahun 1973 dengan dilakukannya imunisasi BCG untuk menanggulangi

penyakit tuberculosis lalu disusul imunisasi tetanus toksoid pada ibu hamil di

tahun 1974. Kemudian imuniasi DPT (difteri, pertusis, tetanus) pada bayi

mulai diadakan pada tahun 1976.

Mulai tahun 1997 kegiatan imunisasi diperluas menjadi program

pengembangan imunisasi (PPI) dalam rangka pencegahan penularan terhadap

beberapa penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yaitu

tuberculosis, difteri, pertussis, campak, polio, tetanus, hepatitis B, serta

pneumonia.

Sejarah perkembangan imuniasi di Indonesia terlihat pada tabel di bawah

ini:

4
TAHUN PERKEMBANGAN IMUNISASI
1956 Imunisasi Cacar
1973 Imunisasi BCG

1974 Imunisasi TT pada ibu hamil

1976 Imunisasi DPT untuk bayi


1977 Imunisasi dijadikan upaya global oleh WHO
(EPI = Expanded Program on Immunization)
1980 Imunisasi Polio
1982 Imunisasi Campak
1990 Indonesia mencapai UCI nasional
1997 Imunisasi Hepatitis B
2004 Intoduksi DPT-HB
2013 Introduksi DPT/HB/Hib

Penyakit lain yang sudah dapat ditekan sehingga perlu ditingkatkan

programnya adalah tetanus maternal dan neonatal serta campak. Untuk tetanus

telah dikembangkan upaya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal

(Maternal Neonatal Tenatnus Elimination/MNTE). Terhadap penyakit

campak dikembangkan upaya Reduksi Campak (RECAM) dan untuk penyakit

polio dilakukan dilakukan upaya Eradikasi Polio (ERAPO). ERAPO, MNTE

dan RECAM juga meruakan komitmen global yang wajib diikuti oleh semua

negara di dunia. Selain itu, dunia juga menaruh pelayanana terhadap mutu

pelayanan dengan menetapkan pemberian standar suntikan yang aman (safe

injection practices) bagi penerima suntikan yang dikaitkan dengan pengelola

limbah medis tajam yang aman (safe wase disposal management), bagi

petugas maupun lingkungan.

5
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa program imunisasi

ke dalam penyelenggaraan pelayanan yang bermutu dan efisien. Upaya

tersebut didukung dengan kemajuan yang pesat dalam bidang penemuan

vaksin baru (Rotavirus, Japanese encephalitis, dan lain-lain). Perkembangan

teknologi lain adalah menggabungkan jenis vaksin sebagai vaksin kombinasi

yang terbukti dapat meningkatkan cakupan imunisasi.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa upaya imunisasi perlu terus ditingkatkan

untuk mencapai tingkat population immunity (kekebalan masyarakat) yang

tinggi sehingga PD3I dapat diredaksi, dieliminasi, dan direduksi melalui

pelayanan imunisasi yang semakin efektif, efisien, dan berkualitas.

2.2. Pengertian Imunisasi

Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh dengan memasukkan vaksin

yakni virus atau bakteri yang sudah dilemahkan, dibunuh, atau bagian-bagian

dari bakteri (virus) tersebut telah dimodifikasi ke dalam tubuh agar tubuh

membuat zat anti bodi untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Imunisasi

terhadap penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada

penyakit tertentu saja, sehingga untuk terhidar dari penyakit lain diperlukan

imunisasi lainnya.

Imunisasi adalah memberikan vaksin yang mengandung kuman yang

sudah dilemahkan, caranya bisa diteteskan melalui mulut seperti imunisasi

polio dan bisa juga melalui injeksi. Vaksin yang masuk dalam tubuh bayi itu

akan merangsang tubuh memproduksi antibodi. Antibodi itu akan melawan

bibit penyakit yang masuk dalam tubuh,

6
Imunisasi merupakan salah satu usaha memberikan kekebalan bayi dan

anak dengan cara vaksin ke dalam tubuh. Tujuan imunisasi sendiri adalah agar

tubuh terlindung dari beberapa penyakit berbahaya. Jikapun bayi dan anak

sakit, dapat menghindarkan dari perkembangan penyakit yang menyebabkan

cacat atau meninggal dunia. Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk

mencegah terjadinya penyakit tertentu. Vaksin adalah suatu obat yang

diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh

untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap

penyakit. Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga

membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-

kanak. Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang

diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin

timbul. Dengan adanya vaksin, maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang

serius, kini sudah jarang ditemukan

Pada dasarnya ada 2 (dua) jenis imunisasi yaitu:

a. Imunisasi pasif (passive immunization)

