Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA NEONATORUM

A. Pengertian
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan
dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah
bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin
timbul. (Wiknjosastro, 2017)
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang baru lahir yang tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur dalam satu menit pertama setelah lahir. Biasanya terjadi pada bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan kompikasi, seperti diabetes melitus, preeklamsia berat atau eklamsia,
eritroblastosis fetais, kelahiran kurang bulan (kehamilan < 34 minggu), kelahiran lewat bulan,
plasenta previa, solusio plasenta, korioamnionitis, hidramnion, dan oligohidramnion, gawat janin
serta pemberian obat anestesi atau narkotika sebelum kelahiran.(Ummu Harist)

B. Etiologi
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah
uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim
ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa
faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir,
diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
1. Faktor ibu
a. Preeklampsia dan eklampsia
b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c. Partus lama atau partus macet
d. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

1
2. Faktor tali pusat
a. Preeklampsia dan eklampsia
b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c. Partus lama atau partus macet
d. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
3. Faktor Bayi
a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)
c. Kelainan bawaan (kongenital)
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk
menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus
dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan
tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak
dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan
resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.

C. Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus
vagus sehingga DJJ menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus
tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ
menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan
intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir,alveoli tidak berkembang. Apabila
asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus
neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung dan tekanan darah
bayi mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah
sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan

2
darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi
jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
PATHWAY

3
D. Manifestasi Klinis
a. Distres pernafasan (apnu atau megap-megap)
b. detak jantung < 100x/menit
c. refleks/respon bayi lemah
d. tonus otot menurun
e. warna kuit biru atau pucat.
Berdasarkan skor APGAR menit pertama, asfiksia pada neonatus dibagi menjadi :
a. Asfiksia ringan : skor APGAR 4-6
b. Asfiksia berat : skor APGAR 0-3
Penilaian skor APGAR
Detak jantung : nilai 0 : tidak ada
1 : < 100/menit
2 : > 100/menit
Pernapasan : nilai 0 : tidak ada
1 : tidak teratur
2 : tangis kuat
Refleks jalan napas : nilai 0 : tidak ada
1 : menyeringai
2 : batuk/bersin
Tonus otot : nilai 0 : lunglai
1 : feksi ekstremitas (lemas)
2 : fleksi kuat, gerak aktif
Warna kulit : nilai 0 : biru/pucat
1 : tubuh merah, ekstremitas biru
2 : merah seluruh tubuh
Skor APGAR normal : 7-10.
Pemantauan : bila skor Apgar 5 menit setelah bayi lahir masih kurang dari 7, penilaian dianjutkan
setiap 5 menit.

4
E. Penatalaksanaan
Pada neonatus dengan asfiksia, resusitasi diberikan secepat mungkin tanpa menunggu
penghitungan skor Apgar. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang
dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
1. Memastikan saluran terbuka
a. Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
b. Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
c. Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan
terbuka.
2. Memulai pernafasan
a. Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
b. Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke
mulut (hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi
a. Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
b. Kompresi dada.
c. Pengobatan

F. Komplikasi
a. Edema otak
b. Perdarahan otak
c. Anuria atau oiguria
d. Hiperbilirubinemia
e. Enterokoits netrotikans
f. Kejang
g. Koma

G. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1. Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :

5
a. Hb (normal 15-19 gr%), biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena
O2 dalam darah sedikit.
b. Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm
imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
c. Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct).
d. Distrosfiks pada bayi preterm dengan pos asfiksi cenderung turun karena sering terjadi
hipoglikemi.
2. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
a. pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
b. pCO2 (normal 35 – 45 mmHg). Kadar pCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik sering
terjadi hiperapnea.
c. pO2 (normal 75-100 mmHg). Kadar pO2 bayi post asfiksia cenderung turun karena terjadi
hipoksia progresif.
d. HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
3. Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
a. Natrium (normal 134-150 mEq/L)
b. Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
c. Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
4. Foto thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

6
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Sirkulasi
a. Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai
80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
b. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri
dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
c. Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
d. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/ cairan
a. Berat badan : 2500-4000 gram
b. Panjang badan : 44-45 cm
c. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
4. Neurosensori
Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
a. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama
setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding,
edema, hematoma).
b. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas
genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
5. Pernafasan
a. Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
b. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
c. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak :
kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
6. Keamanan
Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung
pada usia gestasi).

7
Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda
atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran
dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal),
bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal)
atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit
kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal).

B. Diagnosa Keperawatan
A. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
B. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
C. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
D. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada
agen-agen infeksius.
E. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
F. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.

C. Rencana Tindakan dan Rasionalisasi


Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan 1. Tentukan 1. pengumpulan
efektif b.d produksi mukus tindakan kebutuhan oral/ data untuk
banyak. keperawatan selama suction tracheal. perawatan optimal
Tujuan : Setelah dilakukan proses keperawatan 2. Auskultasi suara 2. membantu
tindakan keperawatan diharapkan jalan nafas sebelum dan mengevaluasi
selama proses nafas lancar.1. sesudah suction . keefektifan upaya
keperawatan diharapkan Tidak menunjukkan 3. Bersihkan batuk klien
jalan nafas lancar. demam. daerah bagian 3. meminimaliasi
2. Tidak tracheal setelah penyebaran
menunjukkan suction selesai mikroorganisme
cemas. dilakukan.

8
3. Rata-rata repirasi 4. Monitor status 4. untuk
dalam batas normal. oksigen pasien, mengetahui
4. Pengeluaran status efektifitas dari
sputum melalui hemodinamik suction.
jalan nafas. segera sebelum,
5. Tidak ada suara selama dan
nafas tambahan. sesudah suction.

Pola nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan 1) Pertahankan 1. untuk


hipoventilasi. tindakan kepatenan jalan membersihkan
keperawatan selama nafas dengan jalan nafas
proses keperawatan melakukan 2. guna
diharapkan pola pengisapan lendir. meningkatkan
nafas menjadi 2) Pantau status kadar oksigen yang
efektif. pernafasan dan bersirkulasi dan
Kriteria hasil : oksigenasi sesuai memperbaiki status
1. Pasien dengan kebutuhan. kesehatan
menunjukkan pola 3) Auskultasi jalan 3. membantu
nafas yang efektif. nafas untuk mengevaluasi
2. Ekspansi dada mengetahui adanya keefektifan upaya
simetris. penurunan batuk klien
3. Tidak ada bunyi ventilasi. 4. perubahan AGD
nafas tambahan. 4) Kolaborasi dapat mencetuskan
4. Kecepatan dan dengan dokter disritmia jantung.
irama respirasi untuk pemeriksaan 5. terapi oksigen
dalam batas normal. AGD dan dapat membantu
pemakaian alat mencegah gelisah
bantu nafas bila klien menjadi
5) Berikan dispneu, dan ini
oksigenasi sesuai juga membantu

9
kebutuhan. mencegahedema
paru.

Kerusakan pertukaran gas Tujuan : Setelah 1) Kaji bunyi paru, 1. . membantu


b.d ketidakseimbangan dilakukan tindakan frekuensi nafas, mengevaluasi
perfusi ventilasi. keperawatan selama kedalaman nafas keefektifan upaya
proses keperawatan dan produksi batuk klien
diharapkan sputum. 2. . membantu
pertukaran gas 2) Auskultasi mengevaluasi
teratasi. bunyi nafas, catat keefektifan upaya
Kriteria hasil : area penurunan batuk klien
1. Tidak sesak aliran udara dan / 3. perubahan AGD
nafas bunyi tambahan. dapat mencetuskan
2. Fungsi paru 3) Pantau hasil disritmia jantung.
dalam batas normal Analisa Gas Darah

