Anda di halaman 1dari 36

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS KASUS PEMBUNUHAN HAKIM PENGADILAN NEGERI MEDAN OLEH


ISTRI : MATA KULIAH UMUM ASAS HUKUM PIDANA

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER

DISUSUN OLEH:
KHAIRUNNISA ALKHAWARIJMI
1906308734
Istri Hakim PN Medan: Kalau Bukan Aku, Jamaluddin yang Mati

CNN Indonesia | Selasa, 31/03/2020 16:08 WIB

Medan, CNN Indonesia -- Sidang perdana dugaan pembunuhan berencana terhadap Hakim


Jamaluddin digelar di Pengadilan Negeri Medan, Selasa (31/3/2020). Namun sidang tersebut
terpaksa digelar secara online untuk mencegah penularan Virus Corona atau Covid-19.

Dalam persidangan di ruang Cakra 2 itu, majelis hakim yang diketuai Erintuah Damanik, tim
jaksa penuntut umum (JPU) Parada Situmorang dan penasehat hukum (PH) para terdakwa
duduk di kursinya masing-masing, sedangkan kursi terdakwa dibiarkan kosong.

Ketiga terdakwa yang disidangkan masing-masing Zuraida Hanum istri hakim Jamaluddin
yang tak lain sebagai otak pelaku, M Jefri Pratama SH dan M Reza Fahlevi, tidak dibawa ke
Pengadilan Negeri Medan.

Mereka berada di Rutan Tanjung Gusta, duduk sebagai terdakwa dan berinteraktif dengan
hakim dan jaksa yang berada di PN Medan. Saat persidangan, majelis hakim, JPU dan PH
menghadap ke layar monitor yang ada di depannya. Pertanyaan yang dilontarkan kepada
terdakwa melalui layar interaktif.
Dalam sidang online itu, tampak Zuraida Hanum yang mengenakan jilbab hitam dan baju
putih duduk sambil mendengarkan pembacaan dakwaan oleh JPU melalui online.

Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebutkan pembunuhan itu dilakukan oleh Zuraida
Hanum dengan Jefri serta Reza (dilakukan penuntutan secara terpisah) pada Jumat 29
November 2019 sekira pukul 01.00 WIB di Perumahan Royal Monaco Blok B No.22
Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor Kota Medan.

Hubungan rumah tangga terdakwa Zuraida dengan Jamaluddin yang merupakan Humas
Pengadilan Negeri Medan itu sudah lama tidak akur. Terdakwa sering memendam perasaan
marah, kecewa kepada korban. Terdakwa sudah lama memiliki niat untuk menghabisi
korban.

Pada sekitar 2018 terdakwa berkenalan dengan Jefri. Keduanya kemudian saling menyukai.
Terdakwa lalu menceritakan masalah rumah tangganya kepada Jefri di Everyday Cafe di
Jalan Ringroad Medan.

Lalu Zuraida mengatakan "Memang Saya sudah tidak sanggup, kalau bukan Aku yang mati,
Dia (Jamaluddin) yang harus mati." Di sana, mereka merencanakan pembunuhan itu.

Selanjutnya pada Minggu 24 November 2019 sekitar pukul 19.00 WIB, Jefri menemui Reza
Fahlevi di warungnya di Jalan Setia Budi Kelurahan Selayang.

Jefri menceritakan rencana pembunuhan itu. "Reza, Kak Hanum sudah bicara sama abang,
Kak Hanum ada masalah sama suaminya. Begitu banyak cewek-ceweknya, begitu juga
perlakuan kasar seperti ada dua jiwa, membuat Hanum tertekan batin. Dan suaminya juga
menghina keluarga Kak Hanum. Dia sudah tak tahan," kata Jefri kepada Reza yang tak lain
sepupunya.

Kemudian, pada 25 November 2019 sekitar pukul 11.00 WIB, ketiga terdakwa bertemu di
Coffee Town di Jalan Ngumban Surbakti (Ringroad) Medan. Zuraida meminta agar suaminya
dibunuh. Reza Fahlevi sempat mengatakan "Betul itu kak? nanti kakak cuma manfaatin Bang
Jefri," ucap Reza seperti yang dibacakan JPU dalam dakwaannya.
Dari percakapan itulah diketahui bahwa Zuraida dan Jefri ternyata sudah merencanakan
menikah jika pembunuhan itu berhasil.

"Iya serius, memang rencana kami mau nikah sama Bang Jefri bukan main-main. Selama ini
kakak sudah nggak tahan. Udah lama Kakak pendam. Reza memang betul mau bantuin Bang
Jefri sama Kakak untuk bunuh suami Kakak. Nanti kalau udah siap bunuh, Kakak kasih uang
Rp100 juta dan setelah itu kita umrah," ujar Zuraida.

Reza pun menyetujui rencana itu. Di sana disepakati pula bahwa pembunuhan itu dilakukan
seolah-olah korban tewas akibat menderita sakit jantung. Pada Kamis 28 November 2019,
setelah semua dipersiapkan termasuk perlengkapan untuk membunuh, Jefri dan Reza datang
ke rumah korban pukul 19.00 wib.

Atas arahan Zuraida, keduanya langsung naik ke lantai 3 rumah menunggu korban pulang.
Kemudian korban pulang ke rumah. Zuraida sempat menemani korban makan. Pukul 22.00
WIB, anak perempuan terdakwa bernama Khanza mengajak tidur. Selanjutnya sekitar pukul
23.00 wib, korban naik ke lantai 2 dan masuk ke dalam kamar dengan mengganti pakaian dan
langsung tidur di sebelah terdakwa dengan posisi terdakwa berada di antara korban dan
Khanza.

Pada Jumat 29 November 2019 pukul 01.00 wib, saat korban telah tidur, terdakwa lalu
meminta kedua eksekutor tersebut turun ke lantai 2. Di sanalah korban di bunuh. Reza
langsung membekap wajah korban dengan kain sarung bantal, Jefri naik ke atas perut korban
sambil memegang tangan korban.

Sedangkan terdakwa Zuraida menekan kaki korban dengan menggunakan kakinya. Saat itu
Khanza sempat terbangun, namun terdakwa langsung menutupi anaknya menggunakan bed
cover agar tidak dapat melihat kejadian itu. Setelah memastikan korban meninggal, kedua
eksekutor tersebut kembali sembunyi di lantai 3.

Pada pukul 03.00 wib, mereka kembali masuk kamar korban. Ternyata hidung korban memar
akibat dibekap sangat keras. Zuraida lalu memerintahkan Jefri dan Reza agar membuang
jenazah korban ke Berastagi dengan menggunakan mobil Prado milik korban.

Sebelum dibuang, ketiga terdakwa memakaikan pakaian training ke tubuh


korban.Selanjutnya,  mayat korban beserta mobilnya dibuang ke jurang Perladangan Kebun
Sawit milik Darman Sembiring di Dusun II Namo Bintang Desa Suka Dame Kecamatan
Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang.
KRONOLOGI MASALAH

1. Hubungan rumah tangga terdakwa Zuraida telah lama tidak akur. Pertengkaran
mereka berdua menyimpan dendam yang luar biasa kepada Jamaludin selaku Hakim
PN Medan sekaligus suami terdakwa Zuraida sehingga menumbuhkan niat untuk
menghabisi korban. ( Pasal 340 KUHP)
2. Pada sekitar 2018 Zuraida berkenalan dengan Jefri. Keduanya kemudian saling
menyukai. Terdakwa lalu menceritakan masalah rumah tangganya kepada Jefri dan
mulai membahas seputar rencana untuk melakukan tindak pembunuhan Jamaluddin di
Everyday Cafe di Jalan Ringroad Medan.
3. Pada Minggu 24 November 2019 , Jefri menemui temannya yang bernama Reza
untuk merencanakan pembunuhan Jamal di warungnya Jalan Setia Budi Kelurahan
Selayang.
4. Pada 25 November 2019 sekitar pukul 11.00 ketiga terdakwa bertemu di Coffee Town
di Jalan Ngumban Surbakti (Ringroad) Medan. Zuraida meminta agar suaminya
dibunuh. Dengan memberikan janji kepada kepada Reza berupa pemberian uang 100
Juta dan Hadiah Umrah.
5. Pada 28 November Istri PN Medan tersebut sudah menyiapkan alat untuk melakukan
pembunuhan. Pukul 19.00 Reza dan Jefri datang kerumah korban.
6. Zuraida memperintahkan kepada kedua terdakwa tersebut untuk naik ke lantai 3
sembari menunggu korban pulang. Lalu, Istri korban itu mengajak korban untuk
makan malam hingga pukul 22.00. Pada Pukul 23.00 korban mengganti baju dan tidur
bersama anak korban yang bernama Khanza.
7. Ketiga terdakwa tersebut mulai melancarkan aksinya pada Pukul 01.00 tanggal 29
November saat korban tertidur. Pada waktu itulah korban di bekap wajah nya
menggunakan kain sarung oleh Reza , Jefri membantu memegang tangan korban
dengan naik ke perut korban , dan Zuraida memegang kaki korban dan menutup
wajah anaknya supaya anak korban tidak melihat kejadiannya. Setelah memastikan
korban telah meninggal mereka berdua bersembunyi di lantai 3.
8. Pada pukul 03.00 dini hari , Mereka bertiga kembali ke kamar korban untuk
mengecek namun korban meninggalkan luka memar akibat pembekapan yang amat
keras.
9. Zuraida memerintahkan kepada kedua terdakwa tersebut untuk agar membuang
jenazah korban ke Berastagi dengan menggunakan mobil Prado milik korban.
Sebelum dibuang, ketiga terdakwa memakaikan pakaian training ke tubuh
korban.Selanjutnya,  mayat korban beserta mobilnya dibuang ke jurang Perladangan
Kebun Sawit milik Darman Sembiring di Dusun II Namo Bintang Desa Suka Dame
Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang.
Bahwa perbuatan ketiga terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana dalam Pasal
340 KUHPidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana
ANALISIS
Berdasarkan kasus yang telah dipaparkan penulis telah diputuskan oleh JPU bahwa
pembunuhan yang dilakukan oleh ketiga terdakwa ( Zuraida , Jefri , dan Reza) dianalisis
secara yuridis memenuhi Pasal 340 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pembunuhan yang
dilakukan ini mengadung unsur:

a. Barangsiapa
b. Sengaja
c. Dengan rencana lebih dahulu
d. Merampas nyawa orang lain
e. Yang melakukan,yang menyuruh dan turut serta melakukan perbuatan

Pasal 340 KUHP berbunyi “Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu
merampas nyawa orang lain, diancam , karena pembunuhan dengan rencana (moord)
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling
lama dua puluh tahun.”