Imunisasi pasif adalah “Immunoglobulin” jenis imunisasi ini dapat

mencegah penyakit campak (measles pada anak-anak).

b. Imunisasi aktif (active immunization)

Imunisasi yang diberikan pada anak seperti BCG, untuk mencegah

penyakit TBC, DPT untuk mencegah penyakit-penyakit difteri,

7
pertussis, dan tetanus, Polio untuk mencegah penyakit poliomilitis,

Campak untuk mencegah penyakit campak (measles), Hepatitis B

untuk mencegah penyakit hepatitis B .

Perbedaan yang penting antara jenis imunisasi aktif dan imunisasi pasif

ialah:

1. Untuk memperoleh kekebalan yang cukup, jumlah zat anti dalam tubuh

harus meningkat; pada imunisasi aktif diperlukan waktu yang agak lebih

lama untuk membuat zat anti itu dibandingkan dengan imunisasi pasif.

2. Kekebalan yang terdapat pada imunisasi aktif bertahan lama (bertahun-

tahun), sedangkan pada imunisasi pasif hanya berlangsung untuk 1 – 2

bulan.

a. Imunisasi aktif: tubuh anak sendiri membuat zat anti yang akan

bertahan selama bertahun-tahun.

b. Imunisasi pasif: tubuh anak tidak membuat sendiri zat anti. Si anak

mendapatnya dari luar tubuh dengan cara penyuntikan bahan/serum

yang telah mengandung zat anti.

c. Kekebalan yang diperoleh dengan imunisasi pasif tidak berlangsung

lama. Kadang-kadang imunisasi aktif dan pasif diberikan dalam waktu

yang bersamaan, misalnya pada penyakit tetanus. Bila seorang anak

terluka dan diduga akan terinfeksi kuman tetanus, maka ia

memerlukan pertolongan sementara yang harus cepat dilakukan. Saat

itu belum pernah mendapat imunisasi tetanus, karena itu ia diberi

imunisasi pasif dengan penyuntikan serum anti tetanus. Untuk

8
memperoleh kekebalan yang lama, saat itu juga sebaiknya mulai

diberikan imunisasi aktif berupa penyuntikan toksoid tetanus.

Kekebalan pasif yang diperoleh dengan penyuntikan serum anti

tetanus hanya berlangsung selama 1 – 2 bulan.

Secara alamiah imunisasi aktif mungkin terjadi, sehingga tanpa disadari

sebenarnya tubuh si anak telah menjadi kebal. Keadaan demikian pada

umumnya hanya terjadi pada penyakit yang tergolong ringan, tetapi jarang

sekali pada penyakit yang berat. Misalnya penyakit tifus, yang pada anak tidak

tergolong penyakit berat. Tanpa disadari seorang anak dapat menjadi kebal

terhadap penyakit tifus secara alamiah. Mungkin ia telah mendapat kuman

tifus tersebut dalam jumlah yang sangat sedikit, misalnya dari makanan yang

kurang bersih, jajan dan sebagainya. Akan tetapi kekebalan yang diperoleh

secara alamiah ini sukar diramalkan, karena seandainya jumlah kuman tifus

yang masuk dalam tubuh itu cukup banyak, maka penting pula untuk

diperhatikan bahwa jaminan imunisasi terhadap tertundanya anjak dari suatu

penyakit, tidaklah mutlak 100%. Dengan demikian mungkin saja anak

terjangkit difteria, meskipun ia telah mendapat imunisasi difteria. Akan tetapi

penyakit difteria yang diderita oleh anak yang telah mendapat imunisasi akan

berlangsung sangat ringan dan tidak membahayakan jiwanya.

Sejak dimulainya program imunisasi di Indonesia pada tahun 1956 dengan

imunisasi cacar, saat ini telah dikembangkan menjadi 8 (delapan) jenis vaksin

yaitu BCG, Campak, OPV/IPV, DPT-HB, DT, Td, TT dan Hepatitis B untuk

bayi baru lahir. Untuk mencapai tujuan pelayanan imunisasi dengan baik,

9
karakteristik vaksin harus kita ketahui secara benar meliputi komposisi,

kemasan, penyimpanan, indikasi, kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang

bisa terajadi.

