Anda di halaman 1dari 53

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA HIPERTENSI DENGAN

MANAJEMEN KESEHATAN KELUARGA TIDAK EFEKTIF

PROPOSAL LAPORAN TUGAS AKHIR

Di susun sebagai salah satu syarat untuk Menyelesaikan Pendidikan


Diploma III Keperawatan

Disusun oleh:

FREDI PRANATA
AOA0190897

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG


PRODI DIII KEPERAWATAN
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tekanan Darah Tinggi/Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah, yaitu

kondisi dimana tekanan darah sistolik lebih besar atau sama dengan 140 mmHg

dan/atau tekanan darah diastolik lebih besar atau sama dengan 90 mmHg.

Tekanan darah tinggi merupakan hasil pengukuran tekanan darah terakhir atau

hasil pengukuran minimal setahun sekali. Pengukuran dilakukan pada penduduk

mulai dari 18 tahun ke atas. (Dinkes Jatim, 2019)

Hipertensi merupakan tantangan kesehatan global yang penting,

prevalensinya yang tinggi dan dampaknya pada kerusakan otak, kardiovaskular,

dan ginjal, masih menjadi faktor risiko utama yang dapat dicegah untuk

kematian dini dan kecacatan di seluruh dunia. Laporan nasional menunjukkan

bahwa prevalensi hipertensi meningkat di negara-negara berpenghasilan rendah

dan menengah dan bebannya dapat diringkas sebagai berikut. 1. Secara global,

31,1% populasi orang dewasa (1,39 miliar orang) mengalami hipertensi. 2.

Prevalensi hipertensi lebih tinggi di negara berpenghasilan rendah dan

menengah (31,5%) dibandingkan di negara berpenghasilan tinggi (28,5%). 3.

Sekitar 75% penderita hipertensi (1,04 miliar) tinggal di negara berpenghasilan

rendah dan menengah. 4. Kesadaran, pengobatan, dan pengendalian hipertensi

jauh lebih rendah di negara berpenghasilan rendah dan menengah daripada di

negara-negara berpenghasilan tinggi(Wyss et al., 2020)

Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia dan

berkontribusi terutama pada beban penyakit dan kematian global. Perkiraan


menunjukkan bahwa 1,56 miliar orang diperkirakan akan didiagnosis dengan

hipertensi pada tahun 2025 (Judd dan Calhoun, 2014) dalam (Zhong et al., 2021).

Karena etiologi yang kompleks, faktor tradisional (seperti usia, merokok,

konsumsi alkohol, dan obesitas) tidak dapat sepenuhnya mengungkapkan

prevalensi hipertensi pada populasi umum. (Zhong et al., 2021)

Hipertensi merupakan faktor risiko utama penyakit jantung koroner, gagal

jantung, penyakit serebrovaskular, dan gagal ginjal kronis dan merupakan

masalah kesehatan penting di seluruh dunia. Ezzati dkk.(2002) dalam (Sohn,

2017). berpendapat bahwa itu adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas.

Meskipun hipertensi merupakan ancaman kesehatan berskala global, ini

merupakan ancaman yang lebih besar bagi negara berkembang daripada negara

maju. Kearney dkk. (2005) dalam (Sohn, 2017) memperkirakan jumlah penderita

hipertensi pada tahun 2000 mencapai 972 juta, yang terdiri dari 333 juta di negara

maju dan 639 juta di negara berkembang. Mereka memproyeksikan, pada tahun

2025, jumlah total penderita hipertensi diharapkan meningkat sebesar 24%

menjadi 413 juta di negara maju dan sebanyak 80% menjadi 1,15 miliar di negara

berkembang.(Sohn, 2017)

Berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi hipertensi berdasarkan hasil

pengukuran pada penduduk usia 18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di

Kalimantan Selatan (44.1%), sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%).

Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun

(45,3%), umur 55- 64 tahun (55,2%). (Kemenkes RI, 2019). Dari prevalensi

hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi


dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3%

tidak rutin minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita

Hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya Hipertensi sehingga tidak

mendapatkan pengobatan. (Kemenkes RI, 2019).

Jumlah estimasi penderita hipertensi yang berusia ≥ 15tahun di Provinsi

Jawa Timur sekitar 11.952.694 penduduk, dengan proporsi laki-laki 48% dan

perempuan 52%.Dari jumlah tersebut, yang mendapatkan pelayanan kesehatan

penderita hipertensi sebesar 40,1% atau 4.792.862 penduduk.(Dinkes Jawa

Timur, 2019)

Data penyakit hipertensi menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Malang pada

tahun 2014, berjumlah 2.883 orang (27,22 %). Hipertensi menurut golongan

usia, dari 15-44 tahun berjumlah 478 orang, usia 45-69 tahun 1.863 orang,

sedangkan usia >69 tahun berjumlah 542 orang. Hipertensi Primer terjadi

dengan jumlah 74.049 orang (14,49%) (Dinkes Kab. Malang, 2015). Dan pada

tahun 2015 ada 74.098 kemudian naik menjadi 97498 pada tahun 2016 (Dinkes

Kab.Malang 2018). Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun

2016, pada wilayah Kabupaten Malang dengan jumlah penduduk (1.849,679

jiwa), masalah kesehatan yang seing terjadi adalah hipertensi. Jumlah

keseluruhan penderita hipertensi 21.564 orang (7,32 %) yang didominasi

berdasarkan jenis kelamin laki- laki berjumlah 9.582 orang (6,81 %) dan

wanita11.982 orang (7,78 %) (Kemenkes RI, 2017).

Hipertensi, faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, berasal dari

kombinasi faktor penentu genetik, lingkungan, dan sosial. Faktor lingkungan

termasuk kelebihan berat badan/obesitas, pola makan yang tidak sehat, diet
natrium yang berlebihan, diet kalium yang tidak memadai, aktivitas fisik yang

tidak mencukupi, dan konsumsi alkohol. Pencegahan dan pengendalian

hipertensi dapat dicapai melalui strategi yang ditargetkan. Untuk pengendalian

hipertensi, strategi yang ditargetkan melibatkan intervensi untuk meningkatkan

kesadaran, pengobatan, dan pengendalian pada individu. Strategi berbasis

populasi yang sesuai melibatkan intervensi yang dirancang untuk mencapai

sedikit penurunan tekanan darah (BP). Memiliki sumber perawatan biasa,

mengoptimalkan kepatuhan,dan meminimalkan inersia terapeutik dikaitkan

dengan tingkat pengendalian BP yang lebih tinggi. Model Perawatan Kronis,

kemitraan kolaboratif antara pasien, penyedia, dan sistem kesehatan,

menggabungkan pendekatan multilevel untuk pengendalian hipertensi.

Mengoptimalkan pencegahan, pengenalan, dan perawatan hipertensi

membutuhkan perubahan paradigma ke perawatan berbasis tim dan penggunaan

strategi yang diketahui untuk mengontrol tekanan darah.(Cv & Promotion, 2018)

Faktor yang memicu atau yang mempengarui terjadinya hipertensi yaitu

peningkatan sistem saraf simpatis yang merangsang terjadinya produksi adrenalin

yang menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah, atau karnafaktor lain yang

diduga dapat menyebabkan timbulnya hipertensi dikarenakan minimnya perhatian

keluarga untuk menerapkan perawatan atau pengobatan secara rutin dan aktivitas

sehari-hari yang tidak efektif dalam memenuhi kesehatan. Apabila manajemen

kesehatann tidak teratasi dapat menyebabkan kekambuhan dan masalah

ketidakpatuhan yang dapat menyebabkan terjadinya komplikasi seperti gagal

jantung, gagal ginjal dan stroke. Di bidang kesehatan, manajemen diterapkan untuk

mengatur perilaku staf yang bekerja di dalam organisasi (institusi pelayanan)

kesehatan untuk menjaga dan mengatasi gangguan kesehatan pada individu atau
kelompok masyarakat secara efektif, efisien, dan produktif (Muninjaya, 2012).

Manjemen kesehatan tidak efektif adalah pola pengaturan dan pengintegrasian

penanganan masalah kesehatan ke dalam kebiasaan hidup sehari- hari tidak

memuaskan untuk mencapai status kesehatan yang diharapkan (Tim Pokja

SDKI,2017). Dalam penatalaksanaa hipertensi dengan masalah manajemen

kesehatan tidak efektif diantaranya dengan terapi farmakologi, memodifikasi gaya

hidup yaitu dengan patuh terhadap perawatan atau pengobatan, selain itu dengan

memberikan dukungan untuk menerapkan program perawatan atau pengobatan,

memberi dukungan informasi tentang kesehatan dan dukungan keluarga juga sangat

dibutuhkan.

Saat memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, keluarga

harus memperhatikan hal-hal berikut: 1) Keadaan penyakit (sifat, penyebaran,

komplikasi, prognosis dan pengobatan). 2) Sifat dan perkembangan pengobatan

yang dibutuhkan. 3) Adanya fasilitas yang dibutuhkan untuk pemeliharaan. 4)

Sumber daya yang ada dalam keluarga (tanggung jawab anggota keluarga, sumber

keuangan dan keuangan, fasilitas fisik, psikososial). 5) Sikap keluarga terhadap

orang sakit. Friedman (1998) dalam Dion & Betan (2013)

1.2 Batasan Masalah

Untuk mengetahui lebih lanjut dari perawatan penyakit ini maka penulis

akan melakukan kajian lebih lanjut dengan melakukan asuhan keperawatan

pada pasien hipertensi dengan membuat rumusan masalah “Bagaimanakah

gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi dengan

masalah keperawatan manajemen kesehatan tidak efektif di Wilayah kerja

Puskesmas Pakis?”
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Memperoleh gambaran asuhan keperawatan pada pasien

hipertensi dengan masalah keperawatan manajemen kesehatan tidak

efektif di Wilayah kerja Puskesmas Pakis

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Menggambarkan pengkajian Asuhan Keperawatan Keluarga pada

Pasien Hipertensi dengan Masalah Keperawatan Manajemen

Kesehatan Tidak Efektif di Wilaah kerja Puskesmas Pakis.

2) Menggambarkan diagnosa dengan Asuhan Keperawatan Keluarga

pada Pasien Hipertensi dengan Masalah Keperawatan Manajemen

Kesehatan Tidak Efektif di Wilayah kerja Puskesmas Pakis.

3) Menggambarkan rencana tindakan Asuhan Keperawatan Keluarga

pada Pasien Hipertensi dengan Masalah Keperawatan Manajemen

Kesehatan Tidak Efektif di Wilayah kerja Puskesmas Pakis.

4) Menggambarkan implementasi Asuhan Keperawatan Keluarga pada

Pasien Hipertensi dengan Masalah Keperawatan Manajemen

Kesehatan Tidak Efektif di Wilayah kerja Puskesmas Pakis.

5) Menggambarkan evaluasi Asuhan Keperawatan Keluarga pada

Pasien Hipertensi dengan Masalah Keperawatan Manajemen

Kesehatan Tidak Efektif di Wilayah kerja Puskesmas Pakis.

1.4 Manfaat Penelitian

Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini

diharapkan dapat memberi manfaat :

1.4.1. Teoritis.
Untuk meningkatkan kesadaran keluarga untuk lebih

memenejemen kesehatan keluarga secara efektif.

1.4.2 Praktis.
Secara praktis, tugas akhir ini akan bermanfaat bagi

1) Bagi pelayanan kesehatan

Hasil studi kasus ini, dapat menjadi masukan bagi pelayanan

kesehatan atau keluarga agar dapat melakukan asuhan keperawatan

dengan Hipertensi dengan baik.

2) Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi peneliti berikutnya,

yang akan melakukan studi kasus pada asuhan keperawatan pada

kasus Hipertensi.

3) Bagi profesi kesehatan

Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan memberikan

pemahaman yang lebih baik tentang asuhan keperawatan pada kasus

Hipertensi.
BAB 2

TINJAUAN TEORI

Dalam bab 2 ini akan diuraikan secara teoritis mengenai konsep penyakit dan

asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi. Konsep dasar penyakit akan

diuraikan. Konsep dasar penyakit akan diuraikan definisi, etiologi dan cara

penanganan secara medis. Konsep dasar keperawatan akan diuraikan masalah-

masalah yang muncul pada penyakit hipertensi dengan melakukan asuhan

keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan pelaksanaan, dan

evaluasi.

2.1 Konsep Dasar Hipertensi

2.1.1 Pengertian

Hipertensididefinisikan sebagai tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmhg

dan tekanan diastolik dari lebih dari 90 mmhg, berdasarkan pada dua kali

pengukuran atau lebih. Hipertensi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Normal : sistolik kurang dari 120 mmhg diastolik kurang dari 80 mmhg.

b. Prahipetermi: sistolik 120 sampai 139 mmhg diastolik 80 sampai 89 mmhg.

c. Stadium 1: sistolik 140 sampai 159 mmhg diastolik 90 sampai 99 mmhg.

d. Stadium 2: sistolik ≥160 mmhg diastolik ≥ 100 mmhg.

( keperawatan medikal bedah brunner & suddarth ).

Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskuler

aterosklerotik, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Hipertensi menimbulkan

risiko morbiditas atau mortalitas dini, yang meningkat saat tekanan darah sistolik

dan diastolik meningkat. Peningkatan tekanan darah yang berkepanjangan

8
9

merusak pembuluh darah di organ target (jantung, ginjal, otak, dan mata).

(keperawatan medikal bedah brunner& suddarth 2016 ).

2.1.2 Etiologi Hipertensi

Hipertensi dapat didiagnosa sebagai penyakit yang berdiri sendiri tetapi sering

dijumpai dengan penyakit lain, misalnya arterioskeloris, obesitas, dan diabetes

militus. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dikelompokkan menjadi dua

golongan yaitu (WHO, 2014):

1) Hipertensi esensial atau hipertensi primer

Hipertensi primer atau esensial adalah tidak dapat diketahui penyebabnya.

Sebanyak 90-95 persen kasus hipertensi yang terjadi tidak diketahui dengan

pasti apa penyebabnya. Para pakar menemukan hubungana antara riwayat

keluarga penderita hipertansi (genetik) dengan resiko menderita penyakit ini.

Selain itu juga para pakar menunjukkan stress sebagai tertuduh utama, dan

faktor lain yang mempengaruhinya. Faktor-faktor lain yang dapat dimasukkan

dalam penyebab hipertensi jenis ini adalah lingkungan, kelainan metabolism,

intra seluler, dan faktor-faktor yang meningkatkan resikonya seperti obesitas,

merokok, konsumsi alkohol, dan kelainan darah.

2) Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder adalah kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu.

Pada 5-10 persen kasus sisanya penyebab khususnya sudah diketahui, yaitu

gangguan hormonal, penyakit diabetes, jantung, ginjal, penyakit pembuluh

darah atau berhubungan dengan kehamilan. Kasus yang sering terjadi adalah

karena tumor kelenjar adrenal. Garam dapur akan memperburuk resiko

hipertensi tetapi bukan faktor penyebab. Sedangkan


10

menurut Wijaya & Putri (2013), penyebab hipertensi sekunder diantaranya

berupa kelainan ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta,

kelianan endokrin lainnya seperti obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme

dan pemakaian obat-obatan seperti kontasepsi oral dan kartikosteroid.

2.1.3 Klafisikasi hipertensi

Klasifikasi tekanan darah sistolik dan diastolik dibagi menjadi empat

kalasifikasi (Smeltzer, 2018), yaitu :

2.1 Tabel klasifikasi tekanan darah sistolik dan diastolik

Kategori Sistolik Diastolik


(mmHg) (mmHg)
Normal <120mmHg <80mmHg
Normal Tinggi 120-139mmHg 80-89mmHg

Hipertensi stage 1 140-159mmHg 90-99mmHg

Hipertensi stage 2 ≥160mmHg ≥100mmHg


Sumber : (Smeltzer, et al, 2018)

Hipertensi juga dapat diklasifikasi berdasarkan tekanan darah orang dewasa

menurut Triyanto (2014), adapun klasikasi tersebut sebagai berikut :

2.2 Tabel klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa

Kategori Sistolik Diastolik


(mmHg) (mmHg)
Normal <130mmHg <85mmHg
Normal Tinggi 130-139mmHg 85-89mmHg

Stadium 1 (ringan) 140-159mmHg 90-99mmHg

Stadium 2 (sedang) 160-179mmHg 100-109mmHg

Stadium 3 (berat) 180-209mmHg 110-119mmHg

Stadium 4 (maligna) ≥210mmHg ≥120mmHg

(Sumber : Triyanto, 2014)


11

2.1.4 Faktor-Faktor Resiko Hipertensi

Faktor-faktor resiko hipertensi yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah

oleh penderita hipertensi menurut Black & Hawks (2014) adalah sebagai berikut :

1) Faktor-faktor resiko yang tidak dapat diubah

1. Riwayat keluarga

Hipertensi dianggap poligenik dan multifaktorial yaitu, pada seseorang

dengan riwayat keluarga, beberapa gen berinteraksi dengan yang lainnya dan

juga lingkungan yang dapat menyebabkan tekanan darah naik dari waktu ke

waktu. Klien dengan orang tua yang memiliki hipertensi berada pada risiko

hipertensi yang lebih tinggi pada usia muda.

2. Usia

Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun. Peristiwa

hipertensi meningkat dengan usia 50-60 % klien yang berumur lebih dari 60

tahun memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Diantara orang

dewasa, pembacaan tekanan darah sistolik lebih dari pada tekanan darah

diastolik karena merupakan predictor yang lebih baik untuk kemungkinan

kejadian dimasa depan seperti penyakit jantung koroner, stroke, gagal

jantung, dan penyakit ginjal.

3. Jenis kelamin

Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita sampai kira-

kira usia 55 tahun. Resiko pada pria dan wanita hamper sama antara usia 55

sampai 74 tahun, wanita beresiko lebih besar.


12

4. Etnis

Peningkata pravelensi hipertensi diantara orang berkulit hitam tidaklah jelas,

akan tetapi penigkatannya dikaitkan dengan kadar renin yang lebih rendah,

sensitivitas yang lebih besar terhadap vasopressin, tinginya asupan garam,

dan tinggi stress lingkungan.

2) Faktor-faktor resiko yang dapat diubah

1. Diabetes mellitus

Hipertensi telah terbukti terjadi lebih dua kali lipat pada klien diabetes

mellitus karena diabetes mempercepat aterosklerosis dan menyebabkan

hipertensi karena kerusakan pada pembuluh darah besar.

2. Stress

Stress meningkat resistensi vaskuler perifer dan curah jantung serta

menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Stress adalah permasalah persepsi,

interpretasi orang terhadap kejadian yang menciptakan banyak stressor dan

respon stress.

3. Obesitas

Obesitas terutama pada tubuh bagian atas, dengan meningkatnya jumlah

lemak disekitar diafragma, pinggang dan perut, dihubungkan dengan

pengembangan hipertensi. Kombinasi obesitas dengan faktor-faktor lain

dapat ditandai dengan sindrom metabolis, yang juga meningkatkan resiko

hipertensi.

4. Nutrisi

Kelebihan mengosumsi garam bias menjadi pencetus hipertensi pada

individu. Diet tinggi garam menyebabkan pelepasan hormone natriuretik


13

yang berlebihan, yang mungkin secara tidak langsung menigkatkan tekanan

darah. Muatan natrium juga menstimulasi mekanisme vaseoresor didalam

sistem saraf pusat. Penelitan juga menunjukkan bahwa asupan diet rendah

kalsim, kalium, dan magnesium dapat berkontribusi dalam pengembangan

hipertensi.

5. Penyalahgunaan obat

Merokok sigaret, mengosumsi banyak alkohol, dan beberpa penggunaan obat

terlarang merupakan faktor-faktor resiko hipertensi. pada dosis tertentu

nikotin dalam rokok sigaret serta obat seperti kokain dapat menyebabkan

naiknya tekanan darah secara langsung.

2.1.5 Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula

jaras saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari

kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan

pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak kebawah melalui

system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre ganglion

melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh

darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi

pembuluh darah. Berbagai factor, seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Klien

dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepineprin, meskipun tidak diketahui

dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi.


14

Pada saat bersamaan ketika system saraf simpatis merangsang pembuluh

darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenaljuga terangsang,

mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal menyekresi

epineprin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol

dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh

darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,

menyebabkan pelepasanrenin.

Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang

kemudian diubah menjadi angiotensin II , vasokontriktor kuat, yang pada akhirnya

merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan

retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume

instravaskuler. Semuafactor tersebut cenderung menyebabkan hipertensi

(Aspiani,2016)

2.1.6 Manifestasi Klinis

Gejala umum yang ditimbulkan akibat menderita hipertensi tidak sama pada

setiap orang, bahkan terkadang timbul tanpa gejala. (Wijaya & Putri, 2013)

menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul :

1) Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat

peningkatan tekanan intracranial.

2) Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.

3) Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat,

4) Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.

5) Edama dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.


15

Sedangkan tanda dan gejala utama hipertensi menurut (Aspiani, 2014) yang

dikeluhkan oleh penderita Hipertensi yaitu :

1) Sakit kepala.

2) Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk.

3) Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh.

4) Berdebar atau detak jantung terasa cepat.

5) Telinga berdenging yang memerlukan penanganan segera.

2.1.7 Komplikasi Hipertensi

Hipertensi yang tidak ditanggulangi dalam jangka panjang akan

menyebabkan kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ yang mendapat suplai

darah dari arteri tersebut. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ-organ

tubuh menurut Wijaya & Putri (2017), sebagai berikut :

1) Jantung

Hipertensi dapat menyebab terjadinya gagal jantung dan penyakit jantung

koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot

jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, yang disebut

dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak lagi mampu memompa sehingga

banyaknya cairan yang tertahan diparu maupun jaringan tubuh lain yang dapat

menyebabkan sesak nafas atau oedema. Kondisi ini disebut gagal jantung.

2) Otak

Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke, apabila tidak

diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.

3) Ginjal

Hipertensi juga menyebabkan kerusakan ginjal, hipertensi dapat

menyebabkan kerusakan system penyaringan didalam ginjal akibat lambat laun


16
ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang

masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan di dalam tubuh.

4) Mata

Hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi dan dapat

menimbulkan kebutaan.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan hipertensi menurut Amin &

Hardhi (2015) adalah sebagai berikut :

1) Hemoglobin atau hematokrit

Untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan dan dapat

mengidentifikasi faktor resiko seperti : hipokoagulasi, anemia.

2) Kalsium serum

Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.

3) Kreatinin serum

Memberikan informasi tentang fungsi ginjal.

4) Urinalisa

Darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan adanya diabetes.

5) Elektrokardiogram

Dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P

adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

2.1.9 Penatalaksanaan

1) Terapi tanpa obat

Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan

sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat

ini meliputi :

a. Diet

Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :

a) Restriksi garam secara moderat dari 10gr/hari menjadi 5gr/hari.


17
b) Diet rendah kolestrol dan rendah asam lemak jenuh.

c) Penurunan berat badan.

d) Penurunan asupan etanol.

e) Menghentikan merokok.

b. Latihan fisik

Latihan fisik atau olahraga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk

penderita hipertensi adalah olahraga yang mempunyai empat prinsip yaitu:

a) Macam olahraga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari , jogging ,

bersepeda , berenang dan lain-lain.

b) Intensitas olahraga yang baik antara 60-80% dari kapasitas aerobik atau

72-87% dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan.

c) Lamanya latihan berkisar antara 20-25 menit berada dalam zona latihan.

d) Frekuensi latihan sebaiknya 3x perminggu dan paling baik 5x

perminggu.

c. Edukasi psikologis

Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :

a) Tehnik Biofeedback

Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada

subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh

subyek dianggap tidak normal.

Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan

somatik seperti nyeri kepala dan migrain , juga untuk gangguan

psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.

b) Tehnik relaksasi

Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk

mengurangi ketegangan atau kecemasan , dengan cara melatih penderita

untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks.

d. Pendidikan kesehatan (penyuluhan)


18
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien

tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat

mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

2) Terapi dengan obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja

tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar

penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perku

dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh

Komite Dokter Ahli Hipertensi (Join National Commitee On Detection ,

Evaluationand Treatment Of High Blood Pressure , USA , 1988)

menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau

penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan

mempertahankan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.

Pengobatannya meliputi :

a. Step 1

Obat pilihan pertama : diuretika , beta blocker , Ca antagonis , ACE

inhibitor.

b. Step 2

Alternatif yang bisa diberikan :

a) Dosis obat pertama dinaikkan.

b) Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama.

c) Ditambah obat ke-2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker , ca

antagonis , alpa blocker , clonidin , reserphin , vasodilator.

b. Step 3

Alternatif yang bisa ditempuh :

a) Obat ke-2 diganti.

b) Ditambah obat ke-3 jenis lain.

c. Step 4
19
Alternatif pemberian obatnya :

a) Ditambah obat ke-3 dan ke-4.

b) Re-evaluasi dan konsultasi


20

2.1.10 Pathway

Umur Jenis Gaya Obesitas Ketidakharmon- Stress


kelamin hidup isan keluarga
Elastisitas ,
arteriosklerosis

HIPERTENSI
Perubahan
Kerusakan vaskuler pembuluh darah status
kesehatan
Perubahan struktur Ketidakadekuata
n Pemahaman
Penyumbatan pembuluh darah
Ketidakpatuhan
vasokontriksi

Gangguan sirkulasi

Otak Ginjal Pembuluh darah Retina

Resistensi Suplai O2 Vasokontriksi Sistemik Koroner Spasme


pembuluh otak pembuluh arteriol
darah menurun darah
otak Vasokontriksi Iskemia
Sinkop miokard Diplopia
Blood flow
Nyeri Gangguan
darah Avterload
akut pola tidur
Perfusi meningkat Nyeri akut
Resiko
perifer Respon RAA jatuh
tidak
efektif
Rangsangan Resiko tinggi Fatique
aldosteron penurunan
curah jantung
Intoleransi
Retensi NA
Aktivitas
Ketidakefektifan
pola perawatan
Edema kesehatan keluarga

Hipervolemia
Manajemen Kesehatan
tidak efektif

2.1 Gambar Pathway Hipertensi

(Sumber: WOC dengan menggunakan SDKI 2017)


21
2.2 Konsep Dasar Keluarga

2.2.1 Definisi

Menurut WHO (1969) dalam Harmoko (2012), keluarga adalah anggota

rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi, atau

perkawinan. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala

keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah

satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1988 dalam

Padila,2012). Johnson’s mendefinisikan keluarga adalah suatu ikatan atau

persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis

yang hidup bersama atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau

tanpa anak,baik Anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah

tangga (Padila,2012). Jadi, dari beberapa definisi diatas maka keluarga adalah unit

terkecil yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang saling

berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan dan tinggal dibawah

satu atap dalam keadaan saling ketergantungan serta mempunyai peran atau

kewajiban yang harus dilaksanakan.

2.2.2 Struktur Keluarga

Struktur sebuah keluarga memberikan gambaran tentang bagaimana suatu

keluarga itu melaksanakan fungsinya dalam masyarakat. Adapun macam-macam

struktur keluarga diantaranya adalah :

1) Patrilineal : Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam

beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.

2) Matrilineal : Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam

beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.

Matrilokal : Sepasang suami-istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.

3) Patrilokal : Sepasang suami-istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.

4) Keluarga menikah : Hubungan suami-istri sebagai dasar bagi pembinaan


22
keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena

adanya hubungan dengan suami atau istri.

2.2.3 Ciri-Ciri Keluarga

Ciri-ciri Keluarga Keluarga merupakan system interaksi emosional yang

diatur secara kompleks dalam posisi, peran, dan aturan atau nilai-nilai yang menjadi

dasar struktur atau organisasi keluarga. Struktur keluarga tersebut memiliki ciri-ciri

antara lain :

1) Terorganisasi

Keluarga merupakan cerminan organisasi dimana setiap anggota keluarga

memiliki peran dan fungsinya masing-masing untuk mencapai tujuan keluarga.

Dalam menjalankan peran dan fungsinya, anggota keluarga saling

berhubungan dan saling bergantung antara satu dengan yang lainnya.

2) Keterbatasan

Setiap anggota keluarga memiliki kebebasan, namun juga memiliki

keterbatasan dalam menjalankan peran dan fungsinya.

3) Perbedaan dan Kekhususan

Setiap anggota memiliki peran dan fungsinya masing-masing. Peran dan fungsi

tersebut cenderung berbeda dank has, yang menunjukkan adanya ciri

perbedaan dan kekhususan. Misalnya saja ayah sebagai pencari nafkah utama

dan ibu yang bertugas merawat anak-anak.

2.2.4 Tipe Keluarga

Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai

macam pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial, maka tipe keluarga

berkembang mengikutinya. Agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam

meningkatkan derajat kesehatan, maka perawat perlu memahami dan mengetaui

berbagai tipe keluarga. Menurut Mubarak (2012),

Tipe-tipe keluarga antara lain:


23

1) Traditional nuclear, yaitu keluarga inti yang terdiri dari ayah,ibu,dan anak

yang tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu

ikatan perkawinan, satu/keduanya dapat bekerja diluar rumah.

2) Extended family, yaitu keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya

nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman bibi, dan sebagainya.

3) Reconstitude family, yaitu pembentukan baru dari keluarga inti melalui

perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah

dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari

perkawinan baru. Satu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah.

4) Middle age /aging couple, yaitu suami sebagai pencari uang, istri dirumah atau

kedua-duanya bekerja diluar rumah, dan anak-anak sudah meninggalkan rumah

karena sekolah/perkawinan/meniti karir.

5) Dyadic nuclear, yaitu suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai

anak keduanya/salah satu bekerja diluar rumah.

6) Single parent, yaitu satu orang tua akibat perceraian/kematian pasangnya dan

anak-anaknya dapat tinggal dirumah/diluar rumah.

7) Dual carrier, yaitu suami istri atau keduanya berkarir tanpa anak.

8) Commuter married, yaitu Suami/istri atau keduanya orang karirdan tinggal

terpisah pada jarak tertentu, keduanya saling mencari pada waktu-waktu

tertentu.

9) Single adult, yaitu wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak

adanya keinginan untuk menikah.

10) Three generation, yaitu tiga generasi atau lebih tinggal satu rumah.

11) Institusional, yaitu anak-anak atau orang dewasa tinggal dalam satu panti.

12) Communal, yaitu satu rumah terdiri atas dua/lebih pasangan yang mengayomi

dengan anak-anaknya dalam penyediaan fasilitas.

13) Group Marriage, yaitu suatu rumah terdiri atas orang tua dan keturunanya

didalam satu keluarga dan tiap individu adalah menikah dengan yang lain dan
24
semua adalah orang tua dari anak-anak.

14) Unmarried Parent and Child, yaitu ibu dan anak dimana perkawinan tidak

dikehendaki, anaknya diadopsi.

15) Cohibing Couple, yaitu dua orang/satu pasangan yang tinggal bersama tanpa

pernikahan.

2.2.5 Peran Keluarga

Peran Keluarga adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan orang lain

terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam satu sistem (Mubarak dkk, 2012).

Peran didasarkan pada preskipsi dan harapan peran yang menerangkan apa yang

individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi

harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran tersebut

(Harmoko, 2012). Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing,

antara lain adalah:

1) Ayah

Ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran sebagai pencari nafkah,

pendidik, pelindung/pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap anggota

keluarga dan juga sebegai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu.

2) Ibu

Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak,

pelindung keluarga dan juga sebagai pencari nafkah tambahan keluarga dan

juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu.

3) Anak

Anak berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan perkembangan fisik,

mental, sosial dan spiritual.

2.2.6 Fungsi Keluarga

Menurut Friedman dalam Padila (2012) ada lima fungsi dasar keluarga

diantaranya adalah:

1) Fungsi Afektif (the affective function)


25

Fungsi afektif berkaitan dengan fungsi internal keluarga yang merupakan

basis kekuatan dari keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan

kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi afektif tampak melalui keluarga

yang bahagia. Dalam fungsi ini anggota keluarga mengembangkan gambaran

diri yang positif, perasaan memiliki dan dimiliki, perasaan yang berarti, dan

merupakan sumber kasih sayang. Fungsi afektif merupakan sumber energi

yang menentukan kebahagiaan keluarga.

2) Fungsi Sosialisasi(the socialization function)

Sosialisasi merujuk pada proses perkembangan dan perubahan yang dialami

oleh seorang individu sebagai hasil dari interaksi dan belajar berperan dalam

lingkungan sosial. Keluarga merupakan tempat individu melakukan sosialisasi.

Dalam fungsi ini anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya serta

perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam keluarga, sehingga individu

mampu berperan dalam masyarakat.

3) Fungsi Reproduksi (the reproductive function)

Dalam fungsi ini keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan

keturunan dan meningkatkan sumber daya manusia.

4) Fungsi Ekonomi (the economic function)

Fungsi ini menjelaskan untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti

makanan, pakaian, dan perumahan, maka keluarga memerlukan sumber

keuangan.

5) Fungsi Perawatan Keluarga/Pemeliharaan Kesehatan (the health care function)

Fungsi lain keluarga adalah fungsi perawatan kesehatan. Selain keluarga

menyediakan makanan, pakaian dan rumah, keluarga juga berfungsi

melakukan asuhan kesehatan kepada anggotanya baik untuk mencegah

terjadinya gangguan maupun merawat anggota yang sakit. Keluarga juga

menentukan kapan anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan,


26
memerlukan bantuan atau pertolongan tenaga profesional. Kemampuan ini

sangat mempengaruhi status kesehatan individu dan keluarga.

2.2.7 Tugas Keluarga

Menurut Harmoko (2012) di dalam sebuah keluarga ada beberapa tugas dasar

yang didalamnya terdapat 8 tugas pokok, yaitu:

1) Memelihara kesehatan fisik keluarga dan para anggotanya.

2) Beruaya untuk memelihara sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.

3) Mengatur tugas masing-masing anggota sesuai dengan kedudukannya.

4) Melakukan sosialisasi antar anggota keluarga agar timbul keakraban dan

kehangatan para anggota keluarga.

5) Melakukan pengaturan jumlah anggota keluarga yang diinginkan.

6) Memelihara ketertiban anggota keluarga.

7) Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.

8) Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.

Selain keluarga harus mampu melaksanakan fungsi dengan baik, keluarga

juga harus mampu melaksanakan tugas kesehatan keluarga. Tugas kesehatan

keluarga menurut Friedman adalah sebagai berikut:

1) Mengenal Masalah Kesehatan

Keluarga Keluarga perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-

perubahan yang dialami oleh anggota keluarganya. Perubahan sekecil apapun

yang dialami anggota keluarga, secara tidak langsung akan menjadi perhatian

keluarga atau orang tua. Apabila menyadari adanya perubahan, keluarga perlu

mencatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar

perubahannya.

2) Membuat Keputusan

Tindakan kesehatan yang Tepat Tugas ini merupakan upaya utama keluarga

untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga.

Tindakan kesehatan yang dilakukan keluarga diharapkan tepat agar masalah


27
kesehatan yang sedang terjadi dapat dikurangi atau diatasi. Jika keluarga

mempunyai keterbatasan dalam mengambil keputusan, maka keluarga dapat

meminta bantuan kepada orang lain di lingkungan tempat tinggalnya.

3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit

Anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh

tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi.

Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah

apabila keluarga telah memiliki kemampuan tindakan untuk pertolongan

pertama.

4) Mempertahankan Suasana Rumah yang Sehat

Rumah merupakan tempat berteduh, berlindung, dan bersosialisasi bagi

anggota keluarga. Oleh karena itu kondisi rumah haruslah dapat menjadikan

lambang ketenangan, keindahan dan dapat menunjang derajat kesehatan bagi

keluarga.

5) Menggunakan Fasilitas Kesehatan yang Ada di Masyarakat

Apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan

kesehatan keluarga atau anggota, keluarga harus dapat memanfaatkan fasilitas

kesehatan yang ada di sekitarnya. Keluarga dapat berkonsultasi atau meminta

bantuan tenaga keperawatan untuk memecahkan masalah yang dialami anggota

keluarganya, sehingga keluarga dapat bebas dari segala macam penyakit.

2.2.8 Tugas Kesehatan Keluarga

1) Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan: tentang mengenali tanda

tanda hipertensi dan cara mencegah timbulnya gejala hipertensi.

2) Keluarga mampu mengambil keputusan untuk melakukantindakan: tentang

apa yang sudah dijelaskan oleh tenaga kesehatan.

3) Keluarga mampu melakukan perawatan terhadap anggota keluarga

yangsakit hipertensi.

4) Keluarga mampu menciptakan lingkungan yang dapat


28
meningkatkankesehatan agar tidak terjadi timbulnya gejala hipertensi

kembali.

5) Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di

lingkungansetempat dalam mengonsultasikan penyakit yang di derita.

2.2.9 Peran perawat keluarga

Menurut Widyanto (2014), peran dan fungsi perawat dalam keluarga yaitu:

1) Pendidik Kesehatan, mengajarkan secara formal maupun informal kepada

keluarga tentang kesehatan dan penyakit.

2) Pemberi Pelayanan, pemberi asuhan keperawatan kepada anggota keluarga

yang sakit dan melakukan pengawasan terhadap pelayanan/pembinaan yang

diberikan guna meningkatkan kemampuan merawat bagi keluarga.

3) Advokat Keluarga, mendukung keluarga berkaitan dengan isu-isu keamanan

4) Penemu Kasus (epidiomologist), mendeteksi kemungkinan penyakit yang

akan muncul dan menjalankan peran utama dalam pengamatan dan

pengawasan penyakit.

5) Peneliti, mengidentifikasi masalah praktik dan mencari penyelesaian melalui

investigasi ilmiah secara mandiri maupun kolaborasi.

6) Manager dan Koordinator, mengelola dan bekerja sama dengan anggota

keluarga, pelayanan kesehatan dan sosial, serta sektor lain untuk mendapatkan

akses pelayanan kesehatan.

7) Fasilitator, menjalankan peran terapeutik untuk membantu mengatasi masalah

dan mengidentifikasi sumber masalah.

8) Konselor, sebagai konsultan bagi keluarga untuk mengidentifikasi dan

memfasilitasi keterjangkauan keluarga/masyarakat terhadap sumber yang

diperlukan.

9) Mengubah atau Memodifikasi Lingkungan, memodifikasi lingkungan agar

dapat meningkatkan mobilitas dan menerapkan asuhan secara mandiri.

2.3 Manajemen Kesehatan


29
2.3.1 Definisi

Secara klasik, manajemen adalah ilmu atau seni tentang penggunaan sumber

daya secara efisien, efektif, dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang

telah ditetapkan sebelumnya. Manajemen merupakan ilmu terapan yang

penerapannya disesuaikan dengan ruang lingkup fungsi organisasi, bentuk kerja

sama manusia di dalam organisasi, dan ruang lingkup masalah yang dihadapi.

Di bidang kesehatan, manajemen diterapkan untuk mengatur perilaku staf

yang bekerja di dalam organisasi (institusi pelayanan) kesehatan untuk menjaga

dan mengatasi gangguan kesehatan pada individu atau kelompok masyarakat secara

efektif, efisien, dan produktif (Muninjaya, 2012).

Manjemen kesehatan tidak efektif adalah pola pengaturan dan

pengintegrasian penanganan masalah kesehatan ke dalam kebiasaan hidup sehari-

hari tidak memuaskan untuk mencapai status kesehatan yang diharapkan (Tim

Pokja SDKI, 2017)

2.3.2 Penyabab

Menurut (Tim Pokja SDKI, 2017) penyebab terjadinya Manajemen

Kesehatan Tidak Efektif yaitu:

1) Kompleksitas sistem pelayanan kesehatan

2) Kopleksitas program perwatan/pengobatan

3) Konflik pengambilan keputusan

4) Kurang terpapar informasi

5) Kesulitan ekonomi

6) Tuntutan berlebih (mis. individu, keluarga)

7) Konflik keluarga

8) Ketidakefektifan pola perawatan kesehatan keluarga

9) Ketidakcukupan petunjuk untuk bertindak

10) Kekurangan dukungan social


2.3.3 Tanda dan Gejala

Adapun tanda dan gejala pada Manjamen Kesehatan

Tidak Efektif (Tim Pokja SDKI, 2017) yaitu:

1) Tanda dan gejala mayor

Tanda dan gejala mayor subjektif adalah mengungkap

kesulitan dalam menjalani program/pengobatan,

sedangkan Tanda dan gejala minor objektif adalah

gagal melakukan tindakan untuk mengurangi faktor

resiko, gagal menerapkan program

perawatan/pengobatan dalam kehidupan sehari-hari,

aktivitas sehari-hari tidak efektif untuk memenuhi

tujuan kesehatan.

2) Tanda dan gejala minor

Tanda dan gejala minor subyektif tidak tersedia,

sedangkan tanda dan gejala minor objektif juga tidak

tersedia.

2.3.4 Fungsi Manajemen Kesehatan

Fungsi-fungsi dalam manajemen kesehatan sama

dengan fungsi-fungsi dalam manajemen perusahaan, yaitu

(Herlambang & Murwani, 2012) :

1) Fungsi Perencanaan (Planning)

Perencanaan merupakan fungsi terpenting dalam

manajemen. Perencanaan kesehatan adalah sebuah

proses untuk merumuskan masalah- masalah kesehatan


yang berkembang di masyarakat, menentukan

kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan

tujuan program yang paling pokok, dan menyusun

langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan tersebut.

2) Fungsi Pengorganisasian (Organizing)

Dengan adanya pengorganisasian, maka seluruh

sumber daya yang dimiliki oleh organisasi akan diatur

penggunaannya secara efektif dan efisien untuk

mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

3) Fungsi Pelaksanaan dan Pembimbingan (Actuating)

Pada fungsi ini lebih mengarahkan dan

menggerakkan semua sumber daya untuk mencapai

tujuan yang telah disepakati. Beberapa hal yang dapat

menggerakkan dan mengarahkan sumber daya manusia

dalam organisasi yaitu: peran kepemimpinan

(leadership), motivasi staf, kerja sama antar staf, dan

komunikasi yang lancer antar staf.

4) Fungsi Pengawasan (Controlling)

Melalui fungsi pengawasan, standar keberhasilan

program yang telah dibuat dalam bentuk target,

prosedur kerja, dan sebagainya harus selalu

dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau

yang mampu dikerjakan oleh staf.


5) Fungsi Evaluasi (Evaluation)

Tujuannya yaitu untuk memperbaiki efisiensi dan

efektivitas pelaksanaan program dengan memperbaiki

fungsi manajemen. Evaluasi ada beberapa macam,

yaitu:

a. evaluasi terhadap input, dilaksanakan sebelum program dilaksanakan

b. evaluasi terhadap proses, dilaksanakan pada saat kegiatan


berlangsung

c. evaluasi terhadap output, dilaksanakan setelah pekerjaan selesai.


2.4 konsep Asuhan Keperawatan

2.4.1 Pengkajian Keperawata

Pengkajian merupakan langkah awal dari proses

keperawatan dimana seorang perawat mulai

mengumpulkan informasi tentang keluarga yang dibinanya.

Cara mengumpulkan data tentang keluarga dapat dilakukan

antara lain dengan wawancara, pengamatan, pemeriksaan

fisik.

1. Pengumpulan data

a. Data Umum

1) Identitas pasien

Berisi tentang identitas pasien meliputi

nama, umur, pekerjaan, pendidikan,

alamat(KK), suku, agama.

2) Data kesehatan keluarga

Pada pengkajian ini fokus pada yang sakit

yang mencakup diagnosa penyakit, riwayat

penyakit, riwayat pengobatan, riwayat


perawatan, gangguan kesehatan serta

kebutuhan dasar manusiaapa saja yang

terganggu. Dan kemudian pemeriksaan

seluruh anggota keluarga yang mencakup

pemeriksaan headtoto dan kepala, ekstremitas

atas, ekstremitas bawah,serta areagenetalia.

3) Data kesehatan lingkungan

Berupa kondisi rumah meliputi : tipe

rumah, ventilasi, kebersihan rumah,

bagaimana pencahayaan rumah, kelembapan

lingkungan dan kebersihan lingkungan rumah

serta bagaimana sarana MCK yang ada di

lingkunganrumah.

4) Struktur keluarga
Pada bagian ini menjelaskan tentang tipe

keluarga, peran anggota keluarga, dan

bagaimana komunikasi di dalam keluarga,

sumber- sumber kehidupan dan sumber

penunjang kehidupan keluarga.

5) Fungsi keluarga

a) Fungsi afektif, menjelaskan tentang

bagaimana keluarga mengekspresikan

perasaan kasih sayang, perasaan saling

memiliki, dan dukungan terhadap anggota

keluarga.

b) Fungsi sosialisasi, menjelaskan tentang


bagaimana cara memperkenalkan anggota

keluarga dengan dunia luar, berinteraksi dan

berhubungan dalam keluarga.

c) Fungsi perawatan kesehatan, menjelaskan

sejauh mana keluarga menyediakan makanan,

pakaian, perlindungan serta merawat anggota

keluarga yang sakit.

d) Fungsiekonomi, menjelaskan sejauhmana

keluarga memenuhi kebutuhan sandang,

pangan dan papan. Sejauh mana keluarga

memanfaatkan sumber yang ada di

masyarakat dalam upaya peningkatan

status kesehatan keluarga.

e) Fungsi reproduksi, menjelaskan tentang

bagaimana keluarga memiliki dan upaya

pengendalian jumlah anggota keluarga.

2. Pemeriksaan Fisik.

Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik

yang mendukung diagnosis hipertensi dan

menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga

berguna untuk mengetahui penyakityang mungkin

menyertai hipertensi.

Berikut pola pemeriksaan fisik sesuai Review of Sistem :

1) B1 (Breating)

Dikaji tentang keluhan sesak, batuk, nyeri,

keteraturan irama nafas, jenis pernafasan.


2) B2 (Blood)

Dikaji adanya keluhan nyeri dada dan suara jantung.

3) B3 (Brain)

Dikaji jumlah GCS, refleks fisiologis dan patologis, istirahat/tidur.

4) B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine perlu dilakukan

karena berkaitan dengan intake cairan.

5) B5 (Bowel)

Dikaji tentang nafsu makan, frekuensi, porsi,

jumlah, jenis, dikaji juga mulut dan tenggorokan.

Pada abdomen dikaji ketegangan, nyeri tekan,

lokasi, kembung, asites, peristaltik usus,

pembesaran hepar, lien, konsistensi BAB,

frekuensi, bau dan warna.

6) B6 (Bone)

Dikaji tentang kemampuan pergerakan sendi,

kekuatan otot, warna kulit, turgor dan edema.

7) B7 (Pendengaran)
a) Mata: dikaji pupil isokor/ anisokor, sclera

ikterus/ tidak, konjungtiva anemis/ tidak.

b) Pendengaran/ telinga: dikaji apakah ada

gangguan pendengaran/ tidak.

c) Penciuman/ hidung: dikaji bentuk, apa ada

gangguan penciuman/ tidak.

2.4.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis


mengenai keluarga atau masyarakat yang di peroleh melalui

proses pengumpulan data dan analisa data secara cermat,

memberikan dasar untuk menerapkantindakan dimana

perawat bertanggung jawab untuk melaksanakanya. (suarni

& apriyani, 2017:43).

a. Problem ( p / masalah )

Kondisi yang tidak sesuai dengan kondisi

ideal atau dengan perkembangannya. Tujuan

dari diagnosis ini yaitu untuk menjelaskan

status kesehatan pasien dan masalah yang

sedang di hadapidengan cara yang jelas agar

dapat dengan mudah di pahami.

b. Etiologi ( E / penyebab )

Dari masalah yang ada, di cari penyebab

yang dapat menunjukan permasalahan.

Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

1. Manajemen kesehatan tidak efektif

berhubungan dengan ketidakefektifan pola

perawatan kesehatan keluarga.

2. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan

tidak efektif berhubungan dengan

ketidakmampuan membuat penilaian yang

tepat.

3. Ketidakpatuhan berhubungan dengan ketidakadekuatan


pemahaman
Prioritas Masalah

KRITERIA BOBOT SKOR


Sifat Masalah 1 Aktual =3
Resiko = 2
Potensial = 1
Kemungkinan masalah untuk 2 Mudah = 2
dipecahkan Sebagaian = 1
Tidak dapat = 0
Potensi masalah untuk dicegah 1 Tinggi = 3
Cukup = 2
Rendah = 1
Menonjolnya masalah 1 Segera diatasi = 2
Tidak segera diatasi = 1
Tidak dirasakan adanya masalah = 0

Skoring:

a) Tentukan skor untuk tiap kriteria.


b) Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan nilai bobot.
SKOR
ANGKA TERTINGGI X NILAI BOBOT

Jumlahkan skor untuk semua kriteria, skor tertinggi 5 sama dengan seluruh bobot

2.4.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi adalah suatu proses merumuskan tujuan

yang diharapkan sesuai prioritas masalah keperawatan

keluarga, memilih strategi keperawatan yang tepat, dan

mengembangkan rencana asuhan keperawatan keluarga

sesuai dengan kebutuhan klien. Perawat perlu menyeleksi

sumber-sumber dalam keluarga yang dapat dimanfaatkan,

serta memprioritaskannya.
39

2.3 Tabel Intervensi Keperawatan

Diagnose Keperawatan SLKI SIKI

Kode Diagnosis Kode Luaran Kode Intervensi

Manjemen kesehatan Setelah dilakukan kunjungan Intervensi Utama


D.0116 tidak efektif sebanyak tiga kali selama 45-60 1. 09265
berhubungan dengan menit 1. Dukungan pengambilan Keputusan
Ketidakefektifan pola Observasi
perawatan kesehatan Luaran Utama a. Identifikasi persepsi tentang
keluarga L.12104 1. Manajemen kesehatan masalah dan informasi yang
a. melakukan tindakan untuk memicu konflik
mengurangi faktor resiko
dari menurun ke sedang Terapeutik
b. menerapkan program a. Failitasi mengklarifikasi nilai dan
perawatan dari menurun harapan yang membantu membuat
ke sedang pilihan
c. aktifitas hidup sehari hari b. Diskusikan kelebihan dan
efektif memenuhi tujuan kekurangan setiap solusi
kesehatan dari menurun ke c. Motivasi mengungkap tujuan
L.12106 sedang perawatan yang diharapkan
d. Fasilitasi pengambilan keputusan
L.10100 Luaran Tambahan secara kolaboratif
1. Pemeliharaan Kesehatan e. Hormati hak pasien untuk
L.12110 2. Proses Informasi menerima atau menolak informasi
3. Tingkat Kepatuhan f. Fasilitasi hubungan antara pasien,
4. Tingkat pengetahuan keluarga, dan tenaga kesehatan
L.12111
lainnya
Edukasi
a. Informasikan alternatif solusi
40

secara jelas
b. Berikan informasi yang diminta
pasien

Intervensi Pendukung
1.12360 1. Bimbingan Sistem kesehatan
2. Dukungan Pengungkapan Kebutuhan
1.09266 3. Edukasi Program Pengobatan

1.12441

Setelah dilakukan kunjungan Intervemsi Utama


D.0117 Pemeliharaan kesehatan sebanyak tiga kali selama 45-60 1.12383
tidak efektif menit 1. Edukasi kesehatan
berhubungan dengan Observasi
ketidakmampuan a. identifikasi kesiapan dan
penilaian yang tepat L.12106 Luaran Utama kemampuan menerima informasi
b. identifikasi faktor-faktor yang
1. Pemeliharaan kesehatan dapat meningkatkan dan
menurunkan motivasi perilaku
a. menunjukkan perilaku hidup bersih dan sehat
adaptif dari menurun ke Terapeutik
sedang a. Sediakan materi dan media
b. menunjukkan pemahaman pendidikan kesehatan
perilaku sehat dari cukup b. Jadwalkan pendidikan kesehatan
ke meningkat sesuai kesepakatan
c. kemampuan menjalankan c. Berikan kesempatan untuk
L.12104 perilaku sehat dari
bertanya.
menurun ke cukup
L.12107 Edukasi
a. Jelaskkan faktor resiko yang dapat
Luaran Tambahan mempengaruhi kesehatan
L.12110
b. Ajarkan perilaku hidup sehat dan
1. Manajemen Kesehatan bersih
41

2. Perilaku Kesehatan c. Ajarkan stretegi yang dapat


L.12111 3. Tingkat Kepatuhan digunakan untuk meningkatkan
4. Tingkat Pengetahuan perilaku hidup bersih dan sehat

Intervensi Pendukung
1.12361
1. Dukungan Kepatuhan Program
pengobatan
1.09266 2. Dukungan pengungkapan Kebutuhan
3. Edukasi Program Pengobatan
4. Manajemen Perilaku
1.12441

1.12463

Setelah dilakukan kunjungan program perawatan atau


D. 0114 Ketidakpatuhan L.12110
sebanyak tiga kali selama 45-60
berhubungan dengan menit
ketidakdekuatan
pemahaman
Luaran Utama

1. Tingkat kepatuhan
a) Verbalisasi kemauan
mematuhi program
perawatan atau pengobatan
dari menurun menjadi
meningkat
b) Verbalisasi mengikuti
anjuran dari menurun
menjadi meningkat
c) Perilaku mengikuti
42

m pengobatan
I.12361 Intervensi Utama O a)
b Ide Terapeutik
s ntifika
1. Duku e si
ngan a) Buat komitmen menjalani program
r kepatu
Kepatuh pengobatan dengan baik
v han
an b) Buat jadwal pendampingan keluarga
a menjal
program untuk bergantian menemani pasien
s ani
pengoba selama menjalar program
i progra
tan pengobatan
43

L.13112 pengobatan dari memburuk c) Dokumentasikan aktivitas selama


menjadi membaik menjalani proses pengobatan
L.12111 d) Perilaku menjalankan d) Diskusikan hal-hal yang dapat
anjuran dari memburuk mendukung atau menghambat
menjadi membaik berjalannya program pengobatan
Luaran Tambahan e) Libatkan keluarga untuk
mendukung program pengobatan
1. Dukungan keluarga yang dijalani
Tingkat pengetahuan Edukasi

a) Informasikan program pengobatan


yang harus dijalani
b) Informasikan manfaat yang akan
diperoleh jika teratur menjalani
program pengobatan
c) Anjurkan keluarga untuk
mendampingi dan merawat pasien
selama menjalani program
pengobatan
d) Anjurkan pasien dan keluarga
I.09265 melalukan konsultasi ke pelayanan
kesehatan terdekat
I.12383
Intervensi pendukung
I.14525
1. Dukungan pengambilan keputusan
2. Edukasi kesehatan
I.12468
3. Pelibatan keluarga
4. Promosi kepatuhan pengobatan
2.4.3 Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan atau implementasi merupakan pelaksanaan dari perencanaan

keperawatan yang dilakukan oleh perawat, seperti tahap-tahap yang lain dalam

proses keperawatan, fase pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain

validasi (pengesahan) rencana keperawatan, menulis/mendokumentasikan rencana

keperawatan, melanjutkan pengumpulan data, dan memberikan asuhan

keperawatan.

2.4.4 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang

merupakan kegiatan sengaja dan terus menerus yang mekibatkan klien atau pasien

dengan perawat dan anggota tim kesehatan lainnya Untuk mempermudah

mengevaluasi/memantau perkembangan pasien digunakan komponen SOAP adalah

sebagai berikut:

S : Data subjektif

Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan

tindakan keperawatan.

O : Data objektif

Data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung

kepada pasien dan yang dirasakan pasien setelah dilakukan

tindakankeperawatan.

A : Analisa

Merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yangmasih terjadi,

atau juga dapat dituliskan suatu masalah/ diagnosis baru yang terjadi akibat

perubahan status kesehatan pasien yang telah teridentifikasi datanya dalam

data subjektif dan objektif.

P : Planning
Perencanaan keperawatan yang dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi atau

ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan

sebelumnya, tindakan yang telah menunjukkan hasil yang memuaskan data

tidak memerlukan tindakan ulang pada umumnya dihentikan.


Definsi BAB III
METODE PENELITIAN

1.1 Rancangan Penelitian.


Desain yang digunakan yaitu studi kasus. Studi kasus adalah jenis penelitian yang
mencakup pengkajian dari satu pokok penelitian secara intensif dan terperici pada satu,
klien, keluarga, kelompok atau komunitas (Nursalam, 2013). Studi kasus digunakan
untuk memperoleh pengetahuan mendalam tentang suatu peristiwa yang aktual dan
sedang berlangsung. Peristiwa yang dipilih disebut sebagai kasus (Mudjis, 2017). Studi
kasus ini merupakan studi kasus untuk mengeksplorasi asuhan keperawatan keluarga
hipertesi dengan manajemen kesehatan keluarga tidak efektif.
1.2 Batasan Istilah.
Batasan istilah merupakan pernyataan yang menjelaskan istilah-istilah kunci
fokus studi kasus. Beberapa istilah antara lain:
1. Asuhan keperawatan keluarga merupakan rangkaian interaksi keperawatan dengan
klien dan keluarga untuk mencapai tujuan kepuasan dan kemandirian kebutuhan.
2. Definsi Hipertensi menurut WHO adalah suatu kedaan dimana peningkatan darh
sistolik berada diatas batas normal yaitu lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik ebih dari 90 mmHg. Kondisi ini menyebbkan pembuluh darah terus
meningkatan tekakan darah
3. Definisi manajemen kesehatan keluarga tidak efektif menurut PPNI (2016) adalah
pola penanganan masalah dalam keluarga yang tidak memuaskan untuk memulihkan
kondisi kesehatan anggota keluarga

1.3 Partisipan
Subyek yang digunakan sebagai partisipan dalam studi kasus ini adalah 2 keluarga
yang masuk dalam tipe keluarga inti yang memiliki masalah keperawatan dan diagnosa
medis yang sama. Partisipan atau unit yang diteliti dalam studi kasus ini keluarga
hipertensi dengan mnajemen kesehatan keluarga tidak efektif.
1. Insklusi.
a. Keluarga hipertensi dengan manajemen kesehatan keluarga tidak efektif/
b. Keluarga yang sudah disetujui untuk dijadikan partisipan.
2. Ekslusi.
a. Keluarga yang sudah mampu menajemen kesehatan keluarga secara efektif
1.4 Lokasi dan Waktu Peneliian.
1. Lokasi
Studi kasus ini dilakukan pada keluarga dan klien hipertensi dengan
manajaemen kesehatan keluarga tidak efektif di Wilayah Puskesmas Pakis.
2. Waktu.
Studi kasus ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei tahun 2022. Lama
penelitian ini selama 2 sampai 3 minggu dengan mengunjumgi 3x dalam seminggu.