Pasal 55 ayat 1 yang berbunyi “ Dipidana pembuat (dader) sesuatu perbuatan pidana :

Ke-1 mereka yang melakukan yang menyuruh lakukan dan turut serta melakukan perbuatan.

Ke-2 mereka yang memberi atau menjanjikan sesuatu , dengan menyalahgunakan kekuasaan
atau martabat , dengan kekerasan , ancaman atau penyesatan , atau dengan memberikan
kesempatan , sarana atau keterangan , sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan
perbuatan pidana.”

Unsur Barangsiapa

Unsur barangsiapa disini adalah seseorang yang dimintai pertanggungjawaban pidana karena
telah melakukan suatu tindakan yang menyimpang dari KUHP. Kata “Barangsiapa” ini
tertuju pada orang tertentu melakukan tindak pidana yang dapat disebutkan sebagai
terdakwa. Dalam kasus ini terdakwa atas nama Zuraida , Jefri , dan Reza adalah orang yang
diduga melakukan suatu tindakan pidana pembunuhan terhadap Hakim Pengadilan Negeri
Medan. Kasus ini juga menjelaskan bahwa perbuatan ketiga pelaku pembunuhan tersebut
tidak menjelaskan suatu perbuatan yang dapat dijadikan sebagai alasan mengurangi beratnya
hukuman pidana dan alasan menghilangkan tindak pidana.
Menurut pendapat Wirjono Prodjodikoro pada bukunya yang berjudul Asas-Asas Hukum
Pidana di Indonesia bahwa alasan mengurangi beratnya hukuman pidana dapat diatur
sebagaimana dalam pasal 45,46, dan 47 KUHP tentang anak yang belum berumur 16 tahun.
Bahwa ketiga pasal ini membahas peringanan penjatuhan hukuman terhadap terdakwa yang
berumur dibawah 16 tahun. Sedangkan dalam alasan menghilang tindak pidana terbagi atas
dua yaitu alasan penghapus pidana umum yang diatur dalam pasal 44, 48,49,50, dan 51.

Pasal 44 merupakan dasar penghapus tindak pidana dengan memiliki alasan pemaaf sebab
dalam pasal ini menjelaskan tentang kemampuan seseorang dalam mempertanggungjawabkan
perbuatannya. Kemampuan bertanggungjawab itu dapat dilihat dari keadaan fisik dan mental
dari seseorang.

Pasal 48 KUHP menjelaskan tentang keadaan yang memaksa (Overmacht) dan


mengharuskan seseorang berbuat tindak pidana . Menurut Van Bemmelen dan Van Hattum
yang dikutip oleh Eddy O.S. Hiarej bahwa paksaan disini maksudnya adalah berupa tekanan
fisik atau tekan psikis. Misalnya seperti orang di todong menggunakan pistol untuk
menyerahkan uang yang ada dikasirnya maka karena takut penjaga kasir tersebut mengambil
uang yang ada di dalam kas maka penjaga kasir tersebut tidak dapat dipidana.

Pasal 49 ayat 1 KUHP yang berbunyi “Barangsiapa yang melakukan perbuatan untuk
pembelaan , karena ada serangan atau ancaman serangan seketika itu yang melawan hukum ,
terhadap diri sendiri maupun orang lain, terhadap kehormatan kesusilaan atau harta benda
sendiri maupun orang lain, tidak dipidana.” Di dalam pasal ini terdapat beberapa syarat untuk
bisa benar-benar dikatakan peristiwa keadaan memaksa atau Noodweer yaitu adanya
serangan yang terjadi secara mendadak, serangan yang terjadi itu sifatnya melawan hukum ,
dan pembelaan saat itu merupakan suatu keharusan yang dijalani. Maksud serangan ini yaitu
serangan bisa berupa baik fisik dan nyawa ataupun kehormatan dan kesusilaan . Apabila
serangan terjadi secara tiba-tiba maka diperbolehkannya melakukan suatu pembelaan
terpaksa yang dilakukan berdasarkan syarat tersebut.

Pasal 49 ayat 2 KUHP membahas tentang dibenarkannya juga pembelaan terpaksa yang
melampau batas (Noodweerexces). Pembelaan terpaksa yang melampaui batasmerupakan
suatu pembelaan terpaksa yang dilakukan oleh korban berdasrkan goncangan jiwa sebagai
contoh ada seorang wanita yang hendak di perkosa namun saat wanita itu dipeluk oleh pria ,
wanita ini mengambil sebilah kayu yang ada dibelakang dan memukulkan kayu tersebut ke
kepala pria tersebut hingga tak berdarah. Maka atas peristiwa ini wanita tersebut dapat
dibenarkan.

Pada pasal 50 KUHP menjelaskan apabila melaksanakan ketentuan yang ada di dalam
Undang-Undang maka perbuatan tersebut dapat dijadikan alasan penghapus pidana misalnya
ada seorang polisi menangkap pencuri yang ada disebuah pasar tetapi pencuri tersebut
berusaha untuk melarikan diri , hamper berhasil namun demi menjaga ketertiban polisi harus
tetap menangkapnya lalu polisi tersebut menembakan pistol ke kaki pencuri. Hal ini tidak
dapat di pidana seorang polisi karena tugas mereka untuk menjaga ketertiba dan keamanan
telah diatur di dalam Undang-Undang.

Pasal 51ayat 1 KUHP menuliskan tentang orang yang menjalankan perintah atasan yang
berwenang maka tetap bisa dikatakan sebagai dasar penghapus pidana. Misalnya seperti
kepala pemadam kebakaran menyuruh anggota nya untuk memecahkan kaca rumah orang
yang menjadi korban kebakaran guna menyelamatkan korban dari tumpukan puing rumah
yang terjatuh.

Pasal 51 ayat 2 KUHP menjelaskan apabila seseorang medapatkan perintah yang tidak
berwenang dan benar-benar tidak mengetahui bahwa perintah tersebut tidak sah maka tetap
dapat dikatakan sebagai dasar pengahapus pidana.

Dari kasus tersebut dapat bahwa penulis menyebutkan JPU mendakwa Saudara Zuraida
selaku otak dari pembunuhan hakim Pengadilan Negeri Medan bersamaan dengan Jefri , dan
Reza serta perbuatan mereka dibenarkan. Tidak adanya unsur alasan pengurangan hukuman
pidana karena ketiga dari mereka tidak ada satu pun perbuatan yang dilakukan oleh anak
dibawah umur 16 tahun. Berdasarkan situasi nya dapat diketahui bahwa umur terdakwa
Zuraida melakukan tindak pidana pembunuhan pada umur 41 tahun bersama selingkuhannya
yang bernama Jefri Pratama berumur 42 tahun serta adik Jefri yang bernama Reza sekitar
umur 29 tahun.

Berdasarkan kasus ini pun Zuraida dan rekan-rekannya dijatuhkan ancaman pembunuhan
berencana pasal 340 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP karena terbukti telah melakukan tindak
pidana pembunuhan berencana berdasarkan niat dan ketiga pelaku tersebut turut dalam
pembunuhan yang dilakukan sepenuhnya secara sadar. Berdasarkan penjelasan diatas bahwa
ketiga pelaku ini dapat dikatakan telah memenuhi syarat subjektif dan objektif untuk
dipidana.
Ketiga pelaku tersebut juga telah mengakui perbuatan nya didepan persidangan maka secara
sah unsur ‘barangsiapa” ini terpenuhi.

Unsur Sengaja

Dalam kasus pembunuhan Hakin PN Medan ini bahwa ketiga terdakwa ( Zuraida , Reza , dan
Jefri Pratama ) terdapat unsur kesengajaan. Kesengajaan atau opzet ini sangat layak
mendapatkan hukuman pidana karena melakukan sesuatu perbuatan dengan sengaja .
Menurut pendapat Wirjono Prodjodikoro pada bukunya yang berjudul Asas-Asas Hukum
Pidana di Indonesia pada halaman 66 beliau menuliskan bahwa kesengajaan harus memenuhi
tiga unsur dari tindakan pidana yaitu melakukan perbuatan yang dilarang, akibat yang
menjadi pokok alasan diadakan larangan itu , dan perbuatan itu melawan hukum. Menurut
Professor Simmons dalam buku lamintang halaman 290 mengatakan bahwa tindakan
manusia muncul karena adanya suatu motif tertentu yang kemudian berkembang menjadi
suatu oogmerk ( maksud atau niat) dan pada akhirnya mendorong manusia untuk mempunyai
suatu opzet (kesengajaan). Opzet terdapat 3 macam yaitu kesengajaan yang bersifat tujuan ,
kesengajaan secara keinsyafan kepastian , dan kesengajaan secara keinsyarafan
kemungkinan.

Opzet als Oogmerk merupakan suatu kesengajaan yang dilakukan untuk mencapai tujuan
tertentu. Terdapat motivasi yang mempengaruhi perbuatan seseorang untuk melakukan suatu
tindak pidana. Misalnnya ada seorang suami ingin menghabisi istri nya karena diketahui
bersetubuh dengan orang lain. Maka kasus ini dapat dikenakan tindak pidana karena ada nya
unsur niat atau tujuan tertentu.

Opzet bij noodzakelijkheids of zekerheidsbewustzijn adalah sebuah kesengajaan yang


menimbulkan dua akibat yang terjadi . Akibat yang di kehendaki pelaku dan akibat yang
tidak dikehendaki namun pasti dan terjadi. Misalnya disuatu rumah ada seorang anak yang
berniat untuk membunuh ayahnya dengan memasukan sup ke dalam panci tetapi yang tinggal
di rumah terdapat ibunya maka otomatis ibu nya juga memakan sup beracun dan meninggal
dunia. Maka , hal ini pelaku atau anak tersebut dapat diberikan hukum pidana karena unsur
kesengajaan tersebut.

Opzet Bij Mogelijkheidsbewustzijn adalah suatu kesengajaan yang tidak disertai suatu
kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan , hanya dibayangkan suatu kemungkinan
akan terjadinya akibat itu. Moeljatno berpendapat bahwa kesengajaan sebagai kemungkinan
disamakan dengan dolus eventualis. Dolus eventualis adalah seseorang yang seseorang yang
melakukan perbuatan sama sekali tidak menghendaki adanya akibat yang dilarang oleh
hukum pidana dan apabila suatu hal terjadi maka terdakwa harus menerima resikonya.
Misalnya ada seorang pengendara mobil akan ditilang namun untuk menghindari dari
sergapan polisi pengendara tersebut mengendari mobil dengan laju yang sangat tinggi Ia
mengetahui bahwa resiko ini dapat menabrak akan menabrak pengendara lain, alhasil hal
tersebut menyebabkan pengendara lain terluka bahkan tewas. Mungkin memang tujuan nya
untuk menghindari polisi tetapi atas perbuatan tersebutlah pengendara tersebut dapat dituntut
atas tindakan pidana.

Dalam perkara ini, dituliskan bahwa Istri PN Medan tersebut adalah dalang dari suatu
tindakan pembunuhan Hakim PN Medan. Zuraida melakukan ini karena terdapat motif
kemarahan , dendam , dan kecewa kepada korban. Zuraida berkenalan dengan terdakwa
Jefri pada tahun 2018 di Everyday Cafe di Jalan Ringroad Medan. Zuraida curhat kepada
Jefri tentang keadaan rumah tangga nya dan memiliki niat untuk membunuh Jamaludin. Pada
tanggal 24 November 2019 Setelah Jefri setuju Jefri pun menemui Reza untuk membahas
tentang pembunuhan Hakim PN Medan tersebut. Keesokan harinya, Pada pukul 11.00 di
Coffee Town di Jalan Ngumban Surbakti (Ringroad) Medan, Reza disuruh oleh Zuraida
untuk membunuh Hakim Jamal dan dia menyetujui atas iming-iming yang diberikan
Zubaidah yaitu Janji memberi 100 juta dan hadiah umroh apabila berhasil membunuh
Jamaludin selain itu Reza diberitahukan informasi bahwa apabila Hakim Jamal berhasil
terbunuh akan sungguh-sungguh menikah dengan Jefri Pratama.

Ketiga terdakwa tersebut dapat dikategorikan sebagai kesengajaan yang bersifat tujuan
karena masing-masing dari terdakwa memiliki tujuannya sendiri seperti Terdakwa Zuraida
yang ingin membalas kekecewaan dan menikah dengan Jefri apabila berhasil membunuh
suaminya itu dan kesengajaan beliau juga bisa diperjelas dengan bukti bahwa beliau
menghendaki pembunuhan tersebut dengan mempersiapkan alat-alat untuk membunuh
Hakim Jamal sebelum kedua eksekutor tersebut datang pada Malam hari pukul 19.00 tanggal
28 November 2019, Jefri Pratama yang menyukai Zuraida juga memiliki niat untuk
menyingkirkan Hakim Jamaludin , dan Reza bertujuan untuk mendapatkan uang 100 juta dan
hadiah umroh dari Zuraida.

Berdasarkan fakta yang telah saya jelaskan maka secara sah dapat dikatakan bahwa masing-
masing pelaku memenuhi unsur “dengan sengaja”.

Unsur dengan Rencana Terlebih Dahulu.


Menurut Memorie van Teolichting pengertian dari “dengan rencana lebih dahulu” yaitu
dimana orang tersebut memikirkan dahulu perbuatannya dengan situasi yang tenang.
Menurut M.H Tirtamidjaja “direncanakan lebih dahulu” adalah tergantung dari Jangka waktu
tertentu, bagaimana pendeknya waktu untuk pertimbangan dan untuk berpikir dengan
tenang. Dapat diambil kesimpulan bila “dengan rencana terlebih dahulu” itu maksudnya
adalah orang melakukan tindak pidana sebelumnya memikirkan strategi atau langkah-langkah
atau waktu kapan akan dilakukannya suatu perbuatan itu.

Dalam kasus a quo , bahwa terdakwa Zuraida diduga telah merencanakan aksi pembunuhan
terhadap hakim pengadilan tinggi Medan sejak tahun 2018 bersamaan dengan Jefri Pratama
lalu Pada Minggu 24 November 2019 , Jefri menemui temannya yang bernama Reza untuk
merencanakan pembunuhan Jamal di warungnya Jalan Setia Budi Kelurahan Selayang. Pada
tanggal 25 November 2019 pukul 11.00 ketiga pelaku tersebut berkumpul di Coffee Town di
Jalan Ngumban Surbakti (Ringroad) Medan untuk membahas rencana pembunuhan.

Maka atas dasar fakta yang telah terpapar secara sah ketiga terdakwa ini memenuhi unsur
“dengan telah merencanakan.”

Unsur Merampas Nyawa Orang Lain

Merampas nyawa orang lain maksudnya adalah pembunuhan yang dilakukan atas dasar
kesengajaan dan kesadaran pelaku . Kasus ini yang dapat dikaitkan dengan unsur merampas
nyawa orang lain karena telah memakan korban. Korban dapat dijelaskan identitasnya seperti
yang dilansir di Website Pengadilan Negeri Medan Kota sebagai berikut,

Nama : Jamaludin , S.H.,M.H.

NIP : 19640320 199003 1004

Gol/Ruang : IV/d

Pangkat : Pembina Utama Madya

Jabatan : Hakim Utama Muda

Seperti hal nya yang tertulis bahwasannya Setelah mereka berdiskusi terkait rencana
pembunuhan pada tanggal 25 November 2019 pukul 11.00 , mereka memulai aksi mereka
untuk membunuh Hakim Jamaluddin berawal dengan tanggal 28 November 2019 Istri korban
tersebut menyiapkan alat-alat untuk membunuh sebelum kedua eksekutor tersebut datang
pada pukul jam 19.00 malamnya, setelah mereka berdua datang sang istri korban
memerintahkan agar keduanya bersembunyi di lantai dua sembari menunggu korban pulang
kerja. Setelah , korban pulang kerja diajak untuk makan bersama sang istri dan anak hingga
pukul 22.00 , pada pukul 23.00 korban mengajak anaknya untuk tidur. Ketika korban sudah
tertidur pulas , Pada tanggal 29 November 2019 pukul 01.00 korban di bekap wajah nya
menggunakan kain sarung oleh Reza , lalu korban mulai memberontak dan untuk
menghindari pemberontakan tersebut Jefri membantu memegang tangan korban dengan naik
ke perut korban , dan Zuraida memegang kaki korban sembari menutup wajah anaknya
supaya anak korban tidak melihat kejadiannya. Setelah itu tersebut mereka bertiga
memastikan korban telah meninggal, mereka berdua bersembunyi di lantai 3. Pada Pukul
03.00 pagi mereka mengecek kembali keadaan korban ternyata korban meninggalkan luka
memar akibat bekapan yang cukup parah.

Atas kejadian tersebut maka secara sah ketiga pelaku ini juga termasuk ke dalam unsur “
Dengan Merampas Nyawa Orang Lain.”