Kejadian pasca imunisasi (KIPI/Adverse event following imunazation)

adalah kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi, baik berupa

reaksi vaksin ataupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek

farmakologis, atau kesalahan program, koinsidensi, reaksi suntikan, atau

hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. Pada keadaan tertentu, lama

pegamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (artritis kronik pasca vaksinasi

rubella), atau bahkan sampai 6 bulan (infeksi virus campak vaccine-strain

pada pasien imunodefisiensi pasca vaksinasi campak, dan polio paralitik serta

infeksi virus polio vaccine-strain pada resipen non munodefisensi pasca

vaksinasi campak, dan polio paralitik serta inveksi virus polio vaccine-strain

pada resipen non imunodefisensi atau resipen imunodefisiensi pasca vaksinasi

polio).

2.3. Tujuan dan Sasaran Imunisasi

Program imunisasi adalah imunisasi yang diwajibkan kepada seseorang

sebagai bagian dari masyarakat dalam rangka melindungi yang bersangkutan

dan masyarakat sekitarnya dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

Imunisasi program terdiri dari imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan

imunisasi khusus (Permenkes RI 12, 2017).

a. Tujuan Umum

10
Menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat Penyakit

yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).

b. Tujuan Khusus

1. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu

cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di

seluruh desa/ kelurahan pada tahun 2014.

2. Tervalidasinya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di

bawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun

2013.

3. Eradikasi polio pada tahun 2015.

4. Tercapainya eliminasi campak pada tahun 2015.

5. Terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman serta pengelolaan

limbah medis (safety injection practice and waste disposal

management).

2.4. Jenis Imunisasi

A. Imunisasi Wajib

Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah

untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi

yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular

tertentu. Imunisasi wajib terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan,

dan imunisasi khusus.

1. Imunisasi Rutin

11
Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara

terus-menerus sesuai jadwal. Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar

dan imunisasi lanjutan.

a. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)

Vaksin BCG merupakan vaksin beku kering yang mengandung

Mycobacterium bovis hidup yang dilemahkan. Vaksin BCG tidak

mencegah infeksi tuberkulosis tetapi mengurangi resiko

tuberkulosis berat seperti meningitis tuberkulosa dan tuberkulosa

primer. Imunisasi BCG diberikan pada bayi < 2 bulan. Namun

untuk mencapai cakupan yang lebih luas, Kementerian Kesehatan

menganjurkan pemberian imunisasi BCG pada umur antara 0-12

bulan. Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml

untuk anak (> 1 tahun). Vaksin BCG diberikan secara intrakutan di

daerah lengan kanan atas pada insersio M. Deltoideus sesuai

anjuran WHO, tidak di tempat lain mial bokong, paha (Ranuh dkk,

2014).

Kontra indikasi imunisasi BCG antara lain bayi yang

mengalami defisiensi sistem kekebalan, terinfeksi HIV

asimtomastis maupun simtomatis, adanya penyakit kulit yang

berat/menahun, atau sedang menderita TBC (Sudarti, Endang.

2010)

Reaksi lokal yang timbul setelah imunisasi BCG adalah wajar,

suatu pembengkakan kecil, merah, lembut biasanya timbul pada

12
daerah bekas suntikan, yang kemudian berubah menjadi vesikel

kecil, dan kemudian menjadi sebuah ulkus kecil dalam waktu 2 – 4

minggu. Reaksi ini biasanya hilang dalam 2 – 5 bulan, dan

umumnya pada anak-anak meninggalkan bekas berupa jaringan

parut dengan diameter 2-10 mm. Jarang sekali nodus atau ulkus

tetap bertahan. Kadang-kadang pembesaran getah bening pada

daerah ketiak dapat timbul 2 – 4 bulan setelah imunisasi. Sangat

jarang sekali kelenjar getah bening tersebut menjadi supuratif.

Suntikan yang kurang hati-hati dapat menimbulkan abses dan

jaringan parut (Ranuh dkk, 2014).

b. Imunisasi Hepatitis B

Vaksin Hepatitis B adalah vaksin virus rekombinan yang telah

diinvasikan dan bersifat non-infecious. Pemberian imunisasi

Hepatitis B bertujuan untuk mendapatkan kekebalan terhadap

penyakit Hepatitis B. Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 ml atau 1

(satu) HB PID, pemberian suntikan secara intramuskuler,

sebaiknya anterolateral paha. Pemberian sebanyak 3 dosis, dosis

pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan

interval minimum 4 minggu (1 bulan) (Ranuh dkk, 2014).

Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan

di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi ringan dan

biasanya hilang setelah 2 hari. Kontra indikasi pemberian vaksin

13
Hepatitis B pada bayi yang menderita infeksi berat yang disertai

kejang (Sudarti, Endang. 2010).

c. Imunisasi DPT-HB-Hib

Vaksin DPT-HB-Hib (vaksin Jerap Difteri, Tetanus, Pertusis,

Hepatitis B Rekombinan, Haemophilus Influen-zae tipe B) berupa

suspensi homogen yang mengandung toksoid tetanus dan difteri

murni, bakteri pertusis (batuk rejan) inaktif, antigen permukaan

Hepatitis B (HBSAg) murni yang tidak infeksius, dan komponen

Hib sebagai vaksin bakteri sub unit berupa kapsul polisakarida

Haemophilus Influenzae tipe B tidak infeksius yang dikonjugasikan

kepada protein toksoid tetanus. Indikasi digunakan untuk

pencegahan terhadap difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan),

hepatitis B, dan infeksi Haemophilus Influen-zae tipe B secara

stimultan (Ranuh dkk, 2014). Vaksin DPT-HB-Hib harus

disuntikan secara intramuskular pada anterolateral paha atas,

dengan dosis anak 0,5 ml.

Kontra indikasi pemberian vaksin DPT-HB-Hib anak yang

mempunyai hipersensitif terhadap komponen vaksin atau reaksi

berat terhadap dosis vaksin kombinasi sebelumnya atau bentuk-

bentuk reaksi sejenis lainnya merupakan kontraindikasi absolut

terhadap dosis berikutnya. Terdapat beberapa kontraindikasi

absolut terhadap dosis pertama DPT; kejang atau gejala kelainan

14
otak pada bayi baru lahir atau kelainan syaraf serius lainnya

merupakan kontraindikasi terhadap komponen pertusis. Dalam hal

ini vaksin tidak boleh diberikan sebagai vaksin kombinasi, tetapi

vaksin DT harus diberikan sebagai terpisah. Vaksin tidak akan

membahayakan individu yang sedang atau sebelumnya telah

terinfeksi virus Hepatitis B (Sudarti, Endang. 2010).

Efek samping, jenis dan angka kejadian reaksi simpang yang

berat tidak berbeda secara bermakna dengan vaksin DPT, Hepatitis

B dan Hib yang diberikan secara terpisah. Untuk DPT, reaksi lokal

dan sistemik ringan umum terjadi. Beberapa reaksi lokal sementara

seperti bengkak, nyeri dan kemerahan pada lokasi penyuntikan

disertai demam dapat timbul dalam sejumlah besar kasus. Kadang-

kadang reaksi berat seperti demam tinggi, iritabilitas (rewel), dan

menangis dengan nada tinggi dapat terjadi dalam 24 jam setelah

pemberian (Sudarti, Endang. 2010).

d. Imunisasi Polio

Terdapat 2 kemasan vaksin polio yang berisi virus polio 1, 2

dan 3. OPV (oral polio vaccine), hidup dilemahkan, tetes, oral.

Sedangkan IPV (inactivated polio vaccine) inaktid disuntikan.

Kedua vaksin polio tersebut dapat dipakai secara bergantian.

Vaksin IPV dapat diberikan pada anak yang sehat maupun anak

yang menderita immunokompromais, dan dapat diberikan sebagai

imunisasi dasar maupun ulangan. Vaksin IPV dapat juga diberikan

15
bersamaan dengan vaksin DPT-HB-Hib, secara terpisah atau

kombinasi. Polio-0 diberikan saat bayi lahir sesuai pedoman PPI

atau pada kunjungan pertama sebagai tambahan untuk

mendapatkan cakpan imunisasi yang tinggi. Selanjutnya dapat

diberikan vaksin OPV dan IPV. Untuk imunisasi dasar (polio-

2,3,4) diberikan pada umur 2,4, dan 6 bulan. Interval antara dua

imunisasi tidak kurang dari 4 minggu (Sudarti, Endang. 2010).

Dalam rangka eradikasi polio (Erapo), masih diperlukan Pekan

Imunisasi Nasional (PIN) yang dianjurkan Kementrian Kesehatan.

