Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KORBAN KDRT, KORBAN TRAFICKING,

NARAPIDANA, DAN ANAK JALANAN


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II
Dosen pengampu : Zumrotul Choiriyah

Disusun oleh :
Novia Trihastuti 010118A098
Rahma Widayanti 010118A112
Rizki Wahyu A 010118A123
Siti Fatimah 010118A134
Wilujeng Handayani 010118A150
Putri Mei K 010118A164

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kekerasan terhadap perempuan saat ini masih menjadi isu yang sangat penting, baik
di dalam negeri maupun di luar negeri. Kekerasan bisa mengenai beberapa aspek
kehidupan biologis, psikologis, social, ekonomi, pendidikan. Sehingga bisa menghambat
keterlibatan perempuan dalam kehidupan social, ekonomi, dan pendidikan. Menurut data
komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap perempuan angka kekerasan terhadap
perempuan tiap tahun mengalami peningkatan, 105.103 kasus kekerasan terhadap
perempuan ditahun 2010 dan di tahun 2011 menurun.
Trafficking atau perdagangan manusia merupakan bentuk modern dari tindakan
perbudakan manusia. Perdagangan orang ‘trafficking’ merupakan suatu perbuatan pidana
yang melanggar Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak pidana
perdagangan orang. Dalam hal ini hak-hak seseorang untuk tetap hidup telah dilanggar.
Tindakan ini menyebabkan trauma serius pada setiap orang yang mengalaminya.
Tindakan perdagangan orang yang sering terjadi menjadi korban adalah perempuan dan
anak-anak. Semakin bertambah maraknya masalah perdagangan orang di berbagai
Negara, termasuk Indonesia dan Negara-Negara yang sedang berkembang lainnya.
Masalah perdagangan manusia ini merupakan masalah yang mendunia. Hampir setiap
negara mangalami masalah ini, dan tidak terkecuali Indonesia. Bahkan di Amerika, kasus
trafficking ini telah mengantongo korban sekitar 14-17 ribu orang. Dengan demikian,
penanganan secara khusus amat diperlukan dalam pengentasan masalah trafficking ini.
Anak Jalanan rata-rata mengaku pergi ke jalan merupakan keinginan diri sendiri,
Namun demikian motif tersebut bukanlah semata-mata motif biologis yang muncul dari
dalam diri mereka melainkan juga di dorong oleh faktor lingkungan. Menurut kalangan
LSM peduli anak, beberapa penyebab anak turun ke jalanan ialah Pertama, kondisi
ekonomi keluarga yang miskin seringkali dipahami sebagai faktor utama yang memaksa
anak turun ke jalan. Kedua, kekerasan dalam keluarga. Kekerasan yang terjadi dalam
keluarga menjadi faktor penting yang mendorong anak untuk turun ke jalan. Hal ini bisa
terjadi ketika keluarga mengalami berbagai masalah akibat beban ekonomi tidak
tertahankan. Sebagian atau seluruh masalah keluarga itu kemudian terpaksa dibebankan
kepada anak-anak mereka. Ketiga, faktor lingkungan terbukti juga menjadi penyebab
anak turun ke jalanan.Tidak sedikit anak dipaksa lingkungan untuk turun ke jalan.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep dasar korban KDRT?
2. Bagaimana asuhan keperawatan jiwa pada korban KDRT
3. Bagaimana konsep dasar korban Trafficking?
4. Bagaimana asuhan keperawatan jiwa pada korban Traficking?
5. Bagaimana konsep dasar Narapidana?
6. Bagaimana asuhan keperawatan jiwa pada Narapidana?
7. Bagaimana konsep dasar Anak jalanan?
8. Bagaimana asuhan keperawatan jiwa pada Anak jalanan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar korban KDRT
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada korban KDRT
3. Untuk mengetahui konsep dasar korban Trafficking
4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada korban Traficking
5. Untuk mengetahui konsep dasar Narapidana
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada Narapidana
7. Untuk mengetahui konsep dasar Anak jalanan
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada Anak jalanan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep dasar KDRT
1. Pengertian
Kekerasan pada perempuan adalah setiap tindakan kekerasan yang dilakukan
terhadap perempuan yang berakibat atau kecenderungan yang mengakibatkan
kerugian atau penderitaan fisik, seksual atau psikologis, termasuk
ancaman,pemaksaan maupun secara sengaja mengkungkung kebebasan perempuan,
baik perempuan dewasa, anak perempuan maupun remaja(komnas perempuan (2001).
Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau pnderitaan secara fisik,
seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga (menurut undang –undang RI no .23 tahun
2004).
Bentuk penganiayaan bisa berupa:
a. Fisik.
b. Emosional dan psikologis yang ditandai dengan intimidasi dan
serangan terhadap harga diri.
c. Seksual.
d. Sosial ditandai dengan seseorang dikontrol, dipengaruhi, diisolasi dalam
hubungannya dengan keluarga dan jaringan sosial oleh pasangannya

2. Etiologi
Padahal saat ini, kekerasan dalam rumah tangga telah menjadi isu global yang
mengundang perhatian berbagai kalangan. Kekerasan dalam rumah tangga yang
selama ini banyak terjadi dapat dikatakan sebagai suatu fenomena gunung es. Artinya
bahwa persoalan kekerasan dalam rumah tangga yang selama ini terekspose ke
permukaan (publik) hanyalah puncaknya saja. Persoalan kekerasan dalam rumah
tangga yang muncul dalam sebuah keluarga lebih banyak dianggap sebagai sebuah
permasalahan yang sifatnya pribadi dan harus diselesaikan dalam lingkup rumah
tangga (bersifat tertutup dan cenderung sengaja ditutup-tutupi). Di masa sekarang ini
tindak kekerasan dalam rumah tangga, baik kekerasan fisik, kekerasan psikis,
kekerasan seksual dan penelantaran rumah tangga, semakin sering terjadi pada
perempuan, terutama pada istri, anak perempuan (tidak hanya anak kandung tetapi
termasuk juga anak angkat, anak tiri, atau keponakan) dan pembantu rumah tangga
yang mayoritas adalah perempuan.
Strauss A. Murray mengidentifikasikan hal dominasi pria dalam konteks struktur
masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah
tangga (Marital Violence) sebagai berikut :
a. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki
Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumberdaya dibandingkan dengan wanita
sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanitA.
b. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja
mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami
kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan,
c. Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak.
Ketika terjadi hal yan tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan
menyalahkan istri sehingga terjadi kekerasan dalam rumah tangga.
d. Wanita sebagai anak-anak
Konsep wanita sebagai hak milik menurut hukum, mengakibatkan keleluasaan
laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita.
Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorag bapak
melakukan kekerasan terhadap anak agar menjadi tertib
e. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki
Posisi wanita sebagai istri didalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh
suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga kasusnya sering ditunda
atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya
legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam
konteks harmoni keluarga.
Namun demikian, terlepas dari apapun penyebabnya, dampak dari kekerasan
dalam rumah tangga tentu sangat luas. Dampak yang dirasakan tidak hanya pada
perempuan yang menjadi korban secara langsung, namun juga berdampak pada anak-
anak.

3. Klasifikasi
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam 
rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :
a. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau
luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah
menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang,
menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya.
Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah
atau bekas luka lainnya.
b. Kekerasan  psikologis / emosional
Kekerasan psikologis3 atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak,
rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Perilaku
kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan,
komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir
istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana
memaksakan kehendak.
c. Kekerasan  seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan
batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual
sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.
Kekerasan  seksual berat, berupa:
1) Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ
seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang
menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
2) Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban
tidak menghendaki.
3) Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau
menyakitkan.
4) Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan
atau tujuan tertentu.
5) Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi
ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
6) Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang
menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti
komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non
verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang
meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan
dan atau menghina korban. Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat
dimasukkan ke dalam jenis kekerasan seksual berat.
d. Kekerasan  ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,
padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada
orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri,
bahkan menghabiskan uang istri. Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan
eksploitasi, manipulasi dan pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:
1) Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran
2) Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya
3) Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan
atau memanipulasi harta benda korban.
Kekerasan Ekonomi Ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang
menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak
terpenuhi kebutuhan dasarnya.

