Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

BERAT BADAN LAHIR SANGAT RENDAH (BBLSR)

OLEH :
1. Dwi Mardika Sari S. (B11414777)
2. Fitry Artadawati (B11414789)

POLITEKNIK KESEHATAN (POLTEKKES) BHAKTI MULIA


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2016/2017
LAPORAN PENDAHULUAN
BERAT BADAN LAHIR SANGAT RENDAH (BBLSR)

A. Pengertian
Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi baru lahir dengan berat
badan dibawah kurang dari 1500 gram (Alimul Aziz, 2008).
Bayi berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 1500 gram tanpa memandang usia gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. BBLSR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (<37
minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction/IUGR) (Hanifah,
2010).
Bayi berat lahir sangat rendah adalah bayi (neonatus) yang lahir dengan
memiliki berat badan antara 1000 gram sampai 1500 gram (Proverawati, 2010)

B. Klasifikasi
Ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR :
1. Menurut harapan hidupnya
a. Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500 gram.
b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir 1000-1500 gram.
c. Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir kurang dari 1000
gram.
2. Menurut masa gestasinya
a. Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat
badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi atau biasa disebut
neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK).
b. Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa gestasi itu. Bayi mengalami retardasi pertumbuhan
intrauterin dan merupakan bayi kecil untuk masa kehamilannya (KMK)
(Proverawati, 2010).

C. Etiologi
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah :
1. Faktor ibu
a. Penyakit
1) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan antepartum,
preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
2) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi,
HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
3) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
b. Ibu
1) Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun.
2) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
3) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
c. Keadaan sosial ekonomi
1) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
2) Aktivitas fisik yang berlebihan
3) Perkawinan yang tidak sah
2. Faktor janin
Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi sitomegali,
rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
3. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio plasenta,
sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.
4. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di dataran tinggi, terkena
radiasi, serta terpapar zat beracun (Proverawati, 2010).

D. Manifestasi Klinis
Gambaran Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) tergantung dari umur kehamilan
sehingga dapat dikatakan bahwa makin kecil bayi atau makin muda kehamilan maka
nyata. Sebagai gambaran umum dapat dikemukakan bahwa Berat Badan Lahir Rendah
mempunyai karakteristik. Karateristik BBLR sebagai berikut:
1. Berat Badan Lahir kurang dari 2.500 gram.
2. Panjang badan kurang dari 45 cm.
3. Lingkar dada kurang dari 33 cm.
4. Lingkar kepala kurang dari 33 cm.
5. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
6. Kepala relatif lebih besar dari badannya.
7. Kulit: tipis transparan, lanugo banyak terutama pada dahi, lemak subkutan kurang.
8. Ubun-ubun dan sutura lebar.
9. Tangisan lemah dan jarang
10. Pernapasan belum teratur dan sering timbul apnea.
11. Daya isap lemah terutama dalam hari-hari pertama.
12. Labia minora belum tertututp oleh labia mayora (pada wanita), testis belum turun
(pada laki-laki).
13. Pergerakan kurang dan lemah.
14. Kepala tidak mampu bergerak.
15. Pernapasan sekitar 45 sampai 50 x/menit
16. Frekuensi nadi 100 sampai 140/ menit. (Alimul Aziz, 2008)

E. Patofisiologi
Terjadi BBLR/BBLSR dapat dipengaruhi faktor ibu, faktor janin, faktor
plasenta, dan faktor lingkungan. Sehingga dapat menyebabkan sindrom aspirasi
mekonium yaitu bayi bisa mengalami asfiksia intrauterin, janin gasping dalam uterus,
cairan amnion bercampur dengan mekonium masuk dan lengket di paru janin. Maka janin
dapat beresiko gangguan pertukaran gas dan resiko tidak efektifnya jalan nafas. Dapat
terjadi juga imaturitas hepar gangguan transportasi albumin dan defisiensi albumin
gangguan pemngambilan bilirubin.
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa
kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan
yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu
untuk merangsang kemoreseptor pusat persarafan agar terjadi primary gasping yang
kemudian akan berlanjut dengan pernafasan. Bila terdapat gangguan pertukaran
gas/pengangkatan O2 selama kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat.
Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan
menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak
tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia.
Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnea (primary apnea)
disertai dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha
bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia
berat, usaha bernafas ini tidak tampak dari bayi selanjutnya berada dalam periode apnu
kedua (secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan
darah. Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pada gangguan metabolisme dan
pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi.
Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidosis
respiratorik, bila gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme
anaerobik yang berupa glikosis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada
jantung dan hati akan berkurang,asam organik terjadi akibat metabolisme ini akan
menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi
poerubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya
hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya
asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk oto jantung
sehingga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang
adekuat akan menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga
sirkulasi darah keparu dan ke sistem tubuh lain akan mengalami gangguan.
Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat
buruk terhadap sel otak. Kerusakan sle otak yang terjadi menimbulkan kematian atau
gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya (Carpenito, 2008)

