Anda di halaman 1dari 21

Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan Bayi Berat

Lahir Rendah dengan Hiperbilirubinemia


Christine Laurenza S
102012038
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat
e-mail: christine.sirait@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan

Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi usia 0 28 hari. Periode neonatal adalah periode yang
sangat penting dalam kehidupan. Dari penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 50 %
kematian bayi terjadi pada periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan. Kurang
baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan
yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian .misalnya sebagai akibat
hipotermi pada bayi baru lahir dapat terjadi cold stress yang selanjutnya yang dapat
menyebabkan hipoksemia atau hipoglikemia dan mengakibatkan kerusakan otak, akibat
selanjutnya adalah perdarahan otak, syok, beberapa bagian tubuh mengeras dan
keterlambatan tumbuh kembang.1

Pada bayi baru lahir, berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi. Rata-rata
berat bayi normal (usia gestasi 37 sampai 42 minggu) adalah 3200 gram. Secara umum, bayi
berat lahir rendah (BBLR) dan bayi berat berlebih ( 3800 gram) lebih besar risikonya untuk
mengalami masalah. Selain itu, masalah gestasi juga merupakan indikator kesejahteraan bayi
baru lahir, karena semakin cukup umur kehamilan semakin baik kesejahteraan bayi.1

Menurut hubungan berat lahir/umur kehamilan, berat bayi baru lahir dapat dikelompokkan
menjadi: Sesuai Masa Kehamilan (SMK), Kecil Masa Kehamilan (KMK), dan Besar Masa
Kehamilan (BMK), dengan cara yang sama berdasarkan umur kehamilan saja bayi-bayi dapat
digolongkan menjadi bayi kurang bulan, cukup bulan, atau lebih bulan.1

Bayi kurang bulan (BKB) adalah bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi kurang dari 37
minggu atau kurang dari 259 hari. Masalah lebih sering dijumpai pada bayi kurang bulan
(BKB) dan BBLR disbanding dengan bayi cukup bulan (BCB) dan berat badan lahir normal.1

Pada neonatus sering sekali terjadi ikterus neonatorum (Ikterus: kuning , Neonatorum: bayi
baru lahir) adalah kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru
lahir karena adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan selaput mata sebagai akibat
peningkatan kadar bilirubin dalam darah (disebut juga hiperbilirubinemia dimana keadaan
kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL.), secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak
bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL. Warna kekuningan pada bayi baru lahir
umumnya merupakan kejadian alamiah (fisologis), namun adakalanya menggambarkan suatu

1 | Page
penyakit (patologis). Bayi berwarna kekuningan yang alamiah (fisiologis) atau bukan karena
penyakit tertentu dapat terjadi pada 25% hingga 50% bayi baru lahir cukup bulan (masa
kehamilan yang cukup), dan persentasenya lebih tinggi pada bayi prematur.2

Dalam hal ini peran ibu tidak dapat diabaikan, jadi perhatian khusus pada kehamilan penting
untuk dilakukan. Salah satu yang penting adalah penentuan umur kehamilan, bisa dilakukan
mulai dari antenatal sampai setelah persalinan. Pada masa antenatal ditentukan dengan cara
sederhana yaitu dengan menghitung Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) dan kejadian-
kejadian selama kehamilan yang penting.1 Pada makalah ini akan membahas lebih tentang
neonatus atau bayi kurang bulan sesuai masa kehamilan dengan berat bayi lahir rendah dan
ikterus fisiologis.

Isi
Skenario 16

Bayi berusia 34minggu gestasi lahir spontan pervaginam dengan berat 2000gr dan ketuban
sedikit keruh. Bayi menagis kuat, aktif, denyut jantung 140x/menit, (+) refleks bersin dengan
ekstremitas sedikit biru. Setelah 48jam dirawat gabung dengan ibunya bayi tampak kuning
dari kepala hingga dada namun kuat menyusu.

Anamnesis

Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat


dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap
orang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagai
aloanamnesis. Termasuk didalam aloanamnesis adalah semua keterangan dokter yang
merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya
sendiri. Oleh karena bayi dan sebagian besar anak belum dapat memberikan keterangan,
maka dalam bidang kesehatan anak aloanamnesis menduduki tempat yang j auh lebih
penting dari pada autonamnesis.3 Beberapa hal yang perlu ditanyakan adalah antara lain:
Identitas pasien
Keluhan utama
Apakah bayi lahir cukup bulan?
Berapa berat badan bayi saat lahir?
Pada usia berapa timbul kekuning pada wajah dan dadan bayi?
Apakah ada riwayat inkompatilitas darah, transfuse tukar atau terapi sinar?
Bagaimana kondisi kesehatan ibu saat hamil?
Apakah ibu pernah mengkonsumsi obat-obatan selama masa kehamilan?
Apakah bayi lahir pervaginam atau sectio caesaria?
Apakah ada trauma lahir?

2 | Page
Apakan ada penundaan pengikatan tali pusat?
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit keluarga
bagaimana pemberian ASI?
Imunisasi apa saja yang sudah didapat bayi?

Pemeriksaan Fisik pada Bayi Baru Lahir

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis penyakit tersebut berdasarkan
anamnesis adalah pemeriksaan keadaan umum. Khusus pada neonatus maka harus dilakukan
antropometri seperti tinggi badan, berat badan dan lingkar lengan atas. Hasil pemeriksaan
fisik yang didapat dari skenario 34 minggu gestasi , berat 2000 gram. Bayi menangis kuat,
aktif, denyut jantung 140x/ menit, (+) reflex bersin dengan ekstremitas sedikit biru. Bayi
tampak kuning dari kepala hingga dada, namun kuat menyusu dan aktif.4

Segera setelah bayi lahir, pemeriksaan yang singkat dan teliti pada wajah, mata, mulut, dada,
abdomen, tulang belakang, dan ekstremitas harus dapat menyingkirkan kelainan mayor.
Tangisan yang kuat serta warna kemerahan pada wajah dan tubuh menunjukkan penyesuian
diri yang baik terhadap kehidupan yang independen.4

Sebelum melakukan pemeriksaan, wajib mencuci tangan. Pemeriksaan dilakukan dari kepala
hingga kaki agar sistematis dan teratur. Pemeriksaan dilakukan menurut kesempatan apabila
bayi tenang, jantung dan paru dapat diperiksa, lalu bila bayi menangis, pemeriksa dapat
melihat palatum dan mencetuskan rangsang isap, telan, dan muntah.4

Sebelum pemeriksaan dimulai, suhu aksila neonates harus dalam kisaran normal yaitu 36,5-
37,2o C. Mata periksa dengan oftalmoskop untuk melihat refleks merah dan bagian luar mata
seperti kornea, sklera, dan konjungtiva apakah ada perdarahan atau kuning, iris, bilik mata
depan, dan pupil. Telinga lihat letak meatus akustikus eksternus dengan senter untuk melihat
patensinya. Tangan periksa jari tambahan, garis tangan palmar. Mulut bibir harus berwarna
merah muda dan berbentuk melengkung, merasakan bagian dalam mulut anak dengan satu
jari, mulut anak harus lembap dan hangat, serta meraba atap mulut untuk memeriksa palatum
mole dan palatum durum, melihat warna membran mukosa yaitu merah muda.4