Risiko cedera b.d anomali Tujuan : Setelah 1. Cuci tangan 1. untuk mencegah
kongenital tidak terdeteksi dilakukan tindakan setiap sebelum dan infeksi nosokomial
atau tidak teratasi keperawatan selama sesudah merawat 2. untuk mencegah
pemajanan pada agen-agen proses keperawatan bayi. infeksi nosokomial
infeksius. diharapkan risiko 2. Pakai sarung 3. untuk mencegah
cidera dapat tangan steril. keadaan yang kebih
dicegah. 3. Lakukan buruk.
Kriteria hasil : pengkajian fisik 4. untuk
1. Bebas dari secara rutin meningkatkan
cidera/ komplikasi. terhadap bayi baru pengetahuan
2. Mendeskripsikan lahir, perhatikan keluarga dalam
aktivitas yang tepat pembuluh darah deteksi awal suatu
dari level tali pusat dan penyakit.
perkembangan adanya anomali.

10
anak. 4. Ajarkan
3. Mendeskripsikan keluarga tentang
teknik pertolongan tanda dan gejala
pertama infeksi dan
melaporkannya
pada pemberi
pelayanan
kesehatan.
5. Berikan agen
imunisasi sesuai
indikasi
(imunoglobulin
hepatitis B dari
vaksin hepatitis
Risiko ketidakseimbangan Tujuan : Setelah 1. Hindarkan 1. untuk menjaga
suhu tubuh b.d kurangnya dilakukan tindakan pasien dari suhu tubuh agar
suplai O2 dalam darah. keperawatan selama kedinginan dan stabil.
proses keperawatan tempatkan pada 2. untuk
diharapkan suhu lingkungan yang mendeteksi lebih
tubuh normal. hangat. awal perubahan
Kriteria Hasil : 2. Monitor gejala yang terjadi guna
1. Temperatur yang berhubungan mencegah
badan dalam batas dengan hipotermi, komplikasi
normal. misal fatigue, 3. peningkatan
2. Tidak terjadi apatis, perubahan suhu dapat
distress pernafasan. warna kulit dll. menunjukkan
3. Tidak gelisah. 3. Monitor TTV. adanya tanda-tanda
4. Perubahan warna 4. Monitor adanya infeksi
kulit. bradikardi. 4. penurunan
5. Bilirubin dalam 5. Monitor status frekuensi nadi
pernafasan. menunjukkan

11
batas normal. terjadinya asidosis
resporatori karena
kelebihan retensi
CO2.
Proses keluarga terhenti Tujuan : Setelah 1. Tentukan tipe 1. untuk
b.d pergantian dalam dilakukan tindakan proses keluarga. mengetahui
status kesehatan anggota keperawatan selama 2. Identifikasi efek tindakan yang tepat
keluarga. proses keperawatan pertukaran peran untuk diberikan
diharapkan koping dalam proses 2. untuk
keluarga adekuat. keluarga. mempersiapkan
Kriteria Hasil : 3. Bantu anggota psikologi keluarga
1. Percaya dapat keluarga untuk 3. untuk
mengatasi masalah. menggunakan memanfaatkan
2. Kestabilan mekanisme support dukungan yang ada
prioritas. yang ada. dari keluarga.
3. Mempunyai 4. Bantu anggota 4. untuk mengatasi
rencana darurat. keluarga untuk situasi yang tidak
4. Mengatur ulang merencanakan terduga.
cara perawatan. strategi normal
dalam segala
situasi.

12
DAFTAR PUSTAKA
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3. Jakarta : Informedika
Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil
NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC
http://bluesteam47.blogspot.com/2010/05/asuhan-keperawatan-asfiksia-neonatorum.html.
http://www.scribd.com/doc/31144164/ASKEP-ASFIKSIA-NEONATORUM.
http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/07/asfiksia-neonatarum.

13

Anda mungkin juga menyukai