F. Pathways

G. Komplikasi
1. Hipotermi
Tanda terjadinya hipotermi pada BBLSR adalah
a. Suhu tubuh bayi kurang dari 36,50C
b. Kurang aktif dan tangis lemah
c. Malas minum
d. Bayi teraba dingin
e. Frekuensi jantung < 100x/menit
f. Nafas pelan dan dalam
2. Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan :
a. Kadar glukosa darah < 45 mg/dl
b. Kejang, tremor, letargi/kurang aktif
c. Timbul saat lahir sampai dengan hari ke 3
d. Riwayat ibu dengan diabetes
e. Keringat dingin
f. Hipotermia, sianosis, apnea intermitten
3. Ikterus/hiperbilirubin
Hiperbilirubin pada BBLSR terjadi karena belum maturnya fungsi hepar pada bayi
prematur, bila tidak segera diatasi dapat menyebabkan kern ikterus yang akan
menimbulkan gejala sisa yang permanen. Hiperbilirubin ditandai dengan :
a. Sclera, puncak hidung, sekitar mulut, dada,perut dan ekstremitas berwarna
kuning
b. Konjungtiva berwarna kuning pucat
c. Kejang
d. Kemampuan menghisap menurun
e. Letargi
f. Kadar bilirubin pada bayi prematur lebih dari 10mg/dl
4. Masalah pemberian minum
a. Kenaikan berat badan bayi < 20 g/hari selama 3 hari
b. Ibu tidak dapat/tidak berhasil menyusui
5. Infeksi/sepsis
Infeksi pada BBLSR dapat terjadi bila ada riwayat ibu demam sebelum dan selama
persalinan, ketuban pecah dini, persalinan dengan tindakan, terjadinya asfiksia saat
lahir, dll. Tanda terjadinya infeksi pada BBLSR antara lain :
a. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat leukosistosis atau leukositopenia dan
trombositopenia
b. Bayi malas minum
c. Suhu tubuh bayi hipertermi atau hipotermi
d. Terdapat gangguan nafas
e. Letargi
f. Kulit ikterus, sklerema
g. Kejang
6. Gangguan pernafasan
a. Defisiensi surfaktan paru yang mengarah ke sindrom gawat nafas/RDS
b. Resikoaspirasi akibat belum terkoordinasinya reflek batuk, reflek menghisap dan
reflek menelan
c. Thoraks yang lunak dan otot respirasi yang lemah
d. Pernafasan tidak teratur (Proverawati, 2010)

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis
2. Urinalisis
3. Ultrasonografi untukmelihat taksiran berat janin dan letak plasenta
4. Amniosentesis untuk melihat kematangan beberapa organ janin, seperti rasio lesitin
sfingomielin, surfaktan (Hanifah, 2010)

