Anda di halaman 1dari 18

Pendahuluan

Bayi kurang bulan atau prematur dengan berat badan lahir rendah merupakan salah
satu masalah kesehatan yang wajib mendapat perhatian khusus dari pemerintah,tenaga-tenaga
medis,dan juga masyarakat sendiri.Kasus ini masih banyak terdapat di beberapa negara
terkhusunya di Indonesia.Penyebabnya sendiri salah satunya adalah gizi yang kurang dari ibu
sewaktu masa gestasi atau kehamilan.

Dalam kasus ini,bayi juga mengalami hiperbilirubinemia dengan khas bayi tampak
kuning,pada bagian kepala hingga dada.Penyebab dari hiperbilirubinemia ini sendiri adalah
belum berfungsinya hepar atau hati secara normal dalam mengolah bilirubin terutama
bilirubin indirek.Namun bayi kuning atau jaundice ini sendiri memiliki dua jenis yaitu
jaundice patologis atau jaundice fisiologis.

Dalam makalah ini juga akan dibahas penyebab,gejala klinik,dan penanganan serta
pencegahan dari masalah ini.Demikianlah makalah ini dibuat,apabila terdapat
kesalahan,penulis memohon maaf.Akhir kata,semoga makalah ini dapat bermanfaat.Terima
Kasih.

1
Anamnesis

1. Umur ibu

2. Riwayat hari pertama haid terakir


 
3.Riwayat persalinan sebelumnya
 
4.Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
 
5.Kenaikan berat badan selama hamil
 
7.Aktivitas
 
8.Penyakit yang diderita selama hamil
 
9.Obat-obatan yang diminum selama hamil

10.Warna urin bayi.

11.Riwayat inkompabilitas darah,riwayat transfusi tukar,atau terapi sinar pada bayi. 1

Pemeriksaan Fisik

1.Tanda-tanda vital.

2.Keadaan Umum,status gizi.

3.Status presens : Kojungtiva anemis,sklera ikterik,edema,kelopak mata,kloasma

gravidarum,jantung,paru,abdomen,mammae,dan lain-lain.

2
4.Inspeksi,untuk melihat :

a.Bentuk perut

b.Bekas luka atau operasi

c.Perubahan warna : Linea Nigra,Striae gravidarum

d.Tumor

5.Palpasi menggunakan cara Leopold,yang terbagi atas 4 bagian :

a.Leopold I : Untuk menentukan tinggi fundus uteri dan menentukan bagian


apa dari anak yang terletak dalam fundus.

b.Leopold II : Untuk menentukan dimana letak punggung anak ? Apakah


dikanan atau dikiri?

c. Leopold III : Untuk menentukan apa yang menjadi bagian bawah.

d. Leopold IV : Hanya dilakukan pada presentasi kepala. Untuk

menentukan seberapa jauh kepala masuk ke dalam panggung.

Tentukan juga letak janin dalam rahim :

a.Letak/Situs (lie) : Sumbu panjang janin terhadap sumbu panjang bujur ibu
(bujur atau lintang) 1

3
b.Attitude : Flexi atau defleksi

c.Posisi : letak denominator janin terhadap bagian ibu.

d.Presentasi : bagian terendah janin di jalan lahir.

6. Auskultasi ,kita letakkan alatnya pada punggung janin yang sudah kita tentukan
pada pemeriksaan leopold II tadi.Kita gunakan Laenec DJJ yang dapat di dengar pada
kehamilan 18-20 minggu atau Doppler yang dapat didengar pada 12 minggu.