1.5 Pengumpulan Data.


Pada sub bab ini dijelaskan terkait metode pengumpulan data yang digunakan.
1) Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data antara peneliti dan klien. Tujuan dari
wawancara ialah mendengarkan dan meningkatkan kesejahteraan pasien melalui hubungan
saling percaya dan suportif. Teknik ini digunakan untuk mendapatkan masalah utama klien
dan riwayat penyakit saat ini. Metode wawancara mempunyai tujuan sebagai berikut:
a. Identifikasi informasi yang penting untuk mendiagnosis dan merencanakan
perawatan
b. Meningkatkan hubungan perawat dengan pasien dalam menawarkan kesempatan
untuk berdialog.
c. Menemukan informasi untuk memecahkan masalah yang dihadapi pasien
d. Membantu meningkatkan hubungan terapeutik pasien..
Menurut Potter dan perry, penulis mengumpulkan data mengenai:
1. Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
suku, bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosa
medis.
2. Keluhan utama.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan utama klien untuk meminta
pertolongan keseharan.
3. Riwayat penyakit sekarang.
Riwayat penyakit sekarang ditemukan saat pengkajian, yang diuraikan dari mulai
masuk tempat perawatan sampai dilakukan pengkajian.
4. Riwayat penyakit dahulu.
Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh pada
penyakit yang diderita sekarang serta apakah pernah mengalami pembedahan
sebelumnya.
5. Riwayat kesehatan keluarga.
Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainya yang menderita penyakit yang
sama seperti klien.
2) Observasi
Observasi dilakukan secara fisik disini yang perlu peneliti diperhatikan adalah
tingkat pengetahuan klien.
3) Studi dokumentasi dan angket.
Dokumentasi adalah pengumpulan data dengan cara mengambil data yang

berasal dari data asli. Dokumen asli berupa pemeriksaan penunjang dan rekam

medik. Memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan adanya


informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dari tujuan peneliti. Jika

subjek menyetujui maka subjek harus menantadangani lembar persetujuan

tersebut. Jika subjek tidak bersedia maka peneliti harus menghormati keputusan

klien sebagai hak klien. Beberapa informasi yang harus ada dalam lembar informed

consent yaitu antara lain: partisipan pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis

data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur, pelaksanaan, potensial masalah yang

akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi, dan lain

sebagainya.

Angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden

untuk dijawabnya (Sugiyono, 2015:142). Sementara Suharsimi (1995:135-138)

mengatakan angket tertutup adalah angket yang disajikan dalam bentuk

sedemikian rupa sehingga responden tinggal memberikan tanda centang () pada

kolom atau tempat yang sesuai. Angket terbuka adalah angket yang disajikan

dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden dapat memberikan isian sesuai

dengan kehendak dari keadaannya. Angket campuran yaitu gabungan antara

angket terbuka dan tertutup. Angket yang digunakan dalam penelitian ini berupa

angket tertutup.

1.6 Uji Keabsahan Data.


Uji Keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data/ informasi yang
diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data dengan validasi tinggi.
Uji keabsahan data dilakukan dengan;
1. Memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan.
2. Sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tiga sumber data utama
yaitu klien, perawat, keluarga, dan perawat yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti.
3. Keabsahan data perlu dijamin akan kebenarannya, peneliti telah melakukan dengan
konfirmasi informasi yang telah ditemukan dengan cara melakukan verifikasi tingkat
kepercayaan (credibility) dengan tujuan untuk menilai kebenaran dari temuan data
yang telah dibuat oleh peneliti berdasarkan informasi dari partisipan.
4. Partisipan diberi kesempatan untuk membaca berulang kali dan dimohon memberikan
penilaian apakah isi temuan data tersebut sesuai dengan pengalaman diri sendiri.
(Prawoto, 2015)

1.7 Analisa Data.


Analisa data dilakukan dengan cara mengemukakan data fakta, selanjutnya
membandingkan dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini
pembahasan.Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban-jawaban
yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara mendalam yang dilakukan untuk
menjawab rumusan masalah. Teknik analisis yang digunakan cara observasi oleh peneliti
dan studi dokumentasi yang menghasilkan data selanjutnya diinterpretasikan oleh peneliti
dibandingkan teori yang ada sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi dalam
intervensi tersebut.
Urutan dalam analisis adalah:
1. Pengumpulan data.
Data yang dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi, dokementasi). Hasil
di tulis dalam catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk proposal.
2. Mereduksi data.
Dari hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan dijadikan dalam
bentuk proposal dan dikelompokkan menjadi data subjektif dan objektif, di analisis
berdasarkan pemeriksaan diagnoctic kemudian dibandingkan nilai normal.
3. Penyajian data.
Penyajian data dapat dilakukan dengan table, gambar, bagan, maupun teks naratif,
kerahasiaan di jamin dengan tidak mengumbarkan identitas dari klien.
4. Kesimpulan.
Data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan hasil-hasil
penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan. Penarikan
kesimpulan dilakukan dengan metode indikasi. Data yang dikumpulkan terkait
dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan dan evaluasi.
1.8 Alur Penelitian.

Permohonan surat ijin penelitian

Populasi Seluruh Klien Defisit Pengetahuan Mengenai Pencegahan Penularan


COVID-19

Peneliti Menentukan Sample dengan 2 Partisipan Berdasarkan Insklusi Yang Ditentukan


Peneliti

Menjelaskan Maksud dan Tujuan Peneliti

Informed Consent Memastikan Legalitas Persetujuan Dengan Surat Persetujuan Dengan Surat
Persetujuan Bersedia Menjadi Responden

Uji Keabsahan Data Mengunakan Triangulasi Sumber,Teknik Dan Waktu

Analisa Dara

Hasil dan Pembahasan

Penarikan Kesimpulan

Penyajian Data
1.9 Etika Penelitian.
1) Informed Consent (persetujuan menjadi responden)
Informed consent merupakan ketersediaan subjek penelitian yang akan diteliti.
Peneliti memberikan informasi tujuan asuhan keperawatan yang akan dilakukan.
Kemudian peneliti memberikan lembar persetujuan menjadi responden. Responden
dapat menentukan apakah bersedia atau tidak menjadi subjek penelitian tanpa ada
paksaan apapun.
2) Anonimity (tanpa nama)
Peneliti wajib menjaga kerahasiaan informasi atau data yang diberikan oleh
subjek penelitian tanpa mencantumkan nama (anonymity). Peneliti dapat menjamin
tidak akan mencamtumkan nama jelas subjek penelitian dan hanya akan
mencamtumkan inisial subjek penelitian.
3) Confidentiality (kerahasiaan)
Peneliti wajib menjaga kerahasiaan informasi atau dara dari subjek penelitian.

Penulis menjamin kerahasiaan dari hasil laporan kasus baik informasi maupun

masalah lainya seperti data responden yang disimpan dengan baik dan tidak

mengumbar data tersebut tanpa ada persetujuan dari responden.


DAFTAR PUSTAKA

Andra Saferi Wijaya & Yessie Mariza Putri. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Aspiani, R.Y., 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler.
Jakarta: EGC.
Black & Hawk. 2014. Medikal Surgical Nursing Clinical Management for Positiveoutcomes
(Ed. 7). St. Louis : Missouri Elsevier Saunders.
Harmoko. 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mubarak, Wahit Iqbal., Lilis Indrawati., & Joko Susanto. (2015). Buku Ajar
IlmuKeperawatan Dasar (hlm. 3-24). Jakarta: Salemba Medika.
Muninjaya, A.A. Gde. 2012. Manajemen mutu pelayanan kesehatan. Kedokteran EGC :
Jakarta Nuha Medika
Padila. (2012). Buku Ajar: Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Nuha Medika.
Smeltzer, S. C. And Bare, B. G. 2012.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
&Sudart Edisi 8. Jakarta: EGC
Suarni L & Apriyani H.(2017). Metodologi Keperawatan .Yogyakarta: Pustaka Panesa
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standart diagnosis keperawatan Indonesia, definisi dan
indikator diagnostik. Edisi pertama Cetakan kedua. DPP PPNI Jakarta.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia, definisi dan
tindakan keperawatan. Edisi pertama cetakan kedua. DPP PPNI Jakarta.
Triyanto, Endang. 2014. Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi secaraTerpadu.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Widyanto. (2014). Keperawatan Komunitas Dengan Pendekatan Praktis. Yogyakarta :
Sorowajan
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Muninjaya,
A.A. Gde. 2012. Manajemen mutu pelayanan kesehatan. Kedokteran EGC : Jakarta Nuha
Medika

Anda mungkin juga menyukai