I. Penatalaksanaan
Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang menyebabkan bayi
BBLR cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan
dikelola pada masa neonatal. Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan untuk
mengurangi stress fisik maupun psikologis. Adapun penatalaksanaan BBLR meliputi :
1. Dukungan respirasi
Tujuan primer dalam asuhan bayi resiko tinggi adalah mencapai dan
mempertahankan respirasi. Banyak bayi memerlukan oksigen suplemen dan bantuan
ventilasi. Bayi dengan atau tanpa penanganan suportif ini diposisikan untuk
memaksimalkan oksigenasi karena pada BBLR beresiko mengalami defisiensi
surfaktan dan periadik apneu. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan
nafas, merangsang pernafasan, diposisikan miring untuk mencegah aspirasi,
posisikan tertelungkup jika mungkin karena posisi ini menghasilkan oksigenasi yang
lebih baik, terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi.
Pemberian oksigen 100% dapat memberikan efek edema paru dan retinopathy of
prematurity.
2. Termoregulasi
Kebutuhan yang paling krusial pada BBLR setelah tercapainya respirasi
adalah pemberian kehangatan eksternal. Pencegahan kehilangan panas pada bayi
distress sangat dibutuhkan karena produksi panas merupakan proses kompleks yang
melibatkan sistem kardiovaskular, neurologis, dan metabolik. Bayi harus dirawat
dalam suhu lingkungan yang netral yaitu suhu yang diperlukan untuk konsumsi
oksigen dan pengeluaran kalori minimal. Menurut Thomas (1994) suhu aksilar
optimal bagi bayi dalam kisaran 36,5C 37,5C, sedangkan menurut Sauer dan
Visser (1984) suhu netral bagi bayi adalah 36,7C 37,3C.
Menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi dapat dilakukan
melalui beberapa cara, yaitu :
a. Kangaroo Mother Care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi dengan ibunya. Jika
ibu tidak ada dapat dilakukan oleh orang lain sebagai penggantinya.
b. Pemancar pemanas
c. Ruangan yang hangat
d. Inkubator
Tabel 2.1 Suhu inkubator yang direkomendasikan menurut umur dan berat

Suhu inkubator (C) menurut umur


Berat bayi
35C 34C 33C 32C
< 1500 gr 1-10 hari 11 hari - 3 minggu 3-5 Minggu >5 minggu
1500-2000 gr 1-10 hari 11 hari-4 minggu >4 minggu
2100-2500 gr 1-2 hari 3 hari-3 minggu >3 minggu
> 2500 gr 1-2 hari >2 hari
Bila jenis inkubatornya berdinding tunggal, naikkan suhu inkubator 1C setiap
perbedaan suhu 7C antara suhu ruang dan inkubator
3. Perlindungan terhadap infeksi
Perlindungan terhadap infeksi merupakan bagian integral asuhan semua
bayi baru lahir terutama pada bayi preterm dan sakit. Pada bayi BBLR imunitas
seluler dan humoral masih kurang sehingga sangat rentan denan penyakit. Beberapa
hal yang perlu dilakukan untuk mencegah infeksi antara lain :
a. Semua orang yang akan mengadakan kontak dengan bayi harus melakukan
cuci tangan terlebih dahulu.
b. Peralatan yang digunakan dalam asuhan bayi harus dibersihkan secara teratur.
Ruang perawatan bayi juga harus dijaga kebersihannya.
c. Petugas dan orang tua yang berpenyakit infeksi tidak boleh memasuki ruang
perawatan bayi sampai mereka dinyatakan sembuh atau disyaratkan untuk
memakai alat pelindung seperti masker ataupun sarung tangan untuk
mencegah penularan.
4. Hidrasi
Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan
tambahan kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting pada bayi
preterm karena kandungan air ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi cukup
bulan dan sampai 90% pada bayi preterm). Hal ini dikarenakan permukaan tubuhnya
lebih luas dan kapasitas osmotik diuresis terbatas pada ginjal bayi preterm yang
belum berkembang sempurna sehingga bayi tersebut sangat peka terhadap
kehilangan cairan.
5. Nutrisi
Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR tetapi
terdapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena berbagai
mekanisme ingesti dan digesti makanan belum sepenuhnya berkembang. Jumlah,
jadwal, dan metode pemberian nutrisi ditentukan oleh ukuran dan kondisi bayi.
Nutrisi dapat diberikan melalui parenteral ataupun enteral atau dengan kombinasi
keduanya.
Bayi preterm menuntut waktu yang lebih lama dan kesabaran dalam
pemberian makan dibandingkan bayi cukup bulan. Mekanisme oral-faring dapat
terganggu oleh usaha memberi makan yang terlalu cepat. Penting untuk tidak
membuat bayi kelelahan atau melebihi kapasitas mereka dalam menerima makanan.
Toleransi yang berhubungan dengan kemampuan bayi menyusu harus didasarkan
pada evaluasi status respirasi, denyut jantung, saturasi oksigen, dan variasi dari
kondisi normal dapat menunjukkan stress dan keletihan.
Bayi akan mengalami kesulitan dalam koordinasi mengisap, menelan, dan
bernapas sehingga berakibat apnea, bradikardi, dan penurunan saturasi oksigen. Pada
bayi dengan reflek menghisap dan menelan yang kurang, nutrisi dapat diberikan
melalui sonde ke lambung. Kapasitas lambung bayi prematur sangat terbatas dan
mudah mengalami distensi abdomen yang dapat mempengaruhi pernafasan.
Kapasitas lambung berdasarkan umur dapat diukur sebagai berikut :