7.Pemeriksaan Edema : untuk melihat apakah ada pitting edema pada kaki pasien. 1

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium :
1.    Pemeriksaan darah rutin,seperti:

o   Darah perifer lengkap, LED

o   Gula darah (tes toleransi glukosa oral)

o   Tes fungsi hati

o   Tes fungsi ginjal

o   Tes infeksi: Tes hepatitis B, VDRL/TPHA, HIV (jika perlu), TORCH (jika perlu)1

2.    Pemeriksaan urin (urinalisis). 

3.    Pada pasien berisiko kelainan down sydrome atau adanya kelainan kromosom lain
perlu dilakukan pemeriksaan:
-   Darah: PAPP-A, free bhCG pada minggu 11-14

-  Atau Darah tripple test : AFP, estriol, free bhCG pada minggu 16-20

-   CVS (chorionic villous sampling) pada minggu ke 10-12 è mengambil jaringan plasenta
(korion) untuk diperiksa kromosomnya. Jaringan diambil melalui vagina melalui mulut rahim
dipandu dengan USG 1

4
- Amniosentesis pada minggu 14-16 à mengambil air ketuban dari dinding perut dipandu
dengan usg untuk memeriksa kromosom janin 1

4.    Pemeriksaan Sitologi cairan vagina (termasuk pap smear, kultur resistensi


jamur/bakteri) dilakukan untuk mengetahui adanya infeksi kandida/trikomonas, infeksi
bakteriologis, atau kemungkinan keganasan serviks.1

5.    Pemeriksaan USG

Diagnosis Kerja : Neonatus kurang bulan-Kurang masa kehamilan dengan hiperbilirubinemia

Diagnosis banding : Inkompabilitas ABO,Sepsis 1

Gejala Klinik

A.Neonatus Kurang Bulan-Kurang Masa Kehamilan dengan Hiperbilirubinemia

- Bayi kecil
- pergerakan kurang dan masih lemah
- kepala lebih besar dari pada badan
- berat badan kelahiran kurang dari 2500 gr

1. Sindroma distress respiratori idiopatik


Terjadi pada 10% bayi kurang bulan. Nampak konsolidasi paru progresif akibat kurangnya
surfaktan yang menurunkan tegangan permukaan di alveoli dan mencegah kolaps. Pada
waktu atau segera setelah lahir bayi akan mengalami :
a) rintihan waktu inspirasi
b) napas cuping hidung
c) kecepatan respirasi leih dari 70/ menit
d) tarikan waktu inspirasi pada sternum ( tulang dada )
Nampak gambaran sinar- X dada yang khas bronkogrm udara dan pemeriksaan gas darah
menunjukkan :
a) kadar oksigen arteri menurun 1

5
b) konsentrasi CO2 meningkat
c) asidosis metabolic

 Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah
letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
 
Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus
(bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis,
gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis),warna kuning
(ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar
bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l. 2

B.Inkompabilitas ABO

1. Segera : nyeri lumbal, nyeri sternal dan nyeri di tempat masuknya darah, demam disertai
menggigil dan kekakuan, gelisah, mual, muntah, urtikaria, dispnea, dan hipotensi.

6
2. Lanjut : perdarahan yang tidak dapat diatasi, hemoglobinuria, oliguria sampai anuria,
ikterus dan anemia. Reaksi  hemolitik  dapat  juga  terjadi  akibat  penyimpanan darah yan
kurang baik, darah kadaluwars atau darah  yang sudah hemolisis karena terlalu
dipanaskan/terlalu didinginkan.2

C.Sepsis.
Sepsis neonatorum adalah sindroma (kumpulan gejala) klinis dari infeksi sistemik
pada bayi yang terjadi dalam bulan pertama kehidupan.

a. Gejala umum:
- Bayi tampak lemah / iritabel.
- Malas / tak mau minum
- Hipotermia / hipertermia
- Sklerema
- Sianosis
- Keadaan umum buruk 2

b. Gejala susunan saraf pusat:


- Letargi
- Iritabel
- Tremor
- Hiporefleksia
- Hipotoni
- Kejang
- Serangan apnoe

c. Gejala saluran pernapasan


- Dispneu
- Takipneu
- Apneu
- Sianosis

d. Gejala gastrointestinal:
- Muntah
- Diare

7
- Meteorismus
- Hepatoslenomegali 2

Epidemiologi
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di
dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau
sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di
negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan
berat lahir lebih dari 2500 gram (4). BBLR termasuk faktor utama dalam
peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan
dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan (1,2). Angka kejadian di
Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-
30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2
%. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini
lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju
Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7% 3

