28
Tuesday
Aug 2012
Posted by sikkabola in kesehatan Leave a comment
Ketuban Pecah Dini
Pendahuluan
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
waktu persalinan. Bila Ketuban Pecah Dini terjadi sebelum usia kehamilan 37
minggu disebut Ketuban Pecah Dini pada kehamilan prematur. Ketuban pecah dini
dapat terjadi dikarenakan berbagai penyebab dan pada berbagai usia kehamilan.
Akibat dari ketuban pecah dini sangat berpengaruh pada janin, dikarenakan fungsi
cairan ketuban sebagai tempat bergerak, perlindungan terhadap benturan dan
infeksi serta menunjang pertumbuhan janin selama masa kehamilan, jika terjadi
kekurangan atau infeksi cairan ketuban maka janin akan mengalami gangguan dan
infeksi, akibat paling buruk janin dapat meninggal. Keadaan ini dapat
membahayakan keselamatan ibu, sehingga diperlukan penanganan yang tepat dan
pemantauan keadaan ibu dan janin yang mengalami ketuban pecah dini.1-4
Pembahasan
Perlu ditanyakan pula keluhan tambahan seperti adanya nyeri pinggang, atau nyeri
perut untuk melihat adakah indikasi inpartu pada ibu pasca terjadinya KPD. Penting
juga untuk menanyakan sudah berapa lama ibu tersebut mengalami ketuban pecah
dini, dikarenakan pada umumnya 24 jam setelah terjadi KPD ibu akan merasakan
tanda-tanda inpartu sebagai akibat dari rangsangan kontraksi uterus. Perlu
ditanyakan juga apa warna, konsistensi, dan bau dari cairan yang keluar, sehingga
dapat dibedakan dengan kemungkinan inkontinensia urin pada ibu hamil maupun
untuk membedakan dengan darah dan sekret vagina. Tanyakan pula apakah ibu
masih merasakan pergerakan bayi atau tidak, sebagai indikasi kehidupan bayi,
apakah frekuensinya bertambah banyak atau tidak mengindikasikan bayi sedang
dalam stres atau tidak dikarenakan kondisi oligoamnion pasca KPD. Tanyakan pula
apakah saat bayi bergerak ibu terasa kesakitan sebagai kemungkinan dari
berkurangnya cairan amnion akibat KPD.3,5,6
Keluhan lainnya yang perlu ditanyakan adanya apakah terdapat demam untuk
indikasi adanya infeksi.1-4
Selain itu tanyakan pula apakah ibu pernah mengalami keadaan seperti ini,
sehingga dapat diperkirakan apakah terlah terjadi pada janin atau tidak karena jika
telah lama terjadi atau berulang kemungkian infeksi dan efek dari KPD pada ibu dan
janin akan lebih berbahaya bagi keselamatan keduanya. Pelajari pola makan dan
kualitas gizinya. Apakah ia merokok atau minum minuman beralkohol? Bagaimana
penghasilan dan ruang lingkup sosialnya?5-6
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan tanda-tanda vital seperti tekanan darah, frekuensi napas, frekuensi
nadi dan suhu tubuh. Suhu dan keadaan umum dapat menunjukan indikasi adanya
infeksi atau tidak, tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38 C serta air
ketuban keruh dan berbau. Lakukan pula pemeriksaan pada janinnya dengan
memeriksa denyut jantungnya dengan menggunakan doppler atau stetoskop bidan
untuk melihat tanda bahaya atau kehidupan janin, untuk hasil yang lebih akurat
lakukan pemeriksaan dengan USG.
Hal yang penting untuk diperhatikan juga adalah, melihat adanya kontraksi pada
ibu, jika terdapat kontraksi teratur maka perlu dipertimbangkan unutk melakukan
terminasi kehamilan.1-8
Pada pasien yang menunjukan tanda inpartu seperti nyeri kontraksi yang teratur
maka, perlu dilakukan pemeriksaan pada serviks pasien dengan teknik pemeriksaan
bimanual untuk menilai konsistensi lunaknya serviks guna melakukan proses
persalinan dan menilai bukaan yang terjadi. Namun pada pasien tanpa tanda
inpartu hal ini dikontraiindikasikan karena diduga dapat membantu penyebaran
infeksi pasca pecahnya ketuban.
