Anda di halaman 1dari 35

BAB.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring perjalanan dan bertambahnya usia, proses penuaanpun

terus berlangsung dan menimbulkan berbagai macam perubahan. Tubuh

akan mengalami perubahan-perubahan pada struktur dan fisiologi dari

berbagai sel, jaringan, ataupun organ atau sistem yang menyebabkan

involusi dan degradasi. Organ tubuhpun mulai mengalami kemunduran,

baik fisik mampun mental pada organ lanjut usia terjadi perubahan-

perubahan yang menuntut dirinya untuk menyesuaikan diri secara terus

menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungan kurang

berhasil, maka timbul berbagai macam penyakit salah satunya hipertensi

(Ardiansyah, M.,2012).

Tekanan darah tinggi atau yang juga dikenal dengan sebutan

hipertensi ini merupakan suatu meningkatnya tekanan darah di dalam arteri

atau tekanan systole lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastole sedikitnya

90 mmHg (Ardiansyah,M.,2012).

Hipertensi dapat berakibat meluas seperti penyakit jantung

koroner, stroke, dan infark miokard. Timbunan lemak atau plak didalam

dinding arteri koroner pada jantung, arteri yang menuju otak serta tungkai

menyebabkan terjadinya penyempitan arteri sehingga tekanan darah

meningkat. Biasanya hipertensi menyebabkan keadaan jantung bekerja

menjadi berat atau memompa darah, volume jantung membesar dan

dinding menipis sehingga akhirnya menyebabkan gagal jantung Komplikasi

lain dari jantung yaitu perdarahan, infark serebral, thrombosis, retinopati


hipertensif pada mata, hipertensi pada jantung, nefroksklerosis pada ginjal

dan kegagalan faal ginjal. Keadaan ini akan memperpendek usia penderita

dan sekir 10-12 % mengalami kematian (Fatimah.,2010)

Menurut Data World Health Organization (WHO) 2020

menunjukkan sekitar 1,13 miliar orang di dunia menderita hipertensi.

Artinya, 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis menderita hipertensi, hanya

36,8% di antaranya yang minum obat. Data Riset Kesehatan Dasar atau

Riskesdas tahun 2020 menunjukkan prevalensi hipertensi secara nasional

sebanyak 34,1%. Populasi penduduk beresiko usia >50 tahun yang

dilakukan pengukuran tekanan darah (Riskesdas RI, 2018). Selain itu

berdasarkan data Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tenggara

pada tahun 2019 – 2022, jumlah pasien dengan hipertensi dalam empat

tahun terakhir kasus hipertensi terjadi peningkatan yang cukup signifikan.

Pada tahun 2019 sebesar 370 kasus, pada 2020 sebesar 220 kasus, dan

pada tahun 2021 sebesar 130 kasus, dan mengalami peningkatan yang

cukup signifikan pada tahun 2022 dengan 250 kasus dengan jumlah

keseluruhan sebesar 840 kasus.

Sedangkan data yang diambil dari RSU Karel Sadsuitubun

Langgur jumlah pasien dengan hipertensi pada tahun sebanyak 2021

sebanyak 80 penderita dan tahun 2022 mengalami peningkatan sebanyak

140 dan 2023 sebanyak 254 penderita. Dari jumlah keseluruhan maka

pasien dengan hipertensi pada tahun 2021-2023 sebanyak 474 penderita,

(Rekam Medis RSU Karel Sadsuitubun Langgur, 2024).

Salah satu penyebab kejadian hipertensi adalah gaya hidup yang

kurang sehat. Gaya hidup dapat diklasifikasikan menjadi beberapa


komponen yang berkaitan dengan kejadian hipertensi yaitu terdiri dari

minum kopi, makanan, merokok, merawat berat badan tetap ideal, aktif

beraktivitas dan minum alkohol. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan

terjadinya hipertensi dimana merokok dapat merusak jantung dan sirkulasi

darah dan meningkatkan resiko penyakit jantung dan pola nutrisi yang

kurang sehat seperti beberapa asupan makanan yang dapat menjadi

penyebab hipertensi, antara lain makanan olahan cepat saji, makanan

dengan kandungan gula tinggi, serta makanan yang mengandung bahan

pengawet, (Fatimah.,2010).

Salah satu gejala yang paling banyak dikeluhkan pasien adalah

nyeri kepala yang menyebabkan pasien merasa tidak nyaman. Salah satu

penanganan dari nyeri kepala adalah dengan manajemen nyeri. Dalam hal

ini, peran dan dukungan perawat dalam mengurangi rasa nyeri kepala

sangat dibutuhkan (SDKI, 2016).

Perawat sebagai tenaga kesehatan memiliki peran sebagai

edukator atau pendidik. Sebagai seorang pendidik, perawat mampu

membantu pasien dan keluarga mengenal kesehatan dan memulihkan

kesehatan tersebut. Penatalaksanaan hipertensi dapat dibagi menjadi 2

teknik, yaitu teknik farmakologis dan non farmakologis. Pengobatan

farmakologis merupakan pengobatan dengan menggunakan obat obatan

yang dapat membantu menurunkan dan menstabilkan tekanan darah

dalam batas normal. Namun pada terapi ini memiliki efek samping yang

berbeda-beda pada setiap golongannya salah satunya seperti rasa mual,

lemas, dan pusing (Yekti, dkk, 2011). Terapi non farmakologis merupakan

pengobatan yang tidak menggunakan obat-obat dengan bahan kimia,


seperti pengobatan komplementer. Pengobatan komplementer bersifat

terapi pengobatan alami. Salah satu tindakan non farmakologis untuk

mengurangi hipertensi yang dapat dilakukan perawat yaitu massage

punggung. Teknik Massage punggung (pijat lembut pada punggung)

merupakan terapi manipulasi dengan pijatan lembut pada jaringan yang

bertujuan untuk memberikan efek terhadap fisiologis terutama pada

vaskuler, muscular, dan sistem saraf pada tubuh. Massage punggung tidak

hanya memberikan relaksasi secara menyeluruh, namun juga bermanfaat

bagi kesehatan seperti melancarkan sirkulasi darah, pelepasan endorphin,

sehingga memblok transmisi stimulus nyeri serta menurunkan tekanan

darah (Murtiono & Ngurah, 2020).

