Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KELOMPOK

KEKERASAN TERHADAP
PEREMPUAN

DISUSUN OLEH:
FARHANI YULIANA 02180200082
SESHARIA YENITA EKAPUTRI 021802000096
YUSUF HABIBI 02180200095

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA
1
2020

BAB I

PENDAHULAN

A. Latar Belakang
Kekerasan terhadap perempuan dewasa ini, merupakan suatu hal yang menarik
karena banyak diperbincangkan oleh kalangan praktisi, Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), akademisi dan masyarakat luas. Hal itu dilatar belakangi adanya tuntutan
peren perempuan yang semakin komplek seiring dengan perkembangan jaman yang
cendrung lebih memperhatikan Hak-Hak Asasi Manusia (HAM) tanpa melihat atau
membedakan jenis kelamin. Kekerasan terhadap perempuan merupakan timdakan
pelanggaran HAM yang paling kejam yang dialami perempuan. Oleh karenanya tidak
salah apabila tindak kekerasan terhadap perempuan tersebut oleh organisasi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) disebut sebuah kejahatan kemanusiaan.
Serangkaian data yang dikeluarkan UNIFEM (dana PBB untuk perempuan) tentang
kekerasan menunjukan bahwa di Turki jumlah perempuan yang mengalami kekerasan
oleh pasangannya mencapai 57,9 % pada tahun 1998.di India, jumlahnya mencapai
49% pada tahun 1999, di Amerika Serikat jumlahnya mencapai 22,1 %.

Di Banglades, laporan terakhir tahun 2000 menyebutkan 60 % perempuan


menikah mengalami kekerasan oleh suami. Di Indonesia sendiri, sekitar 24 juta
perempuan atau 11,4 % dari total penduduk Indonesia pernah mengalami tindak
kekerasan. Kekerasan terhadap perempuan dewasa ini tidak saja merupakan masalah
individu, melainkan juga merukapan masalah nasional dan bahkan sudah merupakan
masalah global. Dalam hal-hal tertentu kekerasan terhadap perempuan dapat dikatakan
sebagai masalah transnasional. Dikatakan masalah global dapat dilihat dari ditetapkan
hukum internasional yang menyangkut fenomena tersebut seperti ditegaskan olh
Muladi sebagai berikut:

a) Viena Declaration.

b) Convention on the Elimination of All Forms Discrimination Against Women


(1979).

c) Declaration on the Elimination of Violence Against Woman (1993).

d) Bejing Declaration and Platform for Action (1994).

Kekerasan terhadap perempuan sebagai masalah global, sudah mencemaskan


setiap negara di dunia, tidak saja negara-negara yang sedang berkembang tetapi juga
termasuk negara-negara maju yang dikatakan sangat menghagai dan peduliterhadap
HAM seperti Amerika Serikat. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang,
menyandang predikat buruk dalam masalah pelanggaran HAM. Pelanggaran HAM
yang salah satu diantaranya pelanggaran HAM perempuan.

2
Negara Indonesia juga telah mengeluarkan berbagai peraturan hukum untuk
melindungi korban dan mencegah terjadinya KDRT, seperti (1) Undang-
UndangDasar1945Pasal28G; (2) Undang-undang No. 9 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia; (3) Undang-undang No. 7 tahun 1984 tentang Pengesah-an Konvensi
Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita; (4) Undang-
undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan; (5) Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana; (6) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana; dan (7) Undang-
undangNo.23tahun2004tentangPenghapusan KDRT .

Pelanggaran HAM perempuan tersebut dapat digolongkan sebagai tindak


kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi di mana
saja (di tempat umum, di tempat kerja, dilingkungan keluarga (rumah tangga) dan lain-
lainnya. Dapat dilakukan oleh siapa saja (orang tua, saudara laki-laki ataupun
perempuan dan lain-lainnya dan dapat terjadi kapan saja (siang dan malam).
Kekerasan terhadap perempuan yang menjadi sorortan tulisan ini yakni kekerasan
terhadap perempuan yang lokusnya dala rumah tangga. Dewasa ini kekerasan terhadap
perempuan sangat mencemaskan banyak kalangan terutama kalangan yang peduli
terhadap perempuan. Walaupun sejak tahun 1993 sudah ada Deklarasi Penghapusan
Kekerasan Terhadap Perempuan namun kekerasan terhadap perempuan tetap ada dan
bahkan cendrung meningkat.

Hal tersebut dapat diketahui dari pemberitaan di mass media baik media cetak maupun
media elektronik.Mengingat luasnya kontek kekerasan terhadap perempuan, namun
dalam tulisan ini dibatasi hanya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga
dalam kedudukannya sebagai istri.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yan dimaksud Kekerasan terhadap perempuan?

2. Apa saja dampak kekerasan terhadap perempuan?

3. Apa saja pencegahan dan penanganannya?

4. Apa saja Undang-Undang yang mengatur?

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kekerasan Terhadap Perempuan

Menurut WHO (dalam Bagong. S, dkk, 2000), kekerasan adalah penggunaan


kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan
atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar
mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan
atau perampasan hak. Secara filosofis, fenomena kekerasan merupakan sebuah gejala
kemunduran hubungan antarpribadi, di mana orang tidak lagi bisa duduk bersama
untuk memecahkan masalah. Hubungan yang ada hanya diwarnai dengan ketertutupan,
kecurigaan, dan ketidakpercayaan. Dalam hubungan seperti ini, tidak ada dialog,
apalagi kasih. Semangat mematikan lebih besar daripada semangat menghidupkan,
semangat mencelakakan lebih besar daripada semangat melindungi. Memahami
tindak-tindak kekerasan di Indonesia yang dilakukan orang satu sama lain atau
golongan satu sama lain dari perspektif ini, terlihat betapa masyarakat kita sekarang
semakin jauh dari menghargai dialog dan keterbukaan.

Permasalahan sosial biasa bisa meluas kepada penganiayaan dan pembunuhan.


Toko, rumah ibadah, kendaraan yang tidak ada sangkut pautnya dengan munculnya
masalah, bisa begitu saja menjadi sasaran amuk massa. Secara teologis, kekerasan di
antara sesama manusia merupakan akibat dari dosa dan pemberontakan manusia. Kita
tinggal dalam suatu dunia yang bukan saja tidak sempurna, tapi lebih menakutkan,
dunia yang berbahaya. Orang bisa menjadi berbahaya bagi sesamanya. Mulai dari tipu
muslihat, pemerasan, penyerangan, pemerkosaan, penganiayaan, pengeroyokan,
sampai pembunuhan. Menghadapi kenyataan ini, ada dua bentuk perlawanan yang
dilakukan sejauh ini dengan bernafaskan ajaran cinta damai.

Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan yang dikenakan pada


seseorang semata-mata karena dia perempuan yang berakibat atau dapat menyebabkan
kesengsaraan/penderitaan secara fisik, psikologis atau seksual. Termasuk juga
ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara
sewenang-wenang baik yang terjadi di muka umum maupun dalam kehidupan pribadi.
(pasal 1, Deklarasi Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, 1993).

Setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala
bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan
dalam rumah tangga, merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan
terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus ; bahwa
korban kekerasan dalam rumahtangga, yang kebanyakan adalah perempuan, harus
mendapat perlindungandari negara dan / atau masyarakat agar terhindar dan terbebas
dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang
merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan; Dalam kenyataannya kasus

4
kekerasan dalam rumah tangga banya kterjadi, sedangkan sistem hukum di Indonesia
belum menjamin perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga;
Kekerasan pada perempuan di Indonesia sendiri telah di antisipasi dengan Undang-
UndangNo.23Tahun2004tentangKekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

B. Faktor-Faktor Penyebabnya antara lain:


1) Karena ketimpangan histori shubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan
yang mengakibatkan dominasi dan kriminasi terhadap perempuan.
2) Peran gender yang dikonstruksi secara sosial dan budaya (laki-laki sebagai seorang
superior). Bentuk Kekerasan Pada Perempuan:
 Kekerasan fisik.
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka
berat.
 Kekerasan Psikologis.
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa
percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau
penderitaan psikis berat pada seseorang.
 Kekerasan Finansial
adalah menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum
yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan
kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
 Kekerasan Seksual
meliputi:
 pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam
lingkup rumah tangga tersebut;
 pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya
dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasant erhadap
perempuan harus dihentikan karenasudah tidak lagi memerlukan penelitian dan bukti-
bukti akademis, karena secara empirik hampir setiap hari semua orang dapat
menyaksikan kasus-kasus ini dalam berbagai bentuknya lewat media massa baik cetak
maupun elektronik.
3) Aspek Budaya:
a) Kuatnya pengertian yang bersumber pada nilai-nilai budaya yang memisahkan peran
dan sifat gender laki-laki dan perempuan secara tajam dan tidak setara.
b) Sosialisasi pengertian tersebut melalui a.l. keluarga, lembaga pendidikan, agama, dan
media massa, menyebabkan berlakunya keyakinan dan tuntutan:
c) laki-laki dan perempuan punya tempat dan perannya sendiri-sendiri yang khas dalam
keluarga/perkawinan/berpacaran.
d) laki-laki lebih superior daripada perem-puan, dan mempunyai hak penuh untuk
memperlakukan perempuan seperti barang miliknya
e) keluarga adalah wilayah pribadi, tertutup dari pihak luar, dan berada di bawah kendali
laki-laki
f) Diterimanya kekerasan sebagai cara penyelesaian konflik
4) Aspek Ekonomi:

5
a) Ketergantungan perempuan secara ekonomi pada laki-laki;
b) perempuan lebih sulit untuk mendapatkan kredit, kesempatan kerja di lingkup formal
dan informal, dan kesempatan mendapat-kan pendidikan dan pelatihan.
5) Aspek Hukum:
a) Status hukum perempuan yang lebih lemah dalam peraturan perundang-undangan
maupun dalam praktek penegakan hukum;
b) Pengertian tentang perkosaan dan KDRT yang belum menjawab sepenuhnya
kebutuhan perlindungan bagi korban dan penanganan pada pelaku;
c) Rendahnya tingkat pengetahuan yang dimiliki perempuan tentang hukum,
d) Perlakuan aparat penegak hukum yang belum sepenuhnya peka pada perempuan dan
anak perempuan korban kekerasan.
6) Aspek Politik:
a) Rendahnya keterwakilan kepentingan perempuan dalam proses pengambilan
keputusan di bidang politik, hukum, kesehatan, maupun media.
b) Kekerasan terhadap Perempuan masih belum sepenuhnya dianggap sebagai persoalan
yang berdampak serius bagi negara,
c) Adanya resiko yang besar bila memperta-nyakan aturan agama,
d) Terbatasnya partisipasi perempuan di organisasi politik.

C. Dimana terjadi kekerasan

Kekerasan fisik, psikologis-emosional, seksual dapat terjadi di:

a) lingkungan keluarga, misal kekerasan terhadap istri/anak, incest;


b) masyarakat umum, misal: pelecehan seks oleh guru/orang lain, praktek-praktek budaya
yang merugikan perempuan/anak perempuan
c) wilayah konflik/non konflik dan bencana, misal: kebijakan/fasilitas publik yang tidak
peka gender yang memungkinkan untuk terjadinya kekerasan, maupun tindak
kekerasan yang dilakukan oleh aparat.

D. Dampak Kekerasan
Pada Korban:
a) Kesehatan Fisik : memar, cedera (mulai dari sobekan hingga patah tulang dan luka
dalam), gangguan kesehatan yang khronis, gangguan pencernaan, perilaku seksual
beresiko, gangguan makan, kehamilan yang tak diinginkan, keguguran/ melahirkan
bayi dengan berat badan lahir rendah, terinfeksi penyakit menular seksual, HIV/AIDS
b) Kesehatan Mental: depresi, ketakutan, harga diri rendah, perilaku obsesif kompulsif,
disfungsi seksual, gangguan stress pasca trauma
c) Produktivitas kerja menurun: sering terlambat datang ke tempat kerja, sulit
berkonsentrasi, berhalangan kerja kare-na harus mendapat perawatan medis, atau
memenuhi panggilan polisi/meng-hadiri sidang.
d) Fatal: bunuh diri, membunuh/melukai pelaku, kematian karena aborsi/kegugur-
an/AIDS

Pada Anak:

6
a) Gangguan kesehatan dan perilaku anak di sekolah,
b) Terhambatnya kemampuan untuk menjalin hubungan yang dekat dan positif dengan
orang lain,
c) Kecenderungan lari dari rumah, adanya keinginan bunuh diri
d) Berkemungkinan menjadi pelaku atau cenderung menjadi korban kekerasan yang
serupa di masa remaja/dewasanya

Pada Masyarakat & Negara:

a) Penurunan kualitas hidup dan kemampuan perempuan untuk aktif ikut serta dalam
kegiatan di luar rumah, termasuk untuk berpenghasilan dan menjadi bagian dari
kehidupan masyarakat.
b) Besarnya biaya untuk penanganan kasus di kepolisian maupun pengadilan, serta biaya
untuk perawatan kesehatan bagi korban
c) Menguatnya kekerasan sebagai cara menyelesaikan konflik

E. Pencegahan dan Penanganan


Persoalan ini bukan persoalan perempuan saja, tetapi merupakan persoalan
bersama. Pencegahan, penanganan korban dan pelaku adalah tanggung jawab semua
pihak: laki-laki, perempuan, lingkungan tetangga, tokoh agama/masyarakat, lembaga
pendidikan/ agama, dunia usaha maupun pemerintah. Kerjasama antara pusat
penanganan krisis bagi perempuan korban (women’s crisis center) dengan masyarakat,
dunia usaha, dan pemerintah merupakan suatu kemutlakan.
Upaya pencegahan dan penanganan korban maupun pelaku yang ada masih jauh
dari memadai. Bagi para perempuan penyandang cacat, kondisi ini lebih berat
dirasakan. Khusus tentang dukungan bagi korban untuk dapat melanjutkan hidupnya
secara mandiri, sehat dan bermartabat, dibutuhkan beragam dukungan yang bentuknya
fleksibel sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan korban, dan bersifat
memberdayakan.

E. Peraturan / Kebijakan yang berkaitan dengan pemenuhan hak korban

a) Amandemen UUD 1945


b) UU No. 1/1974 tentang Perkawinan
c) UU No. 7/1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan.
d) UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia
e) UU no 23/2002 tentang Perlindungan Anak Kompilasi Hukum Islam
f) UU no 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
g) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berkaitan dengan:

• Kejahatan terhadap kesusilaan

• Kejahatan terhadap kemerdekaan seseorang

• Kejahatan terhadap nyawa

• Penganiayaan

7
h) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
i) Rencana Aksi Nasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (RAN
PKTP)
j) Keppres tentang Pengarusutamaan Jender
k) Keppres tentang RAN anti Perdagangan Perempuan
l) Keppres tentang RAN anti Eksploitasi Pekerja Anak

F. Hukum Islam Kekerasan dalam Rumah Tangga


Hukum Islam tidak melegalkan kekerasan terhadap istri. Pemukulan terhadap istri
yang berbuat nusyuz sebagaimana termuat dalam Q.S. al-Nisa [4]: 34 hendaknya dimaknai
sebagai tindakan untuk memberi pelajaran, bukan untuk menyakiti bahkan berbuat
kekerasan. Pemukulan yang dilakukan dalam kasus nusyuz pada dasarnya tidak boleh
melukai.
Sementara tindakan suami yang memukul istri hingga luka atau kekerasan suami
terhadap istri dapat dinyatakan sebagai nusyuz suami terhadap istri. Sedangkan dalam
hukum positif KDRT haruslah dihapus, terbukti dengan adanya UU Nomor 23 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).
Konsep nusyuz istri terhadap suami yang dirumuskan ulama terdahulu sebagai
ketidaktaatan istri terhadap suami yang meliputi keluar rumah tanpa izin dan lain-lain,
perlu ditinjau kembali. Karena ini juga berimplikasi pada akibat hukum. Bahkan
berdasarkan hadis yang memperbolehkan suami memukul istrinya yang berbuat zina, juga
ayat yang memperbolehkan suami mempersulit istrinya dalam al-Quran surat al-Baqarah
ayat 229, dapat dirumuskan bahwa perbuatan nusyuz istri terhadap suami sehingga suami
diperbolehkan memukulnya adalah ketika istri berbuat fahisyah mubayyinah (terbukti
melakukan perbuatan yang keji) yaitu zina.
Sehingga secara norma dan nilai hukum Islam dalam ranah empirisnya
(khususnya ketika dikaitkan dengan UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang KDRT) dapat
sejalan karena asas-asas dalam hukum Islam seperti al-Hurriyah, al-suluh, al-Musawa,
al-‘Adalah, al-Rohmah, al-Ukhuwah dapat mengakomodir teks dan konteks yang
tampak bertentangan itu.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan bahwa Kekerasan terhadap perempuan tindakan kekerasan
berbasis gender yang mengakibatkan, atau mungkin mengakibatkan, bahaya seksual
dan mental fisik atau penderitaan perempuan, termasuk ancaman tindakan seperti itu,
pemaksaan atau perampasan sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau
dalam kehidupan pribadi. Yang meliputi kekerasan pasangan intim, Kekerasan
seksual, Pemerkosaan, kekerasan pasangan intim,
Kekerasan fisik, kekerasan seksual yang menimbulkan risiko pada perempuan antara
lain penyakit HIV dan penyakit kelamin lainya, BBLR, Abortus, Penggunaan alkohol
dan obat terlarang, stres sampai bunuh diri karena hal tersebut perlu adanya
pencegahan kekerasan terhadap perempuan yang melibatkan masyarakat, sekolah dan
pasangan masing-masing.
B. Saran
Menurut saya kekerasan terhadap perempuan di Indonesia harus di tindak lanjuti harus
kita perhatikan jangan di abaikan,jangan rendahkan perempuan di Indonesia,hidup
perempuan Indonesia

Anda mungkin juga menyukai