Anda di halaman 1dari 7

TUGAS UTS

RESUME JURNAL EKONOMI KESEHATAN

Nama: Farhani Yuliana

NPM: 02180200082

Jurusan: S1 Kesehatan Masyarakat

Kelas: antara

Mata Kuliah: Ekonomi Kesehatan

Judul Jurnal Ke- 1 Analisis Estimasi Biaya Langsung Medis Penderita Rawat Jalan
Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang
Tahun 2013
Penulis Mursalin, Prastuti Soewondo
Latar Belakang Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh peningkatan kadar glukosa darah
akibat penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi
oleh resistensi insulin (Soegondo et al, 2009). Diabetes Mellitus
merupakan penyakit epidemik yang menjadi ancaman global.
Selain tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi, juga
menyebabkan sebagian besar negara di dunia mengeluarkan
anggaran kesehatan yang besar. Diabetes mellitus atau penyakit
kencing manis, kini menjadi perhatian serius. Keseriusan ini
lantaran Sidang Umum Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) dalam
press release tanggal 20 Desember 2006 telah mengeluarkan
Resolusi Nomor 61/225 yang mendeklarasikan bahwa epidemik
diabetes mellitus merupakan ancaman global dan serius sebagai
salah satu penyakit tidak menular yang menitikberatkan pada
pencegahan dan pelayanan diabetes di seluruh dunia. Sidang ini
juga menetapkan tanggal 14 Nopember sebagai Hari Diabetes Se-
Dunia (World Diabetes Day) yang dimulai tahun Data dari studi
global International Diabetes Federation (IDF, 2011)
menunjukkan bahwa jumlah penderita diabetes mellitus pada
tahun 2011 telah mencapai 366 juta orang. Jika tidak ada tindakan
yang dilakukan, jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi
552 juta pada tahun Diabetes mellitus telah menjadi penyebab dari
4,6 juta kematian. Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, penderita diabetes
mellitus yang terdiagnosis dokter mencapai 1,5 persen dari jumlah
penduduk Indonesia dan yang terdiagnosis dokter atau mengalami
gejala sebesar 2,1 persen. Diabetes mellitus adalah penyakit yang
tidak bisa sembuh total, bahkan butuh perawatan lama yang
mahal, menghabiskan biaya tak sedikit. Apalagi sampai
komplikasi seperti penyakit jantung, stroke, dan komplikasi
lainnya sehingga besaran biaya yang harus dikeluarkan bertambah
beberapa kali lipat. WHO memperkirakan kebanyakan negara di
seluruh dunia mengeluarkan 2,5-15 persen anggaran kesehatannya
untuk diabetes mellitus (Harnowo PA, 2012). Menurut IDF tahun
2011 pengeluaran biaya kesehatan untuk diabetes mellitus telah
mencapai 465 miliar USD. Biaya itu, terdiri perawatan langsung
untuk diabetes US$116 miliar atau 67 persen dari total biaya.
Juga, biaya tak langsung sebesar US$58 miliar atau 33 persen.
Menurut Rascati dalam Essentials of farmacoeconomics (2009)
biaya langsung terdiri dari 2 tipe yaitu biaya langsung medis
(direct medical cost) dan biaya langsung non medis (direct
nonmedical cost). Biaya langsung medis (direct medical cost)
terdiri dari biaya obat, konseling dan konsultasi pasien, tes
diagnosa, biaya rawat inap, rawat jalan, gawat darurat, pengobatan
dan perawatan di rumah, pelayanan ambulans dan pelayanan
keperawatan. Sedangkan biaya langsung non medis (direct
nonmedical cost) terdiri dari biaya perjalanan untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan, biaya makan pada keluarga yang menemani
pasien, penginapan untuk pasien dan keluarga untuk pengobatan di
luar kota, dan pelayanan kesehatan anak untuk anak pasien.
Di Indonesia, beban biaya yang dikeluarkan untuk diabetes
mellitus setiap tahunnya sekitar 5 triliun rupiah sampai 8 triliun
rupiah. Perkiraan biaya yang timbul setiap tahun tersebut baru
meliputi biaya langsung. Belum memperhitungkan biaya tidak
langsung akibat diabetes mellitus seperti kehilangan kesempatan
belajar dan bekerja (Thabrany H, 2013 dalam Widiyani R, 2013).
Pada 2012 total biaya rawat jalan yang ditanggung PT. ASKES
adalah Rp. 253.347.351.569, untuk pengobatan, dan Rp.
103.113.249.659, untuk selain pengobatan. Sementara untuk rawat
inap biaya yang dikeluarkan adalah Rp. 40.192.886.042, untuk
pengobatan dan Rp. 114.705.057.013, untuk selain pengobatan
(Widiyani R,2013).
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menghitung besarnya biaya
langsung medis dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada
penderita rawat jalan diabetes mellitus tipe 2. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Januari Februari 2015 di RSUD dr.
Abdul Aziz Singkawang, Kalimantan Barat.
Metodologi Penelitian Metode Jenis penelitian ini adalah kuantitatif analitik,
dengan menggunakan data sekunder yang dikumpulkan secara
retrospektif study berdasarkan data tahun Lokasi dan Waktu
Penelitian Pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan di
RSUD dr. Abdul Aziz Singkawang Kalimantan Barat yang
merupakan Rumah Sakit Tipe B pada bulan Januari Pebruari
Populasi dan Sampel Populasi target penelitian ini adalah adalah
seluruh penderita rawat jalan diabetes mellitus tipe 2 yang berobat.
Jumlah sampel minimal untuk data numerik diperoleh dengan
menggunakan rumus perhitungan besar sampel estimasi rata-rata
pada sampel acak sederhana dengan presisi relatif (Ariawan,
1998).
Berdasarkan rumus tersebut, diperoleh bahwa jumlah sampel yang
dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebesar 200 penderita.
Hasil Hasil penelitian memperlihatkan bahwa upaya untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita dan biaya pelayanan
kesehatan yang efektif dan efisien melalui Prolanis belum optimal.
Namun, Prolanis bila diterapkan sesuai standar, diharapkan dapat
mencegah komplikasi dan komorbiditas pada penderita dengan
melakukan deteksi dini dan mengontrol kadar gula darah
penderita. Sedangkan penderita dengan komplikasi dan
komorbiditas dilakukan penatalaksanaan secara komprehensif
sehingga komplikasi dan komorbiditasnya tidak bertambah berat.
Akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup penderita serta
efisiensi biaya. Namun perlu waktu dan tidak bisa cepat terlihat
hasilnya.
Kesemipulan Upaya promotif dan preventif perlu ditingkatkan untuk mencapai
efektivitas dan efisiensi pengobatan dan meningkatkan kualitas
hidup penderita.

