Anda di halaman 1dari 5

Artikel Sosiologi Komuniksi

Teori Agenda Setting dalam Ilmu Komunikasi

Komunikasi massa merupakan sumber kajian potensial yang memiliki bidang


bahasan yang cukup luas dan mendalam. Komunikasi massa juga didukung oleh teori
yang lumayan banyak jumlahnya. Hal ini karena bidang ilmu komunikasi modern
muncul dari proses evaluasi ilmu komunikasi massa yang berlarut-larut, yang
sebelumnya hanya disebut sebagai ilmu pers atau ilmu media massa. Ilmu publisitas,
atau ilmu surat kabar, berkembang sebagai hasil dari proses ini dan terutama
difokuskan pada ilmu jurnalisme di AS dan Jerman. Tujuan utama dari teori ini
adalah untuk mencakup semua bidang penelitian yang berhubungan dengan
komunikasi, yang menjadi semakin bervariasi dan luas. Akademisi Barat baru
menyebutnya sebagai ilmu komunikasi setelah Perang Dunia II.
Komunikasi massa diartikan sebagai media massa (modern), yang meliputi
media cetak (surat kabar, talkshow, atau tabloid) dan media elektronik (televisi dan
radio) (Hendra dan Ramadhani, 2017). Belakangan ini juga dimasukkan multimedia
yang sering disebut dengan media dot com (internet). Pada masa kemajuan teknologi
yang pesat ini, komunikasi massa menjadi semakin kompleks, tidak hanya mencakup
tiga jenis media (multimedia, elektronik, dan media tradisional), namun juga
mencakup proses komunikasi massa dan efek media media massa yang menyebabkan
semakin banyaknya orang yang berkomunikasi melalui media. Setelah mengkaji
komunikasi massa, teori-teori yang muncul dapat dikategorikan menjadi empat
(empat) bidang: dampak komunikasi massa terhadap khalayak, pengaruh komunikasi
massa terhadap masyarakat dan budaya, dampak komunikasi massa terhadap individu,
dan teori-teori awal komunikasi massa. komunikasi massa.
Teori agenda setting adalah salah satu dari teori komunikasi. Teori agenda
setting masih cukup penting saat ini, meskipun ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, seperti masyarakat dan budaya seperti apa, atau dalam kondisi apa, dan
sebagainya. Secara bahasa atau etimologis, agenda setting berasal dari kata bahasa
Inggris agenda yang terdiri dari dua suku kata agenda dan setting. Kata agenda
mempunyai dua pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Pengertian pertama adalah buku catatan bertanggal satu tahun yang di dalamnya telah
dimasukkan agenda rapat. Pengertian yang kedua adalah merujuk pada peristiwa-
peristiwa yang dijadwalkan untuk dibahas dalam rapat dan juga tercantum dalam
agenda. Adapun kata agenda, maknanya sebagai kata kerja adalah memasukkan ke
dalam kegiatan (seperti seminar dan rapat).
Kata Setting atau yang dipadankan ke dalam Bahasa Indonesia dalam bentuk
kata kerja (verb) dalam istilah “mengeset” diartikan sebagai pekerjaan menata,
mengatur (tentangrambut, susunan huruf dalam mesin cetak, dan sebagainya): sudah
menjadi kebiasaannya, ia mengeset rambut setiap pergi ke pesta, adapun orang yang
mengerjakan pekerjaan mengeset dikatakan sebagai seorang “pengeset”. Sementara
itu, jika kata mengeset diubah menjadi kata “pengesetan” artinya menjadi
“pengaturan”. Berdasarkan pengertian secara etimologi di atas, maka pengertian
agenda setting dapat dipahami sebagai pengaturan atau penyusunan
agenda/acara/kegiatan. Hal ini sejalan dengan ungkapan yang dikemukakan oleh
beberapa pakar komunikasi Indonesia, yang mengacu pada penetapan atau
pengorganisasian suatu agenda (Rotonga, 2018).
Menurut teori agenda setting, media mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap cara individu menafsirkan informasi yang mereka terima. Orang-orang
membicarakan berita dalam percakapan biasa karena mereka sudah terbiasa
mendengarnya dari media. Media tidak hanya memberikan penelitian dan
pengetahuan kepada publik, namun juga memiliki kekuatan untuk mengubah opini,
perilaku, dan kehidupan masyarakat. Penelitian mengenai kampanye presiden AS
tahun 1968 merupakan awal berkembangnya teori agenda setting. Penelitian mengenai
pergeseran opini pemilih selama kampanye pemilihan Presiden AS tahun 1968
merupakan penelitian pertama yang menggunakan teori agenda setting, dan temuan
penelitian tersebut bertentangan dengan hipotesis sebelumnya yang didasarkan pada
efek media yang terbatas. Dengan kata lain, teori agenda setting menyatakan bahwa
media mempunyai kemampuan untuk menarik perhatian dan mempengaruhi opini
