Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN KEKERASAN PADA WANITA

Dosen pengampu: Ns. Nyoman Elfi Yunai S.Kep.,M.Kep

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 7

SRI MULIANI
SRI INDRI
RISNAWATI
IKBAL SIDIK
ADINDA TIARA
MOH.GALANG LABADTJO
SEPTIANI DWI PUTRI NABILA

PRODI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA
TAHUN 2024
A. KONSEP TEORI
1. Definisi Kekerasan Terhadap Perempuan
Secara terminologi kekerasan atau violence adalah gabungan dua
kata latin “vis” (daya, kekuatan) dan “latus” berasal dari kata “ferre”
yang berarti membawa. Dalam kamus Bahasa Indonesia, “kekerasan”
di artikan dengan perihal yang bersifat, berciri keras, perbuatan
seseorang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau
menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain, atau ada paksaan.
Kekerasan pada perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat
kesengsaraan atau penderitaan pada perempuan secara seksual atau
psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi
di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan. Kekerasan ini
seringkali terjadi karena adanya ketimpangan atau ketidakadilan
gender, di mana perempuan diperlakukan tidak adil dan terpinggirkan
dalam masyarakat. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) telah
menjadi isu penting dalam beberapa dekade terakhir, dengan dampak
negatif yang signifikan bagi perempuan sebagai korban. Perspektif
gender dalam KDRT penting untuk mendorong perubahan dan
menyoroti pentingnya analisis berbasis gender dalam menangani
masalah ini. Langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh perempuan
yang menjadi korban kekerasan, seperti perkosaan, termasuk tidak
mandi atau membersihkan kelamin, mengumpulkan barang bukti,
melaporkan ke polisi, menghubungi fasilitas kesehatan, dan
meyakinkan diri bahwa dirinya bukan yang bersalah. Korban
kekerasan dalam rumah tangga sering enggan melaporkan kejadian
tersebut karena menganggapnya biasa terjadi, namun penting untuk
mencari bantuan dan melaporkan kejadian tersebut untuk mendapatkan
perlindungan dan keadilan.

2. Penyebab Kekerasan Terhadap perempuan


1. Aspek Budaya:
Kuatnya pengertian yang bersumber pada nilai-nilai budaya yang
memisahkan peran dan sifat gender laki-laki dan perempuan secara
tajam dan tidak setara. Sosialisasi pengertian tersebut melalui a.l.
keluarga, lembaga pendidikan, agama, dan media massa,
menyebabkan berlakunya keyakinan dan tuntutan:
1. laki-laki dan perempuan punya tempat dan perannya sendiri-
sendiri yang khas dalam keluarga/perkawinan/berpacaran.
2. laki-laki lebih superior daripada perem-puan, dan mempunyai
hak penuh untuk memperlakukan perempuan seperti barang
miliknya
3. keluarga adalah wilayah pribadi, tertutup dari pihak luar, dan
berada di bawah kendali laki-laki. Diterimanya kekerasan
sebagai cara penyelesaian konflik.

2. Aspek Ekonomi
Ketergantungan perempuan secara ekonomi pada laki-laki;
perempuan lebih sulit untuk mendapatkan kredit, kesempatan kerja
di lingkup formal dan informal, dan kesempatan mendapat-kan
pendidikan dan pelatihan.
3. Aspek Hukum
Status hukum perempuan yang lebih lemah dalam peraturan
perundang- undangan maupun dalam praktek penegakan hukum;
Pengertian tentang perkosaan dan KDRT yang belum menjawab
sepenuhnya kebutuhan perlindungan bagi korban dan penanganan
pada pelaku;Rendahnya tingkat pengetahuan yang dimiliki
perempuan tentang hukum, Perlakuan aparat penegak hukum yang
belum sepenuhnya peka pada perempuan dan anak perempuan
korban kekerasan.
4. Aspek Politik
Rendahnya keterwakilan kepentingan perempuan dalam proses
pengambilan keputusan di bidang politik, hukum, kesehatan,
maupun media. Kekerasan terhadap Perempuan masih belum
sepenuhnya dianggap sebagai persoalan yang berdampak serius bagi
negara,Adanya resiko yang besar bila memperta-nyakan aturan
agama,Terbatasnya partisipasi perempuan di organisasi politik.
4. Terkait dengan kondisi situasional yang memudahkan,
seperti terisotasi, kondisi konflik dan perang. Dalam situasi
semacam ini sering terjadi perempuan sebagai korban,
misalnya dalam lokasi pengungsian rentan kekerasan seksual,
perkosaan. Dalam kondisi kemiskinan perempuan mudah
terjebak pada pelacuran. Sebagai imptikasi maraknya teknologi
informasi, perempuan terjebak pada kasus pelecehan seksual,
pornografi dan perdagangan.
5.
3. Bentuk-Bentuk kekerasan Terhadap Perempuan
Berdasaran ruang lingkup dan agen pelakunya, seperti dalam Deklarasi
Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Pasal 2, kekerasan
terhadap perempuan mencakup, tetap tidak terbatas pada:

1. Kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang terjadi di keluarga,


termasuk pemukulan, penganiayaan, seksual anak perempuan
dalam keluarga, perkosaan dalam perkawinan, pemotongan
kelamin perempuan, dan praktek- praktek tradisional lainnya yang
menyengsarakan perempuan, kekerasan yang dilakukan bukan
merupakan pasangan hidup dan kekerasan yang terkait dengan
eksplotasi.

2. Kekerasan, seksual dan psikologis yang terjadi dalam komunitas


berupa perkosaan, penganiyaan seksual, pelecehan dan intimidasi
seksual di tempat kerja, institusi pendidikan, tempat umum dan
lainnya, perdagangan perempuan dan pelacur paksa.

3. Kekerasan, sesksual dan psikologis yang dilaksanakan atau


dibiarkan terjadinya oleh Negara, dimanapun kekerasan tersebut
terjadi. (amrulloh. 2009. Bentuk kekerasan terhadap perempuan)

Adapun Tindak kekerasan seksual meliputi:


1. Pernaksaan hubungan seksual (perkosaan) yang dilakukan
terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga
tersebut: Perkosaan ialah hubungan seksual yang terjadi tanpa
dikehendaki oleh korban. Seseorang laki-laki menaruh penis, jari
atau benda apapun kedalam vagina, anus, atau mulut atau tubuh
perempuan tanpa sekendak perempuan itu.
2. Permaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang anggota
dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan
komersial dan/atau tujuan tertentu.
3. 3. Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang
berkonotasi seksual yang secara sepihak dan tidak diinginkan oleh
orang yang menjadi sasaran. Pelecehan seksual bisa terjadi
dimana saja dan kapan saja, seperti di tempat kerja, dikampus/
sekolah, di pesta, tempat rapat, dan tempat urnum lainnya. Pelaku
pelecehan seksual bisa teman, pacar, atasan di tempat kerja.
4. Tindak kekerasan ekonomi: yaitu dalam bentuk penelantaran
ekonomi dimana tidak diberi nafkah secara rutin atau dalarn
jumlah yang cukup, membatasi dan/atau metarang untuk bekerja
yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban di
bawah kendati orang tersebut. (yudhim. blogspot: 2008)

4. Jenis-jenis Kekerasan Terhadap perempuan

Kekerasan terhadap perempuan adalah masalah serius yang


melibatkan berbagai bentuk perilaku yang merugikan, merendahkan,
atau merugikan perempuan secara fisik, emosional, seksual, ekonomi,
dan bahkan digital. Berikut adalah penjelasan lebih detail tentang
setiap jenis kekerasan yang sering dialami oleh perempuan:

1. Kekerasan Fisik: Ini adalah bentuk kekerasan yang paling mudah


dikenali dan sering kali paling terlihat. Ini meliputi segala bentuk
kekerasan yang melibatkan kontak fisik yang menyebabkan cedera
atau rasa sakit pada perempuan. Contoh-contoh termasuk pukulan,
tendangan, gigitan, memukul dengan benda tajam, atau
menggunakan kekerasan fisik lainnya untuk mendominasi atau
mengendalikan perempuan.
2. Kekerasan Emosional/Psikologis: Meskipun tidak meninggalkan
luka fisik yang terlihat, kekerasan emosional atau psikologis bisa
memiliki dampak jangka panjang yang serius pada kesejahteraan
mental dan emosional perempuan. Jenis kekerasan ini melibatkan
perilaku yang merendahkan, mengintimidasi, menghina,
mengisolasi, atau mengontrol perempuan secara emosional. Ini
bisa termasuk ancaman, pelecehan verbal, manipulasi psikologis,
atau pengabaian emosional.
3. Kekerasan Seksual: Ini adalah bentuk kekerasan yang melibatkan
segala tindakan seksual yang dilakukan tanpa persetujuan
perempuan atau dengan memaksa perempuan untuk melakukan
tindakan seksual yang tidak mereka inginkan. Contoh-contoh
termasuk pemerkosaan, pelecehan seksual, paksaan dalam
hubungan seksual, eksploitasi seksual, atau memaksa perempuan
untuk melakukan tindakan seksual melalui ancaman atau
kekerasan fisik.
4. Kekerasan Ekonomi: Kekerasan ekonomi melibatkan
pengendalian finansial atau ekonomi yang bertujuan untuk
membatasi akses perempuan terhadap sumber daya ekonomi atau
kemandirian keuangan mereka. Ini bisa termasuk menahan uang,
melarang perempuan bekerja atau menghasilkan pendapatan,
membatasi akses perempuan terhadap sumber daya keuangan, atau
menghambat perempuan untuk mengambil keputusan keuangan
yang mandiri.
5. Kekerasan Digital: Kekerasan digital adalah bentuk kekerasan
yang berkembang pesat dengan meningkatnya penggunaan
teknologi digital. Ini melibatkan penggunaan teknologi digital,
seperti internet, media sosial, atau perangkat seluler, untuk
melakukan kekerasan atau pelecehan terhadap perempuan.
Contoh-contoh termasuk pesan teks yang mengancam, penyebaran
foto atau video tanpa izin, pelecehan online, atau pencemaran
nama baik secara daring.

5. Pathway

6. Faktor kekerasan pada perempuan


1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang
dijelaskan oleh Towsend ( 2018dalam Purba dkk, 2019) adalah:
a. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau
menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem
informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada
sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka
individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,
perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem
neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan
pusat agresif.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan
fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang
respons terhadap stress.

3) Genetik

Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara


perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.

4) Gangguan Otak

Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku


agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang
menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang
menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis,
dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik

1) Teori Psikoanalitik

Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk


mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga
diri.

2) Teori Pembelajaran

Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,


biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena
dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku
tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi
ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal.
Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru
pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya
ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang
mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung
untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.

c. Teori Sosiokultural

Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan


struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang
secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk
menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada
perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut
dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan
sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.

2. Faktor Presipitasi

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali


berkaitan dengan (Yosep, 2019):

a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol


solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.

b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial


ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan


ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.

e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat


dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap

7. Dampak Kekerasan Terhadap Perempuan

Dampak terhadap tindak kekerasan ini berarti adanya penyangkalan


terhadap hak asasi perempuan, kesehatan korban baik secara fisik maupun mental
menjadi terganggu, dan apabila fatal bisa bunuh diri, membunuh pelaku, kematian
ibu, HIV/AIDs. Apapun bentuk kekerasannya akan mengakibatkan korban
mengalami dampak jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendek,
berakibat pada fisik korban seperti luka-luka , memar pada bagian tubuh tertentu,
infeksi, dan kerusakan organ reproduksi. Dampak yang dimaksud adalah sebagai
berikut :

1. Dampak fisik dan seksual. tindakan kekerasan bisa berupa seranagn

ke tubuh korban termasuk alat kelamin, akibatnya adalah memar

ringan, luka parah, disfungsi bagian tubuh dan bahkan membawa

kematian.

a. Benturan berakibat memar luar /dalam, patah tulang maupun cacat


fisik secara permanen.
b. Gangguan pada sistem saraf pusat,
c. Gangguan alat reproduksi, gangguan kehamilan
d. Penyakit menular seksual termasuk HIV-AIDS
e. Respon fisik yang menyertai pnyerangan seksual
f. Kehilangan nafsu makan
g. Gangguan tidur (insomnia, mimpi buruk, sulit tidur)
h. Gangguan kecemasan

2. Dampak Sosial yang dialami korban kekerasan oleh pasangan

intimnya adalah dibatasi atau dilarang untuk memperoleh pelayanan

sosial, ketegangan hubungan sosial dengan pihak kesehatan maupun

dengan pekerjaannya dan dibatasi dalam mengakses jaringan sosial

lainnya.

3. Dampak ekonomi.

Biaya yang dikeluarkan oleh korban kekerasan rumah tangga lebih

besar dari biaya kesehatan lainnya, karena selain biaya pengobatan

secara medis akibat dampak fisik yang dialami, korban juga harus

mengeluarkan biaya yang relatif besar untuk memulihkan kesehatan


mentalnya dari gangguan-gangguan psikologis yang muncul. Di

samping itu korban juga mengalami kerugian kehilangan pekerjaannya

karena kekerasan yang dialami.

4. Dampak psikologis.

Berupa trauma yang dialami sebagian besar korban. Bentuk trauma

berbeda antara satu korban dengan korban lainnya. Trauma ini

tergantung dari usia korban serta bentuk kekerasan yang dialami

korban. Trauma dapat berupa ketakutan bertemu dengan orang lain,

mimpi buruk atau ketakutan saat sendiri.

a. Gangguan emosional, gangguan tidur atau makan, mimpi buruk, ingat


kembali kejadian lampau
b. Ketidakpercayaan terhadap laki-laki
c. Ketakutan pada hubungan intim
d. Perasaan sangat marah
e. Perasaan bersalah
f. Malu dan terhina

Dampak lebih lanjutan perilaku anti sosial, perasaan tidak berdaya,

perilaku bunuh diri, harga diri rendah, kecemasan, depresi, sulit tidur atau

makan. Sebagai cara untuk menghadapi situasi kekerasan, perempuan

dapat menunjukkan perilaku seperti minum alcohol, merokok,

penyalahgunaan obat-obatan, mempunyai banyak pasangan atau upaya

bunuh diri.

Dampak lebih besar terjadi apabila lingkungan korban tidak

mendukung korban. Akibatnya, korban menjadi malu dan rendah diri.


Banyak korban yang akhirnya harus pindah dari sekolah karena selalu

menjadi bahan perbincangan guru dan teman di sekolahnya. Bahkan ada

keluarga korban yang harus pindah tempat tinggal karena dianggap telah

membuat cemar lingkungan tempat tinggalnya.

Dampak jangka panjang terjadi jika korban kekerasan tidak

mendapat penanganan dan bantuan (konseling psikologis) yang memadai,

misal munculnya sikap atau persepsi negatif terhadap laki-laki atau

terhadap seks. Dampak yang lain adalah trauma, yaitu “luka jiwa” yang

disebabkan karena seseorang mengalami sesuatu diluar batas normal

(berdasarkan standar dirinya sendiri).

Dapat juga muncul mimpi-mimpi buruk (nightmares)

ingatan-ingatan akan kejadian yang muncul secara tiba-tiba (flash back),

Jika gejala tersebut berkepanjangan sampai 30 hari, besar kemungkinan

korban mengalami Post Traumatic Stress Disorders(PTSD) atau stress

pasca trauma.

Anda mungkin juga menyukai