Etiologi

A.Bayi lahir prematur :

Bayi kembar lebih dari dua


Seorang calon ibu yang mengandung anak kembar dua, kembar tiga, atau
lebih, memiliki potensi yang lebih besar untuk melahirkan bayi-bayinya secara
prematur. Hal ini dapat disebabkan oleh merenggangnya rahim yang kelewat
lebar sehingga pada akhirnya, rahim tidak dapat ‘menampung’ bayi-bayi ini lebih
lama lagi.

Gaya hidup
Gaya hidup seorang ibu tentu akan memberikan dampak pada bayi yang
dikandungnya. Gaya hidup dari seorang ibu juga diyakini menjadi pemicu dari
persalinan prematur. Beberapa gaya hidup yang kurang sehat seperti merokok,

8
mengkonsumsi alkohol serta obat-obatan terlarang selama masa kehamilan dapat
memicu persalinan secara prematur. Kekurangan nutrisi serta stress yang
berlebihan juga dipercaya dapat menjadi salah satu penyebab seorang bayi
dilahirkan secara prematur. 3

Infeksi
Infeksi yang terjadi pada air ketuban maupun selaput yang membungkus
bayi dapat menyebabkan air ketuban pecah sebelum waktunya. Akibatnya, tubuh
si calon ibu pun akan bereaksi dan akan mengalami kontraksi persalinan.
Beberapa bukti juga menyebutkan bahwa infeksi yang dapat mempercepat proses
persalinan tidak hanya terjadi pada rahim, air ketuban, maupun selaput
pembungkus bayi. Infeksi yang terjadi pada gigi berlubang juga diketahui dapat
membuat bayi terlahir lebih cepat.

Penyakit yang diderita si ibu maupun si janin


Kondisi kesehatan yang komplex pada si ibu maupun si jabang bayi dapat
pula menjadi penyebab bayi terlahir secara prematur. Beberapa penyakit seperti
darah tinggi, anemia, diabetes, dipercaya dapat memicu persalinan prematur.
Selain itu, kondisi kesehatan si bayi itu sendiri juga   berpengaruh pada terjadinya
persalinan prematur. Jika bayi tidak berkembang sempurna atau mengalami cacat
bawaan, maka tubuh si ibu akan bereaksi sehingga persalinan prematur pun akan
terjadi. 3

Masalah pada tali pusar


Masalah yang terjadi pada tali pusar dapat memicu bayi terlahir secara
prematur. Bayi yang terlilit tali pusar misalnya. Harus segera dikeluarkan dari
tubuh si ibu untuk menyelamatkan keduanya.

Trauma
Trauma yang ditimbulkan akibat kecelakaan ataupun kekerasan selama masa
kehamilan akan memicu si ibu untuk melahirkan secara prematur. Air ketuban akan pecah
bahkan belum si bayi berkembang sempurna dan siap dilahirkan.

9
Penyebab bayi berat lahir rendah :
a. Faktor Ibu
1) Riwayat kelahiran prematur sebelumnya 
2) Gizi saat hamil kurang 
3) Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun 
4) Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
5) Penyakit menahun ibu : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah (perokok)
6) Perdarahan antepartum, kelainan uterus, Hidramnion
7) Faktor pekerja terlalu berat
8) Primigravida
9) Ibu terlalu muda 4

b. Faktor kehamilan
Hamil dengan hidramnion, hatnil ganda, perdarahan antepartum, komplikasi hamil seperti pre
eklamsia, eklamsi, ketuban pecah dini

c. Faktor Janin
Cacat bawaan, infeksi dalam rahim dan kehamilan ganda., anomali kongenital

d. Faktor Kebiasaan 
 Pekerjaan yang melelahkan, merokok

B.Hiperbilirubinemia :

Siklus sel darah merah pada bayi lebih pendek daripada orang dewasa. Ini berarti
lebih banyakbilirubin yang dilepaskan melalui organ hati bayi anda. Kadang-kadang hati bayi
belum cukup matang untuk mengatasi jumlah birubin yang berlebih.

