PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan tentang pemberdayaan perempuan dan masalah sosial kekerasan dalam
rumah tangga
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Menjelaskan tentang definisi KDRT
b. Menjelaskan tentang faktor resiko KDRT
c. Permasalahan sosial KDRT
d. Respon dan pencegahan KDRT
e. Upaya penanganan KDRT
BAB 2
TINJAUAN TEORI
Contoh intervensi termasuk dukungan psikososial dan intervensi psikologis untuk korban
kekerasan rumah tangga; gabungan program pemberdayaan ekonomi dan sosial; transfer
tunai; bekerja dengan pasangan untuk meningkatkan keterampilan komunikasi dan
hubungan; intervensi mobilisasi masyarakat untuk mengubah norma gender yang tidak
setara; program sekolah yang meningkatkan keamanan di sekolah dan
mengurangi/menghilangkan hukuman keras dan memasukkan kurikulum yang menantang
stereotip gender dan mempromosikan hubungan berdasarkan kesetaraan dan persetujuan; dan
pendidikan partisipatif berbasis kelompok dengan perempuan dan laki-laki untuk
menghasilkan refleksi kritis tentang hubungan kekuasaan gender yang tidak setara.
Untuk mencapai perubahan yang langgeng, penting untuk memberlakukan dan
menegakkan undang-undang serta mengembangkan dan menerapkan kebijakan yang
mempromosikan kesetaraan gender; mengalokasikan sumber daya untuk pencegahan dan
penanggulangan; dan berinvestasi dalam organisasi hak-hak perempuan.
Pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan memerlukan pendekatan
multi-sektor, peranan penting di sektor kesehatan antara lain:
1. Advokasi untuk membuat kekerasan terhadap perempuan tidak dapat diterima dan agar
kekerasan tersebut ditangani sebagai masalah kesehatan masyarakat.
2. Memberikan layanan yang komprehensif, menyadarkan dan melatih penyedia layanan
kesehatan dalam menanggapi kebutuhan para penyintas secara holistik dan empatik.
3. Mencegah terulangnya kekerasan melalui identifikasi dini terhadap perempuan dan anak
yang mengalami kekerasan dan memberikan rujukan dan dukungan yang tepat
4. Mempromosikan norma-norma gender egaliter sebagai bagian dari keterampilan hidup
dan kurikulum pendidikan seksualitas komprehensif yang diajarkan kepada kaum muda.
5. Menghasilkan bukti tentang apa yang berhasil dan besarnya masalah dengan melakukan
survei berbasis populasi, atau memasukkan kekerasan terhadap perempuan dalam survei
demografi dan kesehatan berbasis populasi, serta dalam sistem surveilans dan informasi
kesehatan.
2.5 UPAYA PENANGANAN KDRT
Meskipun ada undangundang yang melindungi perempuan dari tindak KDRT, namun
implementasinya masih mengalami kendala. Menurut Bonaparte (2012), ada beberapa
hambatan:
(1) Korban mencabut pengaduan dengan berbagai alasan, seperti: demi keutuhan
keluarga atau kondisi psikologis anak; korban tidak memiliki pekerjaan (secara
ekonomi tergantung pada pelaku); korban takut ancaman dari pelaku/ suami; dan
adanya campur tangan pihak keluarga atau alasan budaya/ adat/norma agama;
(2) Kurangnya bukti, yang disebabkan beberapa hal: menghindari anak sebagai saksi,
mengingat kondisi psikologis anak dan dampaknya; menjaga netralitas saksi dalam
lingkungan rumah tangga; korban tidak langsung melapor setelah kejadian sehingga
terjadi kesulitan ketika melakukan visum; penelantaran ekonomi karena pelaku tidak
mempunyai pekerjaan/ penghasilan.
Salah satu upaya Kementerian PPPA bersama dengan United Nations Fund for
Population Activities (UNFPA) adalah membuat protokol penanganan kasus kekerasan
terhadap perempuan yang dapat digunakan dalam penanganan kekerasan terhadap
perempuan, sehingga perempuan yang menjadi korban tetap terlayani dan lembaga lembaga
penyedia layanan tetap bisa memberikan penanganan kasus dengan merujuk pada protokol
yang ada. Protokol ini diadopsi dari Panduan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender yang
disusun oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) DKI
Jakarta, Yayasan Pulih, dan Lembaga Penyedia Layanan Bersama Kementerian PPPA dan
UNFPA pada tahun 2020. Protokol yang tersedia mulai dari
1. Protokol pengaduan; pemberian layanan pendampingan;
2. Rujukan ke layanan kesehatan; rujukan ke rumah aman atau shelter;
3. Layanan psikososial;
4. Layanan konsultasi hukum; hingga pendampingan proses hukum.
Protokol ini dapat diterapkan dalam penanganan kasus KDRT, karena KDRT merupakan
salah satu bentuk dari kekerasan terhadap perempuan. Dengan protokol ini, diharapkan
korban KDRT yang selama ini memilih untuk diam atau hanya menceritakan kasus yang
dialaminya kepada orang-orang terdekat bersedia untuk melaporkan kasusnya. Selain itu,
berbagai program pemerintah seperti Program Sembako (Bantuan Pangan non-Tunai);
Program Bantuan Sosial Tunai; Program BLT Dana Desa; Program Listrik Gratis untuk
pelanggan 450 VA, dan 900 VA; Program Kartu Pra-Kerja berupa insentif untuk pelatihan
kerja sebesar Rp1 juta/bulan; dan Program Subsidi Gaji Karyawan dengan gaji di bawah Rp5
juta diharapkan juga dapat meringankan beban ekonomi rumah tangga, sehingga dapat
meminimalisasi terjadinya konflik dalam keluarga, termasuk di dalamnya mencegah
terjadinya KDRT.