Pemeriksaan perut
Atur tubuh ibu hamil dalam posisi setengah duduk dengan kedua lutut ditekuk.
Lakukan inspeksi untuk menemukan setiap sikatriks atau stria, bentuk serta kontur
abdomen dan tinggi fundus uteri. Gambaran stria yang berwarna keunguan dan
linea nigra merupakan keadaan yang normal pada kehamilan. Bentuk dan kontur
abdomen dapat menunjukkan ukuran kehamilan. Lakukan palpasi abdomen untuk
menemukan:5
Lakukan pengukuran tinggi fundus uteri dengan pita pengukur jika usia kehamilan
lebih
dari 20 minggu.
Dengan memegang pita dan mengikuti garis tengah abdomen, lakukan pengukuran
dari puncak simfisis.pubis hingga puncak fundus uteri. Sesudah usia kehamilan 20
minggu, pengukuran yang dilakukan dalam satuan sentimeter secara kasar harus
sama dengan usia kehamilan dalam minggu. Untuk memperkirakan tinggi janin
antara 12 dan 20 minggu.5
Dopton, dengan alat ini, DJJ dapat didengar sesudah usia kehamilan 12 minggu,
atau
Fetoskop, dengan alat ini, DJJ dapat didengar sesudah usia kehamilan 18 minggu.5
Biasanya frekuensi DJJ berkisar sekitar 160-an pada awal kehamilan, dan kemudian
akan melambat hingga sekitar 120-an sampai 140-an pada saat kehamilan
mendekati aterm. Sesudah 32-34 minggu, DJJ harus meningkat bersamaan dengan
gerakan janin.5
Lokasi DJJ pada kehamilan 12-18 minggu yang bisa terdengar berada di garis
tengah abdomen bawah. Sesudah usia 28 minggu, DJJ terdengar paling jelas pada
bagian punggung atau dada janin. Kemudian lokasi DJJ bergantung pada posisi
tubuh janin tersebut. Palpasi kepala dan punggung janin akan membantu dalam
mengenali daerah tempat mendengarkan DJJ. Jika kepala janin berada di bawah
dengan punggung janin yang terletak pada sisi kiri abdomen ibu, DJJ terdengar
paling jelas pada kuadran kiri bawah abdomen. Jika kepala janin berada di bawah
prosesus sifoideus (presentasi bokong) dengan punggung janin yang terdapat pada
sisi kanan, DJJ akan terdengar pada kuadran kanan atas abdomen.5
Sesudah kehamilan 24 minggu, auskultasi lebih dari satu DJJ dengan frekuensi yang
bervariasi pada lokasi yang berbeda menunjukkan kehamilan lebih dari satu janin.5
Irama jantung menjadi unsur yang penting pada pemeriksaan kehamilan dalam
trimester ketiga. Perkirakan adanya variasi sebesar 10-15 denyutan per menit
selama rentang waktu 1-2 menit.5
Berdiri dengan posisi menghadap pasien yang sedang duduk dan lakukan
pengamatan terhadap kepala serta lehernya yang meliputi bagian-bagian berikut
ini:5
Lakukan inspeksi toraks untuk menentukan pola pernapasan pasien. Meskipun para
wanita dengan kehamilan yang lanjut kadang-kadang mengeluhkan kesulitan
bernapas, biasanya mereka tidak mempunyai tanda-tanda fisik yang abnormal.5
Jantung
Lakukan palpasi iktus kordis. Pada kehamilan yang lanjut, letak iktus kordis mungkin
sedikit lebih tinggi daripada lokasi normal dan keadaan ini terjadi karena
dekstrorotasi jantung akibat letak diafragma yang lebih tinggi. Lakukan auskultasi
jantung, bising seperti tiupan halus (soft-blowing murmur) sering terdengar selama
masa kehamilan, menggambarkan adanya peningkatan aliran darah pada pembuluh
darah yang normal.5
Payudara
Pemeriksaan Leopold
Dilakukan untuk menilai keadaan janin, apabila janin lebih terasa jelas maka perlu
dicurigai adanya oligoamnion pasca KPD. Hal ini dapat dikonfirmasi dengan
pemeriksaan USG. Pemeriksaan ini juga penting dilakukan apabila pasien
menunjukan adanya tanda inpartu sehingga dapat menentukan posisi janin untuk
melakukan persalianan pada kehamilan aterm. Manuver ini merupakan teknik