Hiperbilirubin terjadi ketika organ hati bayi tidak bisa menghilangkan bilirubin dari


darah secara cepat. Bilirubin yang berlebih yang tidak dapat keluar dari tubuh kemudian
berkumpul pada kulit bagian putih bola mata.

Kejadian ini umum terjadi pada bayi dengan keadaan berikut:4

10
Tersering pada bayi yang memiliki golongan darah yang berbeda dengan ibunya, misalnya
ibu memiliki rhesus positif sedangkan bayi memiliki rhesus negatif atau ibu memiliki
golongan darah O sedangkan bayi memiliki golongan darah A, B, atau AB.

Bayi yang lahir prematur, karena kurang matangnya fungsi hati

Bayi yang memiliki kelainan pada hati dan gangguan kesehatan lainnya.

Bayi yang mengalami infeksi juga dapat mengalami gangguan fungsi hati

Bayi yang kekurangan cairan.

Bayi mengalami kekurangan enzym G6PD (Glukosa 6 Phospate Dehidrogenase), yaitu enzim
Yang bertugas memperkuat dinding sel darah merah.

Patofisiologi

Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup
bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan
(usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa
kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi karena adanya
gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu
seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang
menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.

b) Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak
mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal.
Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi normal, tidak menderita
sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan
melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan
yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering
melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi
bila ibu menderita anemia.

c) Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada di bawah

11
normal. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering
terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga
hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi
yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin
ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl selama trimester III. Kekurangan zat besi dapat
menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh
maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam
kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini
menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna
lebih tinggi. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko
morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan
prematur juga lebih besar.4

Patofisiologi Bayi kuning (Hiperbilirubinemia) :

A. Jaundice Fisiologi. Keadaan ini disebabkan oleh ketidakmampuan bayi dalam


menangani terjadinya peningkatan produksi bilirubin, karena fungsi-fungsi organnya
yang belum sempurna. Bayi akan terlihat kuning pada kurun waktu 24-72 jam setelah
lahir. Normalnya kadar bilirubin dalam darah pada bayi yang lahir cukup waktu akan
mencapai puncaknya di level 6-8 mg/dL pada hari ketiga lalu akan turun di hari
berikutnya. Sedangkan bayi dikatakan mengalami jaundice fisiologi jika peningkatan
kadar bilirubin mencapai 12 mg /dL, dan tidak lebih dari 15 mg/dL. Setelah hari ke-14
bayi sudah tidak tampak kuning lagi.Dalam keadaan jaundice fisiologi sebenarnya
tidak dibutuhkan perawatan, hanya saja peran sang ibu sangat dibutuhkan. Dalam hal
ini, ibu harus senantiasa menyusui bayinya. Bayi yang kuning harus disusui secara
eksklusif, tanpa tambahan asupan yang lain, baik itu air atupun dextrose. Pada
dasarnya jaundice fisiologi tidak berbahaya, pemberian ASI akan sangat membantu
bayi dalam menangani tingginya kadar bilirubin dalam tubuhnya.

B. Jaundice Patologi. Pada keadaan ini kadar bilirubin sudah melebihi 17 mg/dL,
sehingga harus segera diobservasi penyebabnya dan juga dibutuhkan penanganan
khusus, seperti fototerapi. Jika bayi terlihat kuning dalam kurun waktu 24 jam,
peningkatan kadar bilirubin melebihi batas normal (5 mg/dL/hari), dan bayi masih
terlihat kuning bahkan setelah 3 minggu usia kelahirannya, maka hal tersebut sudah

12
dikategorikan sebagai jaundice patologi. Tidak hanya itu, feses bayi yang seperti
tanah liat dan urine-nya yang berwarna gelap sehingga pakaian bayi menjadi kuning
adalah tanda lain dari jaundice patologi. Pada jaundice patologi juga akan didapati
kadar bilirubin yang lebih dari 2 mg/dL ketika sampel darah diambil kapan saja /
direct bilirubin (tidak ada interval waktu).Semua bayi yang mendapat perawatan
fototerapi harus melalui serangkaian pengujian, seperti tes golongan darah dan
Coombs’ test (uji deteksi antibodi dan protein komplemen pada penyakit hemolitik
pada bayi yang baru lahir, untuk lebih lengkapnya lihat di Wikipedia); perhitungan
darah komplit dan smear for hemolysis serta morfologi sel darah merah; perhitungan
retikulosit dan estimasi enzim G6PD. Hal tersebut dilakukan guna mengetahui
penyebab jaundice pada si kecil. Pengulangan pengukuran kadar bilirubin dalam
darah, biasanya pada interval 24 jam, harus dilakukan selama bayi difototerapi.4

Penatalaksanaan
1.Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi prematuritas akan cepat kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia, karena pusat
pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah, dan
permukaan badan relatif luas. Oleh karena itu, bayi prematuritas harus dirawat di dalam
inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bila belum memiliki inkubator,
bayi prematuritas dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi
air panas atau menggunakan metode kangguru yaitu perawatan bayi baru lahir seperti bayi
kanguru dalam kantung ibunya. Caranya: Bayi diletakkan dalam dekapan ibu dengan kulit
menyentuh kulit, posisi bayi tegak, kepala miring ke kiri atau ke kanan. Cara – cara diatas
dilakukan agar panas badan bayi dapat dipertahankan. 5

2.Pengawasan Nutrisi atau ASI 


Alat pencernaan bayi premature masih belum sempurna, lambung kecil, enzim pecernaan
belum matang. Sedangkan kebutuhan protein 3 sampai 5 gr/ kg BB (Berat Badan) dan kalori
110 gr/ kg BB, sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3
jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung. Reflek menghisap masih
lemah, sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi dengan frekuensi
yang lebih sering. 
ASI merupakan makanan yang paling utama, sehingga ASIlah yang paling dahulu diberikan.

13
Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok
perlahan-lahan atau dengan memasang sonde menuju lambung. Permulaan cairan yang
diberikan sekitar 200 cc/ kg/ BB/ hari. 

3 Pencegahan Infeksi 
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih lemah,
kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan antibodi belum sempurna. Oleh karena
itu, upaya preventif dapat dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi
persalinan prematuritas / BBLR. Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi
prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik.5

4 Penimbangan Ketat 
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan erat kaitannya
dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan
ketat. 

5.Terapi Sinar (fototerapi). Fototerapi dilakukan dengan cara meletakkan bayi yang hanya
mengenakan popok (untuk menutupi daerah genital) dan matanya ditutup di bawah lampu
yang memancarkan spektrum cahaya hijau-biru dengan panjang gelombang 450-460 nm.
Selama fototerapi bayi harus disusui dan posisi tidurnya diganti setiap 2 jam. Pada terapi
cahaya ini bilirubin dikonversi menjadi senyawa yang larut air untuk kemudian diekskresi,
oleh karena itu harus senantiasa disusui (baik itu langsung ataupun tidak langsung).
Keuntungan dari fototerapi ini adalah non-invasiv (tidak merusak), efektif, relative tidak
mahal, dan mudah dilaksanakan. Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya
sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi,
bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus
diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tak
terus meningkat sehingga menimbulkan risiko yang lebih fatal.  Sinar yang digunakan pada
fototerapi berasal dari sejenis lampu neon dengan panjang gelombang tertentu. Lampu yang
digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah
kaca yang disebut flexy glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga
intensitasnya lebih efektif. Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada
tubuh bayi. Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kelamin harus ditutup dengan
menggunakan kain kasa. Tujuannya untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari lampu-

14
lampu tersebut. Seperti diketahui, pertumbuhan mata bayi belum sempurna sehingga
dikhawatirkan akan merusak bagian retinanya. Begitu pula alat kelaminnya, agar kelak tak
terjadi risiko terhadap organ reproduksi itu, seperti kemandulan. Pada saat dilakukan
fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah; telentang lalu telungkup agar penyinaran
berlangsung merata. Dokter akan terus mengontrol apakah kadar bilirubinnya sudah kembali
normal atau belum. Jika sudah turun dan berada di bawah ambang batas bahaya, maka terapi
bisa dihentikan. 6

6.Terapi Transfusi. Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin
terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan terapi transfusi
darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak (kern
ikterus).

7.Terapi Obat-obatan. Misalnya, obat phenobarbital atau luminal untuk meningkatkan


pengikatan bilirubin di sel-sel hati sehingga bilirubin yang sifatnya indirect berubah menjadi
direct. Ada juga obat-obatan yang mengandung plasma atau albumin yang berguna untuk
mengurangi timbunan bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati. Biasanya
terapi ini dilakukan bersamaan dengan terapi lain, seperti fototerapi. Jika sudah tampak
perbaikan maka terapi obat-obatan ini dikurangi bahkan dihentikan. Efek sampingnya adalah
mengantuk. . Akibatnya, bayi jadi banyak tidur dan kurang minum ASI sehingga
dikhawatirkan terjadi kekurangan kadar gula dalam darah yang justru memicu peningkatan
bilirubin. Disamping itu manfaat atau efek dari pemberian obat biasanya terjadi setelah 3 hari
pemberian obat.7

15
8.Menyusui Bayi dengan ASI.  Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan
feses dan urin. Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI
memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar dan kecilnya.
Akan tetapi, pemberian ASI juga harus di bawah pengawasan dokter karena pada beberapa
kasus, ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk jaundice). Di dalam
ASI terdapat hormon pregnandiol  yang dapat mempengaruhi kadar bilirubinnya.

Komplikasi

-  Hipotermia

-       Hipoglikemia

-       Hiperbilirubin / ikterus

-       Sindroma gawat nafas

-       Infeksi

-       Perdarahan intrakranial

- Kernicterus 8

Pencegahan
1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun
kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko,
terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan,
dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu

2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim,


tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka
dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik
3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat
(20-34 tahun)
4. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan
pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses
terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil. 8

16
Kesimpulan

Bayi berusia 34 minggu gestasi lahir spontan pervaginam dengan berat 2000
gram,tampak kuning dari kepala hingga dada di diagnosis Bayi kurang bulan-kurang
masa kehamilan dengan hiperbilirubunemia.Bayi kuning atau hiperbilirubinemia
memiliki 2 jenis yaitu fisiologi dan patologis.Penanganan dalam kasus ini dilakukan
untuk menangani berat lahir rendah dan juga hiperbilirubinemia-nya.

17
Daftar Pustaka

1.Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Bayi Berat Lahir Rendah. Dalam : Standar
Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta ; 2006.h.307-11.

2.Manuaba IBG. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta:
EGC;2006.h.245-51.

3.Mark A.Reber,Peter P Toth,Robert L.Herting.Buku Saku Dokter


Keluarga.Jakarta:EGC;2006.h.30-7.

4.Jumiarni Ilyas,Sri Mulyati,Nurlina S.Asuhan Keperawatan


Perinatal.Jakarta:EGC;2008.h.50-8.

5.Soetjiningsih.Tumbuh Kembang Anak.Jakarta:EGC;2007.h.20-5.

6.Kenneth J Leveno.Obstetri Williams.Jakarta:EGC;2009.h.293-5

7.Wilms,Janice L.Diagnosis Fisik.Jakarta:EGC;2005.h.112-4.

8.Sulaiman Sastrawinata.Ilmu Kesehatan Reproduksi.Jakarta:EGC;2006.h.12-4.

18

Anda mungkin juga menyukai