Auskultasi jantung, denyut jantung normal 110-160 kali/menit namun dapat menurun sampai
80 kali/menit selama tidur. Murmur jantung. Punggung & Tulang belakang periksa dari atas
sampai bawah. Tonus otot amati pergerakan keempat ekstremitas. Rasakan ketika
menggendong (jaga kepala ketika mengangkat bayi). Pada posisi telungkup, bayi aterm
(cukup bulan) akan mengangkat kepalanya ke posisi horizontal.4

Pernapasan dan pergerakan amati adanya gawat napas. Peningkatan laju dinding dada
pernapasan,napas cuping hidung, grunting (napas berbunyi), retraksi dada (sternal dan
interkostal).4

3 | Page
Kulit dilihat warna kulit, perfusi, tekstur, tonus dan turgor kulit dan kemunculan tanda lahir.
Genitalia periksa testis di dalam skrotum dan penis normal pada bayi laki-laki serta anatomi
normal pada bayi perempuan. Anus harus berada di garis tengah. Pastikan keluarnya
mekonium untuk menyingkirkan dugaan diagnosis anomali anorektal. Pemeriksaan dengan
jari tidak boleh dilakukan secara rutin pada bayi baru lahir. Kaki pastikan terdapat dua
tungkai yang bergerak bebas. Pada tiap tungkai, rasakan femur, lutut, dan sendi engsel;
ekstremitas bawah dan tibia serta fibula ke bawah hingga mencapai sendi pergelangan kaki
dan kaki. Periksa kelima jari kaki apakah bantalan kuku utuh.4

Refleks uji refleks bertujuan memastikan bahwa perkembangan neurologi berjalan normal
atau guna mengidentifikasi setiap masalah. Refleks moro biasanya diperiksa terakhir, refleks
ini dicetuskan dengan mengangkat bayi ke depan hingga dagunya menempel di dada.
Dengan satu tangan menopang kepala bayi, biarkan kepala bayi jatuh ke belakang di atas
tangan kedua. Ketika bayi jatuh ke belakang, reaksi yang normalnya mereka buat adalah
melambai-lambaikan lengan ke arah luar lalu membawanya ke depan menuju garis tengah.
Selain menilai tonus bayi dan kemampuannya menyokong kepala, refleks menggenggam
dapat dinilai pula dari pemeriksaan ini.4

Antropometri4

1. Lingkar Kepala
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara praktis, biasanya
untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala.
Contohnya hidrosefalus dan mikrosefalus. Lingkar kepala dihubungkan denganukuran otak
dan tulang tengkorak. Ukuran otak meningkat secara cepat selama tahun pertama, tetapi besar
lingkar kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi. Bagaimanapun ukuran otak
dan lapisan tulang kepala dan tengkorak dapat bervariasi sesuai dengan keadaan gizi.Dalam
antropometri gizi rasio Lika dan Lida cukup berarti dan menentukan KEP pada anak. Lika
juga digunakan sebagai informasi tambahan daam pengukuran umur. Lingkar kepala bayi
baru lahir normalnya 31-36 cm.

2. Lingkar Dada
Biasa digunakan pada anak umur 2-3 tahun, karena pertumbuhan lingkar dada pesat
sampai anak berumur 3 tahun. Rasio lingkar dada dan kepala dapat digunakan sebagai
indikator KEP pada balita. Pada umur 6 bulan lingkar dada dan kepala sama. Setelah umur ini
lingkar kepala tumbuh lebih lambat daripada lingkar dada. Pada anak yang KEP terjadi
pertumbuhan lingkar dada yang lambat rasio lingkar dada dan kepala < 1. Ada juga yang
menyatakan bahwa lingkar dada normal pada bayi baru lahir adalah 30-33cm.

3. Panjang Badan

Untuk anak usia < 2 tahun, pemeriksaan panjang badan dilakukan dengan bayi/anak
terlentang di atas papn ukuran, tanpa sepatu, atau topi. Diusahakan agar tubuh bayi lurus.
Panjang badan diukur dengan meletakkan verteks bayi pada kayu yang tetap, sedangkan kayu
yang dapat bergerak menyentuh tumit bayi. Pengukuran langsung dengan tali pengukur tidak

4 | Page
akurat hasilnya, kecuali ada asistent yang memegang kaki bayi agar tidak bergerak dengan
panggul dan lutut lurus. Berkurangnya kurva pertumbuhan badan memperlihatkan adanya
kondisi kronik dan kelainan endokrin. Membandingkan kurva ini dengan srandard normal
adalah sangat penting. Panjang badan normal bayi baru lahir adalah 44-53 cm.

Nilai Apgar5

Penilaian yang cepat merupakan keharusan dalam beberapa detik pertama setelah lahir ketika
tali pusat diklem. Tonus otot dan aktivitas dapat dinilai bahkan sebelum pelahiran tubuh
secara lengkap. Sebagian besar bayi berwarna kebiruan pada saat lahir, tetapi cepat berubah
menjadi merah muda dengan adanya pernapasa efektif untuk oksigenasi ujung-ujung
ekstremitas. Palpasi pulsasi tali pusat atau auskultasi dada selama 15 detik akan memberikan
data denyut jantung sementara.

Parameter-parameter ini dikombinasikan untuk penilaian skrining terhadapr kemampuan


penyesuaian segera bayi baru lahir, dikenal sebagai nilai apgar, yang dicatat 1 dan 5 menit
setelah lahir. Sistem skoring ini menggunakan angka antara 0 dan 2 untuk setiap kategori dari
5 kategori yang ada, meliputi warna, tonus, upaya bernapas, aktivitas refleks dan denyut
jantung. Nilai Apgar terbaik mungkin adalah 10; nilai terendah adalah 0.

Hasil interpretasi nilai ini sering menuntun tindakan segera: > 7 dianggap normal, 4-6
membahayakan dan 0-3 merupakan kedaruratan medis. Nilai ini dapat dicatat setiap 5 menit
sampai mencapai nilai 7 atau lebih. Karena itu nilai Apgar yang dicatat sebagai 1, 3, 5, 8
diinterpretasikan sebagai 1 pada saat 1 menit, 3 pada saat 5 menit, 5 pada saat 10 menit dan 8
pada saat 15 menit.

Nilai Apgar bukan merupakan tolak ukur yang baik untuk asfiksia atau untuk hasil jangka
panjang. Terlebih lagi, kelompok neonatus tertentu tidak akan memberi nilai yang baik,
seperti bayi kurang bulan (karena neonatus belum mengalami perkembangan neuromuskular
yang memadai), janin yang mendapat narkotika dan janin yang mengalami trauma. Berbagai
masalah yang mempengaruhi janin termasuk anastesi umum pada ibu yang cukup untuk
menganastesikan janin. Bayi baru lahir yang mendapat narkotika mungkin tidka mempunyai
tonus, tidak ada upaya bernapas, tidak ada aktivitas refleks dan berwarna biru. Namun, bayi
tersebut mungkin mempunyai denyut jantung yang baik dengan nilai Apgar 2 dan pH tali
pusat normal serta tidak ada asfiksia. Tentu saja, asfiksia akan segera terjadi jika bantuan
pernapasan tidak diberikan sampai tercapai pemulihan hingga dapat bernapas spontan.