Pada PIN semua balita harus mendapat imunisasi OPV tanpa

memandang status imunisasinya (kecuali pasien imunokompromais

diberikan IPV) untuk memperkuat kekebalan dimukosa aluran

cerna dan memutuskan transmisi virus polio luar. Dosis OPV

diberikan 2 tetes per-oral, IPV dapat diberikan tersendiri atau

dalam kemasan kombinasi (DtaP/IPV, DtaP/IPV). Imunisasi polio

ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi polio-4, selanjutnya

saat masuk sekolah (5-6 tahun) (Ranuh dkk, 2014).

Kontra indikasi umumnya pada imunisasi; vaksin harus ditunda

pada mereka yang sedang menderita demam, penyakit atau

penyakit kronis progresif. Hipersensitif pada saat pemberian vaksin

ini sebelumnya. Penyakit demam akibat infeksi akut ditunggu

sampai sembuh. Efek sampingnya berupa reaksi lokal pada tempat

penyuntikan di antaranya nyeri, kemerahan, indurasi dan bengkak

16
bisa terjadi dalam waktu 48 jam setelah penyuntikan dan bisa

bertahan satu atau dua hari. Kejadian dan tingkat keparahan dari

reaksi lokal tergantung pada tempat dan cara penyuntikkan serta

jumlah dosis yang sebelumnya diterima. Reaksi sistemik yang

ditimbulkan demam dengan atau tanpa disertai myalgia, sakit

kepala atau limfadenopati (Ranuh dkk, 2014).

e. Imunisasi MR

Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai eliminasi campak

dan pengendalian rubella/ Congenital Rubella Syndrome (CRS)

pada tahun 2020. Salah satu strateginya untuk mencapai target

tersebut adalah pelaksanaan vaksin MR pada anak usia 9 bulan

hingga 15 tahun secara bertahap dalam 2 fase (fase 1 pada bulan

Agustus-September 2017 diseluruh Pulau Jawa dan fase 2 pada

bulan Agustus-September 2018 diseluruh Pulau Sumatra, Pulau

Kalimanatan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua).

Introduksi vaksin MR ke dalam program imunisasi rutin pada bulan

Oktober 2017 dan 2018 (Kemenkes RI, 2017).

Vaksin MR (Measles Rubella) adalah vaksin hidup yang

dilemahkan (live attenuated) berupa serbuk kering dengan pelarut.

Kemasan vaksin adalah 10 dosis per vial. Setiap dosis vaksin MR

mengandung 1000 CCID50 virus campak dan 1000 CCID50 virus

rubella. Dengan pemberian imunisasi campak dan rubella dapat

melindungi anak dari kecacatan dan kematian akibat pneumonia,

17
diare, kerusakan otak, ketulian, kebutaan dan penyakit jantung

bawaan. Vaksin MR diberikan secara subkutan dengan dosis 0,5

ml. Vaksin hanya boleh dilarutkan dengan pelarut yang disediakan

dari produsen yang sama. Vaksin yang telah dilarutkan harus

segera digunakan paling lambat sampai 6 jam setelah dilarutkan

(Kemenkes RI, 2017).

Kontra indikasi imunisasi MR pada individu yang sedang

dalam terapi kortikosteroid, imunosupresan dan radioterapi, wanita

hamil, leukemia, anemia berat dan kelainan darah lainnya, kelainan

fungsi ginjal berat, decompensatio cordis, pasien transfusi darah

dan riwayat alergi terhadap komponen vaksin (neomicyn).

Pemberian imunisasi ditunda pada keadaan seperti demam, batuk

pilek dan diare (Kemenkes RI, 2017).

B. Imunisasi Lanjutan

Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan

tingkat kekebalan atau untuk memperpanjang masa perlindungan.

Imunisasi lanjutan diberikan kepada anak usia bawah tiga tahun (Batita),

anak usia sekolah dasar, dan wanita usia subur.

1. Imunisasi Lanjutan Pada Anak Baduta

Imunisasi lanjutan merupakan ulangan imunisasi dasar untuk

mempertahankan tingkat kekebalan dan untuk memperpanjang masa

perlindungan anak yang sudah mendapatkan imunisasi dasar yaitu

dengan diberikan 1 dosis DPT-HB-Hib pada usia 18 bulan dan 1 dosis

18
campak/MR pada usia 24 bulan. Perlindungan optimal dari pemberian

imunisasi lanjutan ini hanya didapatkan apabila anak tersebut telah

mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap (Kemenkes RI,2018).

