Anda di halaman 1dari 4

Fakror-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Arthritis Rheumatoid Pada Lansia

DISUSUN OLEH
DELVINA
NIM : 1814201188

UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI


FAKULTAS KESEHATAN AKADEMI S1 KEPERAWATAN
BANGKINANG
2021/2022
A. Latar Belakang
Di seluruh dunia, osteoarthritis adalah penyakit muskuloskeletal yang paling umum.
Prevalensi global osteoartritis lutut adalah 3,8% dan osteoartritis pinggul adalah 0,85%.
Sementara itu, prevalensi global rheumatoid arthritis adalah 0,24%. Prevalensi rheumatoid
arthritis, biasanya disebabkan oleh osteoarthritis, adalah sekitar 27 juta di Amerika Serikat dan
meningkat menjadi sekitar 21 juta setiap tahun (Susarti and Romadhon 2019). Menurut meta-
analisis, perkiraan prevalensi rheumatoid arthritis di negara berpenghasilan rendah dan menengah
adalah 0,4% di Asia Tenggara, 0,37% di Mediterania Timur, 0,62% di Eropa, dan 1,25% di
Amerika. Prevalensi pada pria 0,16% lebih rendah daripada wanita, yaitu 0,75%, dikatakan
signifikan secara statistik. Sekitar 2,6 juta pria dan 12,21 juta wanita menderita rheumatoid
arthritis pada tahun 2000, kemudian meningkat menjadi 3,16 juta pria dan 14,87 juta wanita pada
tahun 2010 (Rudan dkk, 2015 dalam Masyeni, 2018).
Diperkirakan pada tahun 2020, proporsi populasi lansia global akan mencapai 22% dari
populasi dunia atau sekitar 2 miliar, dimana sekitar 80% lansia tinggal di negara berkembang.
Dalam 10 tahun ke depan, populasi lansia di dunia bisa mencapai 1 miliar. Menurut World Health
Organization (2016), jumlah pasien rheumatoid arthritis di seluruh dunia telah mencapai 335 juta,
dan diperkirakan jumlah pasien rheumatoid arthritis akan terus meningkat. Jumlah kasus
rheumatoid arthritis di Indonesia diperkirakan sebesar 29,35% pada tahun 2011, dibandingkan
dengan 39,47% dari total kasus rheumatoid arthritis pada tahun 2012 dan 45,59% dari total kasus
pada tahun 2013 (Susarti and Romadhon 2019). Menurut data Riset Kesehatan Dasar (2018),
prevalensi rematik di Indonesia pada tahun 2013 mencapai tren sekitar 45,59%.Sementara itu, data
jenis kelamin penderita rematik di Indonesia cenderung lebih banyak berjenis kelamin perempuan,
dengan angka prevalensi 34% (Riset dan Analisis Kementerian Kesehatan Bataan) Pembangunan,
Divisi RI, 2018).
Penyakit Arthritis rheumatoid merupakan penyakit terbanyak ke-10 di Dinas Kesehatan
Kabupaten Kampar, dan penyakit tersebut menduduki peringkat ke-9 dengan 8.010 kasus. (M
n.d.)
Faktor risiko yang terkait dengan timbulnya rheumatoid arthritis termasuk Jenis kelamin,
Makanan, dan Riwayat trauma. Menurut kesepakatan para ahli di bidang reumatik, reumatik dapat
dinyatakan sebagai keluhan utama atau tanda. Dari protokol tersebut, terdapat tiga masalah utama
pada sistem muskuloskeletal, yaitu nyeri, kekakuan (stiffness), dan kelemahan otot serta gangguan
gerak. Rematik dapat terjadi pada semua usia, dari masa kanak-kanak hingga usia lanjut, atau
menetap hingga usia tua. Penyakit rematik meningkat seiring bertambahnya usia (Kejadian and
Rheumatoid 2016).
Efek rheumatoid arthritis lebih mungkin terjadi di beberapa titik dalam kehidupan pasien.
Rheumatoid arthritis dapat mengancam jiwa atau hanya menyebabkan ketidaknyamanan dan
masalah yang disebabkan oleh rheumatoid arthritis.Tidak hanya membatasi mobilitas dan aktivitas
hidup sehari-hari, tetapi juga dapat menyebabkan atau menyebabkan kegagalan organ atau
