A. Definisi
Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan
dibawah kurang dari 1500 gram (Indrasanto, 2008).
Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
1500 gram tanpa memandang usia gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang
dalam 1 jam setelah lahir. BBLSR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (<37 minggu) atau
pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction/IUGR) (IDAI, 2010).
Bayi berat lahir sangat rendah adalah bayi (neonatus) yang lahir dengan memiliki
berat badan antara 1000 gram sampai 1500 gram (Alimul, 2005).
Dari ketiga definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa bayi berat lahir sangat
rendah (BBSLR) adalah bayi baru lahir yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir memiliki
berat badan antara 1000 gram sampai 1500 gram tanpa memandang usia gestasi.
B. Etiologi
Pada umumnya BBLSR disebabkan persalinan kurang bulan (umur kehamilan antara
28-36 minggu) atau bayi lahir kecil masa kehamilan (KMK) karena adanya hambatan
pertumbuhan saat dalam kandungan (janin tumbuh lambat/intra uterine growth retardation)
atau kombinasi keduanya. Kematangan fungsi organ tergantung pada usia kehamilan
walaupun berat lahirnya kecil. Semakin muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh
semakin kurang sempurna dan prognosisnya semakin kurang baik (Gomella TL, 2009).
Penyebab lahirnya bayi kurang bulan antara lain berat ibu yang rendah, usia ibu
remaja, kehamilan ganda, riwayat kelahiran prematur, perdarahan antepartum, penyakit
sistemik akut. Penyebab kelahiran bayi kecil masa kehamilan antara lain ibu kurang gizi,
hipertensi, toksemia, anemia, kehamilan ganda, penyakit kronik, dan merokok. Retardasi
pertumbuhan intrauterin dan efek mereka terhadap janin bervariasi tergantung dari cara
dan lama terpapar serta tahap pertumbuhan janin saat gangguan tersebut terjadi (Kiess N,
2009).
C. Klasifikasi
1. Menurut masa gestasinya:
a. Prematuritas Murni
Prematuritas Murni adalah bayi yang lahir dengan kehamilan kurang dari 37
minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan masa kehamilan atau biasa
disebut Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilannya (NKB-SMK).
b. Dismaturitas
Dapat terjadi dalam preterm, aterm, dan posterm dengan gambaran klinik/
karakteristik yang dijumpai.
2. Menurut penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat lahir rendah dibedakan dalam:
1
a. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), beratlahir 1500-2499 gram.
b. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir < 1500 gram.
c. Bayi Berat Lahir Ekstrim Rendah (BBLER), berat lahir < 1000 gram.
3. Berdasarkan berat badan menurut usia kehamilan dapat digolongkan:
a. Kecil Masa Kehamilan (KMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB dibawah persentil
ke-10 kurva pertumbuhan janin.
b. Sesuai Masa Kehamilan (SMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB diantara persentil
ke-10 dan ke-90 kurva pertumbuhan janin.
c. Besar Masa Kehamilan (BMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB diatas persentil ke-
90 pada kurvapertumbuhan janin. (Varney Hellen, 2002).
D. Patofisiologi
Terjadinya BBLR/ BBLSR dapat di pengaruhi faktor ibu, faktor janin, faktor
plasenta, dan faktor lingkungan. Sehingga dapat menyebabkan sindrom aspirasi mekonium
yaitu bayi bisa mengalami asfiksi intra uterin, janin gasping dalam uterus, cairan amnion
bercampur dengan mekonium masuk dan lengket di paru janin. Maka janin dapat beresiko
gangguan pertukaran gas dan resiko tidak efektifnya jalan nafas. Dapat terjadi juga
imaturitas hepar gangguan transportasi albumin dan defesiensi albumin gangguan
pengambilan bilirubin. Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin
pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan
asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap
sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi “Primary
gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan. Bila terdapat gangguan
pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang
lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan
menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak
tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu
periode apnu (Primary apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya
bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan
teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya
berada dalam periode apnu kedua (Secondary apnea).
Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping
adanya perubahan klinis, akan terjadi pula gangguan metabolisme dan pemeriksaan
keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas
mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut dalam tubuh
bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga
glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang.asam organik terjadi akibat
metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat
selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan
diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung
terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot
jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang
kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah paru
2
sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan.
Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap
sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada
kehidupan bayi selanjutnya (Medicine and linux.com).
PATHWAY
3
E. Manifestasi Klinis
1. Sebelum bayi baru lahir
a. Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus prematurus, dan
lahir mati.
b. Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan
c. Pergerakan janin yang pertama terjadi lebih lambat dan tidak sesuia menurut yang
seharusnya.
d. Sering dijumpai kehamilan dengan olgradramnion gravidarum atau pendarahan
anterpartum.
2. Setelah bayi lahir
a. Bayi dengan retardasi pertumbuhan intra uterin
b. Bayi prematur yang lahir sebelum kehamilan 37 minggu
c. Bayi small for date sama dengan bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterine d.
Bayi prematur kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya (Nanda,
2013).
F. Komplikasi
1. Hipotermi
a. Suhu tubuh bayi kurang dari 36,50C
b. Kurang aktif dan tangis lemah c. Malas minum
c. Bayi teraba dingin
d. Frekuensi jantung < 100 x/menit
e. Nafas pelan dan dalam
2. Hipoglikemia
a. Kadar glukosa darah < 45 mg/dl
b. Kejang, tremor, letargi/kurang aktif
c. Timbul saat lahir sampai dengan hari ke 3
d. Riwayat ibu dengan diabetes
e. Keringat dingin
f. Hipotermia, sianosis, apneu intermitten
3. Ikterus/hiperbilirubin
4. Hiperbilirubin pada BBLSR terjadi karena belum maturnya fungsi hepar pada bayi
prematur, bila tidak segera diatasi dapat menyebabkan kern ikterus yang akan
menimbulkan gejala sisa yang permanen. Hiperbilirubin di tandai dengan :
a. Sclera, puncak hidung, sekitar mulut, dada, perut dan ekstermitas berwama kuning
b. Konjungtiva berwama kuning pucat
c. Kejang d. Kemampuan menghisap menurun e. Letargi f. Kadar bilirubin pada bayi
premature lebih dari l0 mg/dl
5. Masalah pemberian minum
a. Kenaikan berat badan bayi < 20 g/hr selama 3 hari
b. Ibu tidak dapat/tidak berhasil menyusui
6. Infeksi/sepsis
4
Infeksi pada BBLSR dapat terjadi bila ada riwayat ibu demam sebelum dan selama
persalinan, ketuban pecah dini, persalinan dengan tindakan, terjadinya asfiksia saat
lahir, dll. Tanda terjadinya infeksi pada BBSLR antara lain
a. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat lekositosis atau lekositopenia dan
trombositopenia
b. Bayi malas minum
c. Suhu tubuh bayi hipertermi ataupun hipotermi
d. Terdapat gangguan nafas
e. Letargi
f. Kulit ikterus, sklerema
g. Kejang
7. Gangguan permafasan
a. Deflsiensi surfaktan paru yang mengarah ke sindrom gawat nafas/RDS
b. Resiko aspirasi akibat belum terkoordiansinya reflek batuk,reflek menghisap dan
reflek menelan
c. Thoraks yang lunak dan otot respirasi yang lemah
d. Pemafasan tidak teratur
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis
2. Urinalisis
3. Ultrasonografi untuk melihat taksiran berat janin dan letak plasenta
4. Amniosentesis untuk melihat kematangan beberapa organ janin, seperti rasio lesitin
sfingomielin, surfaktan
H. Penatalaksanaan
Dengan memperhatikan gambaran klinik dan berbagai kemungkinan yang dapat
terjadi pada bayi prematuritas, maka perawatan dan pengawasan bayi prematuritas
ditujukan pada pengaturan panas badan, pemberian makanan bayi, dan menghindari
infeksi.
1. Pengaturan suhu badan bayi prematuritas/BBLSR
Bayi prematuritas dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia,
karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya
rendah, dan permukaan badan relatif luas. Oleh karena itu, bayi prematuritas harus
dirawat di dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bila
belum memiliki inkubator, bayi prematuritas dapat dilakukan Kangaroo Mother Care
(KMC) dengan ibunya.
2. Makanan bayi prematur/BBLSR
Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung kecil, enzim
pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3 sampai 5gr/kgBB dan kalori
110 kal/kgBB badan, sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum
bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan mengisap cairan lambung. Reflek
mengisap masih lemah, sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit,
5
tetapi dengan frekuensi yang lebih sering. ASI merupakan makanan yang paling utama,
sehingga ASI-lah yang paling dahulu diberikan. Bila faktor mengisapnya kurang maka
ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan
memasang sonde menuju lambung. Permulaan cairan yang diberikan sekitar 50 sampai
60 cc/kgBB/hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cc/kgBB/hari.
3. Menghindari infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih
lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan antibodibelum sempurna.
Oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga
tidak terjadi persalinan prematuritas (BBLSR). Dengan demikian perawatan dan
pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik.
4. Penimbangan ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya
dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan
dengan ketat.
A. Fokus Pengkajian
1. Keadaan umum
Pada neonatus dengan BBLR, keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan akan
membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus
dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan
sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi
neonatus yang baik.
2. Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia benar, tepat
dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh < 36 C dan
beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh > 37 C. Sedangkan suhu normal tubuh antara
36,5 C – 37,5 C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60
kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat pernafasan belum teratur (Potter Patricia
A, 1996 : 87).
3. Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat
lanugo dan verniks.
4. Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar
cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
5. Mata
Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva, warna sklera
tidak kuning, pupil menunjukkan refleks terhadap cahaya.
6. Hidung
6
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir
7. Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
8. Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
9. Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
10. Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi,
frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
11. Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae pada garis papila
mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung
adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi,
sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna
12. Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda – tanda infeksi pada
tali pusat.
13. Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada
neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi
mucus keputihan, kadang perdarahan
14. Anus
Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari faeses.
15. Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya
kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
16. Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro
dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah
tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 : 109-356).
17. Tanda Fisiologis
a. Gerakan bayi pasif dan tangis hanya merintih, walaupun lapar bayi tidak menangis
bayi lebih banyak tidur dan lebih malas.
b. Suhu tubuh mudah untuk menjadi hipotermi penyebabnya adalah: pusat pengatur
panas belum berfungsi dengan sempurna, kurangnya lemak pada jaringan subcutan
akibatnya mempercepat terjadinya perubahan suhu dan kurangnya mobilisasi sehingga
produksi panas berkurang.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan tidak adekuatnya ekspansi paru
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya ventilasi alveolar sekunder
terhadap defisiensi surfaktan
7
3. Resiko tinggi gangguan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya
persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake yang kurang adekuat
5. Hipotermi berhubungan dengan imaturitas control dan pengatur suhu tubuh dan
berkurangnya lemak sub cutan di dalam tubuh
6. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh
C. Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan tidak adekuatnya ekspansi paru
Tujuan : Pola nafas yang efektif \
Kriteria Hasil :
a. Kebutuhan oksigen menurun
b. Nafas spontan, adekuat
c. Tidak sesak
d. Tidak ada retraksi
Intervensi:
a. Kaji frekwensi dan pola pernapasan, perhatikan adanya apnea dan perubahan frekwensi
jantung
Rasional : Membantu dalam membedakan periode perputaran pernapasan normal dari
serangan apnetik sejati, terutama sering terjadi pad gestasi minggu ke-30
b. Isap jalan napas sesuai kebutuhan
Rasional : Menghilangkan mukus yang menyumbat jalan napas
c. Posisikan bayi pada abdomen atau posisi telentang dengan gulungan popok dibawah
bahu untuk menghasilkan sedikit ekstensi
Rasional : Posisi ini memudahkan pernapasan dan menurunkan episode apnea,
khususnya bila ditemukan adanya hipoksia, asidosis metabolik atau hiperkapnea
d. Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yang akan memperberat depresi
pernapasan pada bayi
Rasional : Magnesium sulfat dan narkotik menekan pusat pernapasan dan aktifitas SSP
e. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
Rasional : Hipoksia, asidosis netabolik, hiperkapnea, hipoglikemia, hipokalsemia dan
sepsis.
f. Berikan oksigen sesuai indikasi
g. Rasional : Perbaikan kadar oksigen dan karbondioksida dapat meningkatkan funsi
pernapasan
h. Berikan obat-obatan yang sesuai indikasi
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya ventilasi alveolar sekunder
terhadap defisiensi surfaktan
Tujuan : Pertukaran gas adekuat
Kriteria :
a. Tidak sianosis
b. Analisa gas darah normal
8
c. Saturasi oksigen normal
Intervensi :
a. Letakkan bayi terlentang dengan alas yang data, kepala lurus, dan leher sedikit
tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal atau selimut diatas bahu bayi sehingga
bahu terangkat 2-3 cm
Rasional : Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi flexi leher yang dapat mengurangi
kelancaran jalan nafas
b. Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu
Rasional : Jalan nafas harus tetap dipertahankan bebas dari lendir untuk menjamin
pertukaran gas yang sempurna
c. Observasi gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis tiap 4 jam
Rasional : Deteksi dini adanya kelainan.
d. Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas darah
arteri
Rasional : Mencegah terjadinya hipoglikemia
3. Resiko tinggi gangguan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Tujuan : Hidrasi baik
Kriteria :
a. Turgor kulit elastik
b. Tidak ada edema
c. Produksi urin 1-2 cc/kgbb/jam
d. Elektrolit darah dalam batas normal
Intervensi
a. Bandingkan masukan dan pengeluaran urine setiap shift dan keseimbangan kumulatif
setiap periodik 24 jam
Rasional : Pengeluaran harus 1-3 ml/kg/jam, sementara kebutuhan terapi cairan kira-
kira 80-100 ml/kg/hari pada hari pertama, meningkat sampai 120140 ml/kg/hari pada
hari ketiga postpartum. Pengambilan darah untuk tes menyebabkan penurunan kadar
Hb/Ht.
b. Pantau berat jenis urine setiap selesai berkemih atau setiap 2-4 jam dengan
menginspirasi urine dari popok bayi bila bayi tidak tahan dengan kantong penampung
urine.
Rasional : Meskipun imaturitas ginjal dan ketidaknyamanan untuk mengonsentrasikan
urine biasanya mengakibatkan berat jenis yang rendah pada bayi preterm (rentang
normal1,006-1,013). Kadar yang rendah menandakan volume cairan berlebihan dan
kadar lebih besar dari 1,013 menandakan ketidakmampuan masukan cairan dan
dehidrasi.
c. Evaluasi turgor kulit, membran mukosa, dan keadaan fontanel anterior. Rasional :
Kehilangan atau perpindahan cairan yang minimal dapat dengan cepat menimbulkan
dehidrasi, terlihat oleh turgor kulit yang buruk, membran mukosa kering, dan fontanel
cekung.
9
d. Berikan infus parenteral dalam jumlah lebih besar dari 180 ml/kg, khususnya pada
PDA, displasia bronkopulmonal (BPD), atau entero coltis nekrotisan (NEC)
Rasional : Dehidrasi meningkatkan kadar Ht diatas normal 45-53% kalium serum
e. Berikan tranfusi darah
Rasional : Penggantian cairan darah menambah volume darah, membantu
mengenbalikan vasokonstriksi akibat dengan hipoksia, asidosis, dan piraukanan ke kiri
melalui PDA dan telah membantu dalam penurunan komplikasi enterokolitis
nekrotisan dan displasia bronkopulmonal.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya
persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake yang kurang adekuat
Tujuan : Nutrisi adekuat
Kriteria :
a. Berat badan naik 10-30 gram / hari
b. Tidak ada edema
c. Protein dan albumin darah dalam batas normal
Intervensi :
a. Kaji maturitas refleks berkenaan dengan pemberian makan (misalnya: mengisap,
menelan, dan batuk)
Rasional : Menentukan metode pemberian makan yang tepat untuk bayi
b. Auskultasi adanya bising usus, kaji status fisik dan statuys pernapasan
Rasional : Pemberian makan pertama bayi stabil memiliki peristaltik dapat dimulai 6-
12 jam setelah kelahiran. Bila distres pernapasan ada cairan parenteral di indikasikan
dan cairan peroral harus ditunda\
c. Kaji berat badan dengan menimbang berat badan setiap hari, kemudian
dokumentasikan pada grafik pertumbuhan bayi
Rasional : Mengidentifikasikan adanya resiko derajat dan resiko terhadap pola
pertumbuhan. Bayi SGA dengan kelebihan cairan ekstrasel kemungkinan kehilangan
15% BB lahir. Bayi SGA mungkin telah mengalami penurunan berat badan dealam
uterus atau mengalami penurunan simpanan lemak/glikogen.
d. Pantau masukan dan dan pengeluaran. Hitung konsumsi kalori dan elektrolit setiap hari
Rasional : Memberikan informasi tentang masukan aktual dalam hubungannya dengan
perkiraan kebutuhan untuk digunakan dalam penyesuaian diet
e. Kaji tingkat hidrasi, perhatikan fontanel, turgor kulit, berat jenis urine, kondisi
membran mukosa, fruktuasi berat badan.
Rasional : Peningkatan kebutuhan metabolik dari bayi SGA dapat meningkatkan
kebutuhan cairan. Keadaan bayi hiperglikemia dapat mengakibatkan diuresi pada bayi.
Pemberian cairan intravena mungkin diperlukan untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan, tetapi harus dengan hatihati ditangani untuk menghindari kelebihan cairan
f. Kaji tanda-tanda hipoglikemia; takipnea dan pernapasan tidak teratur, apnea, letargi,
fruktuasi suhu, dan diaphoresis. Pemberian makan buruk, gugup, menangis, nada
tinggi, gemetar, mata terbalik, dan aktifitas kejang.
Rasional : Karena glukosa adalah sumber utama dari bahan bakar untuk otak,
kekurangan dapat menyebabkan kerusakan SSP permanen.hipoglikemia secara
10
bermakna meningkatkan mobilitas mortalitas serta efek berat yang lama bergantung
pada durasi masing-masing episode.
g. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
Rasional : Hipoglikemia dapat terjadi pada awal 3 jam lahir bayi SGA saat cadangan
glikogen dengan cepat berkurang dan glukoneogenesis tidak adekuat karena penurunan
simpanan protein obat dan lemak
h. Kolaborasi dalam pemberian nutrisi parenteral
5. Hipotermi berhubungan dengan imaturitas control dan pengatur suhu tubuh dan
berkurangnya lemak sub cutan di dalam tubuh
Tujuan : Klien mempertahankan suhu tubuh stabil
Kriteria hasil: Suhu aksila bayi tetap dalam rentang normal
Intervensi :
a. Tempatkan bayi pada inkubator, penghangat rsian, atau pakaian hangat dalam
keranjang terbuka
b. Atur unit servokontrol atau kontrol suhu udara sesuai kebutuhan
c. Gunakan pelindung panas plastik bila tepat
d. Periksa suhu bayi dalam hubungannya dengan suhu ambien dan suhu unit pemanas
e. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
6. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh
Tujuan : Klien tidak menunjukkan infeksi nosokomial
Kriteria hasil: bayi tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi nosokomial
Intervensi :
a. Pastikan bahwa semua pemberi perawatan mencuci tangan sebelum dan setelah
mengurus bayi
b. Pastikan bahwa semua alat kontak dengan bayi sudah bersih atau steril
c. Isolasi bayi lain yang mengalami infeksi sesuai kebijakan institusional
d. Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan orangtua dalam prosedur kontrol infeksi
e. Beri terapi antibiotik sesuai instruksi
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta
Hanifah, 2010. Perawatan Pediatic. Jakarta : TUSCA
Hidayat,Alimul A.2005. PengantarIlmuKeperawatan Anak1.Penerbit SalembaMedica : Jakarta.
NANDA. 2015. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification. Philadelphia
Prawirohardjo, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka
Sitohang ,Nur Asnah.2006. AsuhanKeperawatanPadaBeratBadanLahirRendah. USU Repository
11