5 | Page
Tabel 1. Sistem skor apgar4

Ballard Score5

Ballard Score adalah untuk menentukan usia gestasi bayi baru lahir melalui penilaian
neuromuskular dan fisik. Penilaian neuromuskular meliputi postur, square window, arm
recoil, sudut popliteal, scarf sign dan heel to ear maneuver. Penilaian fisik yang diamati
adalah kulit, lanugo, permukaan plantar, payudara, mata/telinga, dan genitalia.

1. Penilaian maturitas neuromuskular


a. Postur: tonus otot tercermin dalam postur tubuh bayi saat istirahat dan adanya
tahanan saat otot diregangkan. Ketika pematangan berlangsung, berangsur-angsur
janin mengalami peningkatan tonus fleksor pasif dengan arah sentripetal, dimana
ekstremitas bawah sedikit lebih awal dari ekstremitas atas. Pada awal kehamilan
hanya pergelangan kaki yang fleksi. Lutut mulai fleksi bersamaan dengan
pergelangan tangan. Pinggul mulai fleksi, kemudian diikuti dengan abduksi siku,
lalu fleksi bahu. Pada bayi prematur tonus pasif ekstensor tidak mendapat
perlawanan, sedangkan pada bayi yang mendekati matur menunjukkan
perlawanan tonus fleksi pasif yang progresif. Untuk mengamati postur, bayi
ditempatkan terlentang dan pemeriksa menunggu sampai bayi menjadi tenang
pada posisi nyamannya. Jika bayi ditemukan terlentang, dapat dilakukan
manipulasi ringan dari ekstremitas dengan memfleksikan ekstensi atau sebaliknya.
Hal ini akan memungkinkan bayi menemukan posisi dasar kenyamanannya. Fleksi
panggul tanpa abduksi memberikan gambaran seperti posisi kaki kodok.
b. Square window: fleksibilitas pergelangan tangan dan atau tahanan terhadap
peregangan ekstensor memberikan hasil sudut fleksi pada pergelangan tangan.
Pemeriksa meluruskan jari-jari bayi dan menekan punggung tangan dekat dengan
jari-jari dengan lembut. Hasil sudut antara telapak tangan dan lengan bawah bayi
dari preterm hingga poster diperkirakan berturut-turut > 900, 900, 600, 450, 300 ,dan
0
c. Arm recoil: fleksor pasif dari tonus otot biseps dengan mengukur sudut mundur
singkat setelah sendi siku difleksi dan ekstensikan. Bayi terlentang, pegang kedua

6 | Page
tangan bayi, fleksikan lengan bagian bawah sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu
rentangkan kedua lengan dan lepaskan.
d. Popliteal angle: pematangan tonus fleksor pasif sendi lutu dengan menguji
resistensi ekstremitas bawah terhadap ekstensi. Dengan bayi berbaring terlentang,
dan tanpa popok, paha ditempatkan lembut di perut bayi dengan lutut tertekuk
penuh. Setelah bayi rileks, pegang kaki satu sisi dengan lembut dengan satu
tangan sementara mendukung sisi paha dengan tangan lain.
e. Scarf sign: menguji tonus pasif fleksor gelang bahu.
f. Heel to ear: tonus pasif otot fleksor pada gelang panggul dengan memberikan
fleksi pasif atau tahanan terhadap otot-otot posterior fleksor pinggul.

Gambar 1. Kriteria Neuromuskular5

Klasifikasi Lubchenco4
Lubchenco mengatakan bahwa pertumbuhan janin itu normal kalau berat badannya terletak
antara persentil ke-10 dan persentil ke 90. Bila terletak di bawah persentil ke-10 disebut kecil
untuk masa kehamilan (KMK), sedangkan bila terletak di atas persentil ke-90 disebut besar
untuk masa kehamilan (BMK). Bila berat badan lahir bayi terietak di antara persentil ke-10
dan persentil ke-90 disebut sesuai untuk masa kehamilan (SMK) atau bayi normal.

Masa gestasi atau umur kehamilan adalah masa sejak terjadinya konsepsi sampai dengan saat
kelahiran, dihitung dari hari pertama haid terakhir.

Berat lahir adalah berat bayi ditimbang dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir. Pengukuran
ini dilakukan di tempat fasilitas (Rumah Sakit, Puskesmas, Polindes), sedang bayi yang lahir
di rumah waktu pengukuran berat badan dapat dilakukan dalam waktu 24 jam.

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir < 2500
gram tanpa memandang masa gestasi.

7 | Page
Bayi Berat Lahir Cukup/Normal adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir > 2500
4000 gram.

Bayi Berat Lahir Lebih adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir > 4000 gram.

Bayi Kurang Bulan (BKB) adalah bayi dilahirkan dengan masa gestasi < 37 minggu (< 259
hari).

Bayi Cukup Bulan (BCB) adalah bayi dilahirkan dengan masa gestasi antara 37 42 minggu
(259-293 hari).

Bayi Lebih Bulan (BLB) adalah bayi dilahirkan dengan masa gestasi > 42 minggu (294 hari).

Bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)disebut juga small for gestational age/SGA
adalah bayi dilahirkan dengan berat lahir (< 10 persentil) menurut grafik Lubchenco.

Bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK) disebut juga large for gestational age/LGA
adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir > 10 persentil menurut grafik Lubchenco.
Perhatikan gambar

Grafik Lubchenco (sumber: http://www.nature.com/pr/journal/v45/n4-


2/fig_tab/pr19991327f1.html)

Derajat Ikterus

Pada bayi baru lahir perlu diperhatikan juga apakah mengalami ikterus atau tidak, karena
hampir selalu BBL mengalami ikterus. Pemeriksaan derajat kuning (ikterus) pada BBL secara
klinis, sederhana, dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer. Caranya dengan jari
telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,
dada, lutut, dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian

8 | Page
kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah
diperkirakan kadar bilirubinnya.Perhatikan tabel 2.6

Tabel 2. Derajat Ikterus pada Neonatus Menurut Kramer

Zona Bagian tubuh yang kuning Rata-rata serum bilirubin


indirek (mol/L)
1 Kepala dan leher 100
2 Pusat-leher 150
3 Pusat-paha 200
4 Lengan + tungkai 250
5 Tangan + kaki > 250

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini dilakukan hanya untuk menyingkirkan different diagnosis yang ada:7

Bilirubin indirect dan direct, bayi baru lahir pada minggu pertama >2mg/dL dan
mengalami peningkatan setelah mendapat ASI (7-14mg/dL),tetapi untuk bayi kurang
bulan yang mendapat susu formula,akan mengalami kenaikan yang lebih tinggi dan
lebih lama
Darah lengkap, terutama yang diperiksa leukosit,untuk mengetahui apakah anak
terkena infeksi atau tidak ( karena ketuban ibu berwarna keruh)
Test Coombs, uji coombs langsung yang dilakukan pada eritrosit neonatus biasanya
memberikan hasil positif tetapi hasil coombs yang negative tidak menyingkirkan
adanya penyakit hemolitik isoimun, dan adanya sferosit pada pulasan darah, yang
kadang-kadang memberi kesan adanya sferositosis herediter (jika didapatkan
inkompabilitas ABO)

Diagnosis
Sesuai dengan skenario dimana bayi lahir pada usia gestasi 34 minggu dengan berat badan
lahir 2000 gram, maka diagnosis kelahiran bayi ini adalah kelahiran kurang bulang (bayi
kurang bulan/BKB). Namun melihat berat badan lahir yang sudah mencapai 2000 gram, bila
lihat sesuai usia gestasi (dengan grafik Lubchenco) maka bayi tersebut sesuai dengan masa
kehamilan (SMK), tetapi berat badan lahirnya tergolong rendah ( < 2500 gram, atau BBLR).
Dari pengamatan awal terlihat bayi menangis kuat (nilai 2), aktif (nilai 2), denyut jantung 140
kali/menit (nilai 2), refleks bersin positif (nilai 2), dengan ekstremitas sedikit biru (nilai 1),
maka jumlah nilai APGAR adalah 9, berarti nilainya baik. Namun setelah 48 jam tampak
ikterus, berarti merupakan ikterus fisiologis.

Prematuritas

Menurut WHO bayi prematur adalah bayi yang lahir hidup sebelum usia kehamilan 37
minggu (dihitung dari hari pertama haid terakhir) tanpa memperhatikan berat badan. Berat
badan lahir rendah dikelompokan sebagai berikut: 1) bayi berat badan lahir amat sangat

9 | Page
rendah (BBLASR), yaitu bayi yang lahir dengan berat badan < 1000 gram, 2) bayi berat
badan lahir sangat rendah (BBLSR), yaitu bayi yang lahir dengan berat badan < 1500 gram,
dan 3) bayi berat badan lahir rendah (BBLR), yaitu bayi yang lahir dengan berat badan 1500-
2500 gram.8

Hiperbilirubinemia

Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan
(prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia
kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa
kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi karena adanya
gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu
seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang
menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang. Gizi yang baik diperlukan seorang ibu
hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan
bayi dengan berat normal.1

Ikterus (kulit berwarna kuning) terdapat pada kira-kira 50% dari semua bayi baru lahir.
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi (kadar >1,0-1,5 mg/dl) terjadi pada hampir semua bayi.
Hiperbilirubinemia fisiologis dan patologis penting untuk dibedakan sehingga dapat
diberikan terapi yang tepat.3

Bilirubin terutama dihasilkan dari pemecahan produk hem sel darah merah. Bilirubin bebas
cepat berikatan dengan albumin dan dihantarkan ke hari, kemudian dikonjugasikan dengan
asam glukuronat membentuk produk yang dapat larut air untuk dikeluarkan ke dalam
empedu. Ketika berada dalam usus, bilirubin menjadi tak terkonjugasi dan dapat diserap
kembali melalui sistem portal, berubah menjadi urobilinogen dan diekskresikan melalui
ginjal atau dieksresikan dalam feses.3

Hiperbilirubinemia fisiologis dapat mencapai 12 mg/dl pada bayi cukup bulan (puncak rata-
rata pada umur 3 hari) dan 14 mg/dl pada bayi kurang bulan dengan puncak rata-rata pada
umur lebih tua (5hari). Perhatikan bahwa kadar fisiologis tidak menyingkirkan risiko adanya
efek yang membahayakan (terutama pada bayi prematur). Peningkatan bilirubin terkonjugasi
(kadar>1,5-2 mg/dl) tidak pernah fisiologis.3

Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang
memiliki karakteristik sebagai berikut:3

1. Timbul pada hari ke 2 dan ke-3 dan tampak jelas pada hari ke-5 dan ke-6.
2. Kadar Bilirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus
cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
4. Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
5. Ikterus hilang pada 10 hari pertama
6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu
7. Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik.

10 | P a g e
Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam
darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau
tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis.
Karakteristik ikterus patologis sebagai berikut:3

1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan.


2. Ikterus menetap sesudah bayi berumur 10 hari ( pada bayi cukup bulan) dan lebih dari
14 hari pada bayi baru lahir BBLR.
3. Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg % pada bayi kurang bulan (BBLR) dan
12,5 mg% pada bayi cukup bulan.
4. Bilirubin direk lebih dari 1mg%.
5. Masa gestasi <37 minggu
6. Peningkatan bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam.
7. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-
PD, dan sepsis).

Diagnosis Banding

1. Sepsis
Karena sistem imun belum seluruhnya berkembang pada bayi baru lahir, infeksi
merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang lebih umum. Angka
kematian lebih tinggi pada bayi kurang bulan dibanding bayi cukup bulan. Sepsis dan
pneumonitis terutama terjadi dalam beberapa hari pertama kehidupan. Meningitis dan
infeksi saluran kemih lebih sering terjadi setelah minggu pertama.5

Banyak bayi dilahirkan kurang bulan karena korioamnionitis dan terinfeksi sebelum atau
saat lahir. Sulit menentukan organisme penyebab pada neonatus karena beberapa alasan:
hanya sedikit sampel darah yang tersedia untuk biakan (1 ml atau kurang), organisme
mungkin bakteri (aerobik atau anaerobik), jamur atau virus, dan kontaminasi kulit relatif
umum terjadi karena sulitnya mendapat darah yang mengalir bebas. 5

Temuan laboratorium pada infeksi neonatal meliputi leukositosis (leukosit >30.000),


leukopenia (leukosit<5000), peningkatan neutrofil imatur (pergeseran ke kiri, imatur:
neutrofil total >0,2), trombositopenia (trombosit <100.000), asidosis metabolik dan
peningkatan leukosit dalam cairan serebrospinal (>30). Thorax foto dapat menunjukkan
pneumonitis dan pewarnaan gram aspirat trakea dapat menunjukkan adanya organisme.
Biakan dan pewarnaan gram isi lambung segera setelah lahir dapat menunjukkan adanya
amnionitis terapi tidak selalu menunjukkan infeksi neonatal. Karena streptokokus beta-
hemolitikus grup B merupakan bakteri penyabab infeksi yang paling umum pada
neonatus, uji aglutinasi lateks pada darah, urin dan cairan serebrospinal dapat membantu,
terutama jika hasil biakan negatif. Pengobatan berupa antibiotika berspektrum luas sampai
organisme penyebab diisolasi dan sensitivitas antibiotika dapat ditentukan.5

2. Inkompabilitas Rhesus (Rh)


Kelainan hemolitik ini dapat disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rh. Faktor Rh ini
bersifat dominan, artinya seseorang yang memiliki satu saja copy faktor Rh dalam gennya

11 | P a g e
dinyatakan Rh positif, sedangkan yang tidak punya copy faktor Rh dalam gennya
digolongkan sebagai Rh negatif. Ibu dengan Rh dan ayah Rh +, ada kemungkinan
anaknya memiliki Rh + karena mendapat faktor Rh dari ayahnya. Hal ini berarti darah ibu
tidak punya faktor Rh, sedangkan dalam darah janinnya ada faktor Rh, dan hanya dalam
kasus seperti inilah terjadi inkompatibilitas Rh.9