Judul Jurnal Ke- 2 Evaluasi Dampak Program Keluarga Harapan Terhadap


Pemanfaatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan untuk Layanan
Persalinan di Indonesia (Analisis Data SUSENAS tahun 2018)
Tahun 2018
Penulis Gede Wirabuana Putra, Pujiyanto Pujiyanto
Latar Belakang Peningkatan pembangunan bidang ekonomi serta kualitas hidup
masyarakat di Indonesia memperhatikan beberapa komponen
untuk mencapai Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM
memiliki tiga dimensi dasar yaitu Usia harapan hidup, tingkat
pendidikan dan taraf hidup yang layak. Pada tahun 2018, Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia mencapai 71,39,
Meningkat sebesar 0,58 poin atau tumbuh sebesar 0,82 persen
dibandingkan tahun 2017. Sedangkan tingkat kesenjangan
pendapatan Indonesia yang diukur dengan Gini Ratio yaitu sebesar
0,389, sedikit membaik yaitu sebesar 0,002 poin dari pencapaian
tahun 2017 (BPS, 2018). Keadaan ini didukung dengan berbagai
program pemerintah, salah satunya yaitu Program Keluarga
Harapan (PKH) yang dilaksanakan sejak tahun 2007 (Hidayat,
2010)
Program Keluarga Harapan (PKH) di beberapa negara dikenal
dengan program Conditional cash transfers (CCT). Meksiko
meluncurkan CCT (PROGRESA) pada tahun 1997. Pada bulan
Maret 2002, PROGRESA mengubah namanya menjadi
Oportunidades (Gertler P, 2004). Di India program CCT dikennal
dengan Janani Sur-shsha Yojana (JSY) (Rahman and
Pallikadavath, 2018), di filipina dengan Pantawid Pamilya
(Chandury et al, 2013) di Amerika "Opportunity New York City"
(ONYC) dan In Care of the People (COPE) serta SURE-P
maternal and child health programme (SURE-P MCH) di Nigeria.
PKH di Indonesia mengalami perkembangan cukup besar dalam
kepesertaan serta manfaatnya. Mulai Juli 2007 peserta PKH
terdapat di 13 provinsi dengan 720.000 rumah tangga miskin
(Hidayat, 2010). Pada tahun 2018 Keluarga Penerima Manfaat
(KPM) PKH mencapai 10 juta KPM PKH di Indonesia
(Kementerian Sosial RI, 2018).
Berdasarkan data SUPAS 2015, Angka kematian ibu di Indonesia
secara umum mengalami penurunan dari 390 menjadi 305 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 1991-2015.Walaupun
demikian angka ini belum memenuhi target MDGs di tahun 2015
Oleh karena itu pada target SDGs, menerapkan target penurunan
AKI menggunakan model Average Reduction Rate (ARR) atau
yang dikenal dengan penurunan rata-rata kematian ibu sebesar
5,5% Model menunjukkan perkiraan rata-rata penurunan AKI di
Indonesia pada tahun 2030 yang diharapkan dapat menurun
menjadi 131 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2019).
Berdasarkan Riset kesehatan dasar 2018, didapatkan 16 %
persalinan pada perempuan umur 15- 49 tahun dilakukan tidak
pada fasilitas kesehatan (Kemenkes RI, 2018) apabila
dibandingkan dengan data SDKI tahun 2017 persalinan yang
dilakukan tidak pada fasilitas kesehatan sebesar 21% (SDKI,
2017). Salah satu upaya pemerintah dalam menjawab tantangan
tersebut dengan cara menetapkan indikator bahwa persalinan
wajib ditolong tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan
dalam PMK no. 4 tahun 2019 dan Rencna strategis 2015-2019
(Kementrian Kesehatan RI, 2019). Salah satu sasaran KPM PKH
dalam bidang kesehatan adalah Ibu hamil memiliki kewajiban
bersalin di fasilitas kesehatan (Kementerian Sosial RI, 2019). Atas
dasar ini peneliti tertarik mengetahui Apakah Program Keluarga
Harapan memiliki dampak terhadap pemanfaatan fasilitas
kesehatan untuk bersalin di Indonesia.
Tujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang diukur melalui
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Tingkat ketimpangan
pengeluaran penduduk Indonesia (Gini Ratio) dengan salah satu
indicator yang diakomodir adalah pemanfaatan pelayanan
kesehatan.
Metodologi Penelitian ini adalah quasi-eksperimental degan desain cross
sectional yang menggunakan data sekunder Survei Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2018. Susenas 2018 mencakup
295.155 sampel rumah tangga yang tersebar pada 34 provinsi dan
514 kabupaten/kota di Indonesia. Unit analisis dalam penelitian ini
adalah Wanita Usia Subur (WUS) 15-49 tahun yang pernah
melahirkan anak lahir hidup terakhir pada periode dua tahun
sebelum survey dilaksanakan.kemudian kategori untuk status
ekonomi yang masuk dalam inklusi yaitu desil 1 hingga desil 3.
Hal ini dikarenakan kriteria KPM PKH merupakan masyarakat
dengan status ekonomi miskin Dari total sampel sebanyak
1.131.825 individu yang dicacah terdapat 8.636 sampel yang
sesuai dengan kriteria inklusi.
Hasil Berdasarkan hasil deskriptif statistik yang disajikan pada tabel 1,
rata-rata ibu yang berada pada desil 1-3 bersalin di fasilitas
Kesehatan sebesar (61%), dari hasil tersebut didapatkan 10,8%
merupkan KPM PKH Variabel independen utama (Variabel
interest) pada penelitian ini adalah Program Keluarga Harapan,
terlihat bahwa KPM PKH pada ibu yang melakukan persalinan
dua tahun terakhir sebelum SUSENAS 2018 mencapai (18%).
Rata rata umur ibu yang bersalin adalah 32 tahun. Rata rata jumah
anggota keluarga ibu bersalin yaitu 5orang dalam satu keluarga.
Ibu bersalin yang tinggal di perkotaan (Urban) sebesar 25 %, dari
hasil tersebut didapatkan 3,5% KPM PKH. Ibu yang memiliki
pekerjaan yaitu sebesar (36%), dari hasil tersebut didapatkan 7,2%
KPM PKH.
Ibu dengan Pendidikan tinggi yaitu sebesar (21%), dari hasil
tersebut didapatkan 1,7% KPM PKH, ibu dengan status ekonomi
miskin yaitu sebesar (53%), dari hasil tersebut didapatkan 9,7%
KPM PKH. Kepemilikan telepon sebagai alat komunikasi pada
ibu sangat rendah yaitu sebesar (0,2%), dan dari hasil tersebut
tidak ada
yang merupakan KPM PKH. Sedangkan untuk kepemilikan HP
yaitu sebesar (43%), dari hasil tersebut didapatkan 6,3% KPM
PKH. Ibu hamil dengan kemampuan dan memiliki akses internet
yaitu sebesar (12%), dari hasil tersebut didapatkan 1% KPM PKH
Transportasi yang dimiliki, didapatkan ibu yang memiliki sepeda
motor sebesar (59%), dari hasil tersebut didapatkan 9,7% KPM
PKH, memiliki mobil sebesar (1%), dari hasil tersebut didapatkan
0,03% KPM PKH dan kepemilikan perahu motor sebesar (3%),
dari hasil tersebut didapatkan 0,5% KPM PKH. Kemudian selain
PKH, adapun program pemerintah yang mampu menjamin
masyarakat miskin untuk mengakses pelayanan kesehatan, yaitu
program JKN-PBI. Ibu hamil yang memiliki JKN-PBI diapatkan
sebesar (62%), dari hasil tersebut 15,2% merupakan KPM PKH.
Kesemipulan PKH meningkatkan pemanfaatan bersalin di fasilitas kesehatan.
Penerima PKH memiliki peluang 1,23 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan tidak menerima PKH. Implmentasi PKH
memiliki manfaat dalam rangka membantu masyarakat,
terutama penduduk miskin dan rentan untuk mendapat hak
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk bersalin,
faktor pendukung lainnya seperti ketersediaan fasilitas
kesehatan, alat komunikasi dan informasi, sarana
transportasi serta bantuan sosial komplementer JKN-PBI harus
dijadikan pertimbangan dalam evaluasi program PKH.

Judul Jurnal Ke- 3 Analisis Biaya Satuan Pelayanan Sectio Caesaria dan Upaya
Efisiensinya di RSD Kol. Abundjani Bangko
Tahun 2013
Penulis Tetriadi, Atik Nurwahyuni
Latar Belakang Laporan Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa ibu bersalin
disarana kesehatan mengalami peningkatan dari 63% (2013)
menjadi 79% (2018). Tindakan persalinan dengan sectio caesaria
(SC) meningkatkan resiko biaya pada ibu yang diperlukan
untuk pelayanan. Kasus SC merupakan penyumbang tertinggi
pendapatan bersumber dari BPJS (50% dari pendapatan
BPJS), sedangkan BPJS sendiri menyumbangkan 73% dari total
pendapatan RSD Kol. Abundjani Bangko. Sama halnya pada
penelitian yang dilakukan Damayanti (2017), Astiena, et, al
2010), Baikole (2017), Liweru, et, al (2015), Tetriadi (2018),
Wang (2016). Laporan bulan Januari 2018 pendapatan BPJS
yang bersumber dari sectio caesaria sebesar Rp2.167.614.300,-
terdapat selisih bayar jika pembayaran digunakan dengan tarif
rumah sakit sebesar Rp2.676.546.951. Artinya ada selisih sebesar
Rp508.932.651 dan ini akan mengganggu cash flow RS. Hal ini
terjadi karena Perda tarif yang sudah lama tidak direvisi (tahun
2011) dan perhitungannya belum menggunakan unit cost.
BPJS kesehatan sesuai Undang-Undang nomor 24 tahun 2011
merupakan badan yang ditunjuk pemerintah untuk mengelola
jaminan kesehatan seluruh Indosnesia. Sistem pembayaran biaya
pelayanan menggunakan INA-CBG’s, dibayar tetap/flat sesuai
dengan kelompok diagnosis pasien (kode penyakit). Artinya
rumah sakit maupun pihak membayar tidak lagi merinci tagihan
dengan merinci pelayanan apa saja yang telah diberikan seorang
pasien, akan tetapi rumah sakit hanya menyampaikan diagnosis
pasien pada saat pulang dengan memasukan kode diagnosis
tersebut. Pembayaran dengan cara DRG's ini dapat mengurangi (1)
tarif yang dibayarkan untuk sumber rumah sakit, (2) lama hari
rawat, (3) intensitas pelayanan yang diberikan dan (4)
menghasilkan efesiensi produk. (Murti, 2000)
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk melakukan Analisis Biaya
Pelayanan kasus sectio caesaria serta efisiensinya di RSD Kol.
Abundjani Bangko.
Metodologi Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif menggunakan metode cros sectional. Sampel adalah
pasien yang mendapatkan layanan sectio caesaria mulai 1
Oktober sampai dengan 31 Desember 2017 yang diperoleh dari
data rekam medis dan data tagihan keuangan (billing) RS yang
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Sampel pasien BPJS
dengan tindakan prosedir sectio caesaria ringan (kode INA CBG’s
O-6-10-1) dan dikeluarkan sampel jika pulang paksa. Data yang
dipergunakan data sekunder yang diperoleh dari bagian rekam
nedis, instalasi aset, bagian keuangan, kepegawaian dan instalasi
farmasi RSD Kol. Abundjani Bangko.
Hasil Hasil Penelitian diperolehnya biaya layanan section caesaria di
RSD Kol. Abundjani Bangko, ruang rawat VIP Rp6.704.891,
kelas I Rp6.491.721, kelas II Rp6.320.449 dan kelas III
Rp6.503.920 serta inefisiensi ruang OK/OKE Rp571.754,
laboratorium Rp20.105, obat Rp203.608, alkes dan BHP
Rp74.084. Kesimpulan diperolehnya unit cost pelayanan sectio
caesaria serta inefeisiensinya di RSD Kol. Abundjani Bangko.
Kesemipulan Telah dilakukan penelitian untuk mendapatkan biaya satuan sectio
caesaria pada RSD Kol. Abundjani Bangko dengan kesimpulan
sebagai berikut :
Didapatkan besaran biaya operasional, pemeliharaan dan investasi
RSD Kol. Abundjani bangko tahun 2017 sebesar : biaya
operasional Rp43.215.823.144 (73%), sedangkan biaya investasi
Rp14.542.411.078 (25%). Untuk biaya pemeliharaa hanya
menghabiskan Rp1.405.309.640 (2%) dari total cost
Rp59.163.543.862, dengan biaya unit penunjang
Rp14.069.533.508 (24%) dan unit produksi Rp45.094.010.354
(76%) walaupun penelitian dilakukan selama 3 semester
disebabkan rumah sakit belum memiliki SIRS yang terintegrasi
Diperolehnya biaya layanan section caesaria di RSD Kol.
Abundjani Bangko, untuk ruang rawat VIP Rp6.704.891, Kelas I
Rp6.491.721, Kelas II Rp6.320.449 dan Kelas III Rp6.503.920,
sedangkan inefisensi terjadi pada ruang OK/OKE Rp571.754,
laboratorium Rp20.103, obat Rp203.608 dan alkes serta BHP
Rp74.084.
Rumah sakit masih bisa berjalan seandainya pemerintah
memutuskan biaya gaji pegawai tetapi akan berpengaruh terhadap
kinerjanya jika pemerintah tidak membantu tambahan biaya
investasi ke rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai