PENDAHULUAN
Hipertensi adalah salah satu penyakit tidak menular yang terjadi apabila ada suatu
peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg
sesuai dengan yang disebutkan dalam The Seventh Report of The Joint National Committee
on Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7).
Hipertensi tidak memiliki keluhan dan tanda yang khas, karena itulah hipertensi disebut
sebagai silent killer atau pembunuh yang diam-diam (Susilo & Wulandari, 2011).
Data WHO 2015 menunjukkan sekitar 1,13 miliar orang di dunia menderita
Hipertensi, yang artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis menderita Hipertensi.
Diperkirakan juga setiap tahun ada 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi dan
komplikasi (Kemenkes, 2018).
Hipertensi di Asia tercatat 38,4 juta tahun 2000 dan diprediksi akan meningkat
menjadi 67,4 juta orang pada tahun 2025. Hipertensi di Asia Tenggara sendiri merupakan
faktor risiko kesehatan utama. Setiap tahunnya hipertensi membunuh 2,5 juta orang di Asia
Tenggara. Jumlah penderita hipertensi di dunia terus meningkat (Masriadi,
2016).Berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi hipertensi mengalami peningkatan
sebesar 8,31%, dari sebelumnya 25,8% (Riskesdas, 2013) menjadi 34,11% (Riskesdas,
2018).
Berdasarkan data Dinas kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Prevalensi hipertensi di
Sumatera Utara mencapai 5,52% dari jumlah penduduk di Sumatera Utara. Prevalensi
hipertensi di Kota Medan sebesar 4,97%. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil
penelitian wiwi (2016) di Wilayah kerja Puskesmas gunung tua bahwa penderita hipertensi
pada tahun 2014 meningkat sebanyak 109 penderita, pada tahun 2015 meningkat menjadi
120 orang. Dari data tersebut didapatkan bahwa usia tua lebih tinggi dibandingkan dengan
usia muda dan penderita hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.
1
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat kejadian diagnosis Hipertensi berdasarkan kelompok
umur dan jenis kelamin di Wilayah Puskesmas Gunung Tua, Kec Mandailing Natal
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran penderita hipertensi di Wilayah kerja Puskesmas
Gunung Tua, Mandailing Natal Tahun 2022
b. Untuk meningkatkan pengetahuan tenaga kesehatan tentang sistematika
penegakan hipertensi untuk mencegah misdiagnosed atau overdiagnosed.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hipertensi
2.1.1 Definisi
Hipertensi merupakan keadaan umum dimana suplai aliran darah pada dinding arteri
lebih besar sehingga dapat menyebabkan beberapa masalah kesehatan, seperti jantung.
Hipertensi pada tahun pertama sangat jarang dijumpai dengan symptom, hal ini baru
disadari apabila terjadi dalam jangka waktu yang panjang dan terus menerus. Peningkatan
hipertensi secara tidak terkontrol akan menyebabkan masalah hati dan jantung yang cukup
serius (Mayo Clinic, 2018). Ditandai dengan terjadinya peningkatan tekanan darah lebih
dari 120/90mmHg secara berulang dalam waktu pemeriksaan lebih dari dua 9 kali dengan
selang waktu 5 menit, dapat dikatakan seseorang tersebut memiliki kemungkinan
hipertensi.
a. Hipertensi primer (esensial) Pada usia dewasa, hipertensi terjadi tanpa gejala yang
tampak. Peningkatan tekanan darah secara terus menerus dan telah terjadi lama baru
dikatakan seseorang menderita hipertensi meskipun penyebab pastinya belum jelas. Pada
kasus peningkatan tekanan darah ini disebut dengan hipertensi primer (esensial).
b. Hipertensi sekunder Beberapa orang memiliki tekanan darah tinggi yang disebabkan oleh
beberapa factor tidak terkontrol. Pada kejadian ini disebut dengan hipertensi sekunder
dimana peningkatan darah yang terjadi dapat melebihi tekanan darah pada hipetensi primer.
Selain itu, hipertensi juga dibagi berdasarkan bentuknya, yaitu :
1. Hipertensi diastolic, dimana tekanan diastolic meningkat lebih dari nilai normal.
Hipertensi diastolic terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Hipertensi jenis ini terjadi
apabila pembuluh darah kecil menyempit secara tidak normal yang berakibat memperbesar
tekanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan darah
3
diastoliknya. Tekanan diastolic berkaitan dengan tekanan arteri ketika jantung berada pada
kondisi relaksasi.
2. Hipertensi sistolik, dimana tekanan sistolik meningkat lebih dari nilai normal.
Peningkatan tekanan sistolik tanpa diiringi peningkatan tekanan distolik dan umumnya
ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan darah
pada arteri apabila jantung berkontraksi. Tekanan ini merupakan tekanan maksimal dalam
arteri dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya
lebih besar.
c. Hipertensi campuran, dimana tekanan sistolik maupun tekanan diastolic meningkat
melebihi nilai normal. (Kemenkes RI, 2018) .
4
2.1.6 Patofisiologi
Hipertensi secara umum didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang
dapat berakibat pada timbulnya penyakit sertaan lainnya. Hipertensi ditandai dengan
tekanan darah yang melebihi 140/90mmHg. Hipertensi terjadi karena adanya proses
penebalan dinding pembuluh darah dan hilangnya elastisitas dinding arteri. Keadaan ini
dapat mempercepat jantung dalam memompa darah guna mengatasi resitensi perifer yang
lebih tinggi dan semakin tinggi.
Dari seluruh penderita hipertensi, 95% penderitanya memiliki kemungkinan
mewariskan atau keturunannya memiliki risiko menderita hipertensi dikemudian waktu,
sedangkan 5% lainnya menjadi penyebab penyakit seperti stroke, kardiovaskular, atau
gangguan ginjal. Organ-organ penting yang mempengaruhi dan terlibat dalam
meningkatnya hipertensi antara lain :
1. Curah Jantung Dan Resistensi Periferal
Curah jantung dan resistensi periferal merupakan komponen utama dalam penghitungan
tekanan darah. Penambahan resistensi periferal adalah salah satu kontribusi besar.
Selain berpengaruh terhadap pembuluh darah tepi, curah jantung juga berpengaruh
cukup besar pada regulasi sirkulasi ke otak yang berpengaruh terhadap tekanan darah
dimana hal ini berperan besar pada tidak berfungsinya jantung. Banyak factor genetic
maupun dari lingkungan yang berperan pada elevasi dari curah jantung dan resistensi
peripheral. Curah jantung juga meningkatkan kadar obesitas dan volume plasma.
2. Renin-Angiostensin- Aldosterone System Rennin-Angiostensis-Aldosterone System
(RAAS) meregulasi tekanan darah dengan sebuah mekanisme yang beragam.
Berdasarkan RAAS (Angiostensin-II), hipertensi banyak berorientasi berdasarkan
gender / jenis kelamin, hal ini ditunjukkan dengan banyaknya penderita hipertensi
terjadi pada pria. Organ tubuh yang berfungsi sebagai pusat control yaitu otak, juga
berperan dalam regulasi sirkulasi sistem. Studi menunjukkan bahwa RAAS-Otak lebih
berperan secara aktif daripada RAS Periferal. Memiliki kedudukan yang utama pada
sistem ini, Angiostensin-II merupakan sebuah pemain neuropeptida pada modulasi
tekanan darah dan reseptor dari RAAS yaitu AT1a, AT1b terletak di bagian penting di
otak. Salah satu tujuannya yaitu mereduksi pasokan aliran darah pada ginjal sehingga
menurunkan tekanan darah.
3. Perubahan Pembuluh Darah Mikro Tingkatan reduksi dari nitric oksida berpengaruh
pada peningkatan radikal oksigen yang berpotensi terjadinya hipertensi. Dengan lubang
arteriol yang kecil, hal ini menyebabkan perubahan pada pembuluh darah sehingga
perfusi darah ke organ juga berkurang yang disebabkan oleh tekanan bawaan. Hal ini
5
dapat berakibat pada iskemia atau pecahnya pembuluh darah sehingga berpengaruh
pada kerusakan organ.
4. Inflamasi
Hasil inflamasi yang kuat dalam pembentukan kembali vaskular yang selanjutnya
berubah menjadi hipertensi yang disebabkan oleh pengaktifan dan prokreasi dari sel
otot polos, sel endotelial dan fibroblas. Sitokin mediator inflamasi, semokin, dan
PGE2merupakan bagian-bagian yang terlibat sebagai tanda adanya hipertensi
sebagaimana meningkatkan tekanan darah dengan cara menebalkan dinding pembuluh
darah.
5. Insulin Sensitif Berdasarkan perubahan nutrisi dan mikro vaskular relaksasi, fungsi dari
hormon insulin juga akan terganggu sebagai akibat dari tidak tercukupinya suplay
glukosa pada jaringan dan bepengaruh terhadap berkurangnya jumlah oksida nitrat
endotel, inflamasi dan stress oksidatif terjadi pada pasien obesitas dan diabetes
(Ammara Batool dkk, 2018).
2.1.7 Penatalaksanaan
Terapi farmakologi dapat di mulai bila pasien telah masuk dalam kategori hipertensi
stadium I dan tidak mengalami penurunan tekanan darah selama > 6 bulan dengan pola
hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi stadium II.
6
menjadi lebih elastis (Mary P. McGowan, 2001). Diuretik yang sering
digunakan sebagai antihipertensi, ialah diuretik tiazid, loop diuretik, penahan
kalium dan antagonis aldosteron. Menurut JNC 8, diuretik tiazid merupakan lini
pertama antihipertensi, dan menjadi salah satu terapi yang harus ada ketika
dilakukan terapi kombinasi. Contoh obat diuretik tiazid yang sering digunakan
ialah hidrochlorotiazid (HCT).
2. Beta Blocker (Penghambat beta)
Antihipertensi beta blocker memiliki mekanisme kerja menurunkan laju nadi
dan daya pompa jantung. Golongan beta blocker ini juga sering digunakan untuk
menurunan risiko PJK, infark miokard, dan gagal jantung. Pada penderita asma,
obat golongan beta blocker ini tidak di rekomendasikan. Sedangkan, pada
penderita DM pemakaiannya butuh monitoring, karena dapat menutupi gejala
hipoglikemia (Depkes RI, 2013).
3. ACE Inhibitor dan ARB (Angiotensin receptor blocker) ACE Inhibitor bekerja
dalam menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II
(vasokontriktor). Sedangkan ARB (Angiotensin receptor blocker) bekerja
menghalangi ikatan angiotensin II pada reseptornya. Kedua golongan
antihipertensi ini 23 memiliki efek vasodilatasi yang sama. ACEI dan ARB
diindikasikan untuk pasien hipertensi dengan gagal jantung, DM, dan penyakit
ginjal (Depkes RI, 2013). 4. Golongan CCB (Calcium channel blockers)
Golongan antihipertensi ini bekerja dengan menghambat kalsium masuk
kedalam sel pembuluh darah arteri, sehingga menyebabkan dilatasi arteri
koroner dan arteri perifer. CCB dikelompokkan menjadi dua, yaitu
dihidropyridin dan nondihidropyridin, pada usia lanjut kedua kelompok obat
tersebut efektif dalam pengobatan (Depkes RI, 2013).
4. memiliki efek vasodilatasi yang sama. ACEI dan ARB diindikasikan untuk
pasien hipertensi dengan gagal jantung, DM, dan penyakit ginjal (Depkes RI,
2013). 4. Golongan CCB (Calcium channel blockers) Golongan antihipertensi
ini bekerja dengan menghambat kalsium masuk kedalam sel pembuluh darah
arteri, sehingga menyebabkan dilatasi arteri koroner dan arteri perifer. CCB
dikelompokkan menjadi dua, yaitu dihidropyridin dan nondihidropyridin, pada
usia lanjut kedua kelompok obat tersebut efektif dalam pengobatan (Depkes RI,
2013).Pengobatan hipertensi merupakan pengobatan seumur hidup sehingga
perilaku pasien sangat mempengaruhi upaya penurunan tekanan darah hingga
target yang diinginkan.
7
Terapi Non-Farmakologi
Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan untuk mengendalikan faktor
risiko hipertensi, antara lain :
a. Konsumsi Gizi Seimbang Untuk menghindari faktor risiko hipertensi, pola
diet yang dianjurkan adalah dengan makan sayu dan buah 5 porsi/hari. Dengan
jumlah demikian, cukup mengandung kalium yang dapat menurunkan tekanan
darah. Untuk pasien-pasien hipertensi pembatasan asupan Na juga hendaknya
dibatasi 1,5 gram/hari atau sama dengan 3,5 - 4 gram/hari garam dapur (Depkes
RI, 2013).
b. Mengatasi Obesitas 24 Pada orang-orang yang memiliki berat badan obesitas
(gemuk), risiko hipertensi meningkat hingga 54 – 142 %. Upaya penurunan
berat badan hingga mencapai IMT normal 18,5 – 22,9 kg/m2 , lingkar pinggang
5 hari minum dalam satu minggu dapat menurunkan TDS rerata 3,8 mmHg
(Depkes RI, 2013).
c. Olahraga Teratur
Melakukan aktivitas fisik yang cukup dan teratur berperan dalam penurunan
tekanan darah. Aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan darah sistolik 5 – 10
mmHg. Aktivitas fisik seperti senam aerobik atau jalan cepat, relaksasi seperti
yoga, meditasi juga dapat menurunkan tekanan darah (Depkes RI, 2013).
d. Berhenti Merokok
Merokok merupakan fa ktor risiko terbesar dalam peningkatan tekanan darah,
hal ini karena di dalam rokok terdapat zat nikotin yang memicu hormon
adrenalin yang menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Penggunaan obat
antihipertensi juga akan menurun keoptimalannya ketika penderita merokok
(Agnesia, 2012).
e. Berhenti Konsumsi Alkohol Pembatasan konsumsi alkohol maksimal 2
unit/hari untuk pria dan 1 unit/hari untuk wanita dan tidak boleh >5 hari minum
dalam satu minggu dapat menurunkan TDS rerata 3,8 mmHg (Depkes RI,
2013).
8
BAB III
METODE PENELITIAN
9
BAB IV
PROFIL UMUM PUSKESMAS GUNUNG TUA
4.1.Keadaan Geografis
Dilihat secara geografis letak wilayah kerja UPTD Puskesmas Gunung Tua
berada pada dataran rendah dan sebagian rawa, dengan luas wilayah ± 15.116,14 Ha.
Secara administratif wilayah kerja UPTD Puskesmas Gunung Tua terdiri atas 14 desa.
Jarak tempuh desa paling jauh adalah Desa Sopo Batu dengan jarak ± 7 Km dengan kondisi
jalan mendaki, menurun, terjal dan berbatu batu. Dan desa terdekat dari Puskesmas adalah
desa Gunung Tua Julu dimana wilayah UPTD Puskesmas Gunung Tua berada di Desa
Gunung Tua Julu dengan kondisi jalan datar dan tidak diaspal. Daerah yang rawan bencana
di wilayah UPTD Puskesmas Gunung Tua adalah Desa Sopo Batu, Manyabar, Manyabar
Jae dan Desa Saba Jambu (Jika curah hujan terlalu deras terjadi banjir ).
Topografi wilayah UPTD Puskesmas Gunung Tua terdiri dari sebagian besar
dataran rendah dan sebagian merupakan tanah berbukit. Sebagai pusat pelayanan kesehatan
masyarakat tingkat Kecamatan UPTD Puskesmas Gunung Tua mempunyai wilayah kerja
meliputi 14 (Empat Belas ) Desa yaitu:
10
DESA TOPOGRAFI/ LETAK GEOGRAFI
air
11
Honor : 37 Orang
- Honor Puskesmas = 33 Orang
- Honor Pustu = 4 Orang
TKS : 7 Orang
- TKS Puskesmas = 7 Orang
- TKS Pustu = -
Profil kesehatan masyarakat ini akan memberikan gambaran secara menyeluruh baik
mengenai gambaran dari Puskesmas Gunung tua itu sendiri hingga gambaran keadaan
derajat kesehatan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan pokok Puskesmas Gunung tua.
1. CAKUPAN PROGAM
a. KIA dan KB
K1 : 65,1%
K4 : 65,1%%
Kunjungan neonatus : 100%
Kunjungan bayi : 98%
Persalinan di tolong oleh Nakes : 76,1%
b. Kesehatan Lingkungan
Penduduk memakai sarana air bersih : 100%
Keluarga dengan JAGA : 43 %
Rumah dengan SPAL : 90%
Rumah dengan TPS : 90%
Institusi Institusi yang dibina kesehatan kesehatan lingkungannya
lingkungannya : 100%
12
BAB V
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil data sekunder yang diambil, diperoleh data kejadian hipertensi
pada bulan januari 2022 sebagai berikut:
Tabel 1 . Kasus Hipertensi berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur pada bulan Januari 2022
di Puskesmas Gunung Tua
Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah hipertensi pada bulan januari 2022 terbanyak
pada kelompok umur 43-59 tahun yakni sebanyak 20 orang dan paling banyak diderita oleh
jenis kelamin perempuan sebanyak 24 orang dari semua kelompok umur.
Dari hasil pengambilan data sekunder yang dilakukan di Puskesmas Gunung tua pada
kasus hipertensi di bulan Januari 2022 ditemukan bahwa jumlah total kasus hipertensi
sebanyak 41 orang. Dimana pada kelompok usia 25-42 tahun sebanyak 4 orang (9,7%),
kelompok umur 43-59 tahun sebanyak 20 orang (28,8%) dan kelompok umur 60->75 tahun
sebanyak 17 orang (41,5%)
Tabel 2 . Kasus Hipertensi berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur pada bulan Februari 2022
di Puskesmas Gunung Tua
13
(41,2%)
Perempuan 1 2,9% 12 35,3% 7 20,6% 20
(58,8%)
Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah hipertensi pada bulan februari 2022 terbanyak
pada kelompok umur 43-59 tahun yakni sebanyak 19 orang dan paling banyak diderita oleh
jenis kelamin perempuan sebanyak 20 orang dari semua kelompok umur.
Dari hasil pengambilan data sekunder yang dilakukan di Puskesmas Gunung tua pada
kasus hipertensi di bulan Januari 2022 ditemukan bahwa jumlah total kasus hipertensi
sebanyak 34 orang. Dimana pada kelompok usia 25-42 tahun sebanyak 1 orang (2,9%),
kelompok umur 43-59 tahun sebanyak 19 orang (55,9%) dan kelompok umur 60->75 tahun
sebanyak 14 orang (41,2%)
5.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian mini project ini didapatkan hasil penelitian yang terkait
dengan kasus hipertensi berdasarkan jenis kelamin dan umur pada bulan Januari terbanyak
pada jenis kelamin perempuan yakni sebanyak 24 orang (58,5%), Begitu juga dengan hasil
penelitian yang dilakukan pada bulan februari 2022 dengan jumlah kasus hipertensi
sebanyak 34 orang. Kasus hipertensi terbanyak ditemukan pada jenis kelamin perempuan
yakni sebanyak 20 orang (58,8%) Hal ini dikarenakan pada perempuan yang sedang
premonopause mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang umumnya
terjadi pada perempuan umur 45-55 tahun. Hormon estrogen berperan dalam meningkatkan
kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar HDL yang tinggi merupakan faktor
pelindung dalam 24 mencegah terjadinya aterosklerosis. Hasil Riskesdas tahun 2018
menunjukkan penyakit hipertensi didominasi kaum perempuan sebesar 28,8% sedangkan
laki-laki berkisar 22,8%.
Kasus hipertensi terbanyak juga ditemukan pada usia 43-59 tahun sebanyak 28
orang (48,8%). dengan usia terbanyak pada kelompok umur 43-59 tahun sebanyak 55,9%.
Menurut American Heart Association, bahwa semakin bertambahnya usia seseorang maka
semakin tinggi risiko terjadinya hipertensi. Hal tersebut disebabkan berubahnya struktur
pembuluh darah besar seiring bertambahnya usia seseorang, sehingga dinding pembuluh
darah menjadi kaku dan lumen menjadi lebih sempit sehingga arteri tidak mengembang
pada saat jantung memompa darah melalui arteri. Karena itu darah pada setiap denyut
jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya yang
mengakibatkan naiknya tekanan darah.
14
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Berdasarkan hasil penelitian mini project ini didapatkan hasil pada kasus hipertensi
terbanyak pada jenis kelamin perempuan yakni sebanyak 20 orang (58,8%) pada bulan
januari dan sebanyak 24 orang (58,5%) pada bulan februari.
2. Kasus hipertensi terbanyak juga ditemukan pada usia 43-59 tahun sebanyak 28 orang
(48,8%) pada bulan januari, dan usia terbanyak pada kelompok umur 43-59 tahun
sebanyak 55,9% pada bulan februari .
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan penulis sehubungan dengan penelitian ini adalah:
1. Bagi petugas Dinas kesehatan
Semoga dapat mengembangkan beberapa kegiatan terkait promosi kesehatan mengenai
hipertensi
2. Bagi petugas Puskesmas
diharapkan dapat meningkatkan pemberian konseling, informasi dan edukasi mengenai
factor resiko hipertensi, pencegahan maupun pengobatan hipertensi
3. Saran terhadap masyarakat untuk lebih giat mencari informasi kesehatan terutama
tentang hipertensi dengan factor resikonya agar masyarakat mampu melakukan upaya
pencegahan dengan berbagai langkah dan menggiatkan pola hidup yang lebih sehat.
15
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, H.2018. Tinjauan tingkat pengetahuan dan frekuensi makan makanan sumber
natrium pada pasien hipertensi rawat jalan di puskesmas Mergangsan. Yogyakarta:
Skripsi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
Susilo dan Wulandari.(2011). Cara Jitu Mengatasi Hipertensi. Yogyakarta : C.V. Andi
Kementerian Kesehatan RI. (2014). Buku Pintar Posbindu PTM, Pengukuran Faktor Risiko
PTM. Jakarta :Kemenkes RI).
Wiwi, I. M. J., Putra, I. W. G. A. E., Ani, L. S., (2016). Riwayat Keluarga , Stres , Aktivitas
Fisik Ringan , Obesitas dan Konsumsi Makanan Asin Berlebihan Sebagai Faktor
Risiko Hipertensi. Public Health and Preventive Medicine Archive Vol. 4 No. 2.
16