tambahan yang penting pada palpasi abdomen yang gravid dengan usia kehamilan
mulai dari 28 minggu. Manuver tersebut membantu kita dalam menentukan letak
janin terhadap punggung ibu (letak membujur atau melintang), bagian janin
manakah yang merupakan bagian terendah janin (presenting part) pada pintu atas
panggul (kepala atau bokong), tempat punggung janin berada, berapa jauh
presenting part sudah turun ke dalam rongga panggul ibu, dan juga untuk
memperkirakan berat badan janin. Informasi ini diperlukan untuk menilai apakah
pertumbuhan janin cukup memadai dan bagaimana probabilitas keberhasilan
kelahiran bayi per vaginam.1-5
Manuver Kedua (Kedua Sisi Abdomen Ibu). Tempatkan satu tangan Anda pada setiap
sisi perut ibu dengan tujuan untuk memegang tubuh janin di antara kedua tangan
tersebut. Gunakan salah satu tangan untuk menahan uterus sementara tangan lain
melakukan palpasi tubuh janin.5
Manuver Ketiga (Polus Inferior). Putar tubuh Anda hingga menghadap ke arah kaki
pasien. Dengan menggunakan permukaan palmaris jari-jari kedua tangan yang rata,
dan pada awal palpasi, dengan ujung-ujung jari kedua tangan yang saling
menyentuh, lakukan palpasi pada daerah tepat di atas simfisis pubis. Perhatikan
apakah kedua tangan saling memencar (divergen) ketika melakukan penekanan ke
bawah ataukah tetap menyatu. Keadaan ini akan menunjukkan apakah bagian
terendah janin baik kepala maupun bokong, sudah turun ke dalam pintu atas
panggul.5
Jika bagian terendah sudah turun, lakukan palpasi untuk menentukan tekstur
lakukan palpasi untuk menentukan tekstur dan kekenyalannya. Jika tidak, gerakkan
kedua tangan secara perlahan ke atas pada abdomen bawah dan pegang bagian
terendah di antara kedua tangan tersebut.5
Ferning: cairan dari fornix posterior diletakan pada slide dan keringkan pada udara
kering. Cairan amnion akan berubah menjadi bentuk bekuan dari kristalisasi.1-4,8
Gambar 4 Cairan ketuban pada tes ferning.8
Pada tes Nitrazin dengan pH alkalis dapat juga disebabkan infeksi vagina atau
terdapatnya darah atau semen pada sampel. Mukus servikal dapat menyebabkan
ferning namun biasanya hanya berbentuk titik-titik kecil. Saat pemeriksaan
spekulum, serviks pasien harus diinspeksi untuk memperkirakan derajat dilatasi
atau adanya prolaps plasenta atau tali pusar janin. 1-4,8
Pemeriksaan penunjuang
Ultrasonografi (USG) untuk melihat keadaan janin dan keadaan kandungannya. Halhal yang diperhatikan saat USG antara lain adalah: 1-4,8
Amnioticfluid index (AFI) untuk menilai apakah terjadi oligoamnion pasca KPD
Aktivitas janin
Pengukuran BB janin
Detak jantung janin
Kelainan kongenital atau deformitas
Posisi janin. 1-4,8
Pemeriksaan laboratorium tes darah lengkap, untuk melihat apakah ada
kemungkinan terjadinya infeksi. Leukosit darah > 15.000/mm3. Janin mengalami
takikardia, mungkin mengalami infeksi intrauterin. Selain itu perlu dilakukan adanya
kultur cairan ketuban apabila dicurigai terjadinya infeksi. Jika memungkinkan pada
cairan amnion dilakukan juga periksaan alfafetoprotein untuk melihat apakah ada
kelainan deformitas pada janin.1-4,8
Diagnosis
Working diagnosis
Berdasarkan gejala dan keluhan klinis yang dialami pasien yang sedang dalam
keadaan hamil dan mengeluarkan banyak cairan dari daerah genital secara tiba-tiba
dan terus menerus, maka pasien mengalami keadaan yang disebut ketuban pecah
dini atau KPD.1-4,7,8
Riwayat pengeluaran cairan dalam jumlah besar secara mendadak atau sedikit
demi sedikit pervaginam.
Untuk menegakkan diagnosis dapat diambil pemeriksaan:
Inspekulo untuk pengambilan cairan pada forniks posterior:
Differantial diagnosis
Diagnosis pembanding ketuban pecah dini dapat segera dihilangkan dengan pada
awal pasien datang harus segera dilakukan pemeriksaan identifikasi cairan yang
keluar dari kelamin pasien, untuk memastikan dan membedakan apakah cairan
tersebut adalah cairan ketuban, air kemih atau darah. Jika dapat dipastikan cairan
tersebut adalah cairan ketuban maka tindakan penanganan dilakukan yang sesuai
dengan keadaan tersebut.1-4
Epidemiologi
Insiden ketuban pecah dini adalah 5-10% dari persalianan, dan 1% dari seluruh
kehamilan. Mencapai 70% dari kasus ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan
aterm, namun pada beberapa center penelitian lebih dari 50% terjadi saat
kehamilan preterm.
Pada kehamilan aterm, onset terjadinya persalinan dalam 24 jam setelah ketuban
pecah pada 80-90% pasien. Pada periode laten lebih dari 24 jam pada 57-83%, atau
lebih dari 72 jam pada 15-26% pasien, dan dalam 7 hari atau lebih pada 19-41%
pasien. Pada 8-10% kehamilan aterm terjadi KPD. Naiknya insidensi ketuban pecah
dini sebanding dengan angka faktor resiko seperti kurang gizi saat masa kehamilan,
konsumsi alkohol, dan keadaan kandungan seperti hidroamnion.1,7,8
Faktor umum:
Infeksi STD.
Faktor sosial: perokok, peminum, keadaan sosial ekonomi rendah.
Faktor keturunan:
Kelainan genetik.
Faktor rendahnya vitamin C dan ion Cu dalam serum.
Faktor obstetrik, antara lain:
a. Overdistensi uterus:
Kehamilan kembar
Hidramnion
b. Faktor obstetrik:
Serviks inkompeten.
Serviks konisasi/menjadi pendek.
Terdapat sefalopelvik disproporsi:
Kepala janin belum masuk PAP.
Kelainan letak janin, sehingga ketuban bagian terendah langsung menerima
tekanan intrauteri yang dominan.
Pendular abdomen.
Grandemultipara.
Beberapa penyebab lainnya antara lain secara umum adalah menurunnya kuat
tekanan dari ketuban, defek lokal dari membran, menurunnya kandungan kolagen
cairan amnion dan perubahan struktur kolagen, apoptosis, degenerasi kolagen, dan
renggangan membran.1-3
Selain itu hal-hal seperti gizi yang kurang baik, hidroamnion, dan riwayat keturunan
yang pernah mengalami KPD juga dapat meningkatkan resiko dan menjadi
penyebab terjadinya KPD.1-3
Patofisiologi
Mekanisme Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus
dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu
terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh,
bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.2
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada
degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin. Aktivitas
degrasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis
di mana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi Ketuban Pecah Dini.1
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Padta trimester ketiga selaput
ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya
dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester
terakhir, terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada
kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban Pecah Dini pada kehamilan
prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang
menjalar dari vagina. Ketuban Pecah Dini prematur sering terjadi pada
polihidramnion, inkompeten serviks, solusio plasenta.1-3
Manifestasi klinik
Gejala adalah kunci untuk mendiagnosis, pasien biasanya melaporkan adanya
cairan yang keluar tiba-tiba dari kelamin dan terus menerus mengalir. Gejala
tambahan dapat melibatkan warna dan konsistensi cairan dan adanya flek dari
vernix atau meconium, berkurannya ukuran uterus, dan meningkatnya prominan
fetus saat palpasi.4
Diikuti dengan gejala di atas biasanya KPD dapat disusul dengan masuknya ibu
dalam proses inpartu yang ditandai dengan adanya kontraksi teratur yang semakin
sering dan hebat dirasakan ibu. Namun tidak pada seluruh kasus KPD hal ini terjadi,
namun biasanya terjadi pada KPD dengan usia kehamilan 37 minggu atau lebih.1-3
Gejala klinis lainnya adalah gejala dari infeksi atau korioamnionitis seperti adanya
demam yang menyertai.1-4
Riwayat keluarnya air ketuban berupa cairan jernih keluar dari vagina yang kadangkadang disertai tanda-tanda lain dari persalinan.1-4,7,8
Diagnosis KPD prematur dengan inspekulo dilihat adanya cairan ketuban keluar dari
kavum uteri. Pemeriksaan pH vagina perempuan hamil sekitar 4,5; bila ada cairan
ketuban pHnya sekitar 7,1 7,3. Antiseptik yang alkalin akan menaikkan pH
vagina.1-4
Penderita-dengan kemungkinan KPD harus masuk rumah sakit untuk djperiksa lebih
lanjut. Jika pada perawatan air ketuban berhenti keluar, pasien dapat pulang untuk
rawat jalan. Bila terdapat persalinan dalam kala aktif, korioamnionitis, gawat janin,
persalinan diterminasi. Bila KPD pada kehamilan prematur, diperlukan
penatalaksanaan yang komprehensif. Secara umum penatalaksanaan pasien KPD
yang tidak dalam persalinan serta tidak ada infeksi dan gawat
janin,penatalaksanaannya bergantung pada usia kehamilan.1-4,7,8
Fase laten:1,4
Lamanya waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi proses persalinan.
Semakin panjang fase laten semakin besar kemungkinan terjadinya infeksi.
Mata rantai infeksi merupakan asendens infeksi, antara lain:
Korioamnionitis:
Abdomen terasa tegang.
Pemeriksaan laboratorium terjadi leukositosis.
Kultur cairan amnion positif.
Pertimbangan komplikasi dan risiko yang akan dihadapi janin dan maternal
terhadap tindakan terminasi yang akan dilakukan.
Usia kehamilan. Makin muda kehamilan, antarterminasi kehamilan banyak
diperlukan waktu untuk mempertahankan sehingga janin lebih matur. Semakin lama
menunggu, kemungkinan infeksi akan semakin besar dan membahayakan janin
serta situasi maternal.1
Demikianlah pertimbangan yang dilakukan dalam menghadapi kehamilan dengan
ketuban pecah dini sehingga dapat tercapai tujuan well born baby dan well health
mother atau setidak-tidaknya well health mother, terpaksa bayi harus
dikorbankan.1,4
Konservatif
Tirah baring untuk mengurangi keluarnya air ketuban sehingga masa kehamilan
dapat diperpanjang.
Tirah baring dapat dikombinasikan dengan pemberian antibiotik sehingga dapat
menghindari infeksi.
Antibiotik.1,2,4
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila
tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari). Jika umur
kehamilan < 32- 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai
air ketuban tidak lagi keluar. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, belum inpartu,
tidak ada infeksi, tes busa negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda
infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia
kehamilan 32 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik
(salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia kehamilan 32
37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi
(suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32-37 minggu
berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan
periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari
dosis tunggal selama 2 hari, deksametason I.M. 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.2
Aktif
Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea. Dapat
pula diberikan misoprostol 25ug 50 ug intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila
ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri. Bila
skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil,
akhiri persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.2
Dalam upaya menunda proses persalman dikemuka- kan lima kriteria sikap sebagai
berikut.
Tatalaksana agresif
Tindakan agresif dilakukan jika ada indikasi vital sehingga tidak dapat ditunda
karena mengancam kehidupan janin atau maternal. Indikasi vital yang
dimaksudkan, yaitu:1,4,8
Infeksi intrauteri
Solusio plasenta
Gawat janin
Prolaps tali pusat
Evaluasi detak jantung janin dengan KTG menunjukkan hasil gawat janin atau redup
BB janin cukup viabel untuk dapat beradaptasi di luar kandungan.1,4,8
pada pemilihan ketuban pecah dini dengan janin yang prematur. Keadaan janin
yang prematur akan menghadapi berbagai kendala umum akibat
ketidakmampuannya beradaptasi terhadap kehidupan di luar kandungan.
Ketidakmampuan untuk hidup di luar kandungan tersebut semata-mata akibat
organ vital yang belum siap untuk menghadapi situasi yang sangat berbeda dengan
keadaan intrauteri sehingga menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang
tinggi.1,4,8
Pada pasien yang telah stabil keadaanya, cairan ketuban telah berhenti mengalir,
dan tidak terjadi kegawatan serta infeksi, pasien dapat diobservasi ketat dan dapat
pulang ke rumah, namun pasien wajib diedukasi tentang hal yang serupa dapat
terjadi lagi. Pasien dianjurkan mengukur suhu badannya 3-4 kali sehari untuk
melihat adanya gejala infeksi, dan pasca KDP pasien dianjurkan memeriksakan
keadaanya 2 hari sekali untuk dipantau keadaanya hingga kondisi pasien benarbenar stabil dan tidak terjadi efek atau komplikasi dari KPD.1,4,7,8
Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia kehamilan.
Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia
karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio
sesarea,maupun gagalnya persalinan normal.1-4,7,8
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90 % terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28 34 minggu 50 % persalinan
dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1
minggu. 1-4,7,8
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah Dini
prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi
sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan lamanya periode
laten. 1-4,7,8
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga
terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan
derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat. 1-4,7,8
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasi pulmonar. 1-4,7,8
urogenitalis ibu. Secara spesifik permulaan infeksi berasal dari vagina, anus, atau
rektum dan menjalar ke uterus. Angka kejadian korioamnionitis 1-2 %.1-4,7,8
Berikan uterotonika supaya kontraksi uterus baik pascapersalinan. Hal ini akan
mencegah/menghambat invasi mikroorganisme melalui sinus-sinus pembuluh darah
pada dinding uterus. 1-4,7,8
Gambar 7 Infeksi intrauterin progresif pasca ketuban pecah dini pada kehamilan
prematur.8
Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan pasien adalah dengan meminimalkan faktor
resiko yang telah disebutkan di atas, seperti tidak merokok, mengkonsumsi
makanan dengan gizi yang baik dan sesuai, dan memeriksakan kandungan secara
teratur sehingga predisposisi kandungan untuk mengalami ketuban pecah dini
Prognosis
Prognosis tergantung pada usia kandungan, keadaan ibu dan bayi serta adanya
infeksi atau tidak. Pada usia kehamilan lebih muda, midtrimester (13-26 minggu)
memiliki prognosis yang buruk. Kelangsungan hidup bervariasi dengan usia
kehamilan saat diagnosis (dari 12% ketika terdiagnosa pada 16-19 minggu,
sebanyak 60% bila didiagnosis pada 25-26 minggu). Pada kehamilan dengan infeksi
prognosis memburuk, sehingga bila bayi selamat dan dilahirkan memerlukan
penanganan yang intensif. Apabila KPD terjadi setelah usia masuk ke dalam aterm
maka prognosis lebih baik terutama bila tidak terdapatnya infeksi, sehingga
terkadang pada aterm sering digunakan induksi untuk membantu persalinan.1,8
Penutup
Ketuban pecah dini memerlukan adanya penanganan yang tanggap dan cepat
sehingga komplikasi yang membahayakan ibu dan janin. Pemeriksaan yang teliti
perlu dilakukan sehingga dapat mendeteksi komplikasi dengan baik. Jika terjadi
suatu keadaan gawat janin maupun ibu maka pilihanya adalah kehamilan harus
diterminasi, sedangkan pada kasus yang hasil evaluasinya baik hanya perlu
diobservasi. Sehingga baik pasien maupun tim medis yang menangani harus benarbenar menaruh perhatian pada masalah penanganan ketuban pecah dini.
Daftar pustaka
https://sikkabola.wordpress.com/2012/08/28/referat-ketuban-pecah-dini/