Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia adalah suatu masyarakat patriarkhal, dan kondisi ini tidak
dapat diingkari, seperti juga di negara-negara lain di dunia. Partriarkhal
sebagai suatu struktur komunitas di mana kaum lelaki yang memegang
kekuasaan, dipandang sebagai struktur yang memperlemah perempuan,
yang terlihat dalam kebijakan pemerintah maupun dalam perilaku
masyarakat. Kecenderungan untuk membayar upah buruh wanita di bawah
upah buruh pria dan perumusan tentang kedudukan istri dalam perkawinan,
merupakan salah satu cerminan keberadaan perempuan dalam posisi
subordinat pria. Salah satu fenomena yang menjadi perhatian besar
masyarakat akhir-akhir ini, bahkan juga masyarakat internasional, adalah
tindak kekerasan terhadap perempuan.
Tindak kekerasan terhadap perempuan seringkali dianggap suatu isu
yang terbelakang atau bahkan dapat dikatakan tidak menarik. Padahal jika
dilihat dari kenyataan yang selama ini terjadi, tindak kekerasan terhadap
perempuan merupakan ancaman terus menerus bagi perempuan di
manapun di dunia. Hal ini merupakan akibat dari adanya pandangan di
sebagian besar masyarakat yang menganggap kedudukan perempuan di
sebagian dunia yang tidak dianggap sejajar dengan laki-laki. Terlebih lagi,
rasa takut kaum perempuan terhadap kejahatan (fear of crime) jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan apa yang dirasakan kaum pria.
Kekerasan, dan ancaman kekerasan, telah menjadi bagian yang tak
terpisahkan dan kehidupan kita saat ini. Penculikan, penjarahan,
penganiayaan dan pembunuhan telah menjadi fakta keseharian. Aksi-aksi
teror dan intimidasi yang bermunculan di mana-mana merenggut rasa
aman, menyebarkan ketakutan dan menambah ketidakpastian dan
kebingungan masyarakat. Sungguh sebuah tantangan tersendiri dalam
upaya kita membuka lembar sejarah baru di era reformasi ini.
Kekerasan terhadap perempuan merupakan bagian integral dari
fenomena kekerasan secara umum. Serangan-serangan seksual terhadap
perempuan muncul sejalan dengan meningkatnya kekerasan di masyarakat
dan sama-sama berakar pada kegagalan sistem politik, ekonomi dan sosial
untuk mengelola konflik. Tetapi, berbeda dengan kaum lakilaki, perempuan
mengalami kekerasan dalam bentuk yang lebih kompleks. Hal ini berkaitan
dengan posisi perempuan yang serba dinomorduakan dan yang penuh
dengan tabu dan stereotip. Tabu dan stereotip membuat perempuan
bungkam atas kekerasan yang dialaminya, sedangkan bias jender
masyarakat membuat perempuan korban kekerasan dituding bersalahan
atas musibah yang menimpa dirinya sendiri.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasasrkan latar belakang, adapun rumusan masalahnya yaitu:
1. Apakah pengertian tindak kekerasan terhadap perempuan
2. Bagaimana bentuk bentuk tindak kekersan terhadap perempuan.
3. Apa penyebab terjadinya tindakan kekerasan terahdap perempuan.
4. Apa saja dampak dari tindakan kekerasan terhadap perempuan.
5. Bagaimana upaya pencegahan terhadap tindak kekerasan perempuan.
6. Bagaimana analisis gender dalam kekerasan terhadap perempuan
C. TUJUAN
1. menjelaskan pengertian tindak kekerasan terhadap perempuuan
2. menjelaskan bentuk tindak kekersan terhadap perempuan.
3. Menjelaskan penyebab terjadinya tindakan kekerasan terahdap
perempuan
4. Menjelaskan saja dampak dari tindakan kekerasan terhadap perempuan.
5. Menjelaskan upaya pencegahan terhadap tindak kekerasan perempuan
6. Menganalisis konsep gender dalam kekerasan terhadap perempuan.
D. MANFAAT
1. Untuk mengetahui pengertian tindak kekerasan terhadap perempuuan
2. Untuk mengetahui bentuk tindak kekersan terhadap perempuan.
3. Untuk mengetahui penyebab terjadinya tindakan kekerasan terahdap
perempuan
4. Untuk mengetahui saja dampak dari tindakan kekerasan terhadap
perempuan.
5. Untuk mengetahui upaya pencegahan terhadap tindak kekerasan
perempuan
6. Untuk mengaetahui analisis gender dalam tindak kekerasan terhadap
perempuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KEKERASAN
Secara terminologi kekerasan atau violence adalah gabungan
dua kata latin “vis” (daya, kekuatan) dan “latus” berasal dari kata
“ferre” yang berarti membawa). Dalam Kamus Bahasa
Indonesia, “kekerasan” diartikan dengan perihal yang bersifat,
berciri keras, perbuatan seseorang yang menyebabkan cedera atau
matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang
orang lain, atau ada paksaan.
Kekerasan adalah penganiayaan, penyiksaan atau perlakuan
salah, menurut WHO dalam (E-book,SUMUT: 1) kekerasan adalah
penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindkaan
terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang dan atau
masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar
mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis,
kelainan perkembangan atau perampasan hak. Menurut depkes.RI
:2006 dalam (yudhim.blogspot :2008) Kekerasan terhadap
perempuan adalah setiap perbuatan yang berkaitan atau mungkin
berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan, secara fisik,
seksual, psikologis, ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan dan
perampasan kebebasan baik yang terjadi di lingkungan masyarakat
maupun di lingkungan rumah tangga.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang kekerasan menurut
para ahli maka dapat disimpulkan bahwa kekerasan terhadap
perempuan merupakan suatu bentuk tindakan yang menyakiti atau
membuat penderitaan terhadap perempuan secara fisik, seksual,
psikologi yang mengakibatkan trauma terhadap perempuan atau
korban.
B. BENTUK-BENTUK KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
Berdasaran ruang lingkup dan agen pelakunya, seperti dalam
Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Pasal 2, kekerasan
terhadap perempuan mencakup, tetap tidak terbatas pada:
1. Kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang terjadi di keluarga, termasuk
pemukulan, penganiayaan, seksual anak perempuan dalam keluarga,
perkosaan dalam perkawinan, pemotongan kelamin perempuan, dan
praktek-praktek tradisional lainnya yang menyengsarakan perempuan,
kekerasan yang dilakukan bukan merupakan pasangan hidup dan kekerasan
yang terkait dengan eksplotasi.
2. Kekerasan, seksual dan psikologis yang terjadi dalam komunitas berupa
perkosaan, penganiyaan seksual, pelecehan dan intimidasi seksual di tempat
kerja, institusi pendidikan, tempat umum dan lainnya, perdagangan
perempuan dan pelacur paksa.
3. Kekerasan, sesksual dan psikologis yang dilaksanakan atau dibiarkan
terjadinya oleh Negara, dimanapun kekerasan tersebut terjadi.
(amrulloh. 2009. Bentuk kekerasan terhadap perempuan)
Adapun Tindak kekerasan seksual meliputi:
1. Pernaksaan hubungan seksual (perkosaan) yang dilakukan terhadap orang
yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut : Perkosaan ialah
hubungan seksual yang terjadi tanpa dikehendaki oleh korban. Seseorang
laki-laki menaruh penis, jari atau benda apapun kedalam vagina, anus, atau
mulut atau tubuh perempuan tanpa sekendak perempuan itu.
2. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang anggota dalam
lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan /
atau tujuan tertentu.
3. Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi
seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diinginkan oleh orang yang
menjadi sasaran. Pelecehan seksual bisa terjadi dimana saja dan kapan saja,
seperti di tempat kerja, dikampus/ sekolah, di pesta, tempat rapat, dan
tempat urnum lainnya. Pelaku pelecehan seksual bisa teman, pacar, atasan
di tempat kerja.
4. Tindak kekerasan ekonomi: yaitu dalam bentuk penelantaran ekonomi
dimana tidak diberi nafkah secara rutin atau dalarn jumlah yang cukup,
membatasi dan/ atau metarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di
luar rumah, sehingga korban di bawah kendati orang tersebut.
(yudhim. blogspot : 2008)