4. Cara mengatasi
Mengatasi Kekerasan dari Pihak Korban
a. Korban perlu berupaya menghilangkan faktor pemicu yaitu situasi memanas yang
tak terkendali, merasa dipermalukan, dan merasa terancam.
b. Korban pun harus mengundang keterlibatan pihak luar sebab jika tidak, si pelaku
kekerasan akan makin menjadi-jadi. Sesungguhnya yang diinginkan si pelaku
kekerasan adalah agar masalah tidak diketahui pihak luar, supaya ia tetap bebas
berulah. Itu sebabnya ia kerap mengancam korban untuk tutup mulut.
Mengatasi Kekerasan dari Pihak Pelaku
a. Pelaku harus belajar memfokuskan pada proses internal. Misalnya menanyakan,
sesungguhnya apakah yang dibutuhkan atau diinginkannya. Pada dasarnya tindak
kekerasan merupakan sebuah usaha untuk mendapatkan sesuatu yang
diinginkannya namun dengan cara yang salah dan berbahaya.
b. Pelaku juga perlu belajar untuk tidak terbelenggu oleh respons atau sikap orang
lain terhadapnya. Ia terlalu mudah memberi reaksi sehingga gagal memikirkan
dan mencegahnya.
c. Pelaku mesti belajar untuk meminta—bukan menuntut—pasangan. Ini sulit
dilakukannya sebab perbuatan ini menuntutnya untuk rendah hati. Namun untuk
mencegah terulangnya kekerasan, ia harus belajar mengungkapkan isi hatinya
secara verbal.

B. Asuhan keperawatan korban KDRT


1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Keluhan utama : Istri merasa tidak kuat lagi dengan tindakan suaminya yang
sering memukulinya
c. Faktor Predisposis :
1) Kekerasan Fisik: Suami sering memukuli istri dengan tangan atau benda-benda
disekitarnya
2) Kekerasan Psikis: Perilaku dan ucapan kasar dari suami kerap kali dilontarkan
pada sang istri
3) Kekerasan Ekonomi: istri tidak mendapatkan nafkah dari suami
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : - (Kaji tingkat kesadaran klien)
2) TTV : - (Kaji TD, RR, HR, T)
3) Pemeriksaan Luka : Terdapat luka lebam disekujur badan
4) Psikososial : Klien tampak sering menangis dan ketakutan, sering menyendiri
dan tampak murung
e. Status mental
1) Penampilan : - (Kaji cara klien berpenampilan)
2) Pembicaraan : - (Kaji cara klien berbicara: cepat, keras, gagap, inhoheren,
lambat, apatis)
3) Aktivitas Motorik : - (Kaji adanya tremor, gelisah, agitasi, tengang, kompulsi)
4) Interaksi selama wawancara: (Kaji kontak mata, mudah teringgung, curiga,
tidak kooperatif)
5) Aspek Spiritual : - (Kaji kepercayaan, nilai, moral, dan agama yang dianut oleh
anggota keluarga)

2. Diagnose keperawatan
a. Harga diri rendah
b. Gangguan integritas kulit

3. Intervensi keperawatan
a. Harga diri rendah
Pasien :
1) SP1
- Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien
(buat daftar kegiatan
- Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih
dari daftar kegiatan) : buat daftar kegiatan yang dilakukan saat ini
- Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan saat
ini untuk dilatih
- Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukannya)
- Masukan pada jadual kegiatan untuk latihan dua kali per hari
2) SP2
- Evaluasi kegiatan pertama yang telah dilatih dan berikan pujian
- Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih
- Latihan kegiatan kedua (alat dan cara)
- Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan : dua kegiatan masing-
masing dua kali per hari
3) SP3
- Evaluasi kegiatan pertama dan kedua yang telah dilatih dan berikan
pujian
- Bantu pasien memilih kegiatan ketiga yang akan dilatih
- Latih kegiatan ketiga (alat dan cara)
- Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan : tiga kegiatan, masing-
masing dua kali per hari
4) SP4
- Evaluasi kegiatan pertama, kedua, dan ketiga yang telah dilatih dan
berikan pujian
- Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan dilatih
- Latih kegiatan keempat (alat dan cara)
- Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan : empat kegiatan
masing-masing dua kali per hari
5) SP 5 S.D 12
- Evaluasi kegiatan latihan dan berikan pujian
- Latihan kegiatan dilanjutkan sampai tak terhingga
- Nilai kemampuan yang telah mandiri
- Nilai apakah harga diri pasien meningkat
Keluarga :
1) SP1
- Diskusikan masalah yang dirasaaakan dalam merawat pasien
- Jelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya harga diri
rendah (gunakan booklet)
- Diskusikan kemampuan atau aspek positif pasien yang pernah
dimiliki sebelum dan setelah sakit
- Jelaskan cara merawat harga diri rendah terutama memberikan pujian
semua hal yang positif pada pasien
- Latih keluarga member taaannnggung jawab kegiatan pertama yang
dipilih pasien : bombing dan beri pujian
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
2) SP2
- Evaluaaasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien
melaksanakan kegiatan pertama yaaang dipilih dan dilatiiihhh
pasien. Beri pujian
- Bersama keluarga melatih pasien dalam melakukan kegiatan kedua
yang dipilih pasien
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan member pujian
3) SP3
- Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan
kegiatan pertama dan kedua yang telah dilatih. Beri pujian
- Bersama keluarga melatih pasien melakukan kegiatan ketiga yang
dipilih
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan berikan pujian
4) SP4
- Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan
kegiatan pertama, kedua, dan ketiga. Beri pujian
- Bersama keluarga melatih pasien melakukan kegiatan keempat yang
dipilih
- Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
5) SP 5 S.D 12
- Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melakukan
kegiatan yang dipilih oleh pasien. Beri pujian
- Nilai kemampuan keluarga membimbing pasien
- Nilai kemampuan keluarga melakukan control ke RSJ/PKM

b. Gangguan integritas kulit


Luaran keperawatan :
Integritas kulit dan jaringan
Definisi : keutuhan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membrane
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau
ligament).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan masalah gangguan integrasi
kulit dan jaringan dapat teratasi dengan kreteria hasil :
1) Kerusakan lapisan kulit menurun
2) Nyeri menurun
3) Perdarahan menurun
4) Kemerahan menurun
5) Hematoma menurun
Intervensi keperawatan :
Perawatan integritas kulit
Definisi : mengidentifikasi dan merawat kulit untuk menjaga keutuhan,
kelembaban, dan mencegah perkembangan mikroorganisme.
Tindakan :
1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
2) Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
3) Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering
4) Gunakan roduk berbahan rinagn/alami dan hipoalergik pada kulit sensitive
5) Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit kering
6) Anjurkan menggunakan pelembab
7) Anjurkan minum air yang cukup
8) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
9) Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur

C. Konsep dasar Traficking


1. Pengertian
Trafficking merupakan suatu bentuk kejahatan kemanusiaan yang sangat
kompleks dan mengerikan. Trafficking tidak lagi sekedar praktik perbudakan
manusia oleh manusia sebagaimana telah terjadi pada masa lalu, melainkan
prosesnya dilakukan dengan kekerasan fisik, mental, seksual, penindasan, sosial, dan
ekonomi, dengan modus yang sangat beragam, mulai dengan cara yang halus seperti
bujukan dan penipuan sampai dengan cara yang kasar seperti paksaan dan
perampasan (Wyatt, 2009).
Sedangkan menurut UN Trafficking Protocol (Protokol PBB), definisi mengenai
perdagangan orang mengalami perkembangan sampai ditetapkannya Protocol to
Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Person Especially Women and Children
Suplementing the United Nation Convention Against Transnational Organized Crime
tahun 2000. Dalam protokol tersebut, perdagangan orang (human trafficking) adalah
rekruitmen, transportasi, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang,
dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk tekanan lain,
penculikan, pemalsuan, penipuan atau pencurangan, atau penyalahgunaan kekuasaan
atau posisi rentan, ataupun penerimaan / pemberian bayaran, atau manfaat sehingga
memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut
untuk dieksploitasi, yang secara minimal termasuk eksploitasi lewat prostitusi atau
bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan
atau praktek-praktek yang menyerupainya, adopsi ilegal atau pengambilan organ-
organ tubuh.
Trafficking lebih banyak terjadi pada perempuan. Amiruddin (2009),
mengatakan bahwa trafficking terhadap perempuan adalah sebagai pergerakan dan
penyelundupan orang secara sembunyi-sembunyi untuk direkrut dan dibawa baik
antar daerah maupun luar negeri, dengan tujuan untuk memaksa perempuan masuk
ke dalam situasi eksploitasi demi perekrut, penyelundup dan sindikat kriminal.

2. Unsur-unsur
Unsur-unsur dari perdagangan orang (Harkrisnowo, 2003), adalah :
a. Perbuatan : Merekrut, mengangkut, memindahkan, menyembunyikan atau
menerima.
b. Sarana (cara) untuk mengendalikan korban : Ancaman, penggunaan paksaan,
berbagai bentuk kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi rentan atau pemberian / penerimaan pembayaran atau
keuntungan untuk memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali
atas korban.
c. Tujuan : eksploitasi, setidaknya untuk prostitusi atau bentuk eksploitasi seksual
lainnya, kerja paksa, perbudakan, penghambaan, pengambilan organ tubuh.

3. Klasifikasi Trafficking
Sarana umum perdagangan perempuan di Indonesia dilakukan dengan modus
operandi mengelabui korban dengan alasan akan dipekerjakan di suatu perusahaan
sebagai tenaga kerja seperti pelayan toko, pembantu rumah tangga, dan sebaginya.
Akan tetapi, setiba pada tujuan, korban dipaksa bekerja ditempat hiburan dan
dijadikan pelacur dengan alasan untuk membayar ongkos perjalanan (Harkrisnowo,
2003).
Bentuk-bentuk lain dari perdagangan perempuan adalah :
a. Perkawinan transinternasional
Perkawinan yang diatur antara perempuan Indonesia dengan laki-laki dari negara
lain. Perempuan yang dikawinkan seringkali menjadi objek eksploitasi dan
kekerasan suami ataupun para keluarganya. Ekonomi yang sulit merupakan
penyebab utama mudahnya perempuan dibujuk oleh para pelaku. Dari perkawinan
yang dikomersialkan keluarga memperoleh keuntungan dalan bentuk mas kawin,
sedangkan perempuan itu sendiri mempunyai harapan akan mendapatkan
kehidupan yang lebih baik. Pada umumnya, selain memenuhi kebutuhan seksual
suami, mereka harus bekerja keras di ladang milik keluarga suami, dengan kata
lain menjadi pekerja yang tidak memperoleh bayaran sama sekali.
b. Eksploitasi seks Phedophilia
Kegiatan perdagangan bentuk ini seringkali melibatkan orang-orang asing dan
jaringan internasional. Anak yang menjadi korban pada umumnya berumur antara
12 – 20 tahun. Pada umumnya, mereka tergiur janji dan harapan indah diluar
negeri dan bekerja di sana atau dijadikan pacar atau istri pelaku.
c. Pembantu rumah tangga dalam kondisi buruk
Secara umum keberadaan pembantu rumah tangga kurang mendapat perhatian
sehingga tidak mendapat perlindungan baik secara hukum maupun sosial secara
layak. Akibatnya mereka rentan menghadapi berbagai bentuk kekerasan fisik,
psikis, seksual dan ekonomis.
d. Penari erotis
Salah satu pengguna dari kegiatan perdagangan perempuan adalah pengusaha
hiburan yang memerlukan gadis-gadis penghibur untuk menyemarakkan bisnisnya
seperti dengan menampilkan penari erotis, dimana mereka harus menari dengan
gerakan yang dapat menimbulkan rangsangan seksual.

4. Ruang lingkup
a. Perdagangan perempuan adalah setiap tindakan mengerahkan, mengajak,
mengangkut, memindahkan dari satu tempat ke tempat lain, menyerahterimakan
perempuan kepada orang lain atau kelompok orang atau agen untuk melakukan
pekerjaan yang melanggar HAM sehingga memberikan keuntungan kepada orang
atau kelompok orang tersebut atau agen.
b. Calo / Broker Agen / Perantara / Sponsor adalah orang atau badan yang banyak di
masyarakat yang mengatur perekrutan, penempatan, administrasi persyaratan
berupa dokumen-dokumen perjalanan yang diperlukan bagi korban perempuan.
c. Korban adalah seorang atau kelompok perempuan yang karena
ketidakberdayaannya terjerumus ke dalam pekerjaan yang merendahkan harkat
dan martabat perempuan serta tidak dapat keluar dari situasi atau pekerjaan
tersebut walaupun yang bersangkutan menginginkannya.
d. Trafficker adalah orang atau sekelompok orang yang dengan sengaja
menjerumuskan seseorang atau sekelompok perempuan ke dalam suatu pekerjaan
yang diketahuinya diduga bahwa pekerjaan yang ditawarkan itu tidak layak atau
yang merendahkan harkat dan martabat perempuan. Pelaku dari kejahatan
trafficking terhadap perempuan adalah :
1) Keluarga
Orangtua dan sanak saudara jika mereka secara sadar menjual anak atau
saudaranya baik langsung atau melalui calo kepada majikan di sektor industri
seks atau jika mereka menerima pembayaran di muka untuk penghasilan yang
akan diterima oleh anak mereka nantinya. Demikian juga jika orangtua
menawarkan layanan dari anak mereka guna melunasi hutang.
2) Broker, agen, calo
Dikatakan pelaku bila dalam perekrutan menggunakan menggunakan
kebohongan, penipuan, pemaksaan, pemalsuan dokumen.
3) Pegawai pemerintah atau swasta
Menjadi pelaku bila terlibat dalam pemalsuan dokumen, membiarkan
terjadinya pelanggaran dan memfasilitasi terjadinya penyebrangan melintasi
perbatasan secara ilegal.
4) Majikan bila menempatkannya dalam kondisi eksploitasi seperti tidak
membayar gaji, menyekap pekerja, melakukan kekerasan fisik atau seksual,
memaksa terus bekerja.
5) Pemilik atau pengelola rumah bordil. Dikatakan pelaku bila memaksa
perempuan bekerja diluar kemauannya, menyekap dan membatasi gerakannya,
menjerat dalam libatan hutang, dan tidak membayr gajinya.
6) Suami. Jika ia menikahi perempuan tetapi kemudian mengirim isterinya ke
tempat baru untuk mengeksploitasi demi keuntungan ekonomi,
menempatkannya dalam situasi budak atau memaksa melakukan prostitusi.
7) Calo pernikahan. Jika pernikahan dibawah pengaturannya telah membuat pihak
isteri terjerumus dalam kondisi serupa perbudakan dan eksploitasi.
8) Perusahaan perekrut tenaga kerja dengan jaringan agen atau calo-calonya di
daerah. Menjadi pelaku jika mereka memfasilitasi pemalsuan dokumen secara
ilegal serta menyekap calon pekerja di penampungan dan menempatkan
pekerja dalam pekerjaan yang berbeda.
5. Factor penyebab
Faktor utama maraknya trafficking adalah kemiskinan. Saat ini 37 juta penduduk
Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Sejumlah 83% keluarga perkotaan dan
99% keluarga pedesaan membelanjakan kurang dari Rp 5.000,-/hari (Rahmalia,
2010). Faktor lain adalah menurut Mashud (2006):
a. Pendidikan, 15% wanita dewasa buta huruf dan separuh dari anak remaja tidak
masuk sekolah memberikan peluang untuk menjadi korban trafficking.
b. Kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak banyak diketahui hubungan antara
kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan seksual. Tetapi, sekitar separuh,
dari anak-anak yang dilacurkan pernah mendapatkan kekerasan seksual
sebelumnya.
c. Perkawinan usia muda, 30% menikah sebelum usia 16 tahun. Perkawinan usia ini
beresiko tinggi perceraian.
d. Kondisi sosial budaya keluarga dan masyarakat Indonesia sebagian besar yang
patriarkhis.
e. Eksploitasi seksual perempuan merupakan hal yang sulit apabila sudah
terperangkap akan sulit untuk keluar.

6. Dampak psikologis
a. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
PTSD merupakan suatu pengalaman individu yang mengalami peristiwa
traumatik yang menyebabkan gangguan pada integritas diri individu dan sehingga
individu mengalami ketakutan, ketidakberdayaan dan trauma tersendiri
(Townsend M.C., 2009).
Individu dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) sering
menyebabkan peningkatan keadaan siaga yang berlebihan, deperti insomnia,
waspada berlebihan dan iritabilitas terhadap lingkungan yang berbahaya.
Peningkatan ansietas dapat menyebabkan perilaku agresif atau perilaku
menciderai (Fontaine, 2009).
Berdasarkan penelitian Rose (2002) ada 3 tipe gejala yang sering terjadi pada
PTSD, yaitu :
1) Pengulangan pengalaman trauma, ditunjukkan dengan selalu teringat akan
peristiwa yang menyedihkan yang telah dialami itu, flashback (merasa seolah-
olah peristiwa yang menyedihkan terulang kembali), nightmares (mimpi buruk
tentang kejadian-kejadian yang membuatnya sedih), reaksi emosional dan fisik
yang berlebihan karena dipicu oleh kenangan akan peristiwa yang
menyedihkan.
2) Penghindaran dan emosional yang dangkal, ditunjukkan dengan menghindari
aktivitas, tempat, berpikir, merasakan, atau percakapan yang berhubungan
dengan trauma. Selain itu juga kehilangan minat terhadap semua hal, perasaan
terasing dari orang lain, dan emosi yang dangkal.
3) Sensitifitas yang meningkat, ditunjukkan dengan susah tidur, mudah marah /
tidak dapat mengendalikan marah, susah konsentrasi, kewaspadaan yang
berlebih, respon yang berlebihan atas segala sesuatu.
b. Kecemasan
Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan
terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak
menentu dan tidak berdaya (Videbeck, 2008). Satu studi melaporkan bahwa orang
yang selamat dari trafficker mengalami kecemasan dengan gejala kegugupan
(95%), panik (61%), merasa tertekan (95%) dan keputusasaan tentang masa depan
(76%) (Bradley, 2005).
c. Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan adalah persepsi yang menggambarkan perilaku
seseorang yang tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil, suatu
keadaan dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau
kegiatan yang baru dirasakan.
Secara kognitif korban umumnya kurang konsentrasi, ambivalensi,
kebingungan, fokus menyempit / preokupasi, misinterpretasi, bloking,
berkurangnya kreatifitas, pandangan suram, pesimis, sulit untuk membuat
keputusan, mimpi buruk, produktivitas menurun, pelupa. Afek korban terkadang
tampak sedih, bingung, gelisah, apatis / pasif, kesepian, rasa tidak berharga,
penyangkalan perasaan, kesal, khawatir, perasaan gagal. Korban sering semakin
sering mengeluh kelemahan, pusing, kelelahan, keletihan, sakit kepala, perubahan
siklus haid. Keluarga mungkin melaporkan perubahantingkat aktivitas pada
korban, mudah tersinggung, kurang spontanitas, sangat tergantung, mudah
menangis. Kecenderungan untuk isolasi, partisipasi sosial berkurang pada tingkat
lanjut mungkin akan tampak pada korban (Rahmalia, 2010)

7. Penatalaksanaan
Pada tahap pasca diketahuinya kasus trafficking, maka aktivitas yang harus dilakukan
lebih diutamakan serta difokuskan kepada upaya penyelamatan dan rehabilitasi
korban.
a. Penyelamatan (Pasal 28 – 50 UU PTPPO) yang meliputi:
1) Kegiatan identifikasi dan investigasi dalam rangka mencari dan menemukan
(bukti) kebenaran dari tindak pidana trafficking atau perbuatan tindak
kekerasan yang terjadi, antara lain siapa kapan atau di mana posisi korban dan
pelakunya;
2) Penjemputan atau Pengembalian korban dari tempat atau lokasi keberadaannya
ke rumah asalnya;
3) Pemulihan kesehatan dan pemberian advokasi bagi korban dan saksi sejak dari
proses penjemputan sampai dengan kembali kekeluarganya;
4) Korban berhak memperoleh informasi mengenai perkembangan kasus yang
menyangkut dirinya;
5) Perlindungan korban dan saksi dari segala intimidasi internal dan eksternal
sejak dari proses penyidikan, penuntutan maupun setelah selesainya
pemeriksaan perkara di pengadilan.
6) Korban atau ahli warisnya berhak memperoleh restitusi atau ganti kerugian
berupa pembayaran riil (factual) atas kehilangan harta kekayaan atau
penghasilan, penderitaan, biaya perawatan medis dan psikologis, dan kerugian
lainnya sebagai akibat dari trafficking, seperti hilangnya harta milik, biaya
transportasi, biaya advokad/pengacara, atau penghasilan yang dijanjikan oleh
pelaku.
b. Rehabilitasi, merupakan kegiatan berkelanjutan untuk pemulihan kondisi pisik
dan psikis, yang meliputi repatriasi dan reintegrasi.
1) Repatriasi, kegiatan konseling mengembalikan rasa percaya diri korban dari
akibat tekanan dan atau siksaan fisik maupun psikologis yang dialaminya
sesuai standar dan kemampuan yang tersedia. Dalam konteks ini, memberi
perlindungan dari kemungkinan akan kembali menjadi korban kejahatan
trafficking atau tindak kekerasan juga perlu dilakukan.
2) Reintegrasi, kegiatan untuk pemberdayaan aspek sosiologis dan ekonomis
sehingga korban siap dan mampu bersosialisasi serta mempunyai modal kerja
yang memadai di lingkungannya. Dalam konteks ini kepada korban diberikan
pelatihan keterampilan yang sesuai dengan bakatnya masing-masing.

D. Asuhan keperawatan korban Traficking


1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Factor predisposisi
1) Factor yang mempengaruhi harga diri
Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis,
kegagalan yang berulang kali, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang
tidak realistis
2) Factor yang mempengaruhi penampilan peran
Meliputi peran seks, tuntutan peran kerja, dan harapan peran kultural
3) Factor yang mempengaruhi identitas diri
Meliputi ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan
perubahan dalam structural sosial
4) Factor tumbuh kembang
5) Factor social budaya
Nilai-nilai, norma-norma, adat dan kebiasaan yang ada dan sudah menjadi
suatu budaya dalam masyarakat
6) Factor biologis
Terjadinya gangguan pada bagian otak
c. Factor presipitasi
1) Factor eksternal
Contohnya adalah stressor social budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh
factor social budaya antara lain adalah keluarga
2) Factor internal
Contohnya adalah stress psikologis, yaitu stress yang terjadi akibat ansietas
berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan individu untuk
mengatasinya.
d. Pemeriksaan fisik
Semua sistem yang berhubungan dengan klien depresi berat di dapatkan pada
sistem integument tampak kotor, kulit lengket dikarenakan kurang perhatian
terhadap perawatan diri.
e. Status mental
1) Penampilan : tidak rapi
2) Pembicaraan : observasi frekuensi cepat atau lambat, volume keras atau
lambat, jumlah sedikit, membisu, karakteristik gagap
3) Aktivitas motorik : kaji tingkat aktivitas, jenis aktivitas, dan gerakan tubuh
4) Alam perasaan : status emosional
5) Afek
6) Persepsi : halusinasi atau ilusi
7) Interaksi selama wawancara : apakah bersikap bermusuhan, tidak kooperatif,
mudah tersinggung, berhati-hati, apatis, defensive, curiga atau sedative
8) Proses pikir
9) Isi pikir
10) Tingkat kesadaran
11) Memori
12) Tingkat konsentrasi dan kalkulasi
13) Penilaian
14) Daya tilik diri

2. Diagnose keperawatan
a. Isolasi social
b. Harga diri rendah

3. Intervensi keperawatan
a. Isolasi social
Pasien :
1) SP1
- Identifikasi penyebab isolasi social : siapa yang serumah, siapa yang
dekat, siapa yang tidak dekat, dan apa sebabnya
- Keuntungan punya teman dan bercakap-cakap
- Kerugian tidak punya teman dan tidak bercakap-cakap
- Latih cara berkenalan dengan pasien dan perawat atau tamu
- Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan
2) SP2
- Evaluasi kegiatan berkenalan (berapa orang). Beri pujian
- Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (latih 2 kegiatan)
- Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan 2-3 orang
pasien, perawat dan tamu, berbicara saat melakukan kegiatan harian
3) SP3
- Evaluasi kegiatan latihan berkenalan (berapa orang) dan bicara saat
melakukan dua kegiatan harian. Beri pujian
- Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (2 kegiatan baru)
- Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan 4-5 orang,
berbicara saat melakukan 4 kegiatan harian
4) SP4
- Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, bicara saat melakukan empat
kegiatan harian. Beri pujian
- Latih cara bicara social : meminta sesuatu, menjawab pertanyaan
- Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan >5 orang,
orang baru, berbicara saat melakukan kegiatan harian dan sosialisasi
5) SP 5 S.D 12
- Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, berbicara saat melakukan
kegiatan harian dan sosialisasi. Beri pujian
- Latih kegiatan harian
- Nilai kemampuan yang telah mandiri
- Nilai apakah isolasi social teratasi
Keluarga :
1) SP1
- Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
- Jelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya isolasi
social (gunakan booklet)
- Jelaskan cara merawat isolasi social
- Latih dua cara merawat berkenalan, berbicara saat melakukan
kegiatan harian
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
saat besuk
2) SP2
- Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien berkenalan
dan berbicara saat melakukan kegiatan harian. Beri pujian
- Jelaskan kegiatan rumah tangga yang dapat melibatkan pasien
berbicara (makan, sholat bersama) di rumah
- Latih cara membimbing pasien berbicara dan member pujian
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal
3) SP3
- Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien
berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan harian. Beri pujian
- Jelaskan cara melatih pasien melakukan kegiatan social seperti
berbelanja, meminta sesuatu, dll
- Latih keluarga mengajak pasien belanja saat besuk
- Anjurkan membantu pasien sesuaijadwal dan berikan pujian saat
besuk
4) SP4
- Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien
berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan harian/RT, berbelanja.
Beri pujian
- Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal kegiatan dan memberikan
pujian
5) SP 5 SD 12
- Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien
berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan harian/RT, berbelanja
& kegiatan lain dan follow up. Beri pujian
- Nilai kemampuan keluarga merawat pasien
- Nilai kemampuan keluarga melakukan control ke RSJ/PKM

b. Harga diri rendah


Pasien :
1) SP1
- Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien
(buat daftar kegiatan
- Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih
dari daftar kegiatan) : buat daftar kegiatan yang dilakukan saat ini
- Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan saat
ini untuk dilatih
- Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukannya)
- Masukan pada jadual kegiatan untuk latihan dua kali per hari
2) SP2
- Evaluasi kegiatan pertama yang telah dilatih dan berikan pujian
- Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih
- Latihan kegiatan kedua (alat dan cara)
- Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan : dua kegiatan masing-
masing dua kali per hari
3) SP3
- Evaluasi kegiatan pertama dan kedua yang telah dilatih dan berikan
pujian
- Bantu pasien memilih kegiatan ketiga yang akan dilatih
- Latih kegiatan ketiga (alat dan cara)
- Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan : tiga kegiatan, masing-
masing dua kali per hari
4) SP4
- Evaluasi kegiatan pertama, kedua, dan ketiga yang telah dilatih dan
berikan pujian
- Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan dilatih
- Latih kegiatan keempat (alat dan cara)
- Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan : empat kegiatan
masing-masing dua kali per hari
5) SP 5 S.D 12
- Evaluasi kegiatan latihan dan berikan pujian
- Latihan kegiatan dilanjutkan sampai tak terhingga
- Nilai kemampuan yang telah mandiri
- Nilai apakah harga diri pasien meningkat
Keluarga :
1) SP1
- Diskusikan masalah yang dirasaaakan dalam merawat pasien
- Jelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya harga diri
rendah (gunakan booklet)
- Diskusikan kemampuan atau aspek positif pasien yang pernah
dimiliki sebelum dan setelah sakit
- Jelaskan cara merawat harga diri rendah terutama memberikan pujian
semua hal yang positif pada pasien
- Latih keluarga member taaannnggung jawab kegiatan pertama yang
dipilih pasien : bombing dan beri pujian
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
2) SP2
- Evaluaaasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien
melaksanakan kegiatan pertama yaaang dipilih dan dilatiiihhh
pasien. Beri pujian
- Bersama keluarga melatih pasien dalam melakukan kegiatan kedua
yang dipilih pasien
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan member pujian
3) SP3
- Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan
kegiatan pertama dan kedua yang telah dilatih. Beri pujian
- Bersama keluarga melatih pasien melakukan kegiatan ketiga yang
dipilih
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan berikan pujian
4) SP4
- Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan
kegiatan pertama, kedua, dan ketiga. Beri pujian
- Bersama keluarga melatih pasien melakukan kegiatan keempat yang
dipilih
- Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
5) SP 5 S.D 12
- Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melakukan
kegiatan yang dipilih oleh pasien. Beri pujian
- Nilai kemampuan keluarga membimbing pasien
- Nilai kemampuan keluarga melakukan control ke RSJ/PKM

E. Konsep dasar Narapidana


1. Pengertian
Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani sanksi kurungan atau sanksi lainnya,
menurut perundang- undangan. Pengertian narapidana menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena
tindak pidana) atau terhukum.
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga
pemasyarakatan, yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum (UU No.12 Tahun 1995). Narapidana yang
diterima atau masuk kedalam lembaga pemasyarakatan maupun rumah tahanan negara
wajib dilapor yang prosesnya meliputi: pencatatan putusan pengadilan, jati diri
,barang dan uang yang dibawa, pemeriksaan kesehatan, pembuatan pasphoto,
pengambilan sidik jari dan pembuatan berita acara serah terima terpidana. Setiap
narapidana mempunyai hak dan kewajiban yang sudah diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah. Narapidana yang ditahan dirutan dengan cara tertentu menurut
Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP) pasal 1
dilakukan selama proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan untuk disidangkan
di pengadilan.Pihak-Pihak yang menahan adalah Penyidik, Penuntut Umum, Hakim
dan mahkamah agung. Pada pasal 21 KUHAP Penahanan hanya dapat dilakukan
terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana termasuk pencurian. Batas waktu
penahanan bervariasi sejak ditahan sampai dengan 110 hari sesuai kasus dan
ketentuan yang berlaku.
2. Etiologi
Faktor-faktor penyebab kejahatan sehingga sesorang menjadi narapidana adalah:
a. Faktor ekonomi
1) Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran, persaingan bebas,
menghidupkan konsumsi dengan jalan periklanan, cara penjualan modern dan
lain-lain, yaitu menimbulkan keinginan untuk memiliki barang dan sekaligus
mempersiapkan suatu dasar untuk kesempatan melakukan penipuan-penipuan.
2) Pendapatan
Dalam keadaan krisis dengan banyak pengangguran dan gangguan ekonomi
nasional, upah para pekerja bukan lagi merupakan indeks keadaan ekonomi
pada umumnya. Maka dari itu perubahan-perubahan harga pasar (market
fluctuations) harus diperhatikan.
3) Pengangguran
Di antara faktor-faktor baik secara langsung atau tidak, mempengaruhi
terjadinya kriminalitas, terutama dalam waktu- waktu krisis, pengangguran
dianggap paling penting. Bekerja terlalu muda, tak ada pengharapan maju,
pengangguran berkala yang tetap, pengangguran biasa, berpindahnya pekerjaan
dari satu tempat ke tempat yang lain, perubahan gaji sehingga tidak mungkin
membuat anggaran belanja, kurangnya libur, sehingga dapat disimpulkan
bahwa pengangguran adalah faktor yang paling penting.
b. Faktor Mental
1) Agama
Kepercayaan hanya dapat berlaku sebagai suatu anti krimogemis bila
dihubungkan dengan pengertian dan perasaan moral yang telah meresap secara
menyeluruh. Meskipun adanya faktor-faktor negatif , memang merupakan fakta
bahwa norma- norma etis yang secara teratur diajarkan oleh bimbingan agama
dan khususnya bersambung pada keyakinan keagamaan yang sungguh,
membangunkan secara khusus dorongan-dorongan yang kuat untuk melawan
kecenderungan-kecenderungan kriminal.
2) Bacaan dan film
Sering orang beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan faktor krimogenik
yang kuat, mulai dengan roman-roman dari abad ke-18, lalu dengan cerita-
cerita dan gambar-gambar erotis dan pornografi, buku-buku picisan lain dan
akhirnya cerita- cerita detektif dengan penjahat sebagai pahlawannya, penuh
dengan kejadian berdarah. Pengaruh crimogenis yang lebih langsung dari
bacaan demikian ialah gambaran suatu kejahatan tertentu dapat berpengaruh
langsung dan suatu cara teknis tertentu kemudian dapat dipraktekkan oleh si
pembaca. Harian- harian yang mengenai bacaan dan kejahatan pada umumnya
juga dapat berasal dari koran-koran. Di samping bacaan-bacaan tersebut di
atas, film (termasuk TV) dianggap menyebabkan pertumbuhan kriminalitas
tertutama kenakalan remaja akhir- akhir ini.
c. Faktor Pribadi
1) Umur
Meskipun umur penting sebagai faktor penyebab kejahatan, baik secara yuridis
maupun kriminal dan sampai suatu batas tertentu berhubungan dengan faktor-
faktor seks/kelamin dan bangsa, tapi faktor-faktor tersebut pada akhirnya
merupakan pengertian- pengertian netral bagi kriminologi. Artinya hanya
dalam kerjasamanya dengan faktor-faktor lingkungan mereka baru memperoleh
arti bagi kriminologi. Kecenderungan untuk berbuat antisocial bertambah
selama masih sekolah dan memuncak antara umur 20 dan 25, menurun
perlahan-lahan sampai umur 40, lalu meluncur dengan cepat untuk berhenti
sama sekali pada hari tua. Kurve/garisnya tidak berbeda pada garis aktivitas
lain yang tergantung dari irama kehidupan manusia.
2) Alkohol
Dianggap faktor penting dalam mengakibatkan kriminalitas, seperti
pelanggaran lalu lintas, kejahatan dilakukan dengan kekerasan, pengemisan,
kejahatan seks, dan penimbulan pembakaran, walaupun alcohol merupakan
faktor yang kuat, masih juga merupakan tanda tanya, sampai berapa jauh
pengaruhnya.
3) Perang
Memang sebagai akibat perang dan karena keadaan lingkungan, seringkali
terjadi bahwa orang yang tadinya patuh terhadap hukum, melakukan
kriminalitas. Kesimpulannya yaitu sesudah perang, ada krisis-krisis,
perpindahan rakyat ke lain lingkungan, terjadi inflasi dan revolusi ekonomi. Di
samping kemungkinan orang jadi kasar karena perang, kepemilikan senjata api
menambah bahaya akan terjadinya perbuatan-perbuatan kriminal.

3. Klasifikasi
Berdasarkan populasi narapidana yang mempunyai masalah kesehatan pada lembaga
pemasyarakatan, yaitu :
a. Wanita
Masalah kesehatan yang ada mungkin lebih komplek misalnya tahanan wanita
yang dalam keadaan hamil, meninggalkan anak dalam pengasuhan orang lain
(terpisah dari anak), korban penganiayaan dan kekerasan social, penyalahgunaan
obat terlarang. Tetapi pelayanan kesehatan yang selama ini diberikan belum cukup
maksimal untuk memenuhi kebutuhan mereka seperti pemeriksaan ginekologi
untuk wanita hamil dan korban kekerasan seksual. NCCHC menawarkan
ketentuan-ketentuan berikut untuk pemenuhan pelayanan kesehatan :
1) LP memberikan pelayanan lengkap secara rutin termasuk pemeriksaan
ginekologi secara koprehensif.
2) Kesehatan komprehensif meliputi kesehatan reproduksi, korban dari penipuan,
konseling berkaitan dengan peran sebagai orang tua dan pemakaian obat-
obatan dan alcohol.
b. Remaja
Meningkatnya jumlah remaja yang terlibat tindak kriminal membuat mereka harus
ikut dihukum dan ditahan seperti orang dewasa. Hal ini akan menghalagi
pemenuhan kebutuan untuk berkembang seperti perkembangan fisik, emosi dan
nutrisi yang dibutuhkan. Para remaja ini akan mempunyai masalah-masalah
kesehatan seperti kekerasan seksual, penyerangan oleh tahanan lain atau tindakan
bunuh diri. Disini perawat harus memantau tingkat perkembangan dan
pengalaman mereka dan perlu waspada bahwa pada usia ini paling rentan terkena
masalah kesehatan.

4. Penatalaksanaan
a. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang
lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan
diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang
baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.
b. Keperawatan
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi
kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas
kelompok stimulasi realita dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan
Akemat,2005,hal.13). Dari empat jenis terapi aktivitas kelompok diatas yang
paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga diri
rendah adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi.Terapi aktivitas
kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang mengunakan aktivitas
sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan
persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.
c. Terapi kerja
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi
seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini
berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang,
pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar
mandiri, tidak tergantung pada pertolongan orang lain.
1) Terapi kerja pada narapidana laki laki
a) Pelatih binatang
Bekerja sebagai pelatih sekaligus merawat binatang- binatang dianggap
dapat membantu narapidana untuk mendapatkan terapi secara psikologis dan
menjadi lebih terlatih secara emosional. Binatang yang dilatih tidak hanya
binatang peliharaan, namun juga binatang yang ditinggalkan atau dibuang
oleh pemiliknya. Diharapkan nantinya binatang- binatang ini juga dapat
berguna di masyarakat, sama seperti narapidana yang mendapatkan
pelatihan untuk dapat diterima dan bekerja dengan masyarakat lainnya.
b) Bidang kuliner
Dapur yang ada di penjara juga dapat dimanfaatkan sebagai pelatihan
memasak bagi para narapidana. Meskipun ada yang mendapatkan pekerjaan
sederhana seperti membuka kaleng, banyak pula yang mendapatkan
pelatihan memasak secara khusus, mulai dari membuat menu hingga
menyusun anggaran. Beberapa penjara juga bekerja sama dengan restoran
lokal untuk memberi pelatihan ini. Selain itu, dengan pekerja di dapur,
mereka tidak perlu banyak berinteraksi dengan masyarakat yang mungkin
memandang negatif.
c) Konseling
Meskipun Anda mungkin tidak berencana untuk berkonsultasi pada mantan
penjahat, namun di penjara, narapidana diberikan pengetahuan mengenai
rehabilitasi dan terapi konseling. Hal ini dikarenakan narapidana memiliki
pengalaman yang membuat mereka lebih mengerti mengenai tindak
kejahatan. Dengan pelatihan ini, mereka diharapkan untuk dapat
memberikan konseling dengan lebih baik kepada orang-orang yang
bermasalah berdasarkan pengalaman pribadi mereka serta pelatihan yang
mereka terima.
2) Terapi kerja pada anak
Keterampilan
Agar narapidana anak menjadi terampil dan juga sebagai bekal baginya setelah
kembali kemasyarakat nantinya, kepada mereka di berikan latihan kerja.
Pemberian latihan kerja ini dapat dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan
sedangkan tempat penentuan kerja dan jenis pekerjaan yang akan diberikan
kepada narapidana ditetapkan oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan. Latihan
kerja ini berupa latihan kerja di bidang pertanian, Perkebunan, Pengelasan,
Penjahitan dan lain sebagainya.
3) Terapi kerja pada narapidana perempuan
Program pembentukan perilaku wirausaha narapidana di Lapas IIB Sleman
dilaksanakan melalui pembinaan soft kill dan hard skill dengan pendekatan
perilaku wirusaha. Pembinaan soft skill yang dilaksanakan yaitu pembinaan
intelektual, pembinaan kerohanian dan pembinaan rekreatif. Pembinaan hard
skill yang dilaksanakan yaitu pembinaan keterampilan dan kemandirian
melalui bimbingan kerja.Ketrampilan khusus yang di latihkan pada naraidana
perempuan berupa ketrampilan hidup seperti pertukangan kayu, kerajinan sapu,
las listrik, batik tulis, kerajinan sangkar burung,perkebunan, dan pembuatan
souvenir.
F. Asuhan keperawatan Narapidana
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Factor predisposisi
1) Factor biologis
2) Factor psikologis
3) Factor social budaya
4) Factor genetic
c. Faktor presipitasi
Meliputi sikap persepsi merasa tidak mampu, putuas asa, tidak percaya diri,
merasa gagal, merasa malang, kehilangan rendah diri, perilaku agresif, kekerasan,
ketidakadekuatan pengobatan dan penanganan gejala stress.
d. Psikososial
1) Genogram
2) Konsep diri
3) Hubungan social dan spiritual
e. Status mental
1) Penampilan
2) Pembicaraan
3) Aktifitas motorik
4) Alam perasaan
5) Afek
6) Interaksi selama wawancara
7) Persepsi
8) Proses pikir
9) Isi pikir
10) Tingkat kesadaran
11) Memori
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
13) Kemampuan penilaian
14) Daya tilik diri
f. Mekanisme koping
Koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun maladaptive
g. Aspek medic
1) Diagnose medis
2) Terapi medis

2. Diagnose keperawatan
a. Harga diri rendah
b. Isolasi social
3. Intervensi keperawatan
a. Harga diri rendah
Pasien :
1) SP1
- Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien
(buat daftar kegiatan
- Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih
dari daftar kegiatan) : buat daftar kegiatan yang dilakukan saat ini
- Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan saat
ini untuk dilatih
- Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukannya)
- Masukan pada jadual kegiatan untuk latihan dua kali per hari
2) SP2
- Evaluasi kegiatan pertama yang telah dilatih dan berikan pujian
- Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih
- Latihan kegiatan kedua (alat dan cara)
- Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan : dua kegiatan masing-
masing dua kali per hari
3) SP3
- Evaluasi kegiatan pertama dan kedua yang telah dilatih dan berikan
pujian
- Bantu pasien memilih kegiatan ketiga yang akan dilatih
- Latih kegiatan ketiga (alat dan cara)
- Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan : tiga kegiatan, masing-
masing dua kali per hari
4) SP4
- Evaluasi kegiatan pertama, kedua, dan ketiga yang telah dilatih dan
berikan pujian
- Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan dilatih
- Latih kegiatan keempat (alat dan cara)
- Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan : empat kegiatan
masing-masing dua kali per hari
5) SP 5 S.D 12
- Evaluasi kegiatan latihan dan berikan pujian
- Latihan kegiatan dilanjutkan sampai tak terhingga
- Nilai kemampuan yang telah mandiri
- Nilai apakah harga diri pasien meningkat
Keluarga :
1) SP1
- Diskusikan masalah yang dirasaaakan dalam merawat pasien
- Jelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya harga diri
rendah (gunakan booklet)
- Diskusikan kemampuan atau aspek positif pasien yang pernah
dimiliki sebelum dan setelah sakit
- Jelaskan cara merawat harga diri rendah terutama memberikan pujian
semua hal yang positif pada pasien
- Latih keluarga member taaannnggung jawab kegiatan pertama yang
dipilih pasien : bombing dan beri pujian
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
2) SP2
- Evaluaaasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien
melaksanakan kegiatan pertama yaaang dipilih dan dilatiiihhh
pasien. Beri pujian
- Bersama keluarga melatih pasien dalam melakukan kegiatan kedua
yang dipilih pasien
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan member pujian
3) SP3
- Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan
kegiatan pertama dan kedua yang telah dilatih. Beri pujian
- Bersama keluarga melatih pasien melakukan kegiatan ketiga yang
dipilih
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan berikan pujian
4) SP4
-
Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan
kegiatan pertama, kedua, dan ketiga. Beri pujian
- Bersama keluarga melatih pasien melakukan kegiatan keempat yang
dipilih
- Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
5) SP 5 S.D 12
- Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melakukan
kegiatan yang dipilih oleh pasien. Beri pujian
- Nilai kemampuan keluarga membimbing pasien
- Nilai kemampuan keluarga melakukan control ke RSJ/PKM
b. Isolasi social
Pasien :
6) SP1
- Identifikasi penyebab isolasi social : siapa yang serumah, siapa yang
dekat, siapa yang tidak dekat, dan apa sebabnya
- Keuntungan punya teman dan bercakap-cakap
- Kerugian tidak punya teman dan tidak bercakap-cakap
- Latih cara berkenalan dengan pasien dan perawat atau tamu
- Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan
7) SP2
- Evaluasi kegiatan berkenalan (berapa orang). Beri pujian
- Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (latih 2 kegiatan)
- Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan 2-3 orang
pasien, perawat dan tamu, berbicara saat melakukan kegiatan harian
8) SP3
- Evaluasi kegiatan latihan berkenalan (berapa orang) dan bicara saat
melakukan dua kegiatan harian. Beri pujian
- Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (2 kegiatan baru)
- Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan 4-5 orang,
berbicara saat melakukan 4 kegiatan harian
9) SP4
- Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, bicara saat melakukan empat
kegiatan harian. Beri pujian
- Latih cara bicara social : meminta sesuatu, menjawab pertanyaan
- Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan >5 orang,
orang baru, berbicara saat melakukan kegiatan harian dan sosialisasi
10) SP 5 S.D 12
- Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, berbicara saat melakukan
kegiatan harian dan sosialisasi. Beri pujian
- Latih kegiatan harian
- Nilai kemampuan yang telah mandiri
- Nilai apakah isolasi social teratasi
Keluarga :
6) SP1
- Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
- Jelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya isolasi
social (gunakan booklet)
- Jelaskan cara merawat isolasi social
- Latih dua cara merawat berkenalan, berbicara saat melakukan
kegiatan harian
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
saat besuk
7) SP2
- Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien berkenalan
dan berbicara saat melakukan kegiatan harian. Beri pujian
- Jelaskan kegiatan rumah tangga yang dapat melibatkan pasien
berbicara (makan, sholat bersama) di rumah
- Latih cara membimbing pasien berbicara dan member pujian
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal
8) SP3
- Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien
berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan harian. Beri pujian
- Jelaskan cara melatih pasien melakukan kegiatan social seperti
berbelanja, meminta sesuatu, dll
- Latih keluarga mengajak pasien belanja saat besuk
- Anjurkan membantu pasien sesuaijadwal dan berikan pujian saat
besuk
9) SP4
- Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien
berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan harian/RT, berbelanja.
Beri pujian
- Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal kegiatan dan memberikan
pujian
10) SP 5 SD 12
- Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien
berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan harian/RT, berbelanja
& kegiatan lain dan follow up. Beri pujian
- Nilai kemampuan keluarga merawat pasien
- Nilai kemampuan keluarga melakukan control ke RSJ/PKM

G. Konsep dasar Anak jalanan


1. Pengertian
Anak jalanan atau sering disingkat anjal adalah sebuah istilah umum yang mengacu
pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki
hubungan dengan keluarganya (Suyanto, 2010). Menurut Departemen Sosial RI (1999),
Pengertian tentang anak jalanan adalah anak-anak di bawah usia 18 tahun yang karena
berbagai faktor, seperti ekonomi, konflik keluarga hingga faktor budaya yang membuat
mereka turun ke jalan. UNICEF memberikan batasan tentang anak jalanan, yaitu Street
child are those who have abandoned their homes, school and immediate communities
before they are sixteen years of age, and have drifted into a nomadic street life.
Berdasarkan hal tersebut, maka anak jalanan adalah anak-anak berumur di bawah 16
tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat
terdekatnya, larut dalam kehidupan berpindah-pindah di jalan raya (Soedijar, 1998).
2. Karakteristik
Berdasarkan intensitasnya di jalanan, anak jalanan dapat dikelompokkan menjadi tiga
karakteristik utama yaitu:
a. Chidren of the street
Anak yang hidup/tinggal di jalanan dan tidak ada hubungan dengan keluarganya.
Kelompok ini biasanya tinggal di terminal, stasiun kereta api, emperan toko dan
kolong jembatan.
b. Children on the street Anak yang bekerja di jalanan. Umumnya mereka adalah
anak putus sekolah, masih ada hubungannya dengan keluarga namun tidak teratur
yakni mereka pulang ke rumahnya secara periodik.
c. Vulberable children to be street children Anak yang rentan menjadi anak jalanan.
Umumya mereka masih sekolah dan putus sekolah, dan masih ada hubungan
teratur (tinggal) dengan orang tuanya. Jenis pekerjaan anak jalanan
dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu:
1) Usaha dagang yang terdiri atas pedagang asongan, penjual koran, majalah,
serta menjual sapu atau lap kaca mobil.
2) Usaha di bidang jasa yang terdiri atas pembersih bus, pengelap kaca mobil,
pengatur lalu lintas, kuli angkut pasar, ojek payung, tukang semir sepatu dan
kenek.
3) Pengamen. Dalam hal ini menyanyikan lagu dengan berbagai macam alat
musik seperti gitar, kecrekan, suling bambu, gendang, radio karaoke dan lain-
lain.
4) Kerja serabutan yaitu anak jalanan yang tidak mempunyai pekerjaan tetap,
dapat berubah-ubah sesuai dengan keinginan mereka.
Secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok yaitu:
a. Children On The Street
anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, tetapi
masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka.
b. Children Of The Street
Anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun
ekonomi.
c. Children From Families Of The Street
Anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan. Meskipun anak-anak
ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka
terombang-ambing dari satu tempat ke tempat yang lain dengan segala resikonya.

3. Factor penyebab
Seiring dengan berkembangnya waktu, fenomena anak jalanan atau pekerja anak
banyak terkait dengan alasan ekonomi keluarga (kemiskinan) dan kecilnya kesempatan
untuk memperoleh pendidikan. Pendapatan orang tua yang sangat sedikit tidak mampu
lagi untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehingga memaksa mereka untuk ikut
bekerja.
Menurut Mulandar (1996), penyebab dari fenomena anak bekerja antara lain:
a. Dipaksa orang tua,
b. Tekanan ekonomi keluarga,
c. Diculik dan terpaksa bekerja oleh orang yang lebih dewasa, d.Asumsi dengan
bekerja bisa digunakan sebagai sarana bermain,
d. Pembenaran dari budaya bahwa sejak kecil anak harus bekerja
Sesungguhnya ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus dalam
kehidupan di jalanan antara lain:
a. Kesulitan keuangan
b. Tekanan kemiskinan
c. Ketidakharmonisan rumah tangga
d. Hubungan orang tua dan anak

4. Penatalaksanaan
Departemen Sosial menjelaskan bahwa penanganan anak jalanan dilakukan dengan
metode dan teknik pemberian pelayanan yang meliputi:
a. Street based
Street based merupakan pendekatan di jalanan untuk menjangkau dan
mendampingi anak di jalanan. Tujuannya yaitu mengenal, mendampingi anak,
mempertahankan relasi dan komunikasi, dari melakukan kegiatan seperti:
konseling, diskusi, permainan, literacy dan lain-lain. Pendampingan di jalanan
terus dilakukan untuk memantau anak binaan dan mengenal anak jalanan yang
baru. Street based berorientasi pada menangkal pengaruh-pengaruh negatif dan
membekali mereka nilai-nilai dan wawasan positif.
b. Community based
Community based adalah pendekatan yang melibatkan keluarga dan masyarakat
tempat tinggal anak jalanan. Pemberdayaan keluarga dan sosialisasi masyarakat,
dilaksanakan dengan pendekatan ini yang bertujuan mencegah anak turun ke
jalanan dan mendorong penyediaan sarana pemenuhan kebutuhan anak.
Community based mengarah pada upaya membangkitkan kesadaran, tanggung
jawab dan partisipasi anggota keluarga dan masyarakat dalam mengatasi anak
jalanan.
c. Bimbingan sosial
Metode bimbingan sosial untuk membentuk kembali sikap dan perilaku anak
jalanan sesuai dengan norma, melalui penjelasan dan pembentukan kembali nilai
bagi anak, melalui bimbingan sikap dan perilaku sehari-hari dan bimbingan kasus
untuk mengatasi masalah kritis.
d. Pemberdayaan
Metode pemberdayaan dilakukan untuk meningkatkan kapasitas anak jalanan
dalam memenuhi kebutuhannya sendiri. Kegiatannya berupa pendidikan,
keterampilan, pemberian modal, alih kerja dan sebagainya.

H. Asuhan keperawatan Anak jalanan


1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Factor predisposisi
1) Genetic
2) Neurobiologis : penurunan volume otak dan perubahan sistem neurotransmitter
3) Teori virus dan infeksi
c. Factor presipitasi
1) Biologis
2) Sosiokultural
3) Psikologis
d. Penilaian terhadap stressor

Respon adaptif Respon maladaptif


- Berfikir logis - Pemekiran - Gangguan pemikiran
- Persepi akurat sesekali - Waham/halusinasi
- Emosi konsisten - Terdistorsi - Kesulitan pengolahan
dengan - Ilusi - Emosi
pengalaman - Reaksi emosi - Perilaku kacau dan
- Perilaku sesuai berlebihan dan isolasi sosial
- Berhubungan tidak bereaksi
sosial - Perilaku aneh
- Penarikan tidak
bisa
berhubungan
sosial
e. Sumber koping
1) Disonasi kognitif (gangguan jiwa aktif)
2) Pencapaian wawasan
3) Kognitif yang constant
4) Bergerak menuju prestasi kerja
f. Mekanisme koping
1) Regresif, berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan
pengekuaran sejumlah besar tenaga dalam upaya mengelola ansietas
2) Proyeksi, upaya untuk menjelaskan persepsi yang membingungkan dengan
menetapkan tanggungjawab kepada orang lain
3) Menarik diri
4) Pengingkaran

2. Diagnose keperawatan
a. Harga diri rendah
b. Risiko perilaku kekerasan

3. Intervensi keperawatan
a. Harga diri rendah
Pasien :
1) SP1
- Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien
(buat daftar kegiatan
- Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih
dari daftar kegiatan) : buat daftar kegiatan yang dilakukan saat ini
- Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan saat
ini untuk dilatih
- Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukannya)
- Masukan pada jadual kegiatan untuk latihan dua kali per hari
2) SP2
- Evaluasi kegiatan pertama yang telah dilatih dan berikan pujian
- Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih
- Latihan kegiatan kedua (alat dan cara)
- Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan : dua kegiatan masing-
masing dua kali per hari
3) SP3
- Evaluasi kegiatan pertama dan kedua yang telah dilatih dan berikan
pujian
- Bantu pasien memilih kegiatan ketiga yang akan dilatih
- Latih kegiatan ketiga (alat dan cara)
- Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan : tiga kegiatan, masing-
masing dua kali per hari
4) SP4
- Evaluasi kegiatan pertama, kedua, dan ketiga yang telah dilatih dan
berikan pujian
- Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan dilatih
- Latih kegiatan keempat (alat dan cara)
- Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan : empat kegiatan
masing-masing dua kali per hari
5) SP 5 S.D 12
- Evaluasi kegiatan latihan dan berikan pujian
- Latihan kegiatan dilanjutkan sampai tak terhingga
- Nilai kemampuan yang telah mandiri
- Nilai apakah harga diri pasien meningkat
Keluarga :
1) SP1
- Diskusikan masalah yang dirasaaakan dalam merawat pasien
- Jelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya harga diri
rendah (gunakan booklet)
- Diskusikan kemampuan atau aspek positif pasien yang pernah
dimiliki sebelum dan setelah sakit
- Jelaskan cara merawat harga diri rendah terutama memberikan pujian
semua hal yang positif pada pasien
- Latih keluarga member taaannnggung jawab kegiatan pertama yang
dipilih pasien : bombing dan beri pujian
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
2) SP2
- Evaluaaasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien
melaksanakan kegiatan pertama yaaang dipilih dan dilatiiihhh
pasien. Beri pujian
- Bersama keluarga melatih pasien dalam melakukan kegiatan kedua
yang dipilih pasien
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan member pujian
3) SP3
- Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan
kegiatan pertama dan kedua yang telah dilatih. Beri pujian
- Bersama keluarga melatih pasien melakukan kegiatan ketiga yang
dipilih
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan berikan pujian
4) SP4
- Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan
kegiatan pertama, kedua, dan ketiga. Beri pujian
- Bersama keluarga melatih pasien melakukan kegiatan keempat yang
dipilih
- Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
5) SP 5 S.D 12
- Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melakukan
kegiatan yang dipilih oleh pasien. Beri pujian
- Nilai kemampuan keluarga membimbing pasien
- Nilai kemampuan keluarga melakukan control ke RSJ/PKM
b. Risiko perilaku kekerasan
Luaran keperawatan :
Control diri
Definisi : kemampuan untuk mengendalikan atau mengatur emosi, pikiran, dan
perilaku dalam menghadapi masalah
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan masalah pada control diri
dapat diatasi dengan kreteria hasil :
1) Verbalisasi ancaman kepada orang lain menurun
2) Verbalisasi umpatan menurun
3) Perilaku menyerang menurun
4) Perilaku merusak lingkungan sekitar menurun
5) Perilaku agresif/amuk menurun
Intervensi keperawatan
Pencegahan perilaku kekerasan
Definisi : meminimalkan kemarahan yang diekspresikan secara berlebihan dan
tidak terkendali secara verbal sampai dengan mencederai orang lain dan/atau
merusak lingkungan.
Tindakan :
1) Monitor adanya benda berbahaya yang berpotensi membahayakan
2) Monitor selama penggunaan barang yang dapat membahayakan
3) Pertahankan lingkungan bebas dari bahaya secara rutin
4) Libatkan keluarga dalam terapeutik
5) Latih mengugkapkan perasaan secara asertif
6) Latih mengurangi kemarahan secara verbal dan nonverbal
BAB III
PENUTUP

Simpulan

Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau pnderitaan secara fisik, seksual,
psikologis dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga.Penyebab dari KDRT sendiri meliputi pembelaan atas kekuasaan laki-laki,diskriminasi
dan pembatasan dibidang ekonomi,beben pengasuhan anak,wanita sebagai anak-anak,orientasi
peradilan anak-anak.KDRT sendiri diklasifikasikan sebagai berikut meliputi kekerasan
fisik,psikologis,seksual,ekonomi.Sedangkan diagnosa yang dapat terjadi yaitu harga diri
rendah,ganguan integritas kulit.
Trafficking merupakan suatu bentuk kejahatan kemanusiaan yang sangat kompleks dan
mengerikan. Trafficking tidak lagi sekedar praktik perbudakan manusia oleh manusia
sebagaimana telah terjadi pada masa lalu, melainkan prosesnya dilakukan dengan kekerasan
fisik, mental, seksual, penindasan, sosial, dan ekonomi, dengan modus yang sangat beragam,
mulai dengan cara yang halus seperti bujukan dan penipuan sampai dengan cara yang kasar
seperti paksaan dan perampasan.Diagnosa yang mungkin terjadi adalah isolasi social dan harga
diri rendah.
Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani sanksi kurungan atau sanksi lainnya,
menurut perundang-undangan. Dapat disebabkan oleh faktor ekonomi, mental, pribadi.
Penatalaksanaannya dapat dilakukan terapi psikologi, keperawatan, terapi kerja, terapi kerja pada
anak, terapi kerja pada perempuan. Diagnosa yang mungkin terjadi adalah isolasi social dan
harga diri rendah.
Anak jalanan atau sering disingkat anjal adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada
anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan
dengan keluarganya .Secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok yaitu:
Children On The Street,Children Of The Street,Children From Families Of The Street.
Fenomena anak jalanan atau pekerja anak banyak terkait dengan alasan ekonomi keluarga
(kemiskinan) dan kecilnya kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Pendapatan orang tua
yang sangat sedikit tidak mampu lagi untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehingga
memaksa mereka untuk ikut bekerja.Diagnosa yang dapat terjadi yaitu harga diri rendah dan
risiko perilaku kekerasan.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J & Moyet. (2013). Buku saku diagnosis keperawatan. Edisi 13. (penerjemah
Fruriolina Ariani & Estu Tiar). Jakarta: EGC
Halfiah. Fikri. (2009). Perdagangan Manusia. .
http://kubil.blogspot.com/2009/06/perdagangan-manusia.html.
Karundeng, Narwasti Vike.2005.Sosialisasi Penyadaran Isu Trafiking : APA ITU
TRAFIKING.[terhubung berkala] http://osdir.com/ml/culture.region. indonesia.ppi-
india/2005-03/msg01095.html(24 Februari 2011)
Muladi dan Arief: Barda Nawawi, 2010, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung:
Alumni.
Sumardi. Mulyanto. 1982. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta: Rajawali.
Syafaat, Rachmad. 2002. Dagang Manusia-Kajian Trafficking Terhadap Perempuan dan
Anak di Jawa Timur. Yogyakarta : Lappera Pustaka Utama.
Wilkison, J.M. (2016). Diagnosis keperawatan: diagnosis NANDA-I, intervensi NIC, hasil
NOC. Edisi 10. (penerjemah Esty Wahyuningsih). Jakarta: EGC
https://id.scribd.com/document/405568001/ASKEP-NARAPIDANA-docx Diakses pada
tanggal 26 september 2020
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga

Anda mungkin juga menyukai