Anda di halaman 1dari 108

LAPORAN PENDAHULUAN PADA BAYI DENGAN ASFIKSIA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
a. Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera
b.

bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989)


Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan
dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2
yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba,

1998)
c. Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)
d. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak
atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.
(Saiffudin, 2001)
e. Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia
(peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).
2. Epidemiologi
Merupakan penyebab kematian paling tinggi sekitar 25.2 % bayi lahir menderita
asfiksia di RS profinsi di Indoensia (Jawa Barat). Angka kematian sekitar 41.94 % di RS rujukan
propinsi.
3.

Penyebab/etiologi
a. Faktor ibu
Hipoksia ibu
Keracunan CO
Hipotensi akibat perdarahan
Gangguan kontraksi uterus
Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
Hipertensi pada penyakit eklampsia
b. Faktor plasenta

Plasenta tipis

Plasenta kecil

Plasenta tidak menempel

Solusio plasenta

Perdarahan plasenta
c. Faktor fetus

Kompresi umbilikus
Tali pusat menumbung
Tali pusat melilit leher
Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
d. Faktor neonatus
Prematur
Kelainan kongential
Pemakaian obat anestesi
Trauma yang terjadi akibat persalinan
4.

Faktor predisposisi

Faktor dari ibu


Gangguan his, misalnya: hipertoni dan tetani
Hipotensi mandadak pada ibu karena perdarahan, misalnya: plasenta previa
Hipertensi pada eklampsia
Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasentae

Faktor dari janin


Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat
Depresi pernafasan karena obat obatan yang diberikan kepada ibu
Keruban keruh

5.

Patofisiologi

Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan


terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2
terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan
dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air
ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir,
alveoli

tidak

berkembang.

Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun
sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode
apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung
terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid).
Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama
apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun.
Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya
pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan
pemberian tidak dimulai segera.
6. Klasifikasi
Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu :
1. Asfiksia livida (biru)
2. Asfiksia pallida (putih)
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
7.

Gejala Klinis

a.

Pada Kehamilan

Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler
serta adanya pengeluaran mekonium.
Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
b. Pada bayi setelah lahir

Bayi pucat dan kebiru-biruan

Usaha bernafas minimal atau tidak ada

Hipoksia

Asidosis metabolik atau respirator

Perubahan fungsi jantung

Kegagalan sistem multiorgan

Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan
menangis kurang baik/ tidak menangis.

Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit
sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.

8.

Pemeriksaan Fisik

a.

Kulit

: warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru,


pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.

b. Kepala

: Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal


haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung.

c.

Mata

: Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding


konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan

refleksi terhadap cahaya.


d. Hidung

: Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan


lendir.

e.

Mulut

: Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.

f.

Telinga

: Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.

g. Leher

: Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.

h. Thorax

: Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara


wheezing dan ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari
100 x/menit.

i.

Abdomen

: Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae


pada garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti
adanya asites/tumor, perut cekung adanya hernia diafragma,

usus timbul 1-2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering

bising
terdapat retensi

karena GI Tract belum sempurna.


j.

Umbilikus

: Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tandatanda infeksi pada tali pusat.

k. Genitalia

: Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan


letak muara uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan
lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus
keputihan, kadang perdarahan.

l.

Anus

: Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar


serta warna dari faeces.

m. Ekstremitas

: Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya


patah tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari
tangan serta jumlahnya.

n. Refleks

: Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan


sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai
keadaan susunan saraf pusat atau adanya patah tulang
(Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 :
109-356).

9.
a.

Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
Hb (normal 15-19 gr%), biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena O 2
dalam darah sedikit.

Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas

masih rendah sehingga resiko tinggi.


Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct).
Distrosfiks pada bayi preterm dengan pos asfiksi cenderung turun karena sering terjadi

hipoglikemi.
b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
pCO2 (normal 35 45 mmHg). Kadar pCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik sering terjadi

hiperapnea.
pO2 (normal 75-100 mmHg). Kadar pO2 bayi post asfiksia cenderung turun karena terjadi

hipoksia progresif.
HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
c. Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
Natrium (normal 134-150 mEq/L)
Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
d. Foto thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
10. Prognosis

Asfiksia ringan/normal
Asfiksia Sedang

Asfiksia berat

: Baik
: Tergantung kescepatan penatalaksanaan bila cepat

prognosa baik.
: Dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama,

atau kelainan syaraf permanen.


Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainanneurologis yang
permanen misalnya cerebral palsy, mental retardation (wirjoatmodjo, 1994 : 68).
11. Therapy/Tindakan Penanganan
a. Terapi Suportif
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir
yang bertujuan untuk rnempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala
sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusiksi bayi baru tahir mengikuti tahap tahapantahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :

Meletakkan bayi pada posisi yang benar.

Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea

Bila perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka


2. Memulai pernapasan :

Lakukan rangsangan taktil

Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif


3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu
menggunakan obat-obatan.
4. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit )
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
1. Tindakan Umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan langkah utama memperbakti ventilasi
paru dengan pemberian 02 dengan tekanan dan intemitery cara terbaik dengan intubasi
endotrakeal lalu diberikan 02 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfikasi berat hampir selalu disertai
asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 %
dengan dosis 2-4 mEq/kgBB Kedua obat ini disuntikan ke dalam intra vena perlahan melalui
vena umbilikatis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah
berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali,
bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan. Pernapasan atau frekuensi jantung, maka
masase jantung eksternal dikerjakan dengan & frekuensi 80-I00/menit. Tindakan ini diselingi
ventilasi tekanan dalam perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3
kali kompresi dinding torak. Jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali,
mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikorekrsi atau
gangguan organik seperti hernia diaftagmatika atau stenosis jalan nafas.

b. Asfiksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam waktu 30-60
detik tidak timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus segera dilakukan. Ventilasi sederhana
dengan kateter 02 intranasal dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi
kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan
dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding
torak dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti
gerakan tersebut, ventilasi dihehtikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit sehingga ventilasi
paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu dari mulut ke rnulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventitasi
dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan 02, ventilasi dilahirkan
dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin
timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhak jika setelah dilekuknn berberapa saat teqadi penurunan
frekuens jantung atau perbaikan tonus otot intubasi endotrakheal harus segera dilahirkan,
bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak
memperlihatkan pernapasan teratur meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.
b. Terapi Medikamentosa
1. Epinefrin
Indikasi:
Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan
kompresi dada belun ada respon.
Sistotik
Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg 0,03 mg / kgBB). Cara : i.v atau
endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu
2. Volume Ekspander
Indikasi:
Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak ada respon dengan
resueitasi.

Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ,diitandai dangan adanya
pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respons yang
adekuat.
Jenis Cairan :
Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal 10 ml / kgBB i.v pelan
selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak.
3. Bikarbonat
Indikasi:

Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi
dan sirkulasi sudah baik.

Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia Harus disertai
dengan pemerIksaan analisa gas darah dan kimia.
Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (74%).
Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 % sama banyak diberikan secara
i.v dengan kecepaten min 2 menit.
Efek sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari
bikarbonat merusak furgsi miokardium dan otak.
4. Nalokson
Nalokson Hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak rnenyebabkan

depresi

pernapasan.
Indikasi:
Depresi psmapa$an pada bayi bam lahir yang ibunya menggunailcan
narkotik 4 jam sebelurn pmsalinan.
Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil.
Jangan diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai sebagai
pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanpa with drawl tibapada sebagian bayi.
Dosis : 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml)
Cara : i.v endotrakheal atau bila perfusi baik diberikan i.m atau s.c
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

tiba

a. Sirkulasi

Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg

(sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).


Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari

mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.


Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
b. Eliminasi

Dapat berkemih saat lahir.


c. Makanan/ cairan

Berat badan : 2500-4000 gram

Panjang badan : 44-45 cm

Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)

d. Neurosensori

Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.

Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah
kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).

Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik,
hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
e. Pernafasan

Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.


Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago
xifoid menonjol, umum terjadi.
f. Keamanan

Suhu rentang dari 36,5 C sampai 37,5 C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada
usia gestasi).

Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau
kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan
forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan

peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi
telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama
punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan
elektroda internal)
2.
1)
2)
3)
4)

Diagnosa Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-

agen infeksius.
5) Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
6) .Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping
keluarga adekuat.

3. Rencana Tindakan dan Rasionalisasi


Diagnosa

Tujuan dan Kriteria

Intervensi

Rasional

Keperawatan
Bersihan jalan nafas

Hasil
Setelah dilakukan

1. Tentukan

1. pengumpulan data

tidak efektif b.d

tindakan keperawatan

kebutuhan oral/

untuk perawatan

produksi mukus

selama proses

suction tracheal.

banyak.

keperawatan

2. Auskultasi suara

optimal
2. membantu

Tujuan : Setelah

diharapkan jalan nafas nafas sebelum dan

dilakukan tindakan

lancar.1. Tidak

sesudah suction .

keperawatan selama

menunjukkan demam.

3. Bersihkan daerah

proses keperawatan

2. Tidak menunjukkan bagian tracheal

diharapkan jalan nafas

cemas.

setelah suction

lancar.

3. Rata-rata repirasi

selesai dilakukan.

mikroorganisme
4. untuk mengetahui

dalam batas normal.

4. Monitor status

efektifitas dari

4. Pengeluaran

oksigen pasien, status

suction.

sputum melalui jalan

hemodinamik segera

mengevaluasi
keefektifan upaya
batuk klien
3. meminimaliasi
penyebaran

nafas.

sebelum, selama dan

5. Tidak ada suara

sesudah suction.

nafas tambahan.

Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan

1) Pertahankan

1. untuk

b.d hipoventilasi.

tindakan keperawatan

kepatenan jalan nafas

membersihkan jalan

selama proses

dengan melakukan

keperawatan

pengisapan lendir.

nafas
2. guna meningkatkan

diharapkan pola nafas

2) Pantau status

menjadi efektif.
Kriteria hasil :

pernafasan dan

1. Pasien
menunjukkan pola
nafas yang efektif.
2. Ekspansi dada
simetris.
3. Tidak ada bunyi
nafas tambahan.
4. Kecepatan dan
irama respirasi dalam
batas normal.

oksigenasi sesuai
dengan kebutuhan.
3) Auskultasi jalan
nafas untuk
mengetahui adanya

kadar oksigen yang


bersirkulasi dan
memperbaiki status
kesehatan
3. membantu
mengevaluasi
keefektifan upaya

penurunan ventilasi.

batuk klien
4. perubahan AGD

4) Kolaborasi dengan

dapat mencetuskan

dokter untuk

disritmia jantung.
5. terapi oksigen

pemeriksaan AGD
dan pemakaian alat
bantu nafas
5) Berikan oksigenasi
sesuai kebutuhan.

dapat membantu
mencegah gelisah bila
klien menjadi
dispneu, dan ini juga
membantu
mencegahedema paru.

Kerusakan pertukaran

Tujuan : Setelah

1) Kaji bunyi paru,

1. . membantu

gas b.d

dilakukan tindakan

frekuensi nafas,

mengevaluasi

ketidakseimbangan

keperawatan selama

kedalaman nafas dan

keefektifan upaya

perfusi ventilasi.

proses keperawatan

produksi sputum.

batuk klien
2. . membantu

diharapkan pertukaran 2) Auskultasi bunyi


gas teratasi.

nafas, catat area

mengevaluasi

Kriteria hasil :

penurunan aliran

keefektifan upaya

1. Tidak sesak nafas

udara dan / bunyi

2. Fungsi paru dalam

tambahan.
3) Pantau hasil

batuk klien
3. perubahan AGD

batas normal

dapat mencetuskan

Analisa Gas Darah

disritmia jantung.

Risiko cedera b.d

Tujuan : Setelah

1. Cuci tangan setiap

1. untuk mencegah

anomali kongenital

dilakukan tindakan

sebelum dan sesudah

tidak terdeteksi atau

keperawatan selama

merawat bayi.

infeksi nosokomial
2. untuk mencegah

tidak teratasi

proses keperawatan

2. Pakai sarung

pemajanan pada agen-

diharapkan risiko

tangan steril.

agen infeksius.

cidera dapat dicegah.


Kriteria hasil :

3. Lakukan

1. Bebas dari cidera/


komplikasi.
2. Mendeskripsikan
aktivitas yang tepat
dari level
perkembangan anak.
3. Mendeskripsikan
teknik pertolongan
pertama

infeksi nosokomial
3. untuk mencegah
keadaan yang kebih

pengkajian fisik

buruk.
4. untuk

secara rutin terhadap

meningkatkan

bayi baru lahir,

pengetahuan keluarga

perhatikan pembuluh

dalam deteksi awal

darah tali pusat dan

suatu penyakit.

adanya anomali.
4. Ajarkan keluarga
tentang tanda dan
gejala infeksi dan
melaporkannya pada
pemberi pelayanan
kesehatan.
5. Berikan agen
imunisasi sesuai
indikasi
(imunoglobulin
hepatitis B dari

Risiko

Tujuan : Setelah

vaksin hepatitis
1. Hindarkan pasien

1. untuk menjaga

ketidakseimbangan

dilakukan tindakan

dari kedinginan dan

suhu tubuh agar

suhu tubuh b.d

keperawatan selama

tempatkan pada

kurangnya suplai O2

proses keperawatan

lingkungan yang

stabil.
2. untuk mendeteksi

dalam darah.

diharapkan suhu

hangat.

tubuh normal.
Kriteria Hasil :

2. Monitor gejala

1. Temperatur badan
dalam batas normal.
2. Tidak terjadi
distress pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan warna
kulit.
5. Bilirubin dalam
batas normal.

yang berhubungan
dengan hipotermi,
misal fatigue, apatis,
perubahan warna

lebih awal perubahan


yang terjadi guna
mencegah komplikasi
3. peningkatan suhu
dapat menunjukkan
adanya tanda-tanda

kulit dll.

infeksi
4. penurunan

3. Monitor TTV.

frekuensi nadi

4. Monitor adanya

menunjukkan

bradikardi.

terjadinya asidosis

5. Monitor status

resporatori karena

pernafasan.

kelebihan retensi
CO2.

Proses keluarga

Tujuan : Setelah

1. Tentukan tipe

1. untuk mengetahui

terhenti b.d pergantian

dilakukan tindakan

proses keluarga.

tindakan yang tepat

dalam status kesehatan

keperawatan selama

2. Identifikasi efek

anggota keluarga.

proses keperawatan

pertukaran peran

untuk diberikan
2. untuk

diharapkan koping

dalam proses

keluarga adekuat.

keluarga.