Tabel 2.2 Kapasitas lambung berdasarkan umur

Umur Kapasitas (ml)


Bayi baru lahir 10-20
1 minggu 30-90
2-3 mingu 75-100
1 bulan 90-150
3 bulan 150-200
1 tahun 210-360

6. Penghematan energi
Salah satu tujuan utama perawatan bayi resiko tinggi adalah menghemat
energi, Oleh karena itu BBLR ditangani seminimal mungkin. Bayi yang dirawat di
dalam inkubator tidak membutuhkan pakaian , tetapi hanya membutuhkan popok
atau alas. Dengan demikian kegiatan melepas dan memakaikan pakaian tidak perlu
dilakukan. Selain itu, observasi dapat dilakukan tanpa harus membuka pakaian.
Bayi yang tidak menggunakan energi tambahan untuk aktivitas bernafas,
minum, dan pengaturan suhu tubuh, energi tersebut dapat digunakan untuk
pertumbuhan dan perkembangan. Mengurangi tingkat kebisingan lingkungan dan
cahaya yang tidak terlalu terang meningkatkan kenyamanan dan ketenangan
sehingga bayi dapat beristirahat lebih banyak.
Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi bayi preterm dan
menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, lebih menoleransi makanan, pola tidur-
istirahatnya lebih teratur. Bayi memperlihatkan aktivitas fisik dan penggunaan energi
lebih sedikit bila diposisikan telungkup.
PMK akan memberikan rasa nyaman pada bayi sehingga waktu tidur bayi
akan lebih lama dan mengurangi stress pada bayi sehingga mengurangi penggunaan
energi oleh bayi.
7. Stimulasi Sensori
Bayi baru lahir memiliki kebutuhan stimulasi sensori yang khusus. Mainan
gantung yang dapat bergerak dan mainan- mainan yang diletakkan dalam unit
perawatan dapat memberikan stimulasi visual. Suara radio dengan volume rendah,
suara kaset, atau mainan yang bersuara dapat memberikan stimulasi pendengaran.
Rangsangan suara yang paling baik adalah suara dari orang tua atau keluarga, suara
dokter, perawat yang berbicara atau bernyanyi. Memandikan, menggendong, atau
membelai memberikan rangsang sentuhan.
Rangsangan suara dan sentuhan juga dapat diberikan selama PMK karena
selama pelaksanaan PMK ibu dianjurkan untuk mengusap dengan lembut punggung
bayi dan mengajak bayi berbicara atau dengan memperdengarkan suara musik untuk
memberikan stimulasi sensori motorik, pendengaran, dan mencegah periodik apnea.
8. Dukungan dan Keterlibatan Keluarga
Kelahiran bayi preterm merupakan kejadian yang tidak diharapkan dan
membuat stress bila keluarga tidak siap secara emosi. Orang tua biasanya memiliki
kecemasan terhadap kondisi bayinya, apalagi perawatan bayi di unit perawatan
khusus mengharuskan bayi dirawat terpisah dari ibunya. Selain cemas, orang tua
mungkin juga merasa bersalah terhadap kondisi bayinya, takut, depresi, dan bahkan
marah. Perasaan tersebut wajar, tetapi memerlukan dukungan dari perawat.
Perawat dapat membantu keluarga dengan bayi BBLR dalam menghadapi
krisis emosional, antara lain dengan memberi kesempatan pada orang tua untuk
melihat, menyentuh, dan terlibat dalam perawatan bayi. Hal ini dapat dilakukan
melalui metode kanguru karena melalui kontak kulit antara bayi dengan ibu akan
membuat ibu merasa lebih nyaman dan percaya diri dalam merawat bayinya.
Dukungan lain yang dapat diberikan perawat adalah dengan menginformasikan
kepada orang tua mengenai kondisi bayi secara rutin untuk meyakinkan orang tua
bahwa bayinya memperoleh perawatan yang terbaik dan orang tua selalu mendapat
informasi yang tepat mengenai kondisi bayinya (Proverawati, 2010)

