Anda di halaman 1dari 65

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Peningkatan prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM) berdampak terhadap
peningkatan beban pembiayaan kesehatan yang harus ditanggung Negara dan masyarakat.
Penyandang PTM memerlukan biaya yang relatif mahal, terlebih bila kondisinya berkembang
menjadi kronik dan terjadi komplikasi (Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementrian Kesehatan RI,
2014). Hasil evaluasi Kebijakan dan Pelayanan Program JKN tahun 2015, di dapatkan
diagnosa terbanyak yang dirujuk ke Rumah Sakit adalah Hipertensi Essensial (Rusadi M. A.,
2016). Chowdhury (2013) dari CDC’s Noon Conference Departemen of Health ang Human,
services – USE melaporkan di Amerika, hanya 51% pasien hipertensi yang patuh terhadap
terapi jangka panjang. Ketidakpatuhan ini meningkatkan beban biaya negara sekitar $ 100
miliar hingga $ 289.000.000.000 per tahun atau $ 2000 per pasien. Dikatakan bahwa
Peningkatan manajemen diri pasien penyakit kronis diperkirakan menghemat biaya negara
1:10.
Data dari Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment on High Blood Pressure VII (JNC-VII), hampir 1 milyar orang menderita hipertensi
di dunia. Sampai saat ini Hipertensi masih menjadi masalah utama di dunia, baik di Negara
maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia (RSUP Sanglah Denpasar
bekerja sama dengan Kemenkes RI, Komisi Akreditasi Rumah Sakit, JCI Approved Seal, Rabu
17 April 2013). Hasil penelitian di 15 Kabupaten/Kota di Indonesia, yang dilakukan oleh Felly
PS et al pada tahun 2011 hingga 2012, dari Badan Litbangkes Kemenkes (2014), ditemukan
fenomena 17,7 % kematian disebabkan oleh Stroke dan 10% kematian disebabkan oleh
Ischaemic Heart Disease. Dua penyakit penyebab kematian teratas ini, “soulmate factor” nya
adalah Hipertensi.
Memang terjadi penurunan angka kejadian Hipertensi di Indonesia menurut data
Riskesdas dari 31,7% tahun 2007 menjadi 25,8% pada tahun 2013. Namun hasil analisis data
Riskesdas tahun 2007/2008 dengan unit analisis Rumah Tangga, menunjukkan gambaran
bahwa hanya 82,5% Rumah Tangga yang bebas Hipertensi. Ini berarti jika di Indonesia ada
sekitar 63.031.114 Rumah Tangga dengan 4 ART, maka terdapat 52.000.689 RT yang bebas
Hipertensi dan masih terdapat 11.030.425 RT yang dibayang-bayangi penyakit Hipertensi
anggota keluarganya. Bahkan diantaranya terdapat 2 orang ART yang mengidap penyakit

1
Hipertensi dalam RT nya (Riskesdas, 2013). Hal ini bisa dilihat dari proporsi hipertensi
menurut Diagnose Nakes atau minum obat dibandingkan dengan proporsi hipertensi setelah
dilakukan pengukuran secara langsung dengan tensimeter. yang perlu mendapat pencermatan
dan perhatian lebih dalam adalah adanya ketidak sadaran masyarakat jika dirinya ternyata
berkondisi Hipertensi (Pusdatin Kemenkes RI, 2015).
Upaya mencapai Indonesia Sehat dalam kurun waktu 2015 –2019, diarahkan guna
menanggulangi hipertensi dan penyakit tidak menular lainnya. Salah satu bentuk kegiatan
tersebut adalah meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diimbangi dengan pembayaran
pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (Pusat Kebijakan dan Manajemen
Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2016). Untuk
mengelola penyakit hipertensi termasuk penyakit tidak menular lainnya, Kemenkes RI sejak
tahun 2012 telah membuat kebijakan yaitu: 1) Mengembangkan dan memperkuat kegiatan
deteksi dini hipertensi; 2) Kegiatan Posbindu PTM; 3) Peningkatan sumberdaya tenaga
kesehatan fasilitas pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas; Peningkatan manajemen
pelayanan pengendalian PTM secara komprehensif (terutama promotif dan preventif) dan
holistik; serta Peningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana promotif-preventif. Melalui
JKN dilakukan kendali mutu dengan melaksanakan pembayaran berbasis kinerja di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP dan kendali biaya dilakukan melalui pengembangkan
integrated care.Kesemuanya itu ditujukan kepada tercapainya keluarga-keluarga sehat
(Kemenkes RI, 2016).
Perhatian pemerintah tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan RI
dalam rangka pengendalian PTM di Indonesia, dibentuklah Direktorat Pengendalian Penyakit
Tidak Menular (PPTM) pada Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (P2PL) yang meliputi 5 sub direktorat yaitu Subdit Pengendalian Kanker, Subdit
Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Subdit Pengendalian Penyakit Kronis
dan Degeneratif, Subdit Pengendalian Penyakit Diabetes Mellitus dan Metabolik, dan Subdit
Pengendalian Gangguan Akibat Kecelakaaan dan Tindak Kekerasan. Dengan demikian,
kebijakan, strategi dan program pengendalian PTM dikoordinasikan oleh Direktorat PPTM.
Dalam rangka pencapaian kinerja yang optimal di bidang kesehatan sesui dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 49 tahun 2016 tentang Pedoman
teknis pengorganisasian Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota. Maka tugas dan fungsi
Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa di Dinas
Kesehatan adalah Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan

2
teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pencegahan dan
pengendalian penyakit tidak menular dan kesehatan jiwa. Agar program dapat terlaksana
dengan baik, maka perlu dilakukan integrasi program dan peningkatan kinerja pemegang
program PTM. Selain keberhasilan pengelolaan program juga dapat mengalami kegagalan
(Rangkuti, 2017).
Pada tahun 2018 didapatkan data pada Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga (PIS-PK), Indikator Hipertensi berobat teratur merupakan urutan ke lima yang
menyebabkan keluarga menjadi tidak sehat. Provinsi Lampung memiliki nilai IKS 0,087 pada
tahun 2018 yaitu urutan ke tiga terendah dari seluruh Provinsi di Indonesia (Riskesdas, 2018).
Demikian halnya dengan Kabupaten Way Kanan sebagian besar penyandang hipertensi tidak
rutin mengukur tekanan darahnya (63,94%). Hampir sebagian penyandang hipertensi di
kabupaten Way Kanan (49,07%) tidak rutin berobat dan (43, 92 %) merasa sudah sehat. Hal
tersebut meningkatkan potensi komplikasi berupa kecacatan permanen maupun kematian.
Selain itu hasil Pencapaian Kinerja Pelayanan tahun 2021 UPT Puskesmas Pisang Baru,
penyandang Hipertensi yang diobati sesuai standar hanya 12,8 % saja. Demikian pula data
kunjungan di Balai Pengobatan UPT Puskesmas Pisang baru baik rawat jalan maupun rawat
inap, Hipertensi dan komplikasinya merupakan penyakit terbanyak (Nomor satu) pada tahun
2020, 2021, dan 2022.
Begitu besarnya ancaman masalah Hipertensi di Wilayah kerja UPT Puskesmas Pisang
Baru, diperlukannya kerjasama lintas program dan lintas sektor terkait untuk menyelesaikan
masalah tersebut. Keperawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) pada dasarnya adalah
pelayanan keperawatan profesional yang merupakan perpaduan antara konsep kesehatan
masyarakat dan konsep keperawatan yang ditujukan pada seluruh masyarakat dengan
penekanan pada kelompok resiko tinggi. Dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang
optimal dilakukan melalui peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit
(preventif) di semua tingkat pencegahan (levels of prevention) dengan menjamin
keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra kerja
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan keperawatan. Tujuan pelayanan
keperawatan kesehatan masyarakat adalah meningkatkan kemandirian masyarakat dalam
mengatasi masalah keperawatan kesehatan masyarakat yang optimal. Pelayanan keperawatan
diberikan secara langsung kepada seluruh masyarakat dalam rentang sehat-sakit dengan
mempertimbangkan seberapa jauh masalah kesehatan masyarakat mempengaruhi individu,
keluarga, dan kelompok maupun masyarakat. Dengan demikian Perkesmas diprediksi akan

3
mampu menjawab tantangan terhadap permasalahan Hipertensi di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Pisang Baru.
Hasil kajian analisis situasi oleh seluruh Staf UPT Puskesmas Pisang Baru diputuskan
melalui Optimalisasi Perkesmas diharapkan mampu menaikkan Indeks Keluarga Sehat di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Pisang Baru pada akhir tahun 2022 mendatang secara
signifikan. Diagnosa keperawatannya yang muncul adalah Resiko Penurunan Perfusi Jaringan
Penyandang Hipertensi di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Pisang Baru. Intervensi yang
dilakukan adalah dengan mengadopsi Model Keperawatan Calista Roy yaitu model adaptasi,
Roy mengatakan “Manusia hidup berdampingan dengan lingkungan fisik dan sosialnya”. Roy
dan Andrey (1999) dalam Buku Pakar Teori Keperawatan dan Karya Mereka (2014)
mengatakan bahwa “Berbagi takdir dengan alam semesta dan bertanggung jawab terhadap
transformasi timbal-balik”. Hal ini yang menjadi dasar teori yang dapat diterapkan dalam
sebuah kelompok masyarakat.
Pemenuhan kebutuhan dasar manusia; biologi, psikologi, sosial dan spiritual menjadi
dasar dalam rancangan Asuhan Keperawatan Pada Kelompok Masyarakat dengan Hipertensi.
Pengkajian yang dilakukan pada kelompok hipertensi didapatkan bahwa masyarakat belum
mengetahui pentingnya memeriksakan diri karena ‘merasa’ tidak sakit. Hal ini menjadi salah
satu penyebab mereka tidak mau memeriksakan diri dan mengelola hipertensinya. Selain itu
metode/ alur yang selama ini dijalankan belum optimal dalam melibatkan masyarakat secara
mandiri serta kerjasama lintas program dan lintas sektor. Berdasarkan latar belakang tersebut
Perkesmas mengintegrasikan pelayanan pada kelompok hipertensi dengan membuat
pelayanan inovasi Helau Hati (Perhimpunan Keluarga Pemantau dan Pemerhati Hipertensi
Mandiri). Pelayanan ini melibatkan semua komponen masyarakat baik sehat maupun sakit
serta melibatkan lintas pelayanan baik dalam maupun luar gedung di UPT Puskesmas Pisang
Baru. Inovasi Helau Hati diharapkan mampu menjawab berbagai permasalahan di semua lini
sektor.

4
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Terbentuk kemandirian keluarga dan masyarakat dalam mengelola kesehatannya
khususnya pada Penyakit Tidak Menular (PTM); Hipertensi.

1.2.2. Tujuan Khusus


a. Terbentuknya intervensi usulan inovasi pelayanan berdasarkan hasil analisa SWOT
yaitu Helau Hati.
b. Terjadi peningkatan Indeks Keluarga Sehat pada Pelayanan PIS-PK di wilayah kerja
UPT Puskesmas Pisang Baru pada tahun 2022.
c. Terjadi peningkatan angka kontak baik sehat maupun sakit di wilayah kerja UPT
Puskesmas Pisang Baru tahun 2022.
d. Terjadinya peningkatan/ optimalisasi pelayanan Perkesmas di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Pisang Baru.
e. Terjadi Peningkatan Pelayanan Posbindu PTM dan Posyandu Lansia setiap bulannya
dilihat dari data kunjungan ada tahun 2022..

5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS PROGRAM

1. Gambaran Umum Puskesmas Pisang Baru


Puskesmas sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan memperhitungkan isu
strategis, potensi, peluang serta kendala yang mungkin timbul, telah menyusun ”Rencana
Staregis yang mencakup Visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan dan program. Dalam rangka
memberikan arah dan sasaran yang jelas serta sebagai pedoman dan tolak ukur kinerja
dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan, diselaraskan dengan penjabaran Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah di Kabupaten Sumedang Tahun 2017-2022
sebagai dasar dalam menyusun kebijakan, program kegiatan, serta pedoman dan
pengendalian kinerja dalam pelaksanaan program dan kegiatan Puskesmas dalam
pencapaian visi, misi serta tujuan yang ingin dicapai.

1.2. Visi dan Misi Puskesmas Pisang Baru tahun

Visi Puskesmas Pisang Baru tahun 2017 - 2022 yang ditetapkan adalah :
” Terciptanya pelayanan yang berkualitas dan profesional”
Dalam rangka mewujudkan Visi tersebut, maka dijabarkan ke dalam Misi
Pembangunan Kesehatan di Puskesmas Pisang Baru yang terdiri dari :
1) Memberikan Pelayanan Kepada Seluruh Masyarakat Secara Optimal dengan
Menggunakan Nilai-Nilai Norma yang Luhur.
2) Mewujudkan Pelayanan Bidang Kesehatan yang Bermutu dan dapat
dipertanggung jawabkan sesuai dengan Peraturan dan Perundang-Undangan
yang Berlaku.
3) Memberikan Pelayanan Terpadu dan Profesionalisme Kepada Seluruh
Masyarakat.
4) Meningkatkan Upaya Pelayanan yang Berkualitas
Tata Nilai
Tata nilai yang dianut Puskesmas Pisang Baru yaitu : MASKER
Mas : Memuaskan
Ke : Keselamatan
R : Ramah

1.3. Tujuan Dan Sasaran Jangka Menengah

6
Tujuan dan sasaran Jangka menengah berdasarkan Visi dan Misi Puskesmas Pisang
Baru adalah sebagai berikut :
1.3.1. Tujuan
Sebagai penjabaran dari Visi Puskesmas Pisang Baru, terdapat beberapa tujuan
yang akan dicapai antara lain :
1. Terpenuhinya Jumlah tenaga kesehatan dan tenaga penunjang sesuai
kebutuhan
2. Terpenuhinya tenaga kesehatan dan penunjang yang profesional, terampil
sesuai dengan kompetensi
3. Terpenuhinya sarana dan prasarana kes yg sesuai standar
4. Terpenuhinya kepuasan internal dan eksternal
5. Tercapainya kinerja Puskemas yang berkualitas secara optimal dalam
mendukung pencapaian tujuan pembangunan kesehatan
6. Meningkatnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
7. Meningkatnya strata UKBM
8. Meningkatnya lingkungan sehat
9. Meningkatkan kemitraan dengan pihak swasta dan masyarakat
10. Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berasuransi kesehatan
11. Meningkatkan alokasi anggaran kesehatan sebesar 10 % diluar belanja
pegawai
12. Mengoptimalkan Manajemen Puskesmas
13. Menurunkan kasus kesakitan dan jumlah kematian pada ibu, bayi dan balita

1.3.2. Sasaran

1. Penambahan Jumlah tenaga kesehatan dan tenaga penunjang sesuai


kebutuhan
2. Peningkatan Profesionalisme, keterampilan serta kompetensi tenaga
kesehatan dan tenaga penunjang
3. Penambahan dan peningkatan Status Puskesmas
4. Terpenuhinya Kuantitas dan kualitas Alat, perbekalan Kesehatan di yandas
5. Kepatuhan petugas terhadap SOP 100 %
6. Indeks Kepuasan Masyarakat
7. Mendapatkan gambaran tingkat pencapaian hasil cakupan dan mutu
kegiatan serta manajemen Puskesmas pada akhir tahun kegiatan

7
8. Tatanan Rumah tangga, Pendidikan, tempat-tempat umum, tempat kerja ,
institusi kesehatan
9. Meningkatkan posyandu purnama dan mandiri desa siaga aktif Purnama dan
mandiri
10. kerjasama dengan institusi pendidikan kesehatan, dunia usaha dan media
11. Meningkatnya kelompok-kelompok masyarakat, institusi pemerintah/swasta
yg berasuransi kesehatan
12. Terpenuhinya kebutuhan pembiayaan kesehatan sesuai undangundang
kesehatan
13. Optimalisasi manajemen kesehatan
14. Menurunnya kasus kesakitan dan jumlah kematian pada ibu, bayi dan balita
1.3.3. Strategi dan Kebijakan

Strategi dan kebijakan Puskesmas Pisang Baru berdasarkan tujuan dan sasaran
adalah sebagai berikut :
a) Strategi
1. Pemenuhan jumlah, kompetensi dan sebaran sdm kesehatan serta tenaga
penunjang sesuai dengan kebutuhan.
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, berkualitas
3. Mewujudkan UKBM yang berkualitas
4. Penguatan Kemitraan & kerjasama LS
5. Meningkatkan KIE (Komunikasi informasi Edukasi)
6. Advokasi
7. Pengoptimalan manajemen kesehatan
8. Optimalisasi pencegahan dan pengendalian Penyakit menular dan tidak
menular
9. Mengoptimalkan pelayanan kesehatan ibu, bayi dan anak Balita

b) Kebijakan
Kebijakan pembangunan kesehatan mengacu pada sasaran yang tertuang
dalam rancangan RPJMD berdasarkan strategi diatas terdiri dari:
1. Rekruitmen dan pendistribusian SDM Kesehatan sesuai kebutuhan
2. Peningkatan kompetensi SDM kesehatan
3. Pemenuhan fasilitas pelayanan kesehatan Puskesmas dan jaringannya.

8
4. Pemenuhan sarana dan prasarana termasuk alat kesehatan di semua unit
pelayanan baik dipelayanan dasar maupun rujukan
5. Peningkatan upaya kesehatan masyarakat dan perorangan
6. Peningkatan perilaku hidup sehat mandiri di seluruh tatanan (Rumah
tangga, institusi kesehatan, pendidikan, tempat kerja, tempat umum)
7. Penguatan kelembagaan dan peran serta masyarakat serta fasilitasi
implementasi penguatan STBM menuju lingkungan sehat di seluruh
tatanan
8. Pemberdayaan Masyarakat dalam bidang kesehatan menuju terwujudnya
Kabupaten Sehat
9. Mendorong peningkatan partisipasi pihak swasta dan masyarakat
10. Penerapan Sistem Informasi Kesehatan
11. Peningkatan program pencegahan dan pengendalian Penyakit
12. Peningkatan program kesehatan ibu, bayi dan balita
13. Peningkatan status gizi masyarakat
14. Peningkatan kesehatan remaja dan lansi

1.3.4. Gambaran Umum Puskesmas Pisang Baru

1. Kondisi Geografis
Peta wilayah kerja serta fasilitas pelayanan Puskesmas Pisang Baru

9
Secara geografis, posisi Puskesmas Pisang Baru terletak pada -4o19’49,248”
Lintang Selatan dan 104o27’6,012” Bujur Timur dengan luas wilayah kerja 187,4
km2, serta batas wilayah kerja:
a) Sebelah Utara : Wilayah Kec. Buay Pemuka Peliung Kab.OKU Timur,
Sumatera Selatan.
b) Sebelah Selatan : Wilayah kerja Puskesmas Way Tuba Kab.Way Kanan
c) Sebelah Timur : Wilayah Kerja Puskesmas Bumi Agung Runyai Kab.
Way Kanan.
d) Sebelah Barat : Wilayah Kec. Buay Pemuka Peliung Kab. OKU Timur
Sumatera Selatan.
Puskesmas Pisang Baru terletak di wilayah Utara Kabupaten Way Kanan dengan
jarak ± 40 km dari pusat kota Way Kanan. Puskesmas Pisang Baru berjarak ± 40
km dari RS Rujukan, dan hal ini merupakan suatu kemudahan bagi Puskesmas
Pisang Baru dalam hal melakukan pelayanan rujukan ke Fasilitas Pelayanan
Kesehatan (Fasyankes) yang lebih tinggi.
Puskesmas Pisang Baru merupakan salah satu puskesmas yang ada di Kecamatan
Bumi Agung, Kabupaten Way Kanan, dengan wilayah kerja terdiri dari 5
kampung.

Tabel 1. Luas wilayah per Kampung dapat dilihat pada tabel berikut ini :
NAMA JARAK KE
NO KAMPUNG/ LUAS WILAYAH (KM2) PUSKESMAS
KELURAHAN (km)
1. Pisang Baru 144,2 0
2. Pisang Indah 12,0 3
3. Sukamaju 12,1 4
4. Wonoharjo 12,1 6
5. Srinumpi 7,0 3
Jumlah 187,4

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa Kampung yang


wilayahnya paling luas adalah Kampung Pisang Baru, sedangkan luas wilayah
terkecil adalah Kampung Srinumpi. Kampung yang jaraknya terjauh dari
Puskesmas adalah Kampung Wohoharjo, sedangkan yang terdekat adalah
Kampung Pisang Baru.

2. Kondisi Demografis
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pisang Baru tahun 2021 adalah
13.982 jiwa, dengan rincian per Kampung seperti dalam tabel berikut.

10
Tabel 2. Data jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pisang Baru tahun
2021
JUMLAH
NO NAMA KAMPUNG PENDUDUK TOTAL
L P
1. Pisang Baru 2.667 2.560 5.227
2. Pisang Indah 1.388 1.664 3.052
3. Sukamaju 1.459 1.207 2.666
4. Wonoharjo 1110 823 1.933
5. Srinumpi 563 541 1.104
Jumlah 7.202 6.772 13.982

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa penduduk jenis kelamin laki-laki


lebih banyak dibanding dengan jenis kelamin perempuan. Adapun distribusi
penduduk terbanyak terdapat pada Kampung Pisang Baru.

11
3. Sarana Pelayanan Kesehatan
Secara umum jumlah sarana pelayanan kesehatan yang berada di wilayah kerja
Puskesmas Pisang Baru tahun 2020 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Jenis sarana fasilitas kesehatan.
NO JENIS SARANA YAN KES JUMLAH KETERANGAN
1 RSU Pemerintah 0
2 RSU Swasta 0
3 RS Khusus Swasta 0
4 Klinik Swasta 2
5 Puskesmas 1
6 Pustu 2
7 Ponkestren 2
8 Pusling 1
9 Poskesdes 3
10 Apotek 1
11 Dokter Umum Praktek Swasta 0
12 Dokter Gigi Praktek Swasta 2
13 Bidan Praktek Mandiri 6
14 Posyandu 10
15 Rumah Bersalin 0
TOTAL 30

Sumber data: Data tahun 2021


Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa, sarana kesehatan terbanyak di wilayah
kerja Puskesmas Pisang Baru adalah Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM)
yaitu Posyandu, diikuti Bidan Praktek Mandiri (BPM).

12
4. Ketenagaan
Kualifikasi ketenagaan berdasarkan tingkat pendidikan dan status kepegawaian di
Puskesmas Pisang Baru tahun 2021 beserta jaringannya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Tingkat pendidikan.
Status Kepegawaian
No. Pendidikan KONTRA
PNS PTT TKS
K
1. Dokter Umum 2 0 1 0
2. Dokter Gigi 1 0 0 0
3. Magister Keperawatan 1 0 0 0
4. Magister Kebidanan 1 0 0 0
5. Sarjana Kesehatan 2 0 0 0
Masyarakat
6. Sarjana Keperawatan / Ners 3 0 3 0
7. Sarjana Farmasi 0 0 1 0
8. Apoteker 0 0 0 0
9. D. IV Kebidanan 1 0 4 0
10. D. III Kebidanan 13 0 13 0
11. D. III Keperawatan 3 0 9 0
12. D. III Gizi 1 0 0 0
13. Tenaga Analis 1 0 0 0
(Laboratorium)
14. Tenaga Kesehatan 1 0 0 0
Lingkungan
15. D. I Kebidanan 1 0 0 0
16. SPK 1 0 0 0
17. SMA 0 0 2 0
18. D. III Perawat Gigi 0 0 0 0
19. Tenaga Bendahara Keuangan 0 0 0 1
20. Tenaga Promkes 0 0 0 1
21. Tenaga Administrasi 0 0 0 0
22. Tenaga Rekam Medis 0 0 0 0
JUMLAH 32 0 33 2

Sumber data: Data Kepegawaian Puskesmas Pisang Baru tahun 2021

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa, ketenagaan di Puskesmas Pisang Baru


sebagian besar berstatus TKS, berpendidikan D3 dan berprofesi sebagai Bidan.

13
5. Sarana dan Prasarana Penunjang
Bangunan gedung Puskesmas Pisang Baru terdiri dari satu lantai, terbagi atas :
Tabel 5. Ruangan Puskesmas.
NO NAMA RUANG Ada / Tidak
1. Ruangan Kepala Puskesmas Ada
2. Ruangan Administrasi Kantor Ada
3. Ruangan Rapat Ada
Ruangan pendaftaran dan rekam Ada
4.
medik
5. Ruangan Tunggu Ada
6. Ruangan Pemeriksaan Umum Ada
7. Ruangan Tindakan Ada
8 Ruang UGD Ada
9 Ruang Perawatan Laki-laki Ada
10 Ruang Perawatan Perempuan Ada
11 Ruang Perawatan Anak Ada
12 Ruang Isolasi Tidak Ada
13 Ruangan KIA KB Ada
14 Ruangan Kesehatan Gigi dan Mulut Ada
15 Ruangan Promosi Kesehatan Ada
16 Ruangan ASI Ada
17 Ruang Farmasi Ada
18 Ruangan persalinan Ada
19 Ruangan rawat paska persalinan Ada
20 Laboratorium Ada
21 Ruangan sterilisasi Ada
22 Ruangan penyelenggaraan makanan Tidak Ada
23. Kamar Mandi 8 (petugas dan pasien)
24. Gudang Umum Ada
25. Rumah Dinas 2 (1 alih fungsi : PONED)
26. Garasi Ada
Sumber data : Data Inventaris Barang Puskesmas Pisang Baru 2020\

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa, ruang pelayanan rawat jalan adalah
sudah memenuhi jumlah ruang menurut PMK No 43 Tahun 2019 Tentang Puskesmas.
Tata letak ruang pelayanan pada bangunan Puskesmas Pisang Baru belum memperhatikan
kelompok zona infeksius dan non infeksius.
Pencahayaan dan penghawaan untuk semua bangunan Puskesmas dirasa belum
maksimal, karena masih diperlukan lampu penerang di semua ruangan pada saat
pelayanan.
Dalam rangka pelaksanaan program di Puskesmas beserta jaringannya dibutuhkan
sarana dan prasarana penunjang yang dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

14
Tabel 6. Jenis sarana penunjang
Jenis Sarana Jumlah Sarana Penunjang
No
Penunjang Kurang Cukup Lebih
1 Obat obatan √
2 Laboratorium √
3 Sterilisator √
4 Alkes lainnya √
5 Genset √
6 Pusling √

Sumber data : Data Inventaris Barang Puskesmas Pisang Baru, 2021


Berdasarkan PMK No 43 Tahun 2019, maka sarana penunjang yang masih kurang
(belum lengkap) terpenuhi adalah alat kesehatan.

15
2. Keperawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas

Keperawatan kesehatan masyarakat, merupakan salah satu kegiatan pokok Puskesmas


yang sudah ada sejak konsep Puskesmas di perkenalkan. Perawatan Kesehatan
Masyarakat sering disebut dengan PHN (Public Health Nursing) namun pada akhir-akhir
ini lebih tepat disebut CHN (Community Health Nursing). Perubahan istilah public
menjadi community, terjadi di banyak negara karena istilah “public” sering kali di
hubungkan dengan bantuan dana pemerintah (government subsidy atau public funding),
sementara keperawatan kesehatan masyarakat dapat dikembangkan tidak hanya oleh
pemerintah tetapi juga oleh masyarakat atau swasta, khususnya pada sasaran individu
(UKP), contohnya perawatan kesehatan individu di rumah (home health nursing).

Keperawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) pada dasarnya adalah pelayanan


keperawatan profesional yang merupakan perpaduan antara konsep kesehatan masyarakat
dan konsep keperawatan yang ditujukan pada seluruh masyarakat dengan penekanan pada
kelompok resiko tinggi. Dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal
dilakukan melalui peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif)
di semua tingkat pencegahan (levels of prevention) dengan menjamin keterjangkauan
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra kerja dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan keperawatan.

Tujuan pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat adalah meningkatkan


kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah keperawatan kesehatan masyarakat
yang optimal. Pelayanan keperawatan diberikan secara langsung kepada seluruh
masyarakat dalam rentang sehat-sakit dengan mempertimbangkan seberapa jauh masalah
kesehatan masyarakat mempengaruhi individu, keluarga, dan kelompok maupun
masyarakat.

Sasaran keperawatan kesehatan masyarakat adalah seluruh masyarakat termasuk


individu, keluarga, kelompok beresiko tinggi termasuk kelompok/ masyarakat penduduk
di daerah kumuh, terisoIasi, berkonflik, dan daerah yang tidak terjangkau pelayanan
kesehatan.

Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat dapat diberikan secara langsung pada

16
semua tatanan pelayanan kesehatan , yaitu :

1. Di dalam unit pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dll) yang mempunyai
pelayanan rawat jalan dan rawat inap.

2. Di rumah

Perawat “home care” memberikan pelayanan secara langsung pada keluarga di rumah
yang menderita penyakit akut maupun kronis. Peran home care dapat meningkatkan
fungsi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mempunyai resiko tinggi
masalah kesehatan.
3. Di sekolah

Perawat sekolah dapat melakukan perawatan sesaat (day care) diberbagai institusi
pendidikan (TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan tinggi, guru dan karyawan). Perawat
sekolah melaksanakan program screening kesehatan, mempertahankan kesehatan, dan
pendidikan kesehatan
4. Di tempat kerja/industri

Perawat dapat melakukan kegiatan perawatan langsung dengan kasus


kesakitan/kecelakaan minimal di tempat kerja/kantor, home industri/ industri, pabrik dll.
Melakukan pendidikan kesehatan untuk keamanan dan keselamatan kerja, nutrisi
seimbang, penurunan stress, olah raga dan penanganan perokok serta pengawasan
makanan.
5. Di barak-barak penampungan

Perawat memberikan tindakan perawatan langsung terhadap kasus akut, penyakit


kronis, dan kecacatan fisik ganda, dan mental.
6. Dalam kegiatan Puskesmas keliling

Pelayanan keperawatan dalam puskesmas keliling diberikan kepada individu, kelompok


masyarakat di pedesan, kelompok terlantar. Pelayanan keperawatan yang dilakukan
adalah pengobatan sederhana, screening kesehatan, perawatan kasus penyakit akut dan
kronis, pengelolaan dan rujukan kasus penyakit.
7. Di Panti atau kelompok khusus lain, seperti panti asuhan anak, panti wreda, dan panti
sosial lainya serta rumah tahanan (rutan) atau lembaga pemasyarakatan (Lapas).

17
8. Pelayanan pada kelompok kelompok resiko tinggi

 Pelayanan perawatan pada kelompok wanita, anak-anak, lansia mendapat


perlakukan kekerasan

 Pelayanan keperawatan di pusat pelayanan kesehatan jiwa

 Pelayanan keperawatan dipusat pelayanan penyalahgunaan obat

 Pelayanan keperawatan ditempat penampungan kelompok lansia, gelandangan


pemulung/pengemis, kelompok penderita HIV (ODHA/Orang Dengan Hiv-Aids),
dan WTS

Fokus utama kegiatan pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat adalah


meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keperawatan, membimbing dan mendidik
individu, keluarga, kelompok, masyarakat untuk menanamkan pengertian, kebiasaan
dan perilaku hidup sehat sehingga mampu memelihara dan meningkatkan derajad
kesehatannya.

Keperawatan kesehatan masyarakat berorientasi pada proses pemecahan masalah yang


dikenal dengan “proses Keperawatan” (nursing proses) yaitu metoda ilmiah dalam
keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai cara terbaik dalam
memberikan pelayanan keperawatan yang sesuai respon manusia dalam menghadapi
masalah kesehatan. Langkah langkah proses keperawatan kesehatan masyarakat adalah
pengakajian, perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Dalam penerapan proses
keperawatan, terjadi proses alih peran dari tenaga keperawatan kepada klien (sasaran)
secara bertahap dan berkelanjutan untuk mencapai kemandirian sasaran dalam
menyelesaikan masalah kesehatannya.

Proses alih peran tersebut digambarkan sebagai lingkaran dinamis proses keperawatan,
berikut:

Gambar 1.
Lingkaran Dinamis Proses Keperawatan.

18
Keterangan :

Berdasarkan uraian diatas, pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat mempunyai ciri


sebagai berikut:
1. Merupakan perpaduan pelayanan keperawatan dan kesehatan masyarakat

2. Adanya kesinambungan pelayanan kesehatan (continuity of care)

3. Fokus pelayanan pada upaya peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit
(preventif) baik pada pencegahan tingkat pertama, kedua maupun ketiga

4. Terjadi proses alih peran dari perawat kesehatan masyarakat kepada klien (individu,
keluarga, kelompok, masyarakat) sehingga terjadi kemandirian

5. Ada kemitraan perawat kesehatan masyarakat dengan masyarakat dalam upaya


kemandirian klien.

6. Memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain serta masyarakat

2.1. Keperawatan Kesehatan Masyarakat Sebagai Upaya Kesehatan Puskesmas

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Rl Nomor 128/Menkes/ SK/II/ Tahun 2004
tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, Keperawatan Kesehatan

Masyarakat (Perkesmas) merupakan pelayanan penunjang yang kegiatannya terintegrasi


dalam upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan. Apabila di suatu
daerah terdapat masalah kesehatan spesifik (mis. Endemis malaria, DBD, dsb) yang
membutuhkan intervensi keperawatan kesehatan masyarakat, maka Perkesmas menjadi
upaya kesehatan pengembangan.

19
2.1.1. Tujuan

Umum :
Meningkatnya kemandirian masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan khususnya
masalah keperawatan kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
optimal
Tujuan Khusus :
1. Meningkatnya pengetahuan, sikap dan perilaku individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat tentang kesehatan
2. Meningkatnya penemuan dini kasus - kasus prioritas
3. Meningkatnya penanganan keperawatan kasus prioritas di Puskesmas

4. Meningkatnya penanganan kasus prioritas yang mendapatkan tindak lanjut


keperawatan di rumah.

5. Meningkatnya akses keluarga miskin mendapat pelayanan kesehatan I keperawatan


kesehatan masyarakat.

6. Meningkatnya pembinaan keperawatan kelompok khusus.

7. Memperluas daerah binaan keperawatan di masyarakat.

2.1.2. Lingkup pelayanan

Lingkup pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat meliputi upaya


kesehatan perorangan (UKP) maupun upaya kesehatan masyarakat (UKM). Pelayanan
kesehatan yang diberikan lebih difokuskan pada promotif dan preventif tanpa
mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Upaya preventif meliputi pencegahan tingkat
pertama (primary prevention), pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) maupun
pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention).

2.1.3. Sasaran

Sasaran keperawatan kesehatan masyarakat adalah individu, keluarga, kelompok,


masyarakat yang mempunyai masalah kesehatan akibat factor ketidak tahuan, ketidak
mauan maupun ketidakmampuan dalam menyelesaikan masalah kesehatannya. Prioritas
sasaran adalah yang mempunyai masalah kesehatan terkait dengan masalah kesehatan
prioritas daerah, terutama :
a. Belum kontak dengan sarana pelayanan kesehatan (Puskesmas serta jaringannya)
b. Sudah memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan tetapi memerlukan tindak lanjut

20
keperawatan di rumah.Sasaran terdiri dari:

a. Sasaran individu

Sasaran priotitas individu adalah balita gizi buruk, ibu hamil risiko tinggi, usia lanjut,
penderita penyakit menular (a.I TB Paru, Kusta, Malaria, Demam Berdarah, Diare,
ISPA/Pneumonia), penderita penyakit degeneratif.

b. Sasaran keluarga

Sasaran keluarga adalah keluarga yang termasuk rentan terhadap masalah kesehatan
(vulnerable group) atau risiko tinggi (high risk group), dengan prioritas :

1. Keluarga miskin belum kontak dengan sarana pelayanan kesehatan (Puskesmas


dan jaringannya) dan belum mempunyai kartu sehat.

2. Keluarga miskin sudah memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan mempunyai


masalah kesehatan terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan balita,
kesehatan reproduksi, penyakit menular.

3. Keluarga tidak termasuk miskin yang mempunyai masalah kesehatan prioritas serta
belum memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan

Gambar 2
Keterpaduan Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Dalam Upaya Kesehatan Puskesmas

Promkes KIA& Gizi P2M Kesling Pengobatan KB

2.2. Keperawatan kesehatan masyarakat sebagai upaya kesehatan pengembangan


Puskesmas
Bila di wilayah kerja Puskesmas, terdapat masalah kesehatan yang spesifik dan
memerlukan asuhan keperawatan secara terprogram, maka Perkesmas dapat
dilaksanakan sebagai upaya kesehatan pengembangan. Upaya Perkesmas, dimulai

21
dengan melakukan pengkajian terhadap masyarakat yang mempunyai masalah spesifik
(misalnya tingginya Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Ibu, penderita TB Paru,
DBD, Malaria, dll) untuk dapat dirumuskan masalah keperawatannya dan
penyebabnya, sehingga dapat direncanakan intervensi yang akan dilakukan baik
terhadap masyarakat, kelompok khusus, keluarga maupun individu di daerah tersebut.

2.2.1. Pendekatan

Pendekatan utama yang dilakukan dalam penyelenggaraan pelayanan keperawatan


kesehatan masyarakat baik di dalam maupun di luar gedung Puskesmas, adalah
pendekatan proses keperawatan (nursing process) meliputi tahap pengkajian, penetapan
diagnosa keperawatan, penetapan rencana tindakan, implementasi tindakan keperawatan
dan tahap evaluasi. Dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan, maka secara
bertahap terjadi proses alih peran dari perawat puskesmas kepada klien. Dalam
pelaksanaan proses keperawatan tersebut, ada pendekatan lainnya, yaitu :

1. Dalam penetapan masalah kesehatan dan sasaran prioritas sasaran Keperawatan


kesehatan masyarakat dapat menggunakan pendekatan epidemiologis

2. Dalam penetapan kegiatan menggunakan tiga tingkat pencegahan (levels of


prevention)

2.2.2. Pokok Kegiatan


Kegiatan Keperawatan Kesehatan Masyarakat, meliputi kegiatan di dalam maupun di
luar gedung Puskesmas baik upaya kesehatan perorangan (UKP) dan atau upaya
kesehatan masyarakat (UKM).

2.2.3. Kegiatan dalam gedung Puskesmas


Merupakan kegiatan keperawatan kesehatan masyarakat yang dilakukan di poli asuhan

keperawatan, poliklinik pengobatan, maupun ruang rawat inap Puskesmas, meliputi:

1. Asuhan keperawatan terhadap pasien rawat jalan dan rawat inap


2. Penemuan kasus baru (deteksi dini) pada pasien rawat jalan.
3. Penyuluhan/pendidikan kesehatan.
4. Pemantauan keteraturan berobat.
5. Rujukan kasus/masalah kesehatan kepada tenaga kesehatan lain di Puskesmas.
6. Pemberian nasehat (konseling) keperawatan.
7. Kegiatan yang merupakan tugas limpah sesuai pelimpahan kewenangan yang
diberikan dan atau prodesure yang telah ditetapkan (contoh pengobatan,
penanggulangan kasus gawat darurat, dll).
8. Menciptakan lingkungan terapeutik dalam pelayanan kesehatan di gedung Puskesmas
(kenyamanan, keamanan, dill).
9. Dokumentasi keperawatan.

22
2.2.4. Kegiatan di luar gedung Puskesmas
Melakukan kunjungan ke keluarga/kelompok/masyarakat untuk melakukan asuhan

keperawatan di keluarga/kelompok/masyarakat:

2.2.4.1. Asuhan keperawatan kasus yang memerlukan tindak lanjut di rumah


(individu dalam konteks keluarga)
Merupakan asuhan keperawatan individu di rumah dengan melibatkan peran
serta aktif keluarga. Kegiatan yang dilakukan antara lain :
1. Penemuan suspek/kasus kontak serumah.
2. Penyuluhan/Pendidikan kesehatan pada individu dan keluarganya.
3. Pemantauan keteraturan berobat sesuai program pengobatan.
4. Kunjungan rumah (home visit/home health nursing) sesuai rencana.
5. Pelayanan keperawatan dasar langsungfcf/recf care) maupun tidak langsung
(indirect care).
6. Pemberian nasehat (konseling) kesehatan/keperawatan.
7. Dokumentasi keperawatan.

2.3. Asuhan keperawatan keluarga


Merupakan asuhan keperawatan yang ditujukan pada keluarga rawan

kesehatan/keluarga miskin yang mempunyai masalah kesehatan yang di temukan di

masyarakat dan dilakukan di rumah keluarga. Kegiatannya meliputi, antara lain :

1) Identifikasi keluarga rawan kesehatan/keluarga miskin dengan masalah


kesehatan di masyarakat.
2) Penemuan dini suspek/kasus kontak serumah.
3) Pendidikan/penyuluhan kesehatan terhadap keluarga (lingkup keluarga).
4) Kunjungan rumah (home visit/home health nursing) sesuai rencana.
5) Pelayanan keperawatan dasar langsung (direct care) maupun tidak langsung
(indirect care).
6) Pelayanan kesehatan sesuai rencana, misalnya memantau keteraturan berobat
pasien dengan pengobatan jangka panjang.
7) Pemberian nasehat ( konseling) kesehatan/keperawatan di rumah.
8) Dokumentasi keperawatan.

2.4. Asuhan keperawatan kelompok khusus.


Merupakan asuhan keperawatan pada kelompok masyarakat rawan kesehatan yang
memerlukan perhatian khusus, baik dalam suatu institusi maupun non institusi.
Kegiatannya meliputi antara lain:
1) Identifikasi faktor-faktor resiko terjadinya masalah kesehatan di kelompok.

23
2) Pendidikan/penyuluhan kesehatan sesuai kebutuhan.
3) Pelayanan keperawatan langsung (direct care) pada penghuni yang memerlukan
keperawatan.
4) Memotivasi pembentukan, membimbing, dan memantau kader- kader kesehatan
sesuai jenis kelompoknya.
5) Dokumentasi keperawatan.

2.5. Asuhan Keperawatan masyarakat di daerah binaan.


Merupakan asuhan keperawatan yang ditujukan pada masyarakat yang rentan atau

mempunyai risiko tinggi terhadap timbulnya masalah kesehatan. Kegiatannya

meliputi kegiatan kunjungan ke daerah binaan untuk:

1) Identifikasi masalah kesehatan yang terjadi di suatu daerah dengan masalah kesehatan
spesifik.
2) Meningkatkan partisipasi masyarakat melalui kegiatan memotivasi masyarakat untuk
membentuk upaya kesehatan berbasis masyarakat.
3) Pendidikan/penyuluhan kesehatan masyarakat.
4) Memotivasi pembentukan,mengembangkan dan memantau kader-kader kesehatan di
masyarakat.
5) Ikut serta melaksanakan dan memonitor kegiatan PHBS.
6) Dokumentasi keperawatan.

2.6. Pelaksana

Pelaksana utama kegiatan keperawatan kesehatan masyarakat adalah semua perawat

fungsional keperawatan di Puskesmas. Sebagai pelaksana keperawatan kesehatan

masyarakat di Puskesmas, perawat minimal mempunyai enam peran dan fungsi, yaitu

(1) sebagai penemu kasus (case finder)-, (2) sebagai pemberi pelayanan (care giver)-,

(3) sebagai pendidik/penyuluh kesehatan (health teacher/educater)-, (4) sebagai

koordinator dan kolaborator; (5) pemberi nasehat ( counseling)-, (6) sebagai panutan

(role model).

Dalam penyelenggaraan pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat perawat bekerja

sama dengan petugas kesehatan lain serta masyarakat. Kerjasama dengan petugas

kesehatan lain, terkait dengan kegiatan yang memerlukan kemampuan teknis tertentu

24
yang bukan kewenangan perawat. Kerja sama dengan kader/masyarakat terutama dalam

melaksanakan kegiatan yang dapat dilimpahkan kepada masyarakat.

2.7. PENGELOLAAN UPAYA KEPERAWATAN KESEHATAN


MASYARAKAT DI PUSKESMAS

Agar upaya keperawatan kesehatan masyarakat di Puskesmas dapat terlaksana secara

efisen dan efektif, diperlukan pengelolaan upaya tersebut dengan baik. Pengelolaan

upaya Perkesmas merupakan rangkaian kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan

pengendalian, serta pengawasan dan pertanggungjawaban yang terintegrasi dengan upaya

kesehatan Puskesmas sehingga upaya keperawatan kesehatan masyarakat dapat

terlaksana secara efisien dan efektif.

2.7.1. Perencanaan

Perencanan upaya keperawatan kesehatan masyarakat dilaksanakan terintegrasi

dengan perencanan upaya puskesmas lainnya baik upaya kesehatan wajib maupun

pengembangan.

Langkah-langkah perencanaan yang harus dilakukan adalah:

1. Menyusun usulan kegiatan:

Usulan kegiatan disusun sesuai prioritas sasaran dan kegiatan prioritas Puskesmas,
dengan mengidentifikasi kegiatan-kegiatan promotif dan preventif (tingkat pertama,
kedua, dan ketiga) yang akan melengkapi kegiatan upaya kesehatan prioritas
sehingga pelayanan kesehatan menjadi lebih utuh. Contoh , lihat Tabel 1 Rencana
Usulan Kegiatan Puskesmas, berikut.

3. Program Pengendalian Dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular (P2PTM)


Dalam rangka pencapaian kinerja yang optimal di bidang kesehatan sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 49 tahun 2016 tentang
Pedoman teknis pengorganisasian Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota. Maka

25
tugas dan fungsi Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan
Kesehatan Jiwa di Puskesmas Pisang Baru adalah pelaksanaan kebijakan operasional,
pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pencegahan dan pengendalian penyakit
tidak menular dan kesehatan jiwa.
3.1. Program PTM
Beberapa program PTM yang dilaksanakan oleh Direktorat Pengendalian Penyakit
Tidak Menular adalah :
a. Pengendalian konsumsi rokok
Rokok terbukti sebagai faktor risiko utama penyakit stroke dengan
kecendrungan kesakitan sebesar 12,1%, penyakit hipertensi 31.7%, penyakit
jantung 0.3% (riskesdas, 2013). Penyakit-penyakit tersebut merupakan 60%
penyebab kematian di dunia maupun di indonesia (Riskesdas 2010, who 2008).
Rokok mengandung 4000 bahan kimia, termasuk 43 bahan penyebab kanker.
Rokok berhubungan dengan 25 penyakit di tubuh manusia. Di Indonesia, rokok
meningkatkan risiko kematian penderita penyakit kronis menjadi 1.3-8.17 kali
lebih besar (Surkesnas 2001). Berdasarkan Studi Beban Biaya Kesehatan (Study
on Medical Expenditure and Burden of Major of Tobacco Attributed Disease in
Indonesia) yang dilakukan Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan tahun 2010,
pengeluaran total biaya rawat inap dan rawat jalan karena penyakit terkait
tembakau adalah sebesar 2,11 triliun rupiah. Tahun 2010 diperkirakan 190.260
orang di Indonesia meninggal akibat penyakit terkait tembakau. WHO, 2010 data
hasil dari Global Report on NCD (Non Communicable Disease) menunjukkan
bahwa prosentase kematian akibat penyakit tidak menular (PTM) menempati
proporsi yang cukup besar (63%).

Konsumsi rokok di Indonesia yang tinggi dan terus meningkat di berbagai


kalangan mengancam kesehatan dan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan prevalensi perokok pada
tahun 2007, 2010 dan 2013 berturut-turut sebesar 34,2%, 34,7%, dan 36,3%.
Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 yang dilakukan oleh Balitbang Kemenkes
RI menunjukkan proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari adalah pada
kelompok umur 30-34 tahun sebesar 33,4% diikuti kelompok umur 35-39 tahun
sebesar 32,2%. Sementara proporsi perokok aktif setiap hari pada anak umur 10-
14 tahun adalah 0,5%, dan pada kelompok umur 15-19 tahun adalah 11,2%.

26
Proporsi perokok setiap hari pada laki-laki lebih banyak di bandingkan perokok
perempuan (47,5% banding 1,1%). Data Global Youth Tobacco Survey (GYTS)
2009, menunjukkan 20,3% remaja 13-15 tahun merokok. Perokok pemula remaja
usia 10-14 tahun naik 2 kali lipat dalam 10 tahun terakhir dari 9,5% pada tahun
2001 menjadi 17,5% pada tahun 2010 (SKRT, 2001; RISKESDAS, 2010).
1) Tujuan :
 Terjadinya perubahan perilaku merokok pada pasien
 Meningkatnya kesadaran perokok dan keluarganya tentang bahaya rokok
terhadap kesehatan
 Terlaksananya layanan upaya berhenti merokok berupa kegiatan edukasi
dan konseling
2) Sasaran:
 Perokok aktif dan mayarakat terutama kelompok rentan berisiko (wanita
hamil dan anak-anak)
 Petugas kesehatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan (FPK) primer
3) Kegiatan:
 Pengendalian tembakau dilakukan secara komprehensif, berkelanjutan,
terintegrasi dengan harmonisasi kebijakan publik dan melalui periode
pentahapan pembangunan jangka pendek, jangka menengah dan jangka
panjang.
 Komitmen pemerintah dalam penyelenggaraan pengendalian tembakau
melalui APBN, APBD dan sumber penganggaran lainnya.
 Peningkatan kapasitas sumber daya dan kelembagaan dalam pengendalian
tembakau.
 MPOWER mencakup : 
 Monitor (prevelensi) penggunaan tambakau dan kebijakan
preventifnya; 
 Perlindungan masyarakat dari asap tembakau; 
 Optimalisasi dukungan berhenti merokok, dengan menyediakan upaya
layanan berhenti merokok di fasyankes primer 
 Waspadakan masyarakat akan bahaya (asap) tembakau; 
 Eliminasi iklan, promosi serta sponsor tembakau/ rokok; 
 Raih kenaikan cukai tembakau/rokok. 
4) Indikator dan target dari program ini adalah
27
 penurunan prevalensi perokok relatif di Indonesia sebesar 5% pada akhir
tahun 2019.
  50% puskesmas sudah memberikan pelayanan berhenti merokok
terintegrasi dengan pengendalian penyakit pada akhir tahun 2019
b. Kawasan Tanpa Rokok
Asap rokok sangat membahayakan kesehatan si perokok maupun orang lain
yang ada di sekitarnya. Pemerintah telah menetapkan kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok (KTR) untuk melindungi seluruh masyarakat dari bahaya asap rokok
melalui Undang-Undang Kesehatan No 36/2009 pasal 115 ayat 1 dan 2 yang
mengamanatkan kepada Pemerintah daerah (wajib) untuk menetapkan dan
menerapkan KTR di wilayahnya.
Asap rokok mengandung lebih dari 4000 jenis senyawa kimia. Sekitar 400
jenis diantaranya merupakan zat beracun (berbahaya) dan 43 jenis tergolong zat
penyebab kanker (karsinogenik). Orang yang tidak merokok namun menghirup
asap rokok yang dihisap orang lain mempunyai risiko yang sama dengan yang
merokok. Tidak ada batas aman untuk pemaparan asap rokok orang lain.
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan
dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual,
mengiklankan dan/atau mempromosikan produk tembakau. KTR merupakan
upaya efektif untuk melindungi seluruh masyarakat dari asap rokok orang
lainapabila seluruh ruang tertutup di dalam gedung 100% bebas asap rokok.
Ruang merokok di dalam gedung tidak dibenarkan karena tifdak ada sistem
ventilasi atau saringan udara yang mampu menghilangkan racun asap rokok.
Demikian pula pemisahan ruang untuk merokok dan tidak merokok dalam satu
gedung juga tidak efektif untuk melindungi masyarakat dari paparan asap rokok
orang lain.
Selain dampak kesehatan, asap rokok orang lain juga akan berdampak
terhadap ekonomi individu, keluarga dan msyarakat akibat hilangnya pendapatan
karena sakit dan tidak dapat bekerja, pengeluaran biaya obat dan biaya perawatan.
KTR merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa, baik individu,
masyarakat, parlemen maupun pemerintah, untuk melindungi generasi sekarang
maupun yang akan datang. Komitmen bersama dari lintas sektor dan berbagai
elemen akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan KTR.

28
Tujuan dari kebijakan KTR adalah melakukan upaya perlindungan masyarakat
terhadap bahaya asap rokok orang lain dan menurunkan angka kesakitan,
kematian akibat penyakit yang disebabkan oleh paparan asap rokok orang lain.
1) Kegiatan:

 Pengembangan regulasi tentang KTR di berbagai tingkat pemerintahan dan


didukung oleh semua pihak terkait dan masyarakat diberbagai tatanan.
Dengan telah ditandatanganinya PP nomor 109 tahun 2012 tentang
Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk
Tembakau Bagi Kesehatan , harusnya hal ini sudah merupakan salah satu
komitmen pemerintah dalam pengendalian tembakau.
 Penegakan hukum (law enforcement) secara konsisten sesuai dengan
ketentuan yang ada dalam melindungi dampak kesehatan akibat rokok
 Peningkatan pemahaman tentang bahaya rokok kepada seluruh lapisan
masyarakat dengan melibatkan stakeholder termasuk masyarakat,
organisasi profesi, akademisi, lembaga sosial masyarakat (LSM).
 Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penerapan/implementasi
KTR di lapangan.
Ruang Lingkup KTR meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, rumah
ibadah, tempat belajar mengajar, sarana bermain anak, angkutan umum,
tempat kerja dan tempat-tempat umum lain yang ditetapkan. Pemerintah
bersama-sama dengan organisasi masyarakat melakukan edukasi bagi
masyarakat. Keberhasilan KTR tergantung dari dukungan masyarakat,
sehingga masyarakat perlu terlibat sejak awal pembentukan KTR.
Indikator dan target penilaian program KTR ini adalah persentase provinsi
dan kabupaten/kota yang mempunyai peraturan perundangundangan tentang
pencegahan dan penanggulangan dampak merokok terhadap kesehatan (surat
edaran/ instruksi/sk/peraturan walikota/ bupati/ perda), dimana pada akhir
tahun 2014 diharapkan seluruh provinsi dan 30% kabupaten/kota sudah
memiliki aturan perundang-undangan terkait KTR.
c. Posbindu PTM
Posbindu PTM merupakan peran serta masyarakat dalam kegiatan deteksi dini,
pemantauan dan tindak lanjut faktor risiko PTM secara mandiri dan
berkesinambungan. Kegiatan ini dikembangkan sebagai bentuk kewaspadaan dini

29
masyarakat dalam mengendalikan faktor risiko PTM karena pada umumnya faktor
risiko PTM tidak bergejala dan seringkali masyarakat datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan dalam keadaan komplikasi. Sasaran utama Posbindu PTM
yang dilakukan untuk pengendalian faktor risiko PTM, yaitu masyarakat sehat,
masyarakat berisiko dan masyarakat dengan PTM berusia mulai dari 15 tahun ke
atas.
Pengendalian faktor risiko PTM yang dilakukan meliputi masalah konsumsi
rokok, alkohol, kurang makan sayur-buah, potensi terjadinya cedera dan
kekerasan dalam rumah tangga, aktivitas fisik, Indeks Massa Tubuh (IMT),
analisa lemak tubuh dan tekanan darah, sedangkan peman-tauan lengkap yaitu
meliputi pemeriksaan kadar gula darah, kolesterol darah, pemeriksaan uji fungsi
paru sederhana, pemeriksaan kadar alko¬hol pernafasan, dan tes amfetamin urin.
Tindak lanjutnya berupa pembinaan secara terpadu dengan peningkatan
pengetahuan dan kemampuan masyarakat tentang cara mencegah dan
mengendalikan faktor risiko PTM, yang dilakukan melalui penyuluhan/ dialog
interaktif secara massal dan atau konseling faktor risiko secara terintegrasi pada
individu dengan faktor risiko, sesuai dengan kebutuhan masyarakat termasuk
rujukan terstruktur.
Dengan Posbindu PTM diperkenalkan kata CERDIK yang merupakan jargon
berisikan implementasi perilaku sehat untuk pengendalian fakto risiko PTM. Kata
CERDIK itu sendiri terdiri dari beberapa huruf awal yang dirangkaikan menjadi
kalimat perilaku sehat untuk mencegah terjadinya penyakit tidak menular, yaitu
Cek Kondisi Kesehatan secara Berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin berolahraga,
Diet yang sehat dengan kalori berimbang, Istirahat yang cukup, Kendalikan stres.
Perilaku CERDIK ini menjadi aktifitas rutin yang dilakukan masyarakat
melalui Posbindu PTM. Implementasi Perilaku CERDIK tidak hanya terbatas
pada saat pelaksanaan Posbindu PTM sedang berlangsung, namun dapat
disosialisasikan membumi lebih jauh ke berbagai tatanan dengan menggunakan
media/metode yang ada. Melalui perilaku CERDIK, diharapkan masyarakat lebih
termotivasi minatnya untuk dapat mengendalikan faktor risiko PTM secara
mandiri sehingga kejadian PTM dapat dicegah peningkatannya.
Dalam penyelenggaraannya, Posbindu PTM diintegrasikan ke dalam kegiatan
masyarakat yang sudah aktif berjalan baik, antara lain kegiatan-kegiatan di
sekolah, di tempat kerja, maupun di lingkungan tempat tinggal di desa/kelurahan.
30
Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) nanti, Posbindu PTM merupakan
upaya kesehatan yang strategis dalam mencegah meningkatnya PTM, karena PTM
merupakan salah satu penyakit katastropik.
Dengan tingginya angka kematian (dari 10 penyebab kematian disebabkan
oleh Penyakit Tidak Menular). Di sisi lain, PTM merupakan penyakit katastropik
yang menimbulkan beban sosial ekonomi besar bagi penderita, keluarga dan
negara. Ketidaktahuan dan ketidakpedulian masyarakat terhadap PTM, menjadi
permasalahan yang mengakibatkan keterlambatan dalam penanganan sehingga
komplikasi dan kematian terjadi lebih dini. Oleh karena itu, diperlukan partisipasi
masyarakat sehingga dikembangkanlah suatu model pengendalian PTM yang
berbasis masyarakat dikenal dengan nama Posbindu PTM.
Kegiatan Posbindu PTM merupakan peran serta masyarakat dalam kegiatan
deteksi dini, pemantauan dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM secara mandiri
dan berkesinambungan. Posbindu PTM merupakan salah satu bentuk Upaya
Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) dalam upaya pengendalian
faktor risiko PTM dibawah pembinaan Puskesmas.
1) Kegiatan Posbindu PTM
Wawancara sederhana tentang :
a. Riwayat PTM pada keluarga dan diri peserta,  
o aktivitas fisik
o merokok
o kurang makan sayur dan buah
b. Pengukuran Indeks Massa Tubuh, lingkar perut
c. Pemeriksaan fungsi paru sederhana.
d. Pemeriksaan gula darah
e. Pemeriksaan kolesterol total darah dan trigliserida
f. Pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan tes amfetamin urin bagi
kelompok pengemudi umum yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
berkompetensi.
g. Konseling dan penyuluhan
h. Aktivitas fisik atau olah raga bersama

31
i. Rujukan ke fasilitas layanan kesehatan dasar di wilayahnya dengan
pemanfaatan sumber daya tersedia termasuk upaya respon cepat sederhana
dalam penanganan prarujukan.
2) Pembina perkembangan Posbindu PTM
Kegiatan Posbindu PTM merupakan partisipasi masyarakat dalam rangka
mawas diri terhadap faktor risiko PTM. Oleh karena itu, kegiatan ini
sepatutnya mendapatkan legitimasi dari Pemerintah daerah, di mana dalam
pelaksanaannya menjadi tanggung jawab dan pengawasan Puskesmas.
Posbindu PTM merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber
Daya Masyarakat (UKBM) dalam upaya pengendalian faktor risiko PTM
dibawah pembinaan Puskesmas.
3) Pembiayaan Operasional Kegiatan Posbindu PTM
Biaya penyelenggaraan Kegiatan Posbindu PTM dapat berasal dari berbagai
sumber. Pada awal pelaksanaan mungkin mendapat stimulasi atau subsidi dari
pemerintah. Diharapkan masyarakat mampu membiaya kesehatan secara
mandiri, bisa dalam bentuk jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat
(JPKM), asuransi kesehatan, maupun iuran peserta yang dikumpulkan setiap
bulan. Pengembangan mekanisme dalam penghimpunan dana masyarakat
untuk penyelenggaraan posbindu PTM disesuaikan dengan karakteristik
wilayah setempat.
Pemerintah melalui Puskesmas selaku pembina kesehatan di wilayah kerjanya
juga dapat memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang potensial untuk
mendukung dan memfasilitasi penyelenggaraan Kegiatan Posbindu PTM.
Salah satunya melalui pemanfaatan Bantuan Operasional Kesehatan yang ada
di Puskesmas untuk fasilitasi transport petugas Puskesmas.
3.2. Jejaring PTM
Upaya yang melibatkan berbagai sektor, kelompok masyarakat, lembaga
pemerintah untuk berkerjasama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip dan peranan
masing-masing dalam pengendalian penyakit tidak menular. Jejaring PPTM
diperlukan karena adanya keterbatasan sumber daya meliputi tenaga/orang, sarana
dan prasarana, dana, bahan dan alat dengan menggunakan potensi yang ada
dimasing-masing pihak; adanya kesenjangan kompetensi serta adanya kebutuhan
program.

32
Ada dua pihak/lebih organisasi/lembaga, Memiliki kesamaan visi dalam
mencapai tujuan, Ada kesepakatan/kesepahaman, Saling percaya dan
membutuhkan serta Komitmen bersama.
1) Tujuan dan Hasil Yang Diharapkan dari Jejaring PPTM
 Meningkatnya komitmen berbagai pihak dalam PPTM
 Terpantaunya prevalensi PTM dan factor resiko
 Adanya sinergi dalam berbagai kegiatan promosi dan pencegahan PTM
 Meningkatnyakualitaspelayanankasus PTdi saranakesdanmasyarakt
 Meningkatnyakemampuandankemandirianmasyarakatdalam PPTM
Sehingga akan tercapai Percepatan, efektivitas dan efisiensi PPTM dalam
menekan kecenderungan peningkatan PTM.
2) Pokok Kegiatan
Pokok kegiatan jejaring PPTM dapat meliputi kegiatan Surveilans, Masalah
Merokok, Gizi, AktifitasFisik dan ManajemenPelayanan.
3) Mekanisme Jejaring PPTM
Kerjasama aktif melalui :Pertemuan rutin, komunikas iregular, info-base
nasional, adanya website, memfasilitasi peningkatan kapasitas SDM dan
infrastruktur.
4) Pokok Kegiatan
Pokok kegiatan jejaring PPTM dapat meliputi kegiatan Surveilans, Masalah
Merokok, Gizi, Aktifitas Fisik dan Manajemen Pelayanan.
5) Mekanisme Jejaring PPTM
Kerjasama aktif melalui :Pertemuan rutin, komunikasi regular, info-base
nasional, adanya website, memfasilitasi peningkatan kapasitas SDM dan
infrastruktur.
3.3. Pelayanan PTM di Fasilitas Kesehatan Dasar
Pelayanan PTM di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar adalah pelayanan
PTM yang meliputi : deteksi dini, tindak lanjut dini, respon cepat
kegawatdaruratan, pengobatan, rehabilitatif dan paliatif dengan pendekatan faktor
risiko dan gejala PTM (rokok, obesitas, hiperkolesterol, hipertensi, alkohol dan
stress) secara terintegrasi dan komprehensif (promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif) di fasilitas pelayanan kesehatan dasar.

33
Upaya pengendalian PTM di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar ditekankan
pada masyarakat yang masih sehat (well being) dan masyarakat yang berisiko (at
risk) dengan tidak melupakan masyarakat yang berpenyakit (deseased population)
dan masyarakat yang menderita kecacatan dan memerlukan rehabilitasi
(Rehabilitated population).
Tujuan pelayanan PTM di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar adalah agar
terselenggaranya rujukan PTM dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar lain yang
belum memiliki layanan PTM dan Posbindu. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar
dengan pelayan PTM dapat berfungsi sebagai rujukan penyakit tidak menular dari
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar lainnya dan terselenggaranya pelayanan
PTM secara komprehensif.
Target yang telah ditetapkan pada tahun 2014 diharapkan setiap Kab/Kota
memiliki minimal 1(satu) Puskesmas yang mampu melaksanakan pelayanan
PPTM terintegrasi yang ditentukan oleh Kab/Kota sendiri
3.4. Program Pengendalian Hipertensi
Tujuan Program pengendalian Hipertensi adalah terselenggaranya upaya
Pengendalian Hipertensi guna menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan
dan akibat hipertensi di Indonesia.
a. Kebijakan Program Pengendalian Hipertensi
 Mengembangkan dan memperkuat pengendalian faktor risiko hipertensi yang
terintegrasi dan berbasis masyarakat melalui kegiatan Posbindu PTM
 Mengembangkan dan memperkuat kegiatan promosi pencegahan faktor risiko
dan perilaku CERDIK (Cek kesehatan berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin
beraktifitas fisik, Diet yang sehat dan seimbang, Istirahat yang cukup dan
Kelola stress) dalam pengendalian hipertensi
 Mengembangkan dan memperkuat kegiatandeteksi dini faktor risiko hipertensi
Mengembangkan dan memperkuat kegiatan tindak lanjut dini faktor risiko dan
respon cepat kegawatdaruratan hipertensi
 Meningkatkan dan memperkuat pelayanan rujukan hipertensi di rumah sakit
 Mengembangkan rehabilitasi berbasis masyarakat
 Meningkatkan advokasi dan sosialisasi pengendalian faktor risiko hipertensi
 Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia dalam pengendalian
faktor risiko hipertensi

34
 Meningkatkan dan memperkuat manajemen, pemerataan dan kualitas
peralatan deteksi dini faktor risiko hipertensi
 Mengembangkan dan memperkuat surveilans epidemiologi faktor risiko dan
kasus hipertensi
 Mengembangkan dan memperkuat sistem informasi pengendalian hipertensi
 Meningkatkan monitoring dan evaluasipelaksanaan pengendalian hipertensi
 Mengembangkan dan memperkuat jejaring kerja pengendalian hipertensi yang
terintegrasi dengan jejaring nasional pengendalian penyakit tidak menular
b. Strategi Pengendalian Hipertensi
1. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat dalam pencegahan dan
penanggulangan faktor risiko hipertensi
2. Mengembangkan dan memperkuat upaya promosi kesehatan dan pengendalian
faktor risiko hipertensi
3. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini dan
tatalaksana faktor risiko hipertensi yang berkualitas
4. Mengembangkan dan memperkuat sistem surveilans epidemiologi dan sistem
informasi, serta monitoring dan evaluasi pengendalian hipertensi
5. Mengembangkan dan memperkuat jejaring kerja pengendalian hipertensi yang
terintegrasi dengan jejaring kerja nasional pengendalian penyakit tidak
menular
c. Program Pengendalian Hipertensi
1. Prevensi Dan Penurunan Faktor Risiko
2. Deteksi Dini Dan Pengobatan Kontinyu
3. Surveilans Dan Monitoring
d. Kegiatan Program Pengendalian Hipertensi
1. Di Masyarakat.
Wawancara dan pengukuran faktor risiko di masyarakat melalui kegiatan
posbindu PTM dan Implementasi Perilaku CERDIK.
2. Deteksi dini dengan melakukan pengukuran tekanan darah :
a) Deteksi dini dengan melakukan pengukuran tekanan darah
b) Melakukan tindakan pencegahan primer
 Promosi, preventif dengan perubahan pola hidup (penurunan BB,
Aktifitas fisik teratur, mengurangi minum alkohol, mengurangi

35
asupan garam, berhenti merokok (sesuai Buku Pedoman/materi
pola hidup sehat)
 Manajemen faktor risiko
 KIE merupakan upaya promosi kesehatan yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
pencegahan penyakit dan berperilaku “ CERDIK” yaitu: Melalui
 Penyuluhan langsung ke perorangan dan kelompok
 Penyuluhan melalui media massa
c) Tatalaksana / Pengobatan
 Risiko penyakit dinilai berdasarkan tingginya tekanan darah, adanya
faktor risiko lain, adanya kerusakan target organ dan adanya penyakit
penyerta
 Jika modifikasi gaya hidup tidak menurunkan tekanan darah ke tingkat
yang diinginkan, harus diberikan obat.
 Tentukan tingkatan tekanan darah tinggi dan dirujuk ke Puskesmas
untuk penggunaan obat
 Tentukan ada tidaknya keadaan krisis tekanan darah tinggi dan
tatalaksananya
3.5. Gambaran Penyakit Tidak menular di Puskesmas Pisang Baru
Gambaran Penyakit Tidak menular di yang ada di Puskesmas Pisang baru
berdasar Sistem pencatatan dan pelaporan puskesmas tahun 2021 yang dilaporkan
ke Pemegang Pelayanan Pengendalian dan pencegahan penyakit tidak menular
(P2PTM) Adalah mendekteksi faktor resiko penyakit Hypertensi, Obesitas,
Diabetes Melitus, Deteksi kanker rahim, Kesehatan indra dan Kesehatan Jiwa
Seksi P2PTM. Data diambil dari 2 klinik swasta, 2 Pustu, 3 Poskesdes, 6 Bidan
Praktek mandiri dan 10 Posyandu.
Pada tahun 2021 Jumlah penderita yang diperiksa tekanan darah dan rutin
berobat sebanyak 481 orang dari total 3732 sasaran cakupan Penderita Hipertensi
yang seharusnya mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar. Dengan kata
lain hanya 12,8 % dari total saran yang sudah ditetapkan. Cakupan ini juga
belum optimal juga karena masih ada beberapa jejaring yang tidak melaporkan
hasil cakupan penyakit Hipertensi. Jejaring yang tidak melaporkannya, belum
tentu bahwa kasus Hipertensi tidak ada. Selain itu pada pelaksanaan di awal tahun
2019 adanya kekeliruan persepsi tentang pelaksanaan Posbindu PTM yaitu
36
dilakukan pemantauan hanya pada pasien yang sudah terdiagnosa Hipertensi atau
pelaksanaan penjaringan belum optimal.
Selain itu berdasarkan hasil laporan bulanan Puskesmas Pisang Baru,
Hipertensi merupakan peringkat pertama selama tiga tahun berturut-turut yaitu
tahun 2019, 2020 dan 2021. Laporan tersebut didapatkan dari kunjungan Balai
Pengobatan, Unit Gawat Darurat dan Rawat Inap Puskesmas Pisang Baru.

3.6. Permasalahan PTM


1. Permasalahan PTM di Puskesmas Pisang Baru, antara lain :
a. Angka kejadian PTM cukup tinggi dilihat dari data kunjungan di Balai
Pengobatan Puskesmas Pisang baru
b. Kecenderungan kenaikan kejadian PTM setiap tahunnya dilihat dari
kunjungan rawat jalan dan rawat inap
c. Proporsi PTM dibanding penyakit lainnya cukup tinggi
d. Program Pengendalian PTM belum optimal
e. Kelangsungan ketersediaan data PTM tidak kontinyu
f. Sedikitnya program promosi penanggulangan PTM
g. Terjadinya kekeliruan persepsi diawal pelaksanaan Posbindu PTM
h. Kendala Input data; SDM yang kurang faham penginputan data, sarana dan
prasarana pendukung (Laptop, dan WIFI) yang belum memadai.
2. Kebijakan Pengendalian PTM (HIpertensi)
Kebijakan Pengendalian PTM di Puskesmas Pisang baru, antara lain :
a. Mengembangkan dan memperkuat program pencegahan dan pengendalian fac-
tor resiko PTM
b. Mengembangkan dan memperkuat deteksi dini factor resiko PTM
c. Meningkatkan dan memperkuat management, ekuitas dan kualitas peralatan
untuk deteksi dini factor resiko PTM (posbindu kit)
d. Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia dalam pencegahan dan
pengendalian factor resiko PTM
e. Mengembangkan dan memperkuat system surveilans epidemiologis faktor re-
siko PTM
f. Meningkatkan pemantauan program pencegahan dan pengendalian factor re-
siko PTM

37
g. Mengembangkan dan memperkuat pencegahan dan pengelolaan system infor-
masi PTM
h. Mengembangkan dan memperkuat jaringan untuk pencegahan dan pengen-
dalian factor resiko PTM
i. Meningkatkan advokasi dan diseminasi pencegahan dan pengendalian factor
resiko PTM
j. Mengembangkan dan memperkuat system pendanaan pencegahan dan pengen-
dalian factor resiko PTM yang bersumber Swadaya masyarakat.
3. Strategi Pengendalian Hipertensi
Strategi Pengendalian PTM (Hipertensi) di Puskesmas Pisang baru, antara lain :
a. Memobilisasi dan memberdayakan masyarakat dalam pencegahan dan pen-
gendalian factor resiko PTM melalui program yang berbasis masyarakat,
seperti Posbindu PTM (pos kesehatan terpadu untuk PTM)
b. Meningkatkan akses yang berkualitas kepada masyarakat untuk deteksi dini
dan tindak lanjut dini factor resiko PTM terintegrasi
c. Memperkuat jejaring kerja dan kemitraan PTM
d. Meningkatkan dukungan dan dana yang efektif untuk pencegahan dan pengen-
dalian PTM berdasarkan kebutuhan dan prioritas
e. Adanya program inovasi yang sesuai dengan norma, nilai, keyakinan serta bu-
daya dalam masyarakat untuk mengendalikan penyakit Hipertensi.

4. Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga

4.1. Tahapan Pelaksanaan Kunjungan Keluarga dan Intervensi Awal PIS-PK

Pada tahap ini pemantau pelaksanaan kunjungan keluarga yang di lakukan oleh

tenaga kesehatan Puskesmas yang sekaligus dapat memberikan inten/ensi awal terhadap

permasalahan kesehatan yang ada di setiap anggota keluarga. Kondisi kesehatan keluarga dan

permasalahannya akan dicatat pada Profil Kesehatan Keluarga (Prokesga), yang akan

menjadi acuan dalam melakukan evaluasi dan intervensi lanjut. Puskesmas akan memonitor

kondisi kesehatan setiap keluarga di wilayah kerjanya melalui kunjungan ulang secara

berkala untuk meningkatkan pencapaian Indeks Keluarga Sehat (IKS).

Indikator :

38
 Terlaksananya kunjungan keluarga dan sekaligus intervensi awal pada seluruh

keluarga di wilayah kerja Puskesmas UPT Puskesmas Pisang Baru

 Teridentifikasinya masalah kesehatan di keluarga dari hasil pengumpulan informasi

kesehatan seluruh anggota keluarga terhadap 12 indikator kesehatan keluarga dan

masalah kesehatan lainnya

 Penggunaan formulir Prokesga (tercetak/manual) atau elektronik (aplikasi Keluarga

Sehat) saat kunjungan keluarga

 Penggunaan Pinkesga (Paket Informasi Kesehatan Keluarga) saat kunjungan keluarga

 Tersedianya alat kesehatan yang mendukung pelaksanaan kunjungan keluarga

 Terlaksananya sistem rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan bagi kasus yang

memerlukan rujukan

 Terbinanya seluruh keluarga melalui kunjungan ulang secara berkala sesuai

kebutuhan

 Adanya rekapitulasi informasi hasil kunjungan keluarga di pangkalan data Puskesmas

Langkah-langkah monitoring dan evaluasi pelaksanaan Kunjungan Keluarga:

1. Penyiapan instrumen monitoring dan evaluasi

2. Penentuan lokasi kunjungan monitoring dan evaluasi dengan menggunakan metode

sampling (random atau purposive) untuk level Kabupaten/Kota dan Puskesmas

3. Penjadwalan pelaksanaan monitoring dan evaluasi

4. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi (pengumpulan data hasil Kunjungan Keluarga

sesuai dengan instrumen) termasuk verifikasi hasil Kunjungan Keluarga KS oleh masing-

masing Penanggungjawab Bina Wilayah. Verifikasi hasil Kunjungan Keluarga dilakukan

terhadap keluarga yang menjadi sampling (penjelasan lebih lanjut terkait verifikasi

dengan cara kunjungan ke keluarga atau melalui telepon dapat dilihat pada Bab III)

5. Pengumpulan hasil monitoring dan evaluasi kepada koordinator monitoring dan evaluasi.

39
6. Pelaksanaan analisis hasil monitoring dan evaluasi oleh koordinator monitoring dan

evaluasi

7. Penyampaian hasil analisis monitoring dan evaluasi ke masing- masing Penanggungjawab

Bina Wilayah

8. Penanggungjawab Bina Wilayah melakukan tindak lanjut hasil analisis pada

Provinsi binaan masing-masing.

4.2. Tahapan Pelaksanaan Analisis Indeks Keluarga Sehat (IKS) Awal

 Tujuan : Mendapatkan gambaran pelaksanaan analisis IKS awal pada setiap level

 Jadwal : Menyesuaikan jadwal setelah selesainya tahapan kunjungan keluarga

 Frekuensi : Satu kali dalam setahun

 Adanya pertemuan pembahasan hasil kunjungan keluarga di tingkat Puskesmas

(dokumen pembuktian : undangan, daftar hadir, notulen, hasil pembahasan)

 Adanya pengolahan dan penyajian IKS di tingkat Puskesmas

 Tersedianya hasil analisis terhadap ke-12 indikator KS di tingkat Puskesmas

(masalah - masalah kesehatan; penentuan prioritas masalah untuk ditindaklanjuti)

Analisis IKS Awal tingkat Puskesmas Langkah-langkah monitoring dan evaluasi pelaksanaan

analisa IKS Awal yaitu:

1. Penyiapan instrumen monitoring dan evaluasi pelaksanaan analisis IKS awal

2. Lokus kunjungan sama dengan lokasi monitoring dan evaluasi pada tiap level

3. Penjadwalan pelaksanaan monitoring dan evaluasi

4. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi (pengisian instrumen di tiap level dengan

dilampirkan bukti telusur)

5. Pengumpulan hasil monitoring dan evaluasi kepada koordinator monitoring dan evaluasi

6. Pelaksanaan analisis hasil monitoring dan evaluasi oleh koordinator monitoring dan

40
evaluasi

7. Penyampaian hasil analisis monitoring dan evaluasi ke masing- masing Penanggung

jawab Bina Wilayah.

8. Penanggungjawab Bina Wilayah melakukan tindak lanjut hasil analisis pada Provinsi

binaan masing-masing

4.3. Tahapan Pelaksanaan Intervensi Lanjut PIS-PK

 Tujuan : Mengetahui upaya intervensi lanjut yang dilakukan oleh tiap level dalam

menindaklanjuti hasil analisis

 Jadwal : Menyesuaikan jadwal setelah selesainya analisis IKS Awal

 Frekuensi : Setahun sekali

 Lokasi : Menyesuaikan dengan lokasi monev hasil analisis sesuai level Responden :

Pimpinan atau penanggungjawab PIS-PK yang ditunjuk pada masing-masing tingkat

 Indikator Tingkat Puskesmas :

o Adanya rencana tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada perencanaan di

tingkat Puskesmas.

o Terlaksananya kegiatan intervensi lanjut sesuai dengan rencana tindak lanjut

(penjadwalan intervensi, Term of Reference (TOR), laporan pelaksanaan) di

tingkat keluarga, desa/kelurahan dan Puskesmas

 Langkah-langkah monitoring dan evaluasi pelaksanaan Intervensi Lanjut:

1. Penyiapan instrumen monitoring dan evaluasi pelaksanaan intervensi lanjut

2. Lokus kunjungan sama dengan lokasi kunjungan keluarga pada tiap level

3. Penjadwalan pelaksanaan monitoring dan evaluasi

4. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi (pengisian instrumen di tiap level dengan

41
dilampiri bukti telusur)

5. Pengumpulan hasil monitoring dan evaluasi kepada koordinator monitoring dan

evaluasi

6. Pelaksanaan analisis hasil monitoring dan evaluasi oleh koordinator monitoring

dan evaluasi

7. Penyampaian hasil analisis monitoring dan evaluasi ke masing- masing

Penanggungjawab Bina Wilayah

8. Penanggungjawab Bina Wilayah melakukan tindak lanjut hasil analisis pada

Provinsi binaan masing-masing

4.4. Monitoring dan Evaluasi Analisis Perubahan IKS

 Tujuan : Mendapatkan gambaran pelaksanaan analisis perubahan IKS dari hasil

intervensi lanjut yang telah dilakukan

 Jadwal : Menyesuaikan jadwal setelah dilaksanakan intervensi lanjut

 Frekuensi : Satu kali dalam setahun

 Lokasi : Menyesuaikan dengan lokasi monitoring dan evaluasi pelaksanaan

intervensi lanjut sesuai level dan tersedia data IKS Perubahan

 Responden : Penanggungjawab PIS-PK

 Indikator :

o Adanya pertemuan pembahasan analisis perubahan IKS (dokumen

pembuktian : undangan, daftar hadir, notulen, hasil pembahasan) di tingkat

Puskesmas.

o Adanya proses pengolahan dan penyajian analisis perubahan IKS di

tingkat Puskesmas

o Tersedianya hasil analisis intervensi lanjut/perubahan IKS (perubahan

42
indikator KS tingkat keluarga, desa. Puskesmas)

o Tersedianya rencana tindak lanjut analisis perubahan IKS (dokumen

rencana tindak lanjut, dokumen perubahan rencana intervensi lanjut) di

tingkat Puskesmas

 Langkah-langkah monitoring dan evaluasi analisis perubahan IKS:

o Penyiapan instrumen monitoring dan evaluasi analisis perubahan IKS

o Lokus kunjungan sama dengan lokasi monitoring dan evaluasi pada

o Tahap intervensi lanjut Penjadwalan pelaksanaan monitoring dan evaluasi

o Pelaksanaan monitoring dan evaluasi (pengisian instrumen di tiap level

dengan dilampiri bukti telusur) Pengumpulan hasil monitoring dan

evaluasi kepada koordinator monitoring dan evaluasi

o Pelaksanaan analisis hasil monitoring dan evaluasi oleh koordinator

monitoring dan evaluasi

o Penyampaian hasil analisis monitoring dan evaluasi ke masing- masing

Penanggungjawab Bina Wilayah

o Penanggungjawab Bina Wilayah melakukan tindak lanjut hasil analisis

pada desa binaan masing-masing

4.5. Verifikasi

Verifikasi bertujuan untuk menjamin kebenaran serta keakuratan pelaksanaan

PIS- PK sesuai dengan hasil pelatihan serta informasi kondisi kesehatan setiap keluarga

yang ada pada Prokesga atau aplikasi dapat dipertanggungjawabkan. Verifikasi

dilaksanakan minimal satu tahun sekali.

Pelaksanaan Verifikasi, yaitu sebagai berikut:

4.5.1. Verifikasi proses

Verifikasi proses dilakukan melalui telusur dokumen implementasi seperti daftar hadir,

43
undangan, dokumen perencanaan, dokumen lain yang terkait serta menghubungi atau

mendatangi keluarga yang sudah dikunjungi petugas secara random. Proses verifikasi ini

untuk memastikan bahwa proses pelaksanaan PIS-PK sudah sesuai dengan regulasi dan

materi yang disampaikan pada pelatihan. Implementasi PIS-PK dilakukan terintegrasi

dengan antar program, sumber daya manusia, dan pendanaan. Kunjungan keluarga

dilakukan dalam rangka upaya mendekatkan akses pelayanan kesehatan, yang ditandai

dengan diberikannya intervensi awal sesuai dengan permasalahan kesehatan. Dengan

demikian implementasi PIS-PK bukan hanya sekedar pendataan.

4.5.2. Verifikasi hasil kunjungan keluarga

Verifikasi informasi kondisi kesehatan setiap anggota keluarga terhadap 12 indikator

yang dapat dilakukan melalui kunjungan keluarga dan atau melalui telepon.

4.5.2.1. Tingkatan Verifikasi

Proses verifikasi dilakukan pada tiap tingkatan mulai dari tingkat Kabupaten/Kota,

Provinsi dan Pusat yaitu sebagai berikut:

a. Pada tingkat Puskesmas verifikasi proses dan hasil kunjungan keluarga dilakukan

pada 10 KK (secara acak) disetiap Desa atau Kelurahan

b. Pada tingkat Kabupaten/Kota verifikasi proses dan hasil kunjungan keluarga

dilakukan pada 10% dari total KK (secara acak) yang diverifikasi dari seluruh

Puskesmas

c. Pada tingkat Provinsi verifikasi proses dan hasil kunjungan keluarga dilakukan

pada 10% total dari total KK (secara acak) yang diverifikasi dari seluruh Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota

d. Pada tingkat Pusat verifikasi proses dan hasil kunjungan keluarga dilakukan pada

10% dari total KK (secara acak) yang diverifikasi dari seluruh Dinas Kesehatan

Provinsi.

44
Contoh pelaksanaan verifikasi hasil kunjungan keluarga: Verifikasi tingkat

Puskesmas : Puskesmas A memiliki 4 desa, dilakukan verifikasi sebanyak 4 desa

x 10 KK = 40 KK. Pelakana Verifikasi tingkat Puskesmas adalah Kepala

Puskesmas.

4.6. PELAPORAN HASIL MONITORING

4.6.1. Masing-masing binwil akan melaporkan hasil monitoring dan evaluasi


sesuai instrumen kepada koordinator setiap tahapan

4.6.2. Koordinator setiap tahapan akan melakukan analisis terhadap hasil laporan
binwil. Koordinator akan menyusun laporan hasil analisis secara nasional

4.6.3. Koordinator akan memberikan masukan atau memberikan umpan balik


hasil analisis kepada binwil

4.6.4. Binwil akan menyusun rencana tindak lanjut untuk masing-masing


wilayahnya

45
BAB III
ANALASIS DAN KAJIAN SITUASI PROGRAM PIS-PK DAN PTM
DI PUSKESMAS PISANG BARU

Rahasia strategi suksesnya sebuah intitusi/perusahaan adalah bekerja berdasarkan


rencana yang tepat, memiliki tujuan yang jelas, transparan dan terukur. Maka untuk
mengelola perusahaan/institusi secara professional, maka sangat ditentukan alat ukur yang
digunakan. Alat yang paling popular serta paling banyak digunakan saat ini adalah Analisis
SWOT (Rangkuti, 2017). Dengan menggunakan analisis SWOT kita dapat memperoleh
keseimbangan secara strategis antara target kinerja keuangan, dan target kinerja lapangan,
kinerja internal proses dan kinerja SDM.
3.1. Analisis Kajian Situasi
Menerjemahkan Visi, Misi, Strategi dan Program dalam seperangkat ukuran yang
tepat untuk mencapai target yang tepat dalam system manajemen membutuhkan alat. Alat
ukur yang popular dan paling banyak digunakan adalah analisa SWOT (Strenght, Weakness,
Opportunity dan Threat) (Rangkuti F., 2011). Analisis SWOT kami gunakan untuk Analisis
Visi dan Misi Puskesmas Pisang Baru dan Strategi serta Program Penyakit Tidak Menular
(Hipertensi). Analisis ini menilai kelemahan dalam internal serta peluang dan ancaman
eksternal dari suatu organisasi atau perusahaan dalam mencapai tujuan yang ditargetkan.