Kriteria Hasil :

3. Bantu anggota

1. Percaya dapat

keluarga untuk

mengatasi masalah.

menggunakan

2. Kestabilan

mekanisme support

dari keluarga.
4. untuk mengatasi

prioritas.

yang ada.

situasi yang tidak

3. Mempunyai

4. Bantu anggota

terduga.

rencana darurat.

keluarga untuk

4. Mengatur ulang

merencanakan

cara perawatan.

strategi normal dalam

mempersiapkan
psikologi keluarga
3. untuk
memanfaatkan
dukungan yang ada

segala situasi.

4. Evaluasi

DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.


NOC I
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan cemas.(skala 3)
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.(skala 3)
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.(skala 3)
5. Tidak ada suara nafas tambahan.(skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan kegelisahan.(skala 3)
3. Tidak adanya sianosis.(skala 3)
4. PaCO2 dalam batas normal.(skala 3)
5. PaO2 dalam batas normal.(skala 3)
DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.(skala 3)
2. Ekspansi dada simetris.(skala 3)
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.(skala 3)
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.(skala 3)
DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas.(skala 3)
2. Fungsi paru dalam batas normal.(skala 3)
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada
agen-agen infeksius.
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.(skala 4)

2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.(skala 4)


3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.(skala 4)
DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.(skala 3)
2. Tidak terjadi distress pernafasan. (skala 3)
3. Tidak gelisah. (skala 3)
4. Perubahan warna kulit. (skala 3)
5. Bilirubin dalam batas normal. (skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)
3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)
4. Kesehatan fisik anggota keluarga. (skala 3)
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada
agen-agen infeksius.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah. (skala 3)
2. Kestabilan prioritas. (skala 3)
3. Mempunyai rencana darurat. (skala 3)
4. Mengatur ulang cara perawatan. (skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)

3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)


4. Kesehatan fisik anggota keluarga.5. Pathway

Daftar

Pustaka
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3. Jakarta : Informedika
Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil
NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC
http://bluesteam47.blogspot.com/2010/05/asuhan-keperawatan-asfiksia-neonatorum.html
http://www.scribd.com/doc/31144164/ASKEP-ASFIKSIA-NEONATORUM
http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/07/asfiksia-neonatarum/

LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA NEONATORUM

LAPORAN PENDAHULUAN
ASFIKSIA NEONATORUM
A. DEFENISI
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan
gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi
kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus
dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,
persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk
apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan
dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Prawirohardjo: 2008).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur segera stelah lahir. Keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya
hipoksia, hiperkapnea, dan sampai ke asidosis. Keadaan asfiksia ini dapat terjadi
karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan paru-paru.
Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa kehamilan,
persalinan, atau dapat terjadi segera setelah lahir. Banyak faktor yang
menyebabkannya, diantaranya adanya penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti
hipertensi, paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu, resiko tinggi kehamilan, dapat
terjadi pada faktor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta, atau juga faktor janin
itu sendiri. ( Hidayat, 2005).
B. ETIOLOGI
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia
pada bayi baru lahir, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Factor Ibu

2.

Cacat bawaan
Preeklampsia dan eklampsia
Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
Partus lama atau partus macet
Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
Hipoventilasi selama anastesi
Penyakit jantung sianosis
Gagal bernafas
Keracunan CO
Tekanan darah rendah
Gangguan kontraksi uterus
Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
Factor tali pusat

3.

Lilitan tali pusat


Tali pusat pendek
Simpul tali pusat
Prolapsus tali pusat
Factor bayi

4.

Kompresi umbilikus
Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat
Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
Prematur
Gemeli
Kelainan congential
Pemakaian obat anestesi
Trauma yang terjadi akibat persalinan
Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
kelainan bawaan (kongenital)
Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Factor plasenta

Plasenta tipis

Plasenta kecil

Plasenta tidak menempel

Solusio plasenta

5. Factor persalinan

Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi

vakum, ekstraksi forsep)

Partus lama

Partus tindakan

C. MANIFESTASI KLINIK
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam
periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti,
denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara
berangsur-agsur berkurang dari bayi memasuki periode apneru primer.
Gejala dan tanda pada asfiksia neunatorum yang khas antara lain meliputi
pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosisus, nadi cepat Gejala lanjut pada
asfiksia :
1. Pernafasan megap-megap yang dalam
2. Denyut jantung terus menurun
3. Tekanan darah mulai menurun
4. Bayi terlihat lemas (flaccid)
5. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
6. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
7. Menurunnya PH (akibat acidosis respoiraktorik dan metabolic)
8. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
9. Terjadinya perubahan sistem kardivaskuler
D. PATOFISIOLOGI
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran
gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari tubuh
janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi
cairan yang diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi.
Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir.
Hal ini disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar
sirkulasi darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk
kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali (menangis), pada
saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara
akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara
bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah
kedalam paru akan meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai
menutup bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah
dari jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta
akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai
mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan
dipertahankan.

Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan diperlukan
untuk membantu mengeluarkan cairan tersebut dari alveoli dan alveoli mengembang
untuk pertama kali. Pada kenyataannya memang beberapa tarikan nafas yang pertama
sangat diperlukan untuk mengawali dan menjamin keberhasilan pernafasan bayi
selanjutnya. Proses persalinan normal (pervaginam) mempunyai peran yang sangat
penting untuk mempercepat proses keluarnya cairan yang ada dalam alveoli melalui
ruang perivaskuler dan absorbsi kedalam aliran darah atau limfe. Gangguan pada
pernafasan pada keadaan ini adalah apabila paru tidak mengembang dengan
sempurna (memadai) pada beberapa tarikan nafas yang pertama. Apnea saat lahir,
pada keadaan ini bayi tidak mampu menarik nafas yang pertama setelah lahir oleh
karena alveoli tidak mampu mengembang atau alveoli masih berisi cairan dan gerakan
pernafasan yang lemah, pada keadaan ini janin mampu menarik nafas yang pertama
akan tetapi sangat dangkal dan tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan O 2 tubuh.
keadaan tersebut bisa terjadi pada bayi kurang bulan, asfiksia intrauterin, pengaruh
obat yang dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh obat-obat anesthesi pada operasi sesar.
Dalam hal respirasi selain mengembangnya alveoli dan masuknya udara
kedalam alveoli masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni sirkulasi dalam paru
yang berperan dalam pertukaran gas. Gangguan tersebut antara lain vasokonstriksi
pembuluh darah paru yang berakibat menurunkan perfusi paru. Pada bayi asfiksia
penurunan perfusi paru seringkali disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh darah
paru, sehingga oksigen akan menurun dan terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteriol
akan tetap tertutup dan Duktus Arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas dalam
paru tidak terjadi.
Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan tubuh tidak
mungkin terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari
berat dan lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat reversible atau menetap, sehingga
menyebabkan timbulnya komplikasi, gejala sisa, ataupun kematian penderita. Pada
tingkat permulaan, gangguan ambilan oksigen dan pengeluaran CO 2 tubuh ini mungkin
hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus,
maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam
organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya gangguan
keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ini akan mengganggu
fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi perubahan sirkulasi kardiovaskular yang
ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Secara singkat
dapat disimpulkan bahwa pada penderita asfiksia akan terlihat tahapan proses kejadian
yaitu menurunnya kadar PaO2 tubuh, meningkat PCO2, menurunnya pH darah
dipakainya sumber glikogen tubuh dan gangguan sirkulasi darah. Perubahan inilah
yang biasanya menimbulkan masalah dan menyebabkan terjadinya gangguan pada
bayi saat lahir atau mungkin berakibat lanjut pada masa neonatus dan masa pasca
neonatus.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat
akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan

bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan
bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan
pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai
menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah
sampai bayi memasuki perioode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut
jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi
sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya
pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan
buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

E. PENYIMPANGAN KDM
Factor ibu : reeclampsia factor bayi : kompresi
factor tali pusat: factor lain :
dan eklampsia, keracunan umbilicus, kelainan
lilitan tali pusat, persalinan &
O2
bawaan
tali pusat pendek plasenta

ASFIKSIA
Kadar O2 menurun. CO2

terisi cairan

paru-paru

Bersihanjalan
nafas tidak efektif

Resti
cedera
Napas cepat
gangguan metabolisme

suplai O2 ke paru

Apneu

kerusakan otak

asidosis respiratorik

DJJ & TD

O2 dalam darah

kematian bayi

suplai

gangguan perfusi ventilasi

Kerusakanpertukaran
gas
Proseskeluarga terhenti
Janin tidak berreaksi
terhadap rangsangan
Polanafas tidak efektif

Restiketidak seimbangn
suhu tubuh

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis adanya
asfiksia pada bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu:
a. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil
pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya.
Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu sampai turun dibawah 7,2
hal itu dianggap sebagai tanda bahaya (Wiknjosastro, 2007).
b. Analisa Gas Darah
Analisa dilakukan pada darah arteri, penting untuk mengetahui adanya asidosis dan
alkalosis respiratorik/metabolik. Hal ini diketahui dengan tingkat saturasi SaO 2 dan
PaO2. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui oksigenasi, evaluasi tingkat
kemajuan terapi (Muttaqin, 2008).
c. Elektrolit Darah
Komplikasi metabolisme terjadi di dalam tubuh akibatnya persediaan garam-garam
elektrolit sebagai buffer juga terganggu kesetimbangannya. Timbul asidosis laktat,
hipokalsemi, hiponatremia, hiperkalemi. Pemeriksaan elektrolit darah dilakukan uji
laboratorium dengan test urine untuk kandungan ureum, natrium, keton atau protein
(Harris, 2003).
d. Gula darah
Pemeriksaan gula darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine untuk kandungan
glukosa. Menurut Harris (2003), penderita asfiksia umumnya mengalami hipoglikemi.
e. Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologik seperti ultrasonografi (USG),computed tomography scan (CTScan) dan magnetic resonance imaging (MRI) mempunyai nilai yang tinggi dalam
menegakkan diagnosis
f. USG ( Kepala )
g. Penilaian APGAR score
h. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
i. Foto polos dada
G. TERAPI DAN PENGOBATAN
1. Pengaturan suhu
Segera setelah lahir, badan dan kepala neonatus hendaknya dikeringkan seluruhnya
dengan kain kering dan hangat, dan diletakan telanjang di bawah alat/ lampu pemanas
radiasi, atau pada tubuh Ibunya, bayi dan Ibu hendaknya diselimuti dengan baik, namun
harus diperhatikan pula agar tidak terjadi pemanasan yang berlebihan pada tubuh bayi.
2. Lakukan tindakan A-B-C-D (Airway/ membersihkan jalan nafas, Breathing/
mengusahakan timbulnya pernafasan/ ventilasi, Circulation/ memperbaiki sirkulasi
tubuh, Drug/ memberikan obat)
A. Memastikan saluran nafas terbuka

Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi, bahu diganjal.


Menghisap mulut, hidung dan trakhea.
Bila perlu, masukkan pipa ET untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
B. Memulai pernafasan
Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernafasan.
Memakai VTP bila perlu, seperti sungkup dan balon, pipa ET dan balon, mulut ke
mulut (hindari paparan infeksi)

1)

C. Mempertahankan sirkulasi darah


Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompres pada daerah dada
D. Pemberian obat-obatan

Epineprin
Indikasi : diberikan apabila frekuensi jantung tetap di bawah 80 x/mnt walaupun telah
diberikan paling sedikit 30 detik VTP adekuat dengan oksigen 100 % dan kompresi
dada atau frekuensi jantung. Dosis 0,1 0,3 ml/kg untuk larutan 1:10000. Cara
pemberian dapat melalui intravena (IV) atau melalui pipa endotrakheal.
Efek : Untuk meningkatkan kekuatan dan kecepatan konstraksi jantung
Volume ekspander (darah/ whole blood, cairan albumin-salin 5%, Nacl, RL).
Indikasi : digunakan dalam resusitasi apabila terdapat kejadian atau diduga adanya
kehilangan darah akut dengan tanda-tanda hipovolemi. Dosis 10 ml/ kg. Cara
pemberian IV dengan kecepatan pemberian selama waktu 5-10 menit.
Efek : meningkatkan volume vaskuler, meningkatkan asidosis metabolik.
Natrium Bikarbonat
Indikasi : digunakan apabila terdapat apneu yang lama yang tidak memberikan respon
terhadap terapi lain. Diberikan apabila VTP sudah dilakukan.
Efek : memperbaiki asidosis metabolik dengan meningkatkan ph darah apabila ventilasi
adekuat, menimbulkan penambahan volume disebabkan oleh cairan garam hipertonik.
Nalakson hidroklorid/ narcan
Indikasi : depresi pernafasan yang berat atau riwayat pemberian narkotik pada Ibu
dalam 4 jam sebelum persalinan.
Efek : antagonis narkotik.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Pengkajan adalah data dasar utama proses keperawatan yang tujuannya adalah untuk
memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan kesehatan klien yang
memungkinkan perawat asuhan keperawatan kepada klien
a. Identitas Pasien
yaitu: mencakup nama pasien, umur, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan,
perkerjaan, suku, tanggal masuk, no. MR, identitas keluarga, dll.
b. Keluhan Utama
biasanya bayi setelah partus akan menunjukkan tidak bias bernafas secara spontan
dan teratur segera setelah dilahirkan keadaan bayi ditandai dengan sianosis, hipoksia,
hiperkapnea, dan asidosis metabolic
c. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Prenatal
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik, keracunan karena

2)

3)

obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, bayi mempunyai resiko
tinggi terhadap cacat bawaan dan tejadi trauma pada waktu kehamilan.
Intranatal
Biasanya asfiksia neonatus dikarenakan kekurangan o2 sebab partus lama, rupture
uteri yang memberat, tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada placenta, prolaps
fenikuli tali pusat, pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya,
perdarahan bayak, placenta previa, sulitio plasenta, persentase janin abnormal, lilitan
tali pusat, dan kesulitan lahir
Postnatal
Biasanya ditandai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolic,
perubahan fungsi jantung, kegagalan system multi organ.
d. Riwayat kesehatan
RKD
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik, keracunan karena
obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, bayi mempunyai resiko
tinggi terhadap cacat bawaan dan tejadi trauma pada waktu kehamilan.
RKS
Biasanya bayi akan menunjukkan warna kulit membiru, terjadi hipoksia, hiperkapnea,
asidosis metabolic, usaha bernafas minimal atau tidak ada, perubahan fungsi janutng,
kegagalan system multi organ, kejang, nistagmus dan menagis kurang baik atau tidak
menangis.
RKK
biasanya faktor ibu meliputi amnionitis, anemia, diabetes, hipertensiyang diinduksi oleh
kehamilan dan obat-obat infeksi.
e. Pemeriksaan fisik
Kulit
warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada bayi preterm
terdapat lanugo dan verniks.
Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubunubun besar cekung atau cembung.
Mata
Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding konjungtiva,
warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
Mulut
Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.
Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.
Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan
ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari 100 x/menit.

Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae
pada
garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites/tumor, perut
cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1-2 jam setelah masa kelahiran
bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda- tanda infeksi
pada tali pusat.
Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada
neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya
sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
Anus
Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna
dari faeces.
Ekstremitas
: Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya
patah tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan serta
jumlahnya.
f. Refleks
Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah.
Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan saraf pusat atau
adanya patah tulang
2. Diagnose keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia berat.
5. Resiko terjadinya hipotermia .
6. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek
menghisap lemah.
7. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan respon imun yang terganggu.
8. Gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi sehubungan dengan rawat
terpisah.
3. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan jalan nafas lancar.
Kriteria Hasil :
- Tidak menunjukkan demam.
- Tidak menunjukkan cemas.
- Rata-rata repirasi dalam batas normal.
- Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.

- Tidak ada suara nafas tambahan.


Intervensi :
a. Auskultasi bunyi napas,dan catat adanya bunyi napas tambahan
Rasional :obstrusi jalan napas dapat dimanifestasikan dengan adnya bunyi tambahan
missal ronki
b. Kaji / pantau frekuensi pernapasan
Rasional : pada takipnea biasanya ditemukan pernapasan dapat melambat dan
frekuensi espirasi memanjang dibanding ispirasi.
c. Catat adanya dispnea
Rasional: disfungsi pernapasan adalah variable biasanya disebabkan oleh adanya
infeksi atau reaksi alergi.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan pola nafas menjadi efektif.
Kriteria hasil :
- Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
- Ekspansi dada simetris.
- Tidak ada bunyi nafas tambahan.
- Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
Intervensi :
a. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender.
b. Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan
c. Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi
d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alat bantu nafas
e. Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.
Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.
3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan pertukaran gas teratasi.
Kriteria hasil :
- Tidak sesak nafas
- Fungsi paru dalam batas normal
Intervensi :
a. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
b. Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
c. Pantau hasil Analisa Gas Darah
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia berat
Tujuan: Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
Kriteria hasil :
- Pernafasan normal 40-60 kali permenit
- Pernafasan teratur
- Tidak cyanosis
- Wajah dan seluruh tubuh warna kemerahan
- Gas darah normal.

Intervensi:
a. Letakkan bayi terlentang dengan alas yang datar, kepala lurus, dan leher sedikit
tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal atau selimut diatas bahu bayi sehingga
bahu terangkat 2-3 cm.
Rasional:Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi flexi leher yang dapat mengurangi
kelancaran jalan nafas.
b. Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu.
Raional:Jalan nafas harus tetap dipertahankan bebas dari lendir untuk menjamin
pertukaran gas yang sempurna.
c. Observasi gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis tiap 4 jam.
Rasional:Deteksi dini adanya kelainan.
d. Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas
darah arteri.
Rasional:Menjamin oksigenasi jaringan yang adekuat terutama untuk jantung dan otak.
Dan peningkatan pada kadar PCO2 menunjukkan hypoventilasi.
5. Resiko terjadinya hipotermi sehubungan dengan adanya proses persalinan yang
lama dengan ditandai akral dingin suhu tubuh dibawah 36 C.
Tujuan: Tidak terjadi hipotermia.
Kriteria:
- Suhu tubuh 36,5 37,5C
- Akral hangat; Warna seluruh tubuhkemerahan.
Intervensi:
a. Letakkan bayi terlentang diatas pemancar panas (infant warmer).
Rasional:Mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan sehingga meletakkan
bayi menjadi hangat.
b. Singkirkan kain yang sudah dipakai untuk mengeringkan tubuh, letakkan bayi diatas
handuk / kain yang kering dan hangat.
Rasional:Mencegah kehilangan tubuh melalui konduksi.
c. Observasi suhu bayi tiap 6 jam.
Rasional:Perubahan suhu tubuh bayi dapat menentukan tingkat hipotermia
d. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian Infus Glukosa 5% bila ASI tidak
mungkin diberikan.
Rasional:Mencegah terjadinya hipoglikemia.
6. Resiko gangguan penemuan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek
menghisap lemah.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria:
- Bayi dapat minum pespeen / personde dengan baik
- Berat badan tidak turun lebih dari 10%; Retensi tidak ada.
Intervensi:
a. Lakukan observasi BAB dan BAK jumlah dan frekuensi serta konsistensi.
Rasional: Deteksi adanya kelainan pada eliminasi bayi dan segera mendapat
b. Monitor turgor dan mukosa mulut.
Rasional: Menentukan derajat dehidrasi dari turgor dan mukosa mulut.
c. Monitor intake dan out put
Rasional: Mengetahui keseimbangan cairan tubuh (balance).

d. Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan.


Rasional; Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat.
e. Lakukan control berat badan setiap hari.
Rasional: Penambahan dan penurunan berat badan dapat di monitor.
7. Resiko terjadinya infeksi.
Tujuan: Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi)
Kriteria:
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
- Tidak ada gangguan fungsi tubuh.
Intervensi:
a. Lakukan teknik aseptik dan antiseptik dalam memberikan asuhan keperawatan
Rasional: Pada bayi baru lahir daya tahan tubuhnya kurang / rendah.
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
Rasional: Mencegah penyebaran infeksi nosokomial.
c. Pakai baju khusus/ short waktu masuk ruang isolasi (kamar bayi).
Rasional: Mencegah masuknya bakteri dari baju petugas ke bayi.
d. lakukan perawatan tali pusat dengan triple dye 2 kali sehari.
Rasional: Mencegah terjadinya infeksi dan memper-cepat pengeringan tali pusat
karena mengan-dung anti biotik, anti jamur, desinfektan.
e. Jaga kebersihan (badan, pakaian) dan lingkungan bayi.
Rasional: Mengurangi media untuk pertumbuhan kuman.
f. Observasi tanda-tanda infeksi dan gejala kardinal.
Rasional: Deteksi dini adanya kelainan.
g. Hindarkan bayi kontak dengan sakit.
Rasional: Mencegah terjadinya penularan infeksi.
h. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian antibiotik.
Rasional: Mencegah infeksi dari pneumonia.
8. Gangguan hubungan interpersonal antara bayi dan ibu sehubungan dengan
perawatan intensif.
Tujuan: Terjadinya hubungan batin antara bayi dan ibu.
Kriteria:
- Ibu dapat segera menggendong dan meneteki bayi
- Bayi segera pulang dan ibu dapat merawat bayinya sendiri.
Intervensi:
a. Jelaskan para ibu / keluarga tentang keadaan bayinya sekarang
Rasional: Ibu mengerti keadaan bayinya dan mengura-ngi kecemasan serta untuk
kooperatifan ibu/keluarga.
b. Bantu orang tua / ibu mengungkapkan perasaannya.
Rasional: Membantu memecah-kan permasalahan yang dihadapi.
c. Orientasi ibu pada lingkungan rumah sakit.
Rasional: Ketidaktahuan memperbesar stressor.
d. Tunjukkan bayi pada saat ibu berkunjung (batasi oleh kaca pembatas).
Rasional: Menjalin kontak batin antara ibu dan bayi walaupun hanya melalui kaca
pembatas.
e. Lakukan rawat gabung jika keadaan ibu dan bayi jika keadaan bayi memungkinkan

Rasional: Rawat gabung merupakan upaya mempererat hubungan ibu dan bayi/setelah
bayi diperbolehkan pulang

LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA

Pengertian Dan Penanganan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir


A. Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur.
Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat
dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali
pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan
(Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan
teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah
bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan
secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro,
1999)
B. Etiologi / Penyebab Asfiksia
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah
uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam
rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru
lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
1. Faktor ibu

Preeklampsia dan eklampsia

Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)

Partus lama atau partus macet

Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

2. Faktor Tali Pusat

Lilitan tali pusat

Tali pusat pendek

Simpul tali pusat

Prolapsus tali pusat

3. Faktor Bayi

Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)

Kelainan bawaan (kongenital)

Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan
asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan
ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya
faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia
tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap
pertolongan persalinan.
C. Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis
Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan
akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila
tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu
disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak
dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan
penurunan TD.
Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada
tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh
bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga
glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan
terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :
1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung.

3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi
tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998).
Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia

Tidak bernafas atau bernafas megap-megap

Warna kulit kebiruan

Kejang

Penurunan kesadaran

D. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin.
Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tandatanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila
frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur,
hal itu merupakan tanda bahaya
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam
air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila
hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit
kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis
menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai
tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.
(Wiknjosastro, 1999)
E. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan
tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi
yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan
keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu :

Penafasan

Denyut jantung

Warna kulit

Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan
mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak
bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan
untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).
F. Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan
siap pakai, yaitu :
1. 2 helai kain / handuk.
2. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil,
digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
3. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
4. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
5. Kotak alat resusitasi.
6. Jam atau pencatat waktu.
(Wiknjosastro, 2007).
G. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC
resusitasi, yaitu :
1. Memastikan saluran terbuka
- Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
- Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
- Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan
- Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
- Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut
(hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi
- Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
- Kompresi dada.
- Pengobatan
Detail Cara Resusitasi
Langkah-Langkah Resusitasi
1. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan selimuti
tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
2. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar.
3. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).

4. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih
kemudian lanjutkan ke hidung.
5. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-usap
punggung bayi.
6. Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil
kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis penfer
lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan
ventilasi tekanan positif.
1. Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.
2. Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui ambubag
atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi
mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40
60 x / menit.
3. Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan
10.
1. 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
2. 60 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV.
3. 60 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV, disertai
kompresi jantung.
4. < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.
5. Kompresi jantung
Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara kompresi jantung :
a
Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi tubuh bayi.
b
Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan belakang tubuh bayi.
7. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada.
8. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut jantung
> 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan.
9. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 : 10.000 dosis
0,2 0,3 mL / kg BB secara IV.
10. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat.
11. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap 3 5
menit.
12. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon terhadap di atas
dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit.
(Wiknjosastro, 2007)

Persiapan resusitasi
Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua faktor utama
yang perlu dilakukan adalah :
1. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat terjadi tanpa
diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan
meninjau riwayat antepartum dan intrapartum.
2. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan minumum antara
lain :
- Alat pemanas siap pakai Oksigen
- Alat pengisap
- Alat sungkup dan balon resusitasi
- Alat intubasi
- Obat-obatan
Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif :
1. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim
yang hadir pada setiap persalinan.
2. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan,
tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien
3. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim
yang terkoordinasi.
4. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan
khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
5. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai.
(Dari berbagai sumber

ASKEP BAYI DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM


Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir mengalami kegagalan
bernafas secara spontan dan teratur sehingga bayi akan mengalami kekurangan
oksigen, disertai dengan keadaan hipoksia jaringan dan asidosis yang ditandai
dengan PaO2, pH yang rendah dan PaCO2 yang tinggi. Hipoksia yang terjadi
merupakan faktor yang penting yang menghambat adaptasi bayi baru lahir
terhadap kehidupan ekstrauterin. Secara statistik asfiksia neonatorum merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas bayi baru lahir.
Keadaan asfiksia ini dapat mulai terjadi semenjak intrauterin akibat
gangguan pertukaran dan pengakutan oksigen dari ibu kejanin. Keadaan ini
biasanya berlanjut dan menimbulkan gangguan pada sistim pernafasan dan
sirkulasi pada bayi baru lahir.

Beberapa faktor predisposisi asfiksia perinatal antara lain


1. Faktor ibu : hipertensi, ibu dengan DM, gangguan kontraksi uterus, ibu
mengalami hipotensi yang mendadak.
2. Faktor plasenta :solusio plasenta, plasenta previa dengan perdarahan.
3. Faktor janin : kompresi tali pusat akan mengakibatkan terganggunya aliran
darah dan mengganggu pertukaran gas/oksigen antara lain akibat tali pusat
menumbung, lilitan tali pusat dileher .
4. Faktor neonatus : depresi pusat pernafasan pada bayi dapat terjadi akibat
partus lama, pemakaian obat anestesi atau analgetik yang berlebih pada ibu,
trauma persalinan, kelainan kongenital pada bayi seperti hernia
diafragmatika.

Patofisiologi

Jika pernafasan/ ventilasi dan perfusi keparu-paru tidak adekuat maka akan terjadi
perburukan dari keadaan hipoksemia, hiperkapnia dan metabolik asidosis. Keadaan
ini akan menyebabkan redistribusi aliran darah ke jantung, otak dan adrenal, agar
kebutuhan oksigen terhadap organ vital tersebut tetap terpenuhi sedangkan aliran
darah untuk saluran pencernaan, otot, ginjal dan kulit akan menurun. Pada asfiksia
yang berat, aliran darah kejantung akan menurun sehingga terjadi penurunan curah
jantung dan tekanan darah. Aliran darah diotak akan lebih kedaerah batang otak
daripada korteks, keadaan ini dapat menimbulkan keadaan HIE ( hypoxic ischemic
encephalopathy )

Skor APGAR
Dalam praktek untuk menentukan keadaan asfiksia bayi dengan tepat tidaklah
mudah, salah satu kriteria yang digunakan adalah dengan menentukan nilai APGAR.
Skor APGAR biasanya dinilai pada 1 menit dan 5 menit setelah bayi lahir. Nilai
APGAR 1 menit menunjukan beratnya asfiksia yang diderita dan dahulu dipakai
sebagai pedoman untuk menentukan resusitasi, sedang APGAR 5 menit untuk
menetukan prognosis bayi. Saat ini dalam melakukan resusitasi terhadap bayi baru
lahir tidak hanya tergantung dari penilaian skor APGAR saja, resusitasi dilakukan
lebih agresif dan dimulai sejak 30 detik pertama setelah lahir.

Tabel Penilaian Skor APGAR


TANDA

SKOR
0

Denyut Jantung

Tidak ada

< 100 X/menit

> 100 X/menit

Respirasi

Tidak ada

Lambat, tidak
teratur

Menangis kuat

Tonus Otot

Lemah

Sedikit fleksi

Gerakan aktif

Refleks
(terhadap
kateter hidung

Tidak ada
respons

Menyeringai

Batuk, bersin dan


menangis

atau rangsang
taktil
Warna

Biru,pusat

Tubuh
kemerahan,
ekstremitas biru

Seluruh tubuh
kemerahan

Berdasarkan penilaian APGAR dapat diklasifikasikan asfiksi sebagai berikut :


1. Tanpa asfiksia

: nilai APGAR 7 10

2. Asfiksia ringan sedang

: nilai APGAR 4 6

3. Asfiksia berat

: nilai APGAR 0 3

Terapi
Tindakan pada asfiksia neonatorum adalah dengan melakukan resusitasi aktif yang
bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala
sisa ( sekuele ) yang mungkin timbul dikemudian hari. Secara terperinci tindakan
resusitasi bayi baru lahir akan dibicarakan pada blok gawat darurat, tetapi beberapa
psinsip penting yang harus diperhatikan didalam penanganan kasus asfiksia
neonatorum adalah pengawasan terhadap suhu, pembersihan jalan nafas dan
suplementasi oksigen, rangsangan untuk menimbulkan pernafasan, bantuan
pernafasan aktif, kompresi jantung jika disertai henti jantung dan pemberian obat
yang sesuai. Semakin lama bayi menderita asfiksia, perubahan homeostasis yang
timbul semakin berat, resusitasi akan lebih sulit dan kemungkinan timbulnya
sekuele akan meningkat.
Jika seorang bayi dengan tindakan resusitasi yang adekuat tidak
memberikan respons, maka resusitasi dapat dihentikan setelah 15 menit dengan
dasar pemikiran bahwa bayi yang mengalami henti jantung yang lebih dari 10 menit
mempunyai kemungkinan hidup yang kecil dan dapat meningkatkan sekuele yang
berat.
Penanganan pasca resusitasi perlu diteruskan dengan mempertahankan
suhu tubuh yang optimal, ventilasi dan perfusi yang adekuat, kadar gula darah dan
elektrolit yang normal.

Komplikasi :

1. Hipoksia, edema dan nekrosis serebral menimbulkan kelainan yang disebut


Hipoksik-Iskemik-Ensefalopati (HIE). Kelainan dapat berupa atrofi dan
nekrosis korteks serebri, leukomalasi periventrikuler, degenerasi ganglia
basal.
2. Perdarahan peri intraventrikuler diotak
3. Gagal ginjal
4. Gagal jantung

Prognosis:
Prognosis buruk jika terdapat gangguan didalam usaha pernafasan spontan, adanya
kejang yang menetap, gangguan metabolik yang berat dan adanya encefalopati
yang
berat.

A.
1.

Landasan teoritis
Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera
bernapas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan (Mochtar,1989).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur dalam 1 menit setelah lahir (mansjoer,2001).
Asfiksia neonatorum adalh keadaan bayi yang tidak dapat bernapas spontan
dan teratur sehingga dapat menurunkan o2dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba,1998).
Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia
(peningkatan PaCO2), dan asidosis.

2.

Jenis asfiksia

a.

Asfiksia Livida

b.

Asfiksia Pallida

3.

Klasifikasi asfiksia

a.

Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3

b.

Asfiksia ringan dengan nilai APGAR 4-6

c.

Bayi normal atau dengan sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9

d.

Bayi normal dengan nilai APGAR 10

4.

Etiologi
Menurut Mochtar (1989), penyebab asfiksia antara lain:

a.

Asfiksia dalam kehamilan

1)

Penyakit infeksi akut

2)

Penyakit infeksi kronik

3)

Keracunan oleh obat-obat bius

4)

Uremia dan toksemia gravidarum

5)

Anemia berat

6)

Cacat bawaan

7)

Trauma

b.

Asfiksia dalam persalinan

1)

Kekurangan O2

Partus lama
Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus menerus mengganggu
sirkulasi darah ke uri
Tekanan terlalu kuat dari kepala anak
2)

Paralisis pusat pernapasan

Trauma dari luar


Trauma dari dalam akibat obat bius

Menurut Stright (2004), penyebab asfiksia antara lain:


a.

Faktor ibu : amnionitis, anemia, diabetes, hipertensi, obat-obatan, infeksi

b.

Faktor uterus : perssalinan lama, persentasi abnormal

c.

Faktor plasenta : plasenta previa, solusio plassenta, insufisiensi plasenta

d.

Faktor umbilikal : prolaps tali pusat, lilitan tali pusat

e.

Faktor janin : disproporsi sefalopelvis, kelaina kongenital, kesulitan kelahiran

5.

Manifestasi klinis

a.

Bai pucat kebiru-biruan

b.

Usaha bernafas minimal atau tidak ada

c.

Hipoksia

d.

Asidosis metabolik atau respiratori

e.

Perubahan fungsi jantung

f.
g.

6.

Kegagalan fungsi multiorgan


Kalau sudah mengalami perdarahan di otak, maka ada gejala neurologik seperti;
kejang, nistagmus dan menangis jurang baik/ tidak menangis

Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbullah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ menjadi lambat. Jika kekurangan O2 secara
terus berlangsung, maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini
rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepatakhirnya
irregular dan menghilang. Janin akan mengadakan pernapasan intrauterin dan bila
kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkis tersumbat dan terjadi atelaktasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.

7.

Komplikasi

a.

Edema otak dan perdarahan otak

b.

Anuria atau oliguria

c.

Kejang

d.

Koma

ASUHAN KEPERAWATAN PADA By. L.R DENGAN GANGGUAN PERNAPASAN


ASFIKSIA NEONATORUM DI PAVILIUN HANNA
RSU BETHESDA GMIM TOMOHON
A.

Pengkajian

1.

Biodata

a.

Bayi
Nama

: By. L.R

Umur

: 16 hari

Jenis kelamin

: Perempuan

Tanggal lahir

: 13 juli 2010

Tanggal pengkajian

: 28 juli 2010

No.RM

b.

Ibu
Nama

: Ny. L.R

Umur

: 22 tahun

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: IRT

Suku bangsa

: Minahasa/Indonesia

Alamat

: Karumenga Kec. Langowan

Agama

c.

: Kristen protestan

Ayah
Nama

: Tn. M.B

Umur

: 23 tahun

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

:-

Suku bangsa

: Minahasa/Indonesia

Alamat

: Karumenga Kec. Langowan

Agama

: Kristen protestan

2.

Riwayat prenatal

a.

G=1 ,P=1 ,A=0

b.

HPHT

c.

Imunisasi

: lengkap

d.

Pergerakan

: 4-9 bulan

3.

Riwayat pola reproduksi

: 30 september 2009

a.

Menarche

: 12 tahun

b.

Siklus haid

: tidak tertaur (2 bulan sekali)

c.

Lamanya

: 3 hari

d.

Banyaknya

e.

Sifat darah haid

: pembalut, dua kali ganti dalam sehari


: merah tua kehitaman

f.

Bau

: Anyir

4.

Riwayat kelahiran bayi


Ibu melahirkan dengan sectio caesar dan di tolong oleh dokter. Antropometri bayi
saat lahir :

BB

: 3150 gr

PB

: 49 cm

AS

: 1-6

5.

APGAR score (saat lahir)


Tanda

Skor

Jumlah nilai

1 menit

5 menit

Warna kulit

Seluruh
tubuh
biru atau pucat

Badan
merah,
kaki biru

Seluruh tubuh
kemerahan

Denyut
jantung

Tidak ada

<100x/m

>100x/m

Refleks

Tidak ada

Gerakan sedikit

Reaksi
melawan

Tonus otot

Lumpuh

Ekstremitas
sedikit fleksibel

Gerakan aktif

Warna

Biru/pucat

Tubuh
kemerahan,
tangan dan kaki
biru

kemerahan

Jumlah

6.

Pemeriksaan fisik

a.

Penampilan umum

1)

Bayi aktif

2)

Warna kulit tampak kemerahan

3)

Usaha bernapas ada

b.

Tanda-tanda vital
Suhu badan

: 37,30 c

Nadi

: 141x/m

Respirasi

: 48x/m

Berat badan

: 3640 gr

c.

Head to toe

1)

Kepala

Besar kepala sesuai proporsi tubuh, terdapat caput succedeneum, penyebaran


rambut merata
2)

Mata

Simetris kiri dan kanan, pupil berwarna hitam kecoklatan, konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterus
3)

Hidung

Kebersihan baik, tidak ada sekret


4)

Mulut

Gigi belum tumbuh


5)

Telinga

Simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen

6)

Dada

Pergerakan simetris kiri dan kanan, tidak ada ronchi, bunyi jantung S1 lub dan S2
dub
7)

Abdomen

Tali pusat masih basah, terdapat luka potongan pada tali pusat
8)

Genitalia

Jenis kelamin perempuan, terdapat klitoris, terdapat labia mayora dan minora
9)

Punggung

Tulang punggung teraba


10) Bokong
Terdapat lubang anus
11) Ekstremitas atas
ROM aktif, jumlah jari lengkap
12) Ekstremitas bawah
ROM aktif, jumlah jari lengkap

d.

Pola nutrisi
Bayi di beri ASI

e.

Pola eliminasi

1)

BAB

: menggunakan popok

2)

BAK

: menggunakan popok

7.

Pengelompokkan data

a.

Data subjektif:-

b.

Data objektif :

Tali pusat masih basah

Terdapat luka di tali pusat

8.

Analisa data
Data
DS:-

Etiologi
Persalinan

DO:

Tali pusat masih basah

Terdapat luka di tali


pusat

Bayi baru lahir

Pemutusan jaringan
tali pusat

Terbentuk luka

9.

Diagnosa keperawatan

1)

Resiko infeksi b/d adanya luka pada tali pusat yang ditandai dengan:
DS:DO:

Tali pusat masih basah

Terdapat luka pada tali pusat

Masalah
Resiko infeksi

B.

ASUHAN KEPERAWATAN
NO

Hari/tang
gal

Diagnosa
Keperawatan

Perencanaan Keperawatan

Rabu,28
Juli 2010

Resiko
infeksi
b/d adanya luka
pada tali pusat
yang
ditandai
dengan:

Tujuan

DS:DO:

Tali
pusat
masih basah

Terdapat luka
pada tali pusat

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan,ma
ka infeksi tidak
terjadi, dengan
kriteria hasil:
Tali
kering

pusat

Intervensi

1. Anjurkan ibu

Rasional

1. Colostrum pada A

memberikan ASI
sesuai
kebutuhan
bayi

mengandung
yang

memberi
imunitas
pasif
makrofag

dan limfosit yang

menyeimbangka
respon
2. Observasi tanda-

inflam

lokal

tanda vital

2.
Mengidentifi
tandatanda infeksi
3. Berikan
perawatan
Steril pada
Perawatan tali

3. mencegah masuk

pusat

Organisme
luka

mel

Pada tali pusat

C.

Catatan perkembangan
Diagnosa
keperawatan
a.

Implementasi

Evaluasi

Resiko infeksi b/d


adanya luka pada tali
pusat yang ditandai
dengan:

Jam 05.30

DS:-

N:126x/m

O:

DO:

R:36x/m

Tali
kering

Tali
basah

pusat

Mengobservasi TTV

S:-

Sb: 36,70c

masih

Terdapat luka pada


tali pusat

Jam 05.00

Jam 06.00

pusat

mulai

Masih terdapat luka


pada tali pusat

Memandikan bayi

Suhu badan: 36,7 0c

Merawat tali pusat


A:
Jam 06.30
Menganjurkan ibu untuk
memberikan ASI sesuai
kebutuhan

Masalah tidak terjadi

P:
Lanjutkan intervensi

Friday, 7 March 2014


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN


ASFIKSIA NEONATORUM

Disusun Guna Menyelesaikan Tugas Blok Anak

Disusun oleh:
Aris Wibowo
(A11000615)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2013

Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan

Asfiksia Neonatorum
A. Konsep Dasar
1.

Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir ( Wiknjosastro, 1999 ).
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998).
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000).
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses
ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian.
Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001).
Asfiksia

lahir

ditandai

dengan

hipoksemia

(penurunan

PaO2),

hiperkarbia

(peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).


2. Etiologi
Chamberlain (1997) mengemukakan bahwa gangguan yang timbul pada akhir
kehamilan atau persalinan hampir selalu disertai dengan anoksia / hipoksia janin
dan berakhir dengan aspiksia neonatus.
Towell (1996) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada
bayi terdiri dari :
a. Faktor Ibu
1) Hipoksia ibu, ini terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau
2)

anestesi dalam.
Gangguan aliran darah uterus, mengurangnya aliran darah pada uterus akan
menyebabkan berkurangnya pengaliran O2 ke placenta dan demikian pula ke janin.

a)
b)
c)
b.
c.

Hal ini sering ditemukan pada keadaan :


Gangguan kontraksi uterus : hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus karena obat
Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
Hipertensi pada eklamasia
Faktor Placenta, misal : solusio placenta.
Faktor Fetus
kompresi umbilkalis akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dan pembuluh
darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin, dapat
terjadi pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompres tali

d.

pusat pada persalinan sungsang antara janin dan jalan lahir.


Faktor neonatus

Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena pemakaian obat anestesia
e.

yang berlebihan pada ibu.


Faktor antepartum
Umur ibu > 35 tahun, kehamilan kurang bulan, kehamilan ganda, dismatur, riwayat
IUFD infeksi pada ibu, kecanduan obat pada ibu, cacat bawaan, ibu dengan DM,

f.

anemia, perdarahan trimester II / III, oligohidramnion.


Faktor Intra partum
Sectio Caesaria, persalinan kurang bulan, pemakaian anestesi umum, KPD > 24

3.

jam.
Patofisiologi Asfiksia
Dalam kehidupan intrauterin paru-paru tidak berperan dalam pertukaran gas.
Dalam keadaan hamil, alveoli janin berisi cairan yang dibentuk dalam paru-paru.
Pada saat kelahiran diperlukan tekanan yang besar untuk mengeluarkan cairan
tersebut sehingga paru-paru dapat berkembang untuk pertama kalinya. Pernafasan
pertama memerlukan tekanan 2-3 kali lebih tinggi daripada pernafasan selanjutnya.
Pada saat proses persalinan, kontraksi uterus dapat mempercepat pengeluaran
cairan, sebagian cairan paru masuk rongga perivaskuler dan diabsorbsi ke dalam
aliran

darah

dan

limfe

paru-paru.

Pada

saat

bayi

bernafas

alveoli

akan

mengembang sehingga cairan paru-paru akan berganti dengan udara.


Masalah pengeluaran cairan paru terjadi pada bayi yang paru-parunya tidak
berkembang dengan baik saat pernafasan pertama. Ini dapat dilihat pada bayi lahir
dengan

apnea.

