Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di era kemajuan ilmu kesehatan saat ini, pendidikan merupakan suatu
hal yang penting dalam mengembangkan kualitas pelayanan kesehatan,
berdasarkan hal tersebut maka diperlukan sistem pendidikan yang bermutu
dan berorientasi pada perkembangan ilmu pengetahuan yang disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat (Febriyani, 2014). Peningkatan
permasalahan pasien yang kompleks membutuhkan keterampilan dan
pengetahuan dari beberapa tenaga professional. Oleh karena itu kerja sama
dan kolaborasi yang baik antar profesi kesehatan sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan kepuasan pasien dalam melakukan pelayanan kesehatan
(Keshtkaran et al., 2014).
Interprofesional Education (IPE) atau pendidikan antar profesi
merupakan praktik kolaborasi antara dua atau lebih profesi kesehatan yang
saling mempelajari peran masing-masing profesi kesehatan yang lain dan
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kolaborasi dan kualitas
pelayanan kesehatan. Implementasi IPE di bidang kesehatan dilaksanakan
kepada mahasiswa dengan tujuan untuk menanamkan kompetensi-
kompetensi IPE sejak dini dengan retensi bertahap, sehingga ketika
mahasiswa berada di lapangan diharapkan mengutamakan keselamatan
pasien dan peningkatan kualitas pelayanan pasien bersama profesi
kesehatan yang lain (Toman K. Pieter et al.,2016).
Inter Professional Collaboration (IPC) adalah suatu kegiatan
intrakurikuler yang memadukan pelaksanaan Tri Darma Perguruan Tinggi
(Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat) yang
dilakukan melalui pendekatan kolaborasi antar rumpun ilmu kesehatan
dalam menciptakan masyarakat cinta sehat dengan cara memberikan
kepada mahasiswa pengalaman belajar dan bekerja dalam kegiatan

1
pembangunan masyarakat bidang kesehatan sebagai wahana penerapan
dan pengembangan ilmu yang dilaksanakan di luar kampus dalam waktu,
mekanisme dan persyaratan tertentu (Poltekkes Semarang, 2016).
Menurut Sheps (2005) dalam Masriadi (2016), hipertensi adalah
penyakit dengan tanda adanya gangguan tekanan darah sistolik maupun
diastolik yang naik diatas tekanan darah normal Hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg secara kronis (Tanto).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan
abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut
darah dari jantung dan memompa keseluruh jaringan dan organ–organ
tubuh secara terus– menerus lebih dari suatu periode (Irianto, 2014).
Menurut Kemenkes (2013), bahwa hipertensi merupakan penyakit
kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberculosis, dimana proporsi
kematiannya mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di
Indonesia.
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang kami lakukan di Desa Pasir
Gintung, terdapat 197 orang yang menderita Hipertensi. Dari data tersebut,
kami memutuskan untuk memilih kasus Hipertensi sebagai kasus penyakit
tidak menular yang akan kami bahas.

1.2 Tujuan
12.1 Tujuan Umum:
Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Banten menerapkan
pendekatan Interprofesional Education (IPE) dan Interprofesional
Colaboration (IPC) dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan Terpadu di
masyarakat dengan klien hipertensi.
12.2 Tujuan Khusus:
Adapun tujuan khusus penulisan karya tulis ini yaitu penulis:
a. Dapat mengumpulkan, mengelola dan menganalisis data
kesehatan keluarga.
b. Dapat merumuskan masalah kesehatan keluarga

2
c. Dapat mengidentifikasi rencana penanggulangan masalah
kesehatan keluarga
d. Dapat melakukan tindakan dan penyelesaian masalah kesehatan
bersama-sama keluarga
e. Dapat mengevaluasi pencapaian kegiatan yang telah di
rencanakan
f. Dapat merencanakan tindak lanjut kegiatan oleh keluarga atas
rencana kegiatan yang belum terlaksana.
1.3 Sasaran
Sasaran dalam kegiatan IPE dan IPC dalam kelompok ini merupakan
keluarga yang mengalami penyakit tidak menular yaitu Hipertensi.