J. Fokus Pengkajian
1. Keadaan umum
Pada neonatus dengan BBLR, keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan akan
membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis keras.kesadaran
neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang
stabil,panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala
dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
2. Tanda tanda vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia benar,
tepat dan cepat. Untuk bayipreterm beresiko terjadinya hipotermi bila suhu tubuh <
360C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh > 37 0C. Sedangkan suhu normal
tubuh antara 36,50C 37,50C, nadi normal antara 120 140 kali per menit, respirasi
normal antara 40 60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat pernafasan
belum teratur.
3. Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada bayi preterm
terdapat lanugo dan verniks.
4. Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal hematom, ubun ubun
besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakaranial.
5. Mata
Warna konjungtiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding konjungtiva, warna
sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleks terhadap cahaya.
6. Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
7. Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
8. Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.
9. Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.
10. Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara heezing dan ronchi,
frekuensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
11. Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 2 cm dibawah arcus costaae pada garis papila
mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung
adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahirab
bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
12. Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan atau tidak, adanya tanda tanda infeksi
pada tali pusat.
13. Genetalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada
neonatus laki laki, neonatus perempuan lihat lania mayor dan labia minor, adanya
sekresi mukus keputihan, kadang perdarahan.
14. Anus
Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari
feses.
15. Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin,perhatikan adanya patah tulang atau adanya
kelumpuhan syaraf atau keadaan jari jari tangan serta jumlahnya.
16. Refleks
Pada neonatus preterm pst asfiksia berat refleks moro dan sucking lemah. Reflek
moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya
patah tulang.
17. Tanda fisiologis
a. Gerakan bayi pasif dan tangis hanya merintih, walaupun lapar bayi tidak
menangis, bayilebih banyak tidur dan lebih malas.
b. Suhu tubuh untuk menjadi hipotermi penyebabnya adalah pusat pengantar panas
belum berfungsi dengan sempurna, kurangnya lemak pada jaringan subcutan
akibatnya mempercepat terjadinya perubahan suhu dan kurangnya mobilisasi
sehingga produksi panas berkurang (Doenges, 2000)
K. Fokus Intervensi
Menurut Doenges (2000), perencanaan dalam proses keperawatan adalah
metode pemberian langsung kepada klien terdiri atas tiga fase yaitu menemukan prioritas,
merumuskan tujuan dan membuat intervensi keperawatan.
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan tidakadekuatnya ekspansi paru
Tujuan : pola nafas yang efektif
Kriteria hasil :
a. Kebutuhan oksigen menurun
b. Nafas spontan adekuat
c. Tidak sesak
d. Tidak ada retraksi
Intervensi :
a. Kaji frekuensi dan pola pernafasan,perhatikan adanya apnea dan perubahan
frekuensi jantung
Rasional : membantu dalam membedakan periode perputaran pernapasan normal
dari serangan apnetik sejati, terutama sering terjadi pada gestasi minggu ke 30
b. Isap jalan nafas sesuai kebutuhan
Rasional : menghilangkan mukus yang menyumbat jalan nafas
c. Posisikan bayi pada abdomen atau posisi terlentang dengan gulungan popok
dibawah bahu untuk menghasilkan sedikit ekstensi
Rasional : posisi ini memudahkan pernapasan dan menurunkan episode apnea,
khusunya bila ditemukan adanya hipoksia, asidosis metabolik atau hiperkapnea.
d. Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat obatan yang akan memperberat depresi
pernapasan pada bayi
Rasional : magnesium sulfat dan narkotik menekan pusat pernapasan dan
aktifitas SSP.
e. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
Rasional : hipoksia, asidosis metabolik, hiperkapnea, hipoglikemia,
hipokalsemia dan sepsis.
f. Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional : perbaikan kadar oksigen dan karbondioksida dapat meningkatkan
fungsi pernapasan.
g. Berikan obat obatan sesuai indikasi
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya ventilasi alveolar
sekunder terhadap defisiensi surfaktan
Tujuan : pertukaran gas adekuat
Kriteria hasil :
a. Tidak sianosis
b. Analisa gas darah normal
c. Saturasi oksigen normal
Intervensi :
a. Letakkan bayi terentang dengan alas yang datar,kepala lurus, dan leher sedikit
tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal atau selimut diatas bahu bayi
sehingga bahu terangkat 2-3 cm
Rasional : memberi rasa nyaman dan mengantisipasi fleksi leher yang dapat
mengurangi kelancaran jalan nafas
b. Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung, bila perlu
Rasional : jalan nafas harus tetap dipertahankan bebas dari lendir untuk
menjamin pertukaran gas yang sempurna
c. Observasi gejala kardinal dan tanda tanda sianosis tiap 4 jam
Rasional : deteksi dini adanya kelainan
d. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas
darah arteri
Rasional : mencegah terjadinya hipoglikemia
3. Resiko tinggi terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Tujuan : hidrasi baik
Kriteria hasil :
a. Turgor kulit elastis
b. Tidak ada edema
c. Produksi urin 1 2 cc/kgBB/jam
d. Elektrolit darah dalambatas normal
Intervensi :
a. Bandingkan masukan dan pengeluaran urine setiap shift dan keseimbangan
kumulatif setiap periodik 24 jam.
Rasional : pengeluaran harus 1-3 ml/kg/jam,sementara kebutuhan terapi cairan
kira kira 80-100 ml/kg/hari pada hari pertama,meningkat sampai 120-140
ml/kg/hari pada hari ketiga postpartum. Pengambilan darah tes menyebabkan
penurunan kadar Hb/Ht.
b. Pantau berat jenis urine setiap selesai berkemih atau setiap 2-4 jam dengan
menginspirasi urin dari popok bayi bila tidak tahan dengan kantong penampung
urine.
Rasional : meskipun imaturitas ginjal dan ketidaknyamanan untuk
mengonsentrasikan urine biasanya mengakibatkan berat jenis yang rendah pada
bayi preterm (rentang normal 1,006-1,013). Kadar yang rendah menandakan
volume cairan berlebihan dan kadar lebih besar dari 1,013 menandakan
ketidakmampuan masukan cairan dan dehidrasi.
c. Evaluasi turgor kulit,membran mukosa, dan keadaan fontanel anterior.
Rasional : kehilangan atau perpindahan cairan yang minimal dapat dengan cepat
menimbulkan dehidrasi, terlihat oleh turgor kulit yang buruk,membran
mukosakering, dan fontanel cekung.
d. Berikan infus parenteral dalam jumlah lebih besar dari 180 ml/kg, khususnya
pada PDA, displasia bronkopulmonal (BPD), atau entero cltis nekrotisan (NEC)
Rasional : dehidrasi meningkatkan kadar Ht diatas normal 45-53% kalium serum
e. Berikan tranfusi darah
Rasional : penggantian cairan darahmenambah volume darah,emmbantu
mengembalikan vasokonstriksi akibat dengan hipoksia, asidosis, dan pirau kanan
ke kiri melalui PDA dan telah membantu dalam penurunan komplikasi
enterokolitis nekrotisan dan displasia bronkopulmonal.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake yang
kurang adekuat.
Tujuan : nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
a. Berat badan naik 10-30 gram/hari
b. Tidak ada edema
c. Protrin dan albumin darah dalam batas normal
Intervensi :