2. Imunisasi Anak Sekolah

Imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia SD diberikan pada

kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) yang diintegrasikan

dengan kegiatan UKS. Imunisasi yang diberikan adalah imunisasi

campak, tetanus, dan difteri. Imunisasi ini diberikan pada kelas 1

(campak dan DT), kelas 2 (Td), dan kelas 5 (Td) (Kemenkes RI, 2018).

3. Imunisasi Pada Wanita Usia Subur

Imunisasi yang diberikan pada wanita usia subur adalah imunisasi

tetanus toksoid difteri (Td) yang berada pada kelompok usia 15-39

tahun baik itu WUS hamil (ibu hamil) dan tidak hamil (Kemenkes RI,

2018).

C. Imunisasi Tambahan

Imunisasi tambahan diberikan kepada kelompok umur tertentu yang paling

berisiko terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu

tertentu. Yang termasuk dalam kegiatan imunisasi tambahan adalah

Backlog fighting, Crash program, PIN (Pekan Imunisasi Nasional), Sub-

PIN, Catch up Campaign campak dan Imunisasi dalam Penanganan KLB

(Outbreak Response Immunization/ORI)

D. Imunisasi Khusus

19
Imunisasi khusus merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan untuk

melindungi masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu.

Situasi tertentu antara lain persiapan keberangkatan calon jemaah

haji/umrah, persiapan perjalanan menuju negara endemis penyakit tertentu

dan kondisi kejadian luar biasa. Jenis imunisasi khusus, antara lain terdiri

atas Imunisasi Meningitis Meningokokus, Imunisasi Demam Kuning.

2.5. Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi kontra imunisasi adalah keadaan yang menyebabkan imunisasi

tidak boleh diberikan. Perhatian khusus pada imunisasi adalah keadaan yang

perlu diperhatikan apakah memungkinkan imunisasi diberikan, dengan cara

melakukan pemeriksaan fisik yang teliti, dan memperhitungkan risiko

keuntungan dan kerugiannya. Indikasi kontra dan perhatian khusus dapat

berlaku untuk semua vaksin atau hanya untuk vaksin tertentu. Pada dasarnya

indikasi kontra dan perhatian khusus terdiri dari 2 aspek yaitu,

A. reaksi anafilaksis terhadap vaksin atau komponen vaksin

B. indikasi kontra terhadap imunisasi untuk penyakit akut yang berat dengan

atau tanpa demam.

Kontra indikasi yang mutlak diperhatikan terhadap semua jenis vaksin

adalah riwayat reaksi alergi berat terhadap vaksin atau konstituen vaksin.

Perhatian khusus (precautions) bukanlah kontra indikasi tetapi merupakan

kondisi yang harus dipertimbangkan dalam menentukan manfaat dan risiko

vaksinansi. Peringatan yang tertulis dalam label vaksin terkadang oleh petugas

20
ditafsirkan sebagai kontra indikasi mutlak. Hal ini dapat menyebabkan

menurunnya cakupan imunisasi kerena terjadi missopportunities (kehilangan

kesempatan untuk mendapatkan imunisasi).

Berikut merupakan indikasi dan kontraindikasi pada imunisasi :

Vaksin Indikasi Kontraindikasi


BCG Untuk pemberian  Adanya penyakit kulit yang
kekebalan aktif berat/menahun seperti:
terhadap tuberkulosis eksim, furunkulosis dan
sebagainya.
 Mereka yang sedang
menderita TBC
DPT-HB- Untuk pemberian Kejang atau gejala kelainan otak
Hib kekebalan secara pada bayi baru lahir atau
simultan terhadap kelainan saraf serius.
difteri, pertusis, dan Anak-anak yang
tetanus mengalami gejala-gejala parah
pada dosis pertama, komponen
pertusis  harus dihindarkan pada
dosis kedua, dan untuk
meneruskan imunisasinya dapat
diberikan DT
Hepatitis B Untuk pemberian Penderita infeksi berat yang
kekebalan aktif disertai kejang
terhadap infeksi yang
disebabkan virus
hepatitis B
Polio (OPV) Untuk pemberian Pada individu yang mnderita
kekebalan aktif “immune deficiency” tidak
terhadap poliomielitis. ada efek yang berbahaya yang