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian Hipertensi


Hipertensi didefinisikan sebagai TD persisten dimana tekanan sistoliknya
diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg (Smeltzer &
Bare, 2014 : 896).
Menurut Sheps (2005) dalam Masriadi (2016), hipertensi adalah penyakit
dengan tanda adanya gangguan tekanan darah sistolik maupun diastolik
yang naik diatas tekanan darah normal Hipertensi adalah peningkatan
tekanan darah > 140/90 mmHg secara kronis (Tanto). Tekanan darah
sistolik adalah tekanan puncak yang tercapai ketika jantung berkontraksi
dan memompakan darah keluar melalui arteri. Tekanan darah diastolik
diambil tekanan jatuh ketitik terendah saat jantung rileks dan mengisi darah
kembali. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan
abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut
darah dari jantung dan memompa keseluruh jaringan dan organ–organ
tubuh secara terus– menerus lebih dari suatu periode (Irianto, 2014).
Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan tekanan darah tinggi adalah
penyakit kronik akibat desakan darah yang berlebihan dan hampir tidak
konstan pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika
memompa darah. Hipertensi berkaitan dengan meningkatnya tekanan pada
arterial sistemik baik diastolik maupun sistolik atau kedua-duanya secara
terus-menerus (Sutanto,2010).

4
2.2 Klasifikasi

2.3 Etiologi Hipertensi


Dengan perubahan fisiologis normal penuaan, faktor resiko hipertensi
lain meliputi diabetes, ras, riwayat keluarga, jenis kelamin, faktor gaya
hidup seperti obesitas, asupan garam yang tinggi, alkohol yang
berlebihan. Faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau
tidak dapat dikontrol menurut Muttaqin Arif 2011, antara lain:
a. Faktor Resiko yang Tidak Dapat Dikontrol
Faktor risiko yang tidak dapat diubah yaitu:
1) Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan
wanita.Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler
sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause
dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan
kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang
tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses
aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai
penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada
premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon

5
estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan.
Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah
kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang
umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.
2) Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan
darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan
darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Hipertensi
pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan
pada usia tersebut ginjal dan hepar mulai menurun, karena itu dosis
obat yang diberikan harus benar-benar tepat. penyesuaian diri.
3) Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan
rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan
orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai
keluarga dengan riwayat hipertensi. Seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang
tuanya adalah penderita hipertensi.

b. Faktor Resiko yang Dapat Dikontrol


1) Obesitas
Pada usia ± 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori
mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya
aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat
memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat memicu
timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh
darah, hipertensi. Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung
dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif

6
untuk menderita hipertensi pada orang obestas 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada
penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan
lebih.
2) Kurang Olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit
tidak menular, karena olahraga yang teratur dapat menurunkan
tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk
hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa
apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena
adanya kondisi tertentu. Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko
tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi
gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak
jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih
keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus
memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri.
3) Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat
dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna
dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami
ateriosklerosis.
4) Mengkonsumsi garam berlebih
Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi
natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk
menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume
cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan
ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,
sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.
5) Minum Alkohol
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak
jantung dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan

7
minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor resiko
hipertensi.
6) Minum Kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi
mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir
tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.
7) Stress
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas
saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah
secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan
dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.

2.4 Tanda dan Gejala Hipertensi


Crowin (2000) dalam Wijaya & Putri (2013), menyebutkan bahwa
sebagian besar gejala klinis timbul:
a) Nyeri kepala saat terjaga, kadang – kadang disertai mual dan muntah
akibat peningkatan tekana intracranial.
b) Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.
c) Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf
pusat.
d) Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
e) Edama dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler.

8
2.5 Patofisiologi

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang hipertensi yaitu:
a. Hemoglobin/hematokrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapatmengindikasikan factor – factor resiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.
b. BUN
Memberikan informasi tentang perfusi ginjal.
c. Glukosa
Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi).
d. Kalium serum

9
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
e. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi.
f. Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/adanya
pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler).
g. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi.
h. EKG
Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi. Catatan: Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu
tanda dini penyakit jantung hipertensi.
(Nurarif & Kusuma H, 2015)

2.7 Komplikasi Hipertensi


Hipertensi yang tidak ditanggulangi dalam jangka panjang akan
menyebabkan kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ yang
mendapat suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi hipertensi dapat
terjadi padaorgan-organ tubuh menurut Wijaya & Putri (2013), sebagai
berikut:
a) Jantung
Hipertensi dapat menyebab terjadinya gagal jantung dan penyakit
jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan
meningkat, otot jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya,
yang disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak lagi mampu
memompa sehingga banyaknya cairan yang tetahan diparu maupun
jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau
oedema. Kondisi ini disebut gagaljantung.
b) Otak

10
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke,
apabila tidakdiobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.
c) Ginjal
Hipertensi juga menyebabkan kerusakan ginjal, hipertensi
dapatmenyebabkan kerusakan sistem penyaringan didalam ginjal
akibat lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak
dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi
penumpukan di dalam tubuh.
d) Mata
Hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi
dan dapatmenimbulkan kebutaan.

2.8 Penatalaksanaan Hipertensi


Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah
terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan
mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Efektivitas setiap
program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan
dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi (Brunner & Suddart, 2015).
a) Terapi nonfamakologis
Wijaya & Putri (2013), menjelaskan bahwa penatalaksanaan non
farmakologis terdiri dari berbagai macam cara modifikasi gaya hidup
sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan
hipertensi dengan non farmakologis terdiri dari berbagai macam cara
modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu:
1) Mempertahankan berat badan ideal
Radmarsarry, (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), mengatasi
obesitasjuga dapat dilakukan dengan melakukan diet rendah
kolesterol namunkaya dengan serat dan protein, dan jika berhasil
menurunkan beratbadan 2,5 – 5 kg maka tekanan darah diastolik
dapat diturunkansebanyak 5 mmHg.
2) Kurangi asupan natrium

11
Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013),
penguramgan konsumsi garam menjadi ½ sendok the/hari dapat
menurunkan tekanan sistolik sebanyak 5 mmHg dan tekanan
diastolic sebanyak 2,5 mmHg.
3) Batasi konsumsi alkohol
Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), konsumsi
alkoholharus dibatasi karena konsumsi alcohol berlebihan dapat
meningkatkan tekanan darah.Para peminum berat mempunyai resiko
mengalami hipertensi empat kali lebih besar dari pada mereka yang
tidak meminumberakohol.
4) Diet yang mengandung kalium dan kalsium
Kaplan, (2006) dalam Wijaya & Putri (2013), Pertahankan
asupan diet potassium ( >90 mmol (3500 mg)/hari) dengan cara
konsumsi diet tinggi buah dan sayur seperti: pisang, alpukat, papaya,
jeruk, apel kacang-kangan, kentang dan diet rendah lemak dengan
caramengurangi asupan lemak jenuh dan lemat total. Sedangkan
menurut Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), kalium
dapatmenurunkan tekanan darah dengan meningkatkan jumlah
natrium yangterbuang bersama urin.Dengan mengonsumsi buah-
buahan sebanyak 3 – 5 kali dalam sehari, seseorang bisa mencapai
asupan potassium yangcukup.
5) Menghindari merokok
Dalimartha (2008) dalam Wijaya & Putri (2013), merokok memang
tidak berhubungan secara langsung dengan timbulnya hipertensi,
tetapi merokok dapat menimbulkan resiko komplikasi pada pasien
hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke, maka perlu dihindari
rokok karena dapat memperberat hipertensi.

b) Terapi farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis lain:
1) Diuretik (Hidroklorotiazid)

12
Diuretik bekerja dengan cara megeluarkan cairan berlebih dalam
tubuh sehingga daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
2) Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)
Obat-obatan jenis penghambat simpatetik berfungsi untuk
menghambat aktifitas saraf simpatis.
3) Betabloker (Metoprolol, propanolol dan atenolol)
Fungsi dari obat jenis betabloker adalah untuk menurunkan
dayapompa jantung, dengan kontraindikasi pada penderita yang
mengalamigangguan pernafasan seperti asma bronkhial.
4) Vasodilator (Prasosin, Hidralisin)
Vasodilator bekerja secara langsung pada pembuluh darah
denganrelaksasi otot polos pembuluh darah.
5) Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor (Captopril)
Fungsi utama adalah untuk menghambat pembentukan zat
angiotensinII dengan efek samping penderita hipertensi akan
mengalami batukkering, pusing, sakit kepala dan lemas.
6) Penghambat angiotensin II (Valsartan)
Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika jenis obat-
obatpenghambat reseptor angiotensin II diberikan karena akan
menghalangipenempelan zat angiotensin II pada resptor.
7) Angiotensin kalsium (Diltiasem dan Verapamil)
Kontraksi jantung (kontraktilitas) akan terhambat.

2.9 Diagnosa yang lazim muncul


Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada
keluargadengan masalah hipertensi adalah (Huda Nurarif & Kusuma H,.
2015):
1) Penurunan curah jantung
2) Intoleransi aktivitas
3) Nyeri (sakit kepala)
4) Kelebihan volume cairan

13
5) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
6) Ketidakefektifan koping
7) Defisiensi pengetahuan
8) Ansietas
9) Resiko cidera

14
BAB III
HASIL KEGIATAN

3.1 Tinjauan Kasus


Nama KK : Tn.Y
Alamat : RT 06 RW 01 Kampung Koang Desa Pasir
Gintung, Kecamatan Jayanti, Kabupaten
Tangerang, Provinsi Banten

1. Identitas Pasien
a) Nama : Tn.Y
b) Jenis Kelamin : Laki-Laki
c) Umur : 65 Tahun
d) Agama : Islam
e) Suku : Sunda
f) Status Pernikahan : Menikah
g) Pendidikan : Tamat SD
h) Pekerjaan : Buruh
i) Tanggal pengkajian : Rabu, 24 April 2019

2. Status Kesehatan Saat Ini (Keluhan Utama)


Klien mengatakan sering pusing dan nyeri leher bagian belakang.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pada saat di lakukan pengkajian tanggal 24 April 2019 klien
mengatakan sering pusing bila kurang tidur dan banyak pikiran, serta
sering merasakan nyeri leher bagian belakang, nyeri ketika banyak
aktivitas. Nyeri terasa seperti mencengkram dan nyeri hilang timbul,
terkadang sampai terasa panas dileher bagian belakang yang klien
rasakan. Sebelumnya klien memiliki penyakit hipertensi atau tekanan
darah tinggi.

15
4. Riwayat Penyakit Lalu
Klien mengatakan sudah mempunyai penyakit hipertensi sejak 10
tahun yang lalu, pernah dirawat di Rumah Sakit karena overdosis obat
warung sekitar ± 1 bulan yang lalu, tidak memiliki riwayat alergi, tidak
pernah merokok, tidak minum kopi, dan tidak minum alkohol.

5. Riwayat Penyakit Keturunan


Klien mengatakan dalam keluarganya ada yang memiliki riwayat
penyakit asma. Namun tidak ada riwayat penyakit hipertensi/darah tinggi
DM, dll.

6. Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari

1. Nutrisi Klien mengatakan biasanya dirinya makan 3x sehari, 1


porsi habis dengan nasi + lauk pauk dan sayur yang
bervariasi dan sering makan nasi dengan garam saja
setiap harinya. Dan klien makan tidak diet hipertensi
(klien masih sering mengkonsumsi ikan asin, terkadang
hanya makan nasi dan garam saja)
Hidrasi
Klien mengatakan minum kira-kira 7-8 gelas per hari
dengan air putih, dan jarang mengkonsumsi minum-
minuman.
2. Eliminasi
 BAB Klien mengatakan BAB 1 kali sehari, dan tidak mengalami
gangguan BAB.
 BAK
Klien mengatakan BAK 4-5 kali sehari, berwarna kuning
keruh
3. Personal Klien mengatakan melakukan dirinya mandi 2x/hari
Hygine secara mandiri di kamar mandi, gosok gigi 2x sehari saat