Pada prinsipnya inkompatibilitas terjadi bila sel darah merah janin yang mengandung
suatu antigen yang tidak dimiliki oleh ibu masuk kedalam sirkulasi darah ibu. Antigen
tersebut mensensitisasi sistem imun ibu untuk membentuk antibodi, yaitu suatu protein
yang berfungsi menyerang dan menghancurkan sel-sel yang dianggap benda asing atau
membawa benda asing (antigen), dan terjadilah destruksi sel darah merah janin.10
Masalah inkompatibilitas ini belum terlalu bermasalah pada kehamilan pertama karena
hanya sedikit darah janin yang masuk ke dalam sirkulasi darah ibu sehingga tidak
terbentuk antibodi dari tubuh ibu, baru pada saat melahirkan darah janin banyak masuk ke
sirkulasi darah ibu. Terbentuknya antibodi setelahnya tidak berpengaruh pada bayi pertama
yang sudah lahir tersebut. Namun, adakalanya perdarahan-perdarahan kecil pada
kehamilan menyebabkan darah janin masuk ke sirkulasi ibu dan terbentuk antibodi. Pada
kehamilan berikutnya janin dalam keadaan yang lebih berbahaya karena antibodi ibu yang
telah terbentuk setelah proses kelahiran sebelumnya menyerang sel darah janin yang
mengandung antigen. Akibatnya sel-sel darah janin mengalami hemolisis hebat.10

Hemolisis menyebabkan bayi mengalami anemia. Tubuh bayi mencoba mengkompensasi


dengan melepaskan sel darah muda yang disebut eritoblas ke sirkulasi darahnya. Produksi
besar-besaran eritoblas ini menyebabkan pembesaran hati dan limpa, dan dapat juga
menyebabkan pembentuk jenis sel darah lain seperti trombosit dan faktor pembekuan
darah lain berkurang, akhirnya dapat terjadi perdarahan masif.10

Hiperbilirubinemia juga terjadi akibat hemolisis, karena, hemoglobin dipecah dan


terbentuklah bilirubin. Bayi menjadi jaundice, yaitu terlihat warna kuning pada kulit dan
sklera matanya. Bila tak teratasi, bisa terjadi kernikterus yaitu bilirubin tertimbun di otak
yang membahayakan janin. Gejala lainnya adalah hidrops fetalis, yaitu akumulasi cairan
dalam tubuh janin (edema). Akumulasi cairan dalam rongga dada menyebabkan hambatan
nafas bayi.10

Untuk meminimalisasi bahaya eritroblastosis fetalis ini, hendaknya dilakukan pemantauan


sejak dini. Apabila ada potensi inkompatibilitas pada golongan darah ibu dan anak,
misalnya ibu dengan Rh-negatif dengan suami yang Rh-positif, sebaiknya dilakukan
pemantauan berkala antibodi yang terbentuk dalam darah ibu. Bila memungkinkan dapat
dilakukan amniosintesis ataupun pengambilan darah janin dari umbilical cord sehingga
golongan darah janin dapat diketahui. USG juga dapat menjadi alternatif pemantauan
untuk mendeteksi adanya hidrop fetalis. Apabila ada tanda bahaya dan kehamilan telah
berusia 32-34 minggu hendaknya kehamilan segera diakhiri dengan segera melakukan
proses kelahiran.9

Pada bayi yang sudah lahir dapat dilakukan transfusi darah untuk mengatasi anemia dan

12 | P a g e
juga perdarahan. Fototerapi dilakukan untuk membantu mengatasi hiperbilirubinemia.
Bayi juga bisa diberi oksigen dan cairan berisi elektrolit dan obat-obatan untuk mengatasi
gejala-gejala yang timbul (pengobatan simptomatis).9

3. Inkompabilitas ABO
Biasa terjadi pada ibu dengan golongan darah O, dan golongan darah bayi A atau B. IgG
antihemolisin maternal melewati plasenta dan menyebabkan hemolisis pada bayi. Pada
pemeriksaan antibody direk (Tes Coombs) positif (namun hasil yang positif merupakan
predictor buruk bahwa bayi akan mengalami ikterus hanya 10% yang membutuhkan
fototerapi). Tidak seberat dibandingkan inkompabilitisan rhesus. Onset setelah kelahiran.
Hemolisis dan anemia dapat berkembang selama beberapa minggu pertama kehidupan dan
hal ini membutuhkan tindak lanjut untuk pemantauan anemia.10

Pada periode neonatus, kadar bilirubin tak terkonjugasi yang tinggi dapat bersifat
neurotoksik. Periode ini merupakan waktu selama otak memiliki risiko terhadap timbulnya
ensefalopati bilirubin dan kernikterus. Untuk alasan ini, dengan adanya hiperbilirubinemia
patologis, setiap usaha harus dilakukan untuk mencegah komplikasi ini. Jika penyebab
patologis ikterus telah disingkirkan dengan anamnesis dan temuan laboratorium yang
sesuai, ikterus fisiologis biasanya tidak memerlukan pengobatan. Banyak ahli menganggap
bahwa kadar bilirubin sebesar 20 mg/dL tanpa adanya hemolisis tidak berbahaya. Hampir
tidak ada kasus yang kada bilirubinnya mencapai 25 mg/dL sehingga ikterus akan sembuh
tanpa pengobatan. Bila tidak diberikan terapi aktif, maka pola makan, aktivitas, dan kadar
bilirubin harus dipantau secara ketat.10
Sebelum dilakukan penatalaksanaan lakukan pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu,
seperti: bilirubin total dan indirek, golongan darah (ABO, Rh), test antibody direct
(Coombs), serum albumin, pemeriksaan darah tepi lengkap dengan hitung jenis dan
morfologi, jumlah retikulosit, G6PD (bila terdapat kecurigaan berdasarkan etnis dan
geografis, atau respon terhadap foto terapi kurang), urinalisis, bila anamnesis atau
tampilan klinis menunjukkan kemungkinan sepsis lakukan pemeriksaan kultur darah,
urine, dan liquor untuk protein, glukosa, hitung sel dan kultur.9
Penanganan hiperbilirubinemia bergantung pada penyebab dan beratnya gejala serta
derajat anemia yang menyertainya. Strategi yang diterapkan berupa: konversi bilirubin
tidak terkonjugasi menjadi produk yang tidak berbahaya (fototerapi), pengeluaran sumber
bilirubin yang potensial (transfusi darah tukar), inhibisi produksi bilirubin (melalui
inhibitor heme oksigenase), dan mencegah beban bilirubin tambahan yang berasal dari
sirkulasi enterohepatik.10
Fototerapi adalah cara yang lebih efektif untuk mengurangi kadar bilirubin dalam jangka
waktu yang lama dibandingkan dengan tranfusi darah tukar. Efek samping dari fototerapi
adalah peningkatan insensible water loss, diare, fotosensitisasi, panas yang berlebihan,
hiperpigmentasi, kemungkinan cedera retina, dan obstruksi hidung akibat adanya penutup
mata yang bergeser. Tansfusi darah tukar dilakukan bila fototerapi tidak dapat
mengendalikan kadar bilirubin.9-10
Komplikasi terberat ikterus pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin atau
kernikterus. Kernikterus terjadi pada keadaan hiperbilirubinemia indirek yang sangat
tinggi, cedera sawar darah-otak, dan adanya molekul yang berkompetisi dengan bilirubin