Unsur Yang Melakukan , Yang Menyuruh , atau Yang Turut Serta Melakukan
Perbuatan

Yang melakukan atau turut serta di atur dalam pasal KUHP BAB V tentang penyertaan.
Pernyertaan terdapat dua pandangan yaitu , pertama penyataan merupakan pertanggung
jawaban pidana dan tidak termasuk ke dalam delik dan kedua, yang telah pernyataan Pompe
yang dikutip oleh Eddy O.S. Hiarej merupakan aturan yang memberi perluasan terhadap
norma yang tersimpul di dalam UU. Sedangkan menurut Eddy O.S. sendiri bahwa beliau
setuju atas pendapat doktrin yang terkait apabila penyataan itu merupakan suatu perluasan
pertanggungjawaban pidana dan bukan bagian dari delik. Pendapat beliau ini berdasar
pada Buku kesatu tentang ketentuan umum yang mengatur didalamnya tentang
pernyartaan, dalam dakwaan Penutut Umum dalam membacakan pasal pernyataan ini
harus dibaca bersamaan atau di Juncto-kan menggunakan pasal yang lain seperti
kejahatan dan pelanggaran , dan pasal penyataan yang menjelaskan siapa saja yang
wajib dimintai pertanggungjawaban pidana.

Pasal tindak pidana penyertaan terdiri dari pasal 55 KUHP hingga Pasal 57 KUHP. Dalam
ketiga pasal tersebut membahas tentang golongan peserta dalam tindak pidana. Pasal 55
KUHP membahas tentang golongan orang yang dapat dikatakan sebagai pelaku. Ada empat
golongan , golongan tersebut yaitu,

a. Yang melakukan perbuatan (Pleger)


b. Yang menyuruh melakukan perbuatan (Doen Pleger)
c. Yang turut melakukan perbuatan (Medepeleger)
d. Yang membujuk supaya perbuatan dilakukan (Uitlokker)

Sedangkan Pasal 56 dan 57 Membahas tentang Pembantuan . Pembantuan dibagi menjadi dua
yaitu,

a. Pembantu pada saat kejahatan dilakukan.


b. Pembantu pada saat sebelum kejahatan dilakukan.

I. Pleger

Kata Plegen dengan Pleger keduanya memiliki arti yang berbeda . Plegen adalah yang
melakukan suatu perbuatan sedangkan pleger adalah pelaku. Menurut Prof,Simons yang
dikutip dari buku Lamintang halaman 606 , “ Pelaku suatu tindak pidana itu adalah orang
yang melakukan tindak pidana yang bersangkutan , dalam arti yang dengan suatu
kesengajaan atau suatu ketidaksengajaan seperti yang disyaratkan oleh Undang-Undang
telah menimbulkan suatu akibat yag tidak dikehendaki oleh Undang-Undang atau telah
melakukan tindakan yang terlarang atau mengalpakan tindakan yang diwajibkan oleh
Undang-Undang, atau dengan perkataan lain ia adalah orang yang memenuhi semua unsur
suatu delik seperti yang telah ditentukan Undang-Undang, baik itu merupakan unsur-unsur
objektif maupun subjektif tanpa memandang apakah keputusan untuk melakukan tindak
pidana tersebut timbul darinya sendiri atau timbul karena digerakan oleh pihak ketiga.”
Intinya adalah dapat dikatakan sebagai pelaku apabila melakukan suatu tindakan yang
dilarang oleh Undang-Undang dan memenuhi semua unsur delik.Jika ada penyertaan pelaku
dalam melakukan suatu perbuatan pidana dilakukan dengan lebih dari satu orang.

II. Doenpleger

Doenplegen dapat diartikan sebagai menyuruh melakukan sedangkan doenpleger adalah


orang yang menyuruh melakukan tersebut. Orang yang menyuruh tersebut dapat diartikan
sebagai pelaku dalam arti luas. Penyertaan doenplegen ini biasanya dilakukan sekurang-
kurangnya dua orang atau bisa juga lebih yang terlibat dalam perbuatan tindak pidana
dengan terdapat perbedaan kedudukan. Kedudukan tersebut terdapat orang yang
menyuruh melakukan atau manus domina dan orang yang disuruh itu disebut sebagai
manus ministra. Orang yang menyuruh tersebut pasti diliputi oleh unsur kesengajaan
sedangan orang yang disuruh terdapat tiga syarat penting yang pertama , Orang yang
disuruh untuk melakukan suatu tindak pidana dianggap sebagai orang. Kedua , orang
yang disuruh tidak memiliki unsur kesengajaan ,kealpaan , atau kemampuan bertanggung
jawab. Ketiga , bahwa orang yang disuruh melakukan tindak pidana tidak dapat dipidana.

Orang-Orang yang disuruh dapat dikatakan tidak dapat dipidana ini diatur didalam pasal ,

Pasal 44 KUHP ayat (1)yang berbunyi “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya yang cacat dalam
tumbuhnya atau terganggu karena penyakit ,tidak dapat dipidana.” Pasal ini menjelaskan
tentang tidak dapat dipidananya seseorang karena gangguan kejiwaan dan orang yang
memiliki ketidaksempurnaa akal. Hanya saja hukuman yang diberikan kepada mereka
berdasarkan Pasal 44 KUHP ayat (2) , dimasukkan ke rumah sakit jiwa dan percobaan
sekitar paling lama satu tahun.

Pasal 48 KUHP yang berbunyi “ Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh


daya paksa , tidak dipidana.” Pasal ini mengatur tentang overmacht seperti contohnya
terdapat kapal tenggelam maka para penumpang berebut sekoci untuk menyelaatkan diri
namun pada saat itu hanya tinggal satu sekoci lagi, lalu ada dua orang yang berebut
sekoci dan apabila salah seorang terpaksa membunuh orang lain untuk menyelamatkan
dirinya maka hal tersebut tidak dapat dipidana.

Pasal 51 ayat 2 yang berbunyi “Perintah jabatan tanpa wewenang , tidak dapat
menyebabkan hapusnya pidana , dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan
dengan wewenang dan pelaksanaanya termasuk dalam lingkunganpekerjaanya.”

AVAS atau tidak ada kesalahan sama sekali misalnya ada di A penjual susu yang keliling
setiap pagi , susu tersebut selalu dijual dalam keadaan baik tetapi B boss nya suatu ketika
memasukan susu yang sudah expired ke kotak susu A tanpa sepengatahuannya , maka
atas dasar hal ini A tidak dapat dipidana karena tidak melakukan apapun.

Putative atau salah kira dan salah duga misalnya ada A merupakan penumpang pesawat
yang ingin mengambil kopernya namun kopernya tersebut warna dan bentuknya sama
dengan milik B , lalu si A tidak sengaja mengambil dengan anggapan itu miliknya maka
atas kejadian ini tidak dapat dipidana.

Anak yang masih sangat kecil tidak dimungkinkan untuk menjalani suatu hukuman
pidana.
Dwaling (Keliru atau sesat) misalnya seperti A menyuruh B untuk mengambil giro,
untuk mengambil giro memerlukan tanda tangan tetapi tanda tangan tersebut di palsukan
oleh A maka B tidak dapat disalahkan dan dipidanakan.

III. Medepleger

Medeplegen adalah pelaku yang turut serta dalam melakukan suatu perbuatan. Menurut
Memorie van Toelichting, dalam turut serta ada medeplegen dikehendaki minimal dua
orang dalam pelaksanaan perbuatan pidana haruslah ditafsirkan dalam arti luas yaitu
apakah penyertaan itu dilakukan oleh para pelaku jauh sebelum pebuatan tersebut
dilakukan , dekat kepada perbuatan tersebut dilakukan, di tengah-tengah perbuatan atau
setelah perbuatan tersebut selesai dilakukan kemudian penyertaan adalah suatu unsur
secara sadar dalam mewujudkan perbuatan pidana tersebut antara pelaku tanpa
mensyaratkan apakah ada mufakat antara mereka jauh sebelum perbuatan
dilakukan. Pemidanaa yang dikenakan bagi orang yang turut melakukan yaitu ancaman
pidana yang dikenakan itu sama dan peserta yang melewati batas kesengajaan maka
sanksi yang dikenakan menjadi tanggung jawabnya sediri.

IV. Uitlokker

Didalam penyertaan juga ada yang menjelaskan tentang perbuatan orang yang
menggerakan atau mengajurkan atau membujuk atau memancing orang lain untuk
melakukan tindak pidana , hal ini dapat disebut juga sebagai uitlokken. Seseorang hendak
melakukan tindak pidana tetapi tidak melakukannya sendiri melainkan menggerakan
orang lain untuk melaksanakan niatnya itu yaitu uitlokker.Hampir sama halnya dengan
doenplegen terdapat dua orang atau lebih yang masing-masing kedudukannya sebagai
orang yang menganjurkan dan orang yang dianjurkan. Namun, berbeda nama orang yang
menganjurkan disebut juga auctor intellectuallis dan orang yang dianjurkan disebut juga
sebagai auctor materialis. Terdapat syarat-syarat pergerakan yang dapat dipidana
yaitu,

a. Ada kesengajaan menggerakan orang lain untuk melakukan tindak pidana.

b. Menggerakan dengan upaya-upaya yang ada di dalam Pasal 55 ayat 1 ke-2 yaitu
pemberian , janji , penyalahgunaan kekuasaan atau pengaruh, kekerasan ancaman
kekerasan tipu daya , memberi kesempatan, sarana, dan keterangan.
c. Ada yang tergerak untuk melakukan tindak pidana dengan sengaja digerakaan dengan
upaya-upaya Pasal 55 ayat 1 ke-2 KUHP

d. Orang yang digerakkan melakukan delik yang dianjurkannya yang tertera dalam pasal
163 bis KUHP.

e. Orang yang digerakaan dapat bertanggung jawab menurut hukum.

Terdapat perbedaan antara uitlokker dengan pembantuan yaitu,

Uilokker Pembantuan
Mmeberikan sarana, kesempatan Sarana , kesempatan atau keterangan
atau keterangan dipakai sebagai hanya sebagai alat untuk membantu
“Pemancing” untuk menggerakan saja.
orang untuk melakukan tindak
pidana.
Perintah untuk melakukan tindak Tidak ada perintah, inisiatif
pidana ada pada penggerak melakukan Tindak Pidana adalah
pelaku.

Terdapat pada kesengajaan terdakwa Zuraida yang mengalami masalah dalam rumah
tangganya yang membuatnya kecewa sehingga tumbuh motif atau niat untuk
membalas dendamnya dengan cara menghancurkan suaminya itu.

Pada tanggal 25 November 2019 terdakwa Zuraida , Jefri , dan Reza berkumpul dan
merencanakan cara pembunuhan dengan seolah-olah korban terkena penyakit jantung.
Zuraida dan Jefri memang sudah memiliki niat apabila telah membunuh keduanya
akan menikah dan Reza Fahlevi menyetujui perintah pembunuhan tersebut agar
mendapatkan janji yang diberikan oleh terdakwa Zuraida yaitu berupa uang 100
Juta dan hadiah umroh.

Ketiga terdakwa tersebut mulai melancarkan aksinya pada Pukul 01.00 tanggal 29
November saat korban tertidur. Pada waktu itulah korban di bekap wajah nya

menggunakan kain sarung oleh Reza karena korban memberontak Jefri pun
memegang tangan korban dengan naik ke perut korban , dan Zuraida memegang
kaki korban. Pada pukul 03.00 dini hari , Mereka bertiga kembali ke kamar korban
untuk mengecek namun korban meninggalkan luka memar akibat pembekapan yang amat
keras.

Kasus ini ketiga terdakwa dapat dinyatakan sebagai medepleger atas Mufakat atas cara
pembunuhan yang akan dilakukan ketiga pelaku tersebut dan Keturutsertaan ketiga
terdakwa tersebut dalam aksi pembunuhan. Walaupun sebenarnya terdapat cerita bahwa
si Reza diberi iming-iming janji oleh Zuraida tetapi Zuraida selaku dalang dari
pembunuhan hakim PN Medan turut serta dalam melakukan aksi pembunuhan yang
terjadi pada pukul 01.00 tanggal 29 November 2001 dengan memegang kaki korban.
Maka, secara sah atas pengakuan diatas Saudara Zuraida , Jefri Pratama , dan
Reza Fahlevi memenuhi unsur yang Yang Melakukan , Yang Menyuruh , atau
Yang Turut Serta Melakukan Perbuatan.
MATERI

A. Gabungan Tindak Pidana

Bab V Buku I KUHP membahas tentang penyertaan sedangkan materi gabungan pidana
tertulis di dalam Bab IV Buku I KUHP memuat pasal tentang beberapa tindak pidana yang
dilakukan oleh seseorang atau bisa disebut juga gabungan tindak pidana. Tujuan adanya
keterntuan gabungan tindak pidana yaitu,

a. Memberikan pedoman kepada hakim apabila menghadapi perkara yang terdii dari
lebih dari satu tindak pidana.
b. Hakim tidak sewenang-wenang dalam menjatuhi putusan dengan kumulasi tidak
terbatas.
c. Bukan gabungan tindak pidana bila beberapa tindak pidana bila beberapa tindak
pidana terjadi namun tindak pidana tersebut telah diatur dalam satu pasal , misal Pasal
339 KUHP , 363 , 365 KUHP.

Didalam tindak pidana terdapat 3 macam gabungan tindak pidana yang di bahas di dalam
KUHP :

a. Concursus Idealis (Eendaadse Samenloop)

Concursus Idealis menurut sianturi bahwa terdapat dua bagian concursus idealis yaitu:

 Concursus Idealias Homogenius yaitu satu perbuatan melanggar satu


peraturan pidana yang sama beberapa kali , contohnya : satu tembakan
mengenai dua rang sekaligus berarti sama dengan 2x melanggar pasal 338
KUHP.
 Concursus Idealis Heterogenius yaitu satu perbuatan melanggar beberapa
peraturan pidana yang berbeda, contohnya : memperkosan seorang wanita di
tempat umum maka pelaku telah melanggar pasal 285 KUHP dan Pasal 281
dengan satu perbuatan..

Peraturan ini diatur dalam pasal 63 KUHP yang berbunyi :

(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang
dikenakan hanya salah satu diantara aturan-aturan itu, jika berbeda-beda, yang
dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.
(2) Jika suatu perbuatan, yang masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur
pula dalam aturan pidana yang khusus , maka hanya yang khuhus itu lah yang
dikenakan.

Maksud dari pasal-pasal diatas adalah apabila seorang melakukan beberapa pelanggaran
pidana maka dapat diterapkan ketentuan yang paling berat diantara ketentuan-ketentuan
pidana yang dilanggar. Misalnya B sedang bertengkar dengan A lalu B mendorong A dengan
sekuat tenaga mengenai kaca rumah A mengalami luka berat karena terkena pecahan kaca
maka dalam kasus ini B dikenakan dua pasal yaitu penganiayaan dan pengerusakan fasilitas.
Perbuatan B yang dapat dipidana yaitu pilih yang hukuman yang terberat, posisinya adalah
hukuman penganiayaan pada pasal 351 ayat (2) tertulis pidana penjara paling lama lima
tahun berarti lebih berat ketimbang hukuman pengerusakan yang terdapat pada pasal 406
KUHP yang tertulis dengan penjara paling lama dua tahun delapan bulan. Hal ini
membuat B hanya dapat dipidana dengan pasal penganiayaan. Stelsel pemidanaan yang
digunakan oleh concursus idealis berdasarkan kasus diatas adalah stelsel absorpsi murni
( ditetapkan yang terberat dan lex specialis derogate legi generali.

b. Perbarengan Tindakan Berlanjut (Voorgezette Handeling)

Perbuatan berlanjut adalah seorang melakukan lebih dari satu perbuatan yang mana satu
perbuatan dengan perbuatan yang lain saling terkait dan merupakan satu kesatuan. Konteks
“keterkaitan” dalam buku Eddy O.S. Hiarej perbuatan berlanjut ini harus memenuhi dua
syarat yaitu:
a. Keterkaitan itu merupakan suatu perwujudan dari satu keputusan kehendak yang
terlarang.
b. Perbuatan tersebut harus lah sejenis artinya perbuatan itu ketentuannya berada di
pidana yang sama.
Sedangkan menurut MvT terdapat tiga syarat untuk suatu perbuatan pidana dikatakan
perbarengan tindak berlanjut yaitu :
a. Tindakan2 tsb harus timbul dari suatu kehendak jahat
b. Masing2 tindakan itu haruslah sejenis
c. Tenggang waktu antara masing2 tindak pidana tidak terlalu lama
Pemidanaan untuk pebuatan tindak berlanjut ini diatur dalam Pasal 64 yang berbunyi :
(1) Jika antara perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau
pelanggaran, ada hubungannya sederhana sedemikian rupa sehingga harus
dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut (voorgezette handeling), maka hanya
diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.
(2) Demikian pula hanya dikenakan satu aturan pidana, jika orang yang dinyatakan
bersalah melakukan pemalsuan atau perusakan mata uang   dan menggunakan
barang yang dipalsu atau yang dirusak itu.

(3) Akagt5n tetapi jika orang yang melakukan kejahatan-kejahatan tersebut dalam
Pasal-pasal 364, 373, 379, dan 407 Ayat 1, sebagai perbuatan berlanjut dan nilai
kerugian yang ditimbulkan jumlahnya melebihi dari tiga ratus tujuh puluh lima
rupiah, maka ia dikenakan aturan pidana tersebut dalam Pasal 362, 372, 378,
dan 406.
Pasal 64 KUHP menjelaskan tentang bahwa stelsel pemidanaan yang dijerat kepada terdakwa
menggunakaan sistem absopsi murni , lalu terdapat ketentuan khusus untuk pemalsuan dan
pengrusakan mata uang ,serta memiliki ketentuan khusus terhadap pemidanaan kejahatan
ringan. Contohnya A hendak membangun sebuah rumah tetapi ia tidak masih kurang mampu
untuk membeli bahan bangunan, lalu si A memutuskan untuk mencuri, seminggu pertama dia
mencuri batu bata , seminggu kemudiannya lagi mencuri cat , lalu pada minggu ketiga si A
mencuri lagi namun kali ini tertangkap basah oleh pemilik toko. Tindakan A merupakan
tindakan pencurian yang merupakan yang dilakukan secara berlanjut sebab terdapat kehendak
tertentu dan jangka waktu yang tidak terlalu lama.

d. Concursus Realis atau Meerdaadse Samenloop

Concursus Realis adalah pelaku yang melakukab lebih dari satu perbuatan pidana. Hampir
sama dengan Concursus Idealis , Sianturi mengemukaan dua macam jenis Concursus yaitu

 Concursus Realis Homogeneus yaitu melakukan beberapa perbuatan dan dengan


perbuatan tersebut melanggar suatu ketentuan pidana beberapa kali. Misalnya
dalam 1 bulan telah melanggar pasal 338 KUHP sebanyak 3x
 Concursus Realis Heterogeneus yaitu beberapa perbuatan melanggar beberapa
peraturan pidana yang berbeda, contoh : hari ini mencuri , besok menganiaya ,
minggu depan memperkosa , dan seterusnya. Berartu perlaku tersebut telah
melanggar tiga pasal yaitu pasal 362 , 351 , dan 285 KUHP.

Menurut Pendapat Simons yang terdapat pada Buku Prinsip Hukum Pidana karya Eddy O.S.
Hiarej yaitu Concursus realis mengikuti tussenstelsel atau sistem antara, maksudnya adalah
pembentuk UU membedakan kejahatan yang diancam dengan pidana pokok sejenis dan
kejahatan yang diancam dengan pokok tidak sejenis. Beliau juga berpendapat terdapat lima
stelsel pemidanaan dalam yaitu,

a. Hakim dapat menjatuhkan pidana sesuai yang telah diancamkan dengan UU.
b. Hakim menjatuhkan pidana maksimum terhadap kejahatan yang paling berat.
c. Hakim setiap menjatuhkan pidana berat hukumannya harus dibatasi.
d. Hakim hanya menjatuhkan pidana paling berat ditambah dengan pemberatan.
e. Hakim menjatuhkan pidana tanpa pengurangan.

Pemidanaan Meerdaadsche Samenloop tertulis pada pasal 65 KUHP yang kedua ayat dari
pasal ini membahas tentang bahwa kejahatan dengan pidana pokok sejenis dijatuhkan hanya
dengan satu pidana dan untuk maksimum pidana yang dijatuhkan tidak melebihi pidana
terberat ditambah dengan 1/3, Pasal 66 KUHP membahas tentang kejahatan dengan pidana
pokok tidak sejenis setiap pidananya tetap dijatuhkan pidana tetapi tidak boleh melebihi
maksimal pidana terberat ditambah 1/3, Pasal 67 KUHP yang apabila pelaku dijatuhkan
pidana mati atau pidana penjara seumur hidup maka tidak boleh dijatuhkan pidana lainnya
kecuali pencabutan hak tertentu, Pasal 69 KUHP tentang perbandingan pidana pokok yang
akan di jatuhkan , dan Pasal 70 KUHP tentang perbarengan kejahatan dengan pelanggaran ,
pelanggaran dengan pelanggaran , dan membahas tentang jumlah kurungan maksimal
terhadap pelanggar.

Pada tahun 2018 Zuraida bertemu dengan Jefri Pratama dan disitu sudah mulai ada niat untuk
membunuh karena ingin membalas dendam dan amarahnya. rencana pembunuhan itu
dirundingkan kembali pada tanggal 25 November 2019 pukul 11.00, mereka memulai aksi
pembunuhan pada tanggal 29 November 2019 pukul 01.00 korban dengan cara pembekapan
wajah korban.Setelah itu tersebut mereka bertiga memastikan korban telah meninggal,
Pada Pukul 03.00 pagi mereka mengecek kembali keadaan korban ternyata korban
meninggalkan luka memar akibat bekapan yang cukup parah. Lalu, Zuraida memerintahkan
kepada eksekutor tersebut untuk membuang jasad korban ke Berastagi dengan menggunakan
mobil Prado milik korban. Mayat korban beserta mobilnya dibuang ke jurang Perladangan
Kebun Sawit milik Darman Sembiring di Dusun II Namo Bintang Desa Suka Dame
Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang. Berdasarkan fakta-fakta yang terkait
bahwa ketiga pelaku tersebut dikenakan Pasal 340 KUHP atas pembunuhan berencana tetapi
setelah melakukan pembunuhan, ketiga pelaku ini berusaha menghilangkan jejak kejahatan
dengan cara membuang jenazah ke jurang. Maka ketiga pelaku memenuhi Pasal 181
KUHP yang berbunyi “Barangsiapa mengubur, menyembunyikan kematian atau
kelahirannya, diancam diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
paling banyak denda tiga ratus rupiah.”
Kasus ini masuk Voorgezette Handeling karena melihat tindakannya berdasarkan kehendak
terdakwa dan terdakwa juga telah berbuat tindak pidana lain setelah membunuh hakim jamal
dengan jangka waktu yang tidak terlalu jauh sekitar 2 jam setelah pembunuhan. Dilihat
perbandingannya, apabila suatu tindakan memenuhi Pasal 340 KUHP hukuman yang akan
dikenakan berupa pidana seumur hidup atau pidana mati atau selama waktu tertentu paling
lama dua puluh tahun sedangkan apabila sebuah tindak memenuhi Pasal 181 KUHP
diancam pidana paling lama sembilan bulan. Voorgezette Handeling ini menganut
absorpsi murni dimana ancaman yang dikenakan merupakan ancaman terberat maka
Hakim bisa mengenakan Pasal 340 KUHP untuk menjerat terdakwa.

B. Dasar Pemberat Pidana

Dasar pemberat pidana adalah suatu hukuman pidana yang diancamkan kepada seseorang
menjadi lebih berat ketimbang pidana yang diancamkan pada umumnya. Dasar pemberat
pidana dibagi atas dua kategori yaitu kategori umum dan kategori khusus.

Kategori umum dasar pemberat pidana terdiri atas

a. Recidive atau pengulangan tindak pidana


b. Abuse of Power yang diatur dalam Pasal 52 KUHP yang berbunyi,
“Jikalau seorang pegawai negeri (ambtenaar) melanggar kewajibannya yang
istimewa kedalam jabarannya karena melakukan kejahatan perbuatan yang dapat
dipidana, atau pada waktu melakukan perbuatan yang dapat dipidana memakai
kekuasaan, kesempatan, atau daya upaya yang diperoleh karena jabatannya, maka
pidananya boleh ditambah dengan sepertiganya.”
c. Pidana terhadap bendera kebangsaan yang diatur dalam Pasal 52a KUHP

Dasar pemberat pidana yang tercakup dalam kategori khusus yaitu,

1. Delik yang dikualifisir seperti Pasal 356 KUHP tentang penganiayaan kepada anggota
keluarga yaitu (orangtua , istri, atau anak), pasal 349 KUHP tentang seorang bidan
yang membantu menggugurkan janin alias melakukan aborsi, pasal 351 ayat (2)
KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan luka berat, dan 365 ayat (4) tentang
pencurian disertai kekerasan yang menyebabkan luka berat atau menghilangkannya
nyawa orang lain.
2. Delik-delik tertentu yang dilakukan oleh orang tertentu seperti yang diatur dalam
pasal 374 KUHP mengenai penggelapan dilakukan dengan pekerjaan, jabatan, atau
suap uang.

Recidive menurut KUHP dibedakan atas

I. Pelanggaran
Pasal yang merupakan bentuk residive khusus yakni pasal 489 KUHP , 492
KUHP,495 KUHP , 501 KUHP , dan 512 KUHP. Syarat yang harus dipenuhi pelaku
pelanggaran dapat dikatakan pemberat ancaman pidananya dengan pelanggaran yang
diulangi antara kedua dan kesatu harus sama, pelanggaran kedua dan kesatu
merupakan hukum yang berkekuatan tetap, dan tenggang waktu pelanggarannya
belum lewat satu tahun atau dua tahun.
II. Kejahatan
a. Residive Khusus

Tertulis dalam pasal 137 ayat (2) KUHP , Pasal 144 ayat (2) KUHP, Pasal 155 ayat
(2) KUHP , Pasal 161 ayat (2) KUHP, dan 216 ayat (3) KUHP. Suatu pelaku dapat
dikatakan masuk ke dalam Recidive khusus apabila kejahatan yang kedua harus
sama dengan kejahatan yang kesatu,antara kejahatan kesatu dan yang kedua harus
sudah ada putusan hakim berupa pemidaan hukum tetap, serta tenggat pelanggaran
belum lewat dua atau lima tahun sejak adanya hukum yang bekekuatan tetap dari
hakim.

b. Residive sistem antara (tussen stelsel)

Menurut Simons yang mengutip dari MvT tussen stelsel artinya pembentuk UU
membedakan kejahatan-kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis
dengan pidana pokok yang tidak sejenis.

Syarat-syarat Recidive sistem antara tertulis pada Pasal 486 KUHP , 487 KUHP, dan
Pasal 488 KUHP yaitu,

1. Kejahatan masuk kedalam kelompok jenis


a. Pasal 486 merupakan kelompok jenis kejahatan terhadap pemalsuan dan
harta benda
b. Pasal 487 KUHP merupakan kelompok jenis kejahatan terhadap nyawa
dan tubuh.
c. Pasal 488 KUHP merupakan kelompok jenis kejahatan terhadap
penghinaan dan yang berkaitan dengan percetakan.
2. Kejahatan pertama dan kedua sudah ada putusan hakim berupa pemidanaan
dengan hukum yang tetap.
3. Pidana yang dijatuhkan hakim sebelumnya berupa pidana penjara.
4. Pemberatan pidana nya yaitu ancaman pidana asli ditambah dengan 1/3.

Jenis tindak pidana selain ada pengulangan adalah Kejahatan yang menggunakan
bendera kebangsaan Republik Indonesia sebagai sarana kejahatan. Kejahatan ini
diatur didalam pasal 52a KUHP. Ancaman yang dikenakan sama yaitu ancaman
asli ditambahan dengan 1/3. Terdapat juga kejahatan berupa penyalahgunaan
kewenangan yang diperoleh karena jabatan yang diatur didalam pasal 52 KUHP.
Pejabat disini maksud nya adalah pejabat negara. Pemberat atas kasus yang
dilakukan oleh pejabat itu apabila pejabat melakukan tindak pidana berupa :

1. Melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya


2. Memakai kekuasaan jabatannya.
3. Menggunakan kesempatan karena jabatannya.
4. Menggunakan sarana yang diberikan karena jabatannya.

Pada 25 November 2019 sekitar pukul 11.00 WIB, ketiga terdakwa bertemu di
Coffee Town di Jalan Ngumban Surbakti (Ringroad) Medan, Zuraida meminta
agar suaminya dibunuh. Diketahui bahwa saat itu Zuraida dan Jefri juga sudah
merencanakan menikah jika pembunuhan itu berhasil. Reza pun menyetujui
rencana itu. Di sana juga disepakati bahwa pembunuhan itu dilakukan seolah-
Pada tanggal 29 November 2019 pukul 01.00 mereka bertiga memulai aksinya.
korban di bekap wajah nya menggunakan kain sarung oleh Reza , lalu korban
mulai memberontak dan untuk menghindari pemberontakan tersebut Jefri
membantu memegang tangan korban dengan naik ke perut korban , dan Zuraida
memegang kaki korban sembari menutup wajah anaknya supaya anak korban
tidak melihat kejadiannya.

Pada pukul 03.00 Zuraida memerintahkan kepada kedua terdakwa tersebut untuk
agar membuang jenazah korban ke Berastagi dengan menggunakan mobil Prado
milik korban.
Sebelum dibuang, ketiga terdakwa memakaikan pakaian training ke tubuh
korban.Selanjutnya, mayat korban beserta mobilnya dibuang ke jurang
Perladangan Kebun Sawit milik Darman Sembiring di Dusun II Namo Bintang
Desa Suka Dame Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang.

Dari fakta di atas bahwa perlu terbukti bahwa Saudara Zuraida, melakukan
pembunuhan dengan berencana dan secara bersama-sama maka terdakwa
diancam dengan pasal 340 Jo 55 KUHP ke-1 dimana pasal 340 KUHP ini
membahas delik yang dikualifisir yang termasuk dasar pemberat dari pasal
sebelumnya

C. Gugurnya Hak Jaksa Untuk Menuntut Tindak Pidana Dan Kewajiban


Terpidana Untuk Menjalani Pidana
Dalam Bab VII Buku I KUHP. Dalam judul itu disebutkan hak mentut dan hak
menjalankan hukuman. Menurut Wirjono Prodjodikoro bahwa hak menuntut dapat
diarahkan kepada subjectief strafrecht (Jus Puenedi) yang berarti recht itu bukan
pengertian dari hukum melainakan hak. Maksudnya adalah hak dari negara untuk
menghukum seorang oknum yang melakukan pelanggaran terhadap hukum pidana.
Gugurnya hak untuk menuntut pelaku pidana dan menjalani kewajiban pelaku pidana
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu ,
1. Meninggalnya pelaku diatur dalam Pasal 77 KUHP.
2. Adanya asas “Ne bis in idem” diatur dalam Pasal 76 KUHP.
3. Daluwarsa diatur dalam Pasal 78 KUHP.
4. Penyelesaian perkara diluar sidang pengadilan diatur dalam Pasal 82 KUHP.
5. Amnesti dan Abolisi dari Presiden diatur dalam Pasal 14 UUD 1945.
6. Tidak adanya pengaduan pada delik-delik aduan.

I. Meninggalnya Pelaku

Meninggalnya pelaku ini merupakan dasar dari gugurnya penuntutan yang diatur
dalam pasal 77 KUHP yang berbunyi “Kewenangan menuntut pidana hapus, jika
tertuduh meninggal dunia.” Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Asas
Hukum Pidana Indonesia beliau mengatakan bahwa apabila pelaku yang meninggal
tersebut masih dalam taraf pengusutan maka pengusutan ini ditiadakan . Meninggal
nya pelaku ini terdapat asas nemo punitur pro alieno delicto yaitu tiada seorang pun
yang dihukum karena pebuatan orang lain maka meninggalnya terdakwa dianggap
menggugurkan tuntutan pidana terhadapnya. Ada lima kemungkinan menurut Eddy
O.S. Hiarej untuk penghentian perkara jika meninggalnya terdakwa yaitu ,

a. Jika terdakwa meninggal saat tahap penyidikan maka penyidikan tersebut


dihentikan . Hal ini diatur didalam dalam pasal 109 ayat (2) KUHP tentang
perkara ditutup demi hukum. Ada tiga kemungkinan perkara ditutup demi hukum
yaitu karena ne bis in idem,meninggal dunia, dan daluarsa.
b. Terdakwa yang meninggal saat setelah pemberian berkas perkara kepada penuntut
umum maka penuntutan dihentikan.
c. Terdakwa meninggal dunia pada pemeriksaan siding telah dimulai, maka
pengadilan wajib mengeluarkan surat penetapan yang isinya perkara dihentikan.
d. Meninggal dunianya terdakwa pada saat pemeriksaan pengadilan sudah selesai,
maka pengadilan tidak boleh menjatuhkan pidana.
e. Pada saat terdakwa sudah dijatuhkan pidana denda lalu meninggal dunia maka
masih terdapat perampasan barang terdakwa tetapi eksekusi tetap tidak boleh
dilakukan.
II. Ne Bis In Idem
Menurut Remmelink mengemukakan pendapat bahwa suatu perkara pidana yang
telah diselesaikan diluar pengadilan maka perkara tersebut tidak dapat dituntut lagi
oleh pengadilan. Ne bis in idem ini di atur dalam pasal 76 KUHP yang menjelaskan
orang tidak dapat dituntut sebanyak dua kali karena satu perbuatan yang telah
dilakukan dan terhadap perbuatan itu telah dijatuhkan berdasar keputusan hakim yang
memiliki hukum tetap ( tidak dapat diubah atau ditiadakan). Terdapat syarat Ne bis in
idem yaitu,
a. Perbuatannya adalah satu perbuatan yang sama
b. Orangnya berjumlah satu orang tertentu
c. Putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap

III. Daluwarsa Penuntutan

Menurut Memorie van Toelichting daluarsa merupakan perputaran waktu yang tidak
hanya perlahan meniadakan akibat perbuatan pidana namun sekaligus melenyapkan
jejaknya. Daluarsa penuntutan diatur dalam Pasal 78 KUHP dan Pasal 79 KUHP.
Pasal 78 KUHP menjelaskan tentang lamanya daluwarsa tergantung dari perbuatan
berat-ringannya terdakwa yaitu

a. semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan tenggat


waktunya 1 tahun.
b. Daluwarsa pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama 3
tahun adalah 6 tahun.
c. Daluwarsa kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari 3 tahun
tenggat waktunya 12 tahun.
d. Daluarsa yang ancama pidana mati atau seumur hidup tenggat waktunya 18 tahun.
e. Anak dibawah umur 18 tahun tenggat waktunya dikurangi hingga menjadi 1/3
maka dikurangi 2/3. Tujuan dipersingkatnya daluwarsa anak lebih memebrikan
perlindungan kepada terdakwa.

Pasal 49 mengatur tentang tenggang waktu dihitung sejak sehari sesudah perbuatan
dilakukan kecuali pemalsuan dan pengerusakan uang , pasal 328 KUHP , 329
KUHP,dan 333 KUHP, pasal 556 KUHP sampai dengan 588a KUHP. Beberapa pasal
yang telah disebutkan itu daluwarsa setelah delik berakhir misalnya A dan B pembuat
uang palsu yang professional lalu membelanjakannya ke toko baju maka daluwarsa di
hitung setelah dilakukannya pembelanjaan. Terdapat rumus menghitung daluwarsa
penuntutan yaitu Tempus delicti (waktu dilakukannya pidana) + 1 hari + Masa
Daluwarsa + 1 hari. Apabila seorang anak cara menghitungnya yang membedakan
adalah masa daluwarsa yang dikurangi 2/3 dari masa daluwarsa orang dewasa.

IV. Penyelesaian perkara diluar sidang pengadilan


Tindakan pidananya adalah pelanggaran yang hanya diancam pidana denda.
Caranya meninghitungnya adalah bayar denda maksimal + ongkos perkara
bila tuntutan telah dilakukan. Pembayaran ini dilakukan oleh pelanggar ke
Jaksa Penuntut Umum atau Polisi. Apabila terdapat pengulangan pidana ini
maka dapat digunakan sebagai dasar pemberat. Penyelesaian perkara diluar
sidang pengadilan ini diatur dalam Pasal 82 ayat (1). Namun, pasal ini tidak
berlaku untuk anak dibawah 16 tahun karna anak dibawah 16 tahun belum
memiliki kemampuan untuk membayar sendiri denda tersebut.
V. Amnesti dan Abolisi
Amnesti dan Abolisi merupakan hak presiden untuk membebaskan terdakwa
dari perkara. Hal ini di atur dalam pasal 14 UUD 1945 yang berbunyi
“Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat.” Amnesti merupakan hak presiden untuk
mengeluarkan penyataan umum bahwa UU pidana tidak akan menerbitkan
akibat-akibat hukum apapun juga bagi orang-orang tertentu yang bersalah
melakukan suatu atau beberapa tindak pidana tertentu. Amnesti bukan suatu
aturan melainkan hanya pernyataan dari presiden itu sendiri untuk misalnya
seperti Presiden Habibie menyatakan untuk membebaskan para terpidana pada
zaman G30SPKI atas dasar pemaaf dari presiden tersebut maka secara sah
bahwa terpidana tersebut dibebaskan. Abolisi merupakan hak presiden untuk
menyatakan bahwa tuntutan pidana terhadap seseorang harus digugurkan atau
suatu tuntutan pidana yang telah dimulai harus dihentikan. Abolisi tersebut
dimaksud untuk menggugurkan pidana pada masa penyidikan yang dilakukan
oleh jaksa dan polisi.