16
mandi, keramas setiap 2 hari atau ketika rambut terasa
gatal.
4. Istirahat Klien mengatakan tidur dari jam 22.00 s/d sebelum
Tidur subuh, dan tidak memiliki kesulitan dalam tidur.
5. Latihan Klien mengatakan dirinya tidak melakukan olah raga
Olahraga khusus.
6. Gaya Hidup Klien suka mengkonsumsi teh manis dan minuman
kemasan. Klien tidak merokok, tidak minum minuman
alcohol, dan tidak suka mengkonsumsi obat-obatan
7 Akifitas Klien mengatakan sehari-harinya hanya bantu-bantu adik
sehari-hari jualan yaitu bantu membuat bumbu masakan, dan hasil
bantu-bantu tersebut klien mendapatkan upah untuk
makan sehari-harinya.
8 Rekreasi Klien mengatakan tidak pernah rekreasi.

7. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-Tanda Vital
1) Keadaan Umum : Sakit Ringan
2) Tingkat Kesadaran : Compos Mentis (GCS : 15)
3) Suhu : 36,5°C
4) Nadi : 73x/menit
5) Tekanan Darah : 180/100mmHg
6) Pernafasan : 22x/menit
7) Berat Badan : 60 kg
8) Tinggi Badan : 163 cm

b. Pemeriksaan Head To Toe


1. Kepala
Keadaan rambut bersih, distribusi merata, rambut berwarna
hitam tebal, tidak ada benjolan, tidak ada lesi, tidak ada jaringan
parut, tidak ada nyeri tekan.Mata

17
2. Mata
Bentuk mata simetris, keadaan mata kurang bersih, tidak
ada kotoran, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, tidak ada
lesi, tidak ada edema, reaksi pupil mengecil bila diberi reaksi
cahaya, gerakan bola mata sejajar, penglihatan buram dan tidak
ada nyeri tekan

3. Hidung
Bentuk hidung simetris, tidak terdapat sekret, hidung
bersih, dan tidak terdapat nyeri tekan pada sinus, fungsi
penciuman baik.

4. Mulut
Bentuk mulut simetris, bibir klien kering dan berwarna
merah muda kehitaman, mulut bersih, fungsi pengecapan baik.

5. Telinga
Bentuk telinga simetris antara kanan dan kiri, keadaan
telinga bersih, tidak ada lesi, tidak ada edema, tidak ada nyeri
tekan, fungsi pendengaran baik.

6. Leher
Tidak ada peningkatan JVP, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid, tidak ada lesi, tidak ada jaringan parut, tidak ada
kesulitan menelan, tidak ada nyeri tekan Dada

7. Dada
Bentuk dada normal, pergerakan dada simetris antara kiri
dan kanan tidak ada suara nafas tambahan, suara nafas
vesikuler, RR 21 x/menit, tidak ada suara murmur pada jantung.

18
8. Abdomen
Bentuk abdomen sedikit membuncit, tidak ada lesi, tidak
ada jaringan parut, tidak ada nyeri tekan, bising usus 11x/menit.

9. Ektremitas
a. Ekstrimitas Atas
Turgor kulit kering, CRT <2 detik, tidak ada lesi atau
jaringan parut, akral hangat, tidak ada edema, tidak ada
nyeri tekan, bentuk simetris antara kanan dan kiri.
b. Ekstrimitas Bawah
Bentuk simetris, turgor kulit kering, CRT <2 detik, tidak ada
lesi atau jaringan parut, akral hangat, tidak ada nyeri tekan.

8. Data Penunjang
a. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal Pemeriksaan: Selasa, 30 April 2019
NILAI
NO. JENIS PEMERIKSAAN HASIL
NORMAL
1. Kolesterol 222 mg/dl < 200 mg/dl
2. Glukosa 134 mg/dl 70-130 mg/dl

b. Terapi Medis
-

9. Data Lingkungan Yang Menunjang


Klien tinggal di lokasi yang berjauhan dengan Fasilitas Pelayanan
kesehatan yang menyediakan fasilitas untuk memeriksakan tekanan
darah, sehingga klien tidak mampu memeriksakan tekanan darah secara
rutin.

19
3.2 Permasalahan
3.2.1 Gangguan rasa nyaman nyeri (pusing dan nyeri kepala belakang)
3.2.2 defisit pengetahuan keluarga tentang penyakit hipertensi

3.3 Implementasi Kegiatan


NO MASALAH TINDAKAN RTL
1. Gangguan rasa nyaman a. Melakukan  Menganjurkan
nyeri (pusing dan nyeri pemeriksaan tanda- klien untuk
kepala belakang) tanda vital memeriksakan
b. Memberikan kesehatan secara
tindakan non rutin terutama
farmakologis tekanan darah dan
(Distraksi dan kolesterol di
relaksasi) Fasilitas
c. Menganjurkan untuk Pelayanan
memanajemen Kesehatan
stress (Istirahat terdekat seperti
yang cukup) Puskesmas.
2. defisit pengetahuan a. Menjelaskan pada  Menganjurkan
keluarga tentang penyakit klien tentang proses klien untuk
hipertensi penyakit melakukan diit
b. Memberikan Hipertensi
pendidikan  Menganjurkan
kesehatan tentang klien untuk minum
Hipertensi yang Hipertensi secara
meliputi: teratur
(Pengertian,
klasifikasi,
penyebab, tanda
dan gejala, serta
pencegahan
hipertensi)
c. Menganjurkan klien
untuk melakukan diit
Hipertensi serta
cara hidup sehat
dengan Hipertensi

d. Menganjurkan klien

20
untuk berobat
teratur ke
puskesmas
e. Melibatkan keluarga
untuk menerapkan
cara hidup sehat
dengan hipertensi
f. Melakukan
pemeriksaan
Kolesterol
MENGETAHUI TANGERANG, MEI 2019
PEMBIMBING
TTD TIM IPE-IPC JURUSAN
1. ………………... ( ) 1 Maimanah DIII Keperawatan
2. ………………... ( ) 2 Novi Winri DIV Keperawatan
3 Siti Astari Fadilah DIII Analis Kesehatan
4 Solehah DIII Analis Kesehatan
5 Mega Susilawati DIII Kebidanan

3.3.1 Implementasi Keperawatan


Dalam keperawatan hal yang dilakukan kepada Tn.Y yaitu :
1. Pada hari pertama perawat memberikan tindakan non
farmakologis (Distraksi dan relaksasi) dan menganjurkan
untuk memanajemen stress (Istirahat yang cukup)
2. Pada hari kedua perawat memberikan pendidikan kesehatan
tentang Hipertensi yang meliputi: (Pengertian, klasifikasi,
penyebab, tanda dan gejala, serta pencegahan hipertensi)
3. Pada hari ketiga mengevaluasi implementasi yang telah di
dilakukan sebelumnya. Dan menganjurkan klien untuk
melakukan diit Hipertensi serta cara hidup sehat dengan
Hipertensi

3.3.2 Implementasi Kebidanan


Dalam kebidanan hal yang dilakukan kepada Tn.Y yaitu :

21
1. Pada hari pertama, kedua dan ketiga bidan melakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital

3.3.3 Implementasi Analis Kesehatan


Hal yang dilakukan analis kesehatan kepada Tn.Y yaitu :
1. Pada hari pertama Analis kesehatan melakukan pemeriksaan
penunjang dengan memeriksa kolesterol pada Tn.Y
2. Pada hari ketiga melibatkan keluarga untuk menerapkan cara
hidup sehat dengan hipertensi

3.4 Identifikasi Overlapping


1. Keperawatan dan kebidanan dapat melakukan pemeriksaan tanda-tanda
vital
2. Analis Kesehatan dan keperawatan dapat melakukan pemeriksaan
kolesterol
3. Keperawatan dan kebidanan dapat melakukan pendidikan kesehatan

3.5 Identifikasi Keunikan Masing-Masing Profesi


1. Keperawatan dapat melakukan pendidikan kesehatan tentang penyakit
Hipertensi
2. Kebidanan dapat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
3. Analis kesehatan dapat melakukan pemeriksaan kolesterol

3.6 Pengalaman Positif Yang Di Dapat


Nama : 1. Maimanah
2. Novi Winri
3. Siti Astari Fadilah
4. Solehah
5. Mega Susilawati
Kelompok : 16 (Desa Pasir Gintung RW01)

22
Keilmuan : 1. DIII Keperawatan
2. DIV Keperawatan
3. DIII Kebidanan
4. DIII Analis Kesehatan
Institusi Asal : Politeknik Kesehatan Kemenkes Banten

Pengalaman Positif yang Kemampuan yang Harus


Didapatkan Selama PKL dengan Ditingkatkan Agar Mampu
konsep IPE-IPC Melaksanakan Pendidikan Antar
Profesi pada Pelayanan
Komunitas
1. Dapat memberikan asuhan atau 1. Meningkatkan kemampuan
membina hubungan yang baik berkomunikasi dengan
kepada keluarga binaan dengan masyarakat
penyakit hipertensi 2. Meningkatkan kemampuan
2. Dapat berkolaborasi dengan berkomunikasi antar profesi
berbagai profesi kesehatan kesehatan
(Perawat, Analis, dan Kebidanan)
3. Meningkatkan kemampuan
untuk melaksanakan kegiatan IPE
IPC pada pasien hipertensi berkolaborasi antar profesi
3. Dapat melaksanakan pendidikan kesehatan
kesehatan dengan berbagai
4. Meningkatkan pengetahuan dan
profesi (analis, kebidanan, dan
keperawatan) sesuai dengan keterampilan masing-masing
tugas dan kewenangan masing- profesi kesehatan
masing profesi
5. Mampu bekerja sama dan tidak
4. Dapat melakukan tindakan
pengukuran tanda-tanda vital mementingkan kepentingan
yang dilakukan oleh berbagai sendiri serta bisa bertukar
profesi (kebidanan dan pikiran dan pengetahuan
keperawatan)
5. Dapat bertukar pikiran, informasi
dan pengalaman dengan profesi
kesehatan lain untuk
menyelasaikan permasalahan

23
kesehatan yang sudah kami
dapatkan selama pembelajaran di
kampus dan menerapkannya
kepada keluarga binaan yang
kami bina selama PKL Terpadu
ini.

24
BAB IV
MONITORING SETELAH INTERVENSI

Setelah dilakukan implementasi selama 3 hari dari tanggal 30 April sampai 2


Mei 2019 selanjutnya dilakukan monitoring dari intervensi selama 3 hari :
Hasil TTV= TD : 150/ 90 mmHg, RR : 20x/mnt, N : 91x/mnt, S : 36,6⁰C.
Tn. Y mulai menyadari tentang penyakitnya dan mulai mengontrol asupan gizi
dan diet nya yaitu mengurangi makanan yang bergaram dan Tn. Y sudah ada
kemauan untuk mengontrol tekanan darah ke puskesmas.

25
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Interprofesional Education (IPE) atau pendidikan antar profesi
merupakan praktik kolaborasi antara dua atau lebih profesi kesehatan yang
saling mempelajari peran masing-masing profesi kesehatan yang lain dan
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kolaborasi dan kualitas
pelayanan kesehatan.
Klien mengetahui menderita diabetes mellitus sejak 10 tahun yang lalu.
Klien mengatakan sering pusing dan nyeri leher bagian belakang. Klien
mengatakan dalam keluarganya ada yang memiliki riwayat penyakit asma.
Namun tidak ada riwayat penyakit hipertensi/darah tinggi DM, dll. Saat
dilakukan pemeriksaan Kadar Kolesterol didapatkan hasil 222 mg/dl.
Berdasarkan hasil pengkajian tersebut, diagnosa yang ditegakkan
meliputi:
1. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penyakit hipertensi
2. Resiko hipertensi berhubungan dengan ketidakmampuan klien
melakukan pemeriksaan kesehatan (kolesterol) secara rutin.

Implementasi yang dilakukan untuk diagnosis Defisiensi pengetahuan


berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit hipertensi
adalah memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang
penyakit hipertensi. Sedangkan untuk diagnosis Resiko hipertensi
berhubungan dengan ketidakmampuan klien melakukan pemeriksaan
kesehatan (kolesterol) secara rutin, implementasi yang dilakukan adalah
Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, menganjukan klien untuk
melakukan diit Hipertensi, menganjurkan klien untuk minum obat hipertensi
secara teratur, memberikan edukasi kepada keluarga tentang pentingnya
melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin ke pelayanan kesehatan
dan melakukan pemeriksaan Kolesterol.

26
Pada saat proses implementasi ditemukan overlapping yang terjadi
yaitu Keperawatan dan kebidanan dapat melakukan pemeriksaan tanda-
tanda vital. Sedangkan keunikan masing-masing profesi adalah
Keperawatan dapat melakukan penyuluhan kesehatan tentang penyakit
hipertensi, Kebidanan dapat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dan
Analis kesehatan dapat melakukan pemeriksaan kadar kolesterol.
Kami telah melakukan implementasi selama 3 hari mulai tanggal 30
april 2019 sampai dengan 2 mei 2019. Pada tanggal 30 april kami
melakukan evaluasi pada Tn. Y dan didapatkan hasil klien mengatakan
senang mengikuti yang telah dianjurkan agar tetap sehat, Klien tampak
senang, kooperatif dan klien mengikuti anjuran petugas kesehatan. Dengan
TD : 150/ 90 mmHg, RR : 20x/mnt, N : 91x/mnt, S : 36,6⁰C. Sehingga klien
dianjurkan untuk mempertahan kondisi dengan melakukan semua anjuran
yang telah diberikan.

5.2 Saran
5.2.1 Untuk Lahan Praktek
Lahan praktek lebih memperhatikan kelengkapan sarana dan
prasarana untuk menunjang kesehatan masyarakat dan senantiasa
selalu memberikan informasi tentang Hipertensi baik secara
langsung atau tidak langsung.
5.2.2 Untuk Instituti Pendidikan
Agar insitusi pendidikan lebih banyak lagi menyediakan sarana
untuk menunjangnya kegiatan ini, supaya tidak terdapat banyak
kendala karena kurangnya sarana yang dibagi secara merata
dalam setiap desa.
5.2.3 Untuk Pelayanan Kesehatan
Diharapkan kepada fasilitas kesehatan untuk menindaklanjuti
Tn. Y agar bisa melakukan pengobatan kembali di fasilitas
kesehatan terdekat.

27
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddart. 2015. Buku Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Febriyani, Khalia. (2014). Perbedaan Adversity Quotient Pada Mahasiswa yang


Mengikuti Objective Structure Clinical Skills Examination (OSCE)
berdasarkan Motivasi Berprestasi. Yogyakarta: UGM.

Herbert, Benson, Casey,Aggie. 2012. Menurunkan Tekanan Darah. Jakarta :


Gramedia Media Utama.

Huda Nurarif & Kusuma H,. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Jogja: Medi
Action.

Irianto k. 2014. Memahami Berbagai Macam Penyakit. Bandung: Alfabeta


Isselbacher, Kurt, 2013, Horison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, EGC
: Jakarta.

Kemenkes RI. 2013. Info Datim Hipertensi. Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI.

Keshtkaran, Z., Sharif, F., Rambod, M. (2014). Students Readiness for end
Perception of interprofessional Collaborative Practice: Report of an expert
panel. Washington, DC Interprofessional Education Collaborative

Masriadi. 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Trans Info


Media.

Muttaqin,Arif. 2011. Pengantar Asuhan Klient dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika.

Price, Sylvia Anderson dan Wilson, Lorraine Mc. Carty. 2014. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. (ed.4, buku 2), Terjemahan oleh :
Peter Anugrah. Jakarta : EGC.

28
Smeltzer, Suzanne C dan Bare. Brenda. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah : Brunner dan Suddarth (ed.8, vol.2). Terjemahan oleh Agung
Waluyo, (et,all), EGC : Jakarta

Sutanto.2010. cegah dan tangkal enyakit modern. Yogyakarta : Andi.

Toman K. Pieter, Robandari N. Ari, Amanda B. Timor. 2016. Interprofessional


Education (IPE) : Luaran Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan
Dalam Praktik Kolaborasi di Fakultas Kedokteran Universitas 11 Maret.
Nexus Pendidikan Kedokteran dan Kesehatan. Vol.5: 141

Wijaya,A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan


Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

29

Anda mungkin juga menyukai