13 | P a g e
untuk mengikat albumin. Adanya keadaan seperti hipoksemia, hiperkarbia, hipotermia,
hipoglikemia, hipoalbuminemia, dan hiperosmolaritas, dapat menurunkan ambang
toksisitas bilirubin dengan cara membuka sawar darah-otak. Pada bayi cukup bulan tanpa
hemolisis, kernikterus jarang dijumpai pada kadar hemoglobin kurang dari 25 mg/dL.
Semakin rendah berat lahir bayi, semakin rendah kadar toksik.10
Pada bayi cukup bulan, ensefalopati bilirubin biasanya bermanifestasi pada hari ke-2 dan
ke-5. Gambaran klinis tidak dapat dibedakan dengan sepsis, asfiksia, perdarahan
intraventrikular, dan hipoglikemia. Gejala ensefalopati bilirubin meliputi letargi, tidak mau
makan, dan refleks Moro yang lemah. Pada akhir minggu pertama kehidupan bayi
mengalami demam dan hipertonik disertai dengan tangisan bernada tinggi (high-pitched
cry). Refleks tendon dan respirasi menjadi terdepresi. Bayi akan mengalami opistotonus
disertai penonjolan dahi ke anterior. Dapat mulai terjadi kejang tonik klonik umum. Jika
bayi bertahan hidup, gambaran-gambaran klinis ini akan menghilang dalam usia 2 bulan,
kecuali sisa kekakuan otot, opistotonus, gerakan iregular, dan kejang. Pada akhirnya anak
tersebut mengalamai koreoatetosis, tuli sensorineural, strabismus, kelainan panjangan ke
atas, dan disartria.10
Pencegahan primer untuk hiperbilirubinemia adalah menganjurkan ibu untuk menyusui
bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari untuk beberapa hari pertama, tidak memberikan
cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak
mengalami dehidrasi. Untuk pencegahan sekunder yaitu harus melakukan penilaian
sistematis terhadap risiko kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia berat selama periode
neonatal, semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta
penyaringan serum untuk antibodi isoimun yang tidak biasa.9

Etiologi

Salah satu cara yang efektif untuk menurunkan angka kematian perinatal ialah mencegah
terjadinya prematuritas. Sampai sekarang pengetahuan mengenai etiologi prematuritas belum
cukup memuaskan faktor ibu penyakit yang berhubungan langsung dengan ibu ( cth : toxo),
lalu usia ibu saat hamil,serta keadaan sosial ekonomi ,dll. Faktor janin kelainan kromosom,
radiasi, kehamilan ganda, infeksi janin kronik, dll. Faktor plasenta infark, plasenta lepas,
tumor, dll.7

Faktor resiko yang mungkin berperan dalam terjadinya persalinan prematur adalah kehamilan
usia muda (usia ibu kurang dari 18 tahun), pemeriksaan kehamilan yang tidak teratur,
golongan sosial-ekonomi rendah, keadaan gizi yang kurang, dan penyalahgunaan obat.7

Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin mulai
meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu
perlahan-lahan akan menurunmendekati nilai normal dalam beberapa minggu.7

14 | P a g e
1. Ikterus Fisiologi

Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum, namun
kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola
ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya
mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun
kembali dalam minggu pertama setelah lahir. 4Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai
prematuritas, ras, dan faktor-faktor lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak
bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama,
kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak
bilirubin maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir. Faktor yang berperan pada munculnya
ikterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena polisitemia
relatif, pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari dibandingkan dewasa 120 hari),
proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum matur dan peningkatan sirkulasi
enterohepatik.11

2. Ikterus pada bayi mendapat ASI (Breast milk jaundice)

Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi ikterus yang yang
berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang diduga
meningkatkan absorbsi bilirubin di usus halus. Bila tidak ditemukan faktor risiko lain, ibu
tidak perlu khawatir, ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah. Apabila keadaan
umum bayi baik, aktif, minum kuat, tidak ada tata laksana khusus meskipun ada peningkatan
kadar bilirubin.11

Epidemiologi
Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami
ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998 menemukan sekitar
75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama. Di Indonesia, didapatkan data
ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang
dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama
tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar
bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu
pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat
mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13
mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin
setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup
bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia
ditemukan pada 95% dan 56% bayi.

Patofisiologi

15 | P a g e
Ikterus pada penderita, terjadi akibat penyumbatan aliran empedu dan kerusakan sel-sel
parenkim. Peningkatan kadar bilirubin direk dan bilirubin indirek di dalam serum ditemukan
pada penderita. Penyumbatan aliran empedu di dalam hati akan mengakibatkan tinja akholis.
Pemulihan kembali aliran empedu dapat mengakibatkan pengeluaran kadar bilirubin normal
atau bertambah ke duodenum.12

Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85 sampai 90%) terjadi dari
penguaraian hemoglobin dan sebagian kecil (10 sampai 15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang
telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme
sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk
menghasilkan tetrapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air
( bilirubin tak terkonjugasi, indirek ). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma
terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh
dan melewati lobulus hati, hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan
larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat.12

Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem
empedu untuk di eksresikan. Saat masuk ke dalam usus, bilirubin diuraikan oleh bakteri
kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan dieksresikan
melalui feses. Sebagian urobilinogen direabsorbsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan
darah porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya
dieksresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh
sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini dieksresikan sebagai senyawa larut air bersama
urin Pada dewasa normal, level serum bilirubin < 1 mg/dl. Ikterus akan muncul pada dewasa
bila level serum bilirubinnya > 2 mg/dl, dan pada bayi yang baru lahir akan muncul ikterus
bila kadarnya > 7 mg/dl Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin
yang melebihi kemampuan hati normal untuk mengeksresikannya, atau disebabkan oleh
kegagalan hati (karena rusak) untuk mengeksresikan bilirubin yang diproduksi dalam jumlah
normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan
hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah, dan jika
konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2 2,5 mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke
dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice.
Bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan
Lahir Rendah, hipoksia,dan hipolikemia.12

Gejala Klinis
Ikterus dapat ditemukan pada saat lahir atau dapat timbul setiap saat selama periode neonatal,
tergantung pada keadaan yang bertanggung jawab. Intesitas ikterus tidak mempunyai
hubungan klinis, dengan derajat hiperbilirubinemia,terutama pada bayi yang sedang
mendapatkan fototerapi. Oleh karena itu penentuan bilirubin harus dilakukan pada semua
bayi yang ikterus. Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin tidak langsung dalam kulit
mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga; sedangkanikterus

16 | P a g e
obstruksi (bilirubin langsung) memperlihatkan warna kuning kehijau-hijauan atau kuning
kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat.11

Ciri-ciri bayi kuning yang patut diwaspadai yaitu terlihat kuning pada bagian putih bola mata
si bayi. Bila kulitnya ditekan beberapa detik akan terlihat warna kekuning-kuningan. Tidak
aktif, cenderung lebih banyak tidur, suhu tubuh tidak stabil (naik-turun), dan malas menyusu.

