Anda di halaman 1dari 21

FISIOLOGI PLASENTA

Dosen Pengampu :
Riza Umami, SST., M.Keb

Kelompok 2 :
1. Fitri Rahmadayanti Pramitha (P17312215105)
2. Etta Bina Irawati (P17312215115)
3. Fadilah Nurul Hidayati (P17312215130)
4. Putri Wulandari (P17312215135)
5. Anisa’ul Mu’alifah Toyibah (P17312215150)
6. Ekky Wahyuningtyas (P17312215154)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun dan merampungkan tugas pembuatan makalah ini yang
berjudul “Fisiologi Plasenta”. Makalah ini dibuat sedemikian rupa sebagai tugas yang diberikan oleh
Dosen pembimbing kami.

Harapan kami sebagai penyusun adalah semoga makalah ini dapat diterima dengan baik oleh
Dosen pembimbing serta dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan yang kami buat ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu kami sebagai penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jember, 09 Agustus 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman Judul .......................................................................................................................i

Kata Pengantar ......................................................................................................................ii

Daftar Isi ...............................................................................................................................iii

Bab 1 Pendahuluan ...............................................................................................................1


1.1 Latar Belakang ......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................1
1.3 Tujuan Pembahasan .............................................................................................. 2

Bab 2 Tinjauan Teori ............................................................................................................. 3


2.1 Implementasi dan Perkembangan Plasenta.............................................................. 3
2.2 Endokrinologi Plasenta............................................................................................ 3
2.3 Nutrisi Janin dan Transfer Plasenta.........................................................................6
2.4 Dinamika Cairan Amnion........................................................................................7
2.5 Sistem Komunikasi Janin – Ibu...............................................................................9
Bab 3 Penutup ........................................................................................................................ 11
3.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 11
3.2 Saran ........................................................................................................................ 11
Daftar Pustaka......................................................................................................................... 12
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Plasenta merupakan organ yang penting untuk pertumbuhan, perkembangan, dan
ketahanan hidup janin. Plasenta memiliki beberapa fungsi, termasuk transfer nutrisi dan
oksigen dari ibu pada fetus, membuang sisa metabolisme dari fetus, dan sintesis protein
serta hormon. Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan 16 mingu dengan
ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Plasenta berasal dari sebagian besar
dari bagian janin, yaitu villi korialis dan sebagian kecil dari bagian ibu yang bersal dari
desidua basalis.
Komponen sirkulasi dari ibu berhubungan dengan komponen sirkulasi janian melalui
plasenta dan tali pusat. Sistem tersebut dinakamakan sirkulasi feto-maternal. Melihat
pentingnya peranan dari plasenta maka bila terjadi kelainan pada plasenta akan
menyebabkan kelainan pada janin ataupun mengganggu proses persalinan. Kelainan pada
plasenta dapat berupa gangguan fungsi dari plasenta ataupun gangguan implantasi dari
plasenta. Gangguan dari implantasi plasenta dapat berupa kelainan letak ataupun kelinan
dari kedalaman implantasinya.
Implantasi normal terjadi pada daerah endometrium atas terutama pada dinding
posterior dari uterus. Kemudian terdapat lapisan Nitabuch yang merupakan degenerasi
fibrinoid dari desidua basalis, berguna untuk mencegah invasi lebih jauh dari jonjot
korion. Salah satu contoh kelainan kedalaman implantasi plasenta adalah plasenta akreta.
Penyebabnya adalah kelainan pada desidua basalis sehingga tidak terbentuk lapisan
nitabuch.
Berdasarkan latar belakang di atas maka Kelompok 2 akan membahas tentang
fisiologi plasenta.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah fisiologi plasenta?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan tentang fisiologi plasenta
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Menjelaskan implantasi plasenta
b. Menjelaskan endokrinologi plasenta
c. Menjelaskan transfer plasenta
d. Menjelaskan dinamika cairan amnion
e. Menjelaskan sistem komunikasi plasenta
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Implantasi Dan Perkembangan Plasenta


2.1.1 Implantasi
Implantasi merupakan saat yang paling kritis untuk terciptanya kehamilan.
Proses ini membutuhkan perkembangan yang sinkron antara hasil konsepsi, uterus,
transformasi endometrium menjadi desidua dan akhirnya pembentukan plasenta
yang definitif. Blastosis berada dalam kavum uteri selama lebih kurang 2 hari
sebelum terjadi implantasi. Selama waktu ini makanan diambil dari hasil sekresi
kelenjar endometrium.
Proses implantasi terjadi kemudian, meliputi beberapa proses yaitu :
penghancuran zona pelusida, aposisi dengan endometrium dan perkembangan dini
tropoblas.
a. Zona pelusida mengalami kehancuran sebelum mulainya implantasi akibat
adanya faktor litik yang terdapat dalam kavum uteri. Faktor litik ini (diduga
adalah plasmin) berasal dari prekursor yang berada pada reseptor di uterus,
menjadi aktif akibat pengaruh dari sejenis zat yang dihasilkan oleh blastosis.
Hancurnya zoba pelusida menyebabkan terjadinya reduksi muatan elektrostatik.
Kondisi ini memudahkan perlengketan blatosis (lapisan tropektoderm) dengan
epitel endometrium, yang terjadi pada kripti endometrium. Penyatuan ini adalah
seperti “ligand-receptor binding”. Diduga sebagai ligand adalah heparin/heparin
sulfate proteoglycan yang terdapat pada permukaan blastosis, sedangkan
reseptor terdapat pada surface glycoprotein epitel endometrium. Interaksi
ligand-receptor ini mengakibatkan terganggunya fungsi sitoskeleton dari sel
epitel berupa terangkat/terlepasnya sel-sel epitel dari lamina basalis dan
memudahkan akses sel-sel trophoblast ke lamina basalis guna terjadinya
penetrasi.
b. Aposisi blastosis dengan endometrium terjadi pada hari ke 6 setelah fertilisasi.
Sel-sel bagian luar blastosis berproliforasi membentuk trophoblast primer.
Trophoblast berproliferasi dan berdifferensiasi menjadi 2 bentuk yaitu
sitotrophoblas di bagian dalam dan sinsitiotrophoblas di bagian luar. Proses
yang terjadi pada sinsitiotrophoblas meluas melewati epitel endometrium, untuk
kemudian menginvasi stroma endometrium. Sel stroma di sekitar “implantation
site‟ , menjadi kayu dengan lemak dan glikogen, bentuknya berubah menjadi
polihedral dan dikenal dengan sel desidua. Sel desidua berdegenerasi pada
daerah invasi dan memenuhi nutrisi untuk embrio yang sedang berkembang,
Sinsitiotrophoblas mengandung zat yang dapat menghancurkan jaringan
maternal dan memudahkan invasi ke endometrium dan miometrium, sehingga
akhirnya blastosis menancap (embedded) secara sempurna dalam desidua.
Proses implantasi sempurna pada hari ke 10 – 11 pasca ovulasi.
2.1.2 Perkembangan Plasenta
a. Perkembangan Trofoblas
Setelah nidasi, trofoblas terdiri atas 2 lapis, yaitu sitotrofoblas dan
sinsiotrofblas. Endometrium atau sel desidua di mana terjadi nidasi menjadi
pucat dan besar disebut sebagai reaksi desidua yang berfungsi sebagai pasokan
makanan. Sebagian lapisan desidua mengalami fagositosis oleh sel trofoblas.
b. Stadium Pre- Lakuna
Pada hari ke-7-8 setelah konsepsi, blastosis tertanam sepenuhnya di dalam
endometrium. Embrio yang terbentuk telah dikelilingi oleh plasenta yang
sedang berkembang, dimana pada stadium ini terdiri daripada dua subtipe asas
trofoblas, yaitu sinsiotrofoblas yang berhubungan langsung dengan jaringan
tisu ibu serta sitotrofoblas yang akan berkembang menjadi vili.
c. Stadium Lakuna
Pada hari ke 8-9 pasca-konsepsi, vakuola kecil berisi cairan muncul dalam
lapisan sinsitiotrofoblas, dan merupakan awal lacunar stage. Vakuola tumbuh
dengan cepat dan bergabung membentuk satu lakuna, yang merupakan
prekursor pembentukan ruang intervillosa. Lakuna dipisahkan oleh pita
trabekula, dimana dari trabekula inilah nantinya villi berkembang.
Pembentukan lakuna membagi trofoblas kedalam 3 lapisan, yaitu: (1) Plat
korion primer (sebelah dalam), (2) sistim lakuna yang akan membentuk ruang
intervillosa bersama trabekula yang akan menjadi anchoring villi serta
perkembangan cabang yang akan membentuk  floating villi, dan (3) plasenta
bagian maternal yang terdiri dari trofoblas yang akan membentuk plat basal.
Aktifitas invasif lapisan sinsitiotrofoblas menyebabkan disintegrasi pembuluh
darah endometrium (kapiler, arteriole dan arteria spiralis). Kalau invasi terus
berlanjut maka pembuluh darah  –  pembuluh darah ini dilubangi, sehingga
lakuna segera dipenuhi oleh darah ibu. Pada perkembangan selanjutnya lakuna
yang baru terbentuk bergabung dengan lakuna yang telah ada dan dengan
demikian terjadi sirkulasi intervillosa primitif. Peristiwa ini menandai
terbentuknya “hemochorial” placenta, dimana darah ibu secara langsung
meliputi trofoblas.
d. Stadium Villi
Stadium ini bermula dari hari ke-12 setelah konsepsi dan merupakan stadium
pembentukan vili yang telah diterangkan dengan jelas pada pendahuluan
referat ini.
e. Invasi ateri spiralis
Pada awalnya, trofoblas endovaskular memasuki lumen arteri spiralis
membentuk plak. Kemudian, ia merusakkan endotelium vaskular secara
mekanisme apoptosis, menginvasi dan melakukan modifikasi pada media
pembuluh darah. Akhirnya, menyebabkan fibrin menggantikan otot polos dan
jaringan tisu melapisi vaskular. Proses invasi ini melibatkan dua fase, pertama
berlaku sebelum minggu ke-12 setelah fertilisasi yang hanya melibatkan
setinggi batas desidua dan miometrium, dan fase kedua berlaku diantara
minggu ke 12-16 dan melibatkan invasi segmen intramiometrium arteri
spiralis. Proses ini mengubah lumen ateri yang sempit, dan berotot kepada
pembuluh darah uteroplasenta yang lebih berdilatasi dan kurang resistensi.
f. Pembentukan Sirkulasi Utero-fetoplasental
Pada akhir trimester pertama, plak trofoblas menjadi lama dan darah ibu
masuk ke rongga intervili membentuk aliran darah arteri pertama ke plasenta.
Aliran masuk bermula pada bagian atas plasenta yaitu bagian yang lebih dekat
dengan epitelium endometrium. Disebabkan bagian ini berkembang paling
akhir berbanding bagian bawah yang mulai berkembang sejak awal setelah
implantasi, maka plak yang terbentuk lebih senang untuk dipenetrasi oleh sel
darah. Pada stadium ini, vili plasenta akan berdegenerasi menjadi lebih luas
dan krion menjadi lebih licin. Regresi ini kemudian menyebabkan
pembentukan membran fetus atau korion leave dan bagian selebihnya menjadi
korion frondosum- yaitu bentuk definit cakera plasenta.
g. Pematangan plasenta
Setelah mencapai batas usia tertentu, plasenta mengalami penuaan, ditandai
dengan terjadinya proses degeneratif pada plasenta. Proses ini meliputi
komponen ibu maupun  janin. Perubahan pada villi meliputi :
1) Pengurangan ketebalan sinsitium dan munculnya simpul sinsitium (agregasi
sinsitium pada daerah kecil pada sisi villi
2). Hilangnya sebagian sel-sel Langhan‟s
3). Berkurangnya jaringan stroma termasuk sel Hofbauer
4) obliterasi beberapa pembuluh darah dan dilatasi kapiler
5). Penebalan membrana basalis endotel janin dan sitotrofoblas
6) deposit fibrin pada permukaan villi.
Perubahan pada desidua berupa deposit fibrinoid yang disebut lapisan
Nitabuch pada bagian luar sinsitiotrofoblas, sehingga menghalangi invasi
desidua selanjutnya oleh trofoblas . Pada ruang intervillus juga terjadi
degenerasi fibrinoid dan membentuk suatu massa yang melibatkan sejumlah
villi disebut dengan white infarct, berukuran dari beberapa milimeter sampai
satu sentimeter atau lebih. Klasifikasi atau bahkan pembentukan kista dapat
terjadi daerah ini. Dapat juga terjadi deposit fibrin yang tidak  menetap yang
disebut Rohr‟s stria pada dasar ruang intervillus dan disekitar villi.

Ringkasan Perkembangan Plasenta


Hari Setelah
Ovulasi Morfologi dan Fungsi Plasenta
6-7 Implantasi blastosis
7-8 Proliferasi dan invasi blastosis. Terbentuknya sintiotrofoblas
9-11 Periode Lakunar. Pembuluh darah endomertrium diinvasi.
13-18 Pembentukan vili pimer dan sekunder, body stalk, dan amnion
18-21 Vili tertier terbentuk. Mesoblas menginvasi vili membentuk
dasar. Pembentukan sirkulasi fetoplasenta.
21-40 Korion frondosum, pembentukan plat korion
40-50 Pembentukan kotiledon
80-225 Plasenta terus berkembang sehingga matur. Kotiledon yang
terbentuk  sekitar 10-12 biji, dengan tekanan darah maternal
pada ruang intervili mencapai 40-60mmHg. Plat basal ditaik
oleh vili ankor untuk  membentuk septa
225-267 Proliferasi seluler berkurang, tetapi hipertrofi seluler tetap
(aterm) lanjut

2.2 Endokrinologi Plasenta


Plasenta adalah tempat pembuatan hormon-hormon, khususnya korionik
gonadotropin, korionik  somato-mammotropin ( placental lactogen), estrogen, dan
progesteron. Korionik tirotopin dan relaksin juga dapat diisolasi dari jaringan
plasenta.
a. Gonadotropin Korion
Penanda pertama diferensiasi trofoblas dan produk plasenta pertama yang dapat
terukur adalah gonadotropin korion (hCG). Pada minggu-minggu pertama
kehamilan, memuncak  pada kehamilan sepuluh minggu dan kemudian lahan-
lahan menurun pada trimester ketiga hingga satu minggu post partum hCG tidak
ditemukan lagi di dalam serum dan air kencing. Fungsi hCG adalah untuk
mempertahankan korpus luteum yang membuat estrogen dan progesteron sampai
saat plasenta terbentuk sepenuhnya dan dapat membuat sendiri cukup estrogen dan
progesteron.
b. Laktogen Plasenta
Hormon polipeptida plasenta kedua, yang juga homolog dengan suatu protein
hipofisis, disebut laktogen plasenta (hPL) atau somatomamotropin korion (hCS).
hPL terdeteksi pada trofoblas muda, namun kadar serum yang dapat dideteksi
belum tercapai hingga minggu kehamilan ke-4-5. hPL adalah suatu protein yang
serupa dengan hormon pertumbuhan (GH) dan memiliki ciri-ciri struktural yang
mirip dengan prolaktin (PRL). Meskipun tidak jelas terbukti sebagai agen
mamotropik, hPL ikut berperan dalam perubahan metabolisme glukosa dan
mobilisasi asam lemak bebas; menyebabkan respons hiperinsulinemik terhadap
beban glukosa; dan berperan dalam terjadinya resistensi insulin perifer yang khas
pada kehamilan.
c. Hormon-hormon Steroid Plasenta
Sangat berbeda dengan kemampuan sintesis yang mengagumkan dalam produksi
protein plasenta, maka plasenta tidak terlihat memiliki kemampuan mensintesis
steroid secara mandiri. Semua steroid yang dihasilkan plasenta berasal dari
prekursor steroid ibu atau  janin. Namun begitu, tidak ada jaringan yang dapat
menyerupai sinsitiotrofoblas dalam kapasitasnya mengubah steroid secara efisien.
Aktivitas ini dapat terlihat bahkan pada blastokista muda, dan pada minggu
ketujuh kehamilan, yaitu saat korpus luteum mengalami penuaan relatif, maka
plasenta menjadi sumber hormon-hormon steroid yang dominan.
1. Progesteron
Plasenta bergantung pada kolesterol ibu sebagai substratnya untuk produksi
progesteron. Enzim-enzim plasenta memisahkan rantai samping kolesterol,
menghasilkan pregnenolon yang selanjutnya mengalami isomerisasi parsial
menjadi progesteron; 250-350 mg progesteron diproduksi setiap harinya
sebelum trimester ketiga dan sebagian besar akan masuk ke dalam sirkulasi
ibu. Kadar progesteron plasma ibu meningkat progresif selama kehamilan dan
tampaknya tidak tergantung pada faktor-faktor yang normalnya mengatur
sintesis dan sekresi steroid. Jika hCG eksogen meningkatkan produksi
progesteron pada kehamilan, maka hipofisektomi tidak memiliki efek.
Pemberian ACTH atau kortisol tidak mempengaruhi kadar progesteron,
demikian juga adrenalektomi atau ooforektomi setelah minggu ketujuh.
Progesteron perlu untuk pemeliharaan kehamilan. Produksi progesteron dari
korpus luteum yang tidak mencukupi turut berperan dalam kegagalan
implantasi, dan defisiensi fase luteal telah dikaitkan dengan beberapa kasus
infertilitas dan keguguran berulang. Lebih jauh, progesteron juga berperanan
dalam mempertahankan keadaan miometrium yang relatif tenang. Progesteron
juga dapat berperan sebagai obat imunosupresif pada beberapa sistem dan
menghambat penolakan jaringan perantara sel T. Jadi kadar progesteron lokal
yang tinggi dapat membantu toleransi imunologik  uterus terhadap jaringan
trofoblas embrio yang menginvasinya.
2. Estrogen
Produksi estrogen oleh plasenta juga bergantung pada prekursor-prekursor
dalam sirkulasi, namun pada keadaan ini baik steroid janin ataupun ibu
merupakan sumber yang penting. Kebanyakan estrogen berasal dari androgen
janin, terutama dehidroepiandrosteron sulfat (DHEA sulfat). DHEA sulfat
janin terutama dihasilkan oleh adrenal janin, kemudian diubah oleh sulfatase
plasenta menjadi dehidroepiandrosteron bebas (DHEA), dan selanjutnya
melalui jalur-jalur enzimatik  yang lazim untuk jaringan-jaringan penghasil
steroid, menjadi androstenedion dan testosteron. Androgen-androgen ini
akhirnya mengalami aromatisasi dalam plasenta menjadi berturut-turut estron
dan estradiol. Sebagian besar DHEA sulfat janin dimetabolisir membentuk
suatu estrogen ketiga : estriol. Langkah kunci dalam sintesis estriol adalah
reaksi 16-α-hidroksilasi molekul steroid. Bahan untuk reaksi ini terutama
DHEA sulfat janin dan sebagian besar produksi 16- α-hidroksi-DHEA sulfat
terjadi dalam hati dan adrenal janin, tidak pada plasenta ataupun jaringan ibu.
Langkah-langkah akhir yaitu desulfasi dan aromatisasi menjadi estriol
berlangsung di plasenta. Tidak seperti pengukuran kadar progesteron ataupun
hPL, maka pengukuran kadar estriol serum atau kemih mencerminkan tidak
saja fungsi plasenta, namun juga fungsi janin. Dengan demikian, produksi
estriol normal mencerminkan keutuhan sirkulasi dan metabolisme janin serta
plasenta. Kadar estriol serum atau kemih yang meninggi merupakan petunjuk
biokimia terbaik dari kesejahteraan janin. Jika assay estriol dilakukan setiap
hari, maka suatu penurunan bermakna (> 50%) dapat menjadi suatu petunjuk
dini yang peka adanya gangguan pada janin. Terdapat keadaankeadaan di
mana perubahan produksi estriol tidak menandai gangguan pada janin, tetapi
merupakan akibat kecacatan kongenital ataupun intervensi iatrogenik. Estriol
ibu tetap rendah pada kehamilan dengan defisiensi sulfatase dan pada kasus-
kasus  janin anensefali. Pada kasus pertama, DHEA sulfat tak dapat
dihidrolisis; pada yang kedua, hanya sedikit DHEA yang diproduksi janin
karena tidak adanya rangsang adrenal janin oleh ACTH.

2.3 Nutrisi Janin dan Transfer Plasenta


2.3.1 Nutrisi Janin
Pada dasarnya ibu merupakan sumber nutrisi bagi janin, namun apa yang
dimakan akan disimpan, sehingga akan dipakai secara kontinu manakala
diperlukan dalam hal energi, perbaikan jaringan dan pertumbuhan baru. Ada 3
depot makanan yaitu hati, otot, dan lemak, dan hormon insulin yang berperan
dalam metabolisme nutrisi yang diserap oleh usus ibu. Pada pokoknya
cadangan glukosa sebagai glikogen disimpan di hati dan otot, menyimpan
protein untuk asam amino, dan lemak.
a. Makronutrien
1. Energi
Janin menggunakan zat gizi sebagai elemen anabolik dan sebagai
bahan bakar yang telah diketahui dapat dioksidasi untuk pembentukan
energi sebesar 100 kcal/hari. Sumber energi utama yang digunakan untuk
pertumbuhan janin berasal dari metabolisme glukosa, laktat dan protein.
Diketahui bahwa pada fase postnatal, laktat diproduksi saat respirasi
anaerob yang membutuhkan energi dalam jumlah yang sangat besar.
2. Glukosa
Glukosa adalah substrat energi utama yang dikonsumsi oleh janin
yang diperoleh dari transfer maternofetal plasental. Janin menggunakan
glukosa terutama untuk membentuk energi, tetapi sebagian lainnya
disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen dan trigliserid.
Sintesa glikogen dari glukosa, laktat, piruvat dan asam amino berlangsung
dalam hepar janin pada awal kehamilan.
3. Laktat
Laktat disintesa oleh plasenta dan janin terutama di jaringan otot
skelet sebagai substrat energi dan sebagai precursor pembentukan
glikogen. Plasenta menggunakan laktat sebagai substrat energi dan untuk
sintesa trigliserid. Hanya sepertiga dari total laktat yang dikonsumsi janin
pada akhir kehamilan. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa transport
plasenta dapat dimodifikasi oleh somatotropin. Pemberian somatotropin
diketahui dapat meningkatkan produsi laktat oleh plasenta dan
peningkatan uptake laktat pada janin. Metabolisme glukosa dan protein
pada janin dan plasenta akan menghasilkan laktat dalam jumlah yang
besar. Laktat dilepas ke dalam sirkulasi darah janin sebagai substrat
reservoir karena laktat tidak dapat melewati plasenta dengan mudah. Hal
ini menguntungkan bagi plasenta karena plasenta sendiri menggunakan
40-60% glukosa dan oksigen untuk dipasok ke uterus pada akhir
kehamilan.
4. Protein
Janin menggunakan protein sebagai substrat energi saat suplai
glukosa terbatas. Intake protein ibu selama hamil sekitar 50 gr/hari.
Protein dibutuhkan untuk pembentukan jaringan baru serta
mempertahankan jaringan yang sudah terbentuk sebelumnya dan
pembentukan berbagai struktur organ seperti tulang dan otot, serta
pembentukan sistem kekebalan tubuh dan sel-sel darah merah baru.
5. Lemak
Simpanan lemak dalam bentuk trigliserida dalam jaringan adiposa
atau sebagai struktur membran sel pada berbagai jaringan. Janin juga
menggunakan lemak untuk sintesa berbagai substrat seperti leukotrin dan
prostaglandin. Trigliserid dihidrolisa dalam plasenta menjadi asam lemak
dan gliserol. Pertumbuhan dan perkembangan janin tergantung dari suplai
asam lemak tak jenuh (PUFA) ibu. Asam lemak PUFA merupakan dasar
pertumbuhan janin, serta perkembangan dan pematangan otak. PUFA
dibutuhkan janin terutama paling banyak saat trimester akhir kehamilan
saat terjadi pertumbuhan jaringan syaraf dan pembuluh darah. Proses
tumbuh kembang sistem saraf pusat dan otak janin juga memerlukan
bantuan asam lemak tak jenuh, yaitu kandungan omega 6 (linoleat) dan
omega 3 (asam linolenat, EPA, DHA). Sumbernya antara lain, ikan
tenggiri, ikan kembung, ikan tuna, dan ikan tongkol.
b. Mikronutrien
1. Vitamin A
Status vitamin A bila kekurangan maupun berlebihan pada ibu
hamil berdampak pada berat badan dan erkembangan janin (gangguan
pada neural tube defect). Vitamin A diperlukan untuk embriogenesis,
pertumbuhan dan diferensiasi sel epitel. Vitamin A berperan dalam proses
metabolisme yang berkaitan dengan peningkatan pertumbuhan dan
kesehatan sel dan jaringan janin, penglihatan, pembentukan tulang, sistem
kekebalan tubuh, serta pembentukan sistem saraf. Kebutuhan vitamin A
dapat dipenuhi dengan mengonsumsi daging ayam, telur itik, kangkung,
dan wortel.
2. Asam folat
Asam folat sangat berperan dalam proses pembentukan system saraf
pusat, termasuk otak. Asam folat tidak bisa disimpan dalam tubuh, harus
diberikan setiap hari dalam makanan ibu hamil. Kekurangan folat
menyebabkan sintesa DNA yang tidak sempurna sehingga terjadi
gangguan pada replikasi sel yang mengakibatkan kelahiran prematur,
berat badan lahir rendah dan malformasi organ seperti spina bifida, bibir
sumbing. Sumber asam folat antara lain sayuran berdaun hijau tua, jeruk,
apel, hati sapi, kacang kedelai, tempe, serta serealia yang sudah
difortifikasi dengan asam folat.
3. Vitamin B12
Agar berbagai sel tubuh janin yang telah terbentuk berfungsi
normal, tubuh janin membutuhkan vitamin B12. Vitamin ini terutama
berfungsi menjaga kerja sel-sel sumsum tulang belakang, sistem saraf, dan
saluran pencernaan. Contoh makanan sumber vitamin B12 adalah hasil
ternak dan produk olahannya, serta produk olahan kacang kedelai,
misalnya.
4. Vitamin D
Vitamin ini dibutuhkan untuk memperbaiki penyerapan kalsium
(Ca) dan membantu keseimbangan mineral di dalam darah. Sumber
vitamin D, di antaranya adalah ikan salmon, ikan hering, dan susu.
5. Kalsium (Ca)
Kalsium dan fosfor sangat penting untuk mineralisasi tulang.
Kalsium diperlukan terutama pada trimester 3 hehamilan. Tambahan
kalsium sekitar 150-200 mg/hari dibutuhkan untuk pertumbuhan janin
serta untuk persediaan ibu hamil sendiri agar pembentukan tulang janin
tidak mengambil dari persediaan kalsium ibu. Defesiensi kalsium, fosfor,
dan vitamin D dalam makanan ibu hamil dapat meningkatkan efek pada
mineralisasi tulang pada janin.
6. Zat besi (Fe)
Kebutuhan zat besi selama kehamilan sangat tinggi, terutama pada
trimester II dan III. Kebutuhan zat besi dapat dipenuhi dengan tambahan
pil besi dengan dosis 100 mg/hari. Pada trimester I belum ada kebutuhan
yang mendesak sehingga kebutuhan zat besi sama dengan wanita dewasa
yang tidak hamil. Zat besi penting untuk pembentukan hemoglobin yang
merupakan suatu komponen darah. Untuk meningkatkan massa
hemoglobin diperlukan zat besi sekitar 500 mg (termasuk simpanan)
karena selama kehamilan volume darah meningkat sampai 50%. Pada saat
melahirkan, ibu hamil kehilangan sebanyak 250 mg, belum termasuk
untuk janin dan plasenta. Kekurangan harus dipenuhi selama trimester II
dan III. Hemoglobin membawa oksigen ke seluruh tubuh, termasuk ke
plasenta. Sumber zat besi adalah makanan yang berasal dari hewan yaitu
daging, ayam dan telur, serta kacang-kacangan, biji-bijian, dan sayuran
hijau. Agar absorbsi zat besi lebih baik, perlu adanya vitamin C yang
banyak terdapat pada jeruk, brokoli, dan tomat. Kekurangan zat besi
akibat dari terganggunya aliran darah plasenta dan berkurangnya zat besi
yang ditransfer, dapat menyebabkan IUGR pada janin. Kadar transferin
yang tinggi dan rendahnya kadar feritin pada darah tali pusar neonates
terjadi akibat cadangan zat besi yang rendah dalam tubuh dan
menyebabkan IUGR.
2.3.2 Transfer Plasenta
Plasenta merupakan struktur utama yang menjadi penghubung antara
fetus dan sekelilingnya. Plasenta di definisikan sebagai gabungan dari
membrane janin dengan mukosa uterus dengan tujuan untuk proses pertukran
nutrisi , gas - gas dan zat – zat sampah antara janin dan ibu. Beberapa bentuk
transfer untuk berpindah dari sistem maternal ke sitem janin, Mekanisme ini
meliputi :
a. Difusi sederhana
Pengangkutan subtansi di sepanjang membran dari area yang memiliki
konsentrasi lebih tinggi ke area yang konsentrasi lebih rendah. Subtansi
yang molekulnya lebih ringan berdifusi di sepanjang membrane plasenta.
Proses dapat merupakan mekanisme yang terlihat dalam pengangkutan
oksigen , karbondioksida, sebagian elektrolit, air, obat-obatan, agen
analgesik maupun anastetik.
b. Difusi yang difasilitasi
Transfer materi dari area yang memiliki konsentrasi lebih tinggi ke area
yang konsentrasi lebih rendah , difasilitasi di sepanjang membran plasenta
hingga pengangkutan lebih cepat dan spesifik.
c. Transport aktif
Pengankutan yang bertentangan dengan prinsip - prinsip fisiologis.
Transport aktif merupakan peoses metabolisme yang membutuhkan energi.
Transport aktif meliputi pengangkutan dari ibu ke janin yakni dari subtansi
yang memiliki konsentrasi rendah pada darah ibu ke subtansi yang
berkonsentrasi tinggi tinggi pada darah janin. Contohnya adalah transport
zat besi dan asam askorbat dari ibu ke janin.
d. Pinositosis
Pergerakan suatu subtansi sepanjang sel - sel dari membrane janin hingga
ke aliran janin dengan cara ikut serta dalam invaginasi dari vili korionik.
Hal ini menjadi mekanisme yang turut berpartisipasi dalam pengangkutan
molekul protein yang besar dengan serta molekul seperti gama globulin
imun G
e. Pemecahan diantara sel - sel
Pemecahan diantara vili korionik memudahkan transfer antar sel secara
langsung. Contoh utama pemecahan adalah sensitifitas wanita Rh negatif
setelah menerima eritrosit dari janinnya yang memiliki RH positif.
Pemecahan atau kebocoran ini umum terjadi dan tidak bertentangan dengan
kebenran bahwa sirkulasi pada janin dan ibu terpisah tanpa pencampuran
darah secara besar - besar-an.
f. Infeksi plasenta
Saat plasenta mengalami infeksi, lesi pada plasenta disebabkan oleh
organisme infeksius yang berperan sebagi jalan masuk menuju aliran darah
janin. Infeksi oleh protozoa dan bakteri terjadi dengan cara ini. Infeksi oleh
virus dapat melalui mebrane plasenta dan menginfeksi janin tanpa
menginfeksi plasenta.

Fungsi Plasenta
Fungsi plasenta dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Transfer nutrient
Sebagian besar nutrien mengalami transfer dari ibu ke janin melalui metode
transfer aktif  yang melibatkan proses enzimatik. Nutrien yang kompleks
akan dipecah menjadi komponen sederhana sebelum di transfer dan
mengalami rekonstruksi ulang pada villi chorialis janin. Glukosa sebagai
sumber energi utama bagi pertumbuhan janin (90%), 10% sisanya diperoleh
dari asam amino. Jumlah glukosa yang mengalami transfer meningkat
setelah minggu ke 30. Sampai akhir kehamilan, kebutuhan glukosa kira-kira
10 gram per kilogram berat janin, kelebihan glukosa dikonversi menjadi
glikogen dan lemak.
b. Sebagai alat respirasi
Vaskularisasi yang luas di dalam vili dan perjalanan darah ibu dalam ruang
intervilus yang relatif pelan memungkinkan pertukaran oksigen dan CO 2
antara darah ibu dan janin melalui difusi pasif. Pertukaran diperkuat dengan
saturasi dalam ruang intervilus sebesar 90  – 100% dan PO2 sebesar 90
– 100 mmHg. Setelah kebutuhan plasenta terpenuhi, eritrosit janin
mengambil oksigen dengan saturasi 70% dan PO2 30  –  40 mmHg, sudah
memadai untuk memenuhi kebutuhan janin.
c. Sebagai alat ekskresi hasil metabolisme janin
d. Sebagai barrier
Membran pada plasenta bertindak sebagai „barrier ‟ untuk transfer  bahan
ke fetus termasuk tranfer obat.
e. Sebagai sumber hormonal kehamilan

2.4 Dinamika Cairan Amnion


Cairan amnion diproduksi oleh sel amnion, difusi tali pusat, kulit janin yaitu
pada awal kehamilan dan kemudian setelah janin berkembang akan dihasilkan dari
urin dan cairan paru. (1) Amnion tidak mempunyai vaskularisasi dan berfungsi
sebagai tameng terhadap trauma. Amnion juga resisten terhadap penetrasi lekosit,
mikroorganisme, dan sel neoplasma. Didalam cairan amnion terdapat prostaglandin,
endothelin-1, disamping : prolaktin, EGF, PTH-rp, IL-6, IL-8. Platelet Activation
Factor (PAF) terdapat di dalam amnion dan meningkat pada waktu partus,
sebagaimana diketahui PAF merupakan uterotonin dan meningkatkan Ca pada
miometrium. PAF sendiri di produksi oleh PMN.
Pada akhir kehamilan dimana kepala menurun, ruang amnion terbagi dua:
kantong depan (didepan presentasi) dan ruang atas. Di dalam kantong depan di
hasilkan banyak prostaglandin. Agaknya rangsang peradangan pada kantong depan
penting dalam mulainya partus.
Cairan amnion mempunyai peran :
1. memungkinkan janin bergerak dan perkembangan system otot-rangka
2. membantu perkembangan traktus digestivus
3. cairan dan makanan janin
4. memberikan tekanan sehingga mencegah kehilangan cairan paru –penting untuk
perkembangan paru-paru.
5. melindungi janin dari trauma
6. mencegah kompresi tali pusat
7. menjaga suhu janin
8. sebagai bakteriostatik mencegah infeksi

Keadaan normal cairan amnion :


1. Pada usia kehamilan cukup bulan, volume 1000-1500 cc
2. Keadaan jernih agak keruh
3. Steril
4. Bau khas, agak manis dan amis
5. Terdiri dari 98-99% air, 1-2% garam-garam anorganik dan bahan organik (protein
terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, vernix caseosa dan sel-sel epitel
6. sirkulasi sekitar 500 cc/jam

Kelainan jumlah cairan amnion


1. Hidramnion (polihidramnion) air ketuban berlebihan, di atas 2000 cc. Dapat
mengarahkan kecurigaan adanya kelainan kongenital susunan saraf pusat atau
sistem pencernaan, atau gangguan sirkulasi, atau hiperaktifitas sitem urinarius
janin.
2. Oligohidramnion air ketuban sedikit, di bawah 500 cc. Umumnya kental, keruh,
berwarna kuning kehijauan. Prognosis bagi janin buruk
2.5 Sistem Komunikasi Ibu dan janin
Pada masa kehamilan ini sang ibu dapat melakukan rangsangan pada janin
melalui suara-suara dan memperdengarkan musik yang akan membentuk getaran
teratur sehinga dapat memberikan rangsangan pada penginderaan, organ tubuh dan
emosi karena janin dalam kandungan mulai usia 3 minggu sudah memiliki perasaan,
kesadaran, daya ingat, kemampuan belajar, mampu mengetahui perbedaan antara
terang dan gelap serta bisa menerima rangsangan dari luar. Rangsangan tersebut
meliputi fisik- motorik dengan mengelus-elus jabang bayi melalui kulit perut sang
ibu, stimulasi kognitif dengan berbicara dan bercerita kepada janin dan stimulasi
efektif dengan menyentuh perasaan bayi menggunakan musik yang akan merangsang
perkembangan sel-sel otak. Rangsangan berupa suara sang ibu lebih dibutuhkan
daripada rangsangan dalam bentuk yang lain hal tersebut dapat menambah kuat ikatan
antara ibu dan calon anak.
Berikut cara yang bisa dlilakukan oleh ibu untuk berkounikasi dengan janin :
1. Bercerita 
Memasuki usia 25 minggu, kemampuan mendengar si Kecil sudah
mulai berfungsi. Pada tahap ini, ia sudah bisa mendengar suara Ibu. Menurut
William Fifer, Ph.D., profesor pediatrik di Colombia University’s College of
Physicians and Surgeons, janin dapat membedakan suara Ibu ketika memasuki
tahap akhir trimester kedua.Itu sebabnya, saya menceritakan banyak hal
kepada si Kecil. Mulai dari aktivitas yang dilakukan, makanan yang di
konsumsi, hingga membaca buku dengan suara lantang. Melalui momen ini,
Ibu tak hanya berkomunikasi dengan si Kecil, tapi juga berbagi emosi untuk
mempererat ikatan emosional.
2. Bernyanyi
Karena hal pertama yang didengar janin adalah detak jantung dan suara
Ibu, janin akan menanti momen Ibu mengeluarkan suara. Selain bercerita, Ibu
juga bisa menyanyikan lagu favorit kepada janin. Getaran suara yang
terdengar hingga ke dalam kandungan akan membuat janin nyaman dan
merespon, baik dengan tendangan maupun gerakan lainnya.
3. Mengetuk Perut
Perkembangan otak bayi di dalam kandungan membuatnya merespon
komunikasi dengan tendangan. Oleh sebab itu, Ibu bisa memancing janin
menendang dengan mengetuk perut terlebih dulu. Janin akan merespon
ketukan di perut dengan tendangan. Sungguh menggemaska Ketika Ibu mulai
mengetuk, tunggu dengan sabar sambil menangkupkan telapak tangan ke
permukaan perut. Bisa jadi janin merespon dengan lemah atau sebaliknya.
4. Jalan Santai
Mengenalkan janin dengan lingkungan sekitarnya bisa dilakukan
melalui aktivitas ringan seperti jalan santai. Tak hanya baik bagi kesehatan
Ibu, aktivitas ini juga menstimulasi indra pendengaran janin. Dengan rutin
mengajaknya jalan-jalan, janin akan mendengar berbagai suara di sekitarnya,
seperti gonggongan anjing, klakson mobil, dan lainnya. Momen ini juga bisa
dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan janin, Contohnya, Ibu bisa
menceritakan suasana di sekitar lingkungan rumah saat berjalan santai. Ketika
melakukan aktivitas ini, pastikan Ibu tidak memaksakan diri, agar kesehatan
Ibu dan janin tetap terjaga.

Anda mungkin juga menyukai