3.2. Internal Factor Evaluation (IFE) Matrix

N PERING SKO KETERA


CRITICAL SUCCESS FACTORS BOBOT
KAT R NGAN
O (Total 1)
(1-3)

STRENGTH
1 Indikator : VISI & MISI, Kebijakan, Strategi 0,1 3 0,3 Total
dan Program pokok terkait PTM Kekuatan
a. Visi Puskesmas Pisang Baru sudah menye-
suaikan potensi serta keserasian dengan
Visi Pemerintah Kabupaten Way Kanan, 1,3
dan Visi Dinas Kesehatan Kabupaten dan
Provinsi serta Visi Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

46
Indikator Visi Puskesmas Pisang Baru
sudah menunjukan adanya tujuan yaitu :
 Menunjukan komitmen yang ingin di-
capai
 Menunjukan arah dan fokus strategi
yang cukup jelas
 Menggabungkan berbagai gagasan
strategi
 Berorientasi menuju masa depan yang
lebih baik
b. MISI Puskesmas Pisang Baru sudah
menyesuaikan dengan VISI-nya, mema-
sukan pernyataan tentang tujuan yang diap-
likasikan dalam pelayanan kesehatan, nilai
yang dapat diperoleh, serta aspirasi dan
cita-cita yang berorientasi di masa men-
datang

2 Indikator : Sumber Daya Manusia (SDM)


a. Puskesmas Pisang Baru melaksanakan pro-
gram PTM yang dilaksanakan oleh 1 orang
pemegang program dengan kualifikasi pen-
didikan bidang kesehatan
b. Penanggungjawab program PTM di-
dampingi oleh orang yang telah mengikuti
pelatihan Training Of Trainer (TOT) 0,1 2 0,2
terkait dengan tanggung jawab program
dan sudah memiliki sertifikat.
c. Puskesmas Pisang Baru memiliki 1 orang
programmer yang tersertifikasi pelatihan
portal PTM dan sudah menyusun prioritas
masalah yang sesuai dengan kondisi di tiap
wilayah puskesmas (Posbindu PTM)

47
3 Indikator : Anggaran
a. BOK.
b. Program PTM menjadin program unggulan
/ esensial
c. Penemuan dan Penanganan penderita
0,1 3 0,3
penyakit tidak menular: Hipertensi telah di-
masukan dalam rencana strategis
Puskesmas sesuai permendagri nomor 13
tahun 2006 sebagai dasar rujukan kegiatan
program di Dinas Kesehatan.
4 Indikator : Program PTM dan Sasarannya
a. Pembentukan posbindu PTM yang merata
di seluruh FKTP
b. Upaya pencegahan PTM dilakukan pada
level promotif, preventif, dan kuratif
0,1 2 0,2
melalui upaya promosi kesehatan dan
screening kasus PTM, bila ditemukan ka-
sus yang memerlukan upaya kuratif lang-
sung dilakukan rujukan ke Puskesmas
maupun RS.
5 Indikator : Sarana Prasarana
a. Dinkes juga telah mengelola portal khusus
untuk program PTM Via WhatsApp Group
petugas PTM untuk shering dan pelaporan. 0,1 3 0,3
b. Tersedia Pengelola Porta Web Dinkes un-
tuk mengupdate Data dan Pelaporan Pro-
gram.
WEAKNESS
1 Indikator : Program Pengendalian PTM 0,1 1 0,1
a. Belum semua puskesmas menyelang- Total
garakan posbindu PTM. Kelemaha
b. Pelaksanaan Linprog dan Linsek dari mas- n
ing-masing penanggung jawab program 0,8

48
Belum Optimal.
c. Teknik pengukuran tekanan darah pada
Program screening di dalam maupun luar
gedung dilakukan dengan menggunakan
teknik palpasi sehingga kemungkinan
mempengaruhi keakuratan data hasil pen-
gukuran
2 Indikator : Pendanaan
a. PTM sebagai Program yang Baru berdiri,
sehingga sulit untuk pengajuan anggaran
0,1 2 0,2
secara mandiri untuk pelaksanaan yang
melibatkan masyarakat

3 Indikator : Sumber Daya Manusia (SDM)


a. Belum optimalnya sistem reward dan pun-
0,1 1 0,2
ishment terkait program PTM.
b. Belum optimalnya sumber daya kesehatan.
4 Indikator : Sarana Prasarana
a. PTM kit yang diberikan kepada posbindu
PTM oleh dinkes ke Puskesmas belum
maksimal dalam kelengkapan alat untuk di-
0,1 2 0,2
gunakan dalam melakukan skrining dan
bimtek.
b. Pelatihan petugas program PTM baru di-
rencanakan untuk tahun 2018.
5 Indikator : Sistem Pencatatan dan Evaluasi 0,1 1 0,1
a. Sistem pelaporan dan pencatatan kasus dan
pendataan pasien PTM di Dinas Kesehatan
belum optimal karena masih adanya keter-
lambatan pelaporan PTM dari Puskesmas.
b. Sampai saat ini belum pernah dilakukan
monitoring dan evaluasi program PTM
hanya pelaporan data dalam bentuk jumlah

49
saja, baru direncanakan untuk 2018.

3.3. External Factor Evaluation (EFE) Matrix

NO BOBOT PERINGKAT SKOR


CRITICAL SUCCESS FACTORS Keterangan
(Total 1) (1-3)
OPPORTUNITY
Indikator : Sumber Daya Manusia
a. Tenaga keperawatan dengan Total
jenjang sarjana di Puskesmas peluang
Pisang Baru ada 7 orang dan ada
satu orang yang merupakan
Magister Keperawatan Komunitas.
b. Di Puskesmas Pisang Baru terdapat
1 beberapa program lainnya yang bisa 0,1 3 0,3
diajak kerjasama, dan dalam pelak- 1,8
sanaannya bisa diintegrasikan untuk
menjawab permasalahan di setiap
program tersebut. antara lain :
Pelayanan PTM, Pelayanan Lansia,
UKP (angka kontak) Promosi kese-
hatan, program Lansia, dan gizi.
2 Indikator : Pendanaan 0,1 3 0,3
a. Puskesmas Pisang Baru berpeluang
mengalokasikan anggaran melalui
BOK untuk digunakan melakukan
bimbingan teknis kepada
Puskesmas. Bimbingan tekhnis
meliputi : kapitasi, kunjungan
masyarakat, pendataan kasus (jum-
lah kesakitan / morbiditas).
b. Puskesmas Pisang Baru mampu
mengadvokasi dan dapat meman-
faatkan pendanaan melalui lintas

50
sektor (dana desa) dan swadaya
masyarakat melihat Sebagian besar
masyarakat yang memiliki tingkat
ekonomi mnengah keatas.
Indikator : Sumber Informasi dan
Tekhnologi
a. Puskesmas Pisang Baru memiliki
peluang besar dan kemudahan
memperoleh informasi dan
teknologi terbaru baik dibidang
manajemen maupun pelayanan ke-
sehatan, yang bisa digunakan untuk
pengembangan program Perkesmas
3 0,1 3 0,3
melalui jaringan internet.
b. Kemudahan penyebaran informasi
ke masyarakat dengan menggu-
nakan WhatsApp Group dan
Youtube.
c. Kemudahan mendapatkan informasi
dari puskesmas dengan menggu-
nakan portal WhatsApp Group dan
Youtube
4 Indikator : Dukungan Program 0,2 3 0,6
Perkesmas
a. Penduduk Pisang Baru aktif
melakukan kegiatan atau
perkumpulan agama secara kon-
tinyu setiap minggu melalui yasi-
nan, tingkat Desa hingga tingkat
RW. Sehingga memungkinkan kerja
sama untuk melakukan intervensi
keperawatan pada kelompok lebih
mudah

51
b. Terbentuknya kerjasama yang
berkelanjutan antara Puskesmas
Pisang Baru dengan Pemerintahan
desa.
c. Terbukanya peluang kerjasama den-
gan program Perkesmas sebagai
ujung tombak pelayanan ke
masyarakat terkait pelaksanaan pro-
gram PTM dan program lainnya.
d. Puskesmas Pisang Baru sudah
memiliki program yang sudah di
cover BPJS yaitu PROLANIS
membuat program pelayanan lansia
yang pelaksanaannya bisa di-
lakukan di dalam gedung dan luar
gedung. Bentuk pelayanan di dalam
gedung bisa dalam bentuk adanya
klinik PTM dan lansia termasuk di-
dalamnya pengendalian hipertensi

5 Indikator : Sarana Prasarana


a. Wilayah Pisang Baru memiliki
sarana prasarana yang sangat
memungkinkan diajak kerjasama
0,1 3 0,3
dalam pengembangan program
PTM, antara lain : sudah terben-
tuknya klinik PTM, ketersedian
obat hipertensi yang tersedia.

THREATH
1  Data tahun 2021, Jumlah penderita Total
yang diperiksa tekanan darah secara Ancaman
rutin dan berobat sesuai standar 0,1 2 0,2 0,7
sebanyak 481 orang Dari total

52
sasaran 3732 Cakupan ini juga
belum optimal karena masih ada
beberapa Jejaring yang tidak
melaporkan hasil cakupan penyakit
Hipertensi. Karena tidak adanya
laporan, belum tentu bahwa kasus
Hipertensi tidak ada.
 Dari data kunjungan pasien rawat
jalan dan rawat inap hipertensi dan
stroke menempati urutan pertama.
 Komplikasi hipertensi paling
banyak menyebabkan kematian /
ancaman kematian.
2 Dari laporan puskesmas, hipertensi
menempati urutan pertama dari sepuluh
besar penyakit yang ada di Puskesmas
Pisang Baru.

Riskesdas (203), 60% penyebab


kematian di dunia maupun di Indonesia
di sebabkan oleh penyakit
kardiovaskuler termasuk hipertensi
0,1 1 0,1

Kondisi geografis Pisang Baru


mempengaruhi karakteristik penduduk,
sehingga terdapat perbedaan perilaku
masyarakat yang tinggal di wilayah
urban dan rural, hal ini menyebabkan
perilaku dan kepedulian masyarakat
dalam penanggulangan PTM belum
optimal.
3 Kemajuan tekhnologi pelayanan 0,1 2 0,2
kesehatan belum optimal di

53
aplikasikan, hal ini menyebabkan
masyarakat belum bisa sepenuhnya
melakukan deteksi dini PTM
khususnya hipertensi primer. Sehingga
berpengaruh pada tingginya kasus PTM
dimasyarakat yang kemudian tidak
terdeteksi dan tidak tertangani dengan
baik, sehingga tidak jarang ditemukan
dalam kondisi sudah terjadi komplikasi.
4 Pelaksanaan pembentukan posbindu
PTM yang belum merata menyebabkan
masyarakat secara umum belum bisa 0,1 1 0,1
sepenuhnya melakukan deteksi dini
PTM di Posbindu.
5 Sistem monitoring dan evaluasi
program Penyakit Tidak Menular
(PTM) khususnya pada agregat 0,1 1 0,1
penyakit hipertensi di Puskesmas
Pisang Baru belum berjalan optimal

3.4. Penghitungan Skor

1. Sumbu X = Strength - Weaknes


= 1,3 - 0,8
= 0,5
2. Sumbu Y = 1,8 - 0,7
= 1,1

3.5. Martiks TOWS/SWOT

Peluang
54
0,5

1,1

SBU yang berada pada sel I, II atau IV dapat digambarkan sebagai Grow dan Build.
Hasil penghitungan menunjukkan bahwa skor berada pada kuadran I, Posisi ini
menandakan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang. Strategi yang cocok untuk SBU
ini adalah strategi intensif dan strategi integrative. Rekomendasi strategi yang diberikan
adalah Progresif, artinya organisasi dalam kondisi prima dan mantap sehingga sangat
dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih
kemajuan secara maksimal.

55
Sedangkan dari analisis masalah dengan grafik tulang ikan ditemukan bahwa dari
faktor :
 Manusia : Tidak merasakan keluhan, Tidak mengetahui bahaya hipertensi, Malas/
takut cek rutin

 Metode : Pemeriksaan Hipertensi hanya ada di Puskesmas, Klinik, Pustu, Posbindu,


dll.

 Sarana : Penyandang Hipertensi Lansia tidak ada yang mengantar, belum ada layanan
iklan masyarakat

 Dana : Masih ada penyandang Hipertensi yang tidak punya JKN, Masyarakat takut
berobat karena tidak punya uang

 Lingkungan : kurang keperdulian lingkungan / masyarakat terhadap penyakit


Hipertensi

BAB IV
USULAN UPAYA PENGEMBANGAN PELAYANAN INOVASI HELAU HATI

4.7. Usulan Upaya Pengembangan Program

Berdasarkan hasil analisis SWOT dan mengacu pada Analisis SWOT terhadap program
PTM untuk penyakit Hipertensi. Usulan upaya pengembangan strategis dapat dilakukan
melalui:

4.7.1. Pendekatan
a. Pendekatan bottom up
Untuk menjadi "sukses", sebuah kebijakan atau program perlu dibangun dengan
pendekatan bottom up dan Proses harus dinamis, dilaksanakan secara teratur, dengan
memberi masukan yang konstan dan umpan balik dengan para pemangku kepentingan
dan organisasi yang terlibat. Pelaksanaan Program harus dilaksanakan secara

56
Fleksibel untuk memberikan kerangka kerja yang umum untuk kegiatan sehingga
memudahkan kerja sama lintas program dan lintas sektor.
Pemegang progam menyusun program berdasarkan kebutuhan msayarakat.
b. Pelaksanaan Program Top Down
Pelaksanaan Program Top Down harus didasarkan pada kebutuhan lokal, sumber
daya dan inisiatif masyarakat. Pemegang Program menggunakan kerangka umum
program pengelolaan penyakit skala nasional sebagai kerangka umum. Pemegang
program diharapkan dapat mengembangkan program hipertensi terstruktur,
berdasarkan perhitungan memperhitungkan perbedaan regional, jarak geografis di
beberapa wilayah yang kurang padat dan karakteristik spesifik lainnya dari konteks
lokal.
c. Integrasi berbagai kebijakan dan program
Integrasi berbagai kebijakan dan program merupakan titik kunci keberhasilan
pelaksanaan program. Pencegahan dan perawatan hipertensi dapat berhasil
diintegrasikan dalam penyakit kronis lainnya dan program perkesmas, program
promosi kesehatan, Program PTM, program gizi, program lansia, program PISPK.
Pendekatan dengan sector luar kesehatan dalam semua kebijakan partisipatif, yang
mendukung sebuah strategi pelaksanaan, membantu kerja sama lintas sektoral dan
karena itu mengarah pada solusi yang saling menguntungkan untuk masalah yang
kompleks. Hasil analisis menunjukan pendekatan lintas sektoral dapat:
memaksimalkan manfaat kesehatan dari sektor lain yaitu Kepala Desa (perangkat
desa), sektor sosial kemasyarakatan dan pendidikan (Tokoh Maysrakat dan Ibu-ibu
pengajian), asosiasi pasien lokal (Prolanis), sektor swasta, industri makanan, obat-
obatan dan peralatan, pemasaran, media, pembuat keputusan politik (Anggota Dewan
Perwakilan Daerah); meningkatkan jaringan dan aksi bersama; mendukung komitmen
dan kepemilikan bersama, mengurangi pemikiran sendiri yang khas dari pendekatan
mono-sektoral.
Semua mitra dan pemangku kepentingan, harus terlibat
dari awal perencanaan ", dan kemitraan harus tetap aktif sepanjang prosesnya.
Keterlibatan aktif LSM dan Asosiasi dianggap penting untuk memperbaiki Kesadaran
umum pada topik tertentu, yaitu perspektif gender dan hipertensi yang kompleks. Bila
kolaborasi antar mitra berbeda dari berbagai sektor menjadi sistematis, jaringan bisa
berlanjut bahkan setelah akhir proyek.
d. Menggunakan Tokoh Kunci
57
Peran tokoh kunci dengan penyakit kronis dalam tindakan dan advokasi, memberi
pengaruh yang kuat dan sangat proaktif.

e. Pendekatan multi dan interdisipliner


Pendekatan multi dan interdisipliner adalah strategi sukses lainnya, yang
ditujukan untuk: integrasi keterampilan dan pengetahuan di semua tingkat sektor
kesehatan, dan dapat memperbaiki kualitas pencegahan dan perawatan " tanpa
harus meningkatkan beban biaya".
f. Komunikasi dan diseminasi eksternal
Komunikasi dan diseminasi eksternal merupakan titik kunci keberhasilan
pembentukan kesadaran masyarakat umum, visibilitas media, dan untuk
meningkatkan pengetahuan dan partisipasi dalam program. Pakar komunikasi
harus bekerja "bekerjasama erat dengan profesional perawatan kesehatan dalam
program"; unit komunikasi khusus seharusnya didirikan untuk menentukan
rencana komunikasi dan mengkoordinasikan kegiatan: media kampanye,
Lokakarya (Musrembang), buletin kepada mitra dan media, siaran pers.
Kelompok harus mengkoordinasikan laporan, lembar informasi, konseling bahan
dan bahan lainnya untuk keperluan internal.

4.7.2. Pemegang Pelayanan Perkesmas Melakukan Konsolidasi terhadap tim


Perkesmas, Bidan desa, pelayanan PIS-PK, dan PTM
 Membuat rumusan dan tahapan pelaksanaan pelayanan inovasi
 Membuat Buku Panduan program untuk melaksanakan uji coba program
 Lakukan konsultasi dan advokasi untuk sektor terkait sebagai pemangku
kebijakan untuk mendukung Inovasi.
4.7.3. Peningkatan Kapasitas
 Perlu adanya persamaan persepsi, penetapan tupoksi dan SOP yang jelas terkait
pelaksanaan dan kerjasama antar program di Puskesmas Pisang Baru.
 Penanggung jawab program PTM dalam pelaksanaan programnya untuk
menunjang pencatatan, pelaporan, dan monitoring program PTM perlu
melakukan optimalisasi penggunaan serta pemanfaatan tekhnologi informasi
(portal PTM).
 Penannggung Jawab Pelayanan Perkesmas melakukan Workshop Pembuatan
Asuhan Keperawatan bagi seluruh tim Perkesmas

58
 Puskesmas Pisang Baru mampu melakukan optimalisasi keahlian ataupun
kemampuan SDM yang ada terutama dalam pemberdayaan masyarakat serta
penguasaan tekhnologi pelayanan kesehatan melalui pelatihan yang terstruktur
dan berkelanjutan. Bisa dilakukan pelatihan Care Giver.
4.8. Evaluasi/Rencana Tindak Lanjut
Pemantauan dan evaluasi berkala, dengan serangkaian hasil yang ditetapkan secara
bersama dan indikator, merupakan pendorong penting untuk implementasi program lebih
lanjut. Evaluasi dapat berupa kuantitatif untuk mengevaluasi tentang apa yang terjadi dan
kualitatif untuk mengevaluasi mengapa dan bagaimana itu terjadi. Dari hasil analisis
pencapaian IKS pada tahun 2022 terjadi peningkatan signifikan pada tahun 2022 Triwulan 2.
Hal ini menunjukkan pelayanan Inovasi Helau Hati efektif dan efisien dalam menyelesaikan
masalah hipertensi diwilayah kerja UPT Puskesmas Pisang Baru pada tahunn 2022.

Tabel 1.1. Grafik Capaian IKS Tahun 2021 dan Tahun 2022 (Triwulan 2)

59
Dari data hasil capaian tersebut Pelayanan Inovasi Helau Hati harus terus
dilaksanakan untuk mengatasi masalah-masalah di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Pisang
Baru.

BAB V
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Kesuksesan pelaksaan program penyakit tidak menular (hipertensi) sangat
ditentukan oleh 1) penyusunan program dengan mempertimbangkan strategi yang tepat
2) perancanaan anggaran setiap tahapan program yang dilandasi strategi yang tepat 3)
peningatan kapasitas diri 4) pemanfaatan persfektif non-keuangan. Stategi ini dapat
dilaksanakan melaui pendekatan Pendekatan bottom up, pelaksanaan program secara
top down, Integrasi berbagai kebijakan dan program, Pendekatan multi dan
interdisipliner, Komunikasi dan diseminasi eksternal, serta upaya penguatan pelayanan
kesehatan, peningkatan kapasitas diri serta evaluasi dan monitoring.
Analisis SWOT dapat dikatakan sebagai alat ukur untuk mengukur kinerja
program PTM dengan memperhatikan keseimbangan antar sisi keuangan dan
nonkeuangan, antara jangka pendek dan jangka panjang serta melibatkan faktor internal
dan eksternal. Bentuk upaya kerja sama yang telah kami lakukan adalah dengan
60
mengajukan proposal Inovasi Program ke sejumlah stake holder di desa; Kepala desa/
perangkat desa, Tokoh masyarakat, anggota dewan perwakilan rakyat daerah. Dapat
disimpulkan bahwa Stake Holder memiliki anggaran yang siap diberikan untuk
kegiatan pengabdian masyarakat dalam upaya pemberdayaan masyarakat, namun
pengajuan proposal sebaiknya di ajukan pada awal atau pertengahan tahun.
Pelayanan Perkesmas menjawab tantangan yang ada dimasyarakat dengan
melaksanakan optimalisasi pelayanannya sehingga direkomendasikan untuk
dimasukkan kedalam Pelayanan Esensial.
3.2 Saran
Kedepannya diharapkan agar pemegang program menyusun program dengan
strategi yang tepat sehingga dapat berdampak pada tujuan dan sasaran program. Selain
itu perlu untuk banyak penerapan bukti-bukti hasil penelitian kepada pelaksanaan
program bebasis penelitian.

3.3 Lesson Learned


Hasil analisis SWOT diharapkan dapat digunakan untuk perbaikan penyusunan
strategi dan program PTM (hipertensi) dengan harapan meningkatkan mutu pelayanan,
kepuasan masyarakat dan pemerintah serta memiliki dampak yang baik terhadap
pencegahan dan perawatan hipertensi. Usulan strategi ini diharapkan dapat diterima
sebagai masukan untuk perbaikan penyunan dan pelaksanaan program PTM yang
berkelanjuta

61
Daftar Pustaka

Anderson T. E. & McFarlane (2007). Buku Ajar Keperawatan Komunitas Teori dan Praktik.
EGC. Jakarta

API Data (2016). Data Tenaga Kesehatan per Provinsi tahun 2015. Badan Pusat Statistik,
Kementrian PPN/Bappenas, Open Government Indonesia, Badan Informasi Geospasial.
https://data.go.id/dataset/data-tenaga-kesehatan-per-provinsi/resource/db1c4ed9-df9b-
4a96-99e5-55347e67ef5c. diunduh Tanggal 4 Maret 2017.

Badan Pusat Statistik (2016). BPS-Statistik Indonesia. Jakarta.


https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1517. di unduh Tgl. 3 Maret 2017

Chowdhury. F. H., et. Al (2013) CDC’s Noon Conference Departemen of Health ang
Human, services – USE, Division for Heart Disease and Stroke Prevention (DHDSP),
National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion (NCCDPHP),
USA

62
Direktorat PPTM Ditjen P2PL Kemenkes RI (2017). Program PTM. Portal Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak Menular. http://www.pptm.depkes.go.id/cms/frontend/?
p=progptm. Diunduh Tanggal 3 Oktober 2017.

Fakultas Kedokteran UGM (2016). Kebijakan Kesehatan di Indonesia: Diskusi Refleksi 2016
dan Outlook Kebijakan dan Manajemen Kesehatan 2017. Artikel tanggal, 28 Desember
2016. http://fk.ugm.ac.id/2016/12/kebijakan-kesehatan-di-indonesia/. Diakses Tanggal
1 Maret 2017.

Juniarti N., Sari S. P., Yani D. I., (2016) Analysis And Evaluation Of Implementation Of
Undergraduate Nursing Curricullum For Family Nursing In West Jawa. Jurnal INJEC
Vol. 1 No. 2. Faculty of Nursing, Universitas Padjadjaran. Bandung

Juniarti N., Zannettino L., Fuller J., dan Grant J. (2015).The Nursing Centre as a
Collaborative Approach to Service Learning In Community Health in Indonesia.
Flinders University. Australia

Kemenkes RI (2016). Pedoman Umum Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan


Keluarga. Jakarta. Kemnekes RI

Kemenkes RI (2016). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta. Kemnekes RI

Kementrian Kesehatan RI (2014) Situasi dan Analisis Lanjut Usia, Kementrian Kesehatan RI
Pusat Data dan Informasi, Jakarta Selatan

Kementerian Kesehatan Rl (2014) Hipertensi, Infodatin Pusat Data dan Informasi Kemenkes
RI, Jakarta

Kementrian Kesehatan RI (2013) Topik Utama Gambaran Kesehatan Lanjut USia di


Indonesia, Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.

Kementrian Keuangan RI (2015). Penduduk Lansia dan Bonus Demografi Kedua, Jakarta,
http://www.kemenkeu.go.id/Artikel/penduduk-lansia-dan-bonus-demografi-kedua.
diunduh tanggal 3 Maret 2016.

Kementrian Keuangan RI (2015). Penduduk Lansia dan Bonus Demografi Kedua, Jakarta,
http://www.kemenkeu.go.id/Artikel/penduduk-lansia-dan-bonus-demografi-kedua.
diunduh tanggal 1 Maret 2017.

Kementrian Kesehatan RI (2014) Topik Utama Gambaran Kesehatan Lanjut USia di


Indonesia, Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI (2012). Masalah Hipertensi di Indonesia. 7 Mei 2012. Diakses


tangga 7 Maret 2017. http://www.depkes.go.id/article/view/1909/masalah-hipertensi-di-
indonesia.html

63
Kompasiana (2015). Hipertensi, The Silent Killer of Death”, 23 Juni 2015, Diakses tanggal 1
Maret 2017. http://www.kompasiana.com/de-be/hipertensi-the-silent-killer-of-
death_54f8930ba33311ce098b46cb
Menteri Kesehatan RI (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Indonesia

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI (2016) Hipertensi, The Silent Killer, 12
Mei 2015. Diunduh tanggal 25 Februari 2017.
http://www.pusdatin.kemkes.go.id/article/view/15080300001/hipertensi-the-silent-
killer.html.

Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang (2016). Profil Dinas Kesehatan Kabupaten


Sumedang. Jabar

Rangkuti F. (2017). SWOT Balanced Scorecard: Teknik Menyusun Strategi Korporat yang
Efektif Plus Cara Mengelola Kinerja dan Resiko. PT. GramediaPustaka Utama. Jakarta

Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas. (2013). Report of the Riskesdas. Retrieved from
http://www.litbang.depkes.go.id

Rusadi M. A. (2016). Kebijakan Pelayanan dan Pembayaran Dalam Program JKN. Jakarta.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.

RSUP Sanglah Denpasar bekerja Sama dengan Kemenkes RI, Komisi Akreditasi Rumah
Sakit, JCI Approved Seal, Hari Kesehatan Sedunia (2013). Hipertensi The Silent Killer
of Death, Denpasar, http://www.sanglahhospitalbali.com/v1/berita.php?ID=113.
Diakses tanggal 28 Februari 2017

Samba S., (2014). Nursing Center; Konsep dan Aplikasi. Jakarta. EGC

Trisnantoro L., Kurniawan M. F., Harbianto D., Siswoyo B. E. (2015). Outlook Kebijakan
Pembiayaan di Tahun 2015, Pembiayaan Kesehatan Daerah dalam era JKN: Apakah
masih ada desentralisasi pemerintah daerah dalam pembiayaan kesehatan?. Pusat
Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran UGM.
http://manajemenpembiayaankesehatan.net/index.php/usingjoomla/extensions/
components/content-component/articlecategories/1366-outlook-kebijakan-pembiayaan-
di-tahun-2015. Diakses tanggal, 1 Maret 2017.

UNDP Indonesia (2015). Konvergensi Agenda Pembangunan Nawa Cita, RPJMN, dan
‘SDGs’. Jakarta. UNDP

WHO (2007). People-Centred Health Care: A policy framework. WHO Press, Jeneva

64
65

Anda mungkin juga menyukai