21
timbul akibat pemberian polio
pada anak yang sedang sakit.
Namun jika ada keraguan,
misalnya sedang menderita
diare, maka dosis ulangan dapat
diberikan setelah sembuh.
IPV Untuk pencegahan  Sedang menderita demam,
poliomyelitis pada penyakit akut atau penyakit
bayi dan anak kronis progresif.
immunocompromised,  Hipersensitif pada saat
kontak di lingkungan pemberian vaksin ini
keluarga dan pada sebelumnya.
individu di mana  Penyakit demam akibat
vaksin polio oral infeksi akut: tunggu sampai
menjadi kontra sembuh.
indikasi.  Alergi terhadap Streptomycin
Campak Pemberian kekebalan Individu yang mengidap
aktif terhadap
penyakit immune deficiency atau
penyakit campak
individu yang diduga menderita

gangguan respon imun karena

leukemia, limfoma.
DT Pemberian kekebalan Hipersensitif terhadap komponen
simultan terhadap dari vaksin
difteri dan tetanus
pada anak-anak.
Td Imunisasi ulangan Individu yang menderita reaksi
terhadap tetanus dan berat terhadap dosis sebelumnya
difteri pada individu
mulai usia 7 tahun

22
2.6. Penyakit yang Bisa Dicegah dengan Imunisasi

Nama Definisi & Penularan Gejala Komplikasi


Penyakit Penyebab
Difteri Penyakit yang Melalui  Radang Gangguan
disebabkan kontak fisik tenggorokan pernafasan yang
oleh bakteri dan  Hilang nafsu berakibat
Corynebacteri pernafasan makan kematian.
um  Demam
diphtheriae ringan
 Dalam 2–3
hari timbul
selaput putih
kebiru-biruan
pada
tenggorokan
dan tonsil.
Pertussis Penyakit pada Melalui  Pilek Pneumonia
saluran percikan  Mata merah bacterialis yang
pernapasan ludah  Bersin dapat
yang (droplet  Demam menyebabkan
disebabkan infection)  Batuk ringan kematian
oleh bakteri dari batuk yang lama-
Bordetella atau bersin kelamaan
pertussis menjadi
(batuk rejan) parah dan
menimbulka
n batuk yang
cepat dan
keras.
Tetanus Penyakit yang Melalui  Gejala awal:  Patah tulang
disebabkan kotoran yang kaku otot akibat kejang
oleh masuk ke pada rahang,  Pneumonia
Clostridium dalam luka disertai kaku  Infeksi lain
tetani yang yang dalam. pada leher, yang dapat
menghasilkan kesulitan menimbulkan
neurotoksin. menelan, kematian.
kaku otot
perut,
berkeringat
dan demam.
 Pada bayi
terdapat

23
gejala
berhenti
menetek
(sucking)
antara 3
sampai
dengan 28
hari setelah
lahir.
 Gejala
berikutnya
kejang yang
hebat dan
tubuh
menjadi
kaku.
Tuberculos Penyakit yang  Melalui  Gejala awal: Kelemahan dan
is (TBC) disebabkan pernafasa lemah badan, kematian.
oleh n penurunan
Mycobacteriu  Lewat berat badan,
m tuberculosa bersin demam, dan
disebut juga atau batuk keluar
batuk darah. keringat pada
malam hari.
 Gejala
selanjutnya:
batuk terus-
menerus,
nyeri dada
dan
(mungkin)
batuk darah.
 Gejala lain:
tergantung
pada organ
yang
diserang.
Campak Penyakit yang Melalui udara  Gejala awal:  Diare hebat
disebabkan (percikan demam,  Peradangan
oleh virus ludah) dari bercak pada telinga
myxovirus bersin atau kemerahan,  Infeksi
viridae batuk batuk, pilek, saluran napas
measles. penderita konjunctivitis (pneumonia)
(mata merah)
dan koplik
spots

24
 Selanjutnya
timbul ruam
pada muka
dan leher,
kemudian
menyebar ke
tubuh dan
tangan serta
kaki.
Poliomielit Penyakit pada Melalui  Demam Bisa
is susunan saraf kotoran  Nyeri otot menyebabkan
pusat yang manusia dan kematian jika
disebabkan (tinja) yang kelumpuhan otot pernafasan
oleh virus terkontamina terjadi pada terinfeksi dan
polio tipe 1, 2, si minggu tidak segera
atau 3. Secara pertama ditangani.
klinis
menyerang
anak di bawah
umur 15 tahun
dan menderita
lumpuh layu
akut (acute
flaccid
paralysis =
AFP).
Hepatitis B Penyakit yang Penularan  Merasa Penyakit ini bisa
disebabkan secara lemah menjadi kronis
oleh virus horizontal:  Gangguan yang
hepatitis B  dari darah perut menimbulkan
yang merusak dan  Gejala lain pengerasan hati
hati (penyakit produknya seperti flu, (Cirrhosis
kuning).  Suntikan urin menjadi Hepatis), kanker
yang tidak kuning, hati (Hepato
aman kotoran Cellular
 Transfusi menjadi Carsinoma) dan
darah pucat menimbulkan
 Melalui  Warna kematian.
hubungan kuning bisa
seksual terlihat pada
Penularan mata ataupun
secara kulit.
vertical:
 Dari ibu
ke bayi
selama

25
proses
persalinan
Hemofilus Salah satu Droplet  Pada selaput
Influenza bakteri yang melalui otak akan
tipe b dapat nasofaring timbul gejala
(Hib) menyebabkan menigitis
infeksi (demam, kaku
dibeberapa kuduk,
organ, seperti kehilangan
meningitis, kesadaran),
epiglotitis,  Pada paru
pneumonia, menyebabkan
artritis, dan pneumonia
selulitis. (demam,
Banyak sesak, retraksi
menyerang otot
anak di bawah pernafasan),
usia 5 tahun, terkadang
terutama pada menimbulkan
usia 6 bulan–1 gejala sisa
tahun. berupa
kerusakan alat
pendengaran
HPV Virus yang Penularan Beberapa
(Human menyerang melalui menyebabkan
papiloma kulit dan hubungan kutil, sedangkan
Virus) membran kulit ke kulit, lainnya dapat
mukosa HPV menular menyebabkan
manusia dan dengan infeksi yang
hewan. mudah. menimbulkan
munculnya lesi,
ca servik juga
disebabkan oleh
virus HPV
melalui
hubungan seks.
Hepatitis A Suatu Disebarkan  Kelelahan
penyakit yang oleh kotoran/  Mual dan
disebabkan tinja muntah
oleh virus penderita;  Nyeri perut
biasanya atau rasa tidak
melalui nyaman,
makanan terutama di
(fecaloral). daerah hati
 Kehilangan
nafsu makan

26
 Demam
 Urin berwarna
gelap
 Nyeri otot
 Menguningny
a kulit dan
mata
(jaundice).

27
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa imunisasi sudah ada di

Indonesia dimulai tahun 1956 diawali dengan imunisasi cacar, dan semakin

lama imunisasi semakin berkembang. Mulai tahun 1997 kegiatan imunisasi

diperluas menjadi program pengembangan imunisasi (PPI) dalam rangka

pencegahan penularan terhadap beberapa penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi (PD3I) yaitu tuberculosis, difteri, pertussis, campak, polio, tetanus,

hepatitis B, serta pneumonia. Pengertian imunisasi adalah pemberian

kekebalan tubuh dengan memasukkan vaksin yakni virus atau bakteri yang

sudah dilemahkan, dibunuh, atau bagian-bagian dari bakteri (virus) tersebut

telah dimodifikasi ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti bodi untuk

mencegah terhadap penyakit tertentu. Dari pembahasan di atas pula sudah

dijelaskan ada beberapa jenis imunisasi, penyakit yang dapat divaksinasi, cara

pemberiannya, serta indikasi dan kontraindikasi dari pemberian imunisasi

tersebut.

28
3.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka perlu peningkatan ilmu pengetahuan

dan teknologi tentang imunisasi di kalangan para tenaga medis sehingga

pelayanan kesehatan khususnya imunisasi bisa diberikan sesuai dengan

standar asuhan pelayanan kesehatan. Sangat penting pemberian pendidikan

kesehatan kepada masyarakat yang sebenarnya mengenai pentingnya

imunisasi dan hal-hal yang berkaitan sehingga masyarakat tidak perlu takut

untuk membawa anaknya untuk melakukan imunisasi.

Bagi setiap ibu agar selalu memperhatikan kesehatan bayinya yaitu harus

selalu aktif ke posyandu atau ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat karena

dengan diberi imunisasi dapat menurunkan resiko paparan terjangkitnya

penyakit.

29
DAFTAR PUSTAKA

Mastiningsih. 2018. BUKU AJAR IMUNISASI. Bogor: In Media

Rukiyah, dan Yulianti. 2014. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita.

Jakarta: TIM

WHO. 2017. Modul 2 Jenis-jenis Vaksin dan Reaksi Simpang. https://in.vaccine-

safety-training.org/contraindications.html.

Kemenkes RI. 2014. Buku Ajar Imunisasi. Jakarta

30

Anda mungkin juga menyukai