C. PENYEBAB KEKERASAN TERAHDAP PEREMPUAN.

1. Aspek Budaya :
· Kuatnya pengertian yang bersumber pada nilai-nilai budaya yang
memisahkan peran dan sifat gender laki-laki dan perempuan secara tajam
dan tidak setara.

· Sosialisasi pengertian tersebut melalui a.l. keluarga, lembaga pendidikan,


agama, dan media massa, menyebabkan berlakunya keyakinan dan
tuntutan:

o laki-laki dan perempuan punya tempat dan perannya sendiri-sendiri yang


khas dalam keluarga/perkawinan/berpacaran.

o laki-laki lebih superior daripada perem-puan, dan mempunyai hak penuh


untuk memperlakukan perempuan seperti barang miliknya

o keluarga adalah wilayah pribadi, tertutup dari pihak luar, dan berada di
bawah kendali laki-laki
· Diterimanya kekerasan sebagai cara penyelesaian konflik.

2. Aspek Ekonomi
· Ketergantungan perempuan secara ekonomi pada laki-laki;

· perempuan lebih sulit untuk mendapatkan kredit, kesempatan kerja di


lingkup formal dan informal, dan kesempatan mendapat-kan pendidikan dan
pelatihan.

3. Aspek Hukum
· Status hukum perempuan yang lebih lemah dalam peraturan perundang-
undangan maupun dalam praktek penegakan hukum;

· Pengertian tentang perkosaan dan KDRT yang belum menjawab


sepenuhnya kebutuhan perlindungan bagi korban dan penanganan pada
pelaku;

· Rendahnya tingkat pengetahuan yang dimiliki perempuan tentang hukum,

· Perlakuan aparat penegak hukum yang belum sepenuhnya peka pada


perempuan dan anak perempuan korban kekerasan.

4. Aspek Politik
· Rendahnya keterwakilan kepentingan perempuan dalam proses
pengambilan keputusan di bidang politik, hukum, kesehatan, maupun
media.

· Kekerasan terhadap Perempuan masih belum sepenuhnya dianggap


sebagai persoalan yang berdampak serius bagi negara,

· Adanya resiko yang besar bila memperta-nyakan aturan agama,

· Terbatasnya partisipasi perempuan di organisasi politik.


(savyamirawcc.BLOGSPOT)

5. Terkait dengan kondisi situasional yang memudahkan, seperti terisotasi,


kondisi konflik dan perang. Dalam situasi semacam ini sering terjadi
perempuan sebagai korban, misaInya dalam lokasi pengungsian rentan
kekerasan seksual, perkosaan. Dalam kondisi kemiskinan perempuan mudah
terjebak pada pelacuran. Sebagai imptikasi maraknya teknologi informasi,
perempuan terjebak pada kasus pelecehan seksual, pornografi dan
perdagangan. yudhim. blogspot : 2008)

D. DAMPAK KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

1. Pada Korban
· Kesehatan Fisik seperti memar, cedera (mulai dari sobekan hingga patah
tulang dan luka dalam), gangguan kesehatan yang khronis, gangguan
pencernaan, perilaku seksual beresiko, gangguan makan, kehamilan yang
tak diinginkan, keguguran/ melahirkan bayi dengan berat badan lahir
rendah, terinfeksi penyakit menular seksual, HIV/AIDS

· Kesehatan Mental: seperti depresi, ketakutan, harga diri rendah, perilaku


obsesif kompulsif, disfungsi seksual, gangguan stress pasca trauma

· Produktivitas kerja menurun: sering terlambat datang ke tempat kerja,


sulit berkonsentrasi, berhalangan kerja kare-na harus mendapat perawatan
medis, atau memenuhi panggilan polisi/meng-hadiri sidang.

· Fatal: bunuh diri, membunuh/melukai pelaku, kematian karena


aborsi/kegugur-an/AIDS

2. Pada Anak
· Gangguan kesehatan dan perilaku anak di sekolah,

· Terhambatnya kemampuan untuk menjalin hubungan yang dekat dan


positif dengan orang lain,

· Kecenderungan lari dari rumah, adanya keinginan bunuh diri


· Berkemungkinan menjadi pelaku atau cenderung menjadi korban
kekerasan yang serupa di masa remaja/dewasanya

3. Pada Masyarat & Negara


· Penurunan kualitas hidup dan kemampuan perempuan untuk aktif ikut
serta dalam kegiatan di luar rumah, termasuk untuk berpenghasilan dan
menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.

· Besarnya biaya untuk penanganan kasus di kepolisian maupun pengadilan,


serta biaya untuk perawatan kesehatan bagi korban

· Menguatnya kekerasan sebagai cara menyelesaikan


(savyamirawcc.BLOGSPOT)

E. PENCEGAHAN TERHADAP KEKERASAN PEREMPUAN.


Pencegahan, penanganan korban dan pelaku adalah tanggung jawab
semua pihak:

· laki-laki, perempuan, lingkungan tetangga, tokoh agama/masyarakat,


lembaga pendidikan/ agama, dunia usaha maupun pemerintah.
Kerjasama antara pusat penanganan krisis bagi perempuan korban
(women’s crisis center) dengan masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah
merupakan suatu kemutlakan.
· Upaya pencegahan dan penanganan korban maupun pelaku yang ada
masih jauh dari memadai. Bagi para perempuan penyandang cacat, kondisi
ini lebih berat dirasakan
· .Khusus tentang dukungan bagi korban untuk dapat melanjutkan hidupnya
secara mandiri, sehat dan bermartabat, dibutuhkan beragam dukungan yang
bentuknya fleksibel sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan korban, dan
bersifat memberdayakan. (savyamirawcc.BLOGSPOT)
Jalan keluar, pemecahan masalah gender dalam tindak kekerasan
terhadap perempuan perlu dilakukan secara serempak, baik upaya yang
bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Dari segi pemecahan
praktis jangka pendek, dapat dilakukan upaya program aksi yang
melibatkan perempuan agar mereka mampu menghentikan masalah
mereka sendiri, seperti kekerasan, pelecehan dan berbagai stereotype
terhadapnya. Mereka sendiri harus mulai memberikan pesan penolakan
secara jelas kepada pelaku yang melakukan kekerasan dan pelecehan agar
kegiatan kekerasan dan pelecehan tersebut terhenti.
Sementara usaha perjuangan strategis jangka panjang perlu dilakukan
untuk memperkokoh usaha praktis tersebut. Perjuangan strategis ini
meliputi berbagai peperangan ideologis di masyarakat. Bentuk-bentuk
peperangan tersebut misalnya, dengan melancarkan kampanye kesadaran
kritis dan pendidikan umum masyarakat untuk meng-hentikan berbagai
bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan. Upaya strategis lain perlu
melakukan studi tentang berbagai tindak kekerasan terhadap perempuan
untuk selanjutnya dipakai sebagai advokasi guna merubah kebijakan,
hukum dan aturan pemerintah yang dinilai tidak adil terhadap kaum
perempuan.
58

Menghentikan ketidakadilan gender dalam aspek kekerasan terhadap


perempuan, berarti mengangkat kepentingan perempuan dan membuat
mereka lebih berdaya, hal ini merupakan bagian dalam rangka mengangkat
harkat dan martabat perempuan. (SUSANTO. 2005)
F. ANALISIS GENDER TERHADAP TINDAK KEKERASAN.
Pemahaman terhadap konsep gender sangat diperlukan mengingat
dengan konsep ini telah lahir suatu analisis gender. Analisis gender dalam
sejarah pemikiran manusia tentang ketidakadilan sosial dianggap suatu
analisis baru, dan mendapat sambutan akhir-akhir ini. Analisis gender
merupakan analisis kritis yang mempertajam dari analisis kritis yang sudah
ada, seperti analisis kelas oleh Karl Marx, analisis hegemony ideologi oleh
Gramsci, analisis kritis (Critical Theory) dari mazhab Frankfurt, dan analisis
wacana oleh Fucoult. Tanpa analisis gender kritik mereka kurang mewakili
semangat pluralisme yang diimpikan. Tanpa mempertanyakan gender terasa
kurang mendalam. Peran gender yang berbeda juga menimbulkan
ketidakadilan, terutama bagi perempuan. Diantara beberapa manifestasi
ketidakadilan yang ditimbulkan oleh adanya asumsi gender Berikut akan
diuraikan dari aspek terjadinya kekerasan terhadap perempuan disertai
analisis dari temuan penelitian.
Kekerasan (violence) terhadap perempuan karena adanya perbedaan
gender. Kekerasan terhadap perempuan belakangan ini diduga meningkat.
Berbagai macam bentuk kekerasan menimpa perempuan, mulai yang ringan
hingga yang berat (mengancam jiwa). Banyak sekali kekerasan terjadi pada
perempuan yang ditimbulkan oleh adanya stereotype gender. Perbedaan
gender dan sosialisasi gender yang amat lama mengakibatkan kaum
perempuan secara fisik lemah dan kaum lelaki umumnya kuat. Hal itu tidak
menimbulkan masalah sepanjang anggapan lemahnya perempuan tersebut
tidak mendorong dan memperbolehkan lelaki untuk bisa seenaknya
memukul dan memperkosa perempuan. Banyak terjadi pemerkosaan justru
bukan karena unsur kecantikan, melainkan karena kekuasaan dan
stereotype gender yang dilabelkan pada kaum perempuan, Berbagai macam
dan bentuk kejahatan yang bisa dikategorikan
kekerasan gender, di antaranya adalah sebagai berikut pemerkosaan,
pemukulan dan serangan non fisik yang terjadi dalam rumah tangga,
penyiksaan, prostitusi atau pelacuran, pornografi, sterilisasi dalam KB,
kekerasan terselubung dengan memegang bagian dari tubuh perempuan,
dan pelecehan sex.
Sampai saat ini kita belum dapat menekan terjadinya tindak kekerasan
terhadap perempuan. Mantan Meneg Pemberdayaan Perempuan Khofifah
Indar Parawansa pernah mengatakan bahwa tingkat kekerasan yang dialami
perempuan Indonesia cenderung tinggi. Sekitar 24 juta perempuan atau
11,4 persen dari total penduduk Indonesia pernah mengalami tindak
kekerasan (Jawa Pos, 30 April 2003).
BAB III
KESIMPULAN

Tindak kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu isu yang


tidak bisa dianggap sebagai isu terbelakang. Karena disadari atau tidak,
perilaku ini telah menjadi isu global. Sehingga, batasan tindak kekerasan
terhadap perempuan adalah segala bentuk kekerasan yang berdasar pada
gender yang akibatnya berupa atau dapat berupa kerusakan atau
penderitaan fisik, seksual, psikologis pada perempuan-perempuan, termasuk
di sini ancaman-ancaman dari perbuatan-perbuatan semacam itu, seperti
paksaan atau perampasan yang semena-mena atas kemerdekaan, baik yang
terjadi di tempat umum atau di dalam kehidupan pribadi seseorang.
Sebagai suatu bentuk kejahatan, tindakan kekerasan terhadap
perempuan agaknya tidak akan pernah hilang dari muka bumi ini,
sebagaimana pula tindak-tindak kejahatan lainnya. Namun, bukan berarti
tindakan kekerasan ini tidak dapat dikurangi. Untuk mencapai hal ini, selain
upaya yuridis yang diusulkan, semuanya kembali berpulang pada warga
masyarakat sendiri. Tanpa adanya partisipasi publik, maka tidak akan
pernah ada perubahan. Untuk dapat mengubah sikap dan perilaku
masyarakat ini maka peran pembuat kebijakan akan sangat menentukan,
baik mereka yang berasal dari tingkat yang paling tinggi sampai yang paling
rendah. Selain itu, upaya pendidikan dan pemberdayaan masyarakat serta
perempuan sendiri perlu untuk menangani masalah-masalah yang terjadi
dalam komunitas mereka sendiri

DAFTAR PUSTAKA

http://www.savyamirawcc.com/kekerasan-terhadap-perempuan-ktp
http://yudhim.blogspot.com/2008/01/sekilas-kekerasan-terhadap-
perempuan.html
http://curhatnisa.blogspot.com/2011/09/konsep-kekerasan-terhadap-
perempuan-dan.html

Amrulloh. 2009. Pengertian Kekerasan terhadap Perempuan.blogspot.

http://e-book. sumatera utara.chapter II.pdf.html.

Anda mungkin juga menyukai