menyebabkan masalah seperti nyeri, kelelahan, dan banyak lagi. Perubahan citra diri dan
gangguan tidur. Selanjutnya, kondisinya akut, dan perjalanan penyakit dapat ditandai dengan
periode remisi (periode di mana gejala penyakit berkurang atau tidak ada) dan periode eksaserbasi
(periode di mana gejala penyakit muncul atau memburuk). Peningkatan gejala rheumatoid arthritis
dapat menyebabkan perubahan aktivitas pasien (Kejadian and Rheumatoid 2016).
Cara mengobati rheumatoid arthritis adalah dengan mengkonsumsi obat anti inflamasi non
steroid seperti aspirin, ibuprofen, naproxen, piroxicam untuk mengobati nyeri sendi yang sering
dijumpai akibat peradangan. DMARDs digunakan untuk melindungi tulang rawan artikular dan
tulang dari proses merusak rheumatoid arthritis dan tulang dari proses seperti klorokuin,
sulfasalazine, dan kortikosteroid. Selain obat-obatan, rheumatoid arthritis dapat diobati dengan
istirahat teratur, olahraga yang cukup, dan melewatkan makanan tinggi purin seperti jeroan
(Kejadian and Rheumatoid 2016).
Dalam situasi ini, perawat bertindak sebagai pemberi perawatan bagi anggota keluarga
yang sakit, termasuk pendidik dan fasilitator kesehatan, untuk memfasilitasi akses yang mudah ke
layanan kesehatan, sehingga perawat dapat dengan mudah mengatasi masalah yang dihadapi
keluarga dan membantu menemukan solusi terbaik, seperti mengajar keluarga Mencegah
perkembangan rheumatoid arthritis (Susarti and Romadhon 2019).
Peran klien dan keluarga lebih terfokus pada pelaksanaan lima tugas keluarga yaitu
mengidentifikasi masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat,
memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, memelihara atau menciptakan
suasana keluarga yang sehat, memelihara hubungan melalui pemanfaatan fasilitas kesehatan
masyarakat (2011). Diet merupakan salah satu pemicu rheumatoid arthritis. Pola makan yang
sehat harus dimulai dengan perubahan kecil pada pilihan makanan kita sambil mengurangi
makanan seperti produk kacang-kacangan, yaitu susu kacang, buncis, organ hewani seperti usus,
hati, hati, paru-paru, otak dan jantung. Makanan kaleng seperti sarden, kornet, makanan yang
dimasak dengan santan, beberapa buah-buahan seperti durian, air kelapa dan produk olahan
melinjho, minuman seperti alkohol, dan sayuran seperti kangkung dan bayam (Susarti and
Romadhon 2019)
Temuan penelitian ini sejalan dengan temuan Bawarodi tahun 2017 yang menyebutkan ada
hubungan yang signifikan antara makanan dengan rheumatoid arthritis. Berdasarkan hasil analisis
didapatkan p-value sebesar 0,017 yang berarti lansia yang mengonsumsi makanan tidak sehat
memiliki risiko lebih tinggi terkena rheumatoid arthritis. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Eka P, 2012, yang mengidentifikasi riwayat trauma sendi sebagai
faktor penyebab penyakit rematik. Rheumatoid arthritis dapat menyerang semua ras. Tapi rasio
laki-laki dan perempuan adalah 1:3. Akibatnya, lebih banyak menyerang wanita berusia 20-45
tahun. Tidak jelas mengapa wanita lebih rentan. Artritis reumatoid terutama menyerang wanita,
sedangkan asam urat lebih sering terjadi pada pria. Wanita jarang mengembangkan rheumatoid
arthritis kecuali ada faktor genetik (Susarti and Romadhon 2019).
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji faktor-faktor yang berhubungan
dengan timbulnya penyakit rheumatoid arthritis pada lansia di wilayah kerja Puskesmas
Bangkinang kota Tahun 2022.

Anda mungkin juga menyukai