Urin berwarna gelap (coklat tua seperti air teh). Bila kuning timbul dan terlihat dalam waktu
kurang dari 24 jam setelah bayi lahir. Tubuh menguning berkepanjangan lebih dari satu
minggu. Fesesnya tidak kuning, melainkan pucat (putih kecoklatan seperti dempul).11

Penatalaksanaan
Pada periode neonatus, kadar bilirubin tidak terkonjugasi yang tinggi dapat bersifat
neurotoksik. Periode ini merupakan waktu selama otak memiliki resiko terhadap timbulnya
ensefalopati bilirubin dan kernikterus. Untuk alasan ini, dengan adanya hiperbilirubinemia
patologis, setiap usaha harus dilakukan untuk mencegah komplikasi yang mungkin dapat
terjadi.Jika penyebab patologik ikterus telah disingkirkan dengan anamnesis dan temuan
laboratorium yang sesuai, ikterus fisiologis biasanya tidak memerlukan pengobatan. Dahulu,
kadar bilirubin 20 mg/dl di anggap berbahaya. Banyak ahli menganggap bahwa kadar
bilirubin sebesar 20 mg/dl tanpa adanya hemolysis tidak berbahaya. Hampir tidak ada kasus
yang kadar bilirubinnya mencapai 25 mg/dl sehingga ikterus akan sembuh tanpa pengobatan.
Bila tidak diberikan terapi aktif, maka pola makan, aktivitas, dan kadar bilirubin harus
dipantau secara ketat. Penanganan hiperbilirubinemia bergantung pada penyebab dan
beratnya gejala serta derajat anemia yang menyertainya. Strategi yang diterapkan berupa
konversi bilirubin tidak terkonjugasi menjadi produk yang tidak berbahaya (fototerapi),
pengeluaran sumber bilirubin yang potensial (transfusi darah tukar), inhibisi produksi
bilirubin (melalui inhibitor heme oksigenase), dan mencegah beban bilirubin tambahan yang
berasal dari sirkulasi enterohepatik.10

Tabel 4. Pedoman Terapi10


Bilirubin (mg) <24 jam 24-48 jam 49-72 jam >72 jam
<5 Pemberian makanan yang dini
5-9 Terapi sinar bila Fenobarbital + kalori cukup
hemolisis
10-14 Transfusi tukar Terapi sinar
bila hemolisis
15-19 Transfusi tukar Transfusi tukar Terapi sinar +
bila hemolisis
>20 Transfusi tukar

1 Pantau kadar bilirubin, hemoglobin, hematokrit sebelum dan sesudah transfusi tukar tiap
4-6 jam selama 24 jam pascatransfusi tukar, memantau tekanan darah, nadi, dan
temperatur, mempertahankan sistem kardiovaskular dan pernapasan, mengkaji kulit pada

17 | P a g e
abdomen, ketegangan, muntah, dan sianosis, mempertahankan kalori, kebutuhan cairan
sampai dengan pascatransfusi tukar, serta pemberian albumin atau pemberian plasma
dengan dosis 15-20 ml/kgBB. Albumin biasanya diberikan sebelum transfusi tukar karena
albumin dapat mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskular ke vaskular, sehingga
bilirubin yang diikat lebih mudah keluar dengan transfusi tukar.10
2 Fototerapi10
Merupakan tindakan dengan memberikan terapi melalui sinar yang menggunakan lampu.
Lampu yang digunakan sebaiknya tidak lebih dari 500 jam untuk menghindari turunnya
energi yang dihasilkan oleh lampu. Setelah mengabsorpsi sinar dengan panjang
gelombang 425-475 nm, bilirubin tidak terkonjugasi akan berkonversi menjadi
fotoproduk polar yang siap diekskresi melalui empedu dan urin, tanpa melalui sistem
konjugasi di hati. Fototerapi merupakan cara yang lebih efektif untuk mengurangi kadar
bilirubin dalam jangka waktu yang lama dibandingkan dengan transfusi darah tukar. Efek
samping fototerapi adalah sebagai berikut :
- Peningkatan insensible water loss. Energi cahaya fototerapi dapat meningkatkan suhu
lingkungan dan menyebabkan peningkatan penguapan melalui kulit, terutama bayi
prematur atau berat lahir sangat rendah. Keadaan ini dapat diantisipasi dengan
pemberian cairan tambahan
- Frekuensi defekasi akan meningkat. Meningkatnya bilirubin indirek pada usus akan
meningkatkan pembentukan enzim laktase yang dapat meningkatkan kerja peristaltik
usus yang akhirnya akan menimbulkan diare. Pemberian susu dengan kadar laktosa
rendah akan mengurangi timbulnya diare.
- Timbul kelainan kulit flea bite rash di daerah muka, badan dan ekstremitas,
kelainan ini akan segera hilang setelah terapi dihentikan. Penting untuk memastikan
bahwa kadar bilirubin terkonjugasi tidak meningkat, karena dilaporkan pada beberapa
bayi terjadi bronze baby syndromeyaitu kulit akan berwarna seperti perunggu jika
kadar bilirubin terkonjugasi meningkat. Hal ini terjadi karena tubuh tidak mampu
mengeluarkan dengan segera hasil terapi sinar. Perubahan warna kulit ini bersifat
sementara dan tidak mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi.
- Peningkatan suhu pada beberapa neonatus yang mendapat terapi sinar disebabkan
oleh suhu lingkungan yang meningkat atau gangguan pengaturan suhu tubuh bayi.
Pada bayi prematur fungsi thermostat yang belum matang. Pada keadaan ini fototerapi
dapat dilanjutkan dengan mematikan sebagian lampu yang digunakan dan dilakukan
pemantauan suhu tubuh neonatus dengan jangka waktu (interval) yang lebih singkat.
- Fotosensitisasi, panas yang berlebihan, hiperpigmentasi, kemungkinan cedera retina,
dan obstruksi hidung akibat adanya penutup mata yang bergeser. Efek samping lain
adalah defisiensi riboflavin, hipokalsemia, penurunan kadar triptofan, dan
kemungkinan genotoksisitas. Penutup mata digunakan untuk mencegah terjadinya
kerusakan retina.
- Setelah penghentian fototerapi kadar bilirubin akan kembali meningkat sebesar 1-3
mg/dl (17-51 mol/dl).
3 Transfusi tukar10
Merupakan cara yang dilakukan dengan tujuan mencegah peningkatan kadar bilirubin
dalam darah/menurunkan kadar bilirubin indirek, mengganti eritrosit yang dapat di
hemolisis, membuang antibodi yang menyebabkan hemolisis, mengoreksi anemia.

18 | P a g e
Transfusi darah tukar dilakukan apabila fototerapi tidak dapat mengendalikan kadar
bilirubin. Selain itu, pemberian transfusi tukar dilakukan apabila kadar bilirubin indirek
20 mg%, kenaikan kadar bilirubin cepat yaitu 0,3-1 mg/jam, anemia berat dengan gejala
gagal jantung dan kadar hemoglobin tali pusat 14 mg%, serta uji Coombs direk positif.
Pada uji coba klinis, penggunaan arang dan agar, agen yang mengganggu sirkulasi
enterohepatik, terbukti cukup bermanfaat. Beberapa pesaing heme, meliputi mesoporfirin
timah, protoporfirin timah, porfirin seng, dan protoporfirin kobalt, telah digunakan dan
menunjukkan keberhasilan.