Pada tanggal 29 November 2019 pukul 01.00 ketiga terdakwa (Zuraida , Jefri , dan Reza)
melancarkan aksinya untuk membunuh Hakim Jamal saat hakim jamal tertidur dengan cara
membekapnya menggunakan kain sarung. Pada pukul 03.00 mereka bertiga mengecek
kembali dan melihat bahwa korban meninggalkan luka memar pada hidung akibat dekapan
yang keras. Setelah itu, Zuraida memerintahkan kepada dua eksekutor tersebut untuk
membuang jasad Hakim Jamal ke Berastagi dengan menggunakan mobil Hakim Jamal.

Atas kejadian ini mereka bertiga diancam dengan pidana Pasal 340 Jo 55 ayat (1) KUHP.
Pada Pasal 340 KUHP tertulis pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara maksimal 20 tahun maka tenggang waktu daluwarsanya sebesar 18 tahun untuk
pidana mati atau seumur hidup. Apabila dihitung maka batas penuntutan terdakwa apabila
terdakwa melarikan diri jatuh pada tanggal,

30 November 2019 + 18 tahun = 30 November 2037 + 1 hari = 31 November 2037.

Maka dengan ini batas penuntutan terdakwa apabila terdakwa melarikan diri secara sah
berlaku hinggan 31 November 2037.

D. Dasar Peringan Pidana


Menurut Jonkers menjelaskan bahwa unsur peringan atau pengurangan pidana yang bersifat
umum yaitu terdiri dari, (Zainal Abidin Farid,2007;493)

o Percobaan untuk melakukan kejahatan tertulis pada pasal 53 KUHP.

o Pembantuan tertulis dalam diatur dalam pasal 56 KUHP.

o Strafrechtelijke minderjatingheld , atau orang yang belum cukup umur di


atur dalam pasal 45 KUHP.

Hazewinkel Suringa (Zainal Abidin Farid,2007;493) berpendapat bahwa percobaan dan


pembantuan adalah bukan suatu bentuk keadaan yang memberikan ciri keringanan kepada
suatu delik tertentu tetapi percobaan dan pembantuan merupakan bentuk terwujudnya delik
yang berdiri sendiri.

Jika diperhatikan pada tanggal 29 November 2019 pukul 01.00 ketiga terdakwa Zuraida ,
Jefri , dan Reza melakukan aksi pembunuhan Hakim Jamal secara bersama-sama saat hakim
jamal tertidur dengan cara membekapnya menggunakan kain sarung. Atas cerita tersebut
tidak ada satupun yang mendapatkan keringanan sebab ketiganya tidak masuk kedalam
ketentuan umum dari dasar peringananan terdakwa sebab bukan suatu tindakan percobaan
dan pembantuan melainkan tindakan yang dilakukan bersama-sama. Dapat diketahui juga
bahwa usia mereka adalah usia dewasa berdasarkan identitas mereka dari Sistem Informasi
Penelusuran Perkara Medan yaitu

IDENTITAS TERDAKWA :

1. Nama Lengkap    :    ZURAIDA HANUM


Tempat Lahir     :    Suak Bilie
Umur / Tgl Lahir  :    41 Tahun / 27 April 1978
Jenis Kelamin    :    Perempuan
Kebangsaan / Kewarganegaraan    :    Indonesia
Tempat Tinggal   :    Perumahan Royal Monaco Blok B No.22
Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor Kota Medan
Agama   :    Islam
Pekerjaan     :    Ibu Rumah Tangga
Pendidikan   :    S-1
2. Nama Lengkap    :    M. REZA FAHLEVI
Tempat Lahir    :    Medan
Umur / Tgl Lahir     :    28 Tahun / 27 18 Nopember 1991
Jenis Kelamin     :    Laki-laki
Kebangsaan / Kewarganegaraan    :    Indonesia
Tempat Tinggal   :    Jalan Silangge No.4 Simpang Selayang
Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan / Jalan Stella Raya No.131 Kelurahan
Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan
Agama     :    Islam
Pekerjaan    :    Wiraswasta
Pendidikan     :    SMA

3. Nama Lengkap : M. JEFRI PRATAMA,S.H. alias JEFRI


Tempat Lahir : Medan
Umur / Tgl Lahir : 42 Tahun / 04 April 1977
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan / Kewarganegaraan : Indonesia
Tempat Tinggal : Jalan Selam No. 64 Kelurahan Tegal Sari
Mandala I Kecamatan Medan Denai, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : S-1

Berbeda dengan apabila Reza telah melakukan tindak pidana pada umur 15 tahun maka
ancama yang dijatuhkan kepada Reza apabila terjerat pasal 340 KUHP Jo 55 ayat (1) ke-1
sesuai dengan kategori usia peringanan pidana yaitu,

Pada anak umur 12-18 tahun dapat dikenakan :

 Berdasarkan pasal 26 ayat (3) dan (4) UU No.3 Tahun 1977 tentang peradilan anak
yang berbunyi
(3) Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a,
belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang
diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup maka terhadap Anak
Nakal tersebut hanya dapat dijatuhkan tindakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (1) huruf b.
(4) Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a,
belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang tidak
diancam pidana mati atau tidak diancam pidana penjara seumur hidup, maka
terhadap Anak Nakal tersebut dijatuhkan salah satu tindakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24.

 Diajakukan ke persidangan anak


 Dapat dijerat pidana atau tindakan
 Apabila dijerat pidana mati atau pidana penjara seumur hidup maka dikurangi
pidananya menjadi maks 10 tahun.

E. Pidana Pemidanaan
Pidana : Nestapa/derita yang dijatuhkan dengan sengaja oleh negara yang dikenakan
pada seseorangyang secara sah telah melanggar hukum pidana.
Pemidanaan: Penjatuhan Pidana sebagai upaya yang sah yang dilandasi oleh hukum
untuk mengenakan nestapa penderitaan pada seseorang yang melalui proses peradilan
pidana yang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan suatu tindak
pidana.

Penggolongan pidana terdapat dua golongan menurut pasal 10 KUHP yaitu terdiri
dari

 Pidana Pokok
a. Pidana mati
b. Pidana penjara
c. Pidana kurungan
d. Pidana denda

 Pidana Khusus
a. Pecambutan hak-hak tertentu.
b. Perampasan barang-barang tertentu
c. Pengumuman putusan hakim.
Pada 25 November 2019 sekitar pukul 11.00 WIB, ketiga terdakwa bertemu di Coffee Town
di Jalan Ngumban Surbakti (Ringroad) Medan, Zuraida meminta agar suaminya dibunuh.
Diketahui bahwa saat itu Zuraida dan Jefri juga sudah merencanakan menikah jika
pembunuhan itu berhasil. Reza pun menyetujui rencana itu. Di sana juga disepakati bahwa
pembunuhan itu dilakukan seolah korban terkena penyakit jantung.

Pada tanggal 29 November 2019 pukul 01.00 mereka bertiga memulai aksinya. korban di
bekap wajah nya menggunakan kain sarung oleh Reza , lalu korban mulai memberontak dan
untuk menghindari pemberontakan tersebut Jefri membantu memegang tangan korban
dengan naik ke perut korban , dan Zuraida memegang kaki korban sembari menutup wajah
anaknya supaya anak korban tidak melihat kejadiannya.Pada pukul 03.00 Zuraida
memerintahkan kepada kedua terdakwa tersebut untuk agar membuang jenazah korban ke
Berastagi dengan menggunakan mobil Prado milik korban.

Sebelum dibuang, ketiga terdakwa memakaikan pakaian training ke tubuh


korban.Selanjutnya, mayat korban beserta mobilnya dibuang ke jurang Perladangan Kebun
Sawit milik Darman Sembiring di Dusun II Namo Bintang Desa Suka Dame Kecamatan
Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang.

Berdasarkan kronologi diatas bahwa terdakwa telah melanggar pasal 340 jo 55 ayat (1)
KUHP atas pembunuhan berencana dengan dilakukannya tindakan tersebut bersama-sama.
Maka, terdakwa secara sah diancam hukuman pidana penjara seumur hidup atau
pidana mati atau pidana maks 20 tahun.

DAFTAR PUSTAKA
Hiariej, Eddy O.S. 2014. Prinsip-Prinsip Hukum Pidana. Yogyakarta: Cahaya Atma
Pustaka.

Prodjodikoro,Wirjono.2014.Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: PT


Refika Aditama

Lamintang, P.A.F. 2014. Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta: Sinar


Grafika

Moeljatno. 2008. KUHP Kitab Undang- Undang Hukum Pidana. Jakarta: PT Bumi
Aksara.

Anda mungkin juga menyukai