Oleh Kelompok 5 :
1. Silvera Alfatia NIM. 238140114
2. Sindi Ayu Eka Putri NIM. 238140115
3. Yunanik NIM. 238140128
4. Suprapti NIM. 238140117
5. Tri Hidayati NIM. 238140118
6. Tri Wahyuningsih NIM. 238140119
7. Trise Lutfi Fatmawati NIM. 238140120
8. Tutik Hidayati NIM. 238140121
9. Wahyu Dewi Nasikhah NIM. 238140122
10. Widia Lestari NIM. 238140123
11. Windi Lamaga NIM. 238140124
12. Yudita Olyfia Chairun Nisa NIM. 238140125
13. Yuli Maulitasari NIM. 238140126
14. Yuli Prihatini NIM. 238140127
1. PENGERTIAN KDRT
Pengertian KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) adalah tindakan yang
dilakukan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang menyebabkan penderitaan
dan kesengsaraan secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga.
Tindakan ini meliputi ancaman, paksaan, atau pembatasan kebebasan yang tidak
sesuai dengan hukum, yang terjadi dalam konteks kehidupan keluarga.
Penyebab KDRT
2. Penyebab KDRT adalah:
Selain itu faktor-faktor yang menyebakan terjadinya KDRT selam kehamilan meliputi
kehamilan yang tidak di harapkan, stress akibat kehamilan, jumlah anak yang banyak
(multipara), penganguran, penggunaan alcohol dan obat-obatan (substance abuse).
Kehamilan yang tidak direncanaka berisko membuat Wanita mengalami KDRT empat
kali lebih besar dari Wanita dengan kehamilan yang direncanakan(Gazmararian dalam
O’Relly, 2007). Kekerasan juga terjadi jika pasangan atau suami merasa kehamilan
lebih cepat dari waktu yang diharapkan (Jasinski dalam O’Reilly,2007).
Peningkatan stress yang dialami oleh paasangan dapat memicu kekerasan selama
kehamilan. Stres tersebut disebabkan karena pasangan merasa tangung jawab materi
yang harus dipenuhi semakin banyak. Hal ini mengakibatkan pasangan harus berkerja
lebih keras untuk mencukupi kebutuhan keluarga.Stres juga terjadi akibat pasangan
belum siap menjadi seorang ayah dan pria lebih engan mencari bantuan untuk
mengatasi stress atau kebutuhan emosional sehinga menimbulkan stress yang
berkepanjangan(Condon dalam O’Reilly2007).
Selain stres, Segala (2010) mengatakan bahwa pada saat hamil, pasangan (pria) lebih
cenderung menggunakan alkohol sehinga ia lebih mudah marah, depresi dan
mempunyai sikap yang negative.penyalahgunaan alkohol pada pria ini dapat
meningkatkan risiko terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
Masalah sosial ekonomi seperti pendapatan yang rendah, Pendidikan yang rendah,
pengangguran juga dapat meningkatkan risiko terjadi nya kekerasan dalam rumah
tangga (O’Reilly, 2007).
D. DAMPAK KDRT
Menurut Suryakusuma (1995), efek fifiologis dari Tindakan penganiayaan terhadap
Perempuan lebih parah dibandingkan dengan efek fisiknya. Rasa takut, cemas, letih,
stress post traumatic, serta gangguan pola makan dan tdur merupakan reaksi Panjang dari
tindak kekerasan tersebut. Tidak jarang bahwa akibat dari Tindakan kekerasan terhadap
istri juga mengakibatkan Kesehatan reproduksi terganggu secara biologis yang pada
akhirnya mengakibtakan gangguan secara sosiologis. Istri yang mengalami kekerasan
sering mengisolasi diri dan menarik diri karena berusaha menyembunyikan bukti
penganiayaan terhadap mereka.
Efek fisik yang ditimbulkan dari kekerasan selama kehamilan yaitu memar, lebam,
patah tulang, trauma abdomen, penurunan berat badan, infeksi pada serviks, vagina,
ginjal, perdarahan vagina, peningkatan penyakit kronis, perawatan pra lahir yang
tertunda.
Di seluruh dunia satu diantara empat perempuan hamil mengalami kekerasan fisik dan
seksual oleh pasangannya. Pada saat hamil, dapat terjadi keguguran / abortus, persalinan
imatur dan bayi meninggal dalam rahim. Pada saat bersalin, perempuan akan mengalami
penyulit persalinan seperti hilangnya kontraksi uterus, persalinan lama, persalinan dengan
alat bahkan pembedahan.
Perawatan kehamilan yang tertunda merupakan factor resiko terjadinya komplikasi
kehamilan seperti persalinan prematur dan BBLR. Hal ini dibuktikan dalam penelitian
bahwa saat itu mengalami kekerasan maka perawatan kehamilan kedua kali lebih
mungkin dilakukan pada trimester ketiga. Padahal perawatan kehamilan seharusnya mulai
dilakukan pada timester pertama kehamilan. (Dietz, dkk; Gazmarin, dkk; Goodwin, dkk;
McFarlane, dkk; Parker, dkk;. Soeken, Torres & Campbell Jasinski,2004).
Selain itu, walaupun undang-undang ini dimaksudkan memberikan efek jera bagi
pelaku KDRT, ancaman hukuman yang tidak mencantumkan hukuman minimal dan
hanya hukuman maksimal sehingga berupa ancaman hukuman alternatif kurungan atau
denda terasa terlalu ringan bila dibandingkan dengan dampak yang diterima korban,
bahkan lebih menguntungkan bila menggunakan ketentuan hukum sebagaimana yang
diatur dalam KUHP. Apalagi jika korban mengalami cacat fisik, psikis, atau bahkan
korban meninggal. Sebagai UU yang memfokuskan pada proses penanganan hukum
pidana dan penghukuman dari korban, untuk itu, perlu upaya strategis di luar diri korban
guna mendukung dan memberikan perlindungan bagi korban dalam rangka
mengungkapkan kasus KDRT yang menimpa.