Dari hasil praktek peneliti selama kurang lebih 4 kali praktek di

Puskesmas mampun di Rumah Sakit, masih kurangnya penerapan

tindakan masase punggung pada pasien hipertensi dalam mengurang nyeri

yang dirasakan oleh penderita

Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka peneliti tertarik

untuk melakukan studi kasus dengan judul:“asuhan keperawatan dalam

pemberian tindakan masase punggung untuk menurunkan nyeri pada

pasien hipertensi di Rumah Sakit Karel Sadsuitubul Langgur”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat di buat rumusan masalah

sebagai berikut “Bagaimanakah asuhan keperawatan dalam pemberian

tindakan masase punggung untuk menurunkan nyeri pada pasien

hipertensi di Rumah Sakit Karel Sadsuitubul Langgur?’


1.3. Tujuan Studi Kasus

Tujuan dari studi kasus ini adalah menggambarkan asuhan keperawatan

dalam pemberian tindakan masase punggung untuk menurunkan nyeri

pada pasien hipertensi di Rumah Sakit Karel Sadsuitubul Langgur.

1.4 Manfaat Studi Kasus

1.4.1 Bagi Penderita Hipertensi

Dapat memberikan manfaat bagi masyarakat terutama bagi

penderita tentang maanfaat terapi masase punggun dalam

mengurang nyeri pada penderita hipertensi

1.4.2 Bagi Institusi

Untuk menambah informasi dan referensi perpustakaan institusi

Pendidikan Program Studi Keperawatan Tual tentangasuhan

keperawatan dalam pemberian tindakan masase punggung untuk

menurunkan nyeri pada pasien hipertensi

1.4.3 Bagi Peneliti

Memperoleh pengalaman nyata dan menambah wawasan dalam

melakukan asuhan keperawatan dalam pemberian tindakan

masase punggung untuk menurunkan nyeri pada pasien

hipertensi
BAB.2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Asuhan Keperawatan Hipertensi Dengan Tindakan Masase Punggung

Asuhan keperawatan adalah merupakan suatu tindakan kegiatan

atau proses dalam praktik keperawatan yang diberikan secara langsung

kepada pasien untuk memenuhi kebutuhan objektif pasien, sehingga dapat

mengatasi masalah yang sedang dihadapinya dan asuhan keperawatan

dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah ilmu keperawatan, (Hidayat,

2008)

2.1.1. Pengkajian Hipertensi

Proses pengkajian adalah upaya mengumpulkan data

secara lengkap dan sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga

masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi pasien baik

fisik, mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan (Huda

Nurarif & Kusuma H,2015)

2.1.1.1.Biodata

a. Identitas pasien

Identitas pasien yang meliputi: nama, tempat tanggal

lahir, jenis kelamin, alamat lengkap, agama, status

perkawinan, pekerjaan dan tanggal registrasi.

b. Identitas penanggung jawab meliputi: nama, umur,

pekerjaan, alamat dan hubungan dengan pasien


2.1.1.2. Riwayat kesehatan saat ini

Menurut Huda Nurarif & Kusuma H,(2015), riwayat

kesehatan terdiri dari:

a. Keluhan utama

Biasanya pasien datang ke rumah sakit dengan

keluhan kepala terasa pusing dan bagian kepala

terasa berat, tidak bisa tidur, nyeri kepala

b. Riwayat kesehatan saat ini

Menurut Muttaqin, (2012). Saat melakukan

pengkajian pada pasien hipertensi biasanya

mengeluh kepala sakit dan berat, penglihatan

berkunang – kunang, rasa pegal dan tidak nyaman di

tengkuk, jantung berdebar dan telinga berdenging.

Pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan cara

PQRST :

P (pemacu) : Nyeri akibat hipertensi.

Q (quality) : Nyeri digambarkan seperti di tusuk-

tusuk tajam terbakar dan perih.

R (region) : Nyeri dikepala.

S (skala) : Skala nyeri 1-10. T (time) : ± 10-15

menit, nyeri bertambah hebat jika

pasien kurang beristirahat.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Pada pengumpulan data riwayat kesehatan atau

keperawatan masa lalu dapat ditanyakan antara lain:


riwayat pemakaian jenis obat, jumlah dosis, riwayat

atau pengalaman masa lalu tentang kesehatan atau

penyakit yang pernah dialami atau riwayat masuk

rumah sakit.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat pengumpulan data keluarga yaitu bagaiman

riwayat kesehatan atau keperawatan yang ada

dimiliki salah satu anggota keluarga, apakah ada

yang menderita penyakit seperti yang dialami pasien

atau mempunyai penyakit degeneratif lainnya,

biasanya penyakit hipertensi adalah penyakit

keturunan

e. Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan

Pengkajian yang dilakukan dengan menanyakan

situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Kebiasaan

dalam pola hidup, seperti minum alkohol atau obat

tertentu, merokok dan kebiasaan tidur menggunakan

bantal. Disamping pertanyaan tersebut, perlu

mengkaji juga data biografi pasien, yaitu nama, umur,

jenis kelamin, alamat, suku dan agama.

f. Riwayat psikososial dan spiritual

1. Psikologis : Perasaan yang dirasakan oleh klien,

apakah cemas/sedih?
2. Sosial : Bagaimana hubungan klien dengan

orang lain maupun dengan orang terdekat klien

dengan lingkungan?

3. Spiritual : Apakah klien tetap menjalankan

ibadah selama perawatan dirumah sakit?.

2.1.1.3. Pola aktivitas sehari-hari

a. Pola istirahat dan tidur

Apakah ada gangguan tidur, kebiasaan tidur sehari,

apakah terjadi kekakuan selama ½-1 jam setelah

bangun tidur dan apakah ada rasa nyeri pada saat

istirahat dan tidur.

b. Pola elminasi

Apakah ada gangguan pada saat BAB dan BAK

c. Pola makan dan minum

Pada pengkajian ini meliputi jenis, frekuensi, jumlah

makanan yang dikomsumsi (makanan yang banyak

mengandung pospor (zat kapur), vitamin dan protein.

d. Persepsi dan konsep diri

Adakah perubahan pada bentuk tubuh

(deformitas/kaku sendi, apakah pasien merasa malu

dan minder dengan penyakitnya.

e. Peran dan hubungan

Bagaimana hubungan dengan keluarga dan apakah

ada perubahan peran pada pasien.


f. Seksulalitas dan reproduksi

Apakah ada gangguan seksualitas.

g. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress

Adakah perasaan takut, cemas akan penyakit yang

diderita.

2.1.1.4. Pemeriksan fisik antara lain:

Menurut Huda Nurarif,(2015). Pemeriksaan fisik pada

pasien dengan hipertensi, yaitu sebagai berikut :

1. Keadaan umum : Pada pasien dengan hipertensi

biasanya memiliki berat badan yang normal atau

melebihi indeks massa tubuh, berat badan normal,

tekanan darah > 140/90 mmHg, nadi > 100 x/menit,

frekuensi nafas 16-24 x/menit pada hipertensi berat

terjadi pernafasan takipnea, ortopnea, dyspnea

nocturnal paroksial, suhu tubuh 36,5 s/d 37,50C pada

hipertensi berat suhu tubuh dapat menurun dan

mengakibatkan pasien hipotermi, keadaan umum

pasien compos metis pada kasus hipertensi berat dan

komplikasi dapat mengakibatkan pasien mengalami

gangguan kesadaran sampai pada koma, contohnya

stroke hemoragik.

2. Sistem pengelihatan

Pada pasien dengan hipertensi memiliki sistem

penglihatan yang baik, pada kasus hipertensi berat


pasien mengalami penglihatan kabur dan dapat terjadi

anemis pada konjungtiva.

3. Sistem pendengaran

Pada kasus hipertensi, pasien tidak mengalami

gangguan pada fungsi pendengaran dan fungsi

keseimbangan.

4. Sistem pernafasan

Secara umum baik dengan frekuensi nafas 16-24

x/menit dengan irama teratur, pada kasus hipertensi

tertentu seperti pada hipertensi berat pasien

mengalami gangguan sistem pernafasan seperti

takipnea, dyspnea, dan ortopnea, adanya distress

pernafasan/ penggunaan otot- otot pernafasan pada

hipertensi berat, frekuensi pernafasan >24 x/menit

dengan irama pernafasan tidak teratur, kedalaman

nafas cepat dan dangkal, adanya batuk dan terdapat

sputum pada batuk pasien sehingga mengakibatkan

sumbatan jalan nafas dan terdapat menghi.

5. Sistem kardiovaskuler

a. Sirkulasi perifer Secara umum keadaan sirkulasi

peripher pada pasien dengan hipertensi ringan

dalam keadaan normal dengan frekuensi nadi 60-

100 x/menit, irama teratur. Pada kasus hipertensi

berat frekuensi nadi pasien dapat mencapai >

100x/menit irama tidak teraturdan lemah, TD >


140/90 mmHg, terjadinya distensi vena jugularis

dan pasien mengalami hipotermi, warna kulit pucat

(sianosis).

b. Sirkulasi jantung Pada kasus hipertensi ringan,

sirkulasi jantung dalam keadaan normal dengan

kecepatan denyut jantung apikal teratur dan

terdapat bunyi jantung tambahan (S3), adanya

nyeri dada pada kasus hipertensi sekunder

dengan komplikasi kelainan jantung.

6. Sistem hematolologi

Pasien mengalami gangguan hematologi pada

hipertensi berat yang ditandai dengan keadaan umum

pucat, perdarahan yang mengakibatkan stroke

dikarenakan obstruksi dan pecahnya pembuluh darah.

7. Sistem syaraf pusat

Pada hipertensi ringan adanya rasa nyeri pada daerah

kepala dan tengkuk, kesadaran compos mentis, pada

hipertensi berat kesadaran dapat menurun menjadi

koma, reflex fisiologi meliputi reflex biceps fleksi dan

triceps ekstensi, serta refleks patologis negatif.

8. Sistem pencernaan Sistem pencernaan pada pasien

hipertensi dalam keadaan baik, pada kasus hipertensi

berat dengan komplikasi menyerang organ pada

abdomen mengakibatkan pasien mengalami nyeri

pada daerah abdomen.


9. Sistem urogenital

Terjadinya perubahan pola kemih pada hipertensi

sekunder yang menyerang organ ginjal sehingga

menyebabkan terjadinya gangguan pola berkemih

yang sering terjadi pada malam hari.

10. Sistem integument

Turgor kulit buruk pada hipertensi berat dan adanya

edema pada hipertensi sekunder di daerah

ekstremitas.

11. Sistem muskuloskletal

Pada hipertensi ringan pasien tidak mengalami

gangguan pada sistem muscoluskeletal, tetapi pada

hipertensi berat pasien mengalami kesulitan dalam

bergerak dan kelemahan otot.

2.1.2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang

menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko

perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat

secara akuntabilitas dapat mengidentifikasikan dan memberikan

intervensi secara pasti untuk menjaga kesehatan klien (Sudoyo

A.W, 2012). Berdasarkan nyeri dengan hipertensi, maka diagnosa

keperawatan yang dapat di tegakkan menurut SDKI, (2016) :

2.1.2.1. Nyeri akut (D.0077)

Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang

berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual


atau fungsional dengan onset mendadak

atau lambatberintensitas ringan hingga berat

yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

Penyebab : agen pencedera fisiologis (mis: iskemia)

Batasan karakteristik :

Kriteria mayor :

1) Sujektif : Mengeluh nyeri

2) Objektif :Tampak meringis, bersikap protektif, gelisah,

frekuensi nadi meningkat, sulit tidur

Kriteria minor :

1) Subjektif : -

2) Objektif : Tekanan darah meningkat, pola nafas

berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir

terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri,

diaforesis.

Kondisi klinis terkait :

1) Kondisi pembedahan

2) Cedera traumatis

3) Infeksi

4) Sindrom coroner akut

5) Glaukoma

2.1.2.2. Gangguan rasa nyaman ( D.0074 )

Defenisi : perasaan kurang senang, lega dan sempurna

dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan

soaial.
Penyebab : Gejala penyakit Batasan Karakteristik

Kriteria Mayor :

1) Subjektif : Mengeuh tidak nyaman

2) Objektif : Gelisah

Kriteria Minor :

1) Subjektif : Mengeluh sulit tidur, tidak mampu rileks,

mengeluh kedinginan/kepanasan, merasa gatal,

megeluh mual, mengelah lelah.

2) Objektif : Menunjukkan gejala distress, tamapak

merintih/menangis, pola eleminasi berubah, postur

tubuh berubah, iritabilitas.

Kondisi klinis terkait :

1) Penyakit kronis

2) Keganasan

3) Distres psikologis

4) Kehamilan

2.1.3. Intervensi Keperawatan

Rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk yang

menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang

dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan

diagnosis keperawatan. Setelah mengidentifikasi diagnosa

keperawatan dan kekuatanya, langkah berikutnya adalah

perencanaan asuhan keperawatan. Pada tahap ini, perawat

menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan bagi pasien serta

mencapai tujuan dan kriteria hasil. Dalam teori perencanaan


keperawatan dituliskan sesuai dengan rencana dan kriteria hasil

berdasarkan SIKI dan SLKI (2018).

Diagnosa Tujuan
Kep SLKI SIKI
Nyeri akut Setelah dilakukan
SIKI : Manajemen nyeri
berhubun asuhan keperawatanObservasi :
gan selama 3x24 jam
1. Identifikasi lokasi,
dengan diharapkan karakteristik, durasi,
dengan SLKI : Tingkat nyeri frekuensi, kualitas,
agen Ekspetasi : Menurun intensitas nyeri
penceder Dengan kriteria hasil :
2. Identifikasi skala
a 1. Keluhan nyeri : nyeri
fisiologis Menurun : 5 3. Identifikasi faktor
2. Meringis : cukup memperberat dan
Menurun : 5 mempengaruhi rasa
SLKI : Kontrol nyeri nyeri
Ekspetasi : Meningkat
Terapeutik :
1. Melaporkan nyeri
1. Kontrol lingkungan
Terkontrol nyeri : yang memperberat
Meningkat : 5 rasa nyeri (mis,
2. Kemampuan suhuruangan,
mengenali konset pencahayaan,
nyeri : Meningkat :kebisingan)
5 2. Berikan teknik non
3. Kemampuan farmakologis untuk
mengenali mengurangi rasa
penyebab nyeri : nyeri(terapi massage
Meningkatn : 5 punggung)
4. Kemampuan Edukasi :
melakukan teknik
1. Jelaskan penyebab
nonfarmakologis : dan pemicu nyeri
Meningkat : 5 2. Ajarkan teknik
5. Dukungan orang nonfarmakologis
terdekat :
Untuk mengurangi
Meningkat : 5 rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian analgesic
Ganggua Setelah dilakukan SIKI : Dukungan tidur
n rasa asuhan keperawatan Observasi
nyaman selama 3x24 jam 1. Identifikasi aktifitas
berhubun diharapkan istirahat dan tidur
gan SLKI : Pola tidur: 2. Identifikasi faktor
dengan Membaik pengganggu tidur
gejala (mis, fisik dan atau
penyakit Dengan kriteria hasil : psikologis)
1. Keluhan sulit 3. Identifikasi makanan
Tidur : Membaik : 5 dan minuman yang
2. Keluhan sering mengganggu tidur
terjaga : Membaik : (mis, minum kopi,
5 alkohol, dll)
3. Keluhan tidak puas Terapeutik
tidur : Membaik: 5 1. Memodifikasi
4. Keluhan pola tidur lingkungan (mis,
berubah : Membaik pencahayaan,
:5 kebisingan, dan
5. Keluhan istirahat suhu)
tidak cukup : 2. Lakukan prosedur
Membaik : 5 untk meningkatkan
kenyamanan (mis,
pijat dan pengaturan
posisi)
Edukasi
1. Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama
sakit
2. Anjurkan menempati
kebiasaan waktu
tidur
3. Anjurkan
menghindari
makanan/minuma
yang menggagu
tidur

2.1.4. Implementasi

Pelaksanaan keperawatan merupakan proses keperawatan yang

mengikuti rumusan dari rencana keperawatan. Pelaksanaan

keperawatan mencakup melakukan, membantu, memberikan askep

untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien, mencatat serta

melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan


kesehatan berkelanjutan dari klien. Proses pelaksanaan

keperawatan mempunyai lima tahap (Dinarti, & Muryanti, Y. 2017).

antara lain:

1. Mengkaji ulang klien. Fase pengkajian ulang terhadap

komponen implementasi memberikan mekanisme bagi perawat

untuk menentukan apakah tindakan keperawatan yang

diusulkan masih sesuai.

2. Menelaah dan modifikasi rencana asuhan keperawatan yang

ada Modifikasi rencana asuhan yang telah ada mencakup

beberapa langkah. Pertama data dalam kolom pengkajian

direvisi sehingga mencerminkan status kesehatan terbaru klien.

Kedua, diagnosa keperawatan direvisi. Diagnosa keperawatan

yang tidak relevan dihapuskan dan diagnosa keperawatan yang

terbaru ditambah dan diberi tanggal. Ketiga, metode

implementasi spesifik direvisi untuk menghubungan dengan

diagnosa keperawatan yang baru dan tujuan klien yang baru.

3. Mengidentifikasi bidang bantuan

Situasi yang membutuhkan tambahan tenaga beragam.

Sebagai contoh, perawat yang ditugaskan untuk merawat klien

imobilisasi mungkin membutuhkan tambahan tenaga untuk

membantu membalik, memindahkan dan mengubah posisi klien

karena kerja fisik yang terlibat. (Dinarti, & Muryanti, Y. 2017).

2.1.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil

implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan


untuk melihat keberhasilannya. Evaluasi disusun dengan

mengunakan SOAP yang operasional dengan pengertian antara

lain:

S : adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan

secara subjektif oleh klien dan keluarga setelah diberikan

implementasi keperawatan.

O : adalah keadaan objektif yang didefinisikan oleh perawat

menggunakan pengamatan yang objektif setelah implementasi

keperawatan.

A : adalah merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon

subjektif dan objektif klien yang dibandingkan dengan kriteria

dan standar yang telah ditentukan mengacu pada tujuan

rencana keperawatan klien.

P : adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan

analisis

2.2. Konsep Penyakit Hipertensi

2.2.1. Defenis Hipertensi

Tekanan darah yaitu jumlah gaya yang diberikan oleh

darah di bagian dalam arteri saat darah dipompa ke seluruh sistem

peredaran darah. Tekanan darah tidak pernah konstan. Tekanan

darah dapat berubah drastis dalam hitungan detik dan

menyesuaikan diri dengan tuntutan pada saat itu.

Menurut Herbert Benson, (2012). Hipertensi atau yang

lebih dikenal dengan tekanan darah tinggi adalah penyakit kronik

akibat desakan darah yang berlebihan dan hampir tidak konstan


pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika

memompa darah (Muttaqin, 2011).

2.2.2. Klasifikasi Hipertensi

WHO (World Health Organization) dan ISH (International

Society of Hypertension) mengelompokan hipertensi sebagai

berikut :

Tabel 2.3.2. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO – ISH

Kategori Tekanan darah Tekanan darah


sistol (mmHg) diastol (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Normal-tinggi 130-139 85-89
Grade 1 (hipertensi ringan) 140-149 90-99
Sub group (perbatasan) 150-159 90-94
Grade 2 (hipertensi 160-179 100-109
sedang)
Grade 3 (hipertensi berat) >180 >110
Hipertensi sistolik terisolasi ≥140 <90
Sub-group (perbatasan) 140-149 <90
Sumber: (Inayah, 2006)

2.2.3. Jenis Hipertensi

Menurut Muttaqin, (2011), berdasarkan etiologinya hipertensi

dibedakan menjadi dua, yaitu :

2.2.3.1. Hipertensi esensial (hipertensi primer atau idiopatik)

Hipertensi esensial adalah hipertensi yang tidak jelas

penyebabnya. Hal ini ditandai dengan terjadinya

peningkatan kerja jantung akibat penyempitan pembuluh

darah tepi. Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk

dalam kelompok ini. Penyebabnya adalah multifaktor,

terdiri dari faktor genetik, gaya hidup, dan lingkungan.


2.2.3.2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang di

sebabkan oleh penyakit sistemik lain yaitu, seperti

renal arteri stenosis, hyperldosteronism, hyperthyroidism,

pheochromocytoma, gangguan hormon dan penyakit

sistemik lainnya, (Herbert Benson, 2012).

2.2.4. Gejalah Hipertensi

Gejala-gejala hipertensi, yaitu : sakit kepala, mimisan,

jantung berdebar-debar, sering buang air kecil di malam hari, sulit

bernafas, mudah lelah, wajah memerah, telinga berdenging,

vertigo, pandangan kabur. Pada orang yang mempunyai riwayat

hipertensi kontrol tekanan darah melalui barorefleks tidak adekuat

ataupun kecenderungan yang berlebihan akan terjadi

vasokonstriksi perifer yang akan menyebabkan terjadinya

hipertensi temporer (Kaplan, 2010).

2.2.5. Patofisiologi Hipertensi

Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac

output (curah jantung) dengan total tahanan perifer. Cardiac

output (curah jantung) diperoleh dari perkalian antara stroke

volume dengan heart rate (denyut jantung). Pengaturan tahanan

perifer dipertahankan oleh system saraf otonom dan sirkulasi

hormone. Empat system control yang berperan dalam

mempertahankan tekanan darah antara lain system baroreseptor

arteri, pengaturan volume cairan tubuh , system renin angiotensin

dan autoregulasi vascular.


Baroreseptor arteri terutama ditemukan di sinus carotid,

tapi juga dalam aorta dan dinding ventrikel kiri. Baroreseptor ini

memonitor derajat tekanan arteri.Sistem baroreseptor meniadakan

peningkatan tekanan arteri melalui mekanisme perlambatan

jantung oleh respon vagal (stimulasi parasimpatis) dan

vasodilatasi dengan penurunan tonus simpatis. Oleh karena itu,

reflex control sirkulasi meningkatkan tekanan arteri sistemik bila

tekanan baroreseptor turun dan menurunkan tekanan arteri

sistemik bila tekanan baroreseptor meningkat. (Inayah,2006)

2.2.6. Pathway Hipertensi

Faktor predisposisi: usia, jenis kelamin, stress, kurang


olahraga, genetik, konsentrasi garam.

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

otak

Resistensi pembuluh darah otak

Nyeri tengkuk/kepala

Gangguan pola tidur


Gambar Pathway Hipertensi

Sumber : Huda Nurarif & Kusuma H, (2015)

2.2.7. Pencegahan Hipertensi

Menurut Huda Nurarif & Kusuma H, (2015), berdasarkan

pencegahan hipertensi dibedakan menjadi empat, yaitu :

2.2.7.1. Penurunan berat badan

2.2.7.2. Mengurangi tingkat stress

2.2.7.3. Olahraga

2.2.7.4. Mengontrolkan diri rutin jika mempunyai riwayat hipertensi

keturunan

2.2.8. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Huda Nurarif & Kusuma H, (2015). Pemeriksaan

penunjang terhada pasien dengan hipertensi

2.2.8.1. Pemeriksaan laboratorium

a. Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel

terhadap volume cairan (viscositas) dan dapat

mengindikasikan faktor resiko seperti

hipokoagulabilitas, anemia.

b. BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang

perfusi/ fungsi ginjal.

c. Glukosa : hiperglikemi (DM adalah pencetus

hipertensi) dapat di akibatkan oleh pengeluaran

kadar ketokolamin.

d. Urinalisa : darah, protein, glucosa, mengisyaratkan

disfungsi ginjal dan adanya DM.


2.2.8.2. CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.

2.2.8.3. Photo dada : menunjukan destruksi klasifikasi pada area

katup, pembesaran jantung

2.2.9. Penatalaksanaan Hipertensi

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan

mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan

dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah

140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :

2.2.9.1. Terapi tanpa Obat

Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk

hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada

hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini

meliputi:

a. Terapi massage (pijat), pada prinsipnya pijat yang

dilakukan pada penderita hipertensi adalah untuk

memperlancar aliran energi dalam tubuh sehingga

gangguan. Hipertensi dan komplikasinya dapat

diminimalisir, ketika semua jalur energi terbuka dan

aliran energi tidak lagi terhalang oleh ketegangan

otot dan hambatan lain maka resiko hipertensi

dapat ditekan.

b. Teknik slow stroke back massage untuk

membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan

stres sehingga dapat meningkatkan toleransi

terhadap nyeri.
c. Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi

adalah :

1) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr

menjadi 5 gr/hr

2) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak

jenuh

3) Penurunan berat badan

4) Penurunan asupan etanol

5) Menghentikan merokok

d. Latihan Fisik

Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah

yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah

olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu:

Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti

lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain

e. Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan)

Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk

meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit

hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien

dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah

komplikasi lebih lanjut.

2.2.9.2. Terapi dengan Obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan

tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan

mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita


dapat bertambah kuat.Pengobatan hipertensi umumnya

perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan

standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli

Hipertensi (Joint National Committee On Detection,

Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure, Usa,

1988). menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat

beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat

digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan

memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang

ada pada penderita (Ardiansyah,M.2012).

2.1. Konsep Masase Punggung

2.1.1. Defenis Masase Punggung

Masase Punggung adalah gerakan sentuhan dan

penekanan pada kulit area punggung yang memberikan efek

relaksasi pada otot, tendon, dan ligament sehingga meningkatkan

aktivitas saraf parasimpatis untuk merangsang pengeluaran

neurotransmitter asetilkolin (Arifin, 2012) .

Massage merupakan terapi manipulasi pijatan lembut

pada jaringan. Fungsinya untuk mengurangi nyeri pada pasien

yang sedang mengalami nyeri, dan bertujuan untuk memberikan

efek terhadap fisiologis terutama pada vaskular, muskular, dan

system saraf pada tubuh (Purwanto, 2013).

2.1.2. Manfaat Massage Punggung

Keuntungan masase punggnu adalah tindakan ini dapat

dilakukan di rumah, sehingga memungkinkan klien untuk


melakukan massage ini di rumah, guna mengontrol gejala nyeri

dan penanganannya, tidak membutuhkan biaya mahal, dapat

dipelajari oleh keluarga dan hampir tidak ada kontra indikasi dalam

tehnik massage punggung ini. Tehnik masase punggung ini dapat

mengurangi persepsi nyeri dan mampu mengurangi ketegangan

otot. Sebalikya ketegangan otot ini dapat meningkatkan nyeri

(Afrilia, dkk, 2015).

Menurut Michelle Andrea (2016) Pijat punggung memiliki

macam manfaat bagi kesehatan, diantaranya :

2.3.2.1 Membantu memperbaiki sirkulasi dan menurunkan tekanan

darah. Jika sirkulasi membaik, maka organ tubuh berfungsi

dan bekerja dengan baik

2.3.2.2 Memperbaiki jaringan tubuh cadangan kapiler dan

memperluas kapiler, sehingga akan meningkatkan aliran

darah ke jaringan dan organ, meningkatkan proses reduksi

oksidasi, memfasilitasi jantung dan berkontribusi terhadap

redistribusi darah dalam tubuh.

2.3.2.3 Mempengaruhi sistem saraf perifer, meningkatkan

rangsangan dan konduksi impuls saraf, melemahkan dan

menghentikan rasa sakit dengan mempercepat proses

pemulihan saraf yang cedera.

2.3.2.4 Memiliki efek psikologis yang beragam terhadap kulit dan

fungsinya, seperti membersihkan saluran keringat, kelenjar

sebaceous, meningkatkan fungsi sekresi, ekresi dan

pernapasan kulit.
2.3.2.5 Membuat otot menjadi fleksibel, meningkatkan fungsi

kontraktil yang mempercepat keluarnya metabolit yang

merupakan hasil dari metabolisme. Sementara pada lansia,

terapi pijat secara berkala dapat menekan laju tekanan

darah, meningkatkan sirkulasi darah, mengendurkan otot,

sekaligus merangsang otot yang lemah untuk bekerja

(Trisnowijayanto, 2012).

2.1.3. Pengaruh Massage Punggung Terhadap Tekanan Darah

Pijat punggung merupakan gerakan penekanan dan

sentuhan pada kulit area punggung yang memberikan efek

relaksasi pada otot, tendon dan ligament sehingga meningkatkan

aktivitas saraf parasimpatis untuk merangsang pengeluaran

neutrotransmitter asitelkolin. Neurotransmitter asetikolin

selanjutnya menghambat aktivitas saraf simaptis sehingga terjadi

vasodilatasi sistemik dan penurunan kontraktilitis otot jantung yang

bermanifestasi pada penurunan kecepatan denyut jantung, curah

jantung serta volume sekuncup yang pada akhirnya menyebabkan

penurunan tekanan darah (Retno, 2012). Efek penurunan tekanan

darah dari pijat punggung didapatkan melalui peningkatan

vasodilatasi pembuluh darah dan getah bening, meningkatkan

level serotonin, mengurangi sekresi hormon katekolamin dan

dapat mengurangi rasa nyeri akibat hipertensi, sehingga

komplikasi lebih lanjut dapat dicegah (Arifin, 2012).

Menurut pendapat Trionggo (2013), yang mengemukakan

bahwa manfaat tekanan pijat(massage) akan mengirim sinyal yang


menyeimbangkan sistem saraf atau melepaskan bahan kimia

seperti endorphin sehingga atau mendorong rasa relaksasi serta

melancarkan sirkulasi darah. Mekanisme pijat punggung yaitu

membuat lansia nyaman, dengan memijat daerah refleksi

memberikan rangsangan yang diterima oleh saraf sensorik, dan

langsung disampaikan oleh urat saraf motorik kepada organ yang

dikehendaki. Apabila pijatdi satu titik, maka tubuh akan

melepaskan beberapa zat seperti: serotonin, histamine, bradikinin,

slow reacting substance (SRS) serta zat lain yang belum diketahui.

Zat zat ini menyebabkan terjadinya dilatasi kapiler dan arteriol

serta flare reaction mengakibatkan terjadinya perbaikan

mikrosirkulasi pembuluh darah. Akibatnya timbul efek relaksasi

(pelemasan) otot-otot yang kaku serta akibat vasodilatasi umum

akan menurunkan tekanan darah secara stabil, (Kusyati, 2012).

2.2. Konsep Nyeri

2.2.1. Defenisi nyeri

Nyeri merupakan pengalaman yang sangat individual dan subjektif

yang dapat mempengaruhi semua orang di semua usia. Nyeri dapat

terjadi pada anak-anak dan orang dewasa. Penyebab nyeri yaitu proses

penyakit, cedera, prosedur, dan intervensi pembedahan (Kyle, 2015).

2.2.2. Fisiologi Nyeri

Sensasi nyeri merupakan fenomena yang kompleks melibatkan

sekuens kejadian fisiologis pada sistem saraf. Kejadian ini meliputi

tranduksi, transmisi, persepsi dan modulasi (Kyle, 2015)

1. Transduksi
Serabut perifer yang memanjang dari berbagai lokasi di

medula spinalis dan seluruh jaringan tubuh, seperti kulit, sendi,

tulang dan membran yang menutupi membran internal. Di ujung

serabut ini ada reseptor khusus, disebut nosiseptor yang menjadi

aktif ketika mereka terpajan dengan stimuli berbahaya, seperti

bahan kimia mekanis atau termal. Stimuli mekanis dapat berupa

tekanan yang intens pada area dengan kontraksi otot yang kuat,

atau tekanan ektensif akibat peregangan otot berlebihan.

2. Transmisi

Kornu dorsal medulla spinalis berisi serabut interneuronal

atau interkoneksi. Serabut berdiameter besar lebih cepat

membawa nosiseptif atau tanda nyeri. Serabut besar ketika

terstimulasi, menutup gerbang atau jaras ke otak, dengan demikian

menghambat atau memblok transmisi inmplus nyeri, sehingga

implus tidak mencapai otak tempat implus diinterpretasikan

sebagai nyeri.

3. Persepsi

Ketika kornul dorsal medula spinalis, serabut saraf dibagi

dan kemudian melintasi sisi yang berlawanan dan naik ke

hippotalamus. Thalamus merespon secara tepat dan mengirimkan

pesan korteks somatesensori otak, tempat inpuls

menginterpretasikan sebagai sensasi fisik nyeri. Inpuls dibawa oleh

serbit delta-A yang cepat mengarah ke persepsi tajam, nyeri lokal

menikam yang biasanya juga melibatkan respons reflek


meninggalkan dari stimulus. Inplus dibawa oleh serabut C lambat

yang menyebabkan persepsi nyeri yang menyebar, tumpul, terbakar

atau nyeri yang sakit

2.2.3. Jenis Nyeri

Banyak system berbeda dapat digunakan untuk mengklasifikasikan

nyeri, yang paling umum nyeri diklasifikasikan berdasarkan durasi,

etiologi, atau sumber atau lokasi (Kyle, 2015).

1. Berdasarkan Durasi

a. Nyeri Akut merupakan nyeri yang berkaitan dengan awitan

cepat intensitas yang bervariasi. Biasanya mengindikasikan

kerusakan jaringan dan berubah dengan penyembuhan cedera.

Contoh penyebab nyeri akut yaitu trauma, prosedur invasif,

dan penyakit akut.

b. Nyeri Kronis merupakan nyeri yang terus berlangsung melebihi

waktu penyembuhan yang diharapkan untuk cedera jaringan.

Nyeri ini dapat mengganggu pola tidur dan penampilan

aktifitas anak yang menyebabkan penurunan nafsu makan dan

depresi.

2. Berdasarkan etiologi

a. Nyeri Nosiseptif Nyeri yang diakibatkan stimulant berbahaya

yang merusak jaringan normal jika nyeri bersifat lama. Rentang

nyeri nosiseptif dari nyeri tajam atau terbakar hingga tumpul,

sakit, atau menimbulkan kram dan juga sakit dalam atau nyeri

tajam yang menusuk.


b. Nyeri Neuropati Nyeri akibat multifungsi system saraf perifer

dan system saraf pusat. Nyeri ini berlangsung terus menerus

atau intermenin dari biasanya dijelaskan seperti nyeri terbakar,

kesemutan, tertembak, menekan atau spasme.

3. Berdasarkan Lokasi

a. Nyeri Somatik

Nyeri yang terjadi pada jaringan. Nyeri somatik dibagi

menjadi dua yaitu superfisial dan profunda. Superfisial

melibatkan stimulasi nosiseptor di kulit, jaringan subkutan atau

membrane mukosa, biasanya nyeri terokalisir dengan baik

sebagai sensasi tajam, tertusuk atai terbakar. Profunda

melibatkan otot, tendon dan sendi, fasia, dan tulang. Nyeri ini

terlokalisir dan biasanya dijelaskan sebagai tumpul, nyeri atau

kram.

b. Nyeri Viseral

Nyeri yang terjadi dalam organ, seperti hati, paru,

saluran gastrointestinal, pankreas, hati, kandung empedu,

ginjal dan kandung kemih. Nyeri ini biasanya dihasilkan oleh

penyakit dan terlokalisir buruk serta dijelaskan nyeri dalam

dengan sensasi tajam menusuk dan menyebar.

4. sdf

2.2.4. s

2.3. Teknik Pemenuhan Kebutuhan Rasa


Teknik pemenuhan rasa aman nyaman nyeri adalah suatu metode yang

dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rasa aman nyaman agar klien

merasa terbebas dari nyeri atau kesakitan. Adapun beberapa tindakan

yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rasa aman nyaman

nyeri. Yaitu :

2.4.1. Standar Operasional Prosedur (SOP) Relaksasi Napas Dalam

1. Defenisi

Merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada

pasien yang mengalami nyeri kronis. Rileks sempurna yang

dapat mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh, kecemasan

sehingga mencegah menghebatnya stimulasi nyeri

2. Tujuan :

Untuk menggurangi atau menghilangkan rasa nyeri

3. Indikasi

Dilakukan untuk pasien yang mengalami nyeri kronis

4. Prosedur pelaksanaan :

1) Tahap prainteraksi

a. Menbaca status pasien

b. Mencuci tangan

c. Menyiapkan alat

2) Tahap orientasi

a. Memberikan salam teraupetik

b. Validasi kondisi pasien

c. Menjaga perivacy pasien


d. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan

kepada pasien dan keluarga

3) Tahap kerja

a. Berikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya jika

ada ynag kurang jelas

b. Atur posisi pasien agar rileks tanpa beban fisik

c. Instruksikan pasien untuk tarik nafas dalam sehingga

rongga paru berisi udara

d. Intruksikan pasien secara perlahan dan menghembuskan

udara membiarkanya keluar dari setiap bagian anggota

tubuh, pada waktu bersamaan minta pasien untuk

memusatkan perhatian betapa nikmatnya rasanya

e. Instruksikan pasien untuk bernafas dengan irama normal

beberapa saat ( 1-2 menit )

f. Instruksikan pasien untuk bernafas dalam, kemudian

menghembuskan secara perlahan dan merasakan saat ini

udara mengalir dari tangan, kaki, menuju keparu-paru

kemudian udara dan rasakan udara mengalir keseluruh

tubuh

g. Minta pasien untuk memusatkan perhatian pada kaki dan

tangan, udara yang mengalir dan merasakan keluar dari

ujung-ujung jari tangan dan kai dan rasakan kehangatanya


h. Instruksiakan pasien untuk mengulani teknik-teknik ini apa

bial ras nyeri kembali lagi

i. Setelah pasien merasakan ketenangan, minta pasien untuk

melakukan secara mandiri

5. Tahap terminasi

1. Evaluasi hasil kegiatan

2. Lakukan kontrak untuk kegistsn selanjutnya

3. Akhiri kegiatan dengan baik

4. Cuci tangan

6. Dokumentasi

1. Catat waktu pelaksanaan tindakan

2. Catat respons pasien

3. Paraf dan nama perawat jaga

Anda mungkin juga menyukai