khalayak terhadap suatu topik tertentu. Alasan mengapa hipotesis ini berhasil adalah
karena media menyiarkan berita yang sangat selektif dalam hal apa yang dianggap
menarik oleh masyarakat, baik dari segi nilai berita maupun nilai komersial. Dengan
demikian, model penetapan agenda ini mengandaikan bahwa perhatian khalayak
terhadap suatu topik tertentu dan penilaian media terhadap topik tersebut berkorelasi
positif (Victor, 2017).
Nasib kandidat dalam pemilu akan sangat dipengaruhi oleh baik buruknya
pemberitaan media massa selama kampanye massal, sesuai dengan teori agenda
setting. Gagasan bahwa "mengendalikan media berarti mengendalikan publik" atau
"mengendalikan media berarti mengendalikan massa (politik)" kemudian mendapat
perhatian. Ada banyak contoh mengenai peran penetapan agenda dalam pemberitaan
media dan dampaknya yang besar terhadap khalayak di Indonesia. Misalnya, media di
Aceh memberitakan penindasan terhadap Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebelum
Agustus 2005 dan perundingan GAM-RI setelah Memorandum Helsinki. Pemberitaan
tentang pemberantasan korupsi, perantara pajak, perantara perkara (Markus), dan
agenda lainnya juga sukses menggoyahkan masyarakat.
Penelitian mengenai agenda setting didasarkan pada dua anggapan mendasar:
1) media massa dan pers publik menyaring dan membentuk isu dibandingkan
mencerminkan kenyataan; dan 2) media hanya berfokus pada sejumlah kecil
permasalahan masyarakat untuk menampilkan permasalahan tersebut sebagai
permasalahan yang lebih penting dibandingkan permasalahan lainnya. Berikut ini
adalah contoh agenda yang dapat ditetapkan oleh media: a) apa yang seharusnya
dipikirkan masyarakat; b) apa yang masyarakat harus yakini; c) bagaimana
memecahkan suatu masalah; d) ke mana harus mengarahkan perhatian; dan e) apa
yang perlu diketahui dan dilakukan masyarakat.
Teori agenda setting mempunyai kelebihan sebagai berikut: 1) Media tidak
hanya memberikan informasi kepada publik tentang permasalahan masyarakat dan
topik lainnya, namun juga berfungsi sebagai sumber konfirmasi mengenai pentingnya
suatu isu atau topik. Teori Agenda Setting dalam Ilmu Komunikasi merenungkan apa
yang diucapkan kandidat selama kampanye, media massa tampaknya menentukan
isu-isu yang penting. Dengan kata lain, “peristiwa” (agenda) kampanye ditentukan
oleh media. 2) Peran komunikasi massa dalam menentukan agenda mengacu pada
pengaruh media massa dan kapasitasnya untuk menyebabkan perubahan kognitif pada
masyarakat. Kapasitas media dalam mengatur dunia bagi kita merupakan dampak
komunikasi yang paling signifikan. Namun, jelas bahwa penetapan agenda telah
menghidupkan kembali keingintahuan akademis terhadap dampak media (Primayana,
2022).
Salah satu kelemahan teori agenda setting adalah sebagian besar siaran berita
hanya melayani kepentingan pemilik modal. Masyarakat juga sangat terdampak
dengan keadaan ini, terbukti dengan tayangan kampanye Pilpres 2014 yang masih
cukup terlihat saat menyaksikan berbagai program media massa seperti TV ONE dan
Metro TV. Masyarakat secara alami enggan mengonsumsi media cetak dan menonton
saluran yang mereka yakini bertentangan dengan preferensi mereka. Selain itu, fungsi
teori agenda setting mirip dengan pengadilan. Karena tidak ada konfirmasi istilah
dalam pengoperasian, teori ini hanya mendengarkan secara sepihak, maka
diasumsikan bahwa apa yang mereka laporkan adalah benar, meskipun hal tersebut
tidak selalu benar. Pada kenyataannya, media harus objektif ketika menyebarkan
informasi untuk memastikan bahwa penilaian dan kebijakan dibuat dengan benar
(Utami, 2019).

Daftar Pustaka
Hendra, T., & Ramadhani, I. (2017). Model Komunikasi dalam Debat di TvOne.
MIYAH: Jurnal Studi Islam, 13(02), 211-225.
Primayana, G. G. (2022). Agenda Setting Dengan Perpektif Kacamata Publik-
Khalayak Media. Jurnal Citra, 8(2).
Ritonga, E. Y. (2018). Teori agenda setting dalam ilmu komunikasi. JURNAL
SIMBOLIKA: Research and Learning in Communication Study (E-
Journal), 4(1), 32-41.
Utami, D. (2019). Implikasi Literasi Media dalam Mengubah Perilaku Masyarakat
Kota Pontianak terhadap Kabar Bohong. Commed Jurnal Komunikasi dan
Media, 3(2), 102-120.
Victor, V. A. S. (2017). Jurnal: Analisis Framing Suara Karya, Jurnal Nasional Dan
Koran Tempo Dalam Kasus Korupsi M Nazaruddin. Jurnal Ilmu
Komunikasi Citra, 5(2), 1-19.

Anda mungkin juga menyukai