Bayi

yang

tidak

pernah

bernafas

dapat

diasumsi

bahwa

pangembangan alveoli tidak terjadi dan tetap terisi cairan. Melakukan pernafasan
4.
a.

buatan pada bayi seperti ini diperlukan tekanan tambahan. Pathways (terlampir)
Tanda dan Gejala
Penilaian apgar score.
Penilaian asfiiksia secara APGAR mempunyai hubungan yang bermakna dengan

1)
2)
3)
4)
5)

kejadian asfiksia pada BBL,patokan klinis yang dinilai :


Menghitung frekwensi jantung
Melihat usaha bernafas
Melihat tonus otot
Melihat reflek rangsangan
Memperhatikan warna kulit
Tabel APGAR SCORE
Tanda

Frekwensi jantung

Tidak ada

< 100 / menit

> 100 / menit

Usaha bernafas

Tidak ada

Lambat tak
teratur

Menangis kuat

Tonus otot

Lumpuh

Extremitas fleksi
sedikit

Gerakan pasif

Reflek

Tidak ada

Gerak sedikit

Menangis

Warna

Biru / pucat

Tubuh kemerahan,
extremitas biru

Tubuh ekstremitas
kemerahan

b.

Tingkatan asfiksia
- Asfiksia ringan / bayi normal : nilai apgar score 7-9
- Asfiksia sedang : nilai apgar score 4-6
- Asfiksia berat : nilai apgar 0-9
5. Komplikasi Asfikasi
a. Asidosis respiratorik
Bila berlanjut dan tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme anaerobik berupa
glikolisis glikogen tubuh, sehingga sumber glikogen tubuh, jantung dan hati akan
berkurang, asam organik yang terjadi akibat metabolisme ini akan menimbulkan
b.
c.

asidosis metabolik
Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
Terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan

d.
e.
f.

termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.


Kerusakan sel otak akibat asidosis dan gangguan kardiovaskuler.
Odem otak, perdarahan intra / periventrikuler
Gangguan kognitif, gangguan tingkah laku, retardasi mental, epilepsi atau cerebral

palsy di kemudian hari.


6. Penatalaksanaan
a. Prinsip dasar resusitasi (Wiknjosastro, 2001)
1)
Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran
2)

pernafasan yaitu agar oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.


Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha

3)
4)
b.
1)
2)

peernafasan lemah.
Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.
Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.
Kriteria bayi yang perlu resusitasi :
Apnea primer : napas cepat, tonus otot berkurang, kulit kebiruan
Apena sekunder : napas megap-megap yang dalam, denyut jantung menurun, bayi
terlihat lemas (flacid) napas makin lama makin lemah, tidak berespon terhadap

rangsang, tanda penilaian :


Pernafasan
Denyut jantung
Warna kulit
Apgar score

Score apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan harus dimulai resusitasi tetapi
merupakan cara yang efektif untuk menilai kondisi bayi. Penilaian harus segera
dilaksanakan setelah lahir tidak usah menunggu penilaian score apgar menit
pertama.
c.
1)
a)
b)
c)
d)

Tindakan resusitasi bayi : A B C resusitasi


Assesment / Airway / Agitatim
Observasi warna, suara, aktivitas bayi
Tanda vital : heart rate, pernafasan, kapillary refill
Cek kepatenan jalan nafas (airway) : bersihkan nasopharing dan mulut
Agitale (stimulasi janin) : menggosok punggung agar bayi menangis sehingga ada

2)
a)
b)
3)

usaha bernafas.
Breathing
Melakukan rangsang taksil untuk memulai pernafasan.
Melakukan ventilasi tekanan positif (VTP) bila perlu
Circulation / Cardiac
Bila heart rate 60 kali / menit atau 80 kali / menit dan tak ada perbaikan, kompresi
dada harus dilakukan. Asisten mengecek nadi perifer bayi (femoralis, brakhialis,
karotis, atau radialis) dan kapillary refill untuk mengkaji efektifitas kompresi. Tujuan
kompresi dada adalah untuk bayi dengan sirkulasi yang rendah atau tak ada,
kompresi dada dianjurkan 120 kali / menit atau 2 kali / detik. Selalu diiringi

a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)

pernafasan. Obat-obatan yang dipakai :


Epineprin 1: 10.000 ~ ampul 3 ml atau 1 ml
Nalokson hidroklorida 4.4 mg / ml ~ ampul 1 ml atau 1.0 mg / ml ~ ampul 2 ml.
Volume ekspander
: 5% larutan garam abvulin, Nacl 0.9 %, RL
Bikarbonat natrikus 4,25 (5 mg / 10 ml)
Dektrosa 10%, 250 ml
Aqua steril, 30 ml
Nacl biasa, 30 ml

B.

Asuhan Keperawatan

1.
a)
b)
c)
-

Pengkajian
Identitas orang tua
Identitas bayi baru lahir :
Tanggal lahirjam..
Jenis kelamin
Kelahiran tunggal / ganda
Lahir hidup / mati
Ukuran : BB, PB, LK, LD, LLA.
Apgar score:.
Riwayat Persalinan :
Cara persalinanditolong
di

olehatas

indikasi

Persalinan

Lama persalinan kala I : . Perdarahan


Lama persalinan kala II :
Ketuban lama pecah : warna.Bau
d) Pemeriksaan fisik
Tanggaljam..
Keadaan umum tampak lemah
Kepala : bentuk mesocephal, ubun-ubun besar sudah menutup.
Mata : sklera tak ikterik, konjungtifa tak anemis
Hidung : bentuk simetris, ada cuping hidung, nampak megap-megap, belum napas
Telinga : bentuk simetris, tak ada kotoran
Mulut : bibir sianosis, membran mukosa tak kering
Leher : tak ada pembesaran kelenjar tiroid
Dada : bentuk simetris, ada retraksi dada
Frekuensi nafas < 30 kali/menit, atau apena (henti napas > 20 detik)
Jantung : denyut jantung < 100 kali/menit
Paru-paru : masih terdengar suara nafas tambahan ( ronkhi basah +)
Abdomen : meteorismus + tali pusat berwarna putih dan masih basah
Kulit : warna kulit sianosis
Extremitas: tak ada tonus otot, tonus otot sedikit/lemah
Refleks : tak ada reflek moro
2. Diagnosa keperawatan
a) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
b) Hipotermi berhubungan dengan terpapar lingkungan dingin
c) Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d obstruksi lendir
d) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kelemahan

3.

Intervensi keperawatan

No

Pola nafas tidak efektif b/d kelemahan otot pernafasan

Definisi : Pertukaran udara inspirasi dan/atau ekspirasi tidak adekuat

Batasan karakteristik :
- Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
- Penurunan pertukaran udara per menit
- Menggunakan otot pernafasan tambahan
- Nasal flaring
- Dyspnea
- Orthopnea
- Perubahan penyimpangan dada
- Nafas pendek
- Assumption of 3-point position
- Pernafasan pursed-lip
- Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama
- Peningkatan diameter anterior-posterior
- Pernafasan rata-rata/minimal
Bayi : < 25 atau > 60
Usia 1-4 : < 20 atau > 30
Usia 5-14 : < 14 atau > 25
Usia > 14 : < 11 atau > 24
- Kedalaman pernafasan
Dewasa volume tidalnya 500 ml saat istirahat
Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg
- Timing rasio
- Penurunan kapasitas vital

Faktor yang berhubungan :


Hiperventilasi

Daftar Pustaka

Cecily L.Betz & Linda A. Sowden, 2001, Buku saku Keperawatan Pediatri, EGC,
Jakarta.
Carpenito,LJ, 1999, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan Diagnosa
Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, EGC, Jakarta.
Komite Medik RSUP Dr. Sardjito, 1999, Standar Pelayanan Medis RSUP. Dr. Sardjito,
Medika Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta, Indonesia.
Markum,AH, 1991, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, FK UI, Jakarta, Indonesia
McCloskey J.C, Bulechek G.M, 1996, Nursing Intervention Classification (NIC), Mosby,
St. Louis.
Nanda, 2001, Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2001-2002,
Philadelphia.
Price & Wilson,1995, Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC,
Jakarta

Askep Asfiksia

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari kesehatan merupakan hal yang sangat penting


khususnya bagi ibu yang sedang hamil. Karena dalam kondisi yang seperti ini
kesehatan seorang ibu akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan janinnya.
Satu hal yang paling sering ditemui di dalam dunia kesehatan dimana seorang bayi
yang baru lahir akan tetapi bayi itu akan mengalami kesulitan dalam bernafas.
(Hidayat, Aziz Alimul.2005)
Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan
kematian yang paling penting pada anak, terutama bayi, karena saluran napasnya
masih sempit dan daya tahan tubuhnya masih rendah. Salah satu parameter
gangguan saluran pernapasan adalah frekuensi dan pola pernapasan. Pada bayi
baru lahir sering kali terlihat pernapasan yang dangkal, cepat, dan tidak teratur
iramanya akibat pusat pengatur pernapasannya belum berkembang secara
sempurna. Pada bayi prematur gangguan pernapasan dapat disebabkan oleh
kurang matangnya paru. Disamping faktor organ pernapasan, keadaan pernapasan
bayi dan anak juga di pengaruhi oleh beberapa hal lain, seperti suhu tubuh yang
tinggi, terdapatnya sakit perut, atau lambung yang penuh. (Sibuea, 2007).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir. (Hidayat, Aziz
Alimul.2005)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.Asfiksia lahir
ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2),
dan asidosis (penurunan PH). (Saiffudin.2001).
Di Amerika Serikat pada tahun 1979 sampai 1990 terdapat 155 kematian ibu
akibat penyulit pada anestesi atau 3,8% dari 4097 kematian terkait kehamilan
(Curningham, 2006).
Di negara berkembang, sectio caesarea merupakan pilihan terakhir untuk
menyelamatkan ibu dan janin pada saat kehamilan dan atau persalinan kritis.
Angka kematian ibu karena sectio caesarea yang terjadi sebesar 15,6% dari 1.000
ibu dan kejadian asfiksia sedang dan berat pada sectio caesarea sebesar 8,7% dari
1.000 kelahiran hidup sedangkan kematian neonatal dini sebesar 26,8% per 1.000
kelahiran hidup.(Sibuea, 2007).
Angka kematian bayi secara keseluruhan di Indonesia mencapai 334 per
100.000 kelahiran hidup dan penyebab kematian terbesar adalah asfiksia (Mieke,
2006). Angka kematian bayi di Indonesia menurut survei demografi dan kesehatan
Indonesia mengalami penurunan dari 46 per 1000 kelahiran hidup (SKDI 1997)
menjadi 35 per 1000 kelahiran hidup (SKDI 2003). Sedangkan angka kematian ibu
mengalami penurunan dari 421 per 100.000 kelahiran hidup (SKDI 1992) menjadi
307 per 100.000 kelahiran hidup (SKDI 2003). Kematian pada masa perinatal yang
disebabkan karena asfiksia sebesar 28%.
Insiden asfiksia neonatorum di negara berkembang lebih tinggi daripada di
negara maju. Di negara berkembang, lebih kurang 4 juta bayi baru lahir menderita
asfiksia sedang atau berat, dari jumlah tersebut 20% diantaranya meninggal. Di
Indonesia angka kejadian asfiksia kurang lebih 40 per 1000 kelahiran hidup, secara

keseluruhan 110.000 neonatus meninggal setiap tahun karena asfiksia (Dewi dkk,
2005).
Dalm kasus asfiksia ini, peran perawat adalah bagaimana untuk memacu
napas klien untuk kembali normal. Memberikan terapi oksigen yang baik,
memberikan semangat kepada keluarga klien untuk berfikir positif dan mengurangi
rasa cemas.
Pengawasan ini bertujuan menemukan sedini mungkin adanya kelainan yang
dapat mempengaruhi proses persalinan sehingga penanganannya dapat dilakukan
dengan baik. Pemilihan cara persalinan dilakukan dengan pertimbanganpertimbangan demi keselamatan ibu dan bayi, untuk ibu hamil preeklamsia cara
persalinan yang sering dilakukan adalah Sectio Caesarea. Sectio Caesarea dilakukan
bila terjadi gawat janin atau fetal distress pada kala I, terjadi ketuban pecah dini,
kala II yang lama dan ibu yang mengalami kejang (Wiknjosastro, 1999).
Pada sekarang ini, perkembangan ilmu kesehatan terutama dalam pengobatan
dan peralatan, sangatlah menunjang dalam pemulihan penyakit. Terutama penyakit
yang ada dalam pembahasan makalah ini. Begitu juga dengan petugas kesehatan,
baik dokter, perawat, ahli gizi dan lain-lain telah banyak membantu dalam
pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal, baik dalam segi perawatan
maupun dalam segi pengobatannya. Pada asfiksia neonatorum yang paling baik dan
tepat, terutama dalam segi keperawatannya sangatlah membantu dalam
penyembuhan klien. (Wiknjosastro, 1999).
Oleh karena itu dalam makalah ini dijelaskan mengenai penyakit asfiksia
neonatorum. Penyakit ini merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh berbagai
faktor seperti faktor ibu, faktor placenta, faktor featus dan faktor neonatus,
sehingga menyebabkan bayi sulit untuk bernafas secara spontan. Setiap penyakit
mempunyai gambaran klinik tersendiri terutama pada tanda dan gejala,
pengobatan serta perawatannya.
Dari hasil pemikiran tersebut di atas, penulis ingin membahas lebih jauh
tentang bagaimana seharusnya menangani penderita asfiksia dalam bentuk
makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Klien dengan Asfiksia Neonatorum.

B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengambil rumusan masalah

tentang, Bagaimana asuhan keperawatan pada By. C dengan kasus Asfiksia.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan
keperawatan klien dengan asfiksia neonatorum.
2. Tujuan Khusus

a.

Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian perawatan pada By. C dengan kasus

b.

Asfiksia.
Mahasiswa mampu melakukan pengelompokan data pada By. C dengan kasus

c.

Asfiksia.
Mahasiswa mampu melakukan Diagnosa keperawatan pada By. C dengan kasus

Asfiksia.
d. Mahasiswa mampu melakukan Perencanaan keperawatan pada By. C dengan kasus
e.

Asfiksia.
Mahasiswa mampu melakukan Pelaksanaan

f.

dengan kasus Asfiksa.


Mahasiswa mampu melakukan Evaluasi keperawatan pada By. C dengan kasus

tindakan keperawatan pada By. C

Asfiksia.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
a. Agar mahasiswa dapat mengetahui gambaran secara umum tentang asfiksia.
b. Agar mahasiswa dapat mengetahui rencana asuhan keperawatan asfiksia.
2. Bagi Institusi
Sebagai tambahan informasi dan bahan pustaka Seolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Harapan Ibu Jambi (STIKES HI) mengenai asuhan keperawatan dengan asfiksia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirasi


1. Pengertian Respirasi
Respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
Oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung Karbondioksida
keluar dari tubuh. ( Syaifuddin.2002 ).
Respirasi adalah pertukaran gas antara individu dan lingkungan atau
keseluruhan proses pertukaran gas antara udara atmosfir dan darah serta antara
darah dengan sel-sel tubuh (Guyton.1997)
Sistem respirasi adalah system organ yang berfungsi untuk mengambil O2 dari
atmosfer ke dalam sel-sel tubuh untuk mentranspor CO2 yang dihasilkan sel-sel
tubuh kembali ke atmosfer. Organ-organ respiratorik juga berfungsi untuk produksi
bicara dan berperan dalam keseimbangan asam basa, pertahanan tubuh melawan
benda asing, dan pengatran hormonal tekanan darah.(Syaifudin.2009)
2. Anatomi Saluran Respirasi

Gambar 1.1 Anatomi saluran pernapasan atas.


Menurut Somantri (2008), Sistem respirasi manusia terbagi menjadi dua, yaitu
sistem pernapasan bagian atas dan sistem pernapasan bagian bawah.
1. Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Atas
Saluran pernapasan bagian atas terbagi atas :
a. Lubang hidung (cavum nasi)
Hidung terbentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Bagian
dalam hidung merupakan lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan
oleh sekat. Rongga hidung mengandung rambut yang berfungsi sebagai penyaring
kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan hidung terdapat epitel

bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan lendir sehingga
dapat menangkap benda asing yang masuk kedalam saluran pernapasan.
Bagian luar dinding terdiri dari kulit. Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan
tulang rawan. Lapisan dalam terdiri dari selaput lender yang berlipat-lipat yang
dinamakan karang hidung (konka nasalis), yang berjumlah 3 buah yaitu: konka
nasalis inferior, konka nasalis media, dan konka nasalis superior.
Diantara konka nasalis terdapat 3 buah lekukan meatus, yaitu: meatus superior,
meatus inferior dan meatus media. Meatus-meatus ini yang dilewati oleh udara
pernafasan sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak yang
disebut koana.
b.

Sinus paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Sinus
berfungsi untuk : membantu menghangatkan dan humidifikasi, meringankan berat
tulang tengkorak, mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi.

c.

Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong ( 13cm) yang letaknya
bermula dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada
ketinggian tulan rawan krikoid. Berdasarkan letaknya,faring dibagi menjadi tiga
yaitu dibelakang hidung (naso-faring), belakang mulut (oro-faring), dan belakang

d.

laring (laringo-faring).
Laring
Laring sering disebut dengan voice box dibentuk oleh struktur epiteliumlined
yang berhubungna dengan faring dan trakhea. Laring terletak dianterior tulang
belakang ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esofagus berada di posterior laring.
Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal
ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri dari
tulang-tulanng rawan yang berfungsi ketika menelan makanan dengan menutup
laring. Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula
tyroidea, dan beberapa otot kecil, dan didepan laringofaring dan bagian atas
esopagus.Cartilago/tulang rawan pada laring ada 5 buah, terdiri dari sebagai
berikut: cartilago thyroidea 1 buah di depan jakun (Adams apple) dan sangat jelas
terlihat pada pria, cartilago epiglottis 1 buah, cartilago cricoidea 1 buah, cartilago
arytenoidea 2 buah yang berbentuk beker.

2.

Saluran Nafas Bagian Bawah

Gambar 1.2 Anatomi saluran pernapasan bawah

a.

Trachea atau Batang tenggorok


Merupakan tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5
cm. Trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan
di belakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium
dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima
dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas
16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat
bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang
trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.

b. Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi
oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke
arah tampuk paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal
daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan
sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di
bawah arteri pulmonalis, sebelurn dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan
ke lobus atas dan bawah. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi
menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini
berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya

menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung
alveoli (kantong udara).
c. Paru-Paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri atas kecil
gelembung-gelembung (alveoli). Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus
terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara
kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh
alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau
kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat
sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus
dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru dibagi menjadi dua bagian, yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari 3
lobus (lobus pulmo dekstra superior, lobus pulmo dekstra media, lobus pulmo
dekstra inferior) dan paru-paru kiri yang terdiri dari 2 lobus (lobus sinistra superior
dan lobus sinistra inferior).
3. Fisiologi Sistem Pernafasan Respirasi
Menurut Sylvia A (1995), fisiologi sistem respirasi dibagi menjadi dua bagian
,yaitu respirasi eksternal dimana proses pertukaran O 2 dan CO2 ke dan dari paru ke
dalam O2 masuk ke dalam darah dan CO2 + H2O masuk ke paru paru darah.
kemudian dikeluarkan dari tubuh dan respirsai internal/respirasi sel dimana proses
pertukaran O2 & CO2 di tingkat sel biokimiawi untuk proses kehidupan. Proses
pernafasan terdiri dari 2 bagian, yaitu sebagai berikut :
a. Ventilasi pulmonal
Ventilasi pulmonal yaitu masuk dan keluarnya aliran udara antara atmosfir dan
alveoli paru yang terjadi melalui proses bernafas (inspirasi dan ekspirasi) sehingga
terjadi disfusi gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveoli dan kapiler pulmonal
serta ransport O2 & CO2 melalui darah dan dari sel jaringan. Mekanik pernafasan
Masuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke dalam paru-paru dimungkinkan olen
peristiwa mekanik pernafasan yaitu inspirasi dan ekspirasi.
Inspirasi (inhalasi) adalah masuknya O2 dari atmosfir & CO2 ke dlm jalan nafas.
Dalam inspirasi pernafasan perut, otot difragma akan berkontraksi dan kubah
difragma turun (posisi diafragma datar), selanjutnya ruang otot intercostalis externa
menarik dinding dada agak keluar, sehingga volume paru-paru membesar, tekanan
dalam paru-paru akan menurun dan lebih rendah dari lingkungan luar sehingga
udara dari luar akan masuk ke dalam paru-paru.

Ekspirasi (exhalasi) adalah keluarnya CO2 dari paru ke atmosfir melalui jalan
nafas. Apabila terjadi pernafasan perut, otot difragma naik kembali ke posisi semula
(melengkung) dan muskulus intercotalis interna relaksasi. Akibatnya tekanan dan
ruang didalam dada mengecil sehingga dinding dada masuk ke dalam udara keluar
dari paru-paru karena tekanan paru-paru meningkat. (Guyton.1997).
Ventilasi Selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli. Selama
ekspirasi sebaliknya yaitu udara keluar dari paru-paru. Udara yg masuk ke dalam
alveoli mempunyai suhu dan kelembaban atmosfir. Udara yg dihembuskan jenuh
dengan uap air dan mempunyai suhu sama dengan tubuh. (Pearce, 2008)
Difusi Yaitu proses dimana terjadi pertukaran O 2 dan CO2 pada pertemuan udara
dengan darah. Tempat difusi yg ideal yaitu di membran alveolar-kapilar karena
permukaannya luas dan tipis. Pertukaran gas antara alveoli dan darah terjadi secara
difusi. Tekanan parsial O2 (PaO+) dalam alveolus lebih tinggi dari pada dalam darah
O2 dari alveolus ke dalam darah. Sebaliknya (PaCO2) darah > (PaCO2) alveolus
sehingga perpindahan gas tergantung pada luas permukaan dan ketebalan dinding
alveolus. Transportasi gas dalam darah O2 perlu ditrasport dari paru-paru ke
jaringan dan CO2 harus ditransport kembali dari jaringan ke paru-paru. Beberapa
1.
2.
3.
4.

faktor yg mempengaruhi dari paru ke jaringan , yaitu:


Cardiac out put.
Jumlah eritrosit.
Exercise
Hematokrot darah akan meningkatkan vikositas darah mengurangi

transport O2

menurunkan CO.
(Pearce, 2008)
b. Perfusi pulmonal
Merupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal dimana O2 diangkut
dalam darah membentuk ikatan (oksi Hb) / Oksihaemoglobin darah natrium (98,5%)
sedangkan dalam eritrosit bergabung dgn Hb dalam plasma sbg O2 yg larut dlm
plasma (1,5%). CO2 dalam ditrasportasikan sebagai bikarbonat, alam eritosit
sebagai bikarbonat, dalam plasma sebagai kalium bikarbonat , dalam larutan
bergabung dengan Hb dan protein plasma. C02 larut dalam plasma sebesar 5 7 %,
HbNHCO3 Carbamoni Hb (carbamate) sebesar 15 20 % , Hb + CO2 HbC0
bikarbonat sebesar 60 80%. (Pearce, 2008)
Pengukuran volume paru Fungsi paru, yg mencerminkan mekanisme ventilasi
1.

disebut volume paru dan kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi:
Volume tidal (TV) yaitu volume udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali
bernafas.

2.

Volume cadangan inspirasi (IRV) , yaitu volume udara maksimal yg dapat dihirup

3.

setelah inhalasi normal.


Volume Cadangan Ekspirasi

4.

dihembuskan dengan kuat setelah exhalasi normal.


Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah ekhalasi

(ERV),

volume

udara

maksimal

yang

dapat

maksimal.
(Guyton, 1997)
B.

Definisi Asfiksia
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernapas
secara spontan dan teratur setelah melahirkan. (Rahman.2000)
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan
dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir. (Hidayat, Aziz
Alimul.2005)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.Asfiksia lahir
ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2),
dan asidosis (penurunan PH). (FKUI.2007)

C.

Klasifikasi Asfisia
Menurut M. Rahman (2000), Asfiksia dapat di klasifikasikan berdasarkan skor
APGAR, yaitu :
Klinis

Detak jantung

Tidak ada

< 100 x/menit

>100x/menit

Pernafasan

Tidak ada

Tak teratur

Tangis kuat

Refleks saat jalan


nafas dibersihkan

Tidak ada

Menyeringai

Batuk/bersin

Tonus otot

Lunglai

Fleksi ekstrimitas
(lemah)

Fleksi kuat
gerak aktif

Warna kulit

Biru pucat

Tubuh merah
ekstrimitas biru

Merah seluruh
tubuh

Nilai 0-3 : Asfiksia berat


Nilai 4-6 : Asfiksia sedang

Nilai 7-10 : Normal


A=Appearance (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.
P=Pulse(denyut) Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau palpasi
denyut jantung dengan jari.
G=Grimace(seringai) gosok berulang-ulang dasar tumit kedua tumit kaki bayi
dengan jari.perhatikan reaksi pada mukanya.Atau perhatikan reaksi ketika lender
pada mukanya.Atau perhatikan reaksi ketika lender dari mulut dan tenggorokan di
hisap.
A=Activity. Perhatikan cara bayi baru lahir menggerakan kaki dan tanganya atau
tarik salah satu tangan/kakinya.Perhatikan bagaimana kedua tangan dan kakinya
bergerak sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut.
R=Respiratori.(Pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen

bayi.Perhatikan

pernapasannya.
Dilakukan pemantauan pada nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila
nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai
skor mencapai 7.Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru
lahir

dan

menentukan

prognosis,bukan

untuk

memulai

resusitasi

karena

resusitasinya di mulai 30 detiksetelah lahir bila bayi tidak menangis.( bukan 1 menit
seperti penilaian skor apgar). ( FKUI, 2007)
Atas dasar pengalaman klinis, Asfikia Neonaiorum dapat dibagi dalam :
a. Asfiksia Ringan (Vigorous baby') skor apgar 7-10, dalam hal ini bayi dianggap sehat
dan tidak memerkikan istimewa.
b. Asfiksia Sedang (Mild-moderate asphyxia) skor apgar 4-6 pada pemeriksaan fisis
akan terlihat frekuensi jantung lebih dari lOOx/menit, tonus otot kurang baik atau
baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada
c. Asfiksia berat: skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisis ditemukan frekuensi jantung
kurang dari l00x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat,
reflek iritabilitas tidak ada Asfiksia berat dengan henti jantung yaitu keadaan :
1. Bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap.
2. Bunyi jantung bayi menghilang post partum.
D.

Etiologi Asfiksia
Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan pertukaran
gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat timbul pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. karena itu penilaian janin selama
kehamilan dan persalinan. memegang peran penting untuk keselamatan bayi atau
kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa.
Menurut M. Rachman (2000), pengolongan penyebab kegagalan pernafasan
pada bayi terdiri dari:
1. Faktor Ibu

a.

Hipoksia ibu. Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau

b.

anestesia dalam. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin.


Gangguan aliran darah uterus. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan
menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan kejanin. Hal ini
sering ditemukan pada :Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau

tetani uterus akibat penyakit atau obat.


c. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.
d. Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta.asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta previa dan lainlain.
3. Faktor featus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung,
tali pusat melilit leher kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena:
Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung
dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya pendarahan intrakranial.
Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia/stenosis
saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.

E.

Patofisiologi Asfiksia
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbullah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga denyut jantung janin (DJJ) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi,
timbullah kini rangsangan dari nervus simpatikus, sehingga DJJ menjadi lebih cepat
dan akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernapasan intra
uterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium
dalam paru. Bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang (FKUI.2007)
Apabila asfiksia berlajut, gerakan pernapasan akan ganti, denyut jantung akan
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur, dan
bayi memasuki periode apnea primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan
pernapasan yang dalam denyut jantung terus menurun. Tekanan darah bayi juga
menurun dan bayi akan terlihat lemas. Pernapasan makin lama makin lemah
sampai bayi memasuki periode apnea skunder. (Towwel.2006)

F.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada bayi setelah lahir menurut Nelson (1997) adalah sebagai
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

berikut :
Bayi pucat dan kebiru-biruan
Usaha bernafas minimal atau tidak ada
Hipoksia
Asidosis metabolik atau respiratori
Perubahan fungsi jantung
Kegagalan sistem multiorgan
Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang,
nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.

G.
Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain:
a. Edema otak dan perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun, keadaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat
terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan pendarahan otak. (Hidayat,
Aziz Alimul.(2005)
b. Anuria dan Oliguria
Disfungsi jaringan jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan
ini dikenal dengan istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai
dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak
mengalir keorgan seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas
dan transport O2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
H.

a.
1.
2.
3.
b.
1.
2.

Penatalaksanaan Medis
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut dengan Resusitasi Bayi
Baru Lahir. Tindakan Resusitasi mengikuti tahapan yang dikenal dengan ABCresusitasi :
Memastikan saluran napas terbuka :
Meletakan bayi dalam posisi yang benar
Menghisap mulut, hidung, kalu perlu trakea
Bila perlu masukan Et untuk memastikan napas terbuka
Memulai pernapasan :
Lakukan rangsangan taktil
Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif

3.
4.

Mempertahankann sirkulasi darah


Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila
perlu menggunakan obat-obatan.
(FKUI.2007)

I.
a.
b.

Pemeriksaan Diagnostik
Analisa gas darah (PH kurang dari 7.20)
Penilaian APGAR score meliputi warna kulit, frekuensi jantung, usaha nafas, tonus

c.
d.
e.
f.
g.
h.

otot dan reflek


Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah tumbuh komplikasi
Pengkajian spesifik
Elektrolit garam
USG
gula darah.
PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat

i.
j.

rendah menunjukkan asfiksia bermakna.


Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks
antigen-antibodi pada membran sel darah merah.
(Septia Sari,2010)

J.

Pencegahan
Pencegahan

asfiksia

pada

bayi

baru

lahir

dilakukan

melalui

upaya

pengenalan/penanganan sedini mungkin, misalnya dengan memantau secara baik


dan teratur denyut jantung bayi selama proses persalinan, mengatur posisi tubuh
untuk memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah gangguan sirkulasi uteroplasenter terhadap bayi, teknik meneran dan bernapas yang menguntungkan bagi
ibu dan bayi. Bila terjadi asfiksia, dilakukan upaya untuk menjaga agar tubuh bayi
tetap hangat, menempatkan bayi dalam posisi yang tepat, penghisapan lendir
secara benar, memberikan rangsangan taktil dan melakukan pernapasan buatan
(bila

perlu).

Berbagai

upaya

tersebut

dilakukan

untuk

mencegah

asfiksia,

memberikan pertolongan secara tepat dan adekuat bila terjadi asfiksia dan
mencegah hipotermia. (Hidayat, Aziz Alimul.(2005)
Paradigma baru (aktif) yang disebutkan sebelumnya, terbukti dapat mencegah
atau mengurangi komplikasi yang sering terjadi. Hal ini memberi manfaat yang
nyata dan mampu membantu upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi baru
lahir. Karena sebagian besar persalinan di Indonesia terjadi di desa atau di fasilitas
pelayanan kesehatan dasar dimana tingkat keterampilan petugas dan sarana
kesehatan sangat terbatas maka paradigma aktif menjadi sangat strategis bila

dapat diterapkan pada tingkat tersebut. Jika semua penolong persalinan dilatih agar
kompeten untuk melakukan upaya pencegahan atau deteksi dini secara aktif
terhadap berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan
secara adekuat dan tepat waktu, dan melakukan upaya rujukan segera dimana ibu
masih dalam kondisi yang optimal maka semua upaya tersebut dapat secara
bermakna menurunkan jumlah kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir.
K. Asuhan Keperawatan Klien dengan Asfiksia Secara Teoritis
1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan terhadap klien adalah sebagai berikut:
a. Identitas klien/bayi dan keluarga.
b. Diagnosa medik yang ditegakkan saat klien masuk rumah sakit.
c. Alasan klien/bayi masuk ruang perinatologi.
d. Riwayat kesehatan klien/bayi saat ini.
e. Riwayat kehamilan ibu dan persalinan ibu.
f. Riwayat kelahiran klien/bayi.
g. Pengukuran nilai apgar score, Bila nilainya 0-3 asfiksia berat, bila nilainya 4-6
asfiksia sedang.
h. Pengkajian dasar data neonatus:
1. Sirkulasi
a. Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60
b.
c.
d.

2.
3.
a.
b.
c.

4.
a.
b.

c.

5.
a.
b.
c.

6.

sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).


Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri
dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
Makanan/ cairan
Berat badan : 2500-4000 gram
Panjang badan : 44-45 cm
Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
Neurosensori
Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama
setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding,
edema, hematoma).
Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan
abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang).
Pernafasan
Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak :
kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
Keamanan

a.
b.

Suhu rentang dari 36,5 C sampai 37,5 C. Ada verniks (jumlah dan distribusi
tergantung pada usia gestasi).
Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah
muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal :
kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/
wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau
tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata,
atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong)
dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d penumpukan mukus.
b. Pola napas tidak efektif b/d hipoventilasi.
c. Gangguan pemenuhan O2 b/d ekspansi yang kurang adekuat.
d. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen dan ketidakseimbangan
e.

ventilasi.
Asietas b/d ancaman kematian

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

NO

DIAGNOSA

PERENCANAAN

KPERAWATAN
1.

TUJUAN

INTERVENSI

Bersihan jalan

TJ : Setelah

nafas tidak efektif

dilakukan tindakan

berhubungan
dengan
penumpukan
mukus lendir.

1.

Mengauskultasi
nafas

sebelum

RASIONALISAS
suara
1.
dan

Obstruksi jalan n

dapat dimanefesta

keperawatan selama sesudah suction.


dengan adanya b
2.
Memberitahu keluarga
proses keperawatan
napas tambahan se
tentang suction
diharapkan jalan
krekels, ronki,wheez
3.
Mengobservasi adanya
2.
Sebelum melak
nafas lancar
tanda-tanda
distres
tindakan berikan pe
pernafasan
Kriteria Hasil:
kepada keluarga
4.
Memposisikan
bayi
tidak terjadi kepan
miring kekanan setelah
1. Rata-rata repirasi
kesalhpahaman.
memberikan makan
dalam batas normal
Kolaborasi
agar ada kerjasama
(30-40x/menit)
1.
Melakukan hisap mulut
keluarga pasien.
2. Pengeluaran
dan nasopharing dengan3.
Untuk membersi
sputum melalui jalan
spuit sesuai kebutuhan
sisa sisa air ketubn
nafas.
4.
Untuk
menc
3. Tidak ada suara
terjadinya aspirasi

nafas tambahan
(ronchi/wheezeng)

TJ: pernafasan
kembali normal
Mandiri
1.
Kriteria Hasil:
1.

Klien
mengalami

napas
2.
RR klien

Kaji frekuensi,
kedalaman pernapasan

1.
Kecepatan
n
dan ekspansi dada
tidak
biasanya meningkat
2. Auskultasi bunyi napas
2.
Bunyi napas men
sesak
3. Posisikan bayi pada
atau tidak ada bila
abdomen atau posisi

normal

telentang dengan

3.

napas obstruksi
Posisi
ini

Gangguan
2.

pemenuhan
kebutuhan O2 b/d

3.

(30-40x/menit)
Kulit klien tidak
pucat

ekspansi yang
4.

kurang adekuat

5.

gulungan popok dibawah

memudahkan

bahu untuk

pernapasan

menghasilkan sedikit

menurunkan

hiperektensi
asfiksia
Berikan rangsang taktil 4. Merangsang SSP u
yang segera ( mis,

meningkatkan

gosokkan punggung bayi

tubuh

) bila terjadi apnea.


Mengobservasi warna

pernapasan

kulit.
Kolaborasi :
6. Berikan oksigen

DIAGNOSA
KEPERAWATAN

3.

Ansietas b/d

dan

ger

kemba

spontan
5.

Memaksima
bernapas

menurunkan kerja n

tambahan

NO

ep

PERENCANAAN
TUJUAN
Tujuan : keluarga tidak

INTERVENSI
1.

mengevaluasi

tingkat 1.

RAS

Agar k

ancaman kematian

cemas

pemahaman

KH :
1.
2.

2.

Keluarga

klien

tetap

keluarga

klien tentang diagnose.


Memberikan
kesempatan
bertanya

untuk
dan

jawab

penyebab ses
bayinya
2.

Agar da

cemas

tenang
jujur
antara
Keluarga
mengerti dengan
dengan
apa
yang
keluarga dan perawat.
3.
Agar ke
dianjurkan
3.
Melibatkan
orang
perawat lakuka
terdekat
dalam
perencanaan
keperawatan.

4.

4.

Agar kel

Memberikan
kenyamanan fisik

4.

Kerusakan

TJ: pertukaran gas

pertukaran gas b/d

kembali normal

Mandiri
1.

gangguan suplai
oksigen dan
ketidakseimbangan
ventilasi

5.

Kriteria Hasil:

Mandiri

Kaji

status
1.

pernafasan,perhatikan

pernafasan,kh

tanda-tanda

pernfasan lebi

distres

pernafasan(mis,

Mempertahankan kadar

takipnea,

jam pertama k

pernafsan

PO2 / PCO2 dalam batas

cuping

normal

mengorok, retraksi,ronki,

pO2

100mmHg, pCO2

80: 35-

Takipnea

hdung,

6.
7.

45mmHg)
atau krekels).
Klien tidak mengalami2. Gunakan pemantauan
2.
Member
sesak napas
oksigen transkutan atau
Suhu tubuh dalam
oksimeter nadi. Catat noninvasif kon
keadaan normal ( S 36kadar setiap jam. Ubah oksigen.
37C
sisi alat setiap 3-4 jam.
3.
Hisap hidung dan
orofaring

dengan

hati-

hati,sesuai kebutuhan.

3.

Mungkin

mempertahan

nafas, khusus

menerima ven
4.

Pertahankan kenetralan
suhu tubuh

4.

Stres

konsumsi

meningkatkan
selanjutnya
surfaktan.

BAB III
TINJAUAN KASUS

A.

Kasus Pemicu Asfiksia


By C, usia 2 jam, jenis kelamin laki-laki, agama islam, suku bangsa melayu,

alamat kota baru jambi, masuk RS pada tanggal 03/10/2012. By C merupakan anak
pertama dari Ny.M dan Tn.N. By C masuk RSUD Raden Mattaher Jambi di ruang PRT.
Bayi diantar oleh Bidan T dengan alasan setelah di lahirkan bayi tidak bisa bernafas
secara spontan dan tidak menangis, bidan T mengatakan pernafasannya tidak
teratur nilai Apgar score lima menit pertama adalah 5. Bidan T mengatakan bahwa
sebelumnya By. C terdapat penumpukan sekret pada mulut bayi. Menurut
keterangan dari bidan hal ini terjadi dikarenakan ibu bayi partus selama 12 jam,
warna air ketuban hijau kental, usia kehamilan saat melahirkan adalah 42 minggu,
selama kelahiran ibu mengalami preeclampsia dengan TD 140/100 mmHg. Saat
dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan bayi terlihat sianosis, bibir terlihat pucat
dan hidung teraba dingin, tonus otot lemah, akral teraba dingin, denyut nadi bayi
90 x/I, RR 15x/i, bayi terpasang O2 2 liter, IVFD Dx 5% 4 tetes/i. Saat ini bayi masih
dalam perawatan menurut diagnose dokter bayi mengalami afiksia sedang dan
harus di lakukan tindakan resusitasi. Keluarga klien mengatakan bahwa dirinya
cemas terhadap anaknya.

B. Asuhan Keperawatan
Ruang
: PRT
Kelas
: II
1. Pengkajian
a. Identitas Klien

Tgl masuk RS
Tgl Pengkajian

: 3 Oktober 2012
: 3 Oktober 2012

Nama

: By. C

Jenis Kelamin
TTL / Usia
Agama

: laki-laki

: 2 Jam
: islam

Alamat
:Kota Baru Jambi
Anak ke
: 1 (satu)
Suku Bangsa: Melayu
Nama orang tua
Ibu
Nama
: Ny. M
Umur
: 23 Tahun
Suku Bangsa
: Melayu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan
: IRT
Agama
: Islam
Alamat
: Kota Bau Jambi
b. Ayah
Nama
: Tn. N
Umur
: 25 Tahun
Suku Bangsa
: Melayu
Pendidikan : S-1
Pekerjaan
: Wiraswasta
Agama
: Islam
Alamat
: Kota Baru Jambi
a.

b. Data Medik
Diagnosa medik
a)
Saat masuk
b)
Saat pengkajian

: asfiksia
: asfiksia sedang

d. Alasan Masuk Rumah Sakit


Klien masuk rumah sakit Raden Mattaher Jambi pada tanggal 03 Agustus 2011
dengan alasan bidan T mengatakan bayi tidak bisa bernafas secara spontan setelah
dilahirkan.
e.

Riwayat Kesehatan Saat Ini


Bidan T mengatakan bayi tidak bisa bernafas secara spontan dan tidak menangis
setelah dilahirkan dengan usaha bernapas lemah,

f.
a.
b.
c.
d.

Riwayat Kehamilan Ibu


Umur kehamilan
: 42minggu
Periksa ANC
: pada bidan
Frekuensi ANC
: 4x selama kehamilan
Penyakit ibu selama hamil: hipertensi

g.
1.
2.
3.
4.
5.

Riwayat Persalinan Ibu


Jenis persalinan
Pervaginam.
partus ditolong oleh bidan.
lama partus selama 12 jam.
Warna air ketuban hijau dan kental
Selama kehamilan ibu mengalami preeklamsia dengan TD :140/100 mmHg

h. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda vital klien/bayi
a)
Denyut Nadi
: 90 x/i
b)
RR
: 15x/i
c)
Suhu :37 C
d)
BB/PB : 3000gr/43cm

2) Head to Toe
Kepala
ChepalHematom

Mata
Sekret
Conjungtiva
Sklera

Mulut
Gigi

: Bentuk
: Tidak Ada

: Bentuk
: Tidak ada
: Ananemis
: Anikterik
: Bibir
: Belum Tumbuh

: Simetris

: Normal

Hidung

: Simetris, Teraba dingin

Telinga

: Bentuk

: Simetris

Thorax & Abdomen


: Bentuk
:Megap-megap
Denyut Jantung :Bradi Cardia
:Tidak ada Perdarahan
Ekstremitas
: Tonus Otot Lemah
Teraba dingin

sat

i.

: Normal

: Normal

3)
Nilai APGAR skor bayi lima menit pertama adalah 4.
Detak jantung = 1
RR
=1
Refleks saat jalan nafas = 1
Tonus otot
=1
Warna kulit
=0
Terapi
IVFD dx 5% 4 tts/i menggunakan infus set mikro.

O2 2 Liter/menit

2.

Analisa Data

NO

DATA

ETIOL

MAS

OGI

ALAH

1.

DS :

Espans

Gang

bidan T

i yang

guan

menga

kurang

pertu

takan

adekua

karan

bahwa

gas.

sebelu
mnya
By. C
terdap
at
penum
pukan
sekret
pada
mulut
bayi
DO :

Tonus
otot
bayi C
fleksi
ektrem
itasnya
tampa

2.

lemah
RR: Penum
15x/i

N:

90x/i
Dalam
mulut
bayi

Bersi

pukan

han

cairan

jalan

ketuba

nafas

tida
efekti
p

DS :

Bidan
T
menga
takan
By.

setelah
dilahirk
an
tidak

3.

segera
menan

gis
Bidan
T

Ancam

menga

an

takan

kemati

pernaf

an

asanny
a tidak
teratur

DO :

Bayi
tampa
k

sulit

Ansie
tas

bernap

as
RR :

15x/i

N :

90x/i
Klien
tampa
k
terpas
ang O2
2 liter.

DS :

Ayah
klien
menga
takan
cemas
denga
n
keadaa
n
anakny
a.

DO :

Keluar
ga
klien
tampa

k
cemas

Keluar
ga
klien
tampa
k
gelisah
meliha
t
anakny
a
masih
belum
menan
gis.

Keluar
ga
klien
tampa
k
cemas
meliha
t
anakny
a
terpas
ang
alat
pemba
ntu
pernap

asan
(oksige
n

liter),
dan
terpas
ang
infus.

3. Diagnosa Keperawatan

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama Pasien
: By. C
Usia
: 2 Jam
N
O
1.

TANGGAL

DIAGNOSA KEPERAWATAN

DITEGAKKAN
03 Agustus 2012
2011

Gangguan pertukaran gas b/d ekspansi


yang kurang adekuat d.d Bidan T
mengatakan By. C setelah dilahirkan tidak
segera menangis, bidan T mengatakan
pernafasannya tidak teratur, bayi tampak
sulit bernapas, RR : 15x/I, N : 90x/I, klien
tampak terpasang O2 2 liter.

2.05 0Oktober 2011

Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d


penumpukan cairan ketuban d.d bidan T
mengatakan bahwa sebelumnya By. C
terdapat penumpukan sekret pada mulut
bayi, tonus otot bayi C fleksi
ektremitasnya tampak lemah, RR: 15x/I,
N: 90x/i

PARAF

3.

03 Oktober 2012

Asietas b/d ancaman kematian d.d ayah


klien mengatakan cemas dengan keadaan
anaknya, keluarga klien tampak cemas,
keluarga klien tampak gelisah melihat
anaknya masih belum menangis, keluarga
klien tampak cemas melihat anaknya
terpasang alat pembantu pernapasan
(oksigen 2 liter), dan terpasang infus.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KASUS


Nama

: Bayi C

Umur

: 2 Jam

NO
1

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan pemenuhan
kebutuhan O2 b/d ekspansi

TUJUAN & KRITERIA HASIL


TJ: pernafasan kembali
normal

1.

yang kurang adekuat d.d


Bidan T mengatakan By. C
setelah dilahirkan tidak

2.

INTERVENSI
Mandiri
Kaji frekuensi, kedalaman
pernapasan dan ekspansi 1.
dada
Auskultasi bunyi napas

Kriteria Hasil:

segera menangis, bidan T

1. Klien tidak mengalami


mengatakan pernafasannya sesak napas
tidak teratur, bayi tampak 2. RR klien normal (3040x/menit)
sulit bernapas, RR : 15x/I,
3. Kulit klien tidak pucat
N : 90x/I, klien tampak
terpasang O2 2 liter,

2.

3.

Posisikan bayi pada


abdomen atau posisi

3.

telentang dengan
gulungan popok dibawah
bahu untuk menghasilkan
sedikit hiperektensi
4. Berikan rangsang taktil
yang segera ( mis,
gosokkan punggung bayi )
bila terjadi apnea.
4.
5.

Kolaborasi
Berikan oksigen
tambahan

5.

NO

DIAGNOSA KEPERAWATAN

TUJUAN & KRITERIA

INTERVENSI

HASIL
2

Bersihan jalan nafas tidak


efektif b/d penumpukan
cairan ketuban d.d bidan T
mengatakan bahwa
sebelumnya By. C terdapat
penumpukan sekret pada

mulut bayi, tonus otot bayi


C fleksi ektremitasnya
tampak lemah, RR: 15x/I, N:
90x/i

Tujuan

Mandiri
1. Auskultasi suara nafas

Pola napas kembali

sebelum dan sesudah

efektif

suction.

1. P

o
2. Beritahu keluarga tentang 2.M
KH :
suction
k
Bayi tidak sesak napas 3. Observasi adanya tanda3.d
TTV normal ( RR 30tanda distres pernafasan
s
0x/menit N 45x/menit S
4. a
4. Posisikan bayi miring
36-37C)
s
kekanan setelah
k
memberikan makan

Kolaborasi

5
c

5.

Hisap

mulut

dan

nasopharing dengan spuit


sesuai kebutuhan

NO
3

DIAGNOSA KEPERAWATAN

TUJUAN & KRITERIA HASIL

INTERVENSI

Asietas b/d ancaman

Mendemostrasikan hilangnya 1.

kematian d.d ayah klien

ansietas dan memberikan

pemahaman

mengatakan cemas dengan

informasi tentang proses

klien tentang diagnose.

keadaan anaknya, keluarga

penyakit.

klien tampak cemas,

Evaluasi

tingkat
keluarga

KH:

keluarga klien tampak


gelisah melihat anaknya
masih belum menangis,

1.

perawatan yang tepat dan

keluarga klien tampak


cemas melihat anaknya
terpasang alat pembantu
pernapasan (oksigen 2
liter), dan terpasang infus.

Menunjukan rentang

2.

2.

Berikan

kesempatan

penampilan wajah tampak

untuk bertanya dan jawab

rileks atau istirahat.

dengan

Mengakui dan mendiskusikan


takut atau masalah.
3.

jujur

antara

keluarga dan perawat.

Libatkan orang terdekat


dalam

perencanaan

keperawatan.

4.

Berikan
fisik

CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : By. C
Usia : 2 Jam
Tanggal : 3 Oktober 2012

kenyamanan

Hari : Pertama

No
1

TGL
4-102012

DIAGNOSA KEPERAWATAN

IMPLEMENTASI

EVALU

Gangguan pemenuhan

Jam 10.00

Jam 12.

kebutuhan O2 b/d ekspansi

Mengkaji frekuensi kedalaman


yang kurang adekuat d.d Bidan kemudahan bernapas.
H : Frekuensi napas dapat
T mengatakan By. C setelah

dan

S : Klien m
bernafa

terpantau
Mengauskultasi bunyi napas
menangis, bidan T mengatakan3. Memposisikan bayi pada posisi
pernafasannya tidak teratur,
telentang dengan gulungan popok
dilahirkan tidak segera

bayi tampak sulit bernapas,


RR : 15x/I, N : 90x/I, klien
tampak terpasang O2 2 liter,

O:

untuk- Ekstremi
sianosis
menghasilkan sedikit hiperektensi
4. Mengobservasi warna kulit.
- Klien
H : Warna kulit klien pucat
dibawah

bahu

Kolaborasi :
5. Memberikan terapi oksigen.
H : Klien terpasang O2 2liter

RR : 27x
-

Napas

A : Mas

P : Inte
3, 5 )

NO
2

TANGGAL
4-10-2012

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Bersihan jalan nafas tidak

Jam 10.00

efektif b/d penumpukan cairan


ketuban d.d Bidan T

IMPLEMENTASI

Mengauskultasi suara nafas


sebelum dan sesudah suction.

mengatakan Ny.M partus lama


H: Sebelum : Kreckles
selama 12 jam, bidan T
Setelah : Vesikuler
mengatakan warna ketuban
hijau dan kental, tonus otot
bayi C fleksi ektremitasnya

Memberitahu keluarga tentang


suction

tampak lemah, RR: 15x/I, N: H: supaya keluarga mengetahui


bahwa anaknya akan dilakukan
90x/
suction

Jam 12

S
:
menga
sesak n

O : RR

N 102x

Mengobservasi adanya tandatanda distres pernafasan


H: Pernapasan klien dapat terpantau
Memposisikan bayi miring

A : M
napas

kekanan setelah memberikan

P : Int
4, 5 )

makan
H: Bayi mau diposisikan
Kolaborasi
Melakukan hisap mulut dan
nasopharing dengan spuit sesuai

kebutuhan
H: Jalan napas kembali normalJam
10.00
Mengkaji frekuensi kedalaman dan
kemudahan bernapas.
H : Frekuensi napas dapat terpantau

NO

TANGGAL

DIAGNOSA KEPERAWATAN

IMPLEMENTASI

4-10-2012

Asietas b/d ancaman kematian


d.d ayah klien mengatakan
cemas dengan keadaan

3.

tampak cemas, keluarga klien

Jam 12

mengevaluasi
pemahaman

anaknya, keluarga klien


tampak gelisah melihat

Jam 11.00wib
tingkat

keluarga

klien

tentang diagnose.

4.

Memberikan kesempatan untuk

anaknya masih belum

bertanya dan jawab dengan jujur

menangis, keluarga klien

antara keluarga dan perawat.

tampak cemas melihat


anaknya terpasang alat

5.

dalam

pembantu pernapasan

orang

terdekat

perencanaan

keperawatan.

(oksigen 2 liter), dan


terpasang infus.

Melibatkan

6.

Memberikan kenyamanan fisik

S:

- Kelua
menge
dijelas

- Kelu
cemas

O : Kel
menge
penjela

Kelua
bertan
anakny

A : ma
sebagi

P : inte

CATATAN PERKEMBANGAN
Nama

: By. C

Usia

: 2 jam

Tanggal

: 3 Oktober 2012

Hari

: Kedua

NO

TANGGAL

DIAGNOSA KEPERAWATAN

IMPLEMENTASI

5-10-2012

Gangguan pemenuhan
Jam 14.30
Jam 17.00
kebutuhan O2 b/d ekspansi
yang kurang adekuat d.d Mengkaji frekuensi kedalaman dan
kemudahan bernapas.
Bidan T mengatakan By. C
S : Klien m
H : Frekuensi napas dapat
setelah dilahirkan tidak
bernaf
segera menangis, bidan T
terpantau
mengatakan pernafasannya
Mengauskultasi bunyi napas
3. Memposisikan bayi pada posisi
tidak teratur, bayi tampak
O:
sulit bernapas, RR : 15x/I, N :
telentang
dengan
gulungan
90x/I, klien tampak terpasang
popok dibawah bahu untukRR : 28x
O2 2 liter,
menghasilkan
sedikitNapas Ve
hiperektensi
4.

Kolaborasi :
Memberikan terapi oksigen.
H : Klien terpasang O2 2liter

A : Ma

P : Int
3, 4 )

NO

TANGGAL

DIAGNOSA KEPERAWATAN

IMPLEMENTASI

5-10-2012

Bersihan jalan nafas tidak


1.

efektif b/d penumpukan


cairan ketuban d.d Bidan T
mengatakan Ny.M partus

lama selama 12 jam, bidan T 2.

terpantau.
Memposisikan

mengatakan warna ketuban

kekanan

hijau dan kental, tonus otot

makan

bayi C fleksi ektremitasnya


90x/i

miring
O:
memberikan
-

Tidak
cairan
RR :

Kolaborasi
3.

TANGGAL

setelah

bayi

H: Bayi mau diposisikan

tampak lemah, RR: 15x/I, N:

NO

Jam 14.15 wib


Jam 17
Mengobservasi adanya tandaS : Klien m
tanda distres pernafasan
bernaf
H: Pernapasan klien dapat

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Melakukan hisap mulut dan


nasopharing dengan spuit sesuai
kebutuhan

A : Ma

H: Jalan napas kembali normal

P : Int
2)

IMPLEMENTASI

5-10-2012

Asietas b/d ancaman

Jam 14.15wib

Jam 17

kematian d.d ayah klien


mengatakan cemas dengan
keadaan anaknya, keluarga 1.

Memberikan kesempatan untuk

klien tampak cemas, keluarga

bertanya dan jawab dengan jujur

klien tampak gelisah melihat

antara keluarga dan perawat.

anaknya masih belum


menangis, keluarga klien

P : inte

anaknya terpasang alat


pembantu pernapasan
(oksigen 2 liter), dan
terpasang infus.

CATATAN PERKEMBANGAN
: By. C

Usia

: 2 jam

Tanggal

: 3 Oktober 2012

Hari

: Ketiga

NO

TANGGAL

DIAGNOSA KEPERAWATAN

O : kelu
paham

A : mas

tampak cemas melihat

Nama

S : kelu
paham
sepenu

IMPLEMENTASI

6-10-2012

Gangguan pemenuhan
kebutuhan O2 b/d ekspansi 1.
yang kurang adekuat d.d
Bidan T mengatakan By. C
setelah dilahirkan tidak
segera menangis, bidan T
2.
mengatakan pernafasannya
tidak teratur, bayi tampak
sulit bernapas, RR : 15x/I, N :
90x/I, klien tampak terpasang
O2 2 liter,

3.

Jam 09.00
Jam 12.00
Mengkaji frekuensi kedalaman
dan kemudahan bernapas.
H : Frekuensi napas dapat

S : Klien t
terpantau
Memposisikan bayi pada posisi
telentang
popok

dengan

dibawah

gulungan

bahu

menghasilkan
hiperektensi

O:

untuk
RR : 33x
sedikit
Napas Ve

Kolaborasi :
Memberikan terapi oksigen.

A : Ma

H : Klien terpasang O2 2liter

P : Int

NO
2

TANGGAL
6-10-2012

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Bersihan jalan nafas tidak
efektif b/d penumpukan

1.

cairan ketuban d.d Bidan T


mengatakan Ny.M partus

IMPLEMENTASI

Jam 09.00wib
Jam 12.00
Mengobservasi adanya tandatanda distres pernafasan
H: Pernapasan klien dapat

lama selama 12 jam, bidan T2.

terpantau.
Memposisikan

mengatakan warna ketuban

kekanan

hijau dan kental, tonus otot

makan

bayi C fleksi ektremitasnya


tampak lemah, RR: 15x/I, N:
90x/i

setelah

bayi

S : Klien ta
miring

memberikan

H: Bayi mau diposisikan

O:

RR : 33x/

Tidak
pernap

Tidak t
sekret

A : Ma

P : Inte
keluar

BAB IV
PENUTUP
A.

KESIMPULAN
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.Asfiksia lahir
ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2),
dan asidosis (penurunan PH).
Asfiksia di bagi menjadi 3 jenis, yaitu Nilai 0-3 : Asfiksia berat Nilai 4-6 :
Asfiksia sedang Nilai 7-10 : Normal
Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan pertukaran
gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat timbul pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. karena itu penilaian janin selama
kehamilan dan persalinan. memegang peran penting untuk keselamatan bayi atau
kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa.
Pencegahan asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan melalui upaya
pengenalan/penanganan sedini mungkin, misalnya dengan memantau secara baik
dan teratur denyut jantung bayi selama proses persalinan, mengatur posisi tubuh
untuk memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah gangguan sirkulasi utero-

plasenter terhadap bayi, teknik meneran dan bernapas yang menguntungkan bagi
ibu dan bayi. Bila terjadi asfiksia, dilakukan upaya untuk menjaga agar tubuh bayi
tetap hangat, menempatkan bayi dalam posisi yang tepat, penghisapan lendir
secara benar, memberikan rangsangan taktil dan melakukan pernapasan buatan
(bila perlu).
Diagnosa keperawatan yang dapat diangakat secara teoritis adalah :
f. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d penumpukan mukus.
g. Pola napas tidak efektif b/d hipoventilasi.
h. Gangguan pemenuhan O2 b/d ekspansi yang kurang adekuat.
i.
Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen dan ketidakseimbangan
j.

ventilasi.
Asietas b/d ancaman kematian

Anda mungkin juga menyukai