a. Kaji maturitas refleks berkenaan dengan pemeberian makan (misalnya
menghisap, menelan, dan batuk)
Rasional : menentukan metode pemberian makan yang tepat untuk bayi
b. Auskultasi adanya bisisng usus,kaji status fisik dan status pernafasan.
Rasional : pemberian makan pertama bayi stabil memiliki peristaltik dapat
dimulai 6-12 jam setelah kelahiran. Bila distres pernapasan ada cairan parenteral
diindikasikan dan cairan peroral harus ditunda.
c. Kaji berat badan dengan menimbang berat badan setiap hari, kemudian
dokumentasikan pada grafik pertumbuhan bayi
Rasional : mengidentifikasikan adanya resiko derajat dan resiko terhadap pola
pertumbuhan. Bayi SGA dengan kelebihan cairan ekstrasel kemungkinan
kehilangan 15% BB lahir. Bayi SGA mungkin telah mengalami penurunan berat
badan dalam uterus atau mengalami penurunan simpanan lemak/glikogen.
d. Pantau masukan dan pengeluaran. Hitung konsumsi kalori dan elektrolit setiap
hari
Rasional : memberikan informasi tentang masukan aktual dalam hubungannya
dengan perkiraan kebutuhan untuk digunakan dalam penyesuaian diet.
e. Kaji tingkat hidrasi,perhatikan fontanel, turgor kulit, berat jenis urin,kondisi
membran mukosa, fruktuasi berat badan
Rasional : peningkatan kebutuhan metabolik dari bayi SGA dapat meningkatkan
kebutuhan cairan. Keadaan bayi hiperglikemia dapat mengakibatkan diuresis
pada bayi.pemberian cairan intravena mungkin diperlukan untuk memnuhi
peningkatan kebutuhan, tetapi harus dengan hati hati ditangani untuk
menghindari kelebihan cairan.
f. Kaji tanda tanda hipoglimeia, takipnea dan pernafasan tidak teratur, apnea,
letargi, fruktuasi suhu, dan diaforesis. Pemberian makan buruk, gugup,
menangis, nada tinggi, gemetar, mata terbalik, dan aktifitas kejang.
Rasional : karena glukosa adalah sumber utama dari bahan bakar untuk otak,
kekurangan dapat menyebabkan kerusakan SSP permanen. Hipoglikemia secara
bermakna meningkatkan mobilitas mortalitas serta efek berat yang lama
bergantung pada durasi masing masing episode.
g. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
Rasional : hipoglikemia dapat terjadi pada awal 3 jam lahir bayi SGA saat
cadangan glikogen dengan cepat berkurang dan glukogenesis tidak adekuat
karena penurunan simpanan protein obat dan lemak.
h. Kolaborasi dalam pemberian nutrisi parenteral
5. Hipotermi berhubungan dengan imaturitas control dan pengatur suhu tubuh dan
berkurangnya lemak sub cutan di dalam tubuh.
Tujuan : klien mempertahankan suhu tubuh stabil
Kriteria hasil : suhu aksila bayi tetap dalam rentang normal
Intervensi :
a. Tempatkan bayi pada inkubator, penghangat, atau pakaian hangat dalam
keranjang terbuka
b. Atur unit servokontrol atau kontrol suhu udara sesuai kebutuhan
c. Gunakan pelindung panas plastik bila tepat
d. Periksa suhu bayi dalam hubungannya dengan suhu ambien dan suhu unit
pemanas
e. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
6. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh
Tujuan : klien tidak menunjukkan infeksi nosokomial
Kriteria hasil : bayi tidak menunjukkan tanda tanda infeksi nosokomial
Intervensi :
a. Pastikan bahwa semua pemberi perawatan mencuci tangan sebelum dan setelah
mengurus bayi
b. Pastikan bahwa semua alat kontak dengan bayi sudah bersih atau steril
c. Isolasi bayi lain yang mengalami infeksi sesuai kebijakan institusional

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. 2008. Ilmu Keperawatan Anak. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Doenges, M. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Pendokumentasian


Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Hanifah. 2010. Perawatan Pediatric. Jakarta : TUSCA.

Hidayat, Alimul Aziz. 2008. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
Proverawati, Ismawati. 2010. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Yogyakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai