Anda di halaman 1dari 8

Kelompok III

• Herman Wansa
• Maria
• Felix
• Dery
• Subandri
• Daniel
 Sistem Pembuktian Terbalik sebagaimana disebutkan
dalam penjelasan UU No. 31 tahun 1999 ialah terdakwa
mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak
melakukan tindak pidana korupsi dan wajib
memberikan keterangan tentang seluruh harta
bendanya dan harta benda isterinya atau suami, anak,
dan setiap orang atau korporasi yang diduga
mempunyai hubungan dengan perkara yang
bersangkutan dan penuntut umum tetap berkewajiban
untuk membuktikan dakwaannya. Beban pembuktian
terbalik ini bersifat terbatas dan berimbang.
 Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 memuat delik
mengenai adanya sistem pembuktian terbalik. Sistem
pembuktian terbalik yaitu sistem dimana beban pembuktian
berada pada terdakwa dan proses pembuktian ini hanya berlaku
pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan dengan
dimungkinkannya dilakukan pemeriksaan tambahan atau
khusus jika dalam pemeriksaan persidangan diketemukan harta
benda milik terdakwa yang diduga berasal dari tindak pidana
korupsi namun hal tersebut belum didakwakan, bahkan jika
putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
tetapi diketahui masih terdapat harta benda milik terpidana
yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi, maka negara
dapat melakukan gugatan terhadap terpidana atau ahli warisnya.
 Agar Sistem pembuktian terbalik dapat tercapai secara efektif
dalam rangka memberantas Tindak Pidana Korupsi maka
diperlukan adanya beberapa prinsip umum peradilan yang harus
dijadikan jiwa dan dasar acuan dalam pelaksanaannya, yaitu:
1. Independensi dan Tidak Memihak (Imparsial)
2. Kompeten
3. Akuntabilitas
4. Partisipatif
5. Transparansi
6. Kepastian Hukum
7. Waktu Yang Memadai untuk Pembelaan
8. Jaminan Dari Upaya Yang Bertentangan Dengan Hukum
9. Mudah Diakses dan Cepat10
10. Hak Untuk Banding
 Relevansi antara pengembalian uang hasil korupsi
terhadap sanksi pidana yang dijatuhkan (terhadap
pelaku) dijelaskan dalam pasal 4 UU No. 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (“UU 31/1999”) serta penjelasannya. Dalam
pasal 4 UU 31/1999 dinyatakan antara lain bahwa
pengembalian kerugian keuangan negara atau
perekonomian negara tidak menghapuskan
dipidananya pelaku tindak pidana korupsi
sebagaimana dimaksud pasal 2 dan pasal 3 UU
tersebut.
 Kemudian, di dalam penjelasan pasal 4 UU 31/1999
dijelaskan sebagai berikut:
 “Dalam hal pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dan pasal 3 telah memenuhi
unsur-unsur pasal dimaksud, maka pengembalian
kerugian keuangan negara atau perekonomian negara,
tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku
tindak pidana tersebut.
 “Pengembalian kerugian keuangan negara atau
perekonomian negara hanya merupakan salah satu
faktor yang meringankan.”
 Kemudian, merujuk pada pasal 2 UU 31/1999 serta
penjelasannya, antara lain diketahui bahwa unsur
dapat merugikan negara dalam tindak pidana korupsi
merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana
korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur
perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan
timbulnya akibat.
seki
an

Anda mungkin juga menyukai