a Perawatan setelah Transfusi


Dapat meliputi perawatan daerah yang dilakukan pemasangan kateter transfuse
dengan melakukan kompres NaCl fisiologis kemudian ditutup dengan kasa steril dan
difiksasi, lakukan pemeriksaan kadar hemoglobin dan bilirubin setiap 12 jam dan
pantau TTV.
- Mempertahankan intake cairan dengan menyediakan cairan per oral atau cairan
parenteral (melalui intravena), memantau output di antaranya jumlah dan warna
urin serta feses, mengkaji membrane mukosa dan fontanela.
- Menutup mata dengan kain yang tidak tembus cahaya, mengatur posisi setiap 6
jam, memantau kondisi kulit, menjaga integritas kulit selama terapi dengan
mengeringkan daerah yang basah untuk mengurangi iritasi serta mempertahankan
kebersihan kulit
- Mencegah peningkatan kadar bilirubin dengan cara : meningkatkan kerja enzim
dengan pemberian fenobarbital 1-2 mg/kgBB, mengubah bilirubin yang tidak larut
dalam air menjadi larut dalam air dengan melakukan fototerapi atau dengan cara
pembuangan kadar bilirubin darah dengan transfusi tukar.10

Komplikasi

Komplikasi terberat ikterus pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin, atau
kernikterus. Kernikterus terjadi pada keadaan hiperbilirubinemia indirek yang sangat tinggi,
cedera sawar darah-otak, dan adanya molekul yang berkompetisi dengan bilirubin untuk
mengikat albumin. Adanya keadaan berikut ini, seperti hipoksemia, hiperkarbia, hipotermia,
hipoglikemia, hipoalbuminemia, dan hiperosmolalitas, dapat menurunkan ambang toksisitas
bilirubin dengan cara membuka sawar darah otak. Pada bayi cukup bulan tanpa hemolisis,
kernikterus jarang dijumpai pada kadar hemoglobin kurang dari 25 mg/dl (428 mol/l).
Semakin rendah berat lahir bayi, semakin rendah kadar toksik.10

Pada bayi cukup bulan, ensefalopati bilirubin biasanya bermanifestasi pada hari ke-2 dan ke-
5. Gambaran klinis ensefalopati bilirubin tidak dapat dibedakan dari sepsis, asfiksia,
perdarahan intraventrikular, dan hipoglikemia. Gejala ensefalopati bilirubin meliputi letargi,
tidak mau makan, dan refleks Moro yang lemah. Pada akhir minggu pertama kehidupan, bayi
menjadi demam dan hipertonik disertai tangisan bernada tinggi (high-pitched cry). Refleks
tendon dan respirasi menjadi terdepresi. Bayi akan mengalami opistotonus disertai
penonjolan dahi ke anterior. Dapat mulai terjadi kejang tonik-klonik umum. Jika bayi dapat
bertahan hidup, gambaran-gambaran klinis ini akan menghilang dalam usia dua bulan,

19 | P a g e
kecuali sisa kekakuan otot, opistotonus, gerakan irregular, dan kejang. Pada akhirnya anak
tersebut mengalami koreoatetosis, tuli sensorineural, strabismus, kelainan pandangan ke atas,
dan disartria.10

Pencegahan

Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan atau preventif adalah langkah yang
penting. Hal-hal yang dapat dilakukan :
1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun
kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko,
terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan,
dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu
2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim,
tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar
mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik
3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat
(20-34 tahun)

Prognosis
Sekarang ada 95% atau lebih peluang bertahan hidup pada bayi yang dilahirkan dengan berat
badan antara 1501 dan 2500 gram, tetapi bayi-bayi dengan berat badan kurang masih
mempunyai mortalitas yang lebih tinggi secara bermakna. Bila tidak ada kelainan kongenital,
jejas sistem saraf pusat, dan BBLSR atau IUGR yang mencolok, pertumbuhan fisik bayi
BBLR selama 2 tahun pertama cenderung mendekati pertumbuhan fisik bayi cukup bulan; hal
ini terjadi lebih awal pada bayi prematur yang ukuran lahirnya lebih besar. Pada umumnya,
semakin hebat tingkat prematuritasnya dan semakin rendahnya berat badan lahir bayi,
semakin besar pula kemungkinan timbulnya defisit intelektual dan neurologis.13

Sebanyak 50% bayi dengan berat 500-750 gram mempunyai cacat perkembangan saraf yang
berarti (kebutaan, ketulian, retardasi mental, palsi serebral). Ibu-ibu dengan sosio ekonomi
rendah lebih mungkin mempunyai bayi BBLR yang cenderung berkembang kurang baik
daripada mereka yang mempunyai lingkungan pasca lahir yang lebih baik.13

Kesimpulan

Pemeriksaan prenatal pada ibu hamil sangat penting dilakukan untuk memantau kesehatan
ibu dan janin. Anamnesis lengkap harus dilakukan untuk mencegah kesalahan diagnosis. Bayi
yang lahir kurang dari 37 minggu merupakan bayi kurang bulan atau prematur, dalam hal ini
bayi tersebut butuh perhatian yang lebih, jadi perlu dilakukan pemeriksaan fisik yang lebih
cermat. Untuk mengetahui perbandingan berat badan yang sesuai dengan usia gestasi dapat
dilihat dengan menggunakan grafik Lubchenco.

Pada bayi prematur dengan berat badan sesuai masa kehamilan, berat badan lahir rendah,
akan dapat tumbuh baik bila disertai dengan pola asuh dan pemberian nutrisi secara tepat.

20 | P a g e
Ikterus fisiologis hampir terjadi pada 60% kelahiran bayi cukup bulan dan 80% pada bayi
kurang bulan, dan terjadinya biasa setelah hari ke 2 kelahiran atau minggu pertama kelahiran.
Hal ini lebih ringan di bandingkan dengan ikterus non fisiologis yang terjadi pada 24 jam
pertama kehidupan bayi.

Daftar Pustaka

1. Sylviati M D. Klasifikasi bayi menurut berat lahir dan masa gestasi. Dalam: Kosim MS,
Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku ajar neonatologi. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI, 2010.h.11-25.

2. Suresh GK, Clark RE. Cost-effectiveness of strategies that are intended to prevent
kernicterus in newborn infants. Pediatrics 2004;114:917-24.
3. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC; 2000. h. 610-11.
4. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, dkk. Buku ajar neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI; 2010.h. 11-185.
5. Benson RC, Pernoll ML. Buku saku obstetri dan ginekologi. Edisi ke-9. Jakarta: EGC;
2008.h. 248-69.
6. Suradi R. Pemeriksaan fisis pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R,
Sarosa GI, Usman A. Buku ajar neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2010.h.71-
86.
7. Gleadle J. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.h. 35.
8. Kliegman RM. Janin dan bayi neonatus. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM.
Nelson: ilmu kesehatan anak volume 1. Edisi ke-15.Jakarta: EGC, 2000.h.535-41, 561-
71
9. Sukadi A. Hiperbilirubinemia. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI,
Usman A. Buku ajar neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2010.h.147-62.
10. Schwartz MW. Pedoman klinis pediatri. Jakarta: EGC, 2005.h.483-4.
11. Martin CR, Cloherty JP. Neonatal Hyperbilirubinemia. In: Cloherty JP, Eichenwald EC,
Stark AR, editors. Manual of Neonatal Care, 5th edition. Philadelphia, Lippincott
Williams and Wilkins;2004,185-222.
12. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. Biokimia harper. Edisi ke-22.
Jakarta: EGC; 2001.h. 393-9.
13. Hull D, Johnston D. Dasar-dasar pediatri. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2